• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA HUKUM ATAS SENGKETA KEPEMILIKAN TANAH KAVLINGAN MILIK KELOMPOK PEGAWAI PENSIUNAN DEPARTEMEN KEHUTANAN DI KABUPATEN KAMPAR TESIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISA HUKUM ATAS SENGKETA KEPEMILIKAN TANAH KAVLINGAN MILIK KELOMPOK PEGAWAI PENSIUNAN DEPARTEMEN KEHUTANAN DI KABUPATEN KAMPAR TESIS."

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

HENI FITRIA 147011171/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HENI FITRIA 147011171/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

Nomor Pokok : 147011171

Program Studi : KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHum ) (Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum)

Tanggal lulus : 08 Februari 2017

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHum

2. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS

3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum 4. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum

(5)

Nim : 147011171

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISA HUKUM ATAS SENGKETA

KEPEMILIKAN TANAH KAVLINGAN MILIK

KELOMPOK PEGAWAI PENSIUNAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN DI KABUPATEN KAMPAR

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : HENI FITRIA Nim : 147011171

(6)

dokumen penting lainnya. Tentu saja semua harus bebas sengketa1. Selanjutnya saat pemindahan hak atas tanah harus dibuat dengan akta otentik dan dilakukan dihadapan pejabat pembuat akta tanah, kemudian akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah ini harus menunjukkan kenyataan atau fakta yang ada dan diwajibkan untuk dilakukan pendaftaran. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pertama : Bagaimana Proses Pembuatan Alas Hak Tanah Kavlingan Milik Kelompok Pegawai Pensiunan Departemen Kehutanan di Kabupaten Kampar, Bagaimana Kewenangan Pengesahan Surat Alas Hak Kepemilikan Tanah Kavlingan di Kabupaten Kampar, Bagaimana Upaya Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Tanah Kavlingan Milik Kelompok Pegawai Pensiunan Departemen Kehutanan di Kabupaten Kampar.

Metode yang digunakam dalam penelitian empiris, yang merupakan salah satu penelitian hukum yang menganalisis dan mengkaji bekerjanya di dalam masyarakat.

Bekerjanya hukum didalam masyarakat dapat dikaji dari tingkat efektivitasnya hukum, kepatuhan terhadap hukum, peranan lembaga atau institusi hukum di dalam penegakan hukum, implementasi aturan hukum, pengaruh masalah sosial terhadap aturan hukum.. Penelitian emperis menggunakan data Primer.

Hasil Penelitian diketahui bahwa Proses pembuatan suatu alas hak atas tanah yang belum terdaftar dan akan di simpan ke kecamatan, sebagaimana yang disampaikan oleh Chenrizal bahwa “Akta Jual Beli yang dimiliki oleh Kelompok pegawai pensiunan departemen kehutanan tersebut memang belum semuanya terarsip dengan baik di di kantor kecamatan Siak Hulu ini, dikarnakan dahulunya sistem pengarsipan masih belum baik serta seringnya pergantian kepegawaian disetiap bidang sehingga tidak terkontrol dengan baik. Pengesahan Surat alas hak tanah kavlingan pada dasarnya sama dengan pendaftaran tanah pada umumnya dengan demikian dapat kita uraikan Tujuan dari pendaftaran tanah, yang semula menurut pasal 19 ayat (1) UUPA hanya bertujuan tunggal semata-mata untuk menjamin kepastian hukum, maka berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tahun 1997 dikembangkan tujuan pendaftaran tanah. Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Tanah Kavlingan Milik Kelompok Pegawai Pensiunan Departemen Kehutanan di Kabupaten Kampar.

Kata Kunci : Tanah Kavling, Sengketa, Pensiunan Departemen Kehutanan, Kampar

1Badriyah Harun, Solusi Sengketa Tanah dan Bangunan, Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2013, hlm 101.

(7)

documents, and the most important thing is that it is free from dispute.2 Land title transfer should be made in authentic certificate before a PPAT (official empowered to draw up land deeds). It has to contain the facts and it has to be registered. The research problems were as follows: how about the legal basis on land plots owned by groups of retired employees of the Department of Forestry in Kampar Regency, how about the authority of the validation of legal basis on land plots in Kampar regency, and how about the settlement of dispute in land plots ownership owned by retired employees of the Department of Forestry in Kampar Regency.

The research used judicial empirical method which analyzed legal provisions in society by analyzing legal effectiveness, compliance with law, the role of institutions or legal institutions in the upholding of law, the implementation of regulations, and the influence of social problem on legal provisions. Empirical research method used primary data.

The result of the research showed that the process of making a legal basis on unregistered land which will be kept in the Subdistrict Administration Office, according to Chenrizal, is that “...not all sales certificates owned by groups of retired employees of the Department of Forestry are archived well in the Siak Hulu Subdistrict Office because formerly the archival system was not good and the change of employees in each department used to occur so that it could not be controlled properly. The validity of legal basis on land certificate is basically the same as land registration. Therefore, the aim of land registration, which used to follow Article 19, paragraph 1 of the Land Act, was merely to guarantee legal certainty. However, based on Article 3 of the Government Regulation No. 24/1997 the purpose of land registration was broadened by settling dispute in the ownership of land plots owned by groups of retired employees of the Department of Forestry in Kampar Regency.

Keywords: Land Plots, Dispute, Retired Employees of Department of Forestry, Kampar

(8)

dapat menyelesaikan sebuah karya ilmiah berbentuk Tesis dengan judul “ANALISA HUKUM ATAS SENGKETA KEPEMILIKAN TANAH KAVLINGAN MILIK KELOMPOK PEGAWAI PENSIUNAN DEPARTEMEN KEHUTANAN DI KABUPATEN KAMPAR”. Penulisan tesis ini merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat:

Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dan selaku Komisi Pembimbing yang telah tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan serta kemudahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tesis sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Bapak Dr. Faisal Akbar, SH, M.Hum., selaku Komisi Pembimbing yang telah tulus ikhlas memberikan bimbingan, arahan dan motivasi untuk kesempurnaan

(9)

06 Januari 2017 di Mekkah selaku Komisi Pembimbing yang telah tulus ikhlas memberikan bimbingan, arahan dan motivasi untuk kesempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, sampai pada tahap akan diselenggarakan seminar hasil sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya di dalam penelitian tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa pengajaran, bimbingan, arahan dan bahan informasi dari semua pihak.

Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Prof. DR. Runtung, SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. DR. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada peneliti untuk dapat menjadi mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu DR. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum., selaku Penguji dalam penelitian tesis ini dan selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Sumatera Utara, atas segala dedikasi dan

(10)

4. Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum., selaku penguji dalam penelitian tesis ini, atas segala dedikasi dan pengarahan serta masukan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Dosen serta segenap civitas akademis Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Aby Ir. Taufiq MT, Anak saya Jibran Hamzah, Mamak saya Mardiana Piliang, Abang saya Imalludin HasPi dan Hamdani Hasibuan dan kakak saya Nuraisyah, juga sahabat saya Renny Angraini, atas segala doa, dukungan Materi dan motivasi yang terbaik selama menempuh pendidikan Magister Kenotariatan di USU Medan dan tak henti-hentinya diberikan untuk kelancaran penelitian.

7. Teman-teman saya Agustian, SH., MKn, Indra Hermawan, SH., MKn., Habib Muhammad Yusuf Siregar, SH., MKn., Merry Helrina. SH., Taufiq Mustakim, SH., MKn., Mochammad Ghuffron Muchlis, SH., MKn., Edwin Rollin Tampubolon, SH. MKn, Abza Karanesa, SH., serta seluruh teman-teman kelas khusus angkatan 2014 (genap) Fakultas Hukum, Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara (USU) yang tidak bias disebutkan nama-namanya satu persatu.

(11)

ini, semoga Tuhan Yang Maha Pengasih memberkati dan membalas semua budi baik mereka semuanya.

Akhirnya penulis juga menyadari, dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan di sana-sini, dan karena itu kritik dan saran selalu ditunggu sebagai masukan guna memperbaiki tulisan ini.

