• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK

ABDOMINAL PUYUH JANTAN

EFFECT OF PROTEIN LEVEL IN THE DIET ON SLAUGHTER WEIGHT, CARCASS AND ABDOMINAL FAT

PERCENTAGE OF MALE QUAILS

Disa Sakina Ahdanisa*, Endang Sujana**, dan Siti Wahyuni H.S**

Universitas Padjadjaran

*Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2014

**Dosen Fakultas Peternakan Unpad Email: kaka.sakina@gmail.com

Abstrak

Penelitian dengan judul Pengaruh Tingkat Protein Ransum Terhadap Bobot Potong, Persentase Karkas dan Lemak Abdominal Puyuh Jantan telah dilaksanakan selama lima minggu, sejak bulan Agustus sampai dengan September 2014 di Pusat Pembibitan Puyuh, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat protein yang menghasilkan bobot potong dan persentase karkas tinggi serta lemak abdominal rendah. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan P1 = (Protein 18%, ME 2800 kkal/kg), P2 = (Protein 20%, ME 2800 kkal/kg), P3 = (Protein 22%, ME 2800 kkal/kg dan P4 = (Protein 24%, ME 2800 kkal/kg) setiap perlakuan diulang lima kali. Data hasil penelitian dianalisis ragam dan perbedaan antar perlakuan diuji dengan uji jarak berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat protein ransum berpengaruh terhadap bobot potong dan persentase karkas, namun tidak berpengaruh terhadap persentase lemak abdominal puyuh jantan. Tingkat protein ransum 22% menghasilkan produktivitas puyuh jantan yang optimal.

Kata kunci: protein, bobot potong, persentase karkas, lemak abdominal, puyuh jantan.

Abstract

A research entittled Effect of Protein Level in the Diet on Slaughter Weight, Carcass and Abdominal Fat Percentage of Male Qualis has been conducted for five weeks at Quails Breeding Center, from August to September 2014, Faculty of Animal Husbandry, Padjadjaran University. Aim of the research was to find out the effect of protein level on slaughter weight, carcass and abdominal fat percentage of male quails. This research used completely randomized design (CRD) there were four treatments: P1 = (protein 18% ME 2800 kkal/kg), P2 = (protein 20% ME 2800 kkal/kg), P3 = (protein 22% ME 2800 kkal/kg), P4 = (protein 24% ME 2800 kkal/kg) each treatment was replicated five times. Observed data were variance analyzed followed by Duncan’s Multiple Range Test. The result showed that protein level significantly affected (P<0,05) slaughter weight and carcass percentage, but has no effect on abdominal fat percentage of male quails. Dietary protein level of 22% produces optimal productivity male quails.

Keywords: protein, slaughter weight, carcass percentage, abdominal fat, male quail.

(2)

2 PENDAHULUAN

Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) telah lama dibudidayakan sebagai penghasil telur dan daging. Puyuh yang biasa dibudidayakan berjenis kelamin betina untuk menghasilkan telur, sedangkan puyuh jantan yang tidak digunakan sebagai pejantan dapat dimanfaatkan sebagai sumber daging. Puyuh jantan masih kurang mendapatkan perhatian karena beternak puyuh masih dititikberatkan pada puyuh petelur, padahal daging puyuh sudah merupakan komoditas yang disukai oleh masyarakat.

Puyuh yang digunakan sebagai pedaging biasanya berupa puyuh jantan dan puyuh betina atau puyuh yang sudah tidak berproduksi, sehingga kualitas dagingnya rendah.

Sebagian puyuh jantan sengaja dipotong karena bila diternakan hanya menghabiskan pakan sehingga meningkatkan biaya pemeliharaan.

Puyuh yang dipanen pada umur muda, akan menghasilkan mutu daging yang lebih baik dan dagingnya empuk karena perbedaan umur potong puyuh akan terkait dengan tinggi dan rendahnya bobot potong. Oleh karena itu ransum yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan akan proteinnya agar menghasilkan bobot potong dan persentase karkas tinggi serta lemak abdominal rendah.

