BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dituliskan beberapa aspek teoritis berupa definisi, teorema dan sifat-sifat yang berhubungan dengan teori bilangan, integer modulo , aljabar abstrak, masalah logaritma diskret, sistem persamaan linear, dan kompleksitas waktu asimptotik sebagai landasan teori untuk penulisan tugas akhir ini.
2.1 Teori Bilangan
Definisi 2.1.1 Misalkan , integer. membagi (notasi | )jika terdapat integer sedemikian sehingga = .
Definisi 2.1.2 Jika dan adalah integer dengan ≥ 1, maka pembagian oleh menghasilkan integer (hasil pembagian) dan (sisa pembagian) sehingga
= +, dimana 0 ≤ ≤ . Sisa pembagian dinotasikan mod dan hasil pembagian dinotasikan div (Menezes et al. 1997).
Definisi 2.1.3 Suatu integer dikatakan sebagai pembagi bersama dari dan , jika | dan | (Menezes et al. 1997).
Definisi 2.1.4 Suatu integer non-negatif disebut pembagi bersama terbesar (gcd) dari integer dan , dinotasikan = gcd ( , ), jika :
1. adalah pembagi bersama dari dan
2. jika | dan | , maka | (Menezes et al. 1997).
Teorema 2.1.5 (Algoritme Euclidean) Diberikan integer , > 0. Berdasarkan algoritme pembagian, dapat dibentuk barisan persamaan berikut :
= + , 0 < <
= + , 0 < <
= + , 0 < <
⋮
= + , 0 < <
dengan = gcd ( , ), yang merupakan sisa terakhir tak nol dari proses pembagian. Nilai dari dan dari ( , ) = + dapat diperoleh dengan menuliskan setiap sebagai kombinasi linear dari dan (Lestari 2007).
Definisi 2.1.6 Integer dan dikatakan prima relatif atau koprima jika gcd( , ) = 1 (Lestari 2007).
Definisi 2.1.7 (Fungsi-∅ Euler) Untuk ≥ 1, didefinisikan ∅( ) adalah banyaknya integer pada selang [1, ] yang prima relatif dengan . Fungsi ∅ disebut fungsi-∅ Euler (Menezes et al. 1997).
Teorema 2.1.8 (Sifat-sifat fungsi-∅ Euler) 1. Jika prima, maka ∅( ) = − 1.
2. Fungsi-∅ Euler bersifat multiplikatif. Artinya, jika gcd( , ) = 1 maka
∅( ) = ∅( )∅( )
3. Jika = … adalah faktorisasi prima dari , maka
∅( ) = 1 − 1 − ⋯ 1 − (Menezes et al. 1997).
Fakta 2.1.9 (Teorema Dasar Aritmetika) Setiap integer ≥ 2dapat difaktorkan sebagai produk dari kuasa prima yang khas: = … , dimana
adalah bilangan prima yang berbeda dan adalah integer positif (Menezes et al. 1997).
2.2 Integer Modulo
Definisi 2.2.1 (Kongruensi) dan adalah integer. dikatakan kongruen dengan modulo , ditulis ≡ (mod ), jika membagi habis ( − ). Selanjutnya disebut modulus kongruensi (Menezes et al. 1997).
Teorema 2.2.2 (Syarat-syarat Kekongruenan) Untuk semua , , , , ∈ ℤ, hal-hal di bawah ini adalah benar.
1) ≡ (mod )jika dan hanya jika dan mempunyai sisa yang sama jika dibagi dengan .
2) (refleksif) ≡ (mod )
3) (simetri) Jika ≡ (mod )maka ≡ (mod ).
4) (transitif) Jika ≡ (mod )dan ≡ (mod ), maka ≡ (mod ). 5) Jika ≡ (mod ) dan ≡ (mod ), maka + ≡ + (mod )
dan ≡ (mod )(Guritman et al. 2004).
Definisi 2.2.3 Integer modulo , dinotasikan ℤ , adalah himpunan (kelas ekuivalensi) integer {0,1,2, … , − 1} yang dikenai operasi penjumlahan dan perkalian diperlakukan dalam modulo . Untuk , , ∈ ℤ,
+ = ⇔ + ≡ (mod )
= ⇔ ≡ (mod ) (Guritman et al. 2004).