Medan, 08 Februari 2017 Penulis

Heni Fitria

(12)

Nama : Heni Fitria

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/01 November 1984

Alamat : Jalan Gunung Agung No. 51 Pekanbaru,

Riau

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 32 Tahun

Kewarganegaraan : Indonesia

Nama Ayah : Basyaruddin Hasibuan

Nama Ibu : Mardiana

II. PENDIDIKAN

SD YKWI Pekanbaru : Lulus Tahun 1996 SMP Islam YLPI Pekanbaru : Lulus Tahun 1999 SMK Muhammadyah 02

Pekanbaru : Lulus Tahun 2002

S1 Fakultas Hukum

Universitas Lancang Kuning

Pekanbaru : Lulus Tahun 2012

S2 Magister Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara : Lulus Tahun 2017

(13)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsep ... 12

1. Kerangka Teori ... 12

2. Konsepsi ... 18

G. Metode Penelitian ... 21

BAB II PROSES PEMBUATAN ALAS HAK TANAH KAVLINGAN MILIK KELOMPOK PEGAWAI PENSIUNAN DEPARTEMEN KEHUTANAN DI KABUPATEN KAMPAR 25 A. Gambaran Umum Kabupaten Kampar... 25

B. Kepemilikan Tanah kavlingan Kelompok Pegawai Pensiunan Departemen Kehutanan ... 30

C. Proses Pembuatan Alas Hak Tanah Kavlingan Milik Kelompok Pegawai Pensiunan Departemen Kehutanan di Kabupaten Kampar... 36

(14)

Sementara ... 53

C. Tugas dan Kewenangan Camat Sebagai PPAT Sementara... 72

D. Pengesahan Surat Alas Hak Kepemilikan Tanah Kavlingan di Kabupaten Kampar ... 79

BAB IV UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA KEPEMILIKAN TANAH KAVLINGAN MILIK KELOMPOK PEAGAWAI PENSIUNAN DEPARTEMEN KEHUTANAN DI KABUPATEN KAMPAR... 91

A. Bentuk-Bentuk Penyelesaian Sengketa ... 91

B. Peranan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kampar ... 103

C. Upaya Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Tanah Kavlingan Milik Kelompok Peagawai Pensiunan Departemen Kehutanan di Kabupaten Kampar ... 112

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 123

A. Kesimpulan ... 123

B. Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 126

(15)

Tanah berada dalam kekuasaan negara, hal ini terlukis dalam Pasal 33 ayat (3) yang menggariskan kebijakan dasar mengenai penguasaan dan penggunaan sumber- sumber daya alam yang ada, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Hal ini dikarenakan bahwa hal-hal yang disebutkan di atas adalah pokok- pokok kemakmuran rakyat sehingga merupakan tanggung jawab penuh negara untuk mengelolanya demi kepentingan masyarakat1.

Tanah juga memiliki peran yang sangat penting artinya dalam kehidupan Bangsa Indonesia ataupun dalam pelaksanaan pembangunan Nasional yang diselenggarakan sebagai upaya berkelanjutan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, sedangkan dalam UUPA sebagai landasan yuridis yang mengatur masalah agraria di Indonesia tidak mengatur secara tegas tentang jual beli tanah, baik pengertiannya maupun prosedurnya. Dalam hal ini pasal 26 ayat (1) UUPA hanya menyebutkan bahwa :

…jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Setelah berlakunya UUPA secara garis besar Hukum Agraria dibagi menjadi 2 (dua) bidang, yaitu :

1Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: “Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah”, Jakarta, Djambatan, 2006, Hlm 34.

(16)

1. Hukum Agraria Perdata (Keperdataan)

Adalah keseluruhan dari ketentuan hukum yang bersumber pada hak perorangan dan badan hukum yang memperolehkan, mewajibkan, melarang diperlakukan perbuatan hukum yang berhubungan dengan tanah (obyeknya).

Contoh : jual-beli, hak atas tanag sebgai jaminan utang (Hak Tanggungan), pewarisan.

2. Hukum Agraria Administrasi (Administratif)

Adalah keseluruhan dari ketentuan hukum yang member wewenang kepada pejabat dalam menjalankan praktak hukum Negara dan mengambil tindakan dari masalah-masalah agrarian yang timbul.

Contoh : Pendaftaran Tanah, Pengadaan tanah, pencabutan hak atas tanah2. Tanah merupakan faktor pendukung utama kehidupan dan kesejahteraan masyarakat, fungsi tanah tidak hanya terbatas pada kebutuhan tempat tinggal, tetapi tempat tumbuh dan berkembangnya sosial politik dan budaya seseorang maupun komunitas masyarakat3. Filsafah Indonesia dalam konsep hubungan antara manusia dengan tanah menempatkan individu dan masyarakat sebagai kesatuan yang tidak terpisahkan bahwa pemenuhan kebutuhan seseorang terhadap tanah diletakkan dalam kerangka kebutuhan seluruh masyarakat, sehigga hubungannya tidak bersifat

2 Urip Santoso, Hukum Agraria & Hak-Hak Atas Tanah, cetakan ke 5, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2009, hlm 7.

3Winahyu Erwiningsih, Hak Menguasai Negara atas tanah, cet 1, Jakarta, Total Media, 2000, hlm 1.

(17)

individualistis semata, tetapi lebih bersifat kolektif dengan tetap memberikan tempat dan penghormatan terhadap hak perorangan4.

Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, tanah dimana manusia dimakamkan, dan hubungannya bersifat magisreligious dan dalam kenyataannya kebutuhan akan tanah tidak seimbang dengan ketersediaan tanah yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui, ketidakseimbangan ini dengan sendirinya akan dapat menimbulkan gesekan-gesekan kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan akan tanah. Permasalahan akan tanah dapat berupa konflik tentang pemilikan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatannya. Karena kedudukan tanah sangat penting maka diperlukan adanya kebijakan nasional di bidang pertanahan yang utuh dan terpadu, termasuk dalam hal ini upaya-upaya penyelesaian masalah sengketa dan konflik pertanahan.

Didalam konsiderans UUPA, menegaskan peranan kunci tanah, bahwa bumi, air dan ruang angkasa mempunyai fungsi yang penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur. Dikonteks ini, penguasaan dan penghakkan atas tanah terutama tertuju pada perwujudan keadilan dan kemakmuran dalam pembangunan masyarakat, merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional, karena setiap kegiatan pembangunan baik yang dilakukan oleh Pemerintah, perusahaan swasta maupun masyarakat tidak dapat lepas dari kebutuhan akan tanah sebagai wadah kegiatannya.

4Maria S.W. Soemardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, Jakarta, Buku Kompas, 2001, hlm 158.

(18)

UUPA yang mencerminkan kelebihan dan kekhususan aset ini,5maka Tanah dalam arti hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena dapat menentukan keberadaan dan kelangsungan hubungan dan perbuatan hukum, baik dari segi individu maupun dampak bagi orang lain. Oleh sebab itu untuk mencegah masalah tanah tidak sampai menimbulkan konflik kepentingan dalam masyarakat, diperlukan pengaturan, penguasaan dan penggunaan tanah atau dengan kata lain disebut dengan hukum tanah.6

Pengaturan tanah dalam hal penguasaan, pengunaan tanah pada mula di atur pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran tanah, kemudian dirubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang ditetapkan pada tanggal 8 Juli 1997. Dalam ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah tersebut ditentukan bahwa :

1. Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan data perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang dilakukan di antara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan.

5A.P. Parlindungan., Seminar Peringatan ulang tahun UUPA ke-36, Medan, Fakultas Hukum USU, tanggal 19 Oktober 1996.

6K. Wantijk Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Jakarta, Ghalia Indonesia 1982, hlm 7.

(19)

Kebijakan ini dimaksudkan agar implementasi kebijakan penanganan sengketa pertanahan dapat tercipta suatu kondisi yang kondusif untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sekaligus memelihara dan mempertahankan integritas Negara dan Bangsa Indonesia. Pada masa Orde Baru, kekuatan negara untuk mengambilalih kepemilikan tanahmasyarakat demi alasan “kepentingan umum” sangatlah dominan. Bahkan, jika dirunut jauh ke belakang, konflik agraria di Indonesia berlangsung sejak masa feodalisme, kolonialisme dan hingga masa kini.

