• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1. PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006, tentang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 1. PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006, tentang"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1. PENDAHULUAN

Pengadilan Agama bertugas dan berwenang mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama. Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006, tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yakni menyangkut perkara-perkara : perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq dan ekonomi syari’ah (M. Yahya, 2009:147).

Selain kewenangan tersebut, pasal 52A Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 menyebutkan bahwa “pengadilan agama memberikan istbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah”. Penjelasan lengkap pasal 52A ini berbunyi:

“Selama ini pengadilan agama diminta oleh Menteri Agama untuk memberikan penetapan (istbat) terhadap kesaksian orang yang telah melihat atau menyaksikan hilal bulan pada setiap memasuki bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal tahun Hijriyah dalam rangka Menteri Agama mengeluarkan penetapan secaa nasional untuk penetapan 1 (satu) Ramadhan dan 1 (satu) Syawal. Pengadilan Agama dapat memberikan keterangan atau nasihat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat. Di samping itu, dalam penjelasan UU nomor 3 tahun 2006 diberikan pula kewenangan kepada PA untuk Pengangkatan Anak menurut ketentuan hukum Islam.

Dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai perpanjangan tangan Mahkamah Agung, Pengadilan Agama memerlukan perangkat komponen, yaitu hakim. Sejak tahun 2008 keberadaan hakim di Pengadilan Agama bukan lagi didominasi oleh laki- laki,melainkan sudah berpatokan kepada kesetaraan gender. Sudah sangat jelas tujuan Mahkamah Agung adalah memberikan kepastian kepada wanitu untuk memperoleh keadilan negeri ini. Keputusan ini sudah pasti berpatokan kepada analisa gender yang berarti suatu

(2)

proses yang dibangun secara sistematis untuk mengindetifikasi dan memahami pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan, akses dan control terhadap sumber-sumber daya pembagunan, partisipasi dalam proses pembangunan dan manfaat yang mereka nikamti, pola hubungan antara laki-laki dan perempuan yang timpang, yang didalam pelaksanaannya memperhatikan faktor-faktor lainnya seperti kelas sosial, ras dan suku bangsa (Megawangi, 1999:44).

Fenomena ini merebak, tentu disebabkan peran wanita dalam ranah publik selalu mendapat perhatian yang serius. Pasalnya di posisi pemerintah porsi wanita belum terakomodir. Masalah inilah yang menyebabkan pegiat kesetaraan gender merasa gerah, dan menyuarakan 30% adalah harga mati bagi kedudukan perempuan di pemerintahan dan publik.

Namun entah karena keterpaksaan, kebijakan itu akhirnya diambil juga oleh pemerintah dan lembaga-lembaga yang terkait dengan pemerintah. Tetapi dalam aplikasinya masih banyak kita temui keragu-raguan yang mempertanyakan kompetensi wanita dalam mengemban tugasnya. Memang bukan kompetensi akademik yang diragukan, tapi sisi lain yaitu masalah kestabilan emosinya yang kadang fluktuatif. Emosi kadang menggiring perempuan mengambilan keputusan yang salah dalam hidupnya. Hal ini tentu sangat membahayakan jika bersangkut paut dengan kemaslahatan orang banyak.

Berangkat dari keraguan diatas, kita dapat mengutip pendapat para ulama tentang laki-laki lebih memenuhi syarat sebagai hakim dari pada wanita. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibn Hajar dalam Fathul Bari (19/146-147) bahwa para ulama sepakat dengan syarat laki- laki untuk menjadi hakim. Tetapi tidak demikian Hanafiyah mereka membolehkan wanita menjadi hakim, kecuali dalam masalah hudud (hukuman-hukuman fisik). Kelihatan timbul pro dan kontra tentang syah nya wanita untuk menjadi hakim.

Memang kita sama-sama tahu, sebagai makhluk, antara laki-laki dan wanita tentu berbeda, baik dari segi fisik, daya nalar, perasaan, peran bahkan kedudukan dalam banyak

(3)

hal. Tetapi perbedaan tersebut bukan berarti kehinaan atau kerendahan bagi salah satu pihak, namun untuk saling bersinergi. Hal ini dikuatkan oleh Abbas Kararah “Wanita cenderung lebih unggul dalam rasa kasih saying dan perasaan. Kelembutan, kehalusan watak dan kelebihan perasaan, ketajaman, intuisi lebih dominan terdapat pada wanita, sedangkan kekerasan, pendirian teguh, kecerdikan menguasai hawa nafsu merupakan ciri-ciri watak laki- laki” (Ashari, 2013).

Menilik kelebihan – kelebihan yang dipunyai wanita, seharusnya keberadaan wanita sebagai hakim di Pengadilan mendapat respon yang positif. Sekarang yang menjadi tugas kita bagaimana hakim wanita itu mampu menjalankan tugas mereka secara professional. Pola penataan seperti apa yang bisa kita berikan kepada hakim wanita agar kelebihan dari sisi kepribadian menjadi nilai tambah bagi mereka dalam bertugas. Mereka harus bisa memilah antara tugas dna keseharian. Jangan mengedapankan emosi dalam pekerjaan. Tapi kita tidak boleh lupa bahwa apapun keadaannya, mereka para hakim wanita itu memiliki kadar emosi yang fluktuatif. Ini bisa dibuktikan dari pra survey peneliti di pengadilan tinggi agama Medan. Dari beberapa narasi yang penetili tangkap, di berbagai pemahaman dan wawancara pada beberapa hakim di Pengadilan Agama Medan : hakim wanita, dapat diindikasi mereka lebih melankolis menangani kasus perceraian, apalagi menyangkut dampak perceraian, dibandingkan pada kasus-kasus lain dalam kewenangan Pengadilan Agama (wawancara 3 April 2013). Sekalipun dalam eceran Mahkamah Agung semua hakim mendapat porsi yang sama dalam menangani perkara, dan perkara harus selesai maksimal 6 bulan (SOP PTA, 2013).

