• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS USAHA TANI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) (Studi Kasus: Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS USAHA TANI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) (Studi Kasus: Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara) SKRIPSI"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

Dhika Permata Ulvi S 130304111

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

Universitas Sumatera Utara

(2)

ANALISIS USAHA TANI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) (Studi Kasus: Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara)

SKRIPSI

DHIKA PERMATA ULVI S 130304111

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

Universitas Sumatera Utara

(3)

:

MUARA, KABUPATEN TAPANULI UTARA)

NAMA : DHIKA PERMATA ULVI

NIM : 130304111

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Tavi Supriana, MS Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si NIP. 196411021989032001 NIP. 196309281998031001

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis

NIP: 196302041997031001 (Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec)

Tanggal Lulus : 21 Agustus 2017

HALAMAN PENGESAHAN

Universitas Sumatera Utara

(4)

Telah dipertahankan Di Depan Dewan Penguji Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Diterima Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Pada Tanggal : 21 Agustus 2017

Panitian Penguji Skripsi :

Ketua : (Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) NIP. 196411021989032001

Anggota : 1) (Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si) NIP. 196309281998031001

2) (Ir. M Jufri, M,Si)

NIP. 196011101988031003

3) (Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si) NIP. 196509261993031002

Mengesahkan Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian USU

(Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec) NIP.196302041997031001

Universitas Sumatera Utara

(5)

i

DHIKA PERMATA ULVI (130304111/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi”Analisis Usahatani Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). Studi Kasus penelitian di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. Ketua Komisi Pembimbing dalam penelitian ini adalahDr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Anggota Komisi Pembimbing adalah Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si.Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran umum sistem pengelolaan usahatani bawang merah, besar biaya produksi, besar penerimaan dan pendapatan dan kelayakan usahatani di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara.Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive sampling (sengaja), sementara penentuan sample dilakukan secara Accidental Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30 petani. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kelayakan finansial usahatani.Hasil penelitian ini menunjukkan besar biaya produksi per petani sebesar Rp. 2.808.432,69 dan sebesar Rp.32.263.439,07 per hektar. Penerimaan yang didapat sebesar Rp. 6.525.333,33 perpetani Rp.78.113.888,9 per hektar dan pendapatan sebesar Rp. 3.716.900,6 per petaniRp.45.850.449,8 per hektar.

Usahatani Bawang Merah secara finansial layak untuk dilaksanakan dan dikembangkan ditinjau dari kriteria kelayakan R/C ratio yakni R/C >1 yaitu sebesar 2,54 per petani dan 2,54 per hektar. Berdasarkan analisis Break Even Point dapat diketahui bahwa jumlah produksi bawang merah selama ini sudah melampaui titik impas yaitu dengan rata-rata titik impas sebesar Rp. 8.375,68/Kg.

Berdasarkan hasil diatas, usahatani bawang merah di daerah penelitian sudah layak dan menguntungkan.

Kata Kunci: Analisis usahatani, bawang merah

Universitas Sumatera Utara

(6)

ii

ABSTRACT

DHIKA PERMATA ULVI (130304111/AGRIBUSINESS), with the thesis entitled, An Analysis on Onion (Allium ascalonicum) Agribusiness. A Case Study at SimatupangVillage, MuaraSubdistrict, Tapanuli Utara Regency.The research was supervised by Dr. Ir. TaviSupriana, MS as the Chairperson of the Supervisory Committee and Dr. Ir. RahmantaGinting, M.Si as the Member of the Supervisory Committee. The objective of the research was to find out the general description of the management system of onion agribusiness, production cost, revenue, income, and feasibility of onion agribusiness at Simatupang Village, MuaraSubdistrict, Tapanuli Utara Regency. The research area was determined purposively. The samples were 30 farmers, taken by using accidental sampling technique. The data were analyzed by using financial feasibility analysis of agribusiness. The result of the research showed that the cost of production per farmer was Rp. 2,808,432.69 and Rp. 32,263,439.07 per hectare. The revenue wasRp. 6,525,333.33 per farmer and Rp. 78,113,888.9 per hectare, and the income was Rp. 3,716,900.6 per farmer and Rp. 45,850,449.8 per hectare.Onion agribusiness was financially feasible to be implemented and developed, viewed from R/C ratio feasibility, at R/C > 1 or 2.45 per farmer and 2.45 per hectare.

Based on Break Even Point analysis, it was found that the onion production today has exceeded the breakeven point of Rp. 8,375.68/Kg. The conclusion was that onion agribusiness in the research area is feasible and profitable.

Keywords: AgribusinessAnalysis, Onion

Universitas Sumatera Utara

(7)

iii

Dhika Permata Ulvi lahir di Rantau Prapat, Sumatera Utara pada tanggal 23 Juni 1995, putri dari Bapak W. Luthfi Simatupang dan Ibu Khairani Harefa.

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal yang ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 2007 lulus dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 010089, Kelurahan Sendang Sari, Kecamatan Kisaran Barat, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara.

2. Tahun 2010 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Swasta (SMPS) Diponegoro Kisaran, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara

3. Tahun 2013 lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kisaran, Kelurahan Mutiara, Kecamatan Kisaran Timur, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara.

4. Masuk Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur SBMPTN tahun 2013 di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

5. Melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) bulan Juli-Agustus 2016 di Desa Pulau Gambar, Kecamatan Serbajadi, Kabupaten Serdang Bedagai.

Universitas Sumatera Utara

(8)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kesempatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Usahatani Bawang Merah (Allium AscalonicumL.) (Studi Kasus:

Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara)dengan baik sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S selaku ketua komisi pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan nasehat dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan nasehat dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Ketua Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. M. Jufri selaku Sekertaris Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

5. Kedua orangtua tercinta, Ayahanda Herbert Simorangkir dan Ibunda Khairani Harefa serta kedua adik saya Arief Ferdiansyah dan Indah Permata Ulvi, yang telah memberikan banyak perhatian, kasih sayang, motivasi, nasehat, doa, serta dukungan baik dukungan moril maupun dukungan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

6. Sahabat tercinta Gebi, Mei, Jordaniel, Tiara, Ivana, Dwi Utari, Azwar, bang Tohar, bang Perda, bang Hasiung, bang Irwan, bang Roy, kak Sabeth, kak Putri serta teman-teman seperjuangan 70 pasukan yang telah memberikan perhatian, waktu, dan selalu membantu penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Universitas Sumatera Utara

(9)

v

8. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis serta seluruh staf pengajar dan pegawai tata usaha di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah membantu seluruh proses administrasi.

