BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jatuhnya Soekarno telah membuat cita-cita partai politik tidak begitu menguntungkan, karena munculnya parpol-parpol tersebut tidak dikehendaki oleh pemerintahaan Soeharto. Adanya kebijakan pemerintah Soeharto untuk menyempitkan atau memfusikan partai-partai politik yang ada, bertujuan agar kesetabilan politik dapat terwujud. Selain dari itu adanya kebijakan tersebut disebabkan trauma terhadap pemerintahan sebelumnya terutama pada masa Demokrasi Parlementer. Tahun 1971 pemerintahan Soeharto yang kemudian dikenal dengan rezim Orde Baru mulai menyelenggarakan kembali Pemilu, setelah sekian lama tidak terselenggarakan sejak pemilu tahun 1955. Pemilu tahun 1971 merupakan Pemilu yang pertama dilaksanakan pada masa pemerintahan Orde Baru.
Sehubungan dengan partai politik yang menjadi kontestan pada Pemilu tahun 1971 terdapat sembilan partai, yaitu PNI (Partai Nasionalis Indonesia), NU (Nahdlatul Ulama), Partai Katolik, Partai Murba (Partai Musyawarah Rakyat Banyak), PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia), IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia), Parkindo (Partai Kristen Indonesia), Parmusi ( Partai Muslimin Indonesia), Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah), dan kemudian menyusul Golkar (Golongan Karya) ( Poerwantana, 1994: 78).
Pemilu pertama Orde Baru tahun 1971 adalah awal bergabungnya kekuatan pemerintahan dan ABRI ( TNI ) yang jelas berpihak dan mendukung Golkar. Kekuatan ini berhasil membawa Golkar sebagai pemenang sekaligus sebagai single majority dengan memperoleh 236 kursi atau kurang lebih 65 % suara ( Harmain, Nurhuda, 2000: 50). Diantara partai-partai besar, hanya NU yang dapat bertahan dengan memperoleh (58 kursi), PNI (20 kursi), Parmusi (24 kursi), PSII (10 kursi), Parkindo (10 Kursi ), IPKI ( 7 kursi), Perti (2 kursi), sementara itu partai Murba tidak memperoleh kursi, sedangkan untuk ABRI (TNI) disediakan 75 kursi yang keanggotaannya dilakukan dengan pengangkatan, sehingga jumlah seluruh anggota DPR ada 460 anggota sedangkan MPR seluruhnya ada 920 orang, 130 diantaranya merupakan utusan daerah (Poerwantana, 1994: 78-79)
Kunci kemenangan Golkar ini tentunya tidak lepas dari peran monopoli efektif terhadap birokrasi sipil dan militer. Perolehan suara yang tidak merata itu merupakan peluang bagi pemerintah Orde Baru dalam melanjutkan upayanya untuk melemahkakn partai-partai dengan tekanan maupun perintah langsung.
Partai-partai diperintahkan untuk melebur menjadi dua, yaitu, satu partai untuk kalangan Nasionalis dan Kristen, dan satu partai lain untuk kalangan Islam.
Menghadapi tekanan terus menerus dari pemerintah sepanjang tahun 1972, empat partai Islam, yakni NU, Parmusi, PSII, dan Perti, berfusi membentuk PPP ( Partai Parsatuan Pembangunan) pada 5 januari 1973. Sementara itu partai-partai Nasionalis dan Kristen, yakni PNI, IPKI, Partai Katolik, Parkindo, dan Murba,
(Tanthowi, 2005: 52). Kebijakan ini diambil pemerintah untuk menyederhanakan sistem kepartaian dan membuatnya lebih mudah diatur. Adanya kebijakan ini Soeharto bermaksud memberi ruang hanya kepada “tiga bendera” untuk berkompetisi dalam Pemilu 1977.
Partai Persatuan Pembangunan terbentuk dari hasil fusi empat partai yang semuanya berasakan Islam. Fusi keempat partai tersebut pada dasarnya merupakan tuntutan terhadap perubahan sistem politik di tingkat nasional dan bukan disebabkan atas dasar persamaan agama dari unsur-unsur pendukungnya.