Berangkat dari keragu-raguan dan pertanyaan-pertanyaan, tentang sanggupkah wanita mengemban tugas sebagai hakim serta menjujung tinggi kebenaran dan keadilan. Menurut pemikiran peneliti, itu bukan persoalan yang penting untuk dikaji, karena hakim wanita itu sudah ada dan keberadaannya sudah dilegalkan dalam UU. Pertanyaan yang urgen untuk

(4)

dijawab 1) apakah stabilitas emosional hakim wanita berpengaruh positif pada percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan, 2) Faktor apakah yang menyebabkan berpengaruhnya stabilitas emosional hakim wanita pada percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan, 3) Langkah apakah yang harus dilakukan untuk penataan stabilitas emosional hakim wanita bagi percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan? 4) Program penataan stabilitas emosional yang bagaimanakah yang sesuai untuk hakim wanita di lingkungan Pengadilan Agama Medan? 5) Manfaat apakah yang dapat diambil dengan lahirnya program penataan stabilitas emosional hakim wanita dalam upaya percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan? Tugas kita selanjutnya bagaimana dengan segala kekurangan dan kelebihan mereka, hakim wanita itu kita buat jadi professional dalam aktivitas tugasnya sebagai hakim, Sebagai target khusus peneliti menawarkan suatu solusi alternatif penataan stabilitas emosional hakim wanita di Pengadilan Agama Medan, dengan barometer akhir ditemukan strategi jitu pada pola penataan, jika emosi hakim wanita berada pada posisi yang fluktuatif.

(5)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

A. Peradilan Agama dan Pengadilan Agama dalam Tugas, Fungsi dan Wewenang Peradilan Agama adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-Undang. Lingkungan Peradilan Agama meliputi : Pengadilan Tinggi Agama, Pengadilan Agama, Pengadilan Khusus (Pengadilan Arbitrase Syariah). Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Agama memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan, warisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, wakaf dan shadaqah, ekonomi syari’ah, Pengadilan Agama dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan (ketua PA dan Wakil Ketua PA), Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris dan Juru Sita.

Adapun tugas-tugas pokok tersebut Pengadilan Agama mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Fungsi Mengadili (judicial review) yaitu memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang menjadi kewenangan pengadilan agama di wilayah hukum masing-masing;

b. Fungsi Pengawasan, yaitu mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera / Sekretaris, dan seluruh jajarannya. Serta terhadap pelaksanaan administrasi umum. Pengawasan tersebut dilakukan secara berkala oleh Hakim Pengawas Bidang;

c. Fungsi pembinaan, yaitu memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada jajarannya, baik yang menyangkut tugas teknis yustisial, administrasi peradilan maupun administrasi umum;

(6)

d. Fungsi Administrasi, yaitu memberikan pelayanan administrasi kepaniteraan bagi perkara tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi, perkara banding, kasasi dan peninjauan kembali serta administrasi peradilan lainnya;

e. Fungsi Nasehat, yaitu memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam pada instansi pemerintah di wilayah hukumnya, apabila diminta sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

f. Fungsi lainnya, yaitu pelayanan terhadap penyuluhan hukum, riset dan penelitian serta lain sebagainya. Seperti diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/004/SK/II/1991.

B. Penyelesaian dan Persidangan Perkara.

Majelis hakim melaksanakan sidang Pengadilan Agama pada pukul 09.00 waktu setempat.

1. Dalam hal tertentu Majelis hakim dapat melaksanakan sidang yang dimulai beberapa saat kemudian pada hari yang sama setelah diumumkan terlebih dahulu.

2. Petugas memanggil para pihak agar masuk ke ruang sidang untuk pemeriksaan perkara berdasarkan sistem antrian (Queuing System).

3. Majelis hakim harus memeriksa dan memutus perkara selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak perkara didaftarkan.

4. Ketua Majelis harus melaporkan keterlambatan tersebut kepada ketua MA melalui Ketua PA, jika dalam waktu 6 (enam) bulan tersebut belum putus (SOP PTA, 2013).

C. Pengertian Stabilitas Emosional

(7)

Menurut Wirawan (Yusuf, 2005 : 115) emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas. Adapun warna afektif adalah perasaan-perasaan tertentu, contoh : gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci dll.

Pada pernyataan lain (Yusuf, 2005 : 128) mengungkapkan stabilitas emosional, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkunga, seperti : mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih atau putus asa. Hurlock (1980) berpendapat bahwa kestabilan emosi memiliki beberapa kriteria-kriteria. Pertama, yaitu emosi yang secara sosial dapat diterima oleh lingkungan sosial. Individu yang emosinya stabil dapat mengontrol ekspresi emosi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial atau dapat melepaskan dirinya dari belenggu energy mental maupun fisik yang selama ini terpendam dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. Kedua, pemahaman diri. Individu yang punya emosi stabil mampu belajar mengetahui besarnya control yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya, serta menyesuaikna diri dengan harapan-harapan sosial, bersikap empati yang tinggi terhadap orang lain. Ketiga, penggunaan kecermatan mental. Individu yang stabil emosinya mampu menilai situasi secara cermat sebelum memberikan responnya secara emosional. Kemudian individu tersebut mengetahui cara yang tepat untuk bereaksi terhadap situasi tersebut.

Goleman (2000) berpendapat bahwa emosi dapat dikatakan menuju ketingkat stabil apabila ditandai dengan hal-hal sebagai berikut :

a. Munculnya organisasi dan integrasi dari semua aspek emosi.

Individu mampu secara penuh mengekspresikan segala bentuk emosi baik yang positif maupun yang negatif.

b. Emosi menjadi bagian integral dari keseluruhan kepribadian.

(8)

Individu memliki sistem emosi yang professional dalam keseluruhan struktur pribadinya

c. Individu dapat menyatakan emosinya secara tepat dan wajar.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kestabilan emosi adalah keadaan emosi seseorang yang diperlihatkan dengan sikap yang sesuai dengan harapan sosial, tidak berlebih-lebihan dalam mengekspresikan emosi serta bisa menyeimbangkan antara kebutuhan fisik dan psikis, serta mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

Afiatin dkk (1998) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi kestabilan emosi adalah faktor lingkungan dan individu. Faktor lingkungan berkaitan dengan pengaruh lingkungan tempat individu tinggal, baik lingkungan keluarga mauun lingkungan sosial masyarakat. Faktor individu berkaitan dengan masalah pertumbuhan fisik biologis.

Beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kestabilan emosi dipengaruhi oleh faktor pribadi dan faktor lingkungan. Faktor pribadi meliputi hal-hal yang berkaitan secara langsung dengan individu itu sendiri seperti : pengalaman, kondisi psikis, keyakinan terhadap hal-hal yang diyakini itu benar, dan pemahaman terhadap sesuatu hal. Jelas bahwa jika seseorang terganggu stabilitas emosinya akan berdampak kepada melemahnya semangat, menghambat atau mengganggu konsentrasi, terganggu penyesuaian sosial, merasa berada dalam situasi yang tidak nyaman.

