• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa berkembang mengikuti perkembangan zaman yang ada. Seperti yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Bahasa berkembang mengikuti perkembangan zaman yang ada. Seperti yang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa berkembang mengikuti perkembangan zaman yang ada. Seperti yang dapat dilihat di Indonesia sendiri pada zaman sekarang sudah banyak bahasa-bahasa gaul yang muncul di kalangan anak muda. Di Indonesia sendiri bahasa gaul tersebut biasanya dibuat sendiri oleh kalangan muda, atau biasanya bahasa gaul di Indonesia berasal dari orang-orang terkenal atau public figure yang ada di televisi atau media sosial lainnya yang mempopulerkan bahasa tersebut.

Bahasa gaul terus berkembang seiring dengan berkembangnya media sosial pada masa sekarang. Media sosial seperti instagram, twitter, youtube dan media sosial lainnya sangat berpengaruh pada bahasa anak muda yang digunakan sehari-hari.

Contohnya, pada zaman sekarang banyak bahasa-bahasa gaul yang bermunculan seperti kata “sabi” yang muncul dari ejaan yang dibalikan dari kata “bisa”, “baper”

yang berasal dari singkatan kata bawa perasaan, bukan hanya itu ada juga bahasa gaul yang diambil dari bahasa Inggris yaitu “Knowing Every Particular Object” yang kemudian disingkat menjadi “kepo” yang jika dalam bahasa Indonesia memiliki arti serba ingin tahu, dan masih banyak lagi bahasa-bahasa gaul lainnya yang ada di Indonesia.

(2)

Bahasa gaul pun kerap kali disebut sebagai bahasa slang, seperti yang dikemukakan oleh Chaer dan Agustina (2010: 67) dalam kutipan di bawah:

Variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya, variasi ini digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas, dan tidak boleh diketahui oleh kalangan di luar kelompok itu. Oleh karena itu, kosakata yang digunakan dalam slang ini selalu berubah-ubah. Slang memang lebih merupakan bidang kosakata daripada bidang fonologi maupun gramatika. Slang ini bersifat temporal; dan lebih umum digunakan oleh para kaula muda, meski kaula tua pun ada pula yang menggunakannya.

Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa bahasa slang termasuk kedalam salah satu variasi sosial. Selain Indonesia Jepang pun memiliki bahasa gaul yang bermacam- macam. Bahasa gaul biasanya dapat muncul di suatu negara karena pengaruh dari negara luar. Bahasa dan budaya merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan.

Masuknya pengaruh-pengaruh dari budaya luar ke dalam suatu negara sangat berpengaruh pada masyarakatnya begitu pula pada masyarakat kalangan remaja di Jepang. Bukan hanya di Jepang negara-negara lain yang ada di dunia pun pasti memiliki bahasa gaul atau bahasa anak muda yang dibuat atau muncul karena adanya pengaruh dari luar negeri ataupun pengaruh dari dalam negeri itu sendiri. Biasanya bahasa gaul yang digunakan anak muda sangat mengikuti tren-tren yang sedang ada di negaranya saat ini. Bahasa tersebut bisa berasal dari kata serapan bahasa asing atau pun bisa dari bahasa ibu negaranya sendiri yang diubah menjadi kata-kata yang mudah diucapkan.

Media sosial pun kerap menjadi media untuk saling berkomunikasi menggunakan bahasa gaul tersebut. Tak hanya itu bahasa gaul banyak dipopulerkan melalui media

(3)

sosial. Di Jepang sendiri kini sudah banyak anak-anak muda yang menggunakan sosial media sebagai sarana bersosialisasi, namun jika dibandingkan terdapat kemungkin bahwa orang-orang Jepang tidak seterbuka orang-orang Indonesia saat menggunakan media sosial. Anak muda Jepang yang menggunakan media sosial sering kali memalsukan identitasnya. Tetapi hal tersebut tidak menghambat anak muda Jepang untuk saling berkomunikasi di dalam media sosial.

Di Jepang sendiri wakamono kotoba dan bahasa slang sudah ada sejak tahun 1980an-1990an ketika itu memang sudah mulai masuk banyak stasiun televisi dari luar negeri yang menyebabkan remaja Jepang banyak menggunakan bahasa slang tersebut.

