• Tidak ada hasil yang ditemukan

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia (000 ekor) * Angka sementara Sumber: BPS (2009) (Diolah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I PENDAHULUAN. Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia (000 ekor) * Angka sementara Sumber: BPS (2009) (Diolah)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi yang cukup tinggi pada sektor peternakan.

Peternakan yang banyak terdapat di Indonesia antara lain adalah peternakan sapi baik itu sapi perah dan sapi potong, kambing, ayam pedaging dan petelur, hingga peternakan babi. Potensi peternakan ini, dapat dilihat pada Tabel 1

1

.

Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia (000 ekor) 2004-2008

* Angka sementara

Sumber: BPS (2009) (Diolah)

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah populasi ternak di Indonesia rata-rata mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan populasi tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan, salah satunya pada ternak sapi perah. Peternakan sapi perah, merupakan salah satu usaha perekonomian yang bergerak di bidang peternakan dimana fokus utama kegiatan usaha adalah ternak sapi perah yang menghasilkan produk utama berupa susu segar.

Jenis sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia adalah sapi Fries Holland (FH) yang berasal dari Belanda, dimana sapi ini memiliki kapasitas produksi susu tertinggi dibandingkan sapi jenis lainnya (Sudono, 1999).

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 751/kpts/Um/10/1982 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Peningkatan Produksi Dalam Negeri, usahatani sapi perah dibagi menjadi dua bentuk.

Ternak 2004 2005 2006 2007 2008(*) Sapi Potong 10,533 10,569 10,875 11,515 11,869

Sapi Perah 364 361 369 374 408

Kambing 12,781 13,409 13,790 14,470 15,806 Babi 5,980 6,801 6,218 6,711 7,376 Ayam Buras 276,989 278,954 291,085 272,251 290,803 Ayam Ras Pedaging 778,970 811,189 797,527 891,659 1,075,885

1

BPS. 2009. Populasi ternak (000 ekor) 2000-2008

http://bps.co.id/ [20 November 2009]

(2)

Pertama, usaha peternakan sapi perah rakyat yaitu usaha sapi perah yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang memiliki sapi perah kurang dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan kurang dari 20 ekor sapi perah campuran. Kedua, perusahaan peternakan sapi perah, yaitu usaha ternak sapi perah untuk tujuan komersil dengan produksi utama susu sapi, yang memiliki lebih dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan lebih dari 20 ekor sapi perah campuran

2

.

Jumlah produksi susu nasional yang dihasilkan saat ini sebesar 1.300- 1.400 ton per hari. Produksi ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan total kebutuhan susu segar nasional yang mencapai 5.200-5.600 ton per hari, produksi susu nasional baru bisa memenuhi seperempatnya

3

. Oleh karena itu, permintaan susu segar nasional masih terbuka sehingga dapat mendorong peternak untuk meningkatkan produksinya.

Selain menghasilkan susu segar sebagai produk utamanya, sapi perah juga menghasilkan produk sampingan, yaitu limbah atau kotoran yang dihasilkan ternak. Semakin tinggi jumlah populasi ternak, semakin tinggi pula jumlah limbah yang dihasilkan. Limbah ini tidak hanya dihasilkan oleh sapi perah, namun juga dihasilkan ternak lainnya. Jumlah kotoran yang dihasilkan oleh setiap ternak, berbeda-beda, tergantung kepada jenis ternak, jumlah pakan, dan bobot tubuhnya.

Semakin besar bobot tubuh ternak dan jumlah pakan yang dikonsumsi, akan menyebabkan semakin banyaknya jumlah kotoran yang dihasilkan. Jumlah kotoran yang dihasilkan oleh tiap jenis hewan ternak

4

tersaji dalam Tabel 2.

Tabel 2. Populasi Ternak dan Unggas serta Kotoran yang Dihasilkan Menurut Jenisnya Pada Tahun 2002

Jenis ternak Jumlah ternak (ekor)

Kotoran ternak basah (juta ton)

Kotoran ternak kering (juta ton) Sapi perah dan sapi

potong 10.790.400 11.815 5.908 Kambing 13.045.100 2.381 1.190

Ayam 1.071.948.700 39.126 19.563 Sumber : Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005) (Diolah)

2

Pradana 2009. Revitalisasi Peternakan Sapi Perah harus Digalakkan

http://www.iasa-pusat.org/latest/revitalisasi-peternakan-sapi-perah-harus-terus-digalakkan

3

Herlina. 2010. Produksi susu segar nasional http://kontan.co.id/ [7 April 2010]

4

Setyorini D. 2005. Pupuk Organik Tingkatkan Produksi Pertanian. Warta

Penelitian dan Perkembangan Pertanian : Vol. 27, No.6.