Penelitian ini berangkat dari hipotesis bahwa stabilitas emosional hakim wanita berpengaruh positif pada percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan, kenapa hakim wanita yang menjadi target sampel peneliti? Hal itu dikarenakan menurut prediksi penliti, wanita lebih mempunyai kecenderungan besar untuk berada pada posisi emosi yang labil. Jika kondisi psikis mereka dihadapkan pada beban psikis yang berat, maka ketidak stabilan emosi yang sering terjadi. Anggapan sementara ini juga diperkuat dari

(9)

beberapa tulisan tentang kondisi emosi wanita. Beberapa hari sebelum kedatangan haid dan lazimnya tanda-tanda ini akan kekal beberapa hari saja ketika lagi haid, kemudian ia akan hilang dan orang yang berkaitan boleh berinteraksi secara biasa seperti semula. Tanda-tanda gangguan yang mungkin dialami termasuk hiba hati,sedih dan pilu, menjadi resah gelisah yang mana perasaan tertekan, emosi mudah berubah-ubah yaitu wanita bisa gelak ketawa pada satu ketika dan menjadi sedih hingga menangis pada ketika yang lain pula. Mereka tidak berminat dengan apa yang berlaku di sekeliling dan suka menyendiri. Mereka amat sensitive pada masa ini, mudah melenting,cepat marah dan terjebak dalam pelbagai konflik dengan orang lain (Bharian.com.my,2013).

Ketertarikan peneliti pada topic ini, untuk menindaklanjuti penelitian tahun 2011 dengan judul pengembangan pola penataan stabilitas emosional anak wanita akibat dampak kekerasan orangtua. Pada penelitian deskriptif tersebut terbukti bahwa kekerasan orang tua berpengaruh positif kepada tingkah laku anak wanita. Dengan berbekal hasil tersebut peneliti tertarik untuk mengkaji kadar stabilitas pada wanita pada ruang lingkup yang lebih luas.

Apakah semua wanita emosinya sering tidak stabil tanpa memperhatikan usia? Apakah harus ada tekanan dari luar yang menjadikan mereka labil atau kondisi? Dampak apa yang ditimbulkan jika wanita berada di posisi emosi yang tidak stabil. Keingintahuan tersebut dapat peneliti petakan dalam Tabel 2.1 Roadmap penelitian berikut:

Tabel 2.1. Roadmap Penelitian

NO Tahun 2011 Tahun 2013

1. Kadar reaksi emosional pada anak wanita cenderung labil dibandingkan laki-laki seusianya.

Apakah stabilitas emosional hakim wanita berpengaruh positif pada percepatan penyelesaian perkara

2 Kadar reaksi emosional wanita menjai Faktor apakah yang menyebabkan

(10)

labil jika ada rangsangan negatif dari luar dirinya

berpenagruhnya stabilitas emosional hakim wanita pada percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan.

3 Wanita akan memberikan reaksi yang lamban jika berada pada posisi emosi yang tidak stabil.

Langkah apakah yang harus dilakukan untuk penataan stabilitas emosional hakim wanita bagi percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan Bagaimana program penataan stabilias emosional yangs sesuai untuk hakim wanita di lingkungan Pengadilan Agama Medan.

Manfaat yang dapat diambil dengan lahirnya program penataan stabilitas emosional hakim wanita dalam upaya percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan.

(11)

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh stabilitas emosioanl hakim wanita pada percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan berpengaruhnya stabilitas emosional hakim wanita pada percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan.

3. Untuk menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penataan stabilitas emosional hakim wanita bagi percepatan penyelesaian perkar adi Pengadilan Agama Medan.

4. Menentukan program penataan stabilitas emosional yang sesuai untuk hakim wanita di lingkungan Pengadilan Agama Medan..

5. Untuk mengetahui manfaat yang dapat diambil dengan lahirnya program penataan stabilitas emosional hakim wanita dalam upaya percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan..

Manfaat Penelitian

1. Mengetahui pengaruh stabilitas emosional hakim wanita pada percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan.

2. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan berpengaruhnya stabilitas emosional hakim wanita pada percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan.

3. Menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penataan stabilitas emosional hakim wanita bagi percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan.

4. Menentukan program penataan stabilitas emosional yang sesuai untuk hakim wanita di lingkungan Pengadilan Agama Medan.

(12)

5. Mengetahui manfaat yang dapat diambil dengan lahirnya programpenataan stabilitas emosional hakim wanita dalam upaya percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan.

(13)

BAB 4. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang penulis gunakan adalah deskriptif kuantitatif untuk tahun 1 dan tahun 2 metode pengembangan. Tahun 1 melakukan studi deskriptif berupa pengumpulan data awal lalu dilakukan uji regresi dan uji hipotesis, kemudian dikaji faktor serta langkah penataan stabilitas emosional. Tahun II ditemukan program pengembangan awal, prosedur pengembangan dan uji coba produk.

Tahun 1

B. Variabel Penelitian

1. Variabel X yaitu stabilitas emosional hakim wanita.

2. Variabel Y yaitu percepatan penyelesaian perkara.

C. Hipotesis Penelitian

Stabilitas emosional hakim wanita berpengaruh positif terhadap percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh hakim wanita dalam wilayah Pengadilan Tinggi Agam Medan yang berjumlah 40 orang.

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel jenuh, karena semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2010 :68). Jadi sampel disini sebanyak 40 orang.

(14)

 Total sampel : seluruh hakim wanita yang ada di Pengadilan Tinggi Agama dijadikan sampel untuk melihat pengaruh stabilitas emosional terhadap penyelesaian perkara.

 Proposif sampel, dimana seluruh hakim wanita yang ada di Pengadilan Agama Medan

dijadikan sampel untuk melihat pengaruh ciri-ciri stabilitas nasional terhadap hakim wanita di Pengadilan Agama Medan.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Kuesioner yang diberikan kepada seluruh hakim wanita di Pengadilan Agama Medan.

2. Wawancara dilakukan kepada Ketua Pengadilan Agama Medan dan Ketua Pengadilan Tinggi Agama Medan.

3. Studi dokumentasi / arsip : dengan mengumpulkan dan mempelajari dokumen tentang rekruitmen, tugas dan fungsi, wewenang hakim wanita di Pengadilan Agama Medan.