Sebagaimana dipahami dalam UUPA Pasal 21 bahwa status subyek menentukan status tanah yang boleh dikuasai seperti misalnya untuk Warga Negara Indonesia dapat memegang hak milik atas tanah, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, serta hak pengelolaan, sedangkan untuk badan hukum Indonesia dapat memiliki hak atas tanah berupa hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai serta hak pengelolaan. Dengan beralas hak yang dimiliki tersebut pemegang hak dapat memanfaatkan haknya semaksimal mungkin sesuai dengan peruntukannya.

Setiap pemegang hak atas tanah yang merupakan subyek hukum berhak untuk melakukan perbuatan hukum atas tanahnya, asalkan perbuatan hukum tersebut oleh undang-undang diperbolehkan. Seperti yang telah disebutkan di atas, pada umumnya pengkavlingan merupakan suatu cara menjual sebidang tanah atau cara mempromosikan benda, dalam hal ini benda tidak bergerak, sehingga dari cara ini diharapkan dapat mendongkrak harga atau nilai jual tanah tersebut.

Tanah dalam pengkavlingan juga dapat menjadi salah satu menyebabkan Sengketa pertanahan dikarnakan seiring perkembangan suatu daerah atau wilayah

(20)

sehingga nilai jual akan lebih tinggi, oleh sebab itu penting ketika hendak membeli Tanah harus melakukan riset kondisi fisik, status kepemilikan, surat-surat atau dokumen penting lainnya. Tentu saja semua harus bebas sengketa7. Selanjutnya saat pemindahan hak atas tanah harus dibuat dengan akta otentik dan dilakukan dihadapan pejabat pembuat akta tanah, kemudian akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah ini harus menunjukkan kenyataan atau fakta yang ada dan diwajibkan untuk dilakukan pendaftaran.

Kavlingan telah berlangsung sangat lama, namun seiring banyaknya pemekaran suatu wilayah serta semakin bertambahnya jumlah penduduk sehingga semakin bertambahlah kebutuhan atas tanah, dan pada masa sekarang ini semakin banyak masyarakat ingin memiliki tanah. Kavling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan sesuai dengan persyaratan pebakuan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah, dan rencana tata ruang lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk membangun bangunan8.

UUPA memang tidak menjelaskan tentang tanah kavlingan namun peralihan hak atas tanah baik melalui jual beli maupun dengan perbuatan hukum perdata atas tanah lainnya, pada umumnya telah diatur dalam undang-undang, yang dalam hal ini adalah UUPA dan peraturan pelaksananya.

7Badriyah Harun, Solusi Sengketa Tanah dan Bangunan, Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2013, hlm 101.

8Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman

(21)

UUPA memberikan kewenangan atau hak kepada pemilik tanah untuk memanfaatkan tanah miliknya semaksimal mungkin, termasuk di dalamnya melakukan perbuatan hukum peralihan hak atas tanah. Kewenangan inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pemegang hak atas tanah untuk melakukan peralihan hak atas tanahnya kepada pihak lain yang memerlukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomis yang diharapkan sehingga banyaklah masyarakat mengkavling- kavlingkan tanah.

Kalangan masyarakat Indonesia pada masa berlaku PP 10 tahun 1961 terutama yang tinggal di daerah belum semuanya mengenal adanya Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), biasa masyarakat melakukan transaksi jual beli tanah didaerah khususnya kecamatan melalui camat sebagai Pejabat Umum yang mengurus adminitrasi dibidang pertanahan yang dibuat dengan akta jual beli. Masyarakat di kecamatan yang menuangkan dalam akta yang ditandatangani oleh para pihak dengan diketahui oleh Kepala Desa dan Camat, model transaksi tanah seperti itu masih terjadi di sebahagian masyarakat di daerah.9

Perbuatan hukum berupa jual beli hak atas tanah yang belum terdaftar juga banyak berupa tanah yang dalam pengkavlingan, seperti disalah satu kabupaten Kampar Propinsi Riau. Kabupaten Kampar merupakan satu Wilayah Kabupaten yang cukup luas di Propinsi Riau, pengkavlingan di Kampar mulai dilakukan pada tahun 1980-an.

9 J. Andy Hartanto, Panduan Lengkap Hukum Praktis : Kepemilikan Tanah, Surabaya, Laksbang Justitia, 2015, hlm 166-173.

(22)

Banyaknya terjadi Jual beli hak atas tanah yang belum bersertipikat dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, maka jual beli cukup melalui akta dibawah tangan yang dibuat oleh kedua belah pihak dan dibenarkan dalam arti diketahui dan ditandatangani Camat10. Sehingga menyebabkan banyak dimasa sekarang terjadi konflik atau sengketa tanah, dalam sengketa tanah yang terjadi antara pemegang hak atas tanah yang belum bersertipikat.

Kasus-kasus yang menyangkut sengketa dibidang pertanahan dapat dikatakan tidak pernah surut, bahkan mempunyai kecenderungan meningkat dalam kompleksitas maupun kuantitas permasalahannya, seiring dengan dinamika ekonomi, sosial dan politik Indonesia. Sebagai gambaran dewasa ini di Indonesia, dengan semakin memburuknya situasi ekonomi yang sangat terasa dampaknya.

Dengan banyaknya terjadi konflik atau masalah sengketa hak atas tanah di Kabupaten Kampar yakni masyarakat yang melakukan transaksi jual beli atas tanah kavlingan di bawah tahun 1990, dengan latar belakang yang telah di uraikan maka yang akan menjadi penelitian dalam tesis ini dengan judul :

“Analisa Hukum Atas Sengketa Kepemilikan Tanah Kavlingan Milik Kelompok Pegawai Pensiunan Departemen Kehutanan Di Kabupaten Kampar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dengan apa yang telah diuraikan di dalam latar belakang permasalahan yang ada diatas maka dapat diambi permasalahan sebagai berikut:

10ibid

(23)

1. Bagaimana Proses Pembuatan Alas Hak Tanah Kavlingan Milik Kelompok Pegawai Pensiunan Departemen Kehutanan di Kabupaten Kampar?

2. Bagaimana Kewenangan Pengesahan Surat Alas Hak Kepemilikan Tanah Kavlingan di Kabupaten Kampar ?

3. Bagaimana Upaya Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Tanah Kavlingan Milik Kelompok Peagawai Pensiunan Departemen Kehutanan di Kabupaten Kampar?

C. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan perumusan masalah yang akan dikaji, maka yang akan menjadi tujuan penelitian tesis ini adalah :

1. Untuk mengetahui Proses Pembuatan Alas Hak Tanah Kavlingan Milik Kelompok Pegawai Pensiunan Departemen Kehutanan di Kabupaten Kampar.

2. Untuk mengetahui Kewenangan Pengesahan Surat Alas Hak Kepemilikan Tanah Kavlingan di Kabupaten Kampar.

3. Untuk mengetahui Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Tanah Kavlingan Milik Kelompok Peagawai Pensiunan Departemen Kehutanan di Kabupaten Kampar.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis, hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam bidang hukum agraria. Dengan adanya penelitian dapat membantu kita untuk lebih memperhatikan dan berusaha untuk memberikan sumbangan pemikiran sesuai dengan kebenaran dan fakta

(24)

yang terjadi di lapangan. Sedangkan dalam UUPA tidak diatur mengenai pendaftaran peralihan hak dengan pengkavlingan, dalam hal untuk mengetahui mengenai peraturan perundang-undangan mengatur pengkavlingan tanah di Indonesia dan jaminan kepastian hukum terhadap tanah kavling, sehingga memberikan pengaruh terhadap kepemilikan tanah kavling tersebut. Hal ini secara keilmuan diharapkan dapat membantu pengembangan teori-teori mengenai pemecahan dan pemisahan yang kemudian banyaknya penjualan dan pembelian tanah dimasyarakat secara pengkavlingan.