(3)

Berdasarkan Tabel 2, sapi perah dan sapi potong dengan jumlah ternak 10.790.400 pada tahun 2002 menghasilkan jumlah kotoran ternak basah sebanyak 11.815 juta ton dan kotoran ternak kering sebanyak 5.908 juta ton. Ternak kambing yang berjumlah 13.045.100 menghasilkan hanya 2.381 juta ton kotoran ternak basah dan 1.190 juta ton kotoran ternak kering dan ayam dengan jumlah ternak terbesar yang mencapai 1.071.948.700 ekor, menghasilkan kotoran ternak basah sebanyak 39.126 juta ton dan kotoran ternak kering sebanyak 19.563 juta ton. Jika dikonversi kedalam setiap ekor, sapi perah dan sapi potong menghasilkan 1.094.955 kotoran ternak basah per ekor sapi setiap tahunnya, sedangkan kambing menghasilkan 182.521 kotoran ternak basah per ekor dan ayam hanya menghasilkan 36.500 ton kotoran ternak basah per ekor setiap tahunnya.

Kotoran yang dihasilkan ternak tersebut akan menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat, seperti timbulnya pencemaran, penyakit, dan polusi udara, jika tidak segera ditangani. Limbah tersebut tidak jarang menimbulkan protes dari masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah sekitar peternakan.

Polusi udara berupa bau yang dihasilkan dari perombakan kotoran biasanya disebabkan oleh lepasnya amonia, asam lemak terbang, dan sulphida. Sulphida merupakan gas yang sangat berbau (evil odors) yang dihasilkan dari sulphat.

Selain itu, berbagai limbah seperti kotoran ternak maupun manusia dapat saja merupakan “carrier” berbagai parasiter yang bersifat patogen bagi tanaman, ternak dan manusia (Salundik, dkk, 2009). Parasiter yang terdapat pada kotoran ternak dan manusia juga dapat menimbulkan penyakit bagi tumbuhan, ternak, dan bahkan manusia. Namun, selain dapat menimbulkan dampak negatif berupa pencemaran lingkungan dan penyakit, kotoran ternak juga memberikan dampak positif bagi masyarakat, karena dapat digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan energi alternatif pengganti bahan bakar fosil.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Saat ini Indonesia memiliki jumlah penduduk yang mencapai

± 233.477.400   jiwa

5

. Jumlah penduduk tersebut berkorelasi positif dengan jumlah kebutuhan yang harus dipenuhi. Semakin banyak jumlah penduduk di suatu

5

  Proyeksi Penduduk 2010

http://www.datastatistik-indonesia.com/proyeksi/ [21 April 2010]

(4)

negara maka semakin banyak pula kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan ini beranekaragam, salah satunya adalah kebutuhan akan energi.

Jumlah pasokan energi nasional pada tahun 2008 mencapai 1.043.816 juta Barrel Oil Equivalent (BOE). Sedangkan konsumsi energi total 1.033.615 juta BOE. Sumber pasokan energi tersebut rata-rata berasal dari sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui, seperti bahan bakar minyak (BBM), dan juga batu bara.

Konsumsi energi nasional terbanyak berasal dari sektor industri dan rumah tangga, yaitu masing-masing membutuhkan 360.538 dan 317.033 juta BOE. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan BP Statistical Review of World Energy 2005, Indonesia berada pada posisi ke-20 pada tingkat konsumsi energi dunia dengan total konsumsi sebesar 1,1 % dari total energi dunia (10.244,4 juta ton minyak)

6

. Sedangkan dalam laporan terbaru kondisi energi dunia Tahun 2009 yang diluncurkan oleh Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional, Nobua Tanaka, Permintaan energi akan meningkat 40 % atau 16,8 miliar tonne of oil equivalent (toe) pada periode 2009-2030

7

. Bahan bakar energi fosil terutama minyak dan gas dalam bauran energi masih tetap mendominasi yaitu sekitar tiga per empat dari kenaikan permintaan.

