• Tidak ada hasil yang ditemukan

Salah Kaprah Penggunaan Bahasa Indonesia Di Ranah Publik (Bagian I) Oleh I Nyoman Payuyasa Dosen FTV ISI Denpasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Salah Kaprah Penggunaan Bahasa Indonesia Di Ranah Publik (Bagian I) Oleh I Nyoman Payuyasa Dosen FTV ISI Denpasar"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Salah Kaprah Penggunaan Bahasa Indonesia Di Ranah Publik (Bagian I)

Oleh I Nyoman Payuyasa Dosen FTV ISI Denpasar

Abstrak

Kegiatan berbahasa merupakan kegiatan yang berada dalam alam sadar kita. Pada saat bertutur menggunakan bahasa, maka kita secara sadar menggunakan bahasa yang kita pilih.

Seseorang seharusnya dapat belajar berbahasa dan membedakan penggunanan bahasa yang baik atau sebaliknya bahasa yang tidak baik. Bahasa mencerminkan logika berpikir seseorang. Begitu kalimat bijak yang sering dikumandangkan terkait hubungan yang sangat erat antara penggunaan bahasa dengan logika berpikir seseorang. Melalui cerminan bahasanya, dapat ditebak dengan mudah bagaimana alur berpikir seseorang, sehingga perlu ketelitian dalam penggunaan bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. Terutama ketika berbicara di ranah publik, terdapat kesalahan yang menimbulkan salah kaprah atau salah pengertian sehingga maksud dan tujuan komunikasi tidak berjalan dengan maksimal.

Misalnya, penggunaan kata seronok yang sering diartikan tidak pantas, padahal dalam KBBI kata tersebut artinya santun, sopan, pantas. Banyak sekali salah kaprah penggunaan bahasa Indonesia baik dalam tataran kata maupun kalimat yang seolah “dimaklumi”.

Kata Kunci : Salah kaprah, Bahasa Indonesia

Abstract

Language activities are activities that are in our consciousness. When speaking using language, we consciously use the language we choose. Someone should be able to learn to speak and differentiate the use of language that is good or otherwise bad language. Language reflects someone's logic. Once the wise sentence is often echoed related to the very close relationship between the use of language and someone's logical thinking. Through a reflection of the language, it can be easily guessed how a person's thinking flows, so it needs accuracy in the use of language, both oral and written language. Especially when speaking in the public domain, there are errors that cause misunderstanding or misunderstanding so that the intent and purpose of communication does not work optimally. For example, the use of the word seronok which is often interpreted as inappropriate, even though in the KBBI the word means polite, polite, appropriate. There is a lot of misunderstanding in the use of Indonesian both in the level of words and sentences that seem "understandable".

Keywords: Misunderstanding, Indonesian

(2)

PENDAHULUAN

Bahasa mencerminkan logika berpikir seseorang. Begitu kalimat bijak yang sering dikumandangkan terkait hubungan yang sangat erat antara penggunaan bahasa dengan logika berpikir seseorang. Melalui cerminan bahasanya, dapat ditebak dengan mudah bagaimana alur berpikir seseorang, sehingga perlu ketelitian dalam penggunaan bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan.

Kegiatan berbahasa merupakan kegiatan yang berada dalam alam sadar kita. Pada saat bertutur menggunakan bahasa, maka kita secara sadar menggunakan bahasa yang kita pilih.

Seseorang seharusnya dapat belajar berbahasa dan membedakan penggunanan bahasa yang baik maupun yang tidak baik. Seseorang yang mampu berbicara dengan baik secara umum sejalan dengan logika berpikirnya. Hal iniyang dapat membedakan seseorang dari sudut pandang berbahasa; mereka akan mempertunjukkan karakter sebenarnya.

Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Ia merupakan simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu pula. Simbol adalah tanda yang diberikan makna tertentu, yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap oleh panca indra. Berarti bahasa mencakup dua bidang, yaitu vokal yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, dan arti atau makna yaitu hubungan antara rangkaian bunyi dengan hal yang diwakili. Arti yang terkandung dalam suatu rangkaian bunyi bersifat arbitrer atau manasuka. Arbitrer atau manasuka berarti tidak terdapat suatu keharusan bahwa suatu rangkaian bunyi tertentu harus mengandung arti yang tertentu pula.

Bahasa tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, segala bentuk kegiatan manusia menggunakan bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya manusia, terutama masyarakat Indonesia kepada bahasa dan tentu saja bahasa Indonesia, sehingga muncul keadaan “ogah” atau “malas” untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Ini merupakan suatu kelemahan yang tidak disadari.

Dalam berkomunikasi secara lisan yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan yang lebih teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan

(3)

bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu.

Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa. Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi- fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk

melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3).

Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Padaera globalisasi, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu.

Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berpikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berpikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).

Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Dewasa ini, penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik semakin merosot oleh karena perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Fenomena penggunaan bahasa yang terjadi di ruang publik salah

(4)

satunya adalah banyaknya kesalahan dalam penalaran logika juga banyak salah kaprah dalam menggunakan kata maupun kalimat di dalamnya yang terpampang nyata di hadapan publik.

Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Salah nalar dapat terjadi di dalam proses berpikir untuk mengambil keputusan. Hal ini terjadi karena ada kesalahan pada cara penarikan kesimpulan. Salah nalar lebih dari kesalahan karena gagasan, struktur kalimat, dan karena dorongan emosi.Dalam lisan atau tulisan kerap kali kita dapati pernyataan yang mengandung kesalahan. Ada kesalahan yang terjadi secara tak sadar karena kelelahan atau kondisi mental yang kurang menyenangkan, seperti salah ucap atau salah tulis misalnya.Ada pula kesalahan yang terjadi karena ketidaktahuan, disamping kesalahan yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Kesalahan yang kita persoalkan disini adalah kesalahan yang berhubungan dengan proses penalaran yang kita sebut salah nalar. Pembahasan ini akan mencakup dua jenis kesalahan menurut penyebab utamanya, yaitu kesalahan karena bahasa yang merupakan kesalahan informal dan karena materi dan proses penalarannya yang merupakan kesalahan formal. Berikut ini beberapa salah kaprah bahasa Indonesia di ruang publik yang banyak sekali terjadi dan seolah dibiarkan.

PEMBAHASAN

Berikut ini akan dipaparkan beberapa kesalahan terutama salah kaprah terkait penggunaan kata maupun kalimat yang sering terjadi di ranah publik. Kesalahan ini perlu dianalisis sebab terkait dengan perbaikan logka berpikir dan berbahasa terutama untuk mengedukasi masyarakat secara luas. Jika yang benar digaungkan, maka tidak akan ada kesalahan berpikir yang digunakan dalam penggunaan bahasa Indonesia.

Area bebas asap rokok

Tulisan ini biasa dijumpai pada spanduk atau papan pengumuman, terutama di sekitar rumah sakit, ruang perawatan, tamn bermain anak-anak, sekolah, hingga tempat-tempat umum lainnya. Mungkin yang dimaksud dalam spanduk atau penguman tersebut adalah agar pengunjung maupun yang melintas di hadapan ruangan tersebut tidak merokok atau mematikan rokoknya. Namun, dengan penulisan tersebut, orang bisa saja mengartikan bahwa area tersebut bebas merokok, mau sesuka hati merokok dipersilakan. Kata “bebas” pada kalimat tersebut tidak menunjukan larangan terhadap “asap rokok”. Bahkan yang muncul makna sebaliknya, yaitu asap rokok yang bebas berembus di area tersebut. Banyak yang salah kaprah dengan kalimat imbauan tersebut. Untuk menghindari kesalahan penyampaian

(5)

maksud, lebih baik menggunakan kalimat dilarang merokokatau tidak boleh merokok di sini.

