• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Teknik Perkapalan– Vol. 5, No. 2 April 2017

381

http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/naval

ISSN 2338-0322

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN

Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

Analisa Teknis Dan Ekonomis Penggunaan Bambu Laminasi Apus Dan Petung Sebagai Material Alternatif Pembuatan Komponen Kapal

Kayu

Kamal1), Parlindungan Manik1), Samuel1)

1)Departemen Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Email: kamalalvaro@gmail.com

Abstrak

Dalam beberapa tahun terakhir harga kayu jati sebagai material dasar pembangunan kapal kayu semakin mahal. Hal tersebut disebabkan karena ketersediaan kayu jati mengalami penurunan. Sehingga diperlukan material alternatif pengganti kayu. Bambu dapat dijadikan sebagai material alternatif karena mudah didapatkan, mudah dalam pengolahan, memiliki sifat mekanis yang baik, dan memiliki harga yang relatif murah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan nilai kuat tarik dan kuat tekan maksimum bambu laminasi dari dua jenis bambu, apus dan petung dengan 2 variasi susunan bilah horizontal dan bata.

Pengujian tarik menggunakan standar SNI 03 – 3399 – 1994 dan pengujian tekan menggunakan standar SNI 03 – 3958 – 1995. Setelah dilakukan pengujian, dapat disimpulkan bahwa kuat tarik dan kuat tekan laminasi bambu petung lebih baik dibanding laminasi bambu apus dengan rata – rata masing – masing 2412,72 kg/cm2 dan 639,15 kg/cm2. Dari hasil tersebut dapat digolongkan ke dalam Kelas Kuat II pada BKI Kapal Kayu. Bambu dapat dijadikan sebagai alternatif kayu dalam pembuatan kapal kayu dengan biaya produksi laminasi sebesar Rp6.439.793 per m3 untuk laminasi bambu petung, Rp5.187.706 per m3 untuk laminasi bambu apus

Kata kunci: Kapal kayu, bambu laminasi, variasi susunan bilah, kuat tarik, kuat tekan, biaya produksi.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bambu merupakan produk hasil hutan non kayu yang telah dikenal bahkan sangat dekat dengan kehidupan masyarakat umum karena pertumbuhannya ada di sekeliling kehidupan masyarakat. Bahan bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat – sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk, mudah dikerjakan serta ringan.

Salah satu teknik peningkatan kualitas bambu adalah melalui teknik laminasi. Beberapa kelebihan balok atau bambu laminasi antara lain dapat dihasilkan balok dengan berbagai bentuk dan ukuran yang sesuai dengan tujuan pemakaian, dapat memanfaatkan bambu yang berdimensi kecil, serta kekuatan dan keawetannya dapat

ditingkatkan dengan perlakuan – perlakuan tertentu. [1]

Selain itu setiap jenis bambu memiliki sifat yang berbeda sehingga diperlukan pemilihan jenis yang paling baik untuk digunakan dalam pembuatan laminasi.

Material yang akan digunakan sebagai penyusun laminasi dalam penelitian ini adalah bambu apus dan bambu petung. Dalam pembuatan laminasi tersebut diperlukan jenis perekat yang tepat agar bilah bambu yang direkatkan dapat menyatu secara optimal. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data tentang kemampuan mekanis berupa kekuatan tarik dan kekuatan tekan dari laminasi bambu dan kayu.

(2)

Jurnal Teknik Perkapalan– Vol. 5, No. 2 April 2017

382 1.2. Perumusan Masalah

Penelitian ini diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut yaitu untuk mengetahui jenis bambu yang paling bagus sebagai alternatif pengganti kayu, pengaruh dari susunan bilah terhadap nilai kekuatan tarik dan tekan, sejauh mana laminasi bambu dan kayu dapat menahan beban tarik dan tekan, bagian komponen kapal yang dapat di aplikasikan berdasarkan peraturan BKI, serta perhitungan biaya pembuatan laminasi bambu.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kekuatan material laminasi bambu apus dan laminasi bambu petung jika menerima beban tarik dan tekan untuk pembuatan komponen kapal yang sesuai dengan standar kekuatan mekanis yang disyaratkan/diizinkan BKI (Biro Klasifikasi Indonesia) dan mengetahui nilai ekonomis pada kapal kayu dengan pemakaian material bambu laminasi, serta menentukan kelas kuat acuan bambu laminasi untuk komponen kapal.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bambu Petung

Jenis bambu betung mempunyai rumpun yang agak sedikit rapat. Ukurannya lebih besar dan lebih tinggi dari jenis bambu yang lain.