Definisi 2.2.4 (Sistem Residu Lengkap Modulo ) Jika ≡ (mod ), maka disebut residu dari modulo . Selanjutnya himpunan = { , , … , } dinamakan sistem residu lengkap modulo jika untuk setiap integer terdapat satu dan hanya satu sedemikian sehingga ≡ (mod )(Lestari 2007).
Definisi 2.2.5 (Sistem Residu Tereduksi Modulo ) Sistem residu tereduksi modulo adalah himpunan integer , dimanagcd( , ) = 1, ≢ , jika ≠ . Selanjutnya setiap yang prima relatif dengan , kongruen dengan suatu pada himpunan tersebut (Lestari 2007).
Fakta 2.2.6 (Invers) Misalkan ∈ ℤ . memiliki invers jika dan hanya jika gcd( , ) = 1 (Menezes et al. 1997).
Definisi 2.2.7 (Invers Multiplikatif) Misalkan ∈ ℤ , Invers multiplikatif dari modulo adalah suatu integer ∈ ℤ sehingga ≡ 1 (mod ). Faktanya tidak semua anggota ℤ mempunyai invers ( belum tentu ada). Dalam hal yang bersangkutan ada, maka disebut invertibel dan disebut invers dari , dinotasikan = (Guritman et al. 1997).
Definisi 2.2.8 (Pembagian) Misalkan , ∈ ℤ. Pembagian oleh modulo adalah perkalian dengan modulo , yang terdefinisi jika mempunyai invers modulo (Menezes et al. 1997).
Definisi 2.2.9 Grup multiplikatif ℤ adalah ℤ ∗= { ∈ ℤ | gcd( , ) = 1}. Jika bilangan prima, maka ℤ ∗= { |1 ≤ ≤ − 1}(Menezes et al. 1997).
Teorema 2.2.10 (Solusi Persamaan kongruen) Misal = gcd ( , ). Persamaan kongruen ≡ (mod )mempunyai solusi jika dan hanya jika membagi , dalam hal ini terdapat tepat solusi antara 0 dan − 1; solusi ini semua kongruen modulo / (Menezes et al. 1997).
Teorema 2.2.11 (Teorema Sisa Cina) Jika , , … , merupakan integer yang prima relatif satu sama lain, , , … , adalah sembarang integer, maka sistem kongruensi
≡ (mod )
≡ (mod )
≡ (mod )⋮
… … (∗)
mempunyai solusi unik modulo , = … (Menezes et al. 1997).
Algoritme 2.2.12 (Algoritme Gauss’s) Solusi dari sistem kongruensi Teorema 2.2.11 dapat dihitung sebagai =∑ mod , dimana = ⁄ dan
= mod (Menezes et al. 1997).
Teorema 2.2.13 Misalkan ≥ 2adalah integer.
(i) (Teorema Euler) Jika ∈ ℤ∗, maka ∅( )≡ 1(mod ).
(ii) Jika adalah produk bilangan prima berbeda, dan jika ≡ (mod ∅( )), maka ≡ (mod ), untuk semua integer (Menezes et al. 1997).
Teorema 2.2.14 Misalkan prima,
1. (Teorema Fermat) Jika gcd( , ) = 1, maka ≡ 1 (mod ).
2. Jika ≡ (mod − 1), maka ≡ (mod ), untuk semua integer . 3. Untuk setiap integer , ≡ (mod )(Menezes et al. 1997).
2.3 Struktur Aljabar
Definisi 2.3.1 Operasi biner ∗ pada suatu himpunan adalah suatu fungsi dari
× ke , yang membawa setiap ( , ) ∈ × ke ∗ ∈ yang unik. Jadi
( , ) → ∗. Karena ∗ juga berada dalam maka dikatakan tertutup di bawah operasi ∗ (Aliatiningtyas 2002).
Definisi 2.3.2 (Grup) Struktur aljabar dengan operasi biner ∗ disebut grup jika memenuhi aksioma-aksioma berikut ini,
1. operasi ∗ bersifat assosiatif ( ∗ ) ∗ = ∗( ∗ ), ∀ , , ∈.
2. ada unsur identitas ∈ , untuk ∗ pada sehingga berlaku
∗ = ∗ =, ∀ ∈ .