Adanya kebijakan pemerintah untuk menggabungkan partai-partai yang ada, sesungguhnya disatu sisi bagi partai Islam (Partai Persatuan Pembangunan) sangat menguntungkan, karena partai-partai Islam yang selama ini terpisah-pisah menyatu menjadi satu kekuatan. Di sisi yang lain dengan adanya fusi ini ketegangan atau konflik di tubuh partai kerap terjadi, hanya gara-gara menentukan jumlah proporsi tiap masing-masing partai dan juga siapa yang pantas untuk duduk di kursi DPR.
Strategi utama pemerintah Orde Baru untuk memenangkan Pemilu yaitu
dengan mengeluarkan Kepres No. 82/1971 secara tegas memasukan PNS ( Pegawai Negeri Sipil ) sebagai salah satu komponen Golkar. Mobilisasi ini
sangat efektif untuk mengangkat suara Golkar sehingga dengan mewajibkan PNS mendukung Golkar adalah wujud dari mobilisasi dan bukan partisipasi, karena pilihannya itu tidak dilandasi oleh kebebasan, melainkan lebih karena paksaan.
Kebijakan ini sering disebut dengan monoloyalitas.
Tidak hanya itu upaya pemerintah untuk memperkecil peran-peran partai politik masih terus berlanjut. Pada bulan Agustus pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No 3 tahun 1975 tentang organisasi politik yang hanya memiliki kepengurusan sampai di tingkat kota dan kabupaten, sedangkan di tingkat kelurahan dan desa hanya memiliki komisaris yang berfungsi sebagai pelaksana.
Kebijakan ini pun sering disebut dengan floating mass (massa mengambang) (Sjamsuddin dalam Zulkiply Hamid, 1988: 601). Menjelang masa kampanye 1977, kepala Kopkamtib Sudomo mengeluarkan daftar “empat jangan” bagi partai politik, yakni tidak diijinkan untuk (1) menggunakan tekanan untuk mengancam, (2) mengganggu persatuan nasional, (3) menyinggung martabat pemerintah, anggota masyarakat lain, dan kepala negara lain, (4) mengevaluasi dan mengkritik kebijakan pemerintah.
Selama masa persiapan Pemilu 1977, ketegangan antara pemerintah dan Islam (PPP) meningkat tajam, yang juga dialami oleh PDI. Praktis ketika diadakan Pemilu pada tanggal 2 Mei 1977, Golkar keluar sebagai kontestan pemenang Pemilu dengan meraih 39.750.096 suara atau 62,11%, mengulangi kemenangannya pada Pemilu tahun 1971. Namun perolehan kursinya menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibanding Pemilu 1971 (Rauf, dalam Alfian dan Nazaruddin S, 1988: 58). Begitu juga di Jawa Barat perolehan suara Golkar menurun sehingga untuk DPR RI dari 76,12% menjadi 66,27% suara, sedangkan untuk DPRD tingkat I dari 76,11 % menjadi 66,32 % suara, dan untuk Kodya Bandung dari 60,44 % menjadi 53,81 % suara.
Pada Pemilu tahun 1977 Partai Persatuan Pembangunan menempati posisi kedua setelah Golkar dengan perolehan 18.743.491 atau 29,29 % suara sedangkan di Kodya Bandung PPP memperoleh 186.891 atau 30,97 % suara, perolehan ini meningkat jika dibandingkan pada Pemilu tahun 1971 ketika partai-partai Islam yang tergabung dalam PPP seperti NU, PSII, Parmusi, dan Perti masih terpisah- pisah yang jumlah keseluruhannya hanya memperoleh 122.744 atau 24,97%
suara. Jadi peningkatan suara PPP pada Pemilu tahun 1977 di Kodya Bandung sekitar enam persen suara.
PPP di Kodya Bandung walaupun sebagai kontestan yang kedua setelah Golkar, tetapi mampu meningkatkan perolehan suaranya pada Pemilu 1977, padahal pemerintah telah mengeluarkan segala kebijakan-kebijakannya yang dapat merugikan PPP. Maka berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji Pemilu tahun 1977 di Kodya Bandung dengan beberapa alasan.
Pertama, adanya kebijakan pemerintah tetang monoloyalitas dan Floating mass
akan menyebabkan perolehan suara Pemilu bagi PPP semakin menurun, dan menyulitkan untuk memperoleh massa di bawah level Kodya Bandung sedangkan bagi Golkar adanya kebijakan tersebut bagaikan “mendulang emas” dihamparan bumi. Kedua, PPP di Kodya Bandung mampu meningkatkan perolehan suara pada Pemilu tahun 1977 yang sarat dengan depolitisasi partai politik Ketiga, ketika berfusinya PPP tahun 1973, hal ini rawan terjadinya konflik internal partai.