Bambu Petung memiliki berat jenis 0,71 gr/cm3 dengan nilai kadar kering udara 12 – 15%.

Kekuatan mekanis ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 1. Sifat mekanis bambu petung[2]

Tekan //

(MPa)

Tekan

(MPa)

Tarik //

(MPa)

Kuat Lentur (MPa)

Modulus Elastisitas

(MPa) 50,29 51,06 402,18 128,80 13746,33 2.2. Bambu Apus

Bambu Apus atau biasa disebut bambu tali karena sebagian besar masyarakat umum memanfaatkannya sebagai tali atau pengikat.

Bambu apus dalam nilai kadar kering udara 12 – 15% memiliki nilai berat jenis 0,59 gr/cm3. Kekuatan mekanis dari bambu Apus ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 2. Sifat mekanis bambu apus[3]

Tekan //

(MPa)

Tekan

(MPa)

Tarik //

(MPa)

Kuat Lentur (MPa)

Modulus Elastisitas

(MPa) 59,23 40,85 335,79 115,92 15808,28

2.3. Teknologi Perekatan Laminasi

Teknologi perekatan bambu laminasi merupakan teknik penggabungan bahan dengan bantuan perekat. Dalam perekatan bambu terdapat tiga aspek utama yaitu aspek bahan yang direkat, aspek bahan perekat dan aspek teknologi perekatan. Masing – masing aspek mempunyai faktor yang yang mempengaruhi kualitas hasil perekatan. Aspek bahan meliputi: struktur dan anatomi bambu, sifat fisika, sifat kimia. Aspek perekat meliputi: jenis, sifat dan kegunaan perekat. Aspek teknologi perekatan meliputi:

penyiapan perekat, berat laburan, pengempaan, kondisi kerja.[4]

2.4. Perekat Epoxy (Melamine Formaldehyde) Lem Epoxy (2 komponen) adalah lem serbaguna yang cocok digunakan untuk merekatkan sambungan papan kayu pada kapal kayu. Kelebihan dari lem Epoxy yaitu sangat mudah digunakan, kulitas tidak perlu diragukan, daya lekat sangat kuat, serta tahan terhadap air laut. Sedangkan kelemahan dari lem Epoxy adalah sifat filmnya yang cenderung lebih keras dan kurang fleksibel, serta hargayang relatif tinggi.

3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Materi Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang bersifat percobaan (eksperimental).

Percobaan yang dilakukan adalah pembuatan balok laminasi dengan bahan bambu apus dan bambu petung, kemudian dilakukan pengujian kekuatan tarik dan tekan yang selanjutnya hasil pengujian akan dibandingkan dengan kekuatan dari kayu berdasarkan peraturan BKI.

3.2. Parameter Penelitian 3.2.1. Parameter Tetap

a.Uji Tarik Sejajar

Ketelitian ukuran panjang benda uji tidak lebih dari 1 mm. Kecepatan pembebanan 20 MPa/menit.

Gambar 1. Bentuk Spesimen Uji Tarik Sejajar

(3)

Jurnal Teknik Perkapalan– Vol. 5, No. 2 April 2017

383 Perhitungan uji tarik sejajar serat adalah:

Dimana:

= kuat tarik sejajar serat (MPa) P = beban uji maksimum (N) b = lebar daerah uji (mm) h = tinggi daerah uji (mm) b. Uji Tarik Tegak Lurus

Ketelitian ukuran panjang benda uji tidak lebih dari 1 mm. Kecepatan pembebanan 0,1 MPa/menit.