Imbauan ini tidak akan menimbulkan tafsir ganda, sehingga pesan atau maksud yang ingin disampaikan dapat dengan jelas dimengerti dan dilaksakan oleh khalayak.

Tolong absen

Kalangan civitas akademika pasti kerap menggunakan kalimat tolong diabsen, absensinya tolong diisi. Kata absen sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Dalam berkomunikasi sangat sering terjadi salah kaprah penggunaan kata absen. Ketika mendengar kata "absen", biasanya kita secara spontan mengartikannya “hadir”. Namun arti dari kata "absen" yang sesungguhnya berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kata "absen"

diartikan sebagai tidak hadir atau tidak masuk. Untuk menyebut daftar hadir, kita bisa menggunakan pilihan kata presensi. Kalimat tolong diisi presensinya, merupakan kalimat yang benar dan tidak terjadi salah nalar dan salah kaprah. Kalimat absen ini merupakan penyakit bahasa kronis yang terjadi di masyarakat yang harus disadari dan dibudayakan untuk dibenahi.

Berhasil ditangkap

Kata “berhasil ditangkap”merupakan dua kata yang biasa kita temukan di berita manapun.

Frase ini nampak baik-baik saja jika digunakan dalam kalimat yang tepat. Namun penulis menemukan kejanggalan pada beberapa berita, bahkan judul sebuah berita terkait penggunaan frase “berhasil ditangkap”ini. Contoh kalimatnya adalah “Pencuriitu berhasil ditangkap polisi di sebuah vila di Jimbaran”. Tidakkah lebih benar jika ditulis, “Polisi berhasil menangkap pencuri itu di sebuah vila di Jimbaran”? Sepintas kalimat pertama baik- baik saja dan dapat dipahami oleh masyarakat. Akan tetapi, ketika dianalisis ulang ada kejanggalan pada kalimat pertama. Permasalahannya terletak pada posisi kata “berhasil”.

Kata “berhasil” merupakan predikat dalam kalimat tersebut sedangkan pencuri adalah subjek.

Secara teori, predikat adalah tindakan yang dilakukan subjek, maka kalimat pertama di atas dapat dikatakan logika berpikirnya salah. Oleh karena kata berhasil menerangkan posisi pencuri sebagai subjek. Muncul pertanyaan, apakah bisa seorang pencuri yang berhasil ditangkap polisi? Atau polisi yang berhasil menangkap pencuri? Dalam konteks kalimat tersebut yang pantasnya berhasil adalah polisi. Maka sebaiknya kalimatnya diubah menjadi seperti kalimat kedua, yaitu “Polisi berhasil menangkap pencuri itu di sebuah vila di Jimbaran”. Logika kalimat ini dapat dikatakan benar, karena polisi-lah yang berhasil

(6)

menangkap pencuri. Mungkin, pada kesempatan lain terjadi, “pencuri itu berhasil melarikan diri ketika hendak ditangkap polisi”.

Saling berpandangan atau saling berpelukan

Kedua kelompok kata di atas sering dijumpai dalam akitivitas bertutur di tengah masyarakat.

Kata saling berpandangan adalah kelompok kata yang penggunaannya selama ini dimakna benar oleh masyarakat umum. Secara makna tidak ada permasalahan dalam tuturan kelompok kata saling berpandangan. Namun, perlu dipahami secara lebih mendalam, kata berpandangan pada konteks contoh di atas sudah memuat makna saling. Hal ini membuat munculnya kemubaziran penggunaan kata “saling”. Sebaiknya cukup gunakan kata berpandangan, dengan contoh kalimat, mereka berpandangan dengan waktu cukup lama. Contoh lain yang dapat digunakan untuk menghindari kemubaziran kata tersebut adalah, mereka saling pandang dalam waktu yang lama. Permasalahan yang sama juga muncul dari kalimat kelompok kata yang kedua. Kata saling berpelukan juga merupakan sebuah kemubaziran kata. Kata berpelukan sebenarnya sudah mengandung arti kata saling, sehingga penyematan kata saling di depan kata berpelukan menjadi mubazir. Sebaiknya kata di atas dikoreksi menjadi, berpelukan atau saling peluk. Contoh kalimat yang dapat dilihat dengan kata

“berpelukan” yang benar adalah, mereka berpelukan sangat erat.