Keempat, Kodya Bandung, bagian dari wilayah Jawa Barat dan sekaligus ibu kotanya. Masyarakat Kodya Bandung termasuk masyarakat heterogen, dan bukan termasuk kategori basis Islam, jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang
ada di Jawa Barat, tetapi lebih cocok sebagai pusat pemerintahan dan militer.
Sehingga dengan demikian suara pemilih akan lebih banyak kepada Golkar.
Berangkat dari uraian dan alasan-alasan di atas menarik bagi penulis untuk mengkaji lebih dalam mengenai upaya PPP dalam meningkatkan perolehan suaranya pada Pemilu 1977, maka penulis mencoba mengkaji dan merumuskannya dalam sebuah judul: “Partai Persatuan Pembangunan:
Pemilihan Umum Tahun 1977 di Kodya Bandung”.
B. Rumusan dan Pembatasan Masalah
Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah
“Bagaimana Upaya PPP dalam Meningkatkan Perolehan Hasil Suara dalam Pemilu Tahun 1977 di Kodya Bandung”
Untuk mengarahkan penelitian, selanjutnya dalam penulisan skripsi ini diajukan beberapa pertanyaan sekaligus menjadi batasan permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi sosial politik di Kodya Bandung sebelum Pemilihan Umum tahun 1977 ?
2. Bagaimana strategi politik PPP di Kodya Bandung untuk memenangkan Pemilihan Umum tahun1977 ?
3. Bagaimana perolehan suara PPP di Kodya Bandung dalam Pemilihan Umum tahun 1977 ?
C. Tujuan Penelitian
Sebagaimana diungkapakan dalam perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan memperoleh keterangan dan pemahaman tentang upaya Partai Persatuan Pembangunan dalam meningkatkan hasil suara Pemilu tahun 1977 di Kodya Bandung, tujuan khusus dari penelitian skripsi ini antara lain bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan kondisi sosial politik di Kodya Bandung sebelum Pemilihan Umum 1977. Dengan ini, penulis mengetahui bagaimana gambaran kondisi sosial politik, yang meliputi terbentuknya PPP, kebijakan-kebijakan pemerintah seperti UU No 3 tahun 1975, tentang Floating mass, monoloyalitas dan kebijakan-kebijakan lain.
2. Mengungkapkan strategi politik PPP di Kodya Bandung pada Pemilihan Umum tahun 1977, seperti kampanye, konsolidasi partai, ditambah dengan berbagai faktor lain yang menjadi penyebab naiknya perolehan hasil suara.
3. Mendeskripsikan perolehan suara PPP di Kodya Bandung pada Pemilihan Umum tahun 1977, seperti proses pelaksanaan pemungutan suara, proses pengolahan suara, dan munculnya opini tentang proses Pemilu yang tidak jurdil, dan tidak seimbang, juga perolehan suara yang dimanipulasi.
D. Penjelasan Judul
“Partai Persatuan Pembangunan: Pemilihan Umum Tahun 1977 Di Kodya Bandung”, merupakan judul skripsi penulis yang diajukan, dan disetujui oleh pembimbing, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada
Jurusan Pendidikan Sejarah. Untuk mendapatkan pemahaman mengenai judul skripsi ini, maka penulis akan memberikan penjelasan terhadap beberapa konsep penting yang menjadi dasar dan berkaitan dengan subtansi tulisan ini.
Pertama Partai Persatuan Pembangunan (PPP) adalah salah satu partai
politik yang dibentuk pada tahun 1973, sebagai hasil penggabungan (Fusi) dari empat partai politik yaitu, NU ( Nahdlatul Ulama ), Parmusi ( Partai Muslimin In donesia ), PSII ( Partai Syarikat Islam Indonesia ), dan Perti ( Persatuan Tarbiyah Islamiyah). Adanya fusi ini merupakan dampak dari diundangkannya UU No.3/1973. Gagasan penyederhanaan partai politik ini sebagai bagian dari rencana stabilitas politik nasional.
Kedua Pemilihan Umum tahun 1977. Sistem yang digunakan dalam
Pemilu tahun 1977 menggunakan sistem Proporsional dengan stelsel terdaftar.