4. Studi literature : berkenaan tentang tugas dan fungsi hakim, bahan stabilitas emosional dan buku-buku penelitian (segala sesuatu yang berkenaan dengan variabel).

F. Variabel Penelitian

a. Variabel X dengan indikator : sedih, resah dan gelisah, tertekan, emosi mudah berubah, mudah marah, tersinggung dan putus asa.

b. Variabel Y dengan indikator : cepat, mudah, memenuhi kaedah UU, menjunjung asas kebenaran, memenuhi asas keadilan dan biaya ringan.

G. Uji Variabel

Digunakan untuk pengujian validasi instrument dan menunjukkan tingkat kepercayaan alat ukur, yaitu menggunakn korelasi product moment dengan menggunakan rumus :

rxy = 𝑛∑𝑋𝑌−(∑𝑋)(∑𝑌)

√{𝑛∑𝑋²− ∑𝑋 ²}{𝑛∑𝑌²− ∑𝑌 ²}

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi XY

X = variabel stabilitas emosional hakim wanita

(15)

Y = variabel percepatan penyelesaian perkara n = jumlah simple

H. Teknik Analisa Data Tahun 1

1. Adapun teknik yang digunakan dalam menganalisa data penelitian ini adalah teknik analisa data deskriptif kuantitatif yaitu :

a. Untuk mengetahui tingkat perubahan antara variabel X terhadap variabel Y digunakan regresi linier sederhana dengan rumus :

Ý = a+ bx Dimana :

𝑎 =

∑𝑋 ∑𝑋2 − ∑𝑋 (∑𝑋𝑌)

𝑛 ∑𝑋2 −(∑𝑋)² dan

𝑏 =

𝑛∑𝑋𝑌− ∑𝑋 (∑𝑌) 𝑛 ∑𝑋2 −(∑𝑋)²

Keterangan : Y = variabel terikat

a = nilai konstanta, di dapat dari rumus di atas b = nilai pembeda, di dapat dari rumus di atas X = nilai variabel bebas

n = jumlah sample

b. Selanjutnya untuk menganalisis hipotesis dalam penelitian ini digunakan rumus distribusi uji “t” yaitu :

𝑡 =

𝑟√𝑛−2

1−𝑟² (Sugiyono, 2007)

Dimana apabila t hitung lebih besar atau sama dengan t tble pada taraf kepercayaan 0.005 atau 95 % maka hipotesis diterima.

2. Adapun analisis data tahun 2 menggunakan analisis kualitatif.

(16)

Tahun 2

Metode Pengembangan

Metode Penelitian pengembangan memuat 3 komponen utama yaitu : (1) Program (model) pengembangan, (2) Prosedur pengembangan, dan (3) Uji coba produk. Deskripsi dari masing-masing komponen adalah sebagai berikut :

1) Program (model) pengembangan

Program pengembangan merupakan dasar untuk mengembangkan produk yang akan dihasilkan. Model pengembangan model procedural adalah model yang bersifat deskriptif, menunjukkan langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan produk. Dalam model pengembangan, peneliti melakukan : pemaparan mengenai komponen-komponen dan kaitan antar komponen yang terlibat dalam pengembangan (Tim Puslitjaknov, 2008).

2) Prosedur pengembangan, dilakukan setelah dilakukan uji validitas, dan pemeriksaan pakar.

3) Uji coba produk, dilakukan dalam bentuk sosialisasi di Pengadilan Agama Medan.

(17)

Keraguan terhadap kemampuan wanita

Menafikan azas kebenaran dan keadilan

Biaya tak standar

Perkara tersendat

Tidak ada pembekalan bimbingan psikologis

tertekan

Emosi mudah berubah Resah dan gelisah

sedih Mudah marah

Putus asa Tersinggung

Penataan hakim wanita kurang merata

Adapun Diagram Fishbone penelitian dapat dilihat pada gambar 1 berikut:

Kuantitas dan kualitas penyelesaian perkara di PA oleh hakim wanita menurun

Jumlah hakim wanita masih kurang

Melankolis Wanita

makhluk lemah

Kurang profesional

Kurang lancar

Emosi yang fluktuatif Pembinaan calon hakim setelah

rekrutmen

gender dipertanyakan

Gambar 3.1. Fishbone Penelitian

(18)

Adapun indikator capaian penelitian yang diharapkan sebagai berikut :

Tabel 3.1 Indikator Capaian

No. Permasalahan Metode Analisis Capaian Output

Tahun I 1. Apakah stabilitas emosional hakim

wanita berpengaruh positif pada percepatan penyelesaian perkara di

PA Medan.

Deskriptif Kuantitatif dengan uji regresi dan uji

hipotesis

1. Uji hipotesis 2. Faktor yang

mempengaruhi stabilitas emosional 3. Langkah

penataan stabilitas emosional

Program penataan stabilitas emosional

hakim wanita 2. Faktor apakah yang menyebabkan

berpengaruhnya stabilitas emosional hakim wanita pada percepatan penyelesaian prakara di

PA Medan

3. Langkah apakah yang harus dilakukan untuk penataan stabilitas

emosional bagi percepatan penyelesaian perkara di PA Medan

Tahun II 4. Program penataan stabilitas

emosional yang bagaimanakah yang sesuai untuk hak wanita di PA

Medan

Metode pengembangan kualitatif 1. Program

pengembangan 2. Prosedur

pengembangan 3. Uji coba produk 5. Manfaat apakah yang dapat diambil

dengan lahirnya program penataan stabilitas emosional hakim wanita

dalam upaya percepatan penyelesaian perkara di PA Medan

(19)

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Profil Pengadilan Agama Medan a. Visi

Visi dari Pengadilan Agama Medan yaitu “terwujudnya Pengadilan Agama Medan yang bersih dan bermanfaat menuju Badan Peradilan yang Agung” dengan motto “Melayani dengan hati dan hati-hati”.

b. Misi

Misi dari Pengadilan Agama Medan terdiri dari :

1. Meningkatkan Profesionalisme Aparatur Pengadilan Agama Medan.

2. Meningkatkan Pelayanan Prima Yang Berkeadilan.

3. Meningkatkan Manajemen Pengadilan Agama Medan Yang Modern.

4. Meningkatkan Kredibilitas, Transparansi dan Akuntabilitas.

c. Sejarah Pengadilan Agama Medan

Bertitik tolak dari peratura Pemerintah No. 45 tahun 1957, maka setiap ada Pengadilan Negeri ada sebuah Pengadilan Agama / Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya sama dengan daerah hukum Pengadilan Negeri tersebut.

