BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI MEMORANDUM OF UNDERSTANDING
2.1 Memorandum Of Understanding
2.1.1 Pengertian Memorandum Of Understanding
Istilah memorandum of understanding berasal dari dua kata, yaitu memorandum dan understanding. Secara gramatikal, memorandum of understanding diartikan sebagai nota kesepahaman. Dalam Black’s Law Dictionary, yang dimaksud memorandum adalah: “Is to serve as the basic of future formal contract or deed”, Yang artinya adalah dasar untuk memulai penyusunan kontrak atau akta secara formal pada masa datang.
Dan yang dimaksud dengan understanding adalah: “An implied agreement resulting from the express term of another agreement, wheter written or oral”, Yang artinya adalah pernyataan persetujuan secara tidak langsung terhadap hubungannya dengan persetujuan lain, baik secara lisan maupun tertulis.
Dari terjemahan kedua kata tersebut, dapat dirumuskan pengertian:
“Memorandum of understanding adalah dasar penyusunan kontrak pada masa datang yang didasarkan pada hasil permufakatan para pihak, baik secara tertulis maupun lisan”.
1Munir Fuady mengartikan memorandum of understanding sebgai berikut :
1 Salim H.S. 2007. Perancangan Kontrak & Memorandum of understanding, Sinar Grafika, Jakarta, h. 46.
“Suatu perjanjian pendahuluan, dalam arti nantinya akan diikuti oleh dan akan dijabarkan dalam perjanjian lain yang mengaturnya lebih detail, karena itu dalam memorandum of understanding hanya berisikan hal-hal yang pokok saja. Sedangkan mengenai lain-lain aspek dari memorandum of understanding relatif sama saja dengan perjanjian perjanjian lainnya”.
2Erman Rajagukguk dalam Salim H.S., mengartikan memorandum of understanding adalah :
“Dokumen yang memuat saling pengertian diantara para pihak sebelum perjanjian dibuat. Isi dari memorandum of understanding harus dimasukkan kedalam kontrak, sehingga ia mempunyai kekuatan mengikat”.
3I Nyoman Sudana, dkk dalam Salim H.S., mengartikan memorandum of understanding adalah “Perjanjian pendahuluan, dalam arti akan diikuti perjanjian lainnya”.
4Ketiga definisi yang dikemukakan oleh para ahli sebagaimana dikemukakan di atas hanya difokuskan pada sifat dari memorandum of understanding, yaitu sebagai perjanjian pendahuluan. Dalam ketiga definisi tersebut juga tidak dirumuskan tentang bagaimana hubungan para pihaknya dan yang menjadi substansi dari memorandum of understanding tersebut. Oleh karena ketiga definisi tersebut kurang lengkap, maka perlu dilengkapi dan disempurnakan.
5Kata atau istilah MoU atau Memorandum Of Understanding pasti tidak asing di telinga kita. MoU sering menjadi dasar bagi suatu kerjasama dua pihak.
Tapi apakah sebenarnya tujuan dan/atau kegunaan MoU, pengaturan, jenis, para pihak bahkan objek MoU, tidak banyak yang memahami hal itu. Tulisan berikut
2 Munir Fuady. 2002. Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek. Buku Keempat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 91.
3 Salim H.S., Loc.Cit.
4 Salim H.S, Op.Cit, h. 47.
5 Salim H.S., Loc.Cit.
merupakan sharing singkat tentang MoU berdasarkan pengalaman saya sebagai independen lawyer dan beberapa sumber.
MoU berasal dari kata memorandum dan understanding. Dalam Blacks Law dictionary memorandum di defenisikan sebagai a brief written statement outlining the terms of agreement or transaction (terjemahan bebas: sebuah ringkasan pernyataan tertulis yang menguraikan persyaratan sebuah perjanjian atau transaksi). Sedangkan understanding adalah an implied agreement resulting from the express terms of another agreement, whether written ambiguous terms, unless it is accompanied by some expression that it is constituted a meeting of the minds of parties upon something respecting which they intended to be bound (terjemahan bebas: sebuah perjanjian yang berisi pernyataan persetujuan tidak langsung atas perjanjian lainnya; atau pengikatan kontrak yang sah atas suatu materi yang bersifat informal atau persyaratan yang longgar, kecuali pernyataan tersebut disertai atau merupakan hasil persetujuan atau kesepakatan pemikiran dari para pihak yang dikehendaki oleh keduanya untuk mengikat).