Tabel 3. Jumlah Pasokan dan Konsumsi Energi Indonesia pada Tahun 2008

Satuan Biomassa GWh

Batubara Ribu

Ton

Gas Bumi MMSCF

BBM Kilo Liter

LPG Kilo Liter

Produk Kilang Lainnya

GWh

Listrik Ribu

Ton

Total (Juta BOE) Pasokan

Energi Final

277.874 169.138 99.868 312.190 15.719 88.099 80.928 1.043.816

Konsumsi

Energi Final 277.874 169.138 91.457 312.190 15.719 88.099 79.138 1.033.615 Industri 44.235 169.138 66.981 48.856 1.919 0 29.405 360.534

Transportasi 0 0 124 191.083 1 0 50 191258

Rumah

Tangga 232.244 0 131 40.096 13.799 0 30.763 317.033 Komersial 1.395 0 357 7.312 0 0 18.921 27.985 Sumber : Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia (2009) (Diolah)

6

Meneropong Konsumsi Energi Dunia 2

http://www.smkn1magelang.com [23 November 2009]

7

Hingga 2030, Permintaan Energi Dunia Meningkat 45 %

    http://www.esdm.go.id/berita.html [ 19 November 2009

(5)

Pemenuhan permintaan akan bahan bakar energi fosil, yang merupakan sumberdaya tak terbarukan (non-renewable), secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya krisis pasokan energi, dimana sumberdaya energi akan semakin menipis sehingga tidak dapat memenuhi seluruh permintaan pasar, dan lebih jauh hal ini akan berdampak pada peningkatan harga bahan bakar. Oleh sebab itu, perlu adanya diversifikasi sumber energi ke sumber energi alternatif yang terbarukan (renewable) guna memenuhi seluruh permintaan.

Sumber energi alternatif bisa berasal dari sumber energi terbarukan (renewable) seperti panas bumi, mikrohidrom, angin, surya, biomassa, dan tenaga samudera atau sumber energi alternatif baru seperti tenaga nuklir dan juga fuell cell. Pemanfaatan energi ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pengembangan sumber energi alternatif menjadi salah satu kebijakan pemerintah yang tertuang di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, dimana pada pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa kebijakan energi nasional bertujuan untuk mengarahkan upaya- upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri (Peraturan Pemerintah 2006 diacu dalam Sahirman 2009).

Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah dalam mewujudkan hal tersebut adalah dengan cara mewujudkan energi primer mix yang optimal pada tahun 2025, melalui peranan masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional, dimana penggunaan rninyak bumi menjadi kurang dari 20 %, gas bumi menjadi lebih dari 30 %, batubara menjadi lebih dari 33 %, bahan bakar nabati (biofuel) menjadi lebih dari 5 %, serta panas bumi menjadi lebih dari 5 %.

Tidak hanya itu, disebutkan pula bahwa konsumsi dari energi baru dan energi terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, dan tenaga angin menjadi lebih dari 5 %, serta batubara yang dicairkan (liquefied coal) menjadi lebih dari 2 %.

Salah satu sumber energi alternatif terbarukan yang banyak dikembangkan

adalah biomassa, yang menghasilkan biogas ataupun bioetanol. Hal ini

disebabkan kedua energi alternatif tersebut menghasilkan gas ataupun bahan bakar

yang dapat menjadi substitusi dari bahan bakar minyak (BBM), yang merupakan

energi yang paling banyak dikonsumsi (Tabel 3).

(6)

Pengembangan bioetanol masih memiliki berbagai kendala untuk diterapkan saat ini karena bahan baku untuk menghasilkan bioetanol, seperti tanaman jarak pagar, jagung, singkong, dan tebu masih terbatas produksinya.