3. untuk setiap ∈ ada unsur ∈ sehingga ∗ = ∗ = (Aliatiningtyas 2002).
Definisi 2.3.3 Grup disebut grup komutatif jika operasi ∗ bersifat komutatif yaitu ∀ , ∈ , ∗ = ∗(Aliatiningtyas 2002).
Definisi 2.3.4 (Grup Hingga dan Order) Suatu grup dikatakan berhingga jika banyaknya unsur berhingga. Banyaknya unsur dari grup hingga dinamakan order dari , dinotasikan ℴ( )(Aliatiningtyas 2002).
Definisi 2.3.5 (Order dari Unsur Grup) Misalkan grup, dan ∈ . Order (notasi ℴ( ))adalah integer positif minimal sehingga = . Jika tidak ada bilangan yang demikian, maka dikatakan order dari tak hingga atau nol (Aliatiningtyas 2002).
Toerema 2.3.6 Berikut ini 3 sifat dasar yang berkaitan dengan pengertian order.
1. Misalkan grup, ∈ dan ℴ( ) = , maka ada tepat kuasa dari yaitu
= , , , … , yang semuanya berbeda.
2. Misalkan grup, ∈ . Jika ℴ( )tak hingga, maka semua kuasa dari berbeda. Artinya, jika dan adalah dua integer yang berbeda, maka
≠ .
3. Misalkan adalah unsur dari grup dan ℴ( ) = . Maka = jika dan hanya jika adalah kelipatan dari ( kelipatan artinya ada integer sehingga = ) (Aliatiningtyas 2002; Guritman 2004).
Definisi 2.3.7 (Subgrup) Misalkan grup dan ⊆ . Maka disebut subgrup dari jika grup dibawah operasi biner yang sama dengan operasi biner pada . (Notasi : ⊴ ) (Aliatiningtyas 2002).
Definisi 2.3.8 (Grup Siklik) Suatu grup dikatakan siklik jika dan hanya jika ada unsur ∈ ( disebut generator) sedemikian sehingga
=〈 〉 = ∈ ℤ}(Guritman 2004).
Teorema 2.3.9 Jika grup berorder , maka adalah siklik jika dan hanya jika ada ∈ sehingga ℴ( ) = (Guritman 2004).
Teorema 2.3.10 (Teorema Lagrange’s) Jika grup hingga dan adalah subgrup , maka order dari membagi order dari (Menezes et al. 1997;
Aliatiningtyas 2002).
Definisi 2.3.11 (Ring) Struktur aljabar 〈 , +,∙〉 dengan operasi + disebut operasi penjumlahan dan operasi ∙ disebut operasi perkalian, disebut ring jika memenuhi aksioma-aksioma berikut ini.
1. 〈 , +〉 grup komutatif.
2. Operasi perkalian bersifat assosiatif.
3. Hukum distributif kiri berlaku : ∀ , , ∈ ,( + ) = + . Hukum distributif kanan berlaku : ∀ , , ∈ ,( + ) = + .
Unsur identitas terhadap + dinotasikan dengan 0 dan disebut unsur nol.
Selanjutnya,
1. Jika operasi perkalian bersifat komutatif, ∀ , ∈ , = maka disebut ring komutatif.
2. Jika ada unsur identitas dibawah operasi perkalian (unsur ini disebut unsur
kesatuan, dinotasikan dengan 1 dan disingkat unkes) ∀ ∈ ,
∃1 ∈ , ∙ 1 = 1 ∙ = maka disebut ring dengan unsur kesatuan (Aliatiningtyas 2002).
Definisi 2.3.12 Misalkan ring. Himpunan bagian dari ring disebut subring dari jika merupakan ring dibawah operasi dalam (Aliatiningtyas 2002).
Definisi 2.3.13 (Ideal) Misal ring, ⊆ , tidak kosong. Himpunan bagian disebut ideal jika memenuhi :
a. , ∈ ⟹ ( − ) ∈.
b. ∈ dan ∈ ⟹ ∈dan ∈ (Aliatiningtyas 2002).