Wakamono kotoba sendiri berasal dari kanji 若者 (wakamono) yang berarti anak muda

dan 言葉 (kotoba) yang berarti kata atau bahasa. Wakamono kotoba sendiri menjadi bahasa sehari-hari anak-anak muda di Jepang, di dalam kalimat saat berbicara bersama temannya anak muda Jepang pasti menyisihkan bahasa-bahasa gaul contohnya seperti 超~(chouu)、ヤバい~(yabai)、すげえ~(suge), めっちゃ~ (meccha) dan lainnya.

Wakamono kotoba memang sudah menjadi bahasa yang digunakan di kalangan sosial yang penggunanya dapat dilihat dari segi umur, gender dan status sosialnya. Hal ini yang membuat penulis ingin melihat perbedaan penggunaan wakamono kotoba terutama meccha dan chou dari kaca sosial, yaitu sosiolinguistik. Seperti yang diungkapkan oleh Machida (1995:128) dijelaskan, bahwa sosiolinguistik adalah:

(4)

社会的属性の主要なものとして、若者、中年、老人といった年齢差に基 づくもの、男性と女性という性別の違いに基づくもの、教育程度、職業、

社会階層などの違いに基づくものなどがありますがこのような様々な社 会的属性によって特徴づけられる社会集団と言葉との相関関係を研究す る分野です。

Shakai teki zokusei no jyuuyouna mono to shite, wakamono, chuunen, roujin to itta nenrei sa ni motodzuku mono, dansei to josei to iu seibetsu no chigai ni motodzuku mono, kyoiku teido, shokugyou, shakai kaisou nado no chigai ni motodzuku mono nado ga arimasuga kono youna samazamana shakai teki zokusei ni yotte tokuchou dzuke rareru shakai shuudan to kotoba to no soukan kankei o kenkyuu suru bunyadesu.

Sebagai hal utama dari atribut sosial, berdasarkan perbedaan usia dari anak muda, orang paruh baya, orang tua, berdasarkan perbedaan gender antara pria dan wanita, berdasarkan perbedaan tingkat pendidikan, pekerjaan, kelas sosial, dan lainnya,ini adalah bidang untuk mempelajari korelasi antara kelompok sosial dan kata-kata yang dicirikan oleh berbagai atribut sosial tersebut.

Sosiolinguistik juga memiliki tujuh dimensi dalam penelitiannya yang dirumuskan pada konferensi sosiolinguistik pertama yang berlangsung di University of California, Los Angeles pada tahun 1964. Ketujuh dimensi sosiolinguistik tersebut dikemukakan oleh Dittmar (1976:128) sebagai berikut:

1. Identitas sosial dari penutur

2. Identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi 3. Lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi

4. Analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial

5. Penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran 6. Tingkatan variasi dan ragam linguistik

(5)

7. Penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik

Kelompok pengguna wakamono kotoba pun dapat dilihat dari usia, gender, dan statusnya. Dari segi usia biasanya yang menggunakan wakamono kotoba adalah anak- anak muda masa kini yang sedang mengikuti tren zaman sekarang, sedangkan orang dewasa atau yang sudah lanjut usia biasanya tidak mengerti dengan bahasa gaul atau wakamono kotoba. Jika dilihat dari segi gender wakamono kotoba “meccha” dan

“chou” dapat digunakan oleh laki-laki maupun perempuan. Sementara itu dari segi status wakamono kotoba “meccha” dan “chou” biasanya digunakan oleh kalangan anak-anak sekolah hingga orang-orang pekerja kantoran. Mereka biasanya menggunakan kata ini saat mengungkapkan kalimat untuk mengekspresikan sesuatu yang mereka anggap “sangat” bagus atau enak.

Di dalam bahasa sendiri pasti terdapat banyak perbedaan atau persamaan makna suatu kata dalam kalimat seperti di dalam bahasa anak muda di Jepang pada kata めっ ち ゃ (meccha) dan 超 (chou) keduanya memiliki makna yang sama yaitu untuk

mengungkapkan ekspresi “sangat”. Bila diartikan dalam bahasa Jepang sendiri meccha dan chou sama artinya dengan totemo yang dalam bahasa Jepang digunakan dalam percakapan atau kondisi formal.