Sistem Proporsional atau sistem perwakilan berimbang memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut:
1. Wilayah negara ditetapkan sebagai satu daerah pemilihan yang bersifat administratif.
2. Jumlah anggota perwakilan rakyat ditetapkan berdasarkan imbangan jumlah penduduk misal tiap 400.000 penduduk mempunyai seorang wakil.
3. Pemilih, memilih organisasi peserta Pemilu (OPP). Namun dengan demikian OPP mengajukan calon-calonnya disusun dalam satu daftar.
Jadi pemilihan umum adalah proses pemilihan wakil-wakil rakyat melalui partai politik yang dilakukan secara serentak diseluruh Indonesia. Dalam skripsi
ini, pemilihan umum tahun 1977 rentang waktunya antara bulan Pebruari sampai bulan Mei yang meliputi persiapan, pelaksanaan dan hasil.
Ketiga Kodya Bandung, pada tahun 1957 berdasarkan Undang-Undang
Nomor 1/1957, sebutan Kota Besar Bandung diubah menjadi Kotapraja Bandung.
Pada tahun 1965 sesuai dengan UU No 5 tahun 1965 yang diundangkan pada tanggal 1 September 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Maka sejak 19 Maret 1966 dengan surat edaran Kepala Daerah Bandung No. 637, yang asalnya Kotapraja Bandung mengalami perubahan menjadi Kotamadya Bandung.
Secara geografis Kodya Bandung terletak pada 107° Bujur Timur dan 6°–55° Lintang Selatan, Kodya Bandung berada pada ketinggian 768 m di atas permukaan laut, titik tertinggi di daerah Utara dengan ketinggian 1.050 m dari permukaan laut dan terendah di sebelah Selatan adalah 675 m di atas permukaan laut. Batas wilayah Kodya Bandung meliputi; sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Cimahi Utara, Cimahi Tengah, dan Cimahi Selatan, sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Cileunyi, sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang, sedangkan sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Margaasih, Margahayu, Danyeuh Kolot dan Bojong Soang. Pemerintahan Kodya Bandung terbagi kedalam 16 kecamatan dan 59 kelurahan.
E. Metode dan Teknik Penelitian
Dalam mengkaji Pemilu Tahun 1977 di Kodya Bandung, penulis menggunakan metode historis, metode historis sendiri mengandung arti proses
menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu (Gottschalk, 1986:32). Sedangkan metode menurut Ismaun (2005:48-50) memiliki 4 langkah yang harus dilakukan agar proses menguji dan menganalisis fakta dapat tercapai. Empat langkah tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama heuristik, yaitu kegiatan pencarian dan pengumpulan sumber-
sumber sejarah atau jejak-jejak masa lalu yang relevan. Pada tahapan ini penulis harus menentukan sumber yang cocok untuk menjawab persoalan atau permasalahan dalam penelitian, baik sumber yang berbentuk primer seperti hasil wawancara, arsip-arsip, dan koran tentang hasil Pemilu tahun 1977, maupun sumber sekunder seperti buku-buku. Langkah yang pertama penulis lakukan adalah mencari dan mengumpulkan sumber-sumber tersebut yang dapat mendukung dan menjawab dalam kajian skripsi ini. Penulis telah mengunjungi perpustakaan-perpustakaan yang ada di Bandung diantaranya; UPI, Unpad, Unpar, dan juga mengunjungi Perpustakaan Nasional yang ada di Jakarta.
Kedua kritik, yaitu menyeleksi atau menyaring keotentikan jejak-jejak atau
data-data yang telah ditemukan. Pada tahap ini penulis melakukan pengkajian mendalam terhadap sumber-sumber sejarah yang telah didapatkan dengan cara mengkritik dan menganalisis materi dari berbagai litelatur atau buku-buku, dan arsip-arsip, juga hasil wawancara.
Setelah mendapatkan informasi yang dibutuhkan yang sesuai dengan kajian skripsi ini, selanjutnya dilakukan kritik eksternal yaitu cara pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah yang digunakan, dan kritik internal yakni
cara pengujian yang dilakukan terhadap aspek dalam yang berupa isi dari sumber tersebut.