9. Seluruh instansi dan responden yang terkait dengan penulisan skripsi yaitu Bapak Siregar selaku PPL di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara serta seluruh masyarakat Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara yang telah banyak membantu penulis mengumpulkan data dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Agustus 2017

Penulis

Universitas Sumatera Utara

(10)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ...iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ...xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ...4

1.3 Tujuan Penelitian ...5

1.4 Kegunaan Penelitian...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ...6

2.1.1 Botani Tanaman Bawang Merah ...6

2.1.2 Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Merah...7

2.2 Landasan Teori ...8

2.2.1 Ilmu Usaha Tani ...8

2.2.2 Faktor Produksi Usahatani ...8

2.2.3 Analisis Kelayakan ... 10

2.3 Penelitian Terdahulu ... 10

2.4 Kerangka Pemikiran ...14

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Lokasi ...18

3.2 Metode Penentuan Sampel ...19

3.3 Metode Pengumpulan Data ...19

3.4 Metode Analisis Data ...19

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional ...22

3.5.1 Definisi ...22

3.5.2 Batasan Operasional ... 23

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian ...24

Universitas Sumatera Utara

(11)

vii BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Teknis Budidaya Usahatani Bawang Merah ... 27

5.1.1 Pengolahan Lahan ...27

5.1.2 Penanaman ... 27

5.1.3 Pemeliharaan ... 28

5.1.4 Panen dan Pasca Panen ... 30

5.2 Biaya - biaya Dalam Usahatani Bawang Merah ...31

5.2.1 Biaya Tetap ... 31

5.2.2 Biaya Variabel ... 34

5.2.3 Total Biaya Produksi ... 37

5.2.4 Penerimaan Usahatani ... 37

5.2.5 Pendapatan Usahatani ... 38

5.3 Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Bawang Merah ...39

5.3.1 Net R/C ... 39

5.3.2 BEP (Break Even Point) ... 41

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ...46

6.2 Saran ...47 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

(12)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Keterangan Hal

1.1 Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Bawang Merah di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013

2

1.2 Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Bawang Merah di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013

3

3.1 Luas Panen, Produksi, dan Rata-Rata Produksi Bawang Merah di Kecamatan Muara Tahun 2011

18 4.1 Luas Wilayah Kecamatan Menurut Desa/Kelurahan dan

Jenis Penggunaan Tanah 2011 (Ha)

24 4.2 Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Menurut

Desa/Kelurahan 2015 (orang)

25 4.3 Sarana dan Prasarana di Desa Simatupang 26 4.4 Karakteristik Petani Sampel Untuk Desa Simatupang. 26

5.1 Jenis dan Harga Pupuk yang Digunakan Petani Bawang Merah per Hektar di Desa Simatupang

28 5.2 Jenis dan Harga Pestisida yang Digunakan Petani

Bawang Merah per Hektar di Daerah Penelitian

30 5.3 Rata-rata Biaya PBB pada Petani Sampel Usahatani

Bawang Merah di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2016

32

5.4 Rata-rata Biaya Penyusutan pada Petani Sampel Usahatani Bawang Merah di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2015

32

5.5 Rata-rata Biaya Bibit pada Petani Sampel Usahatani Bawang Merah di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2016

34

5.6 Rata-rata Biaya Penggunaan Pupuk dan Pestisida pada Petani Sampel Usahatani Bawang Merah di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2016.

35

5.7 Rata-rata Biaya Penggunaan Tenaga Kerja pada Petani Sampel Usahatani Bawang Merah Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2016.

36

5.8 Rata-rata Biaya Produksi pada Petani Sampel Usahatani Bawang Merah di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2016.

37

5.9 Rata-rata Penerimaan pada Petani Sampel Usahatani Bawang Merah di Desa Simatupang, Kecamatan Muara,

38

Universitas Sumatera Utara

(13)

ix Tapanuli Utara Tahun 2016

5.11 Hasil Perhitungan R/C pada Petani Sampel Usahatani Bawang Merah di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2016.

40

5.12 Hasil Perhitungan BEP pada Petani Sampel Usahatani Bawang Merah di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2016.

42

Universitas Sumatera Utara

(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Keterangan

1 Kuesioner Penelitian

2 Karakteristik Petani Sampel Bawang Merah Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2017 3.a

Biaya Penggunaan Benih Bawang Merah per Petani di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2017

3.b

Biaya Penggunaan Benih Bawang Merah per Hektar di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2017

4 Biaya Penggunaan Pupuk pada Usahatani Bawang Merah Selama Satu Musim Tanam

5 Biaya Penggunaan Pestisida pada Usahatani Bawang Merah Selama Satu Musim Tanam

6 Curahan dan Biaya Tenaga Kerja pada Usahatani Bawang Merah Selama Satu Musim Tanam

7 Biaya Penyusutan Peralatan pada Usahatani Bawang Merah Selama Satu Musim Tanam

8.a

Biaya Sarana Produksi Pertanian Bawang Merah per Petani di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2017

8.b

Biaya Sarana Produksi Pertanian Bawang Merah per Hektar di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2017

9.a Biaya Produksi pada Usahatani Bawang Merah Per Petani Selama Satu Musim Tanam

9.b Biaya Produksi pada Usahatani Bawang Merah Per Hektar Selama Satu Musim Tanam

10.a

Pendapatan Usahatani Benih Bawang Merah per Petani Selama Satu Musim Tanam di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2017

10.b

Pendapatan Usahatani Benih Bawang Merah per Hektar Selama Satu Musim Tanam di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2017

11

Analisis Usahatani Benih Bawang Merah per Petani Selama Satu Musim Tanam di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2017

12.a R/C Benih Bawang Merah per Petani di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2017 12.b R/C Benih Bawang Merah per Hektar di Desa Simatupang,

Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2017 13.a BEP Benih Bawang Merah per Petani di Desa Simatupang,

Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2017 13.b BEP Benih Bawang Merah per Hektar di Desa Simatupang,

Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2017

Universitas Sumatera Utara

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bawang merah merupakan salah satu tanaman holtikultura yang digunakan sebagai salah satu bahan yang tidak dapat dipisahkan dari masakan makanan sehari-hari seluruh masyarakat Indonesia. Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi, baik ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional, sumber penghasilan petani, maupun potensinya sebagai penghasil devisa negara.