Perhatikan contoh kalimat berikut:

1. めっちゃ美味しいそうですね!

(6)

Meccha oishii sou desune!

(Kolom komentar Youtube Oh Nino yang diunggah pada 21 Februari 2019) 2. なにそれ超かわいい

Nani sore chou kawaii

(Twitter @kuroa_yoru yang diunggah pada 3 Maret 2019)

Berdasarkan contoh kalimat 1 dan 2 dapat dilihat kedua kata tersebut sama sama menunjukan ekspresi “sangat” di dalam kalimat, tetapi konteks dalam makna yang dimaksud dalam kalimat tersebut berbeda. Pada contoh kalimat 1 kata meccha digunakan untuk mengungkapkan perasaan yang senang karena melihat makanan yang terlihat lezat, sedangkan dalam contoh kalimat 2 penutur menggunakan kata chou untuk mengungkapkan rasa kagum karena melihat gambar yang begitu menggemaskan sehingga menggunakan kata chou di depan kata kawaii.

Meccha sendiri sebenarnya berasal dari Kansai-ben atau dialek Osaka, sedangkan chou merupakan kata yang serupa dengan meccha yang baru popular pada masa kini di kalangan anak Jepang. Meccha sudah ada lebih lama dan sudah lebih familiar di telinga anak muda dan masyarakat Jepang lainnya. Seperti yang dapat dilihat dalam video youtube “Osaka Food Guide In Dotonbori 2: Kushikatsu And Yakisoba Restaurants | Japan Food Travel Guide” yang diunggah oleh channel youtube internationally ME pada 6 Januari 2017 terdapat percakapan dari pengunggah yang adalah orang New Zealand yang telah lama tinggal di Tokyo sedang berbicara dengan pedagang makanan yang adalah orang asli dari Osaka. Percakapan dalam video pada menit (1:41):

(7)

A: 紅しょうが美味しい。

A: benishouga oishii B: めっちゃ美味いさ。

B: meccha umaisa

C: ええ!何?!串カツですか?

C: eh! nani? kushikatsudesuka?

B:串カツの紅しょうが大阪名物。

B: kushikatsu no benishouga oosaka meibustu

Pada percakapan di atas, A adalah pekerja di toko kushikatsu tersebut dan B adalah pekerja yang dalam video sedang melayani pembeli yaitu C yang mana dia adalah penggungah dari video tersebut. Dari contoh di atas dapat diamati bahwa penutur dari kata meccha adalah orang Osaka asli dalam kalimat “meccha umaisa”

dapat dilihat bahwa penutur adalah lelaki karena ia menggunakan danseigo dengan penambahan “sa” di akhir kata umai yang menjadi umaisa dan dari segi usia dapat dilihat bahwa penutur adalah pekerja dengan usia kisaran 25 tahun ketas.

Dalam bahasa Jepang sendiri terdapat kata totemo yang juga berarti sangat tetapi totemo dalam bahasa Jepang adalah ungkapan “sangat’ dalam bahasa formal, dan kata meccha dan chou ini adalah bentuk kata tidak formal atau bisa disebut sebagai pengganti totemo untuk ungkapan dalam bahasa gaul. Kata meccha dan chou sendiri sekarang banyak ditujukan sebagai wakamono kotoba di Jepang. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti tentang hal ini yang difokuskan pada kajian sosiolinguistik yang melingkupi usia, gender dan status.

(8)

Penelitian terdahulu yang serupa, yang juga membahas tentang wakamono kotoba, yaitu Analisi Implikatur Kata Yabai dalam Kalimat Bahasa Jepang : Kajian Pragmatik.

Penelitian ini dilakukan oleh Glorifika, Geneshia (1142014) dari Universitas Kristen Maranatha pada tahun 2015. Penelitian ini mengutarakan tentang adanya implikatur pada kata yabai dalam kalimat bahasa Jepang. Penelitian tersebut menggunakan kajian pragmatik yang dimana didalamnya membahas tentang pergeseran dan perubahan makna dalam wakamono kotoba tersebut dan penelitian tersebut pun tidak meninjau wakamono kotoba tersebut dari sudut sosiolinguistik, dan penelitian tersebut membahas kata yabai dalam wakamono kotoba bukan kata meccha ataupun chou. Hal inilah yang membedakan penelitian ini dari penelitian terdahulu.