Ketiga interpretasi, yaitu memaknai atau memberikan penafsiran terhadap
fakta-fakta yang diperoleh dengan cara menghubungkan satu sama lainnya. Pada tahapan ini penulis mencoba menafsirkan fakta-fakta yang diperoleh selama penelitian. Penafsiran terhadap fakta-fakta mengenai Pemilu PPP di Kodya Bandung tahun 1977. Selain itu penulis berusaha untuk menggunakan pendekatan interdisipliner dengan kajian multidimensional yaitu meminjam atau menggabungkan berbagai konsep-konsep disiplin ilmu, baik sosiologi, antropologi, politik atau pun yang lainnya..
Keempat historiografi, yaitu penyajian penulisan yang dilakukan dari hasil
interpretasi untuk mewujudkan cerita sejarah, dalam tahapan ini penulis berusaha untuk memproses terhadap informasi dan sumber sejarah yang didapatkan dari berbagai sumber untuk kemudian ditulis menjadi suatu kisah sejarah yang ilmiah dalam bentuk skripsi dengan gaya bahasa yang dapat dimengerti juga menggunakan pedoman penulisan karya ilmiah yang berlaku di UPI.
Teknik-teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan dan menganalisis materi dari berbagai litelatur atau buku-buku yang relevan untuk memecahkan masalah penelitian. Selain itu kegiatan membandingkan pun dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data-data yang akurat
2. Wawancara, yaitu teknik pengambilan data dengan cara melakukan interview secara langsung dengan narasumber atau para pelaku, dan saksi sejarah pada Pemilu tahun 1977 di Kodya Bandung seperti, ketua DPC PPP, sekretaris, Bendahara, juga para pengurus DPC PPP Kodya Bandung Format wawancara yang digunakan yaitu berupa pertanyaan. Untuk teknik wawancara penulis menghubungi para responden yang mengetahui kondisi pada waktu tersebut sehingga dapat memberikan informasi secara lisan (oral history) tentang kajian skripsi ini. Perangkat yang mendukung dalam proses interview seperti tape-recorder dan kaset kosong dicek dan dipersiapkan secara teliti guna mendapatkan hasil wawancara yang maksimal.
F. Sistematika Penelitian
Agar memudahkan dan memperlancar dalam melakukan penelitian skripsi ini, maka penulis menyusun sistematika penelitian yang memuat beberapa bab.
Pertama bab pendahuluan, bab ini memuat latar belakang masalah yang isinya merupakan alasan-alasan penulis dalam memilih tema ini, selain dari itu termuat juga rumusan dan batasan masalah dengan tujuan agar pembahasan dalam skripsi ini fokus dengan kajian yang dibahas, dan tidak keluar dari garis yang telah ditetapkan. Selanjutnya bab ini memuat tujuan penelitian, sebagai jawaban dari rumusan permasalahan, juga memuat metode penelitian dan sistematika penelitian.
Bab kedua, tinjauan pustaka. Dalam bab ini penulis berusaha menguraikan secara komprehensif tentang berbagai hasil telaah terhadap konsep-konsep dan hasil penelitian terdahulu terhadap beberapa buku dalam menganalisis permasalahan dengan memaparkan dan mengemukakan pemikiran para ahli yang berkaitan erat dengan permasalahan yang akan dikaji.
Bab selanjutnya yaitu bab tiga, dalam bab ini penulis berusaha mencurahkan segala kemampuan dalam menguraikan metode yang mengemukakan kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan, meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi untuk mendapatkan sumber-sumber yang relevan dengan permasalahan yang akan dikaji
Kemudian bab empat, skripsi yang berjudul “Partai Persatuan Pembangunan: Pemilihan Umum Tahun 1977 di Kodya Bandung”. Bab ini merupakan proses lanjutan setelah melalui tahapan metode penelitian yaitu hasil penelitian yang berisikan analisis penulis dalam merekontruksi data-data serta fakta-fakta yang telah ditemukan di lapangan terhadap permasalahan-permasalah yang dibahas berupa kondisi sosial politik sebelum Pemilu, strategi PPP dalam memenangkan Pemilu, dan perolehan suara PPP di Kodya Bandung. Skripsi ini juga sekaligus berisikan tentang pemecahan masalah-masalah yang diajukan.
Terakhir adalah bab lima, bab ini berisikan tentang kesimpulan atau jawaban atas pertanyaan penelitian terhadap permasalah yang dibahas dalam skripsi ini setelah menganalisis semua fakta-fakta dari berbagai sumber yang relevan dengan pembahasan.