Munir Fuady dalam memberikan definisi MoU sebagai perjanjian
pendahuluan, yang nanti akan dijabarkan dan diuraikan dengan perjanjian lainnya
yang memuat aturan dan persyaratan secara lebih detail. Sebab itu materi MoU
berisi hal-hal yang pokok saja. Adapun Erman Radjagukguk menyatakan MoU
sebagai dokumen yang memuat saling pengertian dan pemahaman para pihak
sebelum dituangkan dalam perjanjian yang formal yang mengikat kedua belah
pihak. Oleh sebab itu muatan MoU harus dituangkan kembali dalam perjanjian
sehingga menjadi kekuatan yang mengikat.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan unsur-unsur yang terkandung dalam MoU, yaitu:
1. Merupakan perjanjian pendahuluan;
2. Muatan materi merupakan hal-hal yang pokok;
3. Muatan materi dituangkan dalam kontrak / perjanjian.
Definisi lain dikemukakan oleh Salim H.S. yang menyatakan bahwa memorandum of understanding adalah: “Nota kesepahaman yang dibuat antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum lainnya, baik dalam suatu negara maupun antarnegara untuk melakukan kerja sama dalam berbagai aspek kehidupan dan jangka waktunya tertentu”.
6Unsur-unsur yang terkandung dalam definisi tersebut, meliputi:
1) Para pihak yang membuat memorandum of understanding tersebut adalah subjek hukum, baik berupa badan hukum publik maupun badan hukum privat.
2) Wilayah keberlakuan dari memorandum of understanding itu, bisa regional, nasional, maupun internasional.
3) Substansi memorandum of understanding adalah kerja sama dalam berbagai aspek kehidupan.
4) Jangka waktunya tertentu.
6 Salim H.S., Loc.Cit.
Hingga saat ini tidak dikenal pengaturan khusus tentang MoU. Hanya saja, merujuk dari defenisi dan pengertian di atas, dimana MoU tidak lain adalah merupakan perjanjian pendahuluan, maka pengaturannya tunduk pada ketentuan tentang perikatan yang tercantum dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Hubungan antara perjanjian dengan perikatan dapat digambarkan sebagai berikut: Menurut KUH Perdata, perjanjian adalah peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain, dimana kedua orang tersebut saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Sedangkan perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak lain, dan pihak lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Perjanjian akan menerbitkan perikatan antara dua orang yang membuatnya untuk melakukan suatu hal.
Pengaturan MoU pada ketentuan buku III KUH Perdata yang sifatnya terbuka membawa konsekuensi pada materi muatan atau substansi dari MoU yang terbuka pula. Artinya para pihak diberi kebebasan untuk menentukan materi muatan MoU akan mengatur apa saja, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum, dan norma kepatutan, kehati-hatian dan susila yang hidup dan diakui dalam masyarakat, serta sepanjang penyusunan MoU itu memenuhi syarat-syarat sahnya sebuah perjanjian sebagaimana tertuang dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan bahwa syarat sahnya perjanjian
adalah (i) adanya kesepakatan para pihak yang mengikatkan diri; (ii) para pihak
yang membuat perjanjian adalah pihak yang cakap; (iii) perjanjian dibuat karena ada hal tertentu; dan (iv) serta hal tersebut merupakan hal yang halal. Kekuatan mengikat MOU terdapat dua pendapat. Pertama, pendapat yang menyatakan bahwa MoU kekuatan mengikat dan memaksa sama halnya dengan perjanjian itu sendiri. Walaupun secara khusus tidak ada pengaturan tentang MoU dan materi muatan MoU itu diserahkan kepada pra pihak yang membuatnya serta bahwa MoU adalah merupakan perjanjian pendahuluan, bukan berarti MoU tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa bagi para pihak unttuk mentaatinya dan/atau melaksanakannya.
Ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata menjadi dasar hukum bagi kekuatan mengikat MoU itu. Menurut Pasal 1338, setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya. Dengan kata lain jika MoU itu telah dibuat secara sah, memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana disebut dalam Pasal 1320, maka kedudukan dan/atau keberlakuan MoU bagi para pihak dapat disamakan dengan sebuah undang-undang yang mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Tentu saja pengikat itu hanya menyangkut dan sebatas pada hal-hal pokok yang termuat dalam MoU.
Kedua, pendapat yang menyatakan dengan menitikberatkan MoU sebagai
sebuah perjanjian pendahuluan sebagai bukti awal suatu kesepakatan yang
memuat hal-hal pokok, serta yang harus diikuti oleh perjanjian lain, maka
walaupun pengaturan MoU tunduk pada ketentuan perikatan dalam KUHPerdata,
kekuatan mengikat MoU hanya sebatas moral saja. Dengan kata lain pula MoU
merupakan gentlement agreement.
Penggunaan istilah MoU harus dibedakan dari segi teoritis dan praktis.
Secara teoritis dokumen MoU bukan merupakan dokumen yang mengikat para pihak. Agar mengikat secara hukum, harus ditindak lanjuti dengan perjanjian.
Kesepakatan dalam MoU hanya bersifat ikatan moral. Secara praktis MoU disejajarkan dengan perjanjian. Ikatan yang terjadi tidak hanya bersifat moral, tetapi juga hukum.
Pelanggaran terhadap MoU jika menganut pendapat yang pertama, yang menyatakan bahwa kekuatan mengikat MoU sama dengan perjanjian bersifat memaksa bagi para pihak, maka dalam hal terjadi wan prestasi atau kelalaian dari para pihak atas kesepakatan mengenai hal-hal pokok tadi, pihak yang lain dapat melakukan upaya hukum perdata atas dasar gugatan wan prestasi atau ingkar janji.
Sedangkan jika kita menganut pendapat kedua, dimana kekuatan menikat MoU hanya sebatas moral obligation saja, maka para pihak cenderung akan menghindari melakukan upaya hukum.
Atas kedua pendapat tersebut di atas, pilihan diserahkan pada masing- masing pihak. Yang pasti jika ada perbedaan penafsiran dari para pihak tentang kekuatan mengikat MoU ini, maka menurut saya pihak yang menganut pendapat pertama tetap dapat melakukan upaya hukum perdata ke pengadilan jika pihak yang lain yang melakukan ingkar janji atas MoU menjadi penganut pendapat yang kedua.
2.1.2 Tujuan Dibuatnya Memorandum Of Understanding
Pada prinsipnya, ada beberapa alasan mengapa dibuat suatu memorandum
of understanding dalam suatu transaksi bisnis. Yaitu sebagai berikut:
1) Karena prospek bisnisnya belum jelas benar, sehingga belum bisa dipastikan apakah deal kerja sama tersebut akan ditindaklanjuti. Untuk menghindari kesulitan dalam hal pembatalan suatu agreement nantinya, dibuatlah memorandum of understanding yang memang mudah dibatalkan.
2) Karena dianggap penandatangan kontrak masih lama dengan negosiasi yang alot. Karena itu, daripada tidak ada ikatan apa-apa sebelum ditandantangani kontrak tersebut, dibuatlah memorandum of understanding yang akan berlaku untuk sementara waktu.
3) Karena masing-masing pihak dalam perjanjian masih ragu-ragu dan masih perlu waktu untuk pikir-pikir dalam hal menandatangani suatu kontrak, sehingga untuk sementara dibuatlah memorandum of understanding.
4) Karena memorandum of understanding dibuat dan ditandantangani oleh pihak eksekutif teras dari suatu perusahaan, sehingga untuk suatu perjanjian yang telah rinci mesti dirancang dan dinegosiasi khusus oleh staf-stafnya yang lebih rendah tetapi lebih menguasai teknis.