1.2 Rumusan Masalah

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, meccha dan chou memiliki makna yang sama tetapi juga memiliki konteks dan penggunaan yang berbeda juga penutur yang memiliki latar belakang ber beda-beda. Berdasarkan fenomena tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa saja persamaan dan perbedaan penggunaan kata meccha dan chou dalam kalimat yang digunakan masyarakat Jepang dalam media sosial?

2. Siapa saja penutur kata meccha dan chou dalam masyarakat Jepang di media sosial jika dilihat dari kaca sosiolinguistik?

(9)

1.3 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas dapat ditarik tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan persamaan dan perbedaan penggunaan kata meccha dan chou dalam kalimat yang digunakan masyarakat Jepang dalam media sosial.

2. Mendeskripsikan siapa saja penutur dari masyarakat Jepang yang menggunakan kata meccha dan chou di media sosial dari kaca sosiolinguistik

1.4 Metode Penelitian dan Teknik Penelitian

1.4.1 Metode Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode deskriptif kualitatif. Pengertian metode deskriptif menurut Nazir (1988:63) adalah:

Suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.

Sementara metode kualitatif menurut Lexy (2014:9) adalah:

Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen. Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Dari kedua kutipan tersebut dapat dipahami bahwa metode deskriptif kualitatif adalah metode penelitian yang meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu

(10)

set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang melalui cara pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen.

Metode ini dipilih oleh penulis karena topik yang diteliti oleh penulis merupakan suatu objek dalam status kelompok di suatu masyarakat yang penelitiannya di lakukan pengamatan dan penelaahan dalam suatu media.

1.4.2 Teknik Penelitian

Teknik Penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah teknik studi pustaka. Menurut Nazir (2013:93) adalah:

Teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaah terhadap buku- buku, literatur- literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Teknik ini digunakan untuk memperoleh dasar-dasar dan pendapat secara tertulis yang dilakukan dengan cara mempelajari berbagai literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Adapun langkah-langkah penelitian yang dilakukan adalah:

1. Menentukan rumusan masalah dan tujuan penelitian 2. Mencari teori dan referensi mengenai sosiolinguistik

3. Mencari dan mengumpulkan data penggunaan kata meccha dan chou dalam kalimat bahasa jepang

4. Mengkaji dan menelaah data yang ada sesuai dengan kajian sosiolinguistik 5. Menganalisa data-data yang telah di dapat

(11)

1.5 Organisasi Penelitian

Bab I Pendahuluan merupakan bab yang menjelaskan tentang latar belakang dari tema yang akan diteliti, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian yang digunakan serta organisasi penulisan. Bab II Landasan Teori akan dijelaskan teori-teori yang berkaitan dengan tema dan akan digunakan untuk menganalisa data- data yang diambil dalam penelitian dalam kata meccha dan chou. Bab III Analisis Data berisikan tentang analisis data-data yang telah dilakukan berdasarkan metode penelitian. Bab IV Simpulan berisikan hasil simpulan terhadap tema yang sudah dianalisis berdasarkan data-data yang telah di peroleh.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pertambahan diameter bibit Gyrinops vesteegi tidak berbeda nyata pada umur 7-35 hari setelah tanam pertambahan rata-rata

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMATANGAN BATUBARA Disusun oleh :.

Rangkaian keseluruhan Clap Switch (Gambar 6) merupakan rangkaian saklar otomatis yang dirancang untuk menyalakan maupun memadamkan lampu-lampu penerangan berdasarkan suara

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap masyarakat tentang TB Paru dan pencegahan di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Medan..

Adapun tujuan dari pembuatan software pada handphone adalah untuk melakukan proses koneksi dengan modul bluetooth pada alat dan mengirimkan pesan yang akan ditulis

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, ekstrak etanol daun binahong dapat dibuat menjadi sediaan tablet hisap dengan menggunakan variasi konsentrasi maltodekstrin

Pengendali PID adalah pengendali digunakan untuk menjaga stabilitas sistem terhadap perubahan masukan yang terjadi dan pengendali feedforward digunakan mengantisipasi

(3) Terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, segera dilakukan tindakan penagihan pajak dengan surat paksa, surat