33 4 Hasil dan Pembahasan
Penelitian yang dilakukan terhadap kayu akar dari Artocarpus elasticus telah berhasil mengisolasi dua senyawa flavon terprenilasi yaitu artokarpin (8) dan sikloartokarpin (13).
Penentuan struktur molekul kedua senyawa tersebut dilakukan dengan menggunakan data UV, IR, dan
1H-NMR.
4.1 Artokarpin (8)
Senyawa artokarpin (8) diperoleh dalam bentuk serbuk berwarna oranye dengan titik leleh 174-175
oC. Nama trivial untuk senyawa ini adalah 7-metoksi-5,2’,4’-trihidroksi-3,6- diisoprenil flavon. Spektrum ultraviolet senyawa ini (Gambar 4.1) menunjukkan adanya serapan maksimum pada panjang gelombang 279 nm, dan 319 nm (bahu). Senyawa flavon terdiri dari dua sistem kromofor, yaitu sistem kromofor sinamoil dan sistem kromofor benzoil (Gambar 4.2). Serapan sistem kromofor sinamoil (pita I) terjadi pada panjang gelombang 320-380 nm. Sedangkan serapan sistem kromofor benzoil (pita II) terjadi pada panjang gelombang 240-270 nm. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa senyawa hasil isolasi tersebut merupakan senyawa turunan flavon. Data tersebut didukung oleh data spektrum IR yang menunjukkan adanya gugus karbonil terkonjugasi pada bilangan gelombang 1647 cm
-1dan puncak untuk cincin aromatik pada 1620, 1450, 1357 cm
-1(Gambar 4.4).
Puncak serapan kedua sistem kromofor memberikan gambaran tentang gugus fungsi yang
dimiliki oleh flavon tersebut. Hal ini dapat diamati dari pita I pada panjang gelombang 319
nm dengan intensitas yang lebih rendah dibandingkan dengan pita II pada panjang
gelombang 279 nm. Adanya gugus isoprenil bebas pada posisi C-3 dan adanya gerakan
rotasi bebas dari cincin B menyebabkan intensitas pita I menjadi lebih rendah. Gugus
isoprenil dan gerakan rotasi cincin B akan menyebabkan halangan sterik terhadap keplanaran
sistem kromofor sinamoil. Keplanaran sistem kromofor pita sinamoil menjadi berkurang
sehingga konjugasi elektron tidak dapat berlangsung dengan baik. Adanya gugus isoprenil
diperkuat dari spektrum IR yang dmenunjukkan puncak serapan gugus C-H alifatik pada
bilangan gelombang 2954 dan 2862 cm
-1(Gambar 4.4).
34
Gambar 4.1 Spektrum UV artokarpin (8)
O
O sinamoil O
O
benzoil
Gambar 4.2 Sistem kromofor senyawa flavon
Pada spektrum ultraviolet, penambahan pereaksi geser NaOH menyebabkan pergeseran batokromik pada pita I sebesar 40 nm. Hal ini menunjukkan adanya gugus fenolik bebas.
Gugus hidroksi ini didukung oleh puncak serapan gugus –OH pada bilangan gelombang 3388 cm
-1pada spektrum IR.
Penambahan pereaksi geser AlCl
3dapat mendeteksi adanya gugus orto-dihidroksi atau adanya gugus –OH pada posisi C-5 dari senyawa flavon. AlCl
3dapat membentuk kelat baik dengan gugus OH pada C-5 dan karbonil pada C-4 maupun dengan gugus orto-dihidroksi.
AlCl
3membentuk kompleks yang stabil dengan gugus –OH pada C-5 dan karbonil pada
posisi C-4 sehingga menyebabkan pergeseran batokromik pada pita I (Gambar 4.3). Oleh
karena itu, penambahan HCl tidak akan menyebabkan pergeseran hipsokromik. Sedangkan
untuk gugus orto-dihidroksi, kelat yang terbentuk antara AlCl
3dengan gugus orto-dihidroksi
tidak stabil sehingga penambahan HCl menyebabkan pergeseran hipsokromik.