Sebagai contoh, salah satu bahan baku bioetanol yaitu tanaman jarak diproduksi dengan membutuhkan luas lahan yang tidak sedikit, sementara lahan yang tersedia terbatas, sedangkan tanaman jarak dibutuhkan sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar minyak yang cukup penting, salah satunya adalah solar. Tahun 2008, konsumsi solar diperkirakan 11,8 juta kiloliter. Jika produksi Jarak Pagar adalah 1.590 liter/hektar/tahun, maka akan dibutuhkan 7.421.384 hektar ladang pohon jarak (74.213 km

2

). Luas ini sama dengan dua kali luas wilayah Jawa Barat

8

. Sehingga, ketika pengembangan sumber energi alternatif ini terus dilaksanakan maka akan terjadi krisis lahan, dimana akan terjadi konversi berbagai lahan menjadi lahan untuk memproduksi berbagai bahan baku untuk menghasilkan bioetanol.

Pemilihan sumber energi alternatif yang lebih efisien dalam hal produksi serta tidak menimbulkan multiplier effect yang negatif, seperti adanya konversi lahan, perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang disebabkan oleh minimnya ketersediaan bahan baku. Biogas merupakan salah satu sumber energi alternatif yang mampu memenuhi kriteria tersebut. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan anaerob. Untuk menghasilkan biogas dibutuhkan reaktor biogas (digester) yang merupakan suatu instalasi kedap udara sehingga proses dekomposisi bahan organik dapat berjalan secara optimum. Di samping itu, digester biogas dapat mengurangi emisi gas metana (CH

4

) yang merupakan salah satu gas yang menimbulkan efek gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan (Wahyuni, 2009). Bahan-bahan organik yang digunakan dapat berasal dari ternak (feses dan urine), industri pangan (ampas tahu dan bungkil kelapa), limbah rumah tangga, sampah organik hingga kotoran manusia.

Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida. Energi yang dihasilkan biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, bahan bakar rumah tangga pengganti minyak tanah, dan gas elpiji ataupun untuk menghasilkan listrik.

8

Biofuel Mengancam Bumi

http://   www.alumniits.com [10 Mei 2010]

(7)

Kotoran yang dihasilkan dari sapi memiliki jumlah paling besar jika dibandingkan dengan yang lainnya, sehingga sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan baku penghasil biogas. Penerapan biogas memiliki keunggulan, diantaranya dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan polusi udara yang disebabkan oleh kotoran. Hal ini disebabkan, adanya penyimpanan limbah pada tangki anaerobik (reaktor), sehingga menjadikan bau dan gas tersimpan dalam penampung gas. Selain itu, adanya biogas juga akan meningkatkan kesehatan lingkungan. Setelah mengalami fermentasi di dalam tangki anaerobik, 95 persen telur dan parasit demam dan 99 persen telur schistosome dan hookworm serta larva yang terdapat pada kotoran menurun drastis bahkan tidak ada (Salundik, dkk, 2009).

Biogas menghasilkan produk utama berupa bahan bakar dengan nilai kalor cukup tinggi (Tabel 4), apabila dibandingkan dengan energi yang berasal dari arang kayu, kayu bakar ataupun serbuk kayu. Selain itu, biogas juga menghasilkan produk sampingan berupa limbah biogas (sludge), yaitu pupuk organik, baik itu dalam bentuk cair atau padatan. Produk sampingan ini dapat memberikan nilai tambah bagi pengusahaan biogas, karena pupuk tersebut dapat dijual kembali.

Tabel 4. Satuan dan Nilai Kalor serta Efisiensi Penggunaan Berbagai Sumber Energi

Jenis Energi Satuan Nilai Kalor (Kkal) Tingkat Efisiensi (%)

Listrik KWH 860 80

Gas Kota M

3

3600 50

Elpiji Kg 12.040 50

Gas Bio+ M

3

6.500-6.700 50

Minyak Tanah Kg 10.500 50 Arang Kayu Kg 7.000 35 Kayu Bakar Kg 3.500 18 Serbuk Kayu Kg 3.200 15 Sumber : Madanijash (1982)

Penerapan biogas yang menguntungkan dan memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar mendorong pemerintah untuk terus mengembangkannya.

Saat ini, pengembangan instalasi biogas telah dilakukan di berbagai daerah,

seperti seperti Jawa Tengah, Maluku, Banjarmasin, dan Kabupaten Bogor

(Salundik, dkk, 2005).