7Di dalam suatu perjanjian yang didahului dengan membuat memorandum of understanding dimaksudkan supaya memberikan kesempatan kepada pihak yang bersepakat untuk memperhitungkan apakah saling menguntungkan atau tidak jika diadakan kerja sama, sehingga agar memorandum of understanding dapat ditindaklanjuti dengan perjanjian dan dapat diterapkan sanksi-sanksi. Jika salah satu pihak melakukan wanprestasi, tetapi jika sanksi-sanksi sudah di-cantumkan
7 Munir Fuady, Op.Cit, h. 92.
dalam memorandum of understanding akan berakibat bertentangan dengan hukum perjanjian/ perikatan, karena dalam memorandum of understanding belum ada suatu hubungan hukum antara para pihak, yang berarti belum mengikat.
2.1.3 Karakter Memorandum Of Understanding
Menurut Munir Fuady, ciri-ciri memorandum of understanding adalah sebagai berikut:
1) Isinya ringkas, bahkan sering sekali hanya satu halaman saja;
2) Berisikan hal yang pokok-pokok saja;
3) Hanya bersifat pendahuluan saja, yang akan diikuti perjanjian lain yang lebih rinci;
4) Mempunyai jangka waktu berlakunya, misalnya satu bulan, enam bulan, atau satu tahun. Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak ditindaklanjuti dengan penandatanganan suatu perjanjian yang lebih rinci, maka perjanian tersebut akan batal, kecuali diperpanjang oleh para pihak;
5) Biasanya dibuat dalam bentuk perjanjian bawah tangan saja;
6) Biasanya tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa kepada para pihak untuk harus membuat suatu perjanjian yang lebih detail setelah penandatanganan memorandum of understanding, walaupun secara reasonable kedua belah pihak tidak punya rintangan untuk membuat dan menandatangani perjanjian yang detail tersebut.
88 Munir Fuady, Loc.Cit.
William F. Fox, Jr. dalam Salim H.S. juga mengemukakan ada enam ciri memorandum of understanding, yaitu:
1) Bentuk dan isinya terbatas;
2) Untuk mengikat pihak lainnya terhadap berbagai persoalan, untuk menemukan dan mempelajari tentang beberapa persoalan;
3) Sifatnya sementara dengan batas waktu tertentu;
4) Dapat digunakan sebagai dasar untuk mendatangkan keuntungan selama tercapainya kesepakatan;
5) Menghindari timbulnya tanggung jawab dan ganti rugi;
6) Sebagai dasar untuk membuat perjanjian untuk kepentingan berbagai pihak, yaitu kreditor, investor, pemerintah, pemegang saham, dan lainnya.
9Memorandum of understanding dapat dibagi menurut negara yang membuatnya dan menurut kehendak para pihaknya. Menurut negara yang membuatnya, memorandum of understanding dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1) Memorandum of understanding yang bersifat nasional, merupakan memorandum of understanding yang kedua belah pihaknya adalah warga negara atau badan hukum Indonesia.
2) Memorandum of understanding yang bersifat internasional, merupakan nota kesepahaman yang dibuat antara pemerintah Indonesia dengan
9 Salim H.S.,Op.Cit, h. 53.
pemerintah negara asing dan/atau antara badan hukum Indonesia dengan badan hukum asing.
10Menurut Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung dalam Salim H.S., memorandum of understanding berdasarkan kehendak para pihaknya, dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1) Para pihak membuat memorandum of understanding dengan maksud untuk membina ikatan moral saja diantara mereka, dan karena itu tidak ada pengikatan secara yuridis diantara mereka.
2) Para pihak memang ingin mengikatkan diri dalam suatu kontrak, tetapi baru ingin mengatur kesepakatan-kesepakatan yang umum saja, dengan pengertian bahwa hal-hal yang mendetail akan diatur kemudian dalam kontrak yang lengkap.
3) Para pihak memang berniat untuk mengikatkan diri satu sama lain dalam suatu kontrak, tapi hal itu belum dapat dipastikan, mengingat adanya keadaan-keadaan atau kondisi-kondisi tertentu yang belum dapat dipastikan.