35
O
O
OH
OH AlCl3 O
O
O
O Al Cl
O
O
OH
HCl OH
O
O OH
AlCl3 O
O O
Al Cl Cl
HCl O
O O
Al Cl Cl 5 4
5 4 5 4
6 3 6 3 6 3
Gambar 4.3 Kompleks yang terbentuk dengan AlCl
3Untuk senyawa hasil isolasi, penambahan AlCl
3tidak menyebabkan pergeseran batokromik pada pita I. Hal ini menunjukkan bahwa pada senyawa tersebut tidak terdapat gugus orto- dihidroksi. Selain itu juga, kemungkinan terdapatnya gugus isoprenil pada posisi C-3 dan C- 6 sehingga mengakibatkan tidak terbentuknya kompleks antara gugus –OH pada C-5, karbonil pada C-4, dan AlCl
3.
Gambar 4.4 Spektrum IR artokarpin (8) (KBr)
Data spektrum UV dan IR dari senyawa artokarpin (8) hasil isolasi dibandingkan dengan
standar (Tabel 4.1). Data spektrum
1H-NMR dari senyawa artokarpin (8) hasil isolasi
dibandingkan dengan senyawa artokarpin standar terdapat dalam Tabel 4.2. Dari
perbandingan tersebut terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara senyawa
artokarpin (8) hasil isolasi dan standar.
36 Tabel 4.1 Data perbandingan spektrum UV dan IR artokarpin (8)
Spektrum UV Artokarpin (8) (MeOH)
λ maks (nm)
Spektrum IR Arokarpin (8) (KBr)
ν
maks(cm
-1)
Hasil Isolasi Literatur (*) Hasil Isolasi Literatur (*)
279 279 3388 (OH) 3393 (OH)
319 (bahu) 320 (bahu)
2956, 2866 (C-H alifatik)
2959,2927, 2862 (C-H alifatik)
Penambahan NaOH
1620, 1450, 1357 (C=C aromatik)
1621, 1481, 1452, 1352 (C=C aromatik) 277 277 1205, 1147 (C-O) 1205, 1147 (C-O)
359 347 1647 (C=O) 1650 (C=O)
(*) Mustapha, 2006
Spektrum
1H-NMR (Gambar 4.5) menunjukkan adanya sinyal singlet pada geseran kimia
13,94 ppm yang menandakan adanya gugus hidroksi dari C-5 yang terkelasi dengan C=O
pada C-4 pada senyawa hasil isolasi ini. Pada daerah aromatik terdapat 3 sinyal untuk 3
proton pada geseran kimia 7,16 ppm (1H, d, J = 8,5 Hz), 6,56 ppm (1H, d, J = 2,4 Hz), dan
6,48 ppm (1H, dd, J = 8,5; 2,4 Hz, H-5’). Ketiga sinyal proton ini menunjukkan adanya
sistem ABX pada cincin B. Pada geseran kimia 3,93 ppm (3H, s) terdapat sinyal proton
untuk metoksi. Pada daerah alifatik terdapat dua sinyal metil yang masing-masing mewakili
tiga proton yaitu pada geseran kimia 1,39 ppm (3H, s) dan 1,52 ppm (3H, s). Adanya gugus
α-α dimetil alil ditunjukkan oleh sinyal-sinyal proton pada geseran kimia 5,08 ppm (1H, m),
dan 3,09 (2H, d, J =6,7 Hz). Gugus 3-metil-1-butenil ditunjukkan dengan adanya satu sinyal
yang mewakili 6 proton pada geseran kimia 1,07 ppm (6H, d, J = 6,7 Hz), satu sinyal proton
alifatik pada geseran kimia 2,38 (1H, m), dan dua sinyal proton vinil berturut-turut pada
geseran kimia 6,73 ppm (1H, dd, J = 6,7; 16,4 Hz), dan 6,54 (1H, d, J =16,4 Hz).