(8)

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang mengembangkan usaha peternakan sapi perah, hal terlihat dari jumlah total ternak yang mencapai 5.907 ekor (Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, 2008). Usaha peternakan tersebut tersebar di berbagai wilayah, seperti di Kecamatan Cibungbulang, Pamijahan, Ciseeng, Cisarua, dan Megamendung. Dari beberapa wilayah tersebut, Kecamatan Cisarua dan Megamendung memiliki populasi sapi perah dengan jumlah yang cukup tinggi yakni 1.140 ekor ternak. Usaha peternakan yang terdapat di Kecamatan Cisarua dan Megamendung menghasilkan susu segar yang dipasarkan ke PT. Cisarua Mountain Dairy melalui KUD Giri Tani. Selain menghasilkan susu segar, usaha peternakan sapi perah juga menghasilkan limbah berupa kotoran ternak yang belum dimanfaatkan. Tidak termanfaatkannya kotoran ternak dan belum adanya pengolahan lebih lanjut dari kotoran tersebut, menyebabkan timbulnya pencemaran lingkungan. Pencemaran ini akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat sekitar. Sehingga, perlu adanya solusi pemanfaatan kotoran ternak untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satunya dengan pemanfaatan limbah kotoran ternak untuk menghasilkan energi alternatif biogas.

1.2. Perumusan Masalah

Koperasi Unit Desa (KUD) Giri Tani, merupakan sebuah koperasi yang berada di Kampung Baru Tegal, Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Anggota dari KUD Giri Tani berjumlah ± 140 peternak yang tersebar di lima kelompok peternak yang berada di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Megamendung dan Kecamatan Cisarua.

Kelompok peternak yang terdapat di Kecamatan Megamendung adalah Kelompok Mekar Jaya, yang berada di Desa Cipayung. Sedangkan, kelompok peternak yang terdapat di Kecamatan Cisarua adalah Kelompok Baru Tegal, Baru Sireum, dan Bina warga yang berada di Desa Cibeureum serta Kelompok Tirta Kencana yang berada di Desa Tugu Selatan.

Jumlah ternak yang dimiliki oleh para peternak di koperasi tersebut

beragam, mulai dari peternak skala kecil yang memiliki jumlah ternak dibawah

empat ekor, hingga peternak besar skala besar yang memiliki tujuh ekor sapi

(9)

(Erwidodo diacu dalam Wulandari). Setiap peternakan mampu memproduksi susu segar setiap harinya. Produksi susu yang dihasilkan kemudian disalurkan melalui KUD Giri Tani untuk kemudian di pasarkan ke PT. Cisarua Mountain Dairy (Cimory), yang berada di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.

Peternak yang berada di kawasan ini, menggabungkan lokasi usaha peternakan dengan kediaman rumah tangga. Banyaknya jumlah ternak yang dimiliki akan menyebabkan tingginya jumlah limbah berupa kotoran ternak yang dihasilkan. Berdasarkan survei lapangan, dalam satu hari ternak dewasa mampu menghasilkan rata-rata 30 kg kotoran per harinya, sedangkan ternak anak (pedet) rata-rata dapat menghasilkan 15 kg kotoran perharinya. Maka, untuk satu peternak skala kecil, setiap harinya akan menghasilkan 90 kg kotoran ternak, sedangkan untuk peternak skala besar, masing-masing peternak yang ada dapat menghasilkan 330-2.250 kilogram kotoran ternak setiap harinya. Jika dijumlahkan, keseluruhan peternak yang ada dengan total 140 peternak, dan mayoritas adalah peternakan skala kecil dan menengah, maka kotoran ternak yang dihasilkan di wilayah tersebut akan mencapai lebih dari 10.000 kg dalam seharinya.

Limbah tersebut menimbulkan permasalahan di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Belum adanya pengolahan lebih lanjut untuk kotoran ternak yang dihasilkan serta tidak tersedianya tempat penampungan yang sesuai untuk kotoran tersebut, menyebabkan para peternak membuang kotoran kedalam aliran-aliran sungai yang berada di sekitar peternakan mereka.

Hal tersebut menimbulkan efek yang negatif bagi lingkungan, seperti adanya bau dan pencemaran air sungai, untuk mengatasi permasalahan tersebut, Kementrian Lingkungan Hidup memberikan bantuan berupa pembangunan reaktor biogas di sejumlah usaha peternakan yang merupakan anggota KUD Giri Tani. Pembangunan reaktor ini dimulai pada tahun 2008 dengan membangun reaktor berskala 17 m

3

sebanyak dua unit di kelompok ternak Bina Warga.