Gambar 2. Bentuk spesimen uji tarik tegak lurus serat

Perhitungan uji tekan tegak lurus adalah:

Dimana:

= kuat tekan tegak lurus serat (MPa) P = beban uji maksimum (N)

b = lebar daerah uji (mm) h = tinggi daerah uji (mm) c.Uji Tekan Sejajar

Ketelitian ukuran panjang benda uji tidak lebih dari 1 mm. Kecepatan pembebanan 0,1 MPa/menit.

Gambar 3. Spesimen uji tekan sejajar serat Perhitungan uji tekan tegak lurus adalah:

Dengan:

= kuat tekan sejajar serat (MPa) P = beban uji maksimum (N) b = lebar daerah uji (mm) h = tinggi daerah uji (mm) d. Uji Tekan Tegak Lurus

Ketelitian ukuran panjang benda uji tidak lebih dari 1 mm. Kecepatan pembebanan 0,33 MPa/menit.

Gambar 4. Spesimen uji tekan tegak lurus serat

Perhitungan uji tekan tegak lurus adalah:

Dengan:

= kuat tekan sejajar serat (MPa) P = beban uji maksimum (N) b = lebar daerah uji (mm) h = tinggi daerah uji (mm) 3.2.2. Parameter Peubah

Penelitian ini menggunakan 2 variasi berdasarkan susunan bilah.

Gambar 5. Gambar variasi susunan bilah 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kadar Air (Moisture Content)

Kadar air yang memenuhi standar SNI yang dapat dipakai dalam pengujian harus <20%.

Selain untuk memenuhi syarat standar pengujian bahan yang terdapat pada spesifikasi perekat yaitu

(4)

Jurnal Teknik Perkapalan– Vol. 5, No. 2 April 2017

384 8 – 12%. Pada penelitian ini, perhitungan nilai

kadar air bahan dilakukan menggunakan alat Moisturemeter. Hasil dari perhitungan Moisturemeter, nilai kadar air bambu apus dan bambu petung berada pada 10 – 12%.

4.2. Berat Jenis

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di laboratorium, diperoleh nilai rata – rata berat jenis setiap variasi. Nilai rata – rata berat jenis adalah 0,64 gr/cm3 untuk spesimen A.H (Apus Horizontal), 0,64 gr/cm3 untuk spesimen A.B (Apus Bata), 0,65 gr/cm3 untuk spesimen P.H (Petung Horizontal), dan 0,67 gr/cm3 untuk spesimen P.B (Petung Bata).

Gambar 6. Diagram rata – rata nilai berat jenis spesimen laminasi bambu petung dan laminasi

bambu apus.

Berdasarkan grafik di atas, nilai berat jenis tebesar pada laminasi bambu petung variasi susunan bata yaitu 0,67 gr/cm3. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tebal bilah bambu dalam balok laminasi membuat nilai berat jenis dari balok laminasi tersebut semakin bertambah.

Dan balok laminasi dari bambu apus memiliki berat jenis yang lebih rendah dari nilai berat jenis bambu petung, hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari bahan perekat yang dipakai serta tebal bilah bambu yang lebih kecil dari bambu petung.

4.3. Analisa Teknis

4.3.1. Laminasi Bambu Apus

Berdasarkan hasil pengujian laboratorium terhadap kuat tarik sejajar dan tegak lurus, kuat tekan sejajar dan tegak lurus untuk laminasi bambu apus dengan variasi susunan horizontal (sejajar) dan bata ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 3. Hasil pengujian laminasi bambu apus variasi susunan bilah horizontal (sejajar) dan bata

Variasi

(MPa) (MPa) (MPa) (MPa) Horizontal 88,34 2,83 49,01 37,93

Bata 83,95 2,91 51,35 42,85 Keterangan tabel:

= Uji tarik sejajar serat = Uji tarik tegak lurus serat = Uji tekan sejajar serat

= Uji tekan tegak lurus serat

Dari hasil tersebut diketahui bahwa rata – rata nilai kuat tekan dari bambu laminasi apus yang lebih baik berada pada variasi susunan bata, namun tidak menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan dengan variasi lain. Sedangkan nilai kuat tarik sejajar memiliki perbedaan yang signifikan dengan bambu tanpa laminasi.