37
Gambar 4.5 Spektrum
1H-NMR artokarpin (8) (aseton-d
6, 500 MHz) Tabel 4.2 Data perbandingan spektrum 1H-NMR artokarpin (8)
No. C
Pergeseran Kimia (ppm, multiplisitas, J dalam Hz)
Literatur (*) (400 MHz, aseton-d6)
Hasil isolasi (500 MHz, aseton-d6)
8 6,53 (1H, s) 6,56 (1H, s)
9 3,08 (2H, d, J =6,9 Hz) 3,09 (2H, d, J =6,7 Hz)
10 5,10 (1H, m) 5,08 (1H, m)
12 1.41 (3H, s) 1,39 (3H, s)
13 1,55 (3H, s) 1,52 (3H, s)
14 6,57 (1H, d, J =16,1) 6,54 (1H, d, J =16,4 Hz)
15 6,70 (1H, dd, J = 7,0; 16,1 Hz, 6,73 (1H, dd, J = 6,7; 16,4 Hz)
16 2,41(1H, m) 2,38 (1H, m)
17/18 1,07 (6H, d, J = 7,0 Hz) 1,07 (6H, d, J = 6,7 Hz)
3’ 6,55 (1H, d, J = 2,2 Hz) 6,56 (1H, d, J = 2,4 Hz)
5’ 6,49 (1H, dd, J = 8,4; 2,2 Hz) 6,48 (1H, dd, J = 8,5; 2,4 Hz)
6’ 7,18 (1H, d, J = 8,4 Hz) 7,16 (1H, d, J = 8,5 Hz)
(*) Mustapha, 2006
38 Dari hasil data-data spektrum UV, IR dan
1H-NMR dan perbandingan dengan senyawa yang sama pada literatur yang menunjukkan kesesuaian, maka struktur senyawa tersebut disarankan sebagai artokarpin (8).
O
O H
3CO
O
H OH
OH
B
(8)
3'
5' 6' 8
9 10 14
15
A
5
Senyawa artokarpin (8) sebelumnya ditemukan dalam tumbuhan Artocarpus lainnya, seperti A. heterophyllus (Lin, 1995), A. champeden (Hakim, 2005), A. elasticus (Mustapha, 2006),
dan A.chama (Wang, 2004).
Dari penelitian sebelumnya, artokarpin (8) memiliki aktivitas biologi seperti sifat sitotoksik, tosiksitas, anti tuberkulosis, dan anti malaria. Artokarpin (8) bersifat sitotoksik terhadap sel murin leukemia P388 dengan nilai IC
501,9 µg/mL (Hakim et al., 2006). Selain itu, artokarpin (8) bersifat toksik terhadap Artemia salina dengan nilai IC
5024,3 µg/mL (Hakim et al., 2006). Artokarpin (8) juga bersifat sebagai antituberkulosis dengan konsentrasi minimum sebagai penghambat (MIC) sebesar 3,12 µg/mL dan bersifat sebagai antimalaria dengan nilai IC
503,0 µg/mL (Boonphong, 2007).
4.2 Sikloartokarpin (13)
Senyawa sikloartokarpin (13) diperoleh dalam bentuk serbuk berwarna kuning dengan titik leleh 272-273
oC. Spektrum ultraviolet senyawa ini (Gambar 4.6) menunjukkan adanya serapan maksimum pada panjang gelombang 292 nm, dan 368 nm. Dua puncak serapan ini menunjukkan bahwa senyawa hasil isolasi merupakan senyawa turunan flavon. Data tersebut didukung oleh data spektrum IR yang menunjukkan adanya gugus karbonil terkonjugasi yang khas untuk senyawa flavon pada bilangan gelombang 1653 cm
-1dan puncak untuk C=C aromatik pada 1620, 1481, 1448 cm
-1(Gambar 4.7).
Sama seperti pada artokarpin (8), puncak serapan kedua sistem kromofor mengambarkan
gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa flavon tersebut. Hal ini dapat diamati dari pita I
pada panjang gelombang 368 nm dengan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pita II pada panjang gelombang 292 nm. Adanya cincin piran dapat meningkatkan
keplanaran pada sistem kromofor sinamoil (pita I) sehingga konjugasi elektron menjadi lebih
mudah. Dengan demikian, intensitas serapan maksimum berhubungan erat dengan
39 keplanaran suatu senyawa. Cincin piran ini terbentuk karena adanya reaksi sekunder dari gugus isoprenil pada C-3 dan gugus –OH pada C-2’. Adanya gugus isoprenil diperkuat dari spektrum IR yang ditunjukkan oleh puncak serapan gugus C-H alifatik pada bilangan gelombang 2954 dan 2862 cm
-1(Gambar 4.7).