Usahatani bawang merah hingga kini menjadi pilihan dalam usahatani agribisnis dibidang holtikultura. Keunggulan bawang merah dibandingkan dengan komoditas pertanian lainnya adalah mempunyai daya simpan lebih lama.

Konsumsi dalam negeri yang belum bisa dicukupi dan keuntungan yang memberikan peluang membuat usaha ini banyak digeluti para petani (Sitanggang, 2011)

Tingkat permintaan dan kebutuhan konsumsi bawang merah yang tinggi menjadikan komoditas ini menguntungkan jika di usahakan. Konsumsi bawang merah di Indonesia per kapita pertahun mencapai 4,56 kilogram atau 0,38 kilogram per kapita per bulan. Tingginya permintaan bawang merah yang terus menngkat tidak hanya terjadi di pasar dalam negeri, tetapi berpeluang juga untuk ekspor

(Ditjen Holtikoltura, 2004).

Universitas Sumatera Utara

(16)

2

Di Sumatera Utara, sentra produksi bawang merah terbesar ialah di Kabupaten Tapanuli Utara. Kecamatan Muara ialah sentra produksi bawang merah terbesar kedua di Sumatera Utara, hal ini dapat dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1 Produktivitas Tanaman Bawang Merah per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2015

No Kabupaten Produktivitas (Ton/Ha)

1 Nias -

2 Mandailing Natal -

3 Tapanuli Selatan -

4 Tapanuli Tengah -

5 Tapanuli Utara 91,69

6 Toba Samosir 64,52

7 Labuhan Batu -

8 Asahan -

9 Simalungun 128,26

10 Dairi 82,84

11 Karo 68,80

12 Deli Serdang -

13 Langkat -

14 Nias Selatan -

15 Humbang Hasundutan 77,48

16 Pak-Pak Barat -

17 Samosir 64,41

18 Serdang Bedagai -

19 Batu Bara -

20 Padang Lawas Utara -

21 Padang Lawas -

22 Labuhan Batu Utara -

23 Labuhan Batu Selatan -

24 Nias Utara -

25 Nias Barat -

26 Tanjung Balai -

27 Pematang Siantar -

28 Tebing Tinggi -

29 Medan -

30 Binjai -

31 Padang Sidempuan -

32 Gunung Sitoli -

Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara (Diolah).

Kecamatan Muara menjadi sentra produksi bawang merah yang besar karena rata- rata produksinya cenderung besar dan berfluktuatif. Berikut ialah tabel sebaran

Universitas Sumatera Utara

(17)

distribusi luas panen, produksi, dan produktivitas bawang merah tahun 2013 – 2015 di Kabupaten Tapanuli Utara.

Tabel 1. 2. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Bawang Merah di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013-2015

Tahun Luas Panen (ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

2013 1.048 8.305 7,925

2014 830 7.810 9,413

2015 1.070 9.812 9,169

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2015 (diolah )

Berdasarkan Tabel 1. 2, dapat dilihat bahwa dari tahun 2013 sampai tahun 2015 luas panen, produksi dan produktifitas bawang merah di Kabupaten Tapanuli Utara berfluktuatif namun tetap menunjukkan angka yang relatif besar.

Penanganan kegiatan agribisnis mulai dari perencanaan usaha, penyediaan sarana dan prasarana, budidaya tanaman, sampai dengan penanganan hasil dan pemasaranya dilakukan secara terintegrasi dan menunjang. Oleh karena itu, diperlukan suatu manajemen yang dapat merangkup faktor-faktor alam, modal, tenaga kerja, dan teknologi dengan faktor sarana dan prasarana serta pemasarannya.

Kemampuan manajemen ini penting karena usahatani bukanlah semata-mata hanya sebagai cara hidup. Lebih dari itu, ia merupakan suatu perusahaan. Jatuh bangunnya suatu perusahaan salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan manajemennya (Rahardi F, dkk, 2000).

Semakin meningkatnyapermintaan dan konsumsi bawang merah, maka diperlukan cara agar produktifitas bawang merah di kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara mengalami peningkatan sehingga jumlah permintaan dan penawaran di

Universitas Sumatera Utara

(18)

4

pasar mengenai bawang merah menjadi seimbang. Hal ini membutuhkan proses usahatani yang baik sehingga produksi bawang merah di daerah ini tetap mengalami peningkatan. Analisis usahatani bawang merah juga dibutuhkan bukan hanya karena produksinya berfluktuasi dan bukan hanya karena permintaan tinggi saja, namun juga karena petani di daerah penelitian sering melakukan perubahan- perubahan penanaman komoditi, misalnya dari bawang merah ke kopi. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah bawang merah layak diusahakan atau tidak sehinga petani sering melakukan perubahan-perubahan komoditi. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian tentang “Analisis Usahatani Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)” di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara untuk mengetahui sistem pengelolaan Usahatani dan kelayakannya disana.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sistem pengelolaan usahatani bawang merah di desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara?

2. Berapa besar biaya produksi usahatani bawang merah di desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara?

3. Berapa besar penerimaan dan pendapatan bersih usahatani bawang merah di desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara?

4. Bagaimana tingkat kelayakan finansial usahatani bawang merah di desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara?

