I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi yang cukup tinggi pada sektor peternakan.
Peternakan yang banyak terdapat di Indonesia antara lain adalah peternakan sapi baik itu sapi perah dan sapi potong, kambing, ayam pedaging dan petelur, hingga peternakan babi. Potensi peternakan ini, dapat dilihat pada Tabel 1
1.
Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia (000 ekor) 2004-2008
* Angka sementara
Sumber: BPS (2009) (Diolah)
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah populasi ternak di Indonesia rata-rata mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan populasi tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan, salah satunya pada ternak sapi perah. Peternakan sapi perah, merupakan salah satu usaha perekonomian yang bergerak di bidang peternakan dimana fokus utama kegiatan usaha adalah ternak sapi perah yang menghasilkan produk utama berupa susu segar.
Jenis sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia adalah sapi Fries Holland (FH) yang berasal dari Belanda, dimana sapi ini memiliki kapasitas produksi susu tertinggi dibandingkan sapi jenis lainnya (Sudono, 1999).
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 751/kpts/Um/10/1982 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Peningkatan Produksi Dalam Negeri, usahatani sapi perah dibagi menjadi dua bentuk.
Ternak 2004 2005 2006 2007 2008(*) Sapi Potong 10,533 10,569 10,875 11,515 11,869
Sapi Perah 364 361 369 374 408
Kambing 12,781 13,409 13,790 14,470 15,806 Babi 5,980 6,801 6,218 6,711 7,376 Ayam Buras 276,989 278,954 291,085 272,251 290,803 Ayam Ras Pedaging 778,970 811,189 797,527 891,659 1,075,885
1
BPS. 2009. Populasi ternak (000 ekor) 2000-2008
http://bps.co.id/ [20 November 2009]
Pertama, usaha peternakan sapi perah rakyat yaitu usaha sapi perah yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang memiliki sapi perah kurang dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan kurang dari 20 ekor sapi perah campuran. Kedua, perusahaan peternakan sapi perah, yaitu usaha ternak sapi perah untuk tujuan komersil dengan produksi utama susu sapi, yang memiliki lebih dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan lebih dari 20 ekor sapi perah campuran
2.
Jumlah produksi susu nasional yang dihasilkan saat ini sebesar 1.300- 1.400 ton per hari. Produksi ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan total kebutuhan susu segar nasional yang mencapai 5.200-5.600 ton per hari, produksi susu nasional baru bisa memenuhi seperempatnya
3. Oleh karena itu, permintaan susu segar nasional masih terbuka sehingga dapat mendorong peternak untuk meningkatkan produksinya.
Selain menghasilkan susu segar sebagai produk utamanya, sapi perah juga menghasilkan produk sampingan, yaitu limbah atau kotoran yang dihasilkan ternak. Semakin tinggi jumlah populasi ternak, semakin tinggi pula jumlah limbah yang dihasilkan. Limbah ini tidak hanya dihasilkan oleh sapi perah, namun juga dihasilkan ternak lainnya. Jumlah kotoran yang dihasilkan oleh setiap ternak, berbeda-beda, tergantung kepada jenis ternak, jumlah pakan, dan bobot tubuhnya.
Semakin besar bobot tubuh ternak dan jumlah pakan yang dikonsumsi, akan menyebabkan semakin banyaknya jumlah kotoran yang dihasilkan. Jumlah kotoran yang dihasilkan oleh tiap jenis hewan ternak
4tersaji dalam Tabel 2.
Tabel 2. Populasi Ternak dan Unggas serta Kotoran yang Dihasilkan Menurut Jenisnya Pada Tahun 2002
Jenis ternak Jumlah ternak (ekor)
Kotoran ternak basah (juta ton)
Kotoran ternak kering (juta ton) Sapi perah dan sapi
potong 10.790.400 11.815 5.908 Kambing 13.045.100 2.381 1.190
Ayam 1.071.948.700 39.126 19.563 Sumber : Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005) (Diolah)
2
Pradana 2009. Revitalisasi Peternakan Sapi Perah harus Digalakkan
http://www.iasa-pusat.org/latest/revitalisasi-peternakan-sapi-perah-harus-terus-digalakkan
3
Herlina. 2010. Produksi susu segar nasional http://kontan.co.id/ [7 April 2010]
4
Setyorini D. 2005. Pupuk Organik Tingkatkan Produksi Pertanian. Warta
Penelitian dan Perkembangan Pertanian : Vol. 27, No.6.