Namun, pada pelaksanaannya reaktor dengan skala tersebut tidak cukup

efektif untuk diterapkan. Pada prinsipnya, reaktor biogas skala 17 m

3

dapat

digunakan untuk lebih dari satu peternak, namun kenyataan dilapangan

penggunaan reaktor ini hanya diperuntukkan bagi satu peternak. Hal ini

dikarenakan lokasi antar kandang yang tidak terletak secara berdekatan. Maka

(10)

untuk mengatasi hal tersebut, reaktor yang dibangun memiliki skala lebih kecil, yaitu 5 dan 7 meter

3

.

Reaktor skala 5 m

3

diberikan kepada usaha peternakan dengan skala menengah kebawah yang hanya memiliki jumlah ternak rata-rata dibawah 10 ekor. Sedangkan reaktor skala 7 m

3

diberikan kepada usaha peternakan dengan skala besar yang memiliki jumlah ternak lebih dari 10 ekor. Hingga tahun 2009, bantuan pembangunan reaktor biogas telah diberikan kepada 57 peternak dengan rincian 2 unit reaktor skala 17 m

3

, 7 unit reaktor skala 7 m

3

, dan 48 unit reaktor skala 5 m

3

. Pada tahun 2010 direncanakan akan terdapat penambahan bantuan sebanyak 50 unit.

Pembangunan reaktor ini memiliki berbagai keuntungan, selain dapat mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh limbah ternak berupa kotoran, reaktor ini juga dapat menghasilkan bahan bakar berupa biogas dan pupuk organik sebagai limbah sisanya. Sehingga, pengembangan reaktor biogas dapat menjadikan usaha peternakan sapi perah menjadi usaha yang zero waste atau tidak menghasilkan limbah.

Selain keuntungan tersebut, adanya biogas yang dihasilkan dapat membantu mengatasi permasalahan energi yang saat ini sedang dihadapi, karena biogas yang dihasilkan dapat digunakan secara langsung sebagai bahan bakar rumah tangga, yaitu pengganti minyak tanah dan gas elpiji untuk memasak dan juga sebagai generator pembangkit tenaga listrik untuk skala rumah tangga.

Peternakan skala besar, dengan kepemilikan ternak lebih dari 10 ekor,

memberikan kontribusi yang sangat besar dalam usaha peternakan yang tergabung

didalam KUD Giri Tani. Dengan jumlah ternak yang lebih banyak, peternak skala

besar ini mampu memproduksi susu dengan kapasitas yang lebih besar

dibandingkan dengan para peternak lain, yang mayoritas merupakan peternakan

skala kecil dan menengah. Selain itu, dalam hal jumlah limbah ternak yang

dihasilkan, limbah yang dihasilkan oleh peternakan skala besar pun lebih banyak,

dan hal ini mengindikasikan bahwa peternakan skala besar berkontribusi cukup

besar dalam hal pencemaran lingkungan, yang diakibatkan oleh adanya limbah

tersebut.

(11)

Oleh karena itu, pembangunan reaktor biogas skala besar, yakni 7 m

3

, diperlukan untuk mengatasi permasalahan limbah yang dihadapi. Namun, pembangunan reaktor biogas yang merupakan sebuah bantuan bagi peternak belum diketahui apakah layak ataupun tidak jika dilaksanakan atau dilanjutkan pada usaha peternakan yang telah ada.

Penentuan kelayakan dari suatu usaha dilakukan melalui analisis-analisis lebih mendalam terhadap berbagai aspek yang terkait. Menurut Nurmalina, dkk (2009), terdapat beberapa aspek utama yang harus dianalisa, yaitu aspek : pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial-ekonomi-budaya, lingkungan, serta finansial.

Aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial-ekonomi-budaya, serta lingkungan merupakan aspek non-finansial yang akan dipaparkan secara deskriptif. Sedangkan aspek finansial akan dipaparkan secara kuantitatif dengan melakukan perhitungan kriteria investasi serta perhitungan Incremental Net Benefit secara komersial dan non komersial dari usaha peternakan sapi perah dengan pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas dan usaha peternakan sapi perah tanpa adanya pemanfaatan limbah.