2. Secara praktis, bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan dalam bidang agraria ataupun pertanahan, dan agar masyarakat mengerti akan tuntutan dan menyadari pentingnya perlindungan hukum terhadap hak atas tanah yang dimiliki setiap masyarakat.

a. Bagi pemilik awal tanah atau pemegang hak atas tanah maupun Koordinator Tanah Kavlingan, hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman berkenaan teknik pengkavlingan merupakan pemecahan tanah atau pemisahan tanah dan prosedur-prosedur yang wajib dipenuhi dalam melakukan pengkavlingan bidang tanah.

b. Bagi pihak pembeli, hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas mengenai kepemilikan tanah pengkavlingan.

c. Bagi pembuat kebijakan, maka diharapkan perlunya dibentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengkavlingan tanah, agar

(25)

menjadi jelas dan pasti agar terciptanya kepastian bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.

d. Bagi penulis sendiri, disamping untuk penyelesaian studi pada program Magister Kenotariatan, juga untuk menambah wawasan dibidang Hukum Agraria, Hukum Tata Negara dan Hukum Kenotariatan mengenai kepastian hukum kepemilikan tanah kavling di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pendataan kepustakaan, dimana dari hasil penelitian yang pernah dilakukan, khususnya di lingkungan Universitas Sumatra Utara, Penelitian mengenai

“Analisa Hukum Atas Sengketa Kepemilikan Tanah Kavlingan Milik Kelompok Pegawai Pensiunan Departemen Kehutanan Di Kabupaten Kampar” sama sekali belum pernah dilakuakan, Tetapi sebelumnya sudah ada peneitian tentang :

1. Peranan mediasi dalam penyelesaian Sengketa Tanah di Luar pengadilan dengan Jalan Pemberian GoodWill (studi kasus penyelesaian Sengketa Tanah antara PT. Victor Jaya Raya denagan Masyarakat Kelurahan Mangga dan Kuala Bekala Medan) : Fira Dinda Tantri Hamzah Z (047011025).

2. Akta Perdamaian sebagai Jalan Penyelesaian sengketa tanah diluar Pengadilan (studi kasis Penyelesaian Perkara antara Pemilik Tanah Adat ahli Waris Panampati Purba denagn PT. Bank Sumatra Utara di Kaban Jahe) : Syafruddin Abi Wijaya (057011088).

3. Potensi Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) : Delina Siregar (077011010).

(26)

F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi dan sesuatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta- fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya, agarmenetapkan landasan teori pada waktu diadakan penelitian ini tidak salah arah. Landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang membuat kerangka berpikir dalam penulisan.11

Kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian dan suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk bagaimana pengorganisasian dan mengintrepretasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil terdahulu, dalam penelitian ini akan di tekankan teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum dan pendapat para ahli atau sarjana yang berpengalaman yang digunakan sebagai landasan pemikiran. Ini penting untuk memberikan argumentasi yang meyakinkan bahwa kajian tersebut sudah memenuhi standar teoritis sesuai dengan bidang ilmu yang yang menjadi objek kajian.

11 JJJ.U Wuisman dengan Penyunting M.Hisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Jilid ,1 Bandung, Mandar Madju, 1994, hlm 80.

(27)

A.P. Parlindungan menyatakan, bahwa dari tanah tersebut akan didirikan bangunan tempat tinggal yang merupakan salah satu dari kebutuhan dasar dari manusia. Terkait dengan kebutuhan pokok akan tanah, manusia cenderung akan mencari dan memiliki tanah kosong sebagaitempat tinggal. Lambat laun, dengan demikian kebutuhan sesama individu -individu yang memerlukan tanah tersebut akan menimbulkan konflik kepentinganjika tidak diatur oleh hukum12.

Menurut Kelsen, maka perumusan kaedah dengan pandangan hipotesis dapat diketemukan dalam perumusan kaedah-kaedah hukum umum13. Dalam penelitian ini juga memakai Teori Kepastian Hukum, menurut pendapat Gustav Radbruch bahwa hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh karena kepastian hukum perlu dijaga demi keamanan didalam Negara, maka hukum positif harus ditaati, walau isinya kurang adil atau kurang sesuai dengan tujuan hukum.

Tetapi dapat pengecualian bilamana pertentangan antara isi tata hukum tentang keadilan begitu besar, sehingga tata hukum itu tampak tidak adil pada saat itu tata hukum boleh dilepaskan14.

Menurut pendapat Gustav Radbruch tersebut didasarkan pada pandangannya bahwa kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu sendiri, kepastian hukum merupakan produk dari hukum atau lebih khusus dari perundang-undangan, berdasarkan pendapatnya tersebut. Maka menurut Gustav Rudbruch, hukum positif

12A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Perumahan dan Pemukiman dan Undang-Undang Rumah Susun, Bandung, Mandar Maju, 2001, hlm 1.

13Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia (UI-Press), 2008, hlm 128.

14Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah, Yogyakarta, Kanisius, 1982, hlm 163.

(28)

yang mengatur kepentingan-kepentingan manusia dalam masyarakat harus slalu ditaati meskipun hukum positif itu kurang adil.

Kepastian hukum dikemukankan oleh Jan M. Otto sebagaimana yang dikutip oleh Bernard Arief Sidharta, yaitu kepastian hukum dalam situasi tertentu mensyaratkan sebagai berikut.

a. Tersedia aturan-aturan hukumyang jelas atau jernih, konsisten dan mudah diperoleh (accessible), yang diterbitkan oleh kekuasaan Negara.

b. Bahwa instansi-instansi penguasa (pemerintah) menerapkan aturan-aturan hukum secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya.

c. Bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan isi dan karena itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut.

d. Bahwa hakim-hakim (peradilan)yang mendiri dan tidak berpihak menerapkan aturan-aturan hukumitu secara konsisten sewaktu mereka menyelesaiakan sengketa hukum, dan

e. Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.15

Kelima syarat yang dikemukakan Jan M. Otto tersebut menunjukkan bahwa kepastian hukum dapat dicapai jika substansi hukumnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat, aturan hukum yang mampu menciptakan kepastian hukum adalah hukum yang lahir dan mencerminkan budaya masyarakat. Kepastian hukumyang seperti inilah yang disebut dengan kepastian hukum yang sebenarnya (realistic legal certainly), yaitu mensyaratkan adanya keharmonisan antara Negara dengan rakyat dalam berorientasi dan memahami sistem hukum.

15Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Bandung, Mandar Maju, 2006, hlm 85.

(29)

Soerjono soekanto berpendapat, bagi kepastian hukum yang penting adalah peraturan dan dilaksanakan peraturan itu sebagaimana yang ditentukan. Apakah hukum itu harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakat adalah diluar pengutamaan kepastian hukum16. Dalam hal untuk mencapai kepastian hukum hak atas tanah perlu adanya pembagian yang seimbang dari kekayaan terutama tanah, agar dapat menghentikan kemiskinan dari orang miskin yang tidak mempunyai tanah untuk diolah.

Dengan demikian, dalam menanggulangi masalah kepastian hukum hak atas tanah tersebut menurut A.P Parlindungan terlebih dahulu berpijak pada suatu teori tentang :

a. Pandangan mengenai Political will;

b. Pandangan mengenai perumusan Planing political will;

c. Pandangan mengenai Programing;

d. Pandangan mengenai Pelaksanaan dan pelaksana;

e. Pandangan mengenai Pengawasan;

f. Pandangan mengenai Ketahanan Nasional17.

Untuk membangun kepastian hukum, maka kita harus mendasarkan pada hal- hal yang berkaitan dengan tujuan dari kepastian hukum yang hendak dicapai, seperti :

a. Predictability, yakni hukum yang diciptakan harus mampu memperkirakan apa yang harus berlaku dengan adanya aturan yang dibuat tersebut.

16 Soerjono soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial, Bandung, Alumni, 1982, hlm 21.

17A.P Parlindungan, Hukum Agraria Beberapa Pemikiran dan Gagasan, Medan, USU Press, 1998, hlm 74.

(30)

b. Stability, disini hukum tersebut harus mampu mengakomodasi atau menjembatani kepentingan yang berbeda.

c. Fairness, yakni aturan yang harus dibuat harus mempunyai keadilan.

d. Education, yakni setiap aturan yang harus diharapkan mempunyai kepastian hukum yang baik bila aturan hukum yang dibangun itu diketahui oleh semua pihak, sehingga disini peran sosialisasinya harus dilaksanakan.

e. Ability of lawyers, yakni setiap aturan yang dibuat harus ada orang yang mengetahui benar untuk dapat dijalankan18.

Hukum atau undang-undang dalam arti materiel merupakan peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah.

Peraturan dibagi dua macam, yaitu: Peraturan Pusat dan Paraturan setempat.