Sebagai pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini keluarlah penetapan Menteri Agama No. 58 Tahun 1957 yang isinya antarar lain pembentukan 11 Pengadilan Agama / Mahkamah Syari’ah di Sumatera Utara dan satu Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syari’ah Provinsi di Medan.

Namun pada awal-awalnya Pengadilan Agama Meda belum memiliki kantor sendiri, barulah pada tanggal 10 Juli 1978 Pengadilan Agama Kelas IA Medan dibentuk berdasarkan Surat

(20)

Penatapan Menteri Agama Nomor : 58 tahun 1957. Gedung Pengadilan Agama Kelas IA Medan yang lama terletak dijalan Turi No. 18-A Medan, lebih dari 28 tahun dibangun berdasarkan DIPA Departemen Agama Tahun Anggaran 1977/1978, dan diresmikan pemakaiannya pada tanggal 10 juli 1978 oleh bapak H. Ichtijanto, S.A., S.H. Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama RI, mengingat tanah yang dikelilingi rumah/pemukiman penduduk, maka lama tidak dapat dikembangkan sesuai standart Pengadilan Agama Kelas IA yang ada di Sumatera Utara.

Sejalan dengan perkembangan Kota Medan disegala bidang keadaan gedung kantor Pengadilan Agama Medan tidak kondusif lagi, maka melalui DIPA tahun 2005 dibangun gedung Kantor Pengadilan Agama Medan berlantai II dijalan Protokol Sisingamangaraja Km.

8.8 No.198, Telp (061) 7851712, Kelurahan Timbang Deli, Kecamatan Medan Amplas, Kota Medan. Dibangun diatas tanah seluas 2.350 M2 dengan sumber dana yang berasal dari APBN tahun 2004, sedangkan luas Bangunan saat ini seluas 870 M2, diperoleh melalui DIPA Pengadilan Tinggi Agama Medan Tahun 2005 dan diresmikan penggunaannya pada hari senin, tanggal 10 Juli 2006, oleh ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Bapak Prof.

Dr. H. Bagir Manan, S.H.,M.CL. (www.pa-medan.net)

Pada tahun 2007 Pengadilan Agama Kelas IA Medan mendpat perluasan gedung kantor seluas 60 M2 dengan pelaksanaan pekerjaannya dilakukan 2 tahap, Tahap pekerjaan I volume pekerjaan telah dilaksanakan 100% pada tahun 2007, melalui DIPA Pengadilan Agama Kelas IA Medan tahun 2007, dan pekerjaan tahap ke II dilaksanakan pada tahun 2008 melalui DIPA Pengadilan Agama Kelas IA Medan tahun 2008.

Adapun nama-nama Ketua yang pernah menjadi Pimpinan di Pengadilan Agama Medan, yaitu :

1. Hamzah nasution (1972-1974) 2. Drs. Matardi E, SH. (1974-1975)

(21)

3. Amiruddin Ibrahim, BA (1975-1979) 4. Drs. A. Ri’fat Yusuf (1979-1992)

5. Drs. H. Amran Suadi, SH., M.Hum (1992-1997) 6. Drs. H. Syahron Nasution, SH., MH (1997-2002) 7. Drs. H. Habibuddin, SH., MH (2002-2006) 8. Drs. H. Jamilus, SH.,MH (2006)

9. Drs. H. Pahlawan Harahap, SH., MA. (2006-2008) 10. Drs. H. Muh. Arief Musi, SH (2008-2011)

11. Drs. H. Mohd. Nor Huldrien, SH., MH (2011- sekarang)

Dari tahun ke tahun keadaan perkara di Pengadilan Agama Medan terus mengalami pengingkatan dengan berbagai jenis perkara. Namun yang paling mendominasi adalah tetap kasus perceraian kenaikan tersebut tergambar sebagai berikut :

 Tahun 2007 = 1214 Perkara.

 Tahun 2008 = 1492 Perkara.

 Tahun 2009 = 1772 Perkara

 Tahun 2010 = 2061 Perkara

 Tahun 2011 = 2101 Perkara.

Pengadilan Agama Kelas IA Medan adalah satu-satunya Pengadilan Agama Kelas IA di Wilayah hukum Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara, dengan luas wilayah 300.288 M2 terdiri dari 21 Kecamatan dengan jumlah penduduk + 1.904.273 jiwa dengan rincian : Muslim + 1.291.751 jiwa, Non Muslim + 612.522 jiwa, sperti terlihat pada table 5.1 berikut :

(22)

Tabel 5.1. wilayah kerja Pengadilan Agama

MEDAN TUNTUNGAN MEDAN JOHOR MEDAN AMPLAS

Kelurahan : Kelurahan : Kelurahan :

No. Nama Kelurahan No Nama Kelurahan No Nama Kelurahan

1. NAMO GAJAH 1. GEDUNG JOHOR 1. AMPLAS

2. SIMPANG SELAYANG 2. PANGKALAN MASYHUR

2. SITI REJO II

3. MANGGA 3. KWALA BEKALA 3. SITI REJO II

4. SIDOMULYO 4. TITI KUNING 4. TIMBANG DELI

5. LAU CIH 5. SUKA MAJU 5. HARJOSARI I

6. TANJUNG SELAMAT 6. KEDAI DURIAN 6. HARJOSARI II

7. LADANG BAMBU 7. BANGUN MULIA

8. KEMENANGAN TANI 9. SIMALINGKAR B

MEDAN DENAI MEDAN AREA MEDAN KOTA

Kelurahan : Kelurahan : Kelurahan :

No. Nama Kelurahan No Nama Kelurahan No Nama Kelurahan 1. TEGAL SARI

MANDALA I

1. KOTA MATSUM I 1. PASAR BARU 2. TEGAL SARI

MANDALA II

2. KOTA MATSUM II 2. PUSAT PASAR 3. TEGAL SARI

MANDALA III

3. KOTA MATSUM IV 3. SEI RENGAS I

4. DENAI 4. TEGAL SARI I 4. MESJID

5. BINJAI 5. TEGAL SARI II 5. PANDAU HULU I

6. MEDAN TENGGARA 6. TEGAL SARI III 6. KOTA MATSUM II 7. PANDAU HULU II 7. PASAR MERAH

BARAT

8 SEI RENGAS II 8. TELADAN TIMUR

(23)