Usaha peternakan sapi perah merupakan salah satu usaha yang rentan terhadap risiko, baik itu risiko harga dari input maupun output serta risiko produksi dari output yang dihasilkan. Risiko ini dapat mempengaruhi kelayakan dari usaha peternakan, sehingga perlu dimasukkan kedalam perhitungan secara finansial, yakni dengan melakukan analisis skenario.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian, yaitu :

1. Bagaimana kelayakan usaha peternakan sapi perah skala besar dengan penerapan reaktor biogas skala 7 m

3

dilihat dari aspek non finansial ? 2. Bagaimana kelayakan usaha peternakan sapi perah skala besar dan

kelayakan pengusahaan biogas skala 7 m

3

dengan pemanfaatan limbah pada usaha peternakan sapi perah skala besar ?

3. Bagaimana kelayakan usaha peternakan sapi perah skala besar dengan

pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas secara finansial jika

terjadi risiko pada harga output dan jumlah output yang dihasilkan ?

(12)

4. Bagaimana kelayakan usaha peternakan sapi perah skala besar setelah adanya pemanfaatan limbah jika dilihat melalui perhitungan Incremental Net Benefit?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis kelayakan usaha peternakan sapi perah skala besar dengan penerapan reaktor biogas skala 7 m

3

dilihat dari aspek non finansial.

2. Menganalisis kelayakan usaha peternakan sapi perah skala besar dan kelayakan pengusahaan biogas skala 7 m

3

dengan pemanfaatan limbah pada usaha peternakan sapi perah skala besar.

3. Menganalisis kelayakan usaha peternakan sapi perah skala besar dengan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas secara finansial jika terjadi risiko pada harga output dan jumlah output yang dihasilkan.

4. Menganalisis kelayakan usaha peternakan sapi perah skala besar setelah adanya pemanfaatan limbah jika dilihat melalui perhitungan Incremental Net Benefit?

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk menerapkan ilmu

yang telah diperoleh selama menjalankan kuliah dan juga diharapkan dapat

menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi para peternak anggota KUD Giri

Tani untuk mengembangkan instalasi biogas dan menggunakan energi alternatif

dalam kehidupan sehari-hari, menjadi masukan bagi pemerintah untuk melakukan

pengembangan lebih lanjut pada sumber energi alternatif khususnya biogas, serta

pihak lain yang ingin mengomersialkan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan

biogas. Bagi mahasiswa dan kalangan akademisi, diharapkan penelitian ini dapat

memberikan pengetahuan mengenai pengembangan instalasi biogas pada usaha

peternakan sapi perah skala besar dan kelayakannya.

(13)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas kelayakan usaha peternakan sapi perah skala

besar di KUD Giri Tani, yang mendapatkan bantuan reaktor biogas dengan skala 7

m

3

. Fokus utama adalah pada produk utama sapi perah yaitu susu segar dan juga

biogas yang merupakan hasil dari pemanfaatan limbah ternak. Reaktor biogas

yang dibangun diperuntukkan untuk skala rumah tangga, dan digunakan sebagai

sumber energi alternatif untuk kebutuhan rumah tangga peternak yang

bersangkutan.

Referensi

Dokumen terkait

Pada sistem distribusi radial 3 fasa dalam keadaan seimbang, hasil perbandingan THD antara metode PSO dengan metode numerical errornya tidak lebih dari 10%.Dalam sistem

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Alauddin

Teman-teman seperjuangan penulis ; Desy, Steffie, Bunga, Evelyn, Sandy, Bima, Anda, Alya, Nora, Mitha, Robby, dan teman-teman penulis lainnya yang telah memberikan pendapat,

Pengaruh pengaktifan zeolit, yaitu dapat memurnikan zeolit dari komponen pengotor, menghilangkan jenis kation logam tertentu dan molekul air yang terdapat dalam rongga,

Hasil kalibrasi model antara indeks dari citra spasial dengan data nilai lengas tanah pada 40 titik pengamatan BRG selama periode 2018-2019 menunjukkan performa

a) Sebelum permainan dimulai akan ditampilkan dongeng si Kancil dan Buaya dengan suara dan teks. Pemain dapat melanjutkan dengan menekan tombol lewati. b) Pemain akan bermain

Dalam penulisan makalah ini, kami menggunakan beberapa metode tang diperoleh dari keterangan lain yang berhubungan dengan morfologi batang dan filotaksis khususnya pada rumput