Paraturan Pusat berlaku untuk semua warga Negara atau suatu golongan tertentu saja maupun yang berlaku umum disebagian wilayah Negara, Peraturan Setempat hanya berlaku disuatu tempat atau daerah saja.

Penegakan hukum adalah kalangan yang secara langsung yang berkecimpung dalam bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup Penegakan Hukum (law enforcement), akan tetapi juga mencakup Penegakan secara damai (Peace maintenance). Yang termasuk kalangan penegak hukum, meliputi mereka yang bertugas di bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan, dan pemasyarakatan.

Sarana atau fasilitas merupakan segala hal yang dapat digunakan untuk mendukung dalam proses penegakan hukum. Sarana atau fasilitas itu, meliputi tenaga

18Muhammad Yamin Lubis, Beberapa Dimensi Filosofi Hukum Agraria, Medan, Pustaka Bangsa, 2003, hlm 45.

(31)

manusia yang berpendidikan dan trampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterunya. Kalaulah hal itu tidak dipenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan tercapai tujuannya. Masyarakat dimakna kan sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terkait oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama,19 masyarakat dalam konteks penegakan hukum erat kaitannya, dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

Jika dalam penelitian adanya terjadi perselisihan maka akan di pakai Teori Penyelesaian sengketa, Penyelesaian sengketa itu sendiri berasal dari terjemahan bahasa inggris, yaitu dispute settlement of theory, bahasa belandanya, yaitu theorie van theorie der streitbeilegung. Sedangkan Penyelesaian adalah proses, perbuatan, cara menyelesaikan, menyelesaikan diartikan menyudahkan, menjadi berakhir, membereskan atau memutuskan, mengatur, memperdamaikan (perselisihan atau pertengkaran), atau mengatur sesuatu sehingga menjadi baik. Pada dasarnya penyelesaian sengketa merupakan upaya untuk mengakhiri konflik atau pertentangan- pertentangan yang terjadi didalam masyarakat, maka hubungan antara para pihak akan kembali seperti semula.

Oleh sebab itu untuk mengakhiri sengketa yang timbul dalam masyarakat diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur hal itu, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian sengketa meliputi :

19Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1989, hlm 564.

(32)

a. Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata;

b. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa; dan

c. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penangganan Konflik Sosial.

Cara penyelasaian sengketa itu sendiri dapat dilakukan melalui Pengadilan, ADR, juga melalui lembaga Adat (damai). Penyelesaian secara ADR memiliki cara : Konsultasi; Negosiasi; Mediasi; Konsiliasi; Penilaian ahli. Sedangkan lembaga yang berwenang menyelesaikan konflik atau sengketa meliputi : Pemerintahan; Pemerintah daerah; Pranata adat dan atau Pranata Sosioal; satuan tugas penyelesaian konflik sosial.20

2. Konsepsi

Konsep berasal dari bahasa latin, conceptus yang memiliki arti sebagai suatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan21 sedangkan Konsepsi adalah suatu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.22

Suatu konsep atau kerangka konsepsional pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit daripada kerangka teoritis yang sering

20H. Salim HS,dan Erlies Septiana Nurbani,Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Jakarta, Rajawalli Pers, 2013, hlm 135.

21Komaruddin dan yooke Tjuparmah,Kamus Istilah karya Tulis Ilmiah, jakarta, Bumi Aksara, 2000, hlm 122.

22Samadi Suryabrata,Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998, hlm 31.

(33)

kali masih bersifat abstrak sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit didalam proses penelitian, maka perlu di uraikan beberpa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.23

a. Pengertian istilah “Agraria” dalam UUPA tidak memberikan penjelasan tentang pengertian “Agraria”, melainkan hanya memberikan gambaran mengenai ruang lingkup pengertian “Agraria” yang dapat disimpulkan dari bunyi pasal-pasal maupun penjelasan-penjelasan undang-undang tersebut.

Ruang lingkup “Agraria” dalam UUPA tidak diartikan hanya sebatas meliputi pengaturan mengenai tanah, tetapi diartikan secara luas, sehingga selain meliputi bumi (tanah), juga meliputi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, bahkan meliputi juga ruang angkasa. Dengan demikian, hukum yang mengatur persoalan tanah (Hukum Tanah) adalah sama dengan Hukum Agraria dalam arti sempit.

b. Hukum Tanah adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum, ada yang tertulis ada pula yang tidak tertulis, yang semuanya mempunyai objekpengaturan yang sama, yaitu hak-hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukum dan sebagai hubungan-hubungan hukum konkrit, beraspek publik dan perdata, yang dapat disususn dan dipelajari secara sistematis, sehingga keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang merupakan suatu sistem. Hukum tanah mengatur aspek yuridis yang berkaitan dengan hak-hak penguasaan atas tanah.

c. Hak penguasaan atas tanah berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki. “sesuatu” yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat yang

23Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001, hlm 7.

(34)

merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriterium atau tolak pembeda di antara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah.

d. Pemerataan kepemilikan Tanah maka masyarakat banyak membuat serta membeli Tanah Kavlingan, dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, istilah kavling diartikan sebagai: “Bagian tanah yang dipetak-petakkan dengan ukuran tertentu biasanya dipersiapkan untuk bangunan; kavling siang bangun:

petakan-petakan tanah yang dipersiapkan untuk didirikan bangunan”24.

e. Pendaftaran tanah ialah mendaftarkan hak atas tanah merupakan hal yang penting untuk menjamin kepastian hukum pemegang hak atas tanah dan pihak lain yang berkepentingan dengan tanah tersebut. Pendaftaran tanah dilakukan di Kantor Pertanahan yang berada di wilayah Kabupaten atau Kotamadya dimana tanah berada.25

f. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan- bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri selama jangka waktu tertentu. Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah Tanah negara, Tanah Hak Pengelolaan dan Tanah Hak Milik.26

g. Sengketa pertanahan adalah suatu perselisihan memperebutkan hak atas tanah antara individu/kelompok atau badan hukum karena adanya pengaduan/keberatan dan tuntutan terhadap suatu keputusan yang telah ditetapkan oleh pejabat tata usaha Negara dilingkungan Badan Pertanahan Nasional, dimana keputusan pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak mereka atas suatu bidang tanah tertentu.27

24R. Sutoyo Bakir, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Edisi Terbaru), Karisma Publishing Group, Tangerang, 2009, hlm 257.

25Rinto Manulang, Segala Hal Tentang Tanah Rumah & Perizinannya, yogyakarta, Buku Pintar, 2011, hlm 110.

26Loc., Cit.

27Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan (Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah), Jakarta, Prestasi Pustaka Publiser, 2003, hlm 29.

(35)

G. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penulisan tesis ini dengan tujuan agar dapat lebih terarah dan dapat di pertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan antara lain :

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa konstruksi yang di lakukan secara metodollogi, sistematis dan konsisten.28 Dari segi penelitian hukum, penelitian ialah suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan.29

Jenis penelitian hukum yang dipakai oleh peneliti dalam penulisan tesis ini ialah penelitian hukum empiris yang merupakan salah satu penelitian hukum yang menganalisis dan mengkaji bekerjanya di dalam masyarakat. Bekerjanya hukum didalam masyarakat dapat dikaji dari tingkat efektifitasnya hukum, kepatuhan terhadap hukum, peranan lembaga atau institusi hukum di dalam penegakan hukum, implementasi aturan hukum, pengaruh masalah sosial terhadap aturan hukum.

Adapun dalam penelitian hukum ini yang menjadi subjek yaitu perilaku hukum (legal

28Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press, 1981, hlm 42.

29Bernard Arief Shirdata, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berfikir, Bandung, Refika aditama, 2006, hlm 43.

(36)

behavior). legal behavior, yaitu perilaku nyata dari individu atau masyarakat yang sesuai atau dianggap pantas oleh kaidah-kaidah hukum yang berlaku.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan Kabupaten Kampar, Propinsi Riau tepat nya di Kecamatan Siak Hulu dan Kecamatan Tambang, Juga pada Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar, dimana penelitian ini akan mengkhususkan pembahasannya pada penelitian tentang Analisa Hukum Atas Kepemilikan Tanah Kavlingan Milik Kelompok Pegawai Pensiunan Departemen Kehutanan di Kabupaten Kampar.