Gambar 7. Diagram rata – rata nilai kekuatan laminasi bambu apus variasi susunan bilah

horizontal (sejajar) dan bata 4.3.2. Laminasi Bambu Petung

Berdasarkan hasil pengujian laboratorium terhadap kuat tarik sejajar serat, kuat tarik tegak lurus serat, kuat tekan sejajar serat, dan kuat tekan tegak lurus serat untuk laminasi bambu petung dengan variasi susunan horizontal (sejajar) masing – masing ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 4. Hasil pengujian laminasi bambu petung variasi susunan bilah horizontal (sejajar) dan bata

Variasi

(MPa) (MPa) (MPa) (MPa) Horizontal 236,61 3,69 57,57 43,77

Bata 230,75 3,79 62,68 44,04

(5)

Jurnal Teknik Perkapalan– Vol. 5, No. 2 April 2017

385 Dari hasil tersebut diketahui bahwa rata –

rata nilai kuat tekan dari bambu laminasi petung yang lebih baik berada pada variasi susunan bata, namun tidak menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan dengan variasi lain. Sedangkan nilai kuat tarik sejajar memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan bambu tanpa laminasi.

Gambar 8. Diagram rata – rata nilai kekuatan laminasi bambu petung variasi susunan bilah

horizontal (sejajar) dan bata

4.4. Analisa Pembandingan Hasil Pengujian Laboratorium dengan Klasifikasi Kelas Kuat berdasarkan Peraturan BKI Kapal Kayu 1996

Berdasarkan hasil uji mekanis yang diperoleh dari uji laboratorium diketahui bahwa syarat minumum kelas kuat kayu berdasarkan peraturan BKI Kapal Kayu tahun 1996 adalah kelas kuat III dan kelas awet III. Untuk penggunaan kapal kayu bagian geladak, lunas, linggi haluan dan buritan, gading – gading minimum memiliki berat jenis sebesar 700 kg/m3. Sedangkan untuk bagian kulit luar, penumpu geladak, dudukan mesin, dan lain – lain minimum memiliki berat jenis sebesar 560 kg/m3. Dan untuk geladak dan galar bilga dapat menggunakan kayu dengan berat jenis minimum 450 kg/m3[5].

Berikut tabel penjelasan mengenai kelas kuat ditinjau dari berat jenis, kukuh lentur mutlak serta kukuh tekan mutlak.

Tabel 5. Kelas Kuat Kayu Kelas

Kuat

Berat Jenis Udara Kering

Kukuh Lentur Mutlak (kg/cm2)

Kukuh Tekan Mutlak (kg/cm2)

I ≥ 0,90 ≥ 1100 ≥ 650

II 0,60 – 0,90 725 – 1100 425 – 650 III 0,40 – 0,60 500 – 725 300 – 425 IV 0,30 – 0,40 360 – 725 215 – 300

V ≤ 0,30 ≤ 360 ≤ 215

Dari hasil pengujian yang didapat, laminasi

bambu apus dan laminasi bambu petung memiliki nilai berat jenis rata – rata antara 0,64 gr/cm3 hingga 0,67 gr/cm3 termasuk kedalam kelas kuat II berdasarkan acuan dari BKI.

Sedangkan nilai kekuatan yang didapat dari hasil pengujian kedua jenis bambu laminasi tersebut, berdasarkan klasifikasi kelas kuat yang mengacu pada peraturan BKI termasuk dalam kelas kuat II.

Hasil dari pengujian tarik sejajar serat didapatkan nilai rata – rata berkisar antara 83,95 MPa sampai 236,61 Mpa yang dapat dikonversi menjadi 900,85 kg/cm2 sampai 2412,71 kg/cm2. Hal ini menunjukan bahwa laminasi bambu apus dan bambu petung memenuhi syarat kayu lapis yang dapat digunakan berdasarkan peraturan BKI, dimana syarat minimum nilai kuat tarik memanjang adalah 430 kg/cm2. Sedangkan untuk kuat tarik tegak lurus didapatkan dari hasil pengujian dengan rata – rata antara 2,83 MPa hingga 3,79 MPa (28,25 kg/cm2 hingga 38,61 kg/cm2), menunjukkan bahwa nilai tersebut tidak memenuhi standar minimum yang ditetapkan BKI yakni sebesar 320 kg/cm2.