Ternak yang mengkonsumsi ransum dengan kandungan protein yang kurang sesuai dengan kebutuhannya menyebabkan pertumbuhan berjalan lambat dan produksi yang dihasilkan menjadi rendah. Cara untuk mengatasinya perlu ditunjang dengan pemberian protein yang tepat kedalam ransum.

Informasi mengenai tingkat protein dalam ransum yang sesuai untuk puyuh jantan masih terbatas, maka perlu dilakukan penelitian agar didapatkan standar kebutuhan protein optimal untuk mendapatkan bobot potong dan persentase karkas yang tinggi serta lemak abdominal rendah.

Atas dasar pemikiran di atas maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat protein dalam ransum terhadap bobot potong, persentase karkas, dan lemak abdominal puyuh jantan serta untuk mengetahui tingkat protein dalam ransum yang menghasilkan bobot potong dan persentase karkas tinggi namun lemak abdominal rendah.

(3)

3 BAHAN DAN METODE

Ternak Percobaan

Menggunakan puyuh jantan yang dipelihara pada umur 3-8 minggu sebanyak 100 ekor. Puyuh dialokasikan dalam 4 perlakuan ransum yang diulang 5 kali, masing-masing unit percobaan adalah lima ekor puyuh jantan.

Kandang dan Perlengkapan

Kandang yang digunakan adalah kandang baterai koloni, yang mana kandang dibagi menjadi 20 unit dan masing-masing kandang berisi lima ekor. Kandang berukuran 30 x 60 x 30 cm, setiap kandang masing-masing dilengkapi dengan satu buah tempat ransum dan tempat air minum.

Peralatan Percobaan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tempat ransum.

2. Tempat air minum.

3. Lampu pijar 40 watt.

4. Timbangan analitik.

5. Peralatan sanitasi dan fumigasi kandang.

6. Peralatan kebersihan kandang.

7. Peralatan kesehatan dan vaksinasi.

8. Pisau untuk memotong puyuh.

9. Alat tulis.

Ransum Percobaan

Ransum percobaan terdiri atas jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, dedak halus, premiks dan grit, dengan berbagai tingkat protein ransum. Perlakuan yang diberikan terdiri atas P1 (Tingkat Protein 18%, ME 2800 kkal/kg); P2 (Tingkat Protein 20%, ME 2800 kkal/kg); P3 (Tingkat Protein 22%, ME 2800 kkal/kg); P4 (Tingkat Protein 24%, ME 2800 kkal/kg).

(4)

4 Tabel 1. Susunan Ransum Penelitian

Bahan Pakan Ransum Perlakuan

P1 P2 P3 P4

………...…%………...………...

Jagung 50,00 44,10 44,60 41,1

Bungkil kedelai 18,00 20,80 25,00 28,7

Tepung ikan 3,50 5,50 6,90 8,50

Dedak halus 28,20 29,40 23,20 21,5

Premiks 0,05 0,05 0,05 0,05

Grit 0,25 0,25 0,25 0,25

Jumlah 100 100,1 100 100,1

Tabel 2. Kandungan Zat-zat Makanan dan Energi Metabolis Ransum Penelitian

Zat Makanan P1 P2 P3 P4 Kebutuhan

Nutrisi Puyuh Jantan

………%…...……...

Protein Kasar 18,00 20,02 22,00 24,02 20-24*

Calsium 0,48 0,57 0,65 0,74 0,65*#

Phosfor 1,00 0,74 0,70 0,72 0,65-1*#

Lisin 0,80 0,92 1,10 1,26 0,7-1.4*#

Metionin 0,30 0,30 0,35 0,39 0,35*#

Serat Kasar 6,00 5,75 5,27 5,23 6,5*#

Lemak Kasar 6,10 6,28 5,67 5,51 7*#

EM (Kkal/kg) Imbangan EM- Protein

2845 156

2801,57 140

2825,94 127

2808,67 116

*2600-2800

Sumber: Hasil perhitungan berdasarkan tabel 1

* : NRC, 1994

*# : Pratiwi, 1984 Tahap Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan selama 5 minggu. Sebelum pemeliharaan, dilakukan persiapan pemeliharaan, yaitu persiapakan kandang, ternak, dan ransum. Pemberian ransum dan air minum ad libitum. Keadaan ransum dan air minum rutin diperiksa setiap hari. Ransum diberikan 2 kali setiap hari secara bertahap pagi dan sore hari, air minum selalu diberikan dalam keadaan bersih dan segar.