Penelitian ini juga akan membahas masalah bagaimana sejarah kepemilikan tanah, serta bagaimana proses kemilikan alas hak atas tanah, juga melihat bagaimana bisa terjadi sengketa atas tanah serta penyelesaian konflik tanah yang terjadi serta bagaimana upaya penyelesaian sengketa yang terjadi.

3. Sumber Data

Berdasarkan sifat penelitian tersebut diatas, maka data yang dikumpulkan berasal dari data bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang berkekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian yaitu : Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 (UUPA), Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Undang- undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

(37)

Hidup, Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelittian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum dan dokumen-dokumen yang berkaitandenganpermasalahan kepemilikan hak atas tanah juga sengketa tanah antara masyarakat dengan perusahaan.

c. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain30.

4. Tehnik pengumpulan data

Pada penulisan penelitian ini maka penulis memakai cara pengumpulan data dilapangan yang dilakukan dengan :

a. Wawancara; yaitu dengan melakukan wawancara langsung dengan responden atau orang-orang, lembaga dan /atau badan yang terlibat langsung dengan permasalahan yang sedang diteliti. Dan memberikan beberapa pertanyaan

30Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hlm 30.

(38)

yang mengkonstruksikan mengenai : orang; kejadian; kegiatan; perasaan;

motivasi; tuntutan; kepedulian; dan lain-lain.

b. Observasi; yaitu melakukan pengamatan secara langsung terhadap subjek penelitian.31

5. Analisis Data

Dalam penelitian analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data termasuk juga data yang di peroleh dari hasil wawancara dengan para responden yang berkaitan hubungkannya dengan peraturan-peraturan yang berlaku, menghubungkan dengan pendapat pakar hukum serta pihak yang terkait.

Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan kerja seorang peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya pikir secara optimal. Kemudian dianalisis secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam hasil penelitian terhadap Proses Pembuatan Alas Hak Tanah Kaplingan Milik Kelompok Pegawai Pensiunan Departemen Kehutanan Kabupaten Kampar, sehingga terlihat bagaiman penerapan hukum jika terjadi permasalahan.

Analisis data ini dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu analisis kualitatif dan kuantitatif di karnakan kedua data ini sangat digunakan dalam penelitian hukum empiris.

31H. Salim HS,dan Erlies Septiana Nurbani, Op., Cit., hlm 26.

(39)

BAB II

PROSES PEMBUATAN ALAS HAK TANAH KAVLINGAN MILIK KELOMPOK PEGAWAI PENSIUNAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN DI KABUPATEN KAMPAR

A. Gambaran Umum Kabupaten Kampar

Sejarah perkembangan Kabupaten Kampar diawali dengan diterbitkannya Surat Keputusan Gubernur Militer Sumatera Tenggah Nomor 3/DC/STG/50 Tanggal 06 Februari 1950, hal ini tertuang dalam Perda Kabupaten Kampar Nomor 02 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa Kabupaten Kampar merupakan salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Riau terdiri dari Kewedanan Pelalawan, Pasir Pengarayan, Bangkinang, dan Pekanbaru Luar Kota dengan Ibukota Pekanbaru. Kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 Ibukota Kabupaten Kampar dipindahkan ke Bangkinang dan baru terlaksana tanggal 6 Juni 1967.

Ibukota Kabupaten Kampar terletak di Kota Bangkinang yang berjarak ± 61 Km dari Kota Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau. Sedangkan jarak ibukota kecamatan terjauh dari Kota Bangkinang adalah Gema yang merupakan ibukota Kecamatan Kampar Kiri Hulu dengan jarak lurus ± 61 Km. Sebagai ibukota Kabupaten Kampar, Kota Bangkinang saat ini telah tumbuh menjadi pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan dan jasa.

Kondisi infrastruktur perhubungan yang semakin baik turut memperlancar akses dari setiap ibukota kecamatan ke Kota Bangkinang, sehingga pelayanan

(40)

administrasi pemerintahan dapat berjalan dengan baik32. Pada awalnya Kabupaten Kampar terdiri dari 19 Kecamatan dengan luas 30.569,56 Km2, Kemudian berdasarkan Keputusan Mentri Dalam Negeri Nomor 105 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1995 dan Peraturan Daerah Tingkat I Riau Nomor 06 Tahun 1995, Kabupaten Kampar ditetapkan sebagai salah satu Proyek Percontohan Otonomi.

Pelaksanaan Otonomi Daerah di tingkat Kabupaten dan Kota sesuai dengan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999, bermunculan daerah Kabupaten/Kota yang baru di Provinsi Riau yang berasal dari pemekaran beberapa Kabupaten, salah satunya yaitu Kabupaten Pelalawan termasuk Kabupaten Kampar. Terjadinya pemekaran di Kabupaten sehingga saat ini Kabupaten Kampar mempunyai Luas wilayah Kabupaten Kampar saat ini kurang lebih ± 1.128.928 Ha. Dari 2 kecamatan yang ada di Kabupaten Kampar, Kecamatan Tapung merupakan kecamatan yang memiliki wilayah terluas yakni 136.597 Ha (12,1%), diikuti oleh Kecamatan Kampar Kiri Hulu yakni 130.125 Ha (11,5%) dan Kecamatan Tapung Hulu 116.915 Ha (10,4%). Sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil yaitu Kecamatan Rumbio Jaya 7.692 Ha (0,7%), Kecamatan Kampar Utara 7.984 Ha (0,7%).

Kabupaten Kampar terletak antara 01°00’40’’ Lintang Utara sampai dengan 00°27’00’’ Lintang Selatan, dan 100º28’30’’ sampai dengan 10 14’30’’ Bujur Timur, dengan batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Pakanbaru dan Kabupaten Siak;

32Profil Kabupaten Kampar

(41)

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kuantan Singingi;

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Provinsi Sumatera Barat;

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak.33 Kabupaten Kampar saat ini secara administrasi pemerintahan terdiri dari 21 (dua puluh satu) Kecamatan dengan 8 Kelurahan dan 242 Desa. Berdasarkan kondisi wilayah, dari 250 Desa/Kelurahan yang ada, saat ini terdapat 177 desa/kelurahan (70,8%) merupakan desa non tertinggal (desa biasa), 55 desa (22%) adalah desa tertinggal, dan 18 desa (7,2%) adalah desa sangat tertinggal yang sebagian besar desa-desa tersebut berada di wilayah Kecamatan Kampar Kiri Hulu dan Kecamatan Koto Kampar Hulu.

Di wilayah Kabupaten Kampar terdapat beberapa potensi bahan galian tambang non migas. Potensi bahan galian wilayah ini terdiri dari pasir, batubara, kerikil, dan pasir kuarsa, batu gamping/batu kapur, timah putih, timah hitam, mangan dan bitumen. Potensi bahan galian tersebut terdapat di beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Kampar meliputi Kecamatan Kampar Kiri, Kampar Kiri Hulu, XIII Koto Kampar, Bangkinang Barat, Salo, Tapung, Bangkinang, Kampar, Tambang, dan Siak Hulu. Untuk pertambangan migas, Kabupaten Kampar mempunyai produksi yang cukup besar. Produksi tambang migas tersebar di beberapa kecamatan yaitu Tapung, Tapung Hulu, dan Tapung Hilir.

33Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 tahun 2015 tentang Batas Daerah Kabupaten Kampar Dengan Kota Pekanbaru Provinsi Riau

(42)

Perkembangan ekonomi nasional tentu akan berimbas pada kinerja ekonomi Kabupaten Kampar tahun 2015.34 Pertumbuhan ekonomi diharapkan membaik apabila terjadi keseimbangan antara pertumbuhan makro dan mikro ekonomi di berbagai sektor dan subsector, agar proyeksi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kampar pada tahun 2014 tidak jauh berbeda dengan Tahun 2015 yang diharapkan akan terus meningkat, maka perlu didukung dengan nilai investasi yang cukup tinggi serta nilai ekspor dan impor yang proporsional.