Dari pembahasan mengenai berat jenis dan kekuatan tekan telah diketahui bahwa laminasi bambu apus dan petung telah memenuhi syarat kayu lapis untuk digunakan dalam pembuatan kapal berdasarkan standar BKI. Laminasi bambu apus dan petung dapat diaplikasikan untuk penggunaan kapal kayu pada bagian:

- Balok geladak - Penumpu geladak - Balok galar - Kulit luar

- Gading – gading - Lutut balok - Kontruksi diatas garis

air

- Dudukan mesin - Papan geladak

4.5. Analisa Ekonomis

Perhitungan biaya dalam penelitian ini adalah perhitungan total biaya mulai dari persiapan bahan hingga pembuatan spesimen dalam bentuk balok. Dari harga ini selanjutnya dibandingkan dengan total volume balok laminasi.

Berikut tabel biaya yang perlu dikeluarkan untuk pembuatan balok laminasi per m3.

Tabel 6. Harga balok laminasi dari tiap variasi dan kayu per 1 m3

Variasi Harga per m3 Apus Horizontal Rp5.187.706

Apus Bata Rp5.999.978

Petung Horizontal Rp5.627.521

Petung Bata Rp6.439.793

Apus tanpa laminasi Rp1.226.852

(6)

Jurnal Teknik Perkapalan– Vol. 5, No. 2 April 2017

386 Petung tanpa laminasi Rp1.666.667

Kayu Damar Laut Rp9.500.000 Kayu Meranti Rp5.714.286

Kayu Merbau Rp13.500.000

Kayu Jati Rp14.500.000

Dari data tabel di atas dapat disimpulkan bahwa dari segi ekonomis harga balok laminasi apus variasi horizontal lebih ekonomis dibandingkan dari balok laminasi lainnya, namun dari segi teknis sendiri tidak menunjukkan hasil yang optimal. Sedangkan dari segi teknis laminasi bambu petung variasi bata lebih optimal dibandingkan dari variasi lainnya, namun masih lebih ekonomis dibanding balok kayu itu sendiri seperti kayu damar laut, kayu merbau, kayu jati, dan lain – lain.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dari hasil pengujian didapat nilai rata – rata berat jenis yang paling baik berada pada laminsi bambu petung susunan bata dibandingkan variasi lain yaitu sebesar 0,67 gr/cm3.

2. Nilai kuat tarik sejajar yang paling tinggi berada pada laminasi bambu petung dengan variasi susunan horizontal dibanding susunan bata dan laminasi bambu apus itu sendiri yaitu sebesar 236,61 MPa (2412,72 kg/cm3).

Sedangkan untuk kekuatan tekan yang lebih baik berada pada laminasi bambu petung susunan bata dibandingkan dengan variasi susunan horizontal yaitu sebesar 62,68 MPa (639,15 kg/cm2).

3. Pengaruh variasi susunan pada laminasi bambu apus dan bambu petung tidak terlalu berpengaruh yang cukup signifikan walaupun nilai variasi susunan bata lebih besar dari variasi lainnya, namun besarnya masih relatif sama. Untuk bambu petung sendiri nilai kuat tekan dengan susunan bata mengalami kenaikan sebesar 8,88% dari susunan horizontal. Sedangkan laminasi bambu apus hanya sebesar 4,77%.

4. Dari hasil penelitian ini nilai kukuh tekan mutlak bambu laminasi menurut BKI termasuk golongan Kelas Kuat II.

5. Harga ekonomis yang optimal berada pada laminasi bambu apus variasi susunan horizontal dengan harga Rp5.187.706 per m3 dibandingkan harga kayu itu sendiri dengan kualitas yang setara Kelas Kuat II

Penelitian yang telah dilakukan penulis masih mempunyai banyak kekurangan. Oleh sebab itu, diharapkan adanya pengembangan dan kajian yang lebih dalam terhadap penelitian ini. Berikut beberapa saran untuk penelitian lebih lanjut, antara lain:

1. Perlu diperhatikan agar lebih teliti pada saat proses perekatan, hingga proses perekatan menjadi lebih optimal dan menghasilkan bidang rekat yang baik hingga tidak terjadi keruntuhan geser antar lamina.

