• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran digunakan guru sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran digunakan guru sebagai"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

8 A. Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah unsur penting dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran digunakan guru sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Joyce & Weil (dalam Rusman, 2012: 133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

Menurut Adi (dalam Suprihatiningrum, 2013: 142) memberikan definisi model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur dalam mengorganisasikan pengalaman pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman guru dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. Winataputra (1993) mengartikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar-mengajar (Suyanto dan Jihad, 2013: 134).

Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan pola pilihan para guru untuk merancang pembelajaran yang sesuai dan

(2)

efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapakan. Model pembelajaran merupakan suatu prosedur dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Berfungsi sebagi pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan proses belajar mengajar.

2. Ciri-ciri Model Pembelajaran

Rusman (2012: 136) mengemukakan bahwa model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.

2. Mempunyai misi dan tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.

3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pembelajaran mengarang.

4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) sistem sosial; (4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu mkodel pembelajaran.

5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (1) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; (2) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.

(3)

6. Membuat persiapan mengajar (desain instrusional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.

Rofa’ah (2016: 71) menjelaskan ada beberapa ciri-ciri model pembelajaran secara khusus daintaranya adalah:

a. Rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.

b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa mengajar.

c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil.

d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Ciri-ciri model pembelajaran yang baik yaitu adanya keterlibatan intelektual dan emosional peserta didik melalui kegiatan mengalami, menganalisis, berbuat, dan pembentukan sikap, adanya keikutsertaan peserta didik secara aktif dan kreatif.

Selama pelaksanaan model pembelajaran guru bertindak sebagai fasilitator, koordinator, mediator dan motivator kegiatan belajar peserta didik.

B. Model Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Sebagai seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok

(4)

kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2012: 202).

Model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan atau inkuiri (Yensy, 2012: 26). Sanjaya (dalam Rusman, 2012: 203) memberikan definisi cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara kelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok- kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan pembelajaran yang menekankan kerja sama antar siswa dalam kelompok. Konsep pembelajaran ini yaitu siswa bekerja sama dalam belajar kelompok dan masing-masing kelompok bertanggung jawab pada aktivitas belajar anggota kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi pelajaran dengan baik. Banyak anggota suatu kelompok dalam belajar kooperatif biasanya terdiri dari empat sampai enam orang dimana anggota kelompok yang terbentuk diusahakan heterogen berdasarkan perbedaan kemampuan akademik, jenis kelamin dan etnis.

2. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif

Arrends (dalam Suprihatiningrum, 2013: 197-198) menyatakan bahwa the cooperative learning model was developed to achive at least three important instructional goals; academic achievement, acceptance of diversity, and social skill development, yang maksudnya adalah model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai sekurang-kurangnya tiga tujuan pembelajaran,

(5)

yaitu hasil pembelajaran akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan keterampilan sosial.

a. Hasil Belajar Akademik

Pembelajaran kooperatif memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok atas maupun kelompok bawah yang bekerja bersama menyeleseikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah. Jadi, siswa kelompok bawah memperoleh bantuan dari teman sebaya yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya, karena memberikan pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran yang mendalam tentang hubungan ide- ide yang terdapat pada materi tertentu.

b. Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu

Pembelajaran kooperatif menyajikan peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi, untuk bekerja dan saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama.

c. Pengembangan Keterampilan Sosial

Pembelajaran kooperatif mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting untuk dimiliki dalam masyarakat. Keterampilan-keterampilan khusus dalam pembelajaran kooperatif, disebut keterampilan kooperatif dan berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas.

Pembelajaran kooperatif mengembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan

(6)

kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.

3. Prinsip Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Roger dan David Johnson (dalam Rusman, 2012: 212) menyebutkan ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu sebagai berikut:

a. Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyeleseian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan.

b. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.

c. Interaksi tatap muka (face to face promotion interacdtion), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.

d. Partisipasi dan komunikasi (participation communication, yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.

(7)

e. Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

C. Tipe Pembelajaran Students Team Achievement Division (STAD)

1. Pengertian Tipe Pembelajaran Students Team Achievement Division (STAD)

Model STAD ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin. Menurut Slavin (dalam Rusman, 2012: 213-214) model STAD (Student Team Achievement Divisions) merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti. Lebih jauh Slavin memaparkan bahwa:

“Gagasan utama di belakang STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru”.

STAD mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah (Suprihatiningrum, 2012: 202-203).

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam implementasinya sangat memerlukan tekad, inovasi dan kesabaran guru dalam merancang pembelajaran sehingga peserta didik benar-benar menjadi tertarik untuk mengikuti pembelajaran.

Dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, guru merasa lebih ringan pekerjaannya, karena untuk memahami materi pelajaran guru sudah dibantu oleh

(8)

siswa sehingga penanganan kesulitan belajar siswa lebih mudah (Sunilawati, dkk, 2013: 3).

Terkait pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran dengan sistem belajar kelompok dan beranggotakan siswa yang beragam kemampuan, jenis kelamin, karakter dan suku (heterogen). Pada setiap kelompok siswa saling membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru. Model STAD menekankan peserta didik mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain.

2. Langkah-Langkah Tipe Pembelajaran Students Team Achievement Division

(STAD) Deskripsi mengenai langkah-langkah pembelajaran STAD seperti yang

dikemukakan oleh (Rusman, 2012: 215-216) adalah sebagai berikut:

a. Penyampaian Tujuan dan Motivasi

Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.

b. Pembagian Kelompok

Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, di mana setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas dalam prestasi akademik, gender/ jenis kelamin, ras atau etnik.

c. Presentasi dari Guru

Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. Guru memberi motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif. Di dalam proses pembelajaran guru dibantu oleh media,

(9)

demonstrasi, pertanyaan atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari- hari. Dijelaskan juga tentang keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan serta cara-cara mengerjakannya.

d. Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim)

Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi. Selama tim bekerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD.

e. Kuis (evaluasi)

Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing- masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara individual dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu bertanggung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut. Guru menetapkan skor batas penguasaan untuk setiap soal, misalnya 60,70, 84, dan seterusnya sesuai dengan tingkat kesulitan siswa.

f. Penghargaan Prestasi Tim

Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100. Trianto (dalam Lubis, 2012: 30), menjelaskan bahwa langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD ini didasarkan pada langkah- langah kooperatif yang terdiri atas enam langkah atau fase. Fase-fase dalam pembelajaran ini seperti tersajikan dalam tabel.

(10)

Tabel 2.1 Fase-fase pembelajaran kooperatif tipe STAD

Fase Kegiatan Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

Fase 2

Menyajikan atau menyampaikan informasi.

Fase 3

Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar.

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

Fase 5 Evaluasi.

Fase 6

Memberikan penghargaan.

Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan.

Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok.

D. Pembelajaran Tematik

1. Hakikat Pembelajaran Tematik

Penetapan pembelajaran tematik (kurikulum 2013) oleh pemerintah tidak lepas dari perkembangan akan konsep dari pendekatan terpadu itu sendiri. Pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu (integrated instrusction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individu maupun kelompok aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip- prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik (Majid, 2014: 80).

Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan dan pengetahauan dalam proses pembelajaran, dan integrasi berbagai konsep dasar yang berkaitan. Tema merajut makna berbagai konsep dasar

(11)

sehingga peserta didik tidak belajar konsep dasar secara parsial. Dengan demikian pembelajarannya memberikan makna yang utuh kepada peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia (Shobirin, 2016: 90).

Menurut Gorys Keraf (dalam Majid, 2014: 86), kata tema berasal dari kata Yunani tithenai yang berarti “menempatkan” atau “meletakkan” dan kemudian kata itu mengalami perkembangan sehingga kata tithenai berubah menjadi tema.

Menurut arti katanya, tema berarti “sesuatu yang telah diuraikan” atau “sesuatu yang telah ditempatkan”. Penggunaan tema dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas.

Pembelajaran tematik berorientasi pada kebutuhan perkembangan anak artinya menolak drill sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. Jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional maka pembelajaran tematik lebih menekankan keterlibatan siswa secara aktif baik kognitif maupun skill dalam proses pembelajarannya (Karli, 2010: 45).

Pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema tertentu dengan menghubungkan berbagai bidang studi yang berkaitan. Adanya pemaduan tersebut peserta didik akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran jadi lebih bermakna. Pembelajaran tematik mengembangkan keterampilan berpikir siswa dan mengembangkan keterampilan sosial pada siswa.

2. Karakteristik Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik memiliki karakteristik sebagai berikut (Syafaruddin, 2012: 153-154) :

(12)

a. Berpusat pada siswa

Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.

b. Memberikan pengalaman langsung

Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yanglebih abstrak.

c. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas

Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.

d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran

Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

e. Bersifat fleksibel

Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, bahkan

(13)

mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan di mana sekolah dan siswa berada.

f. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa

Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

g. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.

Karakteristik pembelajaran tematik sebagai suatu proses pembelajaran harus bermakna artinya konsep yang diperoleh dan keterkaitannya dengan konsep lain akan menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari, siswa memahami langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya dan menekankan keaktifan siswa dalam pembelajaran.

E. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Mustikasari (2014) dengan judul “Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Gaya Magnet melalui Model Student Teams Achievements Division di Sekolah Dasar Negeri 02 Loning Kabupaten Pemalang”. Penelitian ini menjelaskan bahwa penerapan model Student Team Achievement Division di SDN 02 Loning dapat meningkatkan hasil belajar, keaktifan siswa, dan performansi guru dalam pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata sebelum menerapkan model STAD yaitu 58,81, sedangkan nilai rata-rata pada siklus I mencapai 76,92 mengalami peningkatan 18,11 poin. Siklus II nilai rata-rata mencapai 87,04 mengalami peningkatan

(14)

sebesar 10,12 poin dari siklus I. Keaktifan siswa dalam pembelajaran pada siklus I memperoleh nilai rata-rata 64,20 sedangkan siklus II memperoleh nilai 82,47 mengalami peningkatan 18,27 poin. Nilai rata-rata performansi guru pada siklus 8I,17 sedangkan pada siklus II memperoleh nilai 88,73 meningkat 7,56 poin.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Jasman (2013) dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar IPS Pada Materi Perjuangan Melawan Penjajah dan Pergerakan Nasional Indonesia Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe (STAD) Pada Siswa Kelas V SDN Saladang Kecamatan Lampasio”. Dalam penelitian ini menjelaskan bahwa penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS khususnya materi perjuangan melawan penjajah dan pergerakan nasional Indonesia. Hasil pengamatan menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan baik pada aktivitas guru maupun siswa, hasil analisis data menunjukkan ketuntasan klasikal pada siklus I mencapai 70% sedangkan siklus II mencapai 95% dan nilai rata-rata siswa pada siklus I adalah 70,25 sedangkan pada siklus II mencapai 76,75.

Mengacu pada penjelasan di atas dapat dikemukakan bahwa bila penelitian terdahulu membahas tentang model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada mata pelajaran IPA dan IPS (kurikulum KTSP), sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan memfokuskan pada pembelajaran tematik (kurikulum 2013).

F. Kerangka Pikir

Kerangka pikir analisis model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran tematik di Kelas IV SD Muhammadiyah 4 Malang adalah sebagai berikut :

(15)

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Model pembelajaran

kooperatif tipe STAD

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

1. Penyampaian Tujuan dan Motivasi 2. Pembagian Kelompok

3. Presentasi dari Guru

4. Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim) 5. Kuis (Evaluasi)

6. Penghargaan Prestasi Tim

Siswa Pembelajaran di Kelas

Pembelajaran Tematik

Keaktifan & Interaksi Kelompok Meningkat

Prestasi Belajar Meningkat

Efektifitas Pembelajaran Model Kooperatif Tipe STAD Guru

(16)

Keterangan :

Pembelajaran di kelas menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Divisions) yang diterapkan dalam pembelajaran tematik (kurikulum 2013). Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STD ini memiliki 6 langkah pembelajaran yang meliputi: penyampaian tujuan dan motivasi, pembagian kelompok, presentasi dari guru, kegiatan belajar dalam tim (kerja tim), kuis (evaluasi), dan penghargaan prestasi tim. Kegiatan belajar dan mengajar tidak terlepas dari adanya guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik. Pembelajaran ini berpusat pada siswa (student centered) yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. Model pembelajaran tersebut dapat meningkatkan keaktifan dan interaksi kelompok karena sistem pembelajarannya yang menekankan pada kegiatan diskusi dan kegiatan berkelompok dengan anggota yang heterogen. Model pembelajaran tersebut juga dapat meningkatkan prestasi belajar karena di dalam kelompok siswa saling membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru. Oleh karena itu, terjadi efektivitas pembelajaran melalui model kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran tematik.

Gambar

Tabel 2.1 Fase-fase pembelajaran kooperatif tipe STAD
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Model pembelajaran

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas asap cair cangkang buah Hevea braziliensis terhadap aktivitas bakteri Escherichia coli.. Pembuatan dan pemurnian asap

Analisis Data Analisis data dilakukan dengan mengevaluasi dan menilai penggunaan terapi antibiotik profilaksis pada pasien yang dikaji berdasarkan kriteria rasionalitas yaitu

Berdasarkan hasil uji hipotesis satu dan dua maka pembelajaran daring bahasa Jepang berbasis video pada materi kankouchi efektif terhadap peningkatan hasil dan motivasi belajar

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

Dari kedua hadis ini, sangat jelas bisa dipahami bahwa diperbolehkan untuk meniadakan shalat Jumat dan shalat jamaah dengan tujuan menghindari kesulitan keluar

Dan dari 20 responden yang Karakteristik Psikologisnya Kurang, Ternyata 11 (55%) Orang tidak melakukan Aktivitas Seksual. Hasil uji statistik Chi-Square didapatkan

Bedasarkan penelitian ini, digunakan cara pandang Janet Ashead mengenai metode analisis yang terdiri dari empat tataran metode, yaitu (1) Discribing

Katalis logam yang selektif terhadap gugus karbonil C=O seperti Cu, Ni dan Cr [4]. Sedangkan katalis logam yang selektif terhadap ikatan C=C seperti Pt, Rh, dan Rt [5].