Gambar 4.6 Spektrum UV sikloartokarpin (13)
Pada spektrum ultraviolet, penambahan pereaksi geser NaOH menyebabkan pergeseran batokromik pada pita I sebesar 41 nm. Hal ini menunjukkan adanya gugus hidroksi fenil bebas. Adanya gugus hidroksi ini ditunjukkan oleh puncak serapan gugus –OH pada bilangan gelombang 3404 cm
-1pada spektrum IR.
Sama halnya dengan senyawa artokarpin (8), penambahan AlCl
3tidak menyebabkan
pergeseran batokromik pada pita I (Gambar 4.6). Hal ini menunjukkan bahwa pada senyawa
tersebut tidak terdapat gugus orto-dihidroksi. Selain itu juga, kemungkinan terdapatnya
gugus isoprenil pada posisi C-3 sehingga mengakibatkan kelat antara gugus –OH pada C-5
dan karbonil pada C-4 serta AlCl
3tidak terbentuk.
40
Gambar 4.7 Spektrum IR sikloartokarpin (13) (KBr)
Tabel 4.3 Data perbandingan spektrum UV dan IR sikloartokarpin (13) Spektrum UV sikloartokarpin (13)
(MeOH) λ maks (nm)
Spektrum IR sikloartokarpin (13) (KBr)
ν
maks(cm
-1)
Hasil Isolasi Literatur (*) Hasil Isolasi Literatur (*)
292 279 3404 (OH) 3393 (OH)
368 368
2954, 2862 (C-H alifatik)
2959,2927, 2862 (C-H alifatik)
Penambahan NaOH
1620, 1481, 1448 (C=C aromatik)
1621, 1481, 1452, 1352 (C=C aromatik)
292 277 1653 (C=O) 1650 (C=O)
409 411
(*) Mustapha, 2006
Tabel 4.3 menunjukkan perbandingan data spektrum UV dan IR sikloartokarpin (13) hasil isolasi dan standar. Berdasarkan Tabel 4.3 ditunjukkan bahwa sikloartokarpin (13) hasil isolasi bersesuaian dengan standar.
Pada spektrum
1H-NMR (Gambar 4.8) terlihat 15 sinyal proton untuk senyawa ini. Sinyal pada geseran kimia 13,62 ppm menunjukkan adanya gugus –OH yang terkelasi. Spektrum
1
H-NMR menunjukkan adanya sinyal singlet pada daerah aromatik dengan geseran kimia
6,72 ppm (1H, s). Gugus pirano-γ,γ-dimetil alil ditunjukkan dengan adanya sinyal-sinyal
proton pada geseran kimia 1,06 ppm (3H, s), 1,92 ppm (3H, s), 5,45 ppm (1H, d, J = 9,2
Hz), 6,18 ppm (1H, d, J = 9,2 Hz). Gugus isopentenil ditunjukkan oleh sinyal-sinyal proton
pada geseran kimia 1,05 ppm (3H, s), 1,06 ppm (3H, s), 2,40 ppm (1H, m), 6,54 ppm (1H, d,
J = 16,5 Hz), 6,72 (1H, dd, J = 6,4; 16,5 Hz). Sinyal-sinyal proton untuk cincin B
ditunjukkan pada geseran kimia 6,41 ppm (1H, d, J = 2,4 Hz), 6,60 ppm (1H, dd, J = 8,5;
41 2,4 Hz), 7,69 ppm (1H, d, J = 8,5 Hz). Sinyal-sinyal ini menunjukkan adanya sistem ABX pada cincin B yang mengalami trisubstitusi pada posisi 2’,5’, dan 6’. Sinyal untuk proton pada gugus metoksi berada pada geseran kimia 3,96 (3H, s).
Gambar 4.8 Spektrum
1H-NMR sikloartokarpin (13) (aseton-d
6, 500 MHz) Tabel 4.4 Data perbandingan spektrum
1H-NMR sikloartokarpin (13)
No. C
H (ppm, multiplisitas, J dalam Hz) Literatur (*)
(400 MHz, aseton-d6)
Hasil isolasi (500 MHz, aseton-d6)
8 6,71 (1H, s) 6,72 (1H, s)
9 6,19 (1H, d, J = 9,5 Hz) 6,18 (1H, d, J = 9,2 Hz)
10 5,46 (1H, m) 5,45 (1H, d, J = 9,2 Hz)
12 1,07 (3H, s) 1,05 (3H, s)
13 1,07 (3H, s) 1,06 (3H, s)
14 6,55 (1H, d, J = 16,1 Hz) 6,54 (1H, d, J = 16,5 Hz)
15 6,70 (1H, dd, J = 7,0; 16,1 Hz) 6,72 (1H, dd, J = 6,4; 16,5 Hz)
16 2,41(1H, m) 2,40(1H, m)
17 1,94 (3H, s) 1,92 (3H, s)
18 1,68 (3H, s) 1,66 (3H, s)
3’ 6,42 (1H, d, J = 2,2 Hz) 6,41 (1H, d, J = 2,4 Hz)
5’ 6,61 (1H, dd, J = 8,4, 2,2 Hz) 6,60 (1H, dd, J = 8,5, 2,4 Hz)
6’ 7,69 (1H, d, J = 8,4 Hz) 7,69 (1H, d, J = 8,5 Hz)
OCH3 3,96 (3H, s) 3,96 (3H, s)
(*) Mustapha, 2006
42 Dari perbandingan data yang ditunjukkan pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa senyawa sikloartokarpin(13) hasil isolasi dan standar memberikan kesesuaian yang tinggi. Dari hasil data-data spektrum UV, IR dan
1H-NMR, maka struktur yang disarankan adalah sikloartokarpin (13).
B O
O H
3CO
OH
OH
O
(13)
A
8
9 11 14
15
5 4
3' 5' 6'
Sikloartokarpin ini telah ditemukan dalam tumbuhan Artocarpus lainnya, seperti A.
champeden Spreng (Lin et al., 1992), A. atilis (Ersam, 1999), A. elasticus (Mustapha, 2006), dan A.maingyii King (Hakim et al., 1999).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, sikloartokarpin (13) memiliki aktivitas biologi seperti artokarpin (8). Sikloartokarpin (13) bersifat sitotoksik terhadap sel murin leukemia P388 (IC
503,9 µg/mL) (Hakim et al., 2006). Sikloartokarpin (13) juga bersifat toksik terhadap Artemia salina (IC
501,9 µg/mL) (Hakim et al., 2006). Selain itu, sikloartokarpin (13) bersifat antituberkulosis (MIC 12,5 µg/mL) dan antimalaria (IC
504,3 µg/mL) (Boonphong, 2007).
Namun, jika dibandingkan dengan artokarpin (8), sikloartokarpin (13) bersifat kurang aktif karena struktur sikloartokarpin (13) yang lebih planar daripada artokarpin (8).
4.3 Hubungan Biogenesis Artokarpin (8) dan Sikloartokarpin (13)
Jika melihat kedua struktur senyawa hasil isolasi, terdapat kemiripan diantara keduanya.
Keduanya hanya dibedakan dari terbentuknya siklik dalam senyawa sikloartokarpin (13).
Siklik ini terbentuk karena reaksi sekunder yang terjadi pada senyawa artokarpin (8). Gugus
isoprenil dan gugus –OH pada posisi C-2’ pada senyawa artokarpin mengalami reaksi
sekunder menghasilkan cincin piran pada senyawa sikloartokapin (13). Dengan demikian,
artokarpin (8) merupakan prekursor bagi senyawa sikloartokarpin (13). Biogenesis yang
disarankan dapat dilihat pada Gambar 4.9.
43
O
O OH H3CO
O OH
H H ..
.. O
O OH H3CO
OH O ..
..
O+ O O- OH H3CO
OH O
O O
OH H3CO
OH artokarpin (8)
sikloartokarpin (13)