2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap variasi jenis bambu selain apus dan petung, variasi bahan perekat selain epoxy, maupun variasi suhu kempa.

3. Pada penelitian ini masih banyak urutan pengerjaan pembuatan balok laminasi yang dilakukan secara sederhana dengan alat sederhana, walaupun sudah menggunakan tenaga ahli dan beberapa pengerjaan sudah menggunakan alat yg modern. Dan disarankan agar seluruh metode pengerjaan maupun alat yang digunakan pada penelitian selanjutnya menggunakan alat yang modern, hingga didapatkan balok laminasi yang optimal dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood (Structure, Properties, Utilization).

New York: Van Nostrand Reinhold.

[2] Oka. G.M. 2005. Cara Penentuan Kelas Kuat Acuan Bambu Petung. MEKTEK Tahun VI No. 18. Jurusan Teknik Sipil Universitas Tadulako. Palu

[3] Oka. G.M. 2008. Analisis Arah Laminasi Vertikal dan Horizontal terhadap Perilaku Lentur Balok Bambu Laminasi. Jurnal SMARTek, Vol. 6, No.2.

[4] Prayitno, T. A. (1996). Perekatan Kayu.

Yogyakarta: Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada.

[5] BKI. 1996. Buku Peraturan Klasifikasi dan Konstruksi Kapal Laut, Peraturan Kapal Kayu. Indonesia: Biro Klasifikasi Indonesia.

Gambar

Tabel 1. Sifat mekanis bambu petung[2]
Gambar 2. Bentuk spesimen uji tarik tegak  lurus serat
Gambar 6. Diagram rata – rata nilai berat jenis  spesimen laminasi bambu petung dan laminasi
Tabel 5. Kelas Kuat Kayu  Kelas  Kuat  Berat Jenis  Udara  Kering  Kukuh Lentur  Mutlak (kg/cm2 )  Kukuh Tekan  Mutlak (kg/cm2 )  I  ≥ 0,90  ≥ 1100  ≥ 650  II  0,60 – 0,90  725 – 1100  425 – 650  III  0,40 – 0,60  500 – 725  300 – 425  IV  0,30 – 0,40  360

Referensi

Dokumen terkait

1. Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam pembelajaran Tentunya kita tahu bahwa setiap materi ajar memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi. Pada satu sisi ada materi ajar

maka dapat dihitung berapa rumah yang akan menerima suplai daya listrik, dengan estimasi jumlah kebutuhan minimum listrik per rumah di wilayah pedesaan pada Tabel 2

Kondisi persaingan yang begitu ketat sangat menguntungkan lembaga layanan pengadaan barang dan atau jasa karena dengan kompetisi yang semakin meningkat setiap

Kompetensi pegawai sangat diperlukan setiap organisasi.. Prediktor kesuksesan kerja. Model kompetensi yang akurat akan dapat menentukan dengan tepat pengetahuan serta

Ruang Kerja (Advertising Agency) tidak banyak terjadi perubahan yang signifikan karena kondisi ruang yang memag masih baik hanya adanya pergantian plafon lama dengan palfon

Jika kita lihat bahwa satu dependensi fungsional, f1, dalam sebuah himpunan dapat diturunkan dari dependesi fungsional lain dalam himpunan menggunakan penilaian lain, maka f1

Food. D, Nieschlag Eberhard. Physiology Testicular Function. Behre Hermann, Nieschlag Susan. Andrology: Male Reproductive Health and Dysfunction. Pathogenesis of

Dari data hasil pemantauan kualitas air Sungai Jangkok yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Mataram (Tabel 3) terlihat bahwa nilai parameter Total Coliform di