Massa dan Armada

“Ratusan massa mendatangi Kantor Bupati Gianyar”. Kata massa bermakna ”sekumpulan orang yang banyak sekali”. Apakah ratusan massa berarti ”ratusan kumpulan orang”?

Tidakkah yang dimaksudkan ”ratusan orang”, bukan ”ratusan massa”?

Begitu pula kata armada dalam kutipan berikut: “Lima puluh armada taksi sudah siap dioperasikan,” Makna armada adalah ”rombongan suatu kesatuan”. Jadi, hilangkan saja kata armada dalam kalimat itu. Jika ingin menekankan informasi tentang sejumlah taksi sebagai satu kesatuan, kalimat itu dapat diubah menjadi Armada yang terdiri atas lima puluh buah taksi sudah siap dioperasikan.

Antisosial

Kebanyakan orang menyebut bahwa orang yang tidak mau bergaul, dengan sebutan

“Antisosial”. Padahal Antisosial memiliki arti perilaku yang melawan masyarakat atau lingkungan di sekitar kita, seperti merusak (bully), membunuh, merampok atau perilaku licik.

Seperti pada ilustrasi seorang laki-laki menyebut bahwa teman perempuannya yang tidak

(7)

mau diajak berkumpul dengan sebutan “antisosial”. Hal ini menjadi pemicu sebuah permasalahan yang seharusnya tidak terjadi. Seharusnya kata yang digunakan adalah

“Asosial”. Asosial memiliki arti tidak bersifat sosial ; tidak memperdulikan kepentingan masyarakat.

Ganti untung

Istilah yang lazim kita dengar dan juga kita gunakan adalah ganti rugi. Dalam tata bahasa ganti rugi disebut kata majemuk. Ada bentuk-bentuk kata majemuk serupa itu, misalnya meja tulis. Yang dimaksud meja tulis adalah meja untuk menulis. Buku gambar adalah buku untuk menggambar. Anak angkat artinya orang (biasanya berusia muda) yang tidak bertalian darah yang diangkat menjadi anak sendiri. Contoh lain cetak ulang, yang artinya pencetakan ulang.

Pada contoh-contoh itu terlihat ada pemendekan bentuk. Menulis menjadi tulis, menggambar menjadi gambar, diangkat menjadi angkat dan pencetakan menjadi cetak. Hal yang sama sebenarnya juga terjadi pada kata ganti rugi, hasil pemendekan dari penggantian kerugian atau sekurang-kurangnya dari ganti kerugian.Jadi apa yang dimaksud dengan ganti untung dalam berita itu? Dengan analogi tersebut, ganti untung dapat ditafsirkan sebagai penggantian keuntungan atau ganti keuntungan. Hal ini tentu saja tidak masuk akal.

(Keuntungan kenapa diganti?). Konon yang menciptakan istilah itu bermaksud agar korban mendapat penggantian yang menguntungkan, bukan yang merugikan. Dengan mengubah ungkapan ganti rugi menjadi ganti untung diharapkan kompensasi yang dimaksudkan menguntungkan pihak korban.

Seronok

Pada suatu acara, seorang tamu menjadi sangat gundah sebab sebelumnya pakaian yang dikenakannya dikatakan sangat seronok. Pernyataan seorang penutur ini membuat sang tamu tersebut menjadi tidak percaya diri. Menilik situasi yang terjadi, ada beberapa hal yang harus dikaji dari situasi tersebut berkaitan dengan pemahaman makna kata seronok.