9 SEI RENGAS PERMATA

9. TELADAN BARAT 10. PASAR MERAH

TIMUR

10. SITI REJO I 11. SUKARAMAI I 11. SUDI REJO I 12 SUKARAMAI II 12. SUDI REJO II

MEDAN MAIMUN MEDAN POLONIA MEDAN BARU

Kelurahan : Kelurahan : Kelurahan :

No. Nama Kelurahan No Nama Kelurahan No Nama Kelurahan

1. SUKA RAJA 1. ANGGRUNG 1. PETISAH BARU

2. AUR 2. MADRAS HULU 2. BABURA

3. JATI 3. SUKA DAMAI 3. MERDEKA

4. HAMDAN 4. POLONIA 4. DARAT

5. SEI MATI 5. SARI REJO

6. KAMPUNG BARU

MEDAN SELAYANG MEDAN SUNGGAL MEDAN HELVETIA

Kelurahan : Kelurahan : Kelurahan :

No. Nama Kelurahan No Nama Kelurahan No Nama Kelurahan

1. BERINGIN 1. KAMPUNG LALANG 1. CINTA DAMAI

2. ASAM KUMBANG 2. TANJUNG REJO 2. DWIKORA

3. TANJUNG SARI 3. SEI SIKAMBING B 3. HELVETIA 4. P.BULAN SELAYANG

I

4. SIMPANG TANJUNG 4. SEI SIKAMBING C 5. P.BULAN SELAYANG

II

5. SUNGGAL 5. HELVETIA TIMUR

6. SEMPAKATA 6. BABURA SUNGGAL 6. HELVETIA TENGAH

7. TANJUNG GUSTA

(24)

MEDAN PETISAH MEDAN BARAT MEDAN TIMUR

Kelurahan : Kelurahan : Kelurahan :

No. Nama Kelurahan No Nama Kelurahan No Nama Kelurahan

1. SEKIP 1. GLUGUR KOTA 1. GANG BUNTU

2. PETISAH TENGAH 2. KARANG

BEROMBAK

2. PERINTIS 3. SEI SIKAMBING D 3. PULO BRAYAN

KOTA

3. P.BRAYAN BENGKEL

4. SEI PUTIH BARAT 4. SEI AGUL 4. P.BRAYAN DARAT I

5. SEI PUTIH TENGAH 5. SILALAS 5. P.BRAYAN DARAT II

6. SEI PUTIH TIMUR I 6. KESAWAN 6. GLUGUR DARAT I

7. SEI PUTIH TIMUR II 7. GLUGUR DARAT II

8. SIDODADI

9. P.B.BENGKEL BARU 10. DURIAN

11. GAHARU

MEDANPERJUANGAN MEDAN TEMBUNG MEDAN DELI

Kelurahan : Kelurahan : Kelurahan :

No. Nama Kelurahan No Nama Kelurahan No Nama Kelurahan

1. TEGAL REJO 1. TEMBUNG 1. MABAR

2. SIDORAME BARAT I 2. BANDAR SELAMAT 2. MABAR HILIR 3. SIDORAME BARAT II 3. INDRA KASIH 3. TITI PAPAN

4. SIDORAME TIMUR 4. SIDOREJO 4. TANJUNG MULIA

5. SEI KERA HILIR I 5. SIDOREJO HILIR 5. TJ. MULIA HILIR

6. SEI KERA HILIR II 6. BANTAN 6. KOTA BANGUN

7. SEI KERA HULU 7. BANTAN TIMUR

(25)

8. PAHLAWAN 9. PANDAU HILIR

MEDAN LABUHAN MEDAN MARELAN MEDAN BELAWAN

Kelurahan : Kelurahan : Kelurahan :

No. Nama Kelurahan No Nama Kelurahan No Nama Kelurahan 1. PEKAN LABUHAN

DELI

1. LABUHAN DELI 1. BAGAN DELI

2. SEI MATI 2. RENGAS PULAU 2. BELAWAN I

3. BESAR 3. TERJUN 3. BELAWAN II

4. MARTUBUNG 4. TANAH ENAM

RATUS

4. BELAWAN BAHARI

5. LABUHAN DELI 5. BELAWAN

BAHAGIA 6. BELAWAN

SICANANG

2. Perumusan Model

Ciri-ciri stabilitas emosional yang ada pada seorang hakim wanita adalah : 1. Rileks.

2. Santai.

3. Tidak menunjukkan kemarahan 4. Mengatasi masalah dengan baik 5. Pendiam

6. Selalu menyenangkan 7. Dapat mengatasi stress

8. Mengelola orang menjadi lebih baik 3. Hasil Angket

Hasil angket yang didistribusikan kepada hakim Pengadilan Tinggi Agama Medan dapat dilihat pada table 5.2 di bawah ini :

(26)

Tabel 5.2. Persentase hasil angket

No. DESKRIPSI PERSENTASE

SMD MD KMD TMD

1 (-) Saya suka stress menghadapi kerja yang baru

75 20 5 0

2 (-) Saya sangat sulit menata perasaan yang galau

70 10 20 0

3 (-) Saya akan menunjukkan ketidak sukaan pada pribadi orang lain

40 15 15 30

4 (+) Saya sangat ambisius untuk menyelesaikan pekerjaan

10 20 20 50

5 (-) Saya bekerja untuk dipuji pimpinan 40 25 30 5 6 (+) Saya mempunyai target dalam bekerja 65 5 25 5 7 (+) Saya selalu menginginkan kepuasan

klien

65 20 10 5

8 (+) Saya tidak mencampur adukkan kerja dengan situasi hati

70 15 15 0

9 (+) Saya tidak membawa persoalan rumah tangga ke dalam pekerjaan

75 10 10 5

10 (+) Saya berusaha agar orang lain tidak tahu masalah saya

65 20 10 5

11 (+) Saya bersifat intrapersonal yang baik 70 15 15 0 12 (-) Saya tidak mau menyelesaikan

pekerjaan jika hati saya mengatakan tidak

75 10 10 5

13 (-) Saya tidak akan mengkomunikasikan seberat apapun masalah ke orang lain

65 20 10 5

14 (+) Saya lebih memilih diam daripada protes pada atasan

60 15 20 5

15 (-) Saya berusaha menyenangkan orang lain dibandingkan menegakkan keadilan

40 20 25 15

16 (-) Saya lebih condong melakukan pekerjaan yang disukai

60 15 20 5

17 (+) Saya selalu tersenyum dalam keadaan tertekan sekalipun

70 20 5 5

18 (-) Saya suka mengulur-ngulur waktu dalam bekerja

80 0 20 0

19 (-) Saya kesulitan untuk tidak memakai orang yang tidak menyenangkan

70 15 15 0

(27)