Teorema 2.3.14 (Ideal Utama) Misalkan ring komutatif dengan unsur kesatuan 1 dan ∈ . Suatu himpunan dilambangkan 〈 〉, yang didefinisikan sebagai
〈 〉 = { | ∈ }merupakan ideal. Ideal yang demikian disebut ideal utama yang dibangun oleh (Rosdiana 2009).
Definisi 2.3.15 Misalkan ring, ideal dari , maka koset-koset aditif dari adalah + dengan ∈ . Definisikan / = { + | ∈ }. Operasi penjumlahan dan perkalian didefinisikan :
( + ) + ( + ) = ( + ) +
( + )( + ) = + (Aliatiningtyas 2002).
Teorema 2.3.16〈 / , +,∙〉merupakan ring dan disebut ring faktor dari oleh (Aliatiningtyas 2002).
Definisi 2.3.17 Fungsi dari ring R ke ring R’ disebut homomorfisma jika ∀a,b
∈ R, berlaku
(a + b) = (a) + (b) (ab) = (a) (b)
Kernel = { x ∈ R | (x) = 0’}, 0’ unsur nol dari ’. Jika ada homomorfisma yang bijektif dari R ke R’, maka dikatakan R isomorfik dengan R’, dinotasikan : R
≃ R’ (Aliatiningtyas 2002).
Teorema 2.3.18 Misalkan θ: R → R’ adalah homomorfisma ring. Maka 1. θ(R) subring dari R’
2. Ker θ adalah ideal dari R
3. Jika N ideal dari R, maka θ(N) juga ideal dari R’ (Aliatiningtyas 2002).
Definisi 2.3.19 (Polinomial) Jika ring komutatif, maka polinomial dengan parameter atas diekspresikan dalam bentuk :
dimana ∈ dan ≥ 0. disebut koefisien dari dalam ( ). Integer terbesar pada ≠ 0 disebut derajad ( ), dinotasikan deg ( )dan disebut koefisien utama (leading coeffisien) dari ( ). Jika ( ) = (polinomial konstan) dan ≠ 0, maka ( )mempunyai derajad 0. Jika semua koefisien ( )adalah 0, maka ( )disebut polinomial nol dan derajadnya dinotasikan −∞.
Polinomial ( ) dikatakan monik jika koefisien utamanya 1 (Menezes et al. 1997).
Definisi 2.3.20ℤ [x] adalah himpunan semua polinomial dalam peubah x dengan koefisien dalam ring ℤ merupakan sebuah ring di bawah operasi penjumlahan dan perkalian polinomial (Fraleigh 2000).
Definisi 2.3.21 (Polinomial Irredusibel) Misal ( ) ∈ ℤ[ ]adalah polinomial berderajad paling kecil 1. ( )dikatakan irredusibel atas ℤ jika f(x) tidak dapat dinyatakan sebagai produk dari dua polinomial berderajad lebih kecil dari f(x)
dalam ℤ [ ]. Dan dikatakan redusibel jika faktorisasinya ada (Menezes et al. 1997).
Definisi 2.3.22 Misal polinomial tak-nol ( ), ℎ( ) ∈ ℤ [ ]. Maka dari ( ) dan ℎ( ), dinotasikan gcd ( ( ), ℎ( )), adalah polinomial monik berderajad terbesar dalam ℤ [ ]yang membagi ( )dan ℎ( )(Menezes et al.
1997).
Teorema 2.3.23 (Teorema Faktor) Jika ℤ adalah ring komutatif dengan unsur kesatuan dan ( ) ∈ ℤ[ ] berderajad ≥ 1, maka ( ) = 0 jika dan hanya jika
− adalah faktor dari ( )(Michaels 2000).
Definisi 2.3.24 (Field) Suatu ring yang komutatif, ada unkes dan setiap unsur tak nolnya mempunyai invers (multiplikatif) disebut lapangan (field) (Aliatiningtyas 2002).
Definisi 2.3.25 (Subfield) Jika field memuat field (sedemikian sehingga operasi penjumlahan dan perkalian di sama dengan di ), maka disebut subfield dari , dan disebut perluasan field dari (Pretzel 1992).
Definisi 2.3.26 (Finite Field) Suatu field dikatakan berhingga (finite field) jika himpunannya memiliki banyak elemen yang berhingga. Order adalah banyaknya anggota (Menezes et al. 1997).