(5)

5 Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot potong, persentase karkas, dan lemak abdominal menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Analisis perlakuan menggunakan analisis ragam dan dilakukan uji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Tingkat Protein dalam Ransum Terhadap Bobot Potong

Rata-rata bobot potong yang dianalisis dengan menggunakan analisis ragam disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Bobot Potong Puyuh Jantan Pada Umur 8 Minggu

Ulangan Perlakuan

Total

P1 P2 P3 P4

...(gram)...

1 109,3 114,7 117,8 119,7

2 109,4 115,1 118,3 121,8

3 109,7 114,3 117,5 123,1

4 112,9 116,6 119,6 121,2

5 109,1 114,2 117,7 121,5

Jumlah 550,4 574,9 590,9 607,2 2323,4 Rata-rata 110,08 114,98 118,2 121,44

Keterangan : P1 : Protein 18%, ME 2800 kkal/kg P2 : Protein 20%, ME 2800 kkal/kg P3 : Protein 22%, ME 2800 kkal/kg P4 : Protein 24%, ME 2800 kkal/kg

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tingkat protein dalam ransum berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot potong puyuh jantan. Perbedaan antar perlakuan diuji dengan Uji Jarak berganda Duncan seperti yang terlihat pada Tabel 4.

(6)

6 Tabel 4. Uji Jarak Berganda Duncan Bobot Potong Puyuh Jantan

Perlakuan Rata-rata Bobot Potong (gram) Signifikasi

P1 110,08 a

P2 114,98 b

P3 118,20 c

P4 121,44 c

Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan terlihat bahwa bobot potong puyuh jantan yang mendapat perlakuan P3 dan P4 tidak berbeda nyata, namun nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada yang mendapat perlakuan P1 dan P2, bobot potong puyuh jantan yang mendapat perlakuan P2 nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada yang mendapat perlakuan P1.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa peningkatan kandungan protein ransum dari 18%

sampai 22% nyata meningkatkan bobot potong, peningkatan kandungan protein ransum dari 22% menjadi 24% tidak lagi berpengaruh terhadap bobot potong seperti nampak pada Tabel 4.

Peningkatan kandungan protein ransum dari 18% sampai 22% berpengaruh terhadap bobot potong, hal ini sejalan dengan rekomendasi NRC, (1994) bahwa puyuh pada umur 3 – di atas 5 minggu membutuhkan protein 22%. Kandungan protein yang terdapat dalam ransum harus sesuai dengan kebutuhan puyuh jantan untuk mendapatkan bobot potong yang optimal, karena tingkat protein dalam ransum merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi bobot potong.

Peningkatan kandungan protein ransum dari 22% menjadi 24% tidak berpengaruh terhadap bobot potong, hal ini disebabkan karena kandungan protein sebesar 22% sudah memenuhi bobot puyuh untuk menghasilkan pertumbuhan yang maksimal. Apabila protein ditingkatkan lagi maka akan berlebih sehingga kelebihannya dibuang lewat urine dan tidak lagi digunakan untuk pertumbuhan.

(7)

7 Pengaruh Tingkat Protein dalam Ransum terhadap Persentase Karkas

Rata-rata persentase karkas yang dianalisis dengan menggunakan analisis ragam disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Persentase KarkasPuyuh Jantan Pada Umur 8 Minggu

Ulangan Perlakuan

Total

P1 P2 P3 P4

...(%)...

1 67,89 66,75 71,05 71,93

2 67,73 70,29 71,85 71,62

3 68,82 69,20 71,06 73,11

4 69,71 70,50 71,65 71,57

5 67,09 70,40 71,62 71,11

Jumlah 341,24 347,14 357,23 359,34 1404,95

Rata-rata 68,25 69,43 71,45 72,07

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tingkat protein dalam ransum berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap persentase karkas puyuh jantan. Perbedaan antar perlakuan diuji dengan Uji Jarak berganda Duncan seperti yang terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Uji Jarak Berganda Duncan Persentase Karkas Puyuh Jantan Perlakuan Persentase Karkas (%) Signifikasi