Berdasarkan Tabel 2, sapi perah dan sapi potong dengan jumlah ternak 10.790.400 pada tahun 2002 menghasilkan jumlah kotoran ternak basah sebanyak 11.815 juta ton dan kotoran ternak kering sebanyak 5.908 juta ton. Ternak kambing yang berjumlah 13.045.100 menghasilkan hanya 2.381 juta ton kotoran ternak basah dan 1.190 juta ton kotoran ternak kering dan ayam dengan jumlah ternak terbesar yang mencapai 1.071.948.700 ekor, menghasilkan kotoran ternak basah sebanyak 39.126 juta ton dan kotoran ternak kering sebanyak 19.563 juta ton. Jika dikonversi kedalam setiap ekor, sapi perah dan sapi potong menghasilkan 1.094.955 kotoran ternak basah per ekor sapi setiap tahunnya, sedangkan kambing menghasilkan 182.521 kotoran ternak basah per ekor dan ayam hanya menghasilkan 36.500 ton kotoran ternak basah per ekor setiap tahunnya.
Kotoran yang dihasilkan ternak tersebut akan menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat, seperti timbulnya pencemaran, penyakit, dan polusi udara, jika tidak segera ditangani. Limbah tersebut tidak jarang menimbulkan protes dari masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah sekitar peternakan.
Polusi udara berupa bau yang dihasilkan dari perombakan kotoran biasanya disebabkan oleh lepasnya amonia, asam lemak terbang, dan sulphida. Sulphida merupakan gas yang sangat berbau (evil odors) yang dihasilkan dari sulphat.
Selain itu, berbagai limbah seperti kotoran ternak maupun manusia dapat saja merupakan “carrier” berbagai parasiter yang bersifat patogen bagi tanaman, ternak dan manusia (Salundik, dkk, 2009). Parasiter yang terdapat pada kotoran ternak dan manusia juga dapat menimbulkan penyakit bagi tumbuhan, ternak, dan bahkan manusia. Namun, selain dapat menimbulkan dampak negatif berupa pencemaran lingkungan dan penyakit, kotoran ternak juga memberikan dampak positif bagi masyarakat, karena dapat digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan energi alternatif pengganti bahan bakar fosil.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Saat ini Indonesia memiliki jumlah penduduk yang mencapai
± 233.477.400 jiwa
5. Jumlah penduduk tersebut berkorelasi positif dengan jumlah kebutuhan yang harus dipenuhi. Semakin banyak jumlah penduduk di suatu
5
Proyeksi Penduduk 2010
http://www.datastatistik-indonesia.com/proyeksi/ [21 April 2010]
negara maka semakin banyak pula kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan ini beranekaragam, salah satunya adalah kebutuhan akan energi.
Jumlah pasokan energi nasional pada tahun 2008 mencapai 1.043.816 juta Barrel Oil Equivalent (BOE). Sedangkan konsumsi energi total 1.033.615 juta BOE. Sumber pasokan energi tersebut rata-rata berasal dari sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui, seperti bahan bakar minyak (BBM), dan juga batu bara.
Konsumsi energi nasional terbanyak berasal dari sektor industri dan rumah tangga, yaitu masing-masing membutuhkan 360.538 dan 317.033 juta BOE. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan BP Statistical Review of World Energy 2005, Indonesia berada pada posisi ke-20 pada tingkat konsumsi energi dunia dengan total konsumsi sebesar 1,1 % dari total energi dunia (10.244,4 juta ton minyak)
6. Sedangkan dalam laporan terbaru kondisi energi dunia Tahun 2009 yang diluncurkan oleh Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional, Nobua Tanaka, Permintaan energi akan meningkat 40 % atau 16,8 miliar tonne of oil equivalent (toe) pada periode 2009-2030
7. Bahan bakar energi fosil terutama minyak dan gas dalam bauran energi masih tetap mendominasi yaitu sekitar tiga per empat dari kenaikan permintaan.
Tabel 3. Jumlah Pasokan dan Konsumsi Energi Indonesia pada Tahun 2008
Satuan Biomassa GWh
Batubara Ribu
Ton
Gas Bumi MMSCF
BBM Kilo Liter
LPG Kilo Liter
Produk Kilang Lainnya
GWh
Listrik Ribu
Ton
Total (Juta BOE) Pasokan
Energi Final
277.874 169.138 99.868 312.190 15.719 88.099 80.928 1.043.816
Konsumsi
Energi Final 277.874 169.138 91.457 312.190 15.719 88.099 79.138 1.033.615 Industri 44.235 169.138 66.981 48.856 1.919 0 29.405 360.534
Transportasi 0 0 124 191.083 1 0 50 191258
Rumah
Tangga 232.244 0 131 40.096 13.799 0 30.763 317.033 Komersial 1.395 0 357 7.312 0 0 18.921 27.985 Sumber : Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia (2009) (Diolah)
6
Meneropong Konsumsi Energi Dunia 2
http://www.smkn1magelang.com [23 November 2009]
7
Hingga 2030, Permintaan Energi Dunia Meningkat 45 %
http://www.esdm.go.id/berita.html [ 19 November 2009
Pemenuhan permintaan akan bahan bakar energi fosil, yang merupakan sumberdaya tak terbarukan (non-renewable), secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya krisis pasokan energi, dimana sumberdaya energi akan semakin menipis sehingga tidak dapat memenuhi seluruh permintaan pasar, dan lebih jauh hal ini akan berdampak pada peningkatan harga bahan bakar. Oleh sebab itu, perlu adanya diversifikasi sumber energi ke sumber energi alternatif yang terbarukan (renewable) guna memenuhi seluruh permintaan.
Sumber energi alternatif bisa berasal dari sumber energi terbarukan (renewable) seperti panas bumi, mikrohidrom, angin, surya, biomassa, dan tenaga samudera atau sumber energi alternatif baru seperti tenaga nuklir dan juga fuell cell. Pemanfaatan energi ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pengembangan sumber energi alternatif menjadi salah satu kebijakan pemerintah yang tertuang di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, dimana pada pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa kebijakan energi nasional bertujuan untuk mengarahkan upaya- upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri (Peraturan Pemerintah 2006 diacu dalam Sahirman 2009).
Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah dalam mewujudkan hal tersebut adalah dengan cara mewujudkan energi primer mix yang optimal pada tahun 2025, melalui peranan masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional, dimana penggunaan rninyak bumi menjadi kurang dari 20 %, gas bumi menjadi lebih dari 30 %, batubara menjadi lebih dari 33 %, bahan bakar nabati (biofuel) menjadi lebih dari 5 %, serta panas bumi menjadi lebih dari 5 %.
Tidak hanya itu, disebutkan pula bahwa konsumsi dari energi baru dan energi terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, dan tenaga angin menjadi lebih dari 5 %, serta batubara yang dicairkan (liquefied coal) menjadi lebih dari 2 %.
Salah satu sumber energi alternatif terbarukan yang banyak dikembangkan
adalah biomassa, yang menghasilkan biogas ataupun bioetanol. Hal ini
disebabkan kedua energi alternatif tersebut menghasilkan gas ataupun bahan bakar
yang dapat menjadi substitusi dari bahan bakar minyak (BBM), yang merupakan
energi yang paling banyak dikonsumsi (Tabel 3).
Pengembangan bioetanol masih memiliki berbagai kendala untuk diterapkan saat ini karena bahan baku untuk menghasilkan bioetanol, seperti tanaman jarak pagar, jagung, singkong, dan tebu masih terbatas produksinya.
Sebagai contoh, salah satu bahan baku bioetanol yaitu tanaman jarak diproduksi dengan membutuhkan luas lahan yang tidak sedikit, sementara lahan yang tersedia terbatas, sedangkan tanaman jarak dibutuhkan sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar minyak yang cukup penting, salah satunya adalah solar. Tahun 2008, konsumsi solar diperkirakan 11,8 juta kiloliter. Jika produksi Jarak Pagar adalah 1.590 liter/hektar/tahun, maka akan dibutuhkan 7.421.384 hektar ladang pohon jarak (74.213 km
2). Luas ini sama dengan dua kali luas wilayah Jawa Barat
8. Sehingga, ketika pengembangan sumber energi alternatif ini terus dilaksanakan maka akan terjadi krisis lahan, dimana akan terjadi konversi berbagai lahan menjadi lahan untuk memproduksi berbagai bahan baku untuk menghasilkan bioetanol.
Pemilihan sumber energi alternatif yang lebih efisien dalam hal produksi serta tidak menimbulkan multiplier effect yang negatif, seperti adanya konversi lahan, perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang disebabkan oleh minimnya ketersediaan bahan baku. Biogas merupakan salah satu sumber energi alternatif yang mampu memenuhi kriteria tersebut. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan anaerob. Untuk menghasilkan biogas dibutuhkan reaktor biogas (digester) yang merupakan suatu instalasi kedap udara sehingga proses dekomposisi bahan organik dapat berjalan secara optimum. Di samping itu, digester biogas dapat mengurangi emisi gas metana (CH
4) yang merupakan salah satu gas yang menimbulkan efek gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan (Wahyuni, 2009). Bahan-bahan organik yang digunakan dapat berasal dari ternak (feses dan urine), industri pangan (ampas tahu dan bungkil kelapa), limbah rumah tangga, sampah organik hingga kotoran manusia.
Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida. Energi yang dihasilkan biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, bahan bakar rumah tangga pengganti minyak tanah, dan gas elpiji ataupun untuk menghasilkan listrik.
8