20 (-) Saya ingin dikenal sebagai hakim yang baik

75 15 10 0

21 (+) Saya sangat ingin dikenal sebagai hakim yang adil

60 30 10 0

22 (-) Saya menginginkan waktu istirahat ketika mood tidak bagus

50 25 20 5

23 (-) Saya suka memilih-milih pekerjaan 75 20 5 0 24 (+) Saya tidak akan terbebani dengan

sikap negative orang lain kepada saya

50 25 20 5

25 (+) Saya selalu mencairkan setiap ada konflik

60 25 15 0

26 (+) Saya akan menyadarkan pimpinan yang arogan

75 15 10 0

27 (+) Saya hanaya akan bekerja sama dengan orag yang satu pemikiran

60 25 10 5

28 (-) Saya membutuhkan orang lain untuk curahan hati

70 5 20 5

29 (+) Saya selalu mengajak orang untuk bertanggung jawab

75 20 5 0

4. Pengaruh stabilitas emosional hakim wanita pada percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan

a. Pengaruh Rilek terhadap stabilitas emosional

Pengaruh rileks terhadap stabilitas emosional dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut ini : Tabel 5.3 pengaruh rileks terhadap stabilitas emosional

Pertanyaan

Persentase

SMD MD KMD TMD

1 75 20 5 0

2 70 10 20 0

8 70 15 15 0

17 70 20 5 5

25 60 25 15 0

Jumlah 345 90 60 5

(28)

Rata-rata 69 18 12 1

Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan terhadap angket yang diberikan kepada hakim wanita di Pengadilan Agama Medan maka sekitar diperoleh 69% dan 18% memilih adanya pengaruh yang kuat antara rileks dan stabilitas emosionalyang ditunjukkan dengan Sangat Menggambarkan Diri (SMD) dan Menggambarkan Diri (MD).

b. Pengaruh Santai terhadap stabilitas Emosional

Pengaruh santai terhadap stabilitas emosional dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut ini : Tabel 5.4 Hubungan santai terhadap stabilitas emosional

Pertanyaan

Persentase

SMD MD KMD TMD

1 75 20 5 0

2 70 10 20 0

17 70 20 5 5

25 60 25 15 0

Jumlah 275 75 45 5

Rata-rata 68.75 18.75 11.25 1.25

Berdasarkan table di atas dapat digambarkan bahwa lebih dari 68% dan 18% responden memilih SMD dan MD. Hal ini menunjukkan bahwa santai berpengaruh erat dengan stabilitas emosional.

c. Pengaruh tidak menunjukkan kemarahan terhadap stabilitas emosional

Pengaruh tidak menunjukkan kemarahan terhadap stabilitas emosional dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini :

Tabel 5.5 penagruh tidak menunjukkan kemarahan terhadap stabilitas emosional

(29)

Pertanyaan

Persentase

SMD MD KMD TMD

3 40 15 15 30

8 70 15 15 0

10 65 20 10 5

13 65 20 10 5

Jumlah 240 70 50 40

Rata-rata 60 17.5 12.5 10

Berdasarkan dari tabel 5.5 di atas diketahui nilai rata-rata “pengaruh tidak menunjukkan kemarahan terhadap stabilitas emosional” menunjukkan bahwa sekitar 60 % responden memilih SMD, lebih 17 % memilih MD dan sisanya memilih KMD dan TMD sebanyak 12.5% dan 10%.

d. Pengaruh Mengatasi masalah dengan baik terhadap stabilitas emosional

Pengaruh mengatasi masalah dnegan baik terhadap stabilitas emosional dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut ini :

Tabel 5.6 Pengaruh mengatasi masalah dengan baik terhadap stablitas emosional

Pertanyaan

Persentase

SMD MD KMD TMD

2 70 10 20 0

3 40 15 15 30

4 10 20 20 50

9 75 10 10 5

12 75 10 10 5

(30)

13 65 20 10 5

Jumlah 335 85 85 95

Rata-rata 55.8 14.2 14.2 15.8

Berdasarkan dari tabel di atas tentang penagruh Mengatasi Masalah terhadap stabilitas Emosional menunjukkan bahwa lebih dari 55% responden memilih SMD, 14% responden lebih memilih MD dan sisanya memlih KMD dan TMD sebanyak 14.2% dan 15.8%.

e. Pengaruh pendiam terhadap stabilitas emosional

Pengaruh pendiam terhadap stabilitas emosional dapat dilihat pada tabel 5.7 di bawah ini : Tabel 5.7 Pengaruh pendiam terhadap stabilitas emosional

Pertanyaan

Persentase

SMD MD KMD TMD

5 40 25 30 5

7 65 20 10 5

14 60 15 20 5

23 70 25 5 0

Jumlah 235 85 65 15

Rata-rata 58.75 21.25 16.25 3.75

Berdasarkan tabel diatas dapat digambarkan bahwa lebih dari 68% dan 21% responden memilih SMD dan MD. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh erat antara pendiam dengan stabilitas emosional.

f. Pengaruh selalu menyenangkan terhadap stabilitas emosional

Pengaruh selalu menyenangkan terhadap stabilitas emosional dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini :

(31)

Tabel 5.8 pengaruh selalu menyenangkan terhadap stabilitas emosional

Pertanyaan

Persentase

SMD MD KMD TMD

5 40 25 30 5

7 65 20 10 5

10 65 20 10 5

11 70 15 15 0

15 40 20 25 15

Jumlah 280 100 90 30

Rata-rata 56 29 18 6

Berdasarkan dari tabel di atas digambarkan bahwa nilai rata-rata “pengaruh selalu menyenangkan terhadap stabilitas emosional” menunjukkan bahwa sekitar 56 % responden memilih SMD, 20% memilih MD dan sisanya memilih KMD dan TMD sebanyak 18 % dan 6%.

g. Pengaruh dapat mengatasi stress terhadap stabilitas emosional

Pengaruh dapat mengatsi stress terhadap stabilitas emosional dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut ini:

Tabel 5.9 pengaruh dapat mengatasi stress terhadap stabilitas emosional

Pertanyaan

Persentase

SMD MD KMD TMD

2 70 10 20 0

6 65 5 25 5

8 70 15 15 0

(32)