P1 68,25 a

P2 69,43 ab

P3 71,45 bc

P4 72,07 bc

Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan terlihat bahwa persentase karkas puyuh jantan yang mendapat perlakuan P1 menghasilkan persentase karkas yang tidak berbeda nyata dengan P2 dan persentase karkas puyuh jantan yang mendapat perlakuan P2 tidak berbeda nyata dengan P3 dan P4, namun P3 dan P4 menghasilkan persentase karkas yang nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada P1. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa persentase karkas puyuh jantan meningkat pada peningkatan kandungan protein ransum sebesar 4% (18%

(8)

8 menjadi 22%), namun peningkatan kandungan protein di atas 20% tidak lagi berpengaruh terhadap persentase karkas.

Peningkatan kandungan protein ransum sebesar 4% (18% menjadi 22%) berpengaruh terhadap persentase karkas hal ini disebabkan karena bobot potong yang berbeda nyata antara P1 dengan P3. Perbedaan protein 4% berpengaruh pada pembentukan otot terutama otot dada dan paha yang bagian tersebut merupakan proporsi yang besar pada karkas. Ransum yang memiliki kandungan tingkat protein yang tepat dan seimbang akan menghasilkan persentase karkas yang optimal karena tingkat protein dalam ransum yang tepat akan mudah dicerna dan diserap dengan baik oleh tubuh ternak.

Peningkatan kandungan protein ransum di atas 20% tidak lagi berpengaruh terhadap persentase karkas, hal ini disebabkan oleh proporsi tubuh ternak yang tetap karena peningkatan bobot tubuh sejalan dengan peningkatan karkas, genetik dan jenis kelamin puyuh serta umur bobot potong yang sama, sehingga kemampuan puyuh dalam mencerna ransum hampir sama. Persentase karkas dipengaruhi oleh laju pertumbuhan ternak. Laju pertumbuhan ternak ditunjukkan oleh bobot badan yang mempengaruhi bobot potong, hal ini sesuai dengan pendapat Hardjasworo (1987) bahwa bobot potong mempunyai pengaruh besar terhadap produksi karkas, meskipun hal ini tergantung pada bangsa, jenis kelamin dan makannya.

Keseimbangan kandungan protein dalam ransum sangat diperlukan untuk memperoleh produksi daging yang baik, puyuh yang mengkonsumsi ransum dengan kandungan protein yang sesuai dengan kebutuhannya akan menghasilkan daging yang optimal. Berdasarkan pendapat Resnawati (2002) bahwa perbandingan bobot karkas terhadap bobot hidup digunakan sebagai ukuran produksi daging, hal ini berpengaruh karena bobot karkas dan bobot hidup merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persentase karkas.

Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Lemak Abdominal

Rata-rata persentase lemak abdominal yang dianalisis dengan menggunakan analisis ragam disajikan pada Tabel 7.

(9)

9 Tabel 7. Persentase Lemak Abdominal Puyuh Jantan Pada Umur 8 Minggu

Ulangan Perlakuan

Total

P1 P2 P3 P4

...(%)...

1 0,09 0,09 0,08 0,08

2 0,18 0,09 0,59 0,49

3 0,36 0,20 0,17 0,08

4 0,53 0,26 0,50 0,25

5 0,09 0,34 0,17 0,08

Jumlah 1,25 0,98 1,51 0,98 4,72

Rata-rata 0,25 0,20 0,30 0,20

Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa pengaruh tingkat protein dalam ransum tidak berbeda nyata (P˃0,05) terhadap persentase lemak abdominal puyuh jantan, hal ini disebabkan oleh kandungan energi dalam ransum yang sama dan pemotongan pada umur yang sama sehingga menghasilkan persentase lemak abdominal yang relatif sama, hal ini sejalan dengan pendapat Al-Sultan (2003).

Berdasarkan pendapat Wahyono (2012) bahwa penimbunan lemak abdominal dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu lingkungan, tingkat energi dalam ransum, umur dan jenis kelamin, serta kandungan lemak abdominal akan meningkat sejalan dengan bertambahnya bobot badan dan umur ternak.