112.2 Perjanjian
2.2.1 Pengertian Perjanjian
10 Salim H.S., Op.Cit, h. 50.
11 Salim H.S., Op.Cit, h. 51.
Perjanjian adalah suatu hubungan hukum dilapangan harta kekayaan, dalam hal ini seseorang (salah satu pihak) berjanji atau dianggap berjanji kepada seseorang (salah satu pihak) yang lain atau kedua orang (pihak) saling berjanji melakukan sesuatu atau untuk tidak melakukan sesuatu. Perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana salah satu pihak (subjek hukum) berjanji kepada pihak lainnya atau yang mana kedua belah dimaksud saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPer).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa suatu perjanjian mengandung unsur sebagai berikut:
a) Perbuatan
Frasa “Perbuatan” tentang Perjanjian ini lebih kepada “perbuatan hukum”
atau “tindakan hukum”.Hal tersebut dikarenakan perbuatan sebagaimana dilakukan oleh para pihak berdasarkan perjanjian akan membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan tersebut.
b) Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih
Perjanjian hakikatnya dilakukan paling sedikit oleh 2 (dua) pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum (subjek hukum).
c) Mengikatkan diri
Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Artinya, terdapat akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.
2.2.2 Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian
Adapun suatu Perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak maka perjanjian dimaksud haruslah memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPer, yang menyatakan:
1) Adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Kata “sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri pihak lawannya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang tersebut;.
2) Cakap untuk membuat perikatan.
Para pihak mampu membuat suatu perjanjian, dalam hal ini tidak tekualifikasi sebagai pihak yang tidak cakap hukum untuk membuat suatu perikatan sebagaimana diatur dalam Pasal 1330 KUHPer.
Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak cakap sebagaimana tersebut di atas, maka Perjanjian tersebut batal demi hukum (Pasal 1446 KUHPer).
3) Suatu hal tertentu.
Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Dalam hal suatu perjanjian tidak menentukan jenis objek dimaksud maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Sebagaimana Pasal 1332 KUHPer menentukan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian.
Selain itu, berdasarkan Pasal 1334 KUHPer barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang- undang secara tegas.
4) Suatu sebab atau causa yang halal.
Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Sebagaimana Pasal 1335 KUHPer menyatakan suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Adapun yang dimaksud dengan perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada
seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu
hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang
dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang
yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
12Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disampingnya sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak, lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.
Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, memang perikatan itu paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian, tetapi sebagaimana sudah dikatakan tadi, ada juga sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan.
Sumber-sumber lain ini tercakup dengan nama undang-undang. Jadi ada perikatan yang lahir dari "perjanjian" dan ada perikatan yang lahir dari "undang-undang".
Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan di mana dua orang atau lebih saling mengikat diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Sedangkan menurut Setiawan, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih mengingatkan dirinya atau saling mengingatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih
13.
12
R. Subekti, 1987, Hukum Perjanjian, Cet. Ke-4, Citra Aditya Bhakti, Jakarta, h. 6.
13
Abdulkadir Muhammad,2010, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya
Bakti, Bandung, h.6
Perjanjian menurut Communis Opinio Doctorum (pendapat para ahli) adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum, Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang lain atau antara dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu sesuatu hal
14.
Adapun unsur-unsur dari perjanjian adalah,
1. Ada pihak-pihak (subyek), sedikitnya dua pihak Pihak subyek dalam perjanjian adalah para pihak yang terikat dengan diadakannya suatu perjanjian. Subyek perjanjian dapat berupa orang atau badan hukum. Syarat menjadi subyek adalah harus mampu atau berwenang melakukan perbuatan hukum.
2. Ada persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap.
Unsur yang penting dalam perjanjian adalah adanya persetujuan (kesepakatan) antara pihak. Sifat persetujuan dalam suatu perjanjian di sini haruslah tetap, bukan sekedar berunding. Persetujuan itu di tunjukan dengan penerimaan tanpa syarat atas suatu tawaran,
3. Ada tujuan yang akan dicapai. Tujuan mengadakan perjanjian terutama untuk memenuhi kebutuhan para pihak itu, kebutuhan dimana hanya dapat dipenuhi jika mengadakan perjanjian dengan pihak lain. Tujuan itu sifatnya tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh Undang-Undang.
14