Selain itu perlu peningkatan penguatan daya tahan ekonomi lokal melalui peningkatan daya saing dan diversifikasi produk serta perluasan kesejahteraan rakyat, sehingga pertumbuhan ekonomi diharapkan akan terus meningkat. Laju inflasi akan mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan laju inflasi nasional dan regional Riau, sehingga perlu adanya policy khusus untuk menjaga stabilitas harga. Pada Tahun 2015 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kampar diproyeksikan meningkat pada kisaran 7,35%. Sementara itu, inflasi diperkirakan sebesar 6,46%. Gambaran lengkap tentang kondisi investasi dan inflasi Kabupaten Kampar dapat dilihat pada tabel berikut.

Prioritas pembangunan daerah merupakan penjabaran dari proses tahapan kedua Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Kampar Tahun 2011- 2016. Prioritas yang disusun dan yang akan dilaksanakan juga merupakan jawaban atas isu-isu strategis dan permasalahan yang berkembang saat ini. Karena kemampuan keuangan daerah masih terbatas, penentuan prioritas pembangunan

34Ibid

(43)

daerah di tahun 2015 harus berdasarkan pada RPJMD Kabupaten Kampar Tahun 2011-2016 dan permasalahan yang dihadapi tahun 2014. Di samping itu, prioritas pembangunan daerah ditetapkan berdasarkan pada hasil evaluasi pelaksanaan RKPD tahun lalu, dan capaian kinerja yang direncanakan dalam RPJMD, identifikasi isu strategis dan masalah krusial, rancangan kerangka ekonomi daerah serta kerangka pendanaan.

Prioritas pembangunan daerah ini menjadi arahan bagi seluruh SKPD dalam menjabarkan program dan kegiatan yang direncanakan serta kebutuhan pendanaan untuk mencapai sasaran pembangunan yang diinginkan35. Kabupaten Kampar yang berbatasan dengan Ibu kota Propinsi, pada tahun 1980 an masyarakat biasanya mengadakan pembukaan lahan dengan cara yang dikenal dengan tebang tebas, kemudian oleh orang yang membuka lahan denagn tebang tebas ini berinisiatif untuk meminta tanda bukti atas pembukaan lahan tersebut. Maka terbitlah yang disebut Surat Izin Tebang Tebas.

Terbitnya Surat Izin Tebang Tebas yang dimiliki oleh masyarakat di suatu lahan atau tanah, sehingga msyarakat dengan bebas mengarap tanah untuk peladangan padi dan lain-lain. Dan pada saat pemegang izin tersebut ingin mengalihkan tanah tersebut barulah ada yang disebut Surat Keteranagn Ganti Rugi (SKGR). Sebagai imbalan yang diterima oleh orang yang telah membuka lahan tersebut36.

35Ibid

36 Novita Kristian, Tinjauan Yuridis Tentang Diterimanya Tanah-Tanah yang Belum Bersertipikat sebagai Jaminan Fidusia, (Studi Kasus Surat Keterangan Ganti Rugi Di Pekanbaru), Tesis Universitas Indonesia, 2007, hlm 55.

(44)

Dalam hal pengurusan penerbitan SKGR tersebut yang menjadi alas hak dasar berupa Surat Keterangan Pembukaan Hutan kepada yang ingin membukanya melalui prosedur yang telah ditelaah, ditentukan, dan untuk pengajuan pembukaan lahan tersebut haruslah memiliki surat keterangan tanah yang dikeluarkan oleh kepala desa/camat di tempat tanah tersebut berada. Sedangkan dengan surat izin tebang tebas tersebut tidak selamanya dimiliki oleh yang mendapatkan izin membuka hutan karena adakalanya tanah tersebut dijual kepada pihak lain, dalam ketentuan apabila seseorang mau menjual tanahnya kepada pihak lain maka pihak lain itu harus menganti rugi atas lahan atau tanah tersebut37.

Karena kebutuhan masyarakat terhadap bukti kepemilikan hak atas tanah di Provpinsi Riau cukup tinggi, oleh sebab itu masyarakat menginginkan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan guna dapat memiliki penguasaan yang aman untuk mengunakan dan menguasai tanah mereka sehingga dikemudian hari tidak terdapat gangguan-gangguan dari pihak lain.

B. Kepemilikan Tanah kavlingan Kelompok Pegawai Pensiunan Departemen Kehutanan

Setelah dibentuknya UUPA maka semua transaksi tanah dan hak peralihan atas tanah diatur dalam UUPA, maka dilihat dari konsep kepemilikan bagi pihak yang secara hukum memiliki hak atas tanah, baik yang telah didaftarkan maupun belum didaftarkan dapat mengalihkan hak atas tanah. Maksudnya memindahkan hak hak atas tanah yang dimiliki oleh pihak lain, dengan perpindahan dimaksud, maka hak

37Ibid

(45)

akan berpindah. Hak (right) yang dimaksud, adalah hubungan hukum yang melekat sebagai pihak yang berwenang atau yang berkuasa untuk melakukan tindakan hukum.

Didalam terminologi hukum kata-kata “right” diartikan hak yang legal atau dasar untuk melakukan sesuatut indakan secara hukum38.

Secara yuridis, Peralihan hak atas tanah dapat dilakukan melalui beberapa proses, antara lain : 1) Jual Beli; 2) Hibah; 3) Tukar Menukar; 4) Pembagian hak bersama; 5) Pemasukan dalam perusahaan; 6) Penyerahan Hibah Wasiat. Terkait dengan pemindahan atau peralihan hak atas tanah, dilihat dari karaktaristik hak dan proses peralihan haknya, memiliki unsure berbeda, terutama yang terkait formil dan materil, prosedur, maupun mekanisme yang sangat ditentukan oleh sifat atau keadaan subjek dan objek hak. Namun demikian syarat utama adalah harus adanya alat bukti hak atas tanah, yakni bukti kepemilikan secara tertulis (formil) yang berupa

“sertipikat” untuk tanah yang sudah terdaftar, maupun “bukti pendukung” untuk tanah yang belum didaftarkan atau yang belum bersertipikat.

Bukti yang dimaksud untuk tanah yang belum bersertipikat dapat berupa : akta jual beli, hibah, fatwa waris, surat keputusan pemberian hak atas tanah tersebut memenuhi syarat legalitas menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Peralihan hak atas tanah menurut yuridis dilakukan secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dan didaftarkan pada badan pertanahan nasional (kantor pertanahan Kabupaten/kota)39.

38I.P.M Ranuhandoko, Terminologi Hukum Inggris-Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, cet ke 2, 2000, hlm 487.

39Andy Hartanto, Op. Cit.

(46)

Berikut akan dipaparkan bagaiman Riwayat Kepemilikan tanah kavlingan Kelompok Pegawai Pensiunan Departemen kehutanan Provinsi Riau yang membeli tanah kavlingan di Desa Kuabang raya Kecamatan Siak Hulu, dengan melakukan wawancara langsung. Tanah kavlinagan yang dibeli dengan surat Akta Jual Beli (AJB) pada tahun 1986, dengan surat Dasar SKT tahun 1985, pada awal SKT terbit atas dasar awalnya adalah tanah Negara yang dulu ditebang tebas oleh 9 (Sembilan) orang sebagai perintis penggarap tanah untuk dijadikan lahan pertanian, diantara dari 9 (Sembilan) orang.

Bapak M. Nasir, Bapak Muklis dan Ibu Ani. Kemudian Tanah tersebut di pecah-pecah sehingga menjadi tanah kavlingan, kemudian Kelompok Pegawai Departemen Kehutan yang pada saat itu masih sebagai Pegawai bersama-sama membeli tanah kavlingan dengan cara cicilan (Kredit) tiap bulan dipotong langsung dari gaji dengan di Koordinir oleh Maulana Harahap dengan memakai bukti kwitansi disetiap pembayaran, dan semua pengurusan Surat Akta Jual Beli (AJB) diserahkan sepenuhnya kepada Maulana Harahap, apabila sudah lunas baru diserahkan AJB tersebut kepada kelompok pegawai pensiunan.40

Pernyataan Bapak Mukhlis sebagai salah satu dari 9 (Sembilan) orang penggarap tanah, bahwa 9 (Sembilan) orang perintis yang menamakan merekan sebagai kelompok petani dulu benar-benar menggarap lahan dan mempergunakan sebagai tambahan penghasilan dengan menanami padi, dan kemudian setelah

40 Hasil Wawancara dengan Bpk Dahlan Napitupulu, sebagai salah satu pihak Kelompok Pegawai Pensiunan Departemen Kehutanan, Pekanbaru, Kantor Konservasi Sumber Daya Alam (Balai Besar Departemen Kehutanan), Jln HR Subrantas Panam, tanggal 26 Agustus 2016.