Seronok menurut KBBI V berarti menarik hati, menyenangkan, atau sedap dipandang.

Kajian pertama terhadap studi kasus di atas adalah ada kemungkinan yang dimaksud orang berkata “seronok” adalah berpakaian tidak sopan atau tidak pantas. Hal ini bisa terjadi karena penutur yang berkata “seronok” tidak memahami makna kata seronok yang sesungguhnya. Kajian kedua adalah maksud penutur yang berkata “seronok” terhadap pakaian tamu tersebut tujuannya untuk memuji. Memuji bisa saja karena memang pakaian yang digunakan tamu sangat indah dan sedap dipandang. Menurut kajian kedua ini maka

(8)

dapat dipastikan sang tamulah yang salah paham atau tak paham dari arti kata seronok.

Padahal, seharusnya tamu itu senang, karena kata “seronok” yang diungkapkan untuk menyatakan pujian terhadap pakaiannya. Hal ini bisa terjadi karena masyarakat yang selama ini salah kaprah terkait arti kata seronok tersebut, sehingga memicu permasalahan- permasalahan kecil yang sebenarnya tidak perlu terjadi.

Bergeming

Banyak kata-kata yang sering diartikan berlawanan oleh masyarakat, selain kata “seronok” di atas. Kata lain yang pemaknaannya sering salah kaprah adalah “bergeming”. Di tengah masyarakat sering muncul pernyataan ”Dia tidak bergeming” yang diartikan sebagai ”dia tidak bergerak”. Padahal, menurut KBBI V arti kata “bergeming” adalah tidak bergerak sedikit juga, diam saja. Oleh karena itu, penggunaan kata “tidak bergeming” untuk menyatakan seseorang itu diam dan tidak bergerak adalah salah. Kesalahan ini dapat dikatakan fatal jika terjadi dalam masyarakat. Pemaknaan yang bertentangan terhadap satu kata tidak bisa dianggap hal yang remeh. Diperlukan kekritisan dalam penggunaan kata-kata yang sekiranya tidak umum di masyarakat, atau frekuensi penggunaannya tidak sering.

Acuh tak acuh

Kata acuh tak acuh adalah kata yang sering digunakan dalam situasi apabila mendapat perlakukan seperti tidak dipedulikan. Kata-kata ini dapat dikatakan sangat sering terdengar di masyarakat. Namun masalahannya, sangat sering penggunaannya tidak sesuai antara makna kata dengan maksud yang ingin disampaikan. Kata “acuh tak acuh” ini sayangnya menjadi lebih populer ketika menjadi lirik salah satu lagu karya band D‟Masiv. Salah satu lagu karya D‟Masivyang “memomulerkan” kata “acuh” ini adalah lagu yang berjudul “Cinta Ini Membunuhku”. Pada salah satu bagian lirik lagunya berbunyi “kau acuhkan aku dengan sifatmu, tak sadarkah kau telah menyakitiku”,“Kau menolakku, acuhkan diriku”.

Melihat secara keseluruhan lirik lagu, dapat diinterpretasikan maksud yang ingin disampaikan penulis lagu adalah adanya ketidakpedulian seseorang. Namun sayangnya hal ini menjadi kabur dan tak jelas karena untuk menggambarkan ketidakpedulian ini penulis lagu menggunakan kata acuh. Padahal arti dari kata kata “acuh” sendiri adalah peduli, mengindahkan. Sedangkan untuk menggambarkan ketidakpedulian adalah dengan kata “tak acuh”. Gabungan kata acuh tak acuh sebenarny adalah penggambaran untuk makna peduli tak peduli. Hal ini perlu mendapat perhatian karena makna kata yang dianggap selama ini dan

(9)

makna kata sebenarnya, berlawanan makna. Ini akan memberikan pengaruh secara makna tuturan yang hendak disampaikan kepada lawan tutur.