Universitas Sumatera Utara

(19)

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana sistem pengelolaan usahatani bawang merah di desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara

2. Berapa besar biaya produksi usahatani bawang merah di desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara

3. Berapa besar penerimaan dan pendapatan bersih usahatani bawang merah di desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara

4. Bagaimana tingkat kelayakan finansial usahatani bawang merah di desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara

1.4Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan Informasi bagi petani bawang merah, dalam upaya peningkatan produksi, khususnya petani bawang merah di Kabupaten Tapanuli Utara

2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk membuat kebijakan yang dapat membantu petani dalam usahanya.

3. Sebagai sumber informasi bagi peneliti selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Botani Tanaman Bawang Merah

Menurut Tjitrosoepomo (2010), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Class : Monocotyledonae Ordo : Liliaceae

Family : Liliales Genus : Allium

Species : Allium ascalonicum L.

Bawang merah merupakan tanaman rendah yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

Perakarannya berupa akar serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam tertanam dalam tanah (Wibowo, 2001).

Bentuk daun bawang merah bulat kecil dan memanjang seperti pipa, tetapi ada juga yang membentuk setengah lingkaran pada penampang melintang daun. Bagian ujung daun meruncing, sedang bagian bawahnya melebar dan membengkak. Daun berwarna hijau (Estu dkk, 2007).

Universitas Sumatera Utara

(21)

Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang bertangkai dengan 50-200 kuntum bunga. Pada ujung dan pangkal tangkai mengecil dan dibagian tengah menggembung, bentuknya seperti pipa yang berkubang didalamnya.

Tangkai tandan bunga ini sangat panjang mencapai 30-50 cm. Kuntumnya juga bertangkai tetapi pendek antara 0,2 – 0,6 cm (Wibowo, 2001).

Tajuk dan umbi bawang merah serupa dengan bawang bombay, tetapi ukurannya kecil. Perbedaan yang lainnya adalah umbinya yang berbentuk seperti buah jambu air, berkulit coklat kemerahan, berkembang secara berkelompok di pangkal tanaman.

Kelompok ini dapat terdiri dari beberapa hingga 15 umbi.

Tanaman bawang merah memiliki 2 fase tumbuh, yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Tanaman bawang merah mulai memasuki fase vegetatif setelah berumur 11-35 hari setelah tanam (HST), dan fase generatif terjadi pada saat tanaman berumur 36 hari setelah tanam (HST). Pada fase generatif, ada yang disebut fase pembentukan umbi (36-50 HST) dan fase pematangan umbi (51-56 HST)

(Yamaguchi dan Rubatzky, 1998).

2.1.2 Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Merah

Dalam pertumbuhannya, tanaman bawang merah menyukai daerah yang beriklim kering. Bawang merah tidak tahan kekeringan karena akarnya yang pendek. Tanaman bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi (0-900 m dpl) dengan curah hujan 300-2500 mm/th, pada suhu 25-320 C (Estu dkk, 2007).

Universitas Sumatera Utara

(22)

8

Tanah yang gembur, subur, banyak mengandung bahan organik atau humus sangat baik untuk bawang merah. Tanah yang gembur dan subur akan mendorong perkembangan umbi sehingga hasilnya besar-besar. Yang paling baik untuk lahan bawang merah adalah tanah yang mempunyai keasaman sedikit agak asam sampai normal, yaitu pH-nya berkisar antara 6,0 – 6,8 (Wibowo, 2001).

2.2Landasan Teori 2.2.1 Ilmu Usaha Tani

Ilmu usaha taniadalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2008).

Kegiatan produksi dalam setiap usahatani merupakan suatu bagian usaha dimana biaya dan penerimaan sangat penting sekali. Hal yang terpenting dalam usahatani adalah bahwa usahatani senantiasa berubah baik dalam ukurannya maupun susunannya. Hal ini karena petani selalu mencari metode usahatani yang baru dan efisien serta dapat meningkatkan produksi yang sangat penting (Mosher, 1987).

2.2.2 Faktor Produksi Usaha Tani

Masing-masing faktor produksi mempunyai fungsi yang berbeda-beda dan saling terkait satu sama lain. Kalau salah satu faktor tidak tersedia maka proses produksi

Universitas Sumatera Utara

(23)

tidak berjalan terutama tiga faktor yakni tanah, tenaga kerja dan modal. Bila hanya tersedia tanah, modal dan manajemen saja tentu proses produksi tidak akan berjalan karena tidak ada tenaga kerja. Tanpa tenaga kerja siapa yang akan melakukan, begitu juga dengan faktor produksi yang lainnya yang saling terikat (Daniel, 2002).

Tanah merupakan faktor fungsi dalam pertanian, tanpa tanah dan sekitar tanah banyak lagi faktor yang harus diperhatikan, katakan luasnya, tofografinya, kesuburannya, lingkungannya, keadaan fisiknya dan lain sebagainya. Dengan mengetahui semua keadaan tanah, usaha pertanian dapat dilakukan degan baik (Daniel, 2002).

Setelah tanah, modal adalah nomor dua pentingnya dalam produksi pertanian dalam arti sumbangan dalam nilai produksi. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja saling menghasilkan barang-barang baru yaitu dalam hal ini hasil pertanian. Modal petani yang berupa barang diluar tanah adalah ternak beserta kandangnya, cangkul, bajak, atau alat-alat pertanian lainnya, pupuk, bibit, hasil panen yang belum dijual, tanaman yang masih disawah dan lain-lain (Mubyarto, 1994).

Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani swasembada, khususnya faktor tenaga kerja petani dan anggota keluarganya. Dalam usahatani swasembada atau usahatani keluarga faktor tenaga kerja keluarga petani merupakan unsur penentu (Tohir, 1991).