Pemberian energi dalam ransum yang sesuai dengan kebutuhan akan menghasilkan persentase lemak abdominal yang rendah karena energi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persentase karkas lemak abdominal. Energi yang diberikan pada setiap perlakuan sama yaitu 2800 kkal/kg, sedangkan berdasarkan pendapat Listyowati dan Roospitasari (2001) bahwa puyuh yang berumur 3-5 minggu dan di atas 5 minggu membutuhkan energi sebesar 2600 kkal/kg.

Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat protein dalam ransum tidak berpengaruh terhadap persentase lemak abdominal puyuh jantan karena kandungan energy dalam ransum yang sama serta tingkat protein yang berbeda pada setiap perlakuan. Kualitas karkas yang baik adalah yang mengandung kadar lemak sedikit, dengan demikian perlakuan yang memberikan persentase lemak abdominal paling sedikit akan lebih baik terhadap kualitas karkas yang dihasilkan.

(10)

10 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Tingkat protein ransum berpengaruh terhadap bobot potong dan persentase karkas, namun tidak berpengaruh terhadap persentase lemak abdominal. Ransum yang mengandung protein 22 persen menghasilkan produktivitas puyuh jantan yang optimal.

Saran

Puyuh jantan fase pertumbuhan sebaiknya diberi ransum dengan kandungan protein 22 persen dan energi metabolis 2800 kkal/kg untuk menghasilkan produktivitas yang optimal.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing, Endang Sujana S.Pt, MP dan Dr. Ir. Hj. Siti Wahyuni H. S, MS., dan. yang telah memfasilitasi penelitian ini melalui Program Ipteks bagi Inovasi dan Kreativitas Kampus (Ib – IKK), yang berjudul Model Breeding Center Puyuh Petelur yang diketuai Endang Sujana, S.Pt., MP.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada para pembahas Dr. Ir. Wiwin Tanwiriah, MP., Dr. Ir. Abun, MP., dan Dr. Ir. Hj. Elvia Hernawan, MS. yang telah memberikan masukan kepada penulis, serta seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran atas segala perhatian dan bantuan selama menempuh pendidikan disini.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Sultan, S. 2003. The Effect of Curcuma Longa (Tumeric) On Overall Performance of Broiler Chickens. International Journal of Poultry Science.

Hardjasworo, P.S., 1987. Beternak Puyuh. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Listiyowati, E dan Roospitasari, K., 2001. Puyuh : Tata laksana Budi Daya Secara Komersial.

Penebar Swadaya, Jakarta. Hal 89

National Research Council (NRC). 1994. Nutrient Requirement of Poultry. National Academy Press,Washington, D.C.

Resnawati, H. 2002. Bobot potong, karkas, lemak abdomen, dan daging dada ayam pedaging yang diberi ransum dengan menggunakan tepung cacing tanah. Balai Penelitian Ternak Bogor.

Wahyono, F. dkk. 2012. Pemberian Orok Orok (Crotalaria usaramoensis) Pada Ransum Burung Puyuh Periode Layer Terhadap Lemak Abdominal dan Lemak Telur. Jurnal.

Vol. 1. No. 1.

(11)

11

Referensi

Dokumen terkait

Variasi sapaan pedagang buah-buahan di pasar tradisional, Bangkalan, Madura terjadi secara alamiah saat tawar-menawar. Penelitian ini mendeskripsikan variasi

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, terdapat beberapa saran untuk oerbaikan kedepannya sebagai berikut : (1) Guru hendaknya mampu mengelola kelas

[r]

PENGARUH ATRIBUT KUALITAS, HARGA, DESAIN DAN PELAYANAN SEPEDA MOTOR HONDA TERHADAP KEPUTUSAN

Metode penelitian yaitu dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu mengkaji berbagai norma-norma aturan atau peraturan perundang-undangan yang

IV Program Peningkatan Pengembangan Sistim Tersusunnya laporan2 pelak pelaporan capaian kinerja dan keuangan sanaan keg.scr periodik 14 Kegiatan penyusunan laporan capaian kinerja

Ingatlah bahwa waktu melakukan partisi yang kedua pada proses instalasi Windows XP, di mana sistem secara otomatis memberikan Drive E untuk partisi kedua, kita menginginkan