Uang kecil dan uang besar

Dalam percakapan keseharian, sering kita mendengar ada seseorang yang menyatakan “tidak ada uang kecil mas” atau “ada uang kecil mas?”. Dalam percakapan tersebut, apakah kita mengenal adanya uang kecil dan besar? Bukankah kita hanya akrab dengan nominalnya saja dalam melakukan transaksi jual beli. Apakah yang dimaksud adalah uang yang ukurannya lebih kecil atau ukurannya lebih besar? Penggunaan istilah uang kecil ini sungguh rancu dan telah salah kaprah bahwa uang kecil yang dimaksudnya adalah uang dengan nominal kecil.

Jadi, sebutkan saja nominalnya, agar tidak terjadi salah kaprah dalam hal komunikasi.

Nol dan Kosong

Ketika ada yang bertanya “berapa nomor teleponmu?”, seseorang akan menjawab dengan sigap dan cepat “kosong delapan satu....”. Dalam konteks ini apakah tepat penggunaan kata kosong untuk menyebutkan nomor? Ya , ini terjadi karena ada yang menyamakan peran angka Nol (0) yang diambil dari bahasa belanda (nul), dengan kata kosong. Dalam penjelasan Tesaurus bahasa Indonesia, padanan unntuk nol itu kosong, sementara makna kedua adalah hampa;nihil dan keduanya merupakan kata sifat. Padahal dalam ilustrasi percakapan diatas merupakan kata bilangan, bukan kata sifat. Jadi penggunaan yang benar adalah kata nol untuk menyebutkan nomor. Penggunaan kata kosong akan menyebabkan munculnya makna rancu.

Haru Biru

Bermakna rawan hati (kasihan, iba) di KBBI, kata haru sering dipakai untuk menggambarkan suasana sedih dan penuh air mata. Namun, dalam kamus yang sama, ternyata terdapat pula arti kata yang lain dari haru, yaitu yang merupakan ragam bahasa Minangkabau (Mk) yang berarti kacau.Maka, istilah “haru biru” yang kemudian populer diidentikkan dengan kesedihan yang sangat menyayat hati pun langsung salah kaprah. Alih-alih melengkapi kata haru yang bermakna iba, kata biru di sini hadir untuk mengikuti kata haru yang bermakna kacau.Dengan kata lain, haru biru bermakna kerusuhan, keributan, kekacauan, atau huru-hara bukannya “sedih yang sedih banget”.

(10)

Emosi

Ketika seseorang sedang marah, kata yang sering muncul adalah “emosi”.Selama ini, “emosi”

hampir selalu identik dengan rasa marah yang meluap-luap. Selain itu, orang yang mudah marah-marah, disebut dengan istilah “emosional”. Selama ini makna yang tertanam di tengah masyarakat terkait kata “emosi” adalah perasaan marah yang seseorang. Padahal sebenarnya emosi bukan hanya sekadar rasa marah. Menurut KBBI V, “emosi” adalah luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat ; keadaan psikologis atau fisiologis seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, dan kecintaan. Melihat makna emosi dari KBBI ini dapat dipastikan yang terjadi selama ini adalah pemaknaan yang salah kaprah terhadap kata

“emosi”.

Berdasarkan hasil observasi penulis terhadap penggunaan bahasa Indonesia dalam bertutur di tengah proses komunikasi masyarakat, masih banyak hal yang perlu diperbaiki.

Beberapa contoh di atas adalah segelintir dari tumpukan kesalahan-kesalahan yang masih terjadi, dan kemungkinan akan terus terjadi. Melalui analisis ini semoga masyarakat mulai sadar untuk dapat “memperbaiki” logika berpikir dan pemaknaan bahasa yang digunakan.

Selain untuk menunjukan nalar penutur yang baik dari segi penggunaan bahasa, memperbaiki kualitas tuturan dengan bahasa Indonesia juga bertujuan untuk menjaga keutuhan bahasa Indonesia itu sendiri.