Universitas Sumatera Utara

(24)

10

2.2.3 Analisis Kelayakan

Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap atau fixed cost dan biaya variabel atau variable cost. Yang dimaksud dengan biaya tetap adalah

jenis biaya yang besar kecilnya tidak bergantung pada besar kecilnya produksi. Biaya lain-lainnya pada umumnya masuk biaya variabel karena besar kecilnya berhubungan langsung dengan besarnya produksi. Tetapi pengertian biaya tetap dan biaya variabel ini hanya pengertian jangka pendek, sebab dalam jangka panjang biaya tetap dapat menjadi biaya variabel (Mubyarto, 1994).

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pendapatan kotor usahatani atau gross farm income didefenisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pengeluaran total usahatani atau total farm expense didefenisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Kelayakan usahatani dapat melihat kelayakan dari suatu gagasan yang berasal dari pengusaha secara individu. Kelayakan usahatani dapat diektahui dengan menggunakan 2 kriteria umum dikenal dengan: R/C dan BEP (soekartawi, 1986).

2.3 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan Jurnal Edy Sutiarto tahun 2012 dengan judul “Analisis Daya Saing Agribisnis Bawang Merah Kabupaten Probolinggo” dari hasil data yang diperoleh

Universitas Sumatera Utara

(25)

didapatkan bahwa ditinjau dari nilai R/C menunjukkan bahwa secara finansial setiap rupiah biaya usahatani yang dikorbankan mempu menghasilkan keuntungan sebesar 1,98 rupiah per hektar lahan. Sementara secara ekonomi hanya mampu memberikan tingkat keuntungan sebesar Rp. 1,66 untuk setiap rupiah biaya. Sensitivitas daya saing usahatani bawang merah dapat diukur melalui analisis “Break Even Point” atau BEP sebagai harga batas (border price) dimana usahatani tersebut masih memiliki keunggulan-keunggulan komparatif. Dari hasil analisis PAM diperoleh temuan bahwa nilai BEP harga dunia sebesar Rp. 2.297 per kg atau US$ 209 per ton pada tingkat produksi aktual 15.780 Kg per hektar. Dalam artian, usahatani bawang merah di Kabupaten Probolinggo masih memiliki keunggulan komparatif asal harga dunia atau biaya sosialnya diatas harga batas tersebut.

Berdasarkan jurnal Gunistyo tahun 2012 dengan judul “Identifikasi Faktor-faktor Utama Yang Berpengaruh Pada Efisiensi Usahatani Bawang Merah Di Desa Sisalam Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes” Break Even Point dapat diketahui bahwa untuk memperoleh keuntungan usahatani maka petani harus menghasilkan produksi bawang merah lebih dari 3.024,10 kg per hektar atau Rp.13.608.438,78 per hektar.

Dengan demikian tingkat produksi bawang merah di desa penelitian melampaui batas minimal produksi.

Berdasarkan jurnal Lola Rahmadona, Anna Fariyanti dan Burhanuddin tahun 2015 dengan judul “Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Majalengka” nilai R/C rasio berturut-turut adalah usahatani di Musim Hujan 1,49,

Universitas Sumatera Utara

(26)

12

usahatani Musim Kemarau 11,29 dan 1,31 usahatani di Musim Kemarau II. Dapat disimpulkan bahwa usahatani bawang merah layak diusahakan.

Berdasarkan Jurnal Abd. Rahim tahun 2015 dengan judul “Analisis Titik Pulang Pokok Usahatani Bawang Merah (Allium ascalonicum .L) Varietas Lembah Baru di Kelurahan Taipa Kecamatan Palu Utara Kabupaten Palu”, total biaya usahatani bawang merah varietas lembah Palu sebesar Rp. 20.947.755,92 per musim tanam, penerimaan sebesar Rp. 38.522.362,87 per musim tanam dengan pendapatan yang diperoleh sebesar Rp. 17.574.606,95 per musim tanam, titik pulang pokok produksi 93,73 kg dan titik pulang pokok harga sebesar Rp. 1.874.600.

Berdasarkan jurnal Nurhapsa, Kartini dan Arham tahun 2015 dengan judul “Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usahatani Bawang Merah di Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang” nilai R/C ratio sebesar 2,11. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani di Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang layak secara ekonomi (menguntungkan) karena nilai R/C ratio > 1.

Berdasarkan jurnal Risky, Caroline, dan Celcius dengan judul “ Analisis Struktur Biaya dan Agroindustri Bawang Goreng Ud. Sri Rezeki di Kota Palu Sulawesi Tengah”, produksi usaha ini juga termasuk pada kriteria usaha yang menguntungkan karena nilai rasio yang dihasilkan dari analisis efisiensi produksi adalah nilai 3,3 dengan demikian R/C >1. Dilihat dari analisis Break even point , usaha bawang goreng UD. Sri Rejeki dikatakan telah mencapai titik impas adalah pada produksi sebesar 2436 kg dan dapat dikatakan mencapai titik impas usahanya pada nilai Rp 234.280 perkg.

Universitas Sumatera Utara

(27)

Berdasarkan jurnal Mega, Sulisnawati dan Chairun dengan judul “ Kelayakan Usahatani Bawang Daun (Allium fistullosum) di Desa Pinang Habang Kecamatan Wanaraya Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan”, Usahatani bawang daun layak untuk diusahakan dengan tingkat kelayakan (RCR) sebesar 1,29 dan BEP Penerimaan sebesar Rp4.066.553,15,- lebih kecil dari jumlah penerimaan yaitu sebesar Rp39.00.000,00,-, BEP Produksi sebesar 369,69 kg lebih kecil dari jumlah produksi yaitu sebesar 3.545,45 kg, dan BEP harga sebesar Rp8.548,54 lebih kecil dari harga yang berlaku saat ini yaitu sebesar Rp11.000,00,-.

Berdasarkan jurnal Mona Herlita, Ermi Tety dan Shorea Khaswarina tahun 2007 dengan judul “Analisis pendapatan usahatani Bawang Merah (Allium ascalonicum .L) di desa Sei Geringgi Kecmatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar” RCR sebesar 1,53 hal ini berarti setiap Rp.1 biaya yang dikeluarkan akan memperoleh pendapatn sebesar Rp. 1,53, dengan demikian diketahui bahwa usahatani di desa penelitian efisien secara ekonomi dan layak untuk diteruskan dan dikembangkan.