(47)

beberapa tahun kelompok petani bersama-sama berinisiatif untuk menjual tanah yang kelompok petani garap tersebut, berdasarkan SKT (Surat Keteranagan Tanah) yang kelompok petani miliki lalu kelompok petani memecah-mecah lahan tersebut sehingga menjadi Kavlingan yang siap untuk dijual kepada masyarakat yang mau membeli41.

Tanah kavlingan yang dimiliki oleh Kelompok pegawai pensiunan Departemen Kehutanan tidak hanya milik dari Bapak Mukhlis, melainkan juga milik Bapak M.

Nasir dan Ibu Ani sebab kavlingan tersebut satu hamparan yang tidak terpisahkan satu sama lainnya dikarenakan berdasar kan SKT yang juga satu hamparan dengan masing-masing :

1. SKT No. 79/SK/85 ukuran 80 x 253;

2. SKT No. 172/SK/85 Ukuran 90 x 110 x 400;

3. SKT No.594/SK/87 Ukuran 80 x 100 x 400.

Sehingga tetap menjadi sempadan dan tercantum dalam Surat Akta Jual Beli.

Surat Akta Jual Beli dikeluarkan oleh Camat Siak Hulu dan pada saat itu ditandatnagani oleh Drs Raja Thamsir Rachman.

Tanah dengan SKT Nomor 79/SK/85 yang terletak didaerah RT. I, RW. V Desa Teratak Buluh (dulu) Kubang Jaya (sekarang) Kecamatan Siak Hulu Tinggat II Kampar dengan Ukuran serta batas sebelah menyebelah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara dengan tanah sdr H. Saib = 253 Meter

41Hasil Wawancara dengan Bpk Mukhlis, sebagai Pemilik dasar Tanah Kavlingan, Kubang Raya, Rumah Kediaman, tanggal 19 November 2016.

(48)

2. Sebelah Timur dengan tanah sdr Robu = 80 Meter 3. Sebelah Selatan dengan tanah sdr Mukhlis = 253 Meter 4. Sebelah Barat dengan tanah sdr Ani = 80 Meter

Dalam gambar situasi sebidang tanah yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Teratak Buluh atas nama sdr M Nasir yang teletak di RT.I RW.V Kedesaan Teratak Buluh (dahulu) Kubang Jaya (sekarang) Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar dgn SKT No. 79/SK/85 dengan luas tanah 20.999 M2(Dua puluh ribu Sembilan ratus Sembilan puluh Sembilan meter persegi), terlihat bahwa tanah tersebut telah dijual dengan cara di Kavling maka di uruslah ke kantor Desa Teratak Buluh (dahulu).

Kavlingan tanah milik Bapak M. Nasir di beli oleh beberpa orang Pegawai Departemen Kehutanan Provinsi Riau, yaitu :

1. Maulana Harahap 2. Elmida

3. Zamansyur 4. Sahnan siregar 5. Deliater sitompul 6. Desmanelly 7. Dahlan napitupulu 8. Nong wilis

9. Nurhayati

Sedangkan Tanah dengan SKT Nomor 172/SK/85 yang terletak didaerah RT.

I, RW. V Desa Teratak Buluh (dulu) Kubang Jaya (sekarang) Kecamatan Siak Hulu Tinggat II Kampar dengan Ukuran serta batas sebelah menyebelah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara dengan tanah sdr Maulana Hrp/Ani = 200 Meter 2. Sebelah Selatan dengan tanah sdr Sinur = 200 Meter

(49)

3. Sebelah Timur dengan tanah sdr Suman = 90 Meter 4. Sebelah Barat dengan tanah sdr Mukhlis = 110 Meter

Dalam gambar situasi sebidang tanah yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Teratak Buluh atas nama sdr Mukhlis yang teletak di RT.I RW.V Kedesaan Teratak Buluh (dahulu) Kubang Jaya (sekarang) Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar dgn SKT No. 172/SK/1985 dengan luas tanah 40.000 M2 (Empat puluh ribu meter persegi), terlihat bahwa tanah tersebut telah dijual dengan cara di Kavling maka di uruslah ke kantor Desa Teratak Buluh (dahulu).

Kavlingan tanah milik Bapak Mukhlis di beli oleh beberpa orang Pegawai Departemen Kehutanan Provinsi Riau, yaitu :

1. Nukman

2. Yasman br. Hasibuan 3. Togi sipahutar 4. Herbert siregar 5. Sinta sipahutar 6. Rosliana tampubolon 7. Mual daulay

8. Mujiono 9. Kasuma

10. Merawati harahap 11. Yusral

12. Rusli

13. Yosef harahap/yanthi 14. Herman

15. Ober purba 16. Ali zainal 17. Nurleli

Tanah dengan SKT Nomor 594/SK/87 yang terletak didaerah RT. I, RW. V Desa Teratak Buluh (dulu) Kubang Jaya (sekarang) Kecamatan Siak Hulu Tinggat II Kampar dengan Ukuran serta batas sebelah menyebelah sebagai berikut:

(50)

1. Sebelah Utara dengan tanah sdr H. Saib = 400 Meter 2. Sebelah Timur dengan tanah sdr M Nasir = 80 Meter 3. Sebelah Selatan dengan tanah sdr Mukhlis = 400 Meter 4. Sebelah Barat dengan tanah sdr M. Nasir = 100 Meter

Dalam gambar situasi sebidang tanah yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Teratak Buluh atas nama sdri ANI yang teletak di RT.I RW.V Kedesaan Teratak Buluh (dahulu) Kubang Jaya (sekarang) Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar dgn SKT No. 594/SK/87 dengan luas tanah +- 90.000 M2 (Sembilan puluh ribu meter persegi), tanah milik Ibu Ani tidak Mengkavling semua tanah miliknya. Hanya sebahagian dari tanah tersebut telah dijual dengan cara di Kavling maka di uruslah ke kantor Desa Teratak Buluh (dahulu).

Kavlingan tanah milik Ibu ANI di beli oleh beberpa orang Pegawai Departemen Kehutanan Provinsi Riau, yaitu :

1. Riyanto 2. Tri harianto

3. Abdul hakim purba 4. Blisker manurung 5. Japarlin purba 6. Tongam panjaitan 7. Drs. Wesly panjaitan 8. E.p simatupang 9. Maulana harahap

C. Proses Pembuatan Alas Hak Tanah Kavlingan Milik Kelompok Pegawai Pensiunan Departemen Kehutanan di Kabupaten Kampar

Kabupaten Kampar saat ini sedang masa pemekaran dan pengembangan wilayah sehingga masyarakat banyak yang ingin memiliki sebidang tanah, baik itu

Referensi

Dokumen terkait

Teknologi sistem multimedia sendiri, pada awalnya berangkat dart kelas stand alone multimedia system, yaitu multimedia di kelas desktop atau PC, yang biasa

Kesimpulan dari penelitian ini adalah prinsip-prinsip dasar birokrasi Max Weber yang mencakup standardisasi dan formalisasi, pembagian kerja dan spesialisasi,

113 dari berbagai negara sedangkan di perairan Lampung memiliki potensi lobster yang cukup memadai, rendahnya kesadaran masyarakat khususnya pelaku tindak pidana

 Terima berkas, hasil analisis kredit dan putusan pemberian kredit atau penolakan kredit dari manajer consumer untuk dibuatkan surat permohonan kredit kepada

NTB atas dasar harga berlaku yang didapat dari selisih output dengan biaya antara yang dinilai masing- masing atas dasar harga berlaku adalah menggambarkan perubahan volume

[14] Meskipun demikian terdapat pula responden dengan pengetahuan gizi kategori tinggi lebih banyak memiliki perilaku makan seimbang yaitu 74,4%, berbekal

Ketahanan pangan secara umum pada saat ini belum dapat diwujudkan, hal ini ditandai dengan masih banyaknya kejadian kerawanan pangan di berbagai daerah di Kabupaten/ Kota yang

Tujuan dari penelitian dengan penambahan NaOH sebelum diekstraksi ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan konsentrasi NaOH yang berbeda terhadap mutu agar dari rumput