PENUTUP

Kesalahan berbahasa tidak sama dengan kekeliruan berbahasa. Keduanya memang merupakan pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang menyimpang. Kesalahan berbahasa terjadi secara sistematis kerena belum dikuasainya sistem kaidah bahasa yang bersangkutan.

Kekeliruan berbahasa tidak terjadi secara sistematis, bukan terjadi karena belum dikuasainya sistem kaidah bahasa yang bersangkutan, melainkan karena kegagalan merealisasikan sistem kaidah bahasa yang sebenarnya sudah dikuasai.Kekeliruan pada umumnya disebabkan oleh faktor performansi. Keterbatasan dalam mengingat sesuatu atau kelupaan menyebabkan kekeliruan dalam melafalkan bunyi bahasa, kata, urutan kata, tekanan kata, atau kalimat, dsb.

Kesalahan berbahasa adalah suatu peristiwa yang bersifat inheren dalam setiap pemakaian bahasa baik secara lisan maupun tulis. Salah satu hambatan dalam proses komunikasi adalah kurangnya keterampilan berbahasa. Kesalahan-kesalahan berbahasa ini menyebabkan gangguan terhadap peristiwa komunikasi, kecuali dalam hal pemakaian bahasa secara khusus seperti dalam lawak, jenis ilan tertentu, serta dalam puisi. Dalam pemakaian bahasa secara khusus itu, kadang-kadang kesalahan berbahasa sengaja dibuat atau disadari

(11)

oleh penutur untuk mencapa efek tertentu sepeti lucu, menarik perhatian dan mendorong berpikir lebih intens.

Salah kaprah dalam diartikan sebagai „salah satu kesalahan yang sudah umum sehingga karena sudah terbiasa dengan yang salah seperti itu, orang tidak lagi menganggap itu salah. Salah kaprah bukan terjadi sekali, melainkan berkali-kali sehingga yang salah itu seolah-olah sudah benar dan karena itu digunakan terus-menerus. Dari hasil observasi serta pembahasan yang dilakukan penulis kemunculan salah kaprah tersebut berawal dari kurangnya pemahaman penutur terhadap bahasa yang digunakan, baik itu penguasaan makna kosa kata, susunan struktur kalimat, serta lemahnya kemampuan bertutur yang sesuai dengan kaidah kebahasaan, yang tentu saja berlandaskan kaidah yang baik dan benar.

REFERENSI

Hasan Alwi. 2001.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi. Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi.

Referensi

Dokumen terkait

mendapatkan cara mengemudi yang aman di jalan ataupun mengoperasikan suatu mesin berputar di pabrik, haruslah diperhatikan kondisi jasmani (fisik) dari pengemudi atau operator

Hal ini berarti mata kuliah Pancasila merupakan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan student centered learning, untuk mengembangkan knowledge, attitude,

Wongsonegoro dan berpengaruh terhadap disiplin pegawai dalam meningkatkan mutu pelayanan Instalasi Gawat Darurat adalah pertama transformasional dimana pemimpin mendorong,

Filtrasi air bersih adalah pembersih partikel padat dari suatu fluida dengan melewatkannya pada medium penyaringan, atau septum yang di atasnya padatan akan terendapkan.. Adapun

Berdasarkan metode di atas, maka langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menganalisis unsur-unsur intrinsik dalam cerpen “al-H}ubbu as{- S{agi>ru‛

Bila hasil inspeksi/pemeriksaan personil dan peralatan ternyata belum memenuhi persyaratan, maka penyedia dapat melaksanakan pekerjaan dengan syarat personil dan

Batubara yang digunakan untuk bahan bakar pusat listrik tenaga uap, namun batubara sekarang dinilai masih efektif untuk bahan bakar pusat listrik tenaga uap (PLTU)

Standar ini memuat prosedur untuk melakukan pengukuran statis kadar serat asbes di udara tempat kerja mulai dari tata cara pengambilan contoh sampai dengan analisis