Berdasarkan jurnal Ilham tahun 2013 dengan judul “Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usaha Bawang Goreng pada UMKM Usaha Bersama di Desa Bolu Pontu Jaya Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi” nilai Return Ratio (R/C-ratio) sebesar 1,6 menunjukkan bahwa R/C >1, maka usaha bawang goreng dilokasi penelitian layak di usahakan.

Berdasarkan jurnal Muhammad Maftukin, Dewi Hastuti dan Endah Subekti tahun 2015 dengan judul “Analisis Kelayakan Pembenihan Umbi Bawang Merah (studi kasus di Penangkaran Benih Sentasi Desa Kelompok, Kecamatan Wanasari,

Universitas Sumatera Utara

(28)

14

Kabupaten Brebes)” menunjukkan bahwa pendapatan pembenihan umbi bawang merah selama enam kali produksi sebesar Rp. 87.690.188,- dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp. 14.615.031,- perproduksi atau Rp. 3.653.758. Besarnya produksi BEP pada pembenihan umbi bawang merah adalah sebesar 648 Kg. Rata- rata produksi pembenihan umbi bawang merah sebsar 1.776 Kg sehingga dapat diasumsikan bahwa produksi benih umbi bawang merah lebih besar dibandingkan dengan jumlah BEP produksi. Dengan demikian, pernyataan hipotesis yang menyatakan bahwa diduga pembenihan umbi bawang merah ditinjau dari BEP layak untuk diusahakan, telah terbukti.

2.4 Kerangka Pemikiran

Dalam menjalankan usahataninya petani bawang merah berusaha agar produksi dari usahataninya tinggi. Untuk mendapatkan hasil produksi tinggi sesuai yang diharapkan oleh petani, diperlukan faktor-faktor produksi. Faktor produksi adalah input produksi seperti lahan, modal, tenaga kerja dan sarana produksi yang akan menjadi komponen biaya produksi dalam pengelolaan usahatani bawang merah. Besarnya masing-masing komponen biaya tersebut dipengaruhi oleh jumlah input yang digunakan pada masing-masing input yang pada akhirnya secara bersama-sama dapat mempengaruhi besarnya total biaya produksi.

Kemajuan suatu usahatani diukur dari tingkat produktivitasnya. Usahatani dikatakan produktif jika produktivitasnya tinggi. Produktivitas yang tinggi diperoleh bila hasil

Universitas Sumatera Utara

(29)

usahataninya banyak. Produktivitas usahatani dapat dinilai dari banyaknya produksi yang dihasilkan oleh petani dari berbagai input yang telah dikeluarkan.

Petani akan memperoleh penerimaan usahatani dari hasil penjualan produksi bawang merah. Penerimaan usahatani merupakan hasil perkalian antara produksi usahatani dengan harga jual pada saat itu yang dinilai dengan rupiah setelah memperoleh penerimaan untuk mengetahui pendapatan bersih maka perlu diketahui biaya produksi. Pendapatan bersih diperoleh setelah mengurangkan penerimaan dengan biaya produksi.

Harga jual bawang merah dapat mempengaruhi jumlah penerimaan yang diperoleh pemilik usahatani. Hasil produksi dikalikan dengan harga jual disebut total penerimaan. Besar kecilnya penerimaan dalam usahatani diperoleh petani dari hasil penjualannya. Semua pengeluaran yang digunakan dalam usahatani dimasukkan kedalam biaya produksi. Adapaun biaya produksi ini meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Selisih antara total penerimaan dan total biaya disebut pendapatan bersih.

Usahatani bawang merah di daerah penelitian layak atau tidak layak diusahakan dan dikembangkan di daerah penelitian dapat diketahui dengan analisis kelayakan yaitu apabila perbandingan penerimaan dan biaya >1 (lebih besar dari satu) atau sama dengan satu, sedangkan apabila <1 (lebih kecil satu) usahatani bawang merah dikatakan tidak layak untuk diusahakan.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disusun kerangka pemikiran sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

(30)

16

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Petani Bawang Merah

Usaha Tani Bawang Merah

Proses Usaha Tani Bawang Merah

Faktor Produksi:

- Lahan - Modal

- Tenaga Kerja - Sarana Produksi

Hasil Produksi

Harga Komoditi di Pasar

Penerimaan

Kelayakan Usahatani

Net R/C BEP

Layak Tidak Layak

Universitas Sumatera Utara

(31)

2.5 Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan landasan teori yang telah dibangun, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Sistem pengelolaan usahatani bawang merah di daerah penelitian dilakukan secara kompleks hingga penerimaan yang didapatkan petani tinggi sesuai yang diharapkan.

2. Biaya produksi usahatani bawang merah tinggi namun sesuai dengan penerimaannya.

3. Penerimaan dan Pendapatan bersih usahatani bawang merah di daerah penelitian tergolong tinggi

4. Usahatani bawang merah layak diusahakan di daerah penelitian.

Universitas Sumatera Utara

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Lokasi

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), yaitu di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. Pemilihan daerah ini dikarenakan daerah ini merupakan penghasil bawang merah terbesar kedua di Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah produktivitas bawang merah sebanyak 91,69 ton/ha pada tahun 2015 seperti yang telah dibahas sebelumnya.

Pemilihan Kecamatan Muara dipilih secara purposive (sengaja) dengan berdasarkan data BPS (2011) tanaman bawang merah di daerah Kecamatan Muara mengalami peningkatan luas panen dan produksi dimana dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Luas Panen, Produksi, dan Rata-Rata Produksi Bawang Merah di Kecamatan Muara Tahun 2013

No Tahun Luas Panen (ha)

Produksi (ton)

Rata-rata Produksi (Kw/Ha)

1 2009 52 340,60 65,50

2 2010 54 353,70 65,50

3 2011 56 366,80 65,50

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (2011)

Peneliti sengaja memilih Desa Simatupang sebagai lokasi penelitian dengan metode purposive sampling (sengaja) dengan pertimbangan bahwa di Desa Simatupang

terdapat usaha bididaya tanaman bawang merah dan termasuk salah satu yang paling banyak mengusahakan bawang merah.