18 80 0 20 0

22 50 25 20 5

Jumlah 335 55 100 10

Rata-rata 67 11 20 2

h. Pengaruh mengelola orang menjadi lebih baik terhadap stabilitas emosional

Pengaruh mengelola orang menjadi lebih baik terhadap stabilitas emosional dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut ini :

Tabel 5.10 pengaruh mengelola orang menjadi lebih baik terhadap stabilitas emosional

Pertanyaan

Persentase

SMD MD KMD TMD

19 70 15 15

20 75 15 10

21 60 30 10

24 50 25 20 5

26 75 15 10

27 60 25 10 5

29 75 20 5

Jumlah 465 145 75 15

Rata-rata 66.43 20.71 10.71 2.15

Berdasarkan tabel pengaruh mengelola orang menjadi lebih baik terhadap stabilitas emosional di atas dapat digambarkan bahwa lebih dari 66% dan 20% responden memilih SMD dan MD dan sisanya memilih KMD dan TMD sebanyak lebh dari 10% dan 2%.

(33)

5. Nama Hakim Pengadilan Tinggi Agama Medan

Tabel 5.11 Nama Hakim PT Agama Medan

No Nama Hakim Jabatan

1. Drs. H. Soufyan M. Saleh, S.H.,M.M Ketua mejelis Ketua PT A

2. Drs. H. Syahron Nasution Ketua Majelis

3. Drs. H.M. Syazili Makhir, M.H Ketua Majelis

4. Drs. H. Lumban Hutabarat, S.H., M.H Ketua Majelis

5. Drs. H. Sudirman Cik Ani, S.H Ketua Majelis

6. Drs. H. Syamsuddin Harahap Ketua Majelis

7. H. Yazid Bustami Dalimunte, S.H Ketua Majelis 8. Drs. H. Pahlawan Harahap, S.H.,M.A Ketua Majelis

9. Drs. H. Muzammil Ali, S.H Ketua Majelis

10. Drs. Tariman, S.H Ketua Majelis

11. Drs. H. Irsan Mukhtar Nasution Hakim Anggota

12. Drs. H. Armia Jalil, S.H., M.H Hakim Anggota

13. Hj. Enita F, S.H Hakim Anggota

14. Drs. Busra, S.H., M.H Hakim Anggota

15. Drs. H. Yusuf Buchori, S.H., M.Si Hakim Anggota

16. Drs. Jasiruddin, S.H., M.Si Hakim Anggota

17. Drs. H. Aridi, S.H., M.Si Hakim Anggota

18. Drs. H. Zulkifli Yus, M.H Hakim Anggota

19. Drs. Idham Khalid, S.H Hakim Anggota

(34)

BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

1. Menganalisis angket

2. Merancang desain model penataan stabilitas emosional hakim wanita bagi percepatan penyelesaian perkara

3. Melakukan wawancara dengan hakim wanita di Pengadilan Agama Medan bagi penguatan hasil angket

4. Membuat draft jurnal yang ber-ISSN.

(35)

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hasil angket menggambarkan bahwa sebagian besar responden menggambarkan diri dari beberapa pertanyaan yang diberikan.

2. Perlu adanya model penataan stabilitas emosional hakim wanita.

B. Saran

Perlu koordinasi intensif antara Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama Kota Medan.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Afiatin, T dan Martaniah, S. M. 1998. Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui Konseling Kelompok, Laporan Penelitian. Tidak Diterbitkan Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Ashari (2013). Apakah Wanita Boleh Menjadi Hakim ? http://thisisgender.com/apakah- wanita-boleh-menjadi-hakim diakses pada tanggal 15 Maret 2013, pukul 13.40.

Bharian.com.my. (2013), Ganguan Prahaid Jejas Emosi Wanita http://www.ehomakers.net/article.php?id=436.

Hurlock, Elizabeth (1980). Psikologi Perkembangan, Jakarta : Erlangga.

Goleman, Daniel (2000). Emotional Intelligence, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Muhammad, Abdulkadir. (2004). Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : PT Citra Aditya Bakti.

Megawangi, Ratna (1999). Membiarkan Berbeda : Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender, Bandung : Mirzan.

Mustafa, Hasan, (2000), Teknik Sampling,_unpar.ac.id/hasan/SAMPLING diakses pada tanggal 16 Agustus 2012, pkl. 10.15

Yahya, M (2009). Kedudukan kewenangan dan acara Peradilan Agama, UU No. 7 Tahun 198. Jakarta : Sinar Grafika.

SOP Penyelesaian Perkara (2013), http://pa-

kedirikab.go.id/utama/index.php?option=com_conten&view=category&id=157&Ite mid=147 diakses pada tanggal 24 Maret 2013.

Sugiyono (2010). Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

_______ (2010). Statistik untuk Penelitian, Bandung : Alfabeta.

Yusuf Syamsu (2005). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosdakarya.

(37)

Tim Puslitjaknov. (2008)

http://www.infokursus.net/download/0604091354Metode_Penel_Pengembangan_Pe mbelajaran_n.pdf, diakses pada tanggal 10 Maret 2013.

Referensi

Dokumen terkait

(2) Dalam hal tindak pidana lalu lintas dilakukan Perusahaan Angkutan Umum, selain pidana yang dijatuhkan terhadap pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Kami tidak melakukan review atas laporan keuangan Anak perusahaan yang dikonsolidasi, PT Citra Pembina Pengangkutan Industries dan Anak perusahaan, dengan kepemilikan 98%, yang

Pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian, keringat asam dan cahaya matahari menghasilkan nilai yang masuk dalam kategori sedang sampai tinggi (3,3-4,4 dan 5) dan pada

Profil halaju dan suhu dalam lapisan sempadan telah diukur untuk kes plat rata yang telah diletakkan dalam arus bebas gelora yang berkeamatan dalam lingkungan dari 1 hingga

Namun masalah yang sering muncul adalah bagaimana cara untuk merepresentasikan pengetahuan di antaranya adalah menerapkan sistem pakar yang telah terkomputerisasi

Pengelolaan keuangan pada Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sulawesi Utara menjadi lebih mudah dengan adanya aplikasi Sistem Informasi

Pengupahan menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan pengupahan dalam ekonomi Islam sama dalam mengartikan upah yaitu imbalan atau ujrah

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam laporan Hibah Iptek bagi Masyarakat