Teorema 2.3.27 Eksistensi dan kekhasan finite field.
1. Jika F adalah finite field maka F terdiri dari unsur dengan p prima dan ≥ 1.
2. Untuk setiap prima berorder pm, ada finite field yang khas berorder pm. Field ini dinotasikan dengan GF(pm) (Menezes et al. 1997).
Teorema 2.3.28 Misal bilangan prima. Himpunan integer modulo berbentuk field berorder dinotasikan dengan ( )atau ℤ (Rosdiana 2009).
Teorema 2.3.29 Unsur tak-nol ( ) membentuk sebuah grup di bawah operasi perkalian disebut grup perkalian dari ( ), dinotasikan dengan
( ) ∗(Menezes et al. 1997).
Teorema 2.3.30 ( )∗ adalah grup siklik yang berorder − 1 dan berlaku
= , untuk setiap ∈ ( ) (Menezes et al. 1997).
Teorema 2.3.31 Finite field ( ) adalah perluasan field ℤ berderajad , dan setiap elemen ( ) adalah akar polinomial − atas ℤ (Saeki 1997).
Teorema 2.3.32 Misalkan ℤ adalah field dan misalkan ( )adalah polinomial tak-konstan di ℤ [ ]. Maka ada perluasan field dari ℤ dan ada ∈ sedemikian sehingga ( ) = 0 (Fraleigh 2000).
Definisi 2.3.33 adalah perluasan field ℤ . ∈ disebut algebraic atas ℤ jika ( ) = 0 untuk beberapa polinomial tak-nol ( ) ∈ ℤ[ ]. Jika tidak algebraic atas ℤ , maka transcendental atas ℤ (Fraleigh 2000).
Teorema 2.3.34 Misal ( ) ∈ ℤ[ ]adalah polinomial irredusibel berderajad .
Definisi 2.3.35 Suatu polinomial irredusibel ( ) ∈ ℤ[ ]berderajad disebut polinomial primitif jika adalah generator dari ( )∗(Menezes et al. 1997).
Definisi 2.3.36 Misal E perluasan field dari field ℤ dan c ∈ E algebraic atas ℤ . Polinomial irreducible untuk c atas ℤ dari polinomial monik ( ) dinotasikan dengan irr(c, ℤ ) dan derajad dari polinomial irreducible untuk c atas ℤ dinotasikan dengan deg(c, ℤ ) (Rosdiana 2009).
Teorema 2.3.37 Misal = ℤ ( ) dengan ∈ algebraic atas ℤ , dan deg , ℤ = , ≥ 1. Setiap unsur dari = ℤ ( )dapat dinyatakan secara unik dalam bentuk = + + ⋯ + , dimana ∈ ℤ (Rosdiana 2009).
Teorema 2.3.38 Diberikan polinomial irredusibel ( ) ∈ ℤ [ ] berderajad dan ( ) = 0, ( ) ≅ ℤ [ ]/〈 ( )〉 ≅ ℤ ( ) ≅ { +
⋯ + + | ∈ ℤ untuk semua }(Michaels 2000).
Definisi 2.3.39 (Ruang Vektor) Misal di bawah operasi penjumlahan abelian grup, field. Pada V didefinisikan aturan penjumlahan dan aturan perkalian skalar. disebut ruang vektor atas jika memenuhi aksioma berikut.
1. Untuk setiap ∈ dan setiap ⃗ ∈ terdapat tunggal ⃗ ∈ sehingga tertutup terhadap perkalian : ⃗ =⃗.
2. Untuk setiap ∈ dan setiap ⃗,⃗ ∈ , ⃗ +⃗ = ⃗ +⃗.
3. Untuk setiap , ∈ dan setiap ⃗ ∈ , ( + ) ⃗ = ⃗ +. ⃗ 4. Untuk setiap , ∈ dan setiap ⃗ ∈ , ( ) ⃗ = ( ⃗).
5. Untuk setiap ⃗ ∈ , 1 ⃗ = ⃗; 1 unsur identitas di 〈 ,∙〉 (Rosdiana 2009).
Definisi 2.3.40 Misalkan V adalah ruang vektor atas skalar , dan misalkan A = {v1, v2, ..., vn} adalah himpunan yang terdiri atas n vektor dalam V. A disebut bebas linear jika
(∑ cn i
i vi = 0) ⇒ (∀i ∈ I = {1,2,…,n} ci = 0).
Ingkarannya, A disebut terpaut linear jika
(∑ cn v = 0) ∧ ∃j ∈ I = {1,2,…,n} c ≠ 0 (Guritman 2005).
Definisi 2.3.41 Misalkan V adalah ruang vektor atas , dan = { , , … , } adalah himpunan berhingga vektor-vektor di dalam V. Untuk menyatakan bahwa V adalah ruang yang direntang oleh vektor-vektor pada himpunan B dituliskan
=〈 〉. Artinya ∀ ∈ , =∑ , adalah integer.
Definisi 2.3.42 Misalkan V adalah ruang vektor atas , dan B adalah himpunan berhingga vektor-vektor di dalam V. Dikatakan B adalah basis untuk V jika B bebas linear dan V=〈B〉 (Guritman 2005).
Teorema 2.3.43 Misal perluasan field dari field ℤ dan ∈ algebraic atas ℤ . Jika deg , ℤ = , maka ℤ ( )ruang vektor atas ℤ berdimensi- dengan basis{1, , , … , } (Rosdiana 2009).
2.4 Masalah Logaritma Diskret
Definisi 2.4.1 (Logaritma Diskret) Misalkan grup siklik berorder . generator , dan ∈ . Logaritma diskret dengan basis , dinotasikan log , adalah integer unik , 0 ≤ ≤ − 1, sedemikian hingga = (Menezes et al. 1997).
Teorema 2.4.2 Misalkan generator grup siklik berorder , dan , ∈ . Misal adalah sebuah integer. Maka log ( ) =(log + log )mod , dan log ( ) = log mod (Menezes et al. 1997).
Definisi 2.4.3 (Masalah Logaritma Diskret) Diberikan bilangan prima , generator dari ℤ ∗, dan ∈ ℤ∗. Masalah logaritma diskret adalah menentukan , 0 ≤ ≤ − 2sehingga ≡ (mod )(Menezes et al. 1997).
Definisi 2.4.4 (Masalah Logaritma Diskret diperumum) Diberikan grup siklik berorder , generator , dan ∈ . Masalah logaritma diskret adalah menentukan , 0 ≤ ≤ − 1, sehingga = (Menezes et al. 1997).
Lemma 2.4.5 Jika order dari modulo adalah , maka 1, , , … , saling tidak kongruen modulo (Lestari 2007).
Teorema 2.4.6 Misalkan generator dari ℤ ∗, maka untuk setiap ∈ ℤ∗ terdapat integer yang khas pada rentang 0 ≤ ≤ ∅( ) − 1 sedemikian sehingga ≡ (mod )(Lestari 2007).
Teorema 2.4.7 Setiap unsur ∈ (), prima, memenuhi = atau ekivalen dengan akar dari persamaan = sehingga − =∏ ∈( − ) (Rosdiana 2009).
Lemma 2.4.8 Andaikan adalah himpunan hingga dan diketahui ada fungsi : → . Dipilih ∈ untuk membangkitkan barisan , , , …, dengan menggunakan iterasi = ( ) untuk ≥ 0. Ada , ∈ sehingga = untuk ≠ dan ada > 0 sehingga = . Jika barisan , , , … dibangkitkan oleh = menggunakan iterasi = ( ( )) untuk ≥ 0 maka hasilnya akan sama dengan barisan , , , … (Safaat 2007).
Lemma 2.4.9 Andaikan bahwa 1 ≤ ≤ , dan bilangan-bilangan , , … , bebas dipilih dari himpunan {1, 2, …, }. Peluang bahwa setiap bilangan berbeda adalah 1 − 1 − … 1 − (Safaat 2007).
2.5 Sistem Persamaan Linear
Definisi 2.5.1 Suatu persamaan linear dalam peubah (variabel) adalah persamaan dengan bentuk
+ + ⋯ + =
dimana , , …, dan adalah bilangan-bilangan real dan , , …, adalah peubah. Dengan demikian maka suatu sistem linear dari persamaan dalam peubah adalah satu sistem berbentuk :
+ + ⋯ + =
+ + ⋯ + =
⋮
+ + ⋯ + =
dimana dan semuanya adalah bilangan-bilangan real (Leon 1998).
Definisi 2.5.2 Suatu sistem persamaan linear dikatakan homogen jika konstanta- konstanta di ruas kanan semuanya nol. Sistem-sistem homogen selalu konsisten (Leon 1998).
Teorema 2.5.3 Sistem persamaan linear homogen × memiliki penyelesaian taktrivial jika > (Leon 1998).
2.6 Algoritme Berlekamp’s Q-matrix
Algoritme 2.6.1 Algoritme Berlekamp’s Q-Matrix
Input : Polinomial monik bebas kuadrat ( )berderajad dalam [ ].
Output : Faktorisasi ( )dalam polinomial irredusibel monik.
1. Untuk setiap , 0 ≤ ≤ − 1, hitung polinomial mod ( ) =
∑ , ∈ .
2. Bentuk matriks ×
3. Tentukan basis , , … , untuk ruang null pada matriks ( − ), dengan matriks identitas × . Banyaknya faktor irredusibel pada ( )adalah . 4. ← { ( )}.
5. Untuk 1 ≤ ≤ , lakukan langkah berikut :
5.1 Untuk setiap polinomial ℎ( ) ∈ , degℎ( ) > 1, lakukan langkah berikut Hitung gcd (ℎ( ), ( ) − ), untuk setiap ∈ , dan ganti ℎ( )pada
dengan semua polinomial hasil perhitungan gcd yang berderajad ≥ 1.
6. Hasilnya adalah polinomial-polinomial F yang berupa faktor-faktor irredusibel ( )(Menezes et al. 1997).
2.7 Kompleksitas Waktu Asimptotik
Algoritme aritmetik yang dihasilkan dalam penelitian ini akan dianalisis dari segi fungsi kompleksitas waktu (time-complexity function), yaitu sebagai fungsi untuk mengukur banyaknya operasi dalam suatu algoritme yang mempunyai variabel input . Yang dimaksud dengan banyaknya operasi adalah banyaknya operasi dasar (jumlah, kurang, kali dan bagi) ditambahkan dengan
untuk mengetahui kinerja algoritme. Kinerja algoritme akan tampak untuk besar, bukan pada kecil.
Langkah pertama dalam pengukuran kinerja algoritme adalah membuat makna sebanding. Gagasannya adalah dengan menghilangkan faktor koefisien di dalam ekspresi ( ). Sebagai contoh, andaikan bahwa kompleksitas waktu terburuk dari sebuah algoritme adalah ( ) = 2 + 6 + 1. Untuk besar, pertumbuhan ( )sebanding dengan 2 , suku 6 + 1 menjadi tidak berarti dibandingkan 2 . Suku-suku yang tidak mendominasi perhitungan pada rumus ( )dapat diabaikan, sehingga kompleksitas waktu ( )adalah (dengan mengabaikan koefisien 2), ditulis ( ) = ( ).
Definisi 2.7.1 ( ) = ( ( )) (dibaca ” ( )adalah ( ( ))” artinya ( ) berorder paling besar ( )) bila terdapat konstanta C dan sedemikian sehingga
( ) ≤ (( )), untuk ≥ (Munir 2001).
Teorema 2.7.2 Bila ( ) = + + ⋯ + + adalah
polinom derajad maka ( ) = ( ) (Munir 2001).
Setelah mendefinisikan fungsi ( )untuk suatu algoritme, kemudian dengan Tabel Oh-Besar (Menezes et al. 1997) kita tentukan order dari sebagai ukuran efisiensi algoritme yang bersangkutan.
Dalam tabel berikut diberikan beberapa bentuk Oh-Besar yang sering muncul dalam aplikasi analisis algoritme (Guritman 2004). Urutan batasan lebih baik disusun dari atas ke bawah.
Tabel 2.7.1 Oh-Besar
Bentuk Oh-Besar Nama
O(1) konstan
O(log2n) logaritmik
O(n) linear
O(n log2n) n log2n
O(n2) kuadratik
O(n3) kubik
O(nm), m = 0, 1, 2, ... polinomial O(cn), c > 1 eksponensial
O(n!) faktorial