Universitas Sumatera Utara

(33)

TC = FC + VC 3.2 Metode Penentuan Sampel

Sampel dalampenelitianiniadalahpetani yang mengusahakanusahatanibawang merah di Desa Simatupang, KecamatanMuara, KabupatenTapanuli Utara. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode sensus.Jumlahsampel yang

diambilsebanyak 30 petanidengantingkathomogenitas yang tinggidantelahmemenuhisyaratpemilihansampel.Selainituadajugabeberapadasarpertim

banganyaituuntukmenghematwaktu, tenaga, danbiayatanpamengurangitingkatakurasidanpenelitian (Wirantha, 2006).

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan daftar kuisioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait dan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian.

3.4 Metode Analisis Data

Untuk Masalah 1, dianilisis secara deskriptif dengan cara menjelaskan sistem dan pengelolaan usahatani Bawang Merah di Desa Simatupang.

Masalah 2, dianalisis dengan metode perhitungan, yaitu:

Dimana:

TC = Total Cost (Total Biaya)

Universitas Sumatera Utara

(34)

20

TR = Y . Py

Pd = TR - TC FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)

VC = Variable Cost (Biaya Variabel) (Soekartawi, 1986).

Masalah 3, dianalisis dengan metode perhitungan yaitu:

Dimana:

TR = Total Penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh Py = Harga Y

(Soekartawi, 1986).

Dimana:

Pd = Pendapatan Usahatani TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya.

(Soekartawi, 1986).

Untuk masalah 4, dianalisis dengan menghitung R/C Ratio dan BEP.

• R/C (Return Cost Ratio) dikenal sebagai perbandingan atau nisbah antara penerimaan dan biaya. Secara matematika dapat dituliskan sebagai berikut:

A = R/C R = Py . Y C = FC + VC

A = {(Py . Y) / (FC + VC)} Universitas Sumatera Utara

(35)

BEP Produksi = Total Biaya Produksi Harga

BEP Harga = Total Biaya Produksi Total Produksi Dimana:

A = Nisbah C = Biaya

R = Penerimaan Py = Harga output

Y = Biaya tetap FC = Biaya tidak tetap Kriteria:

- Jika R/C > 1, maka usaha layak untuk dilaksanakan - Jika R/C = 1, maka usaha layak impas

- Jika R/C < 1, maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan.

(Soekartawi, 1986).

• Break Even Point (BEP) adalah titik pulang pokok dimana total revenue sama dengan total cost.

Kriteria Uji: titik impas yang terlampaui apabila nilai masing-masing variabel lebih tinggi dari hasil perhitungan BEP (Sunarjono, 2000).

3.5 Definisi &Batasan Operasional

Universitas Sumatera Utara

(36)

22

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut :

3.5.1 Definisi

1. Usahatani bawang merah adalah suatu usaha yang dilakukan diatas sebidang lahan usahatani dengan menanam tanaman bawang merah.

2. Petani bawang merah adalah orang yang melaksanakan dan mengelola usahatani bawang merah pada sebidang tanah atau lahan.

3. Sarana produksi adalah semua korbanan yang digunakan dalam usahatani bawang merah sehingga menghasilkan suatu keluaran atau output.

4. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk usahatani bawang merah, terdiri atas biaya Tetap (PBB, sewa lahan, biaya penyusutan) dan biaya variabel (Pupuk, Bibit, pestisida dan Tenaga Kerja).

5. Harga jual adalah besarnya nilai penjualan yang diterima oleh petani bawang merah dan suatu waktu dapat berubah tergantung pada permintaan pasar.

6. Penerimaan usahatani bawang merah adalah jumlah produksi bawang merah dikali dengan harga jual bawang merah.

7. Pendapatan usahatani bawang merah adalah penerimaan yang diperoleh petani bawang merah dikurangi dengan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam usahatani bawang merah.

8. Pendapatan tenaga kerja keluarga petani adalah penjumlahan pendapatan bersih dengan upah tenaga kerja petani dan anggota keluarga yang diperhitungkan.

Universitas Sumatera Utara

(37)

9. Pendapatan keluarga adalah pendapatan tenaga kerja keluarga petani ditambah bunga modal milik sendiri.

10. Kelayakan usaha adalah ukuran suatu usaha dapat menghasilkan keuntungan yang proporsional dengan membandingkan jumlah penerimaan dan seluruh biaya produksi usahatani.

11. Break Even Point adalah titik pulang pokok dimana total revenue sama dengan total cost.

12. Data yang di analisis adalah data per petani.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara.

2. Sampel penelitian adalah petani bawang merah di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara.

3. Waktu penelitian adalah selama tahun 2017.

Universitas Sumatera Utara

(38)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian

4.1.1 Luas Wilayah dan Letak Geografis

Desa Simatupang merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. Luas wilayah Desa Simatupang sebesar 420 Ha dengan tanah kering sebesar 236 Ha, bangunan pekarangan sebesar 13 Ha, tanah sawah sebesar 120 Ha, dan lainnya sebesar 51 Ha. Untuk pembagian jenis penggunaan tanah di seluruh desa di Kecamatan Muara dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kecamatan Menurut Desa/Kelurahan dan Jenis Penggunaan Tanah 2013 (Ha)

No Desa/Kelurahan Tanah Sawah

Tanah Kering

Bangunan Pekarangan

Lainnya Jumlah

1 Huta Lontung 0 410 16 534 960

2 Bariba Niaek 94 225 10 30 359

3 Silali Toruan 89 114 10 162 375

4 Huta Nagodang 170 126 20 180 496

5 Unte Mungkur 95 285 15 64 459

6 Batu Binumbun 0 235 9 34 278

7 Simatupang 120 236 13 51 420

8 Aritonang 64 265 10 97 436

9 Dolok Martumbur 48 260 9 120 437

10 Sitanggor 79 324 11 85 499

11 Huta Ginjang 66 614 20 474 1174

12 Silando 35 364 13 476 888

13 Papande 0 269 8 163 440

14 Sibandang 0 348 12 101 461

15 Samparan 0 233 8 52 293

Jumlah 860 4308 184 2623 7975

Sumber: UPT Pertanian Kecamatan Muara.

Universitas Sumatera Utara

(39)

Desa Simatupang berada pada 2⁰ 19' 58,66'' Bujur Timur dan 98⁰ 55' 41,63'' Lintang Utara yang terdiri dari 2 (dua) dusun dan mempunyai topografi dataran rendah yang berada pada ketinggian 917 meter di atas permukaan laut.

Adapun batas - batas Desa Simatupang sebagai berikut:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Batu Binumbun

• Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Aritonang

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan

• Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Hutanagodang dan Desa Unte Mungkur 4.1.2 Keadaan Penduduk

Desa Simatupang memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.110 jiwa yang terdiri dari 557 jiwa laki-laki dan 553 jiwa perempuan, dihitung berdasarkan jumlah Rumah Tangga Desa Simatupang dihuni 262 Rumah Tangga.

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2015 (orang)

No Desa/Kelurahan Jumlah Penduduk

Jumlah Rumah Tangga

Laki-

Laki Perempuan

1 Huta Lontung 545 137 266 279

2 Bariba Niaek 733 179 359 374

3 Silali Toruan 743 185 372 371

4 Huta Nagodang 1617 394 789 828

5 Unte Mungkur 1181 277 588 593

6 Batu Binumbun 723 178 358 365

7 Simatupang 1110 262 557 553

8 Aritonang 883 207 410 473

9 Dolok Martumbur 681 156 333 348

10 Sitanggor 870 202 419 451

11 Huta Ginjang 1523 338 758 765

12 Silando 1213 253 610 603

13 Papande 691 162 329 362

14 Sibandang 892 221 407 485

15 Samparan 442 108 196 246

Jumlah 13847 3259 6751 7096

Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara 2015 (diolah).

Universitas Sumatera Utara

(40)

26

4.1.3 Sarana dan Prasarana

Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara memiliki berbagai sarana dan prasarana yang dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 4.3. Sarana dan Prasarana di Desa Simatupang Tahun 2015

No Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)

1 Balai Desa 1

2 Kantor Desa 1

3 Pos Kesehatan Desa 1

4 Posyandu 1

5 Gereja Katolik 1

6 Gereja Protestan 3

7 SD Negeri 1

8 SMK Negeri 1

9 Bengkel 2

10 Warung/Kedai Makan/Minum 4

11 Toko/Warung Kelontong 8

Sumber: UPT Pertanian Kecamatan Muara.

Berdasarkan data yang telah diperoleh, Desa Simatupang sudah cukup memadai untuk menunjang kegiatan penduduk setempat karena telah terdapat fasilitas- fasilitas yang membantu kegiatan penduduk seperti kesehatan, rumah ibadat, dan fasilitas pendidikan meskipun hanya terdapat fasilitas SD Negeri dan SMK negeri.

4.2 Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel bawang merah di Desa Simatupang meliputi umur petani, tingkat pendidikan, luas lahan, lama bertani, dan jumlah tanggungan.

Karakteristik petani dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 4.4 Karakteristik Petani Sampel Untuk Desa Simatupang.

No Karakteristik Satuan Range Rataan

1 Umur Petani Tahun 34 – 61 44,06

2 Tingkat Pendidikan Tahun 6 – 16 10,83

3 Luas Lahan Rante 0,05 – 3 2,183

4 Lama Bertani Tahun 3 – 40 18,33

5 Jumlah Tanggungan Jiwa 0 – 7 3,06

Sumber: Lampiran 2

Universitas Sumatera Utara

(41)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Teknis Budidaya Usahatani Bawang Merah 5.1.1 Pengolahan Lahan

Untuk mendapatkan hasil tanaman bawang merah yang baik dibutuhkan tingkat keasaman tanah dengan PH antara 6,0 – 6,8. Jenis tanah yang paling baik adalah tanah lempung yang berpasir atau berdebu karena tanah seperti ini memiliki drainase dan aerase yang baik.

Di daerah penelitian, pengolahan lahan dilakukan dengan mencangkul tanah sedalam 20 – 40cm, lalu digemburkan. Kemudian dibentuk bedengan-bedengan dengan lebar 100 - 200cm. Lalu dibuat jarak 20 - 40cm antara bedengan yang satu dengan yang lain agar dapat digunakan sebagai parit. Parit juga memudahkan dalam pemupukan dan penyemprotan sekaligus juga berguna agar lahan tidak tergenang banyak air saat musim hujan.

5.1.2 Penanaman

Penanaman bawang merah di daerah penelitian dilakukan 1 - 2 kali dalam satu tahun. Sebelum melakukan penanaman, petani di daerah penelitian melakukan pemupukan terlebih dahulu. Untuk wadah pemupukan disiapkan lubang tanam dengan jarak tanam pada musim kemarau 15x15cm dan pada musim hujan 20x20cm. Pupuk yang digunakan para petani antara lain pupuk Kompos, Urea, NPK (Ponska), Za, KCL, Mutiara, SS(Amophos), dan TSP.

Pada lubang yang telah diberi pupuk, ditanam benih yang telah disiapkan dengan 1 umbi pada setiap lubang. Benih yang digunakan adalah benih unggul bawang lokal jenis Samosir namun ada juga petani yang menggunakan benih yang telah di

Universitas Sumatera Utara

(42)

28

sisihkan pada panen sebelumnya. Harga benih bawang merah adalah Rp. 25.000 dengan kebutuhan benih rata-rata sebanyak Rp. 5.000Kg/Ha tergantung pada luas lahan dan jarak tanam yang digunakan. Selain menanam bawang merah, petani juga biasanya menanam tanaman selingan seperti padi, jagung, dan kopi.

Setelah benih dimasukkan kedalam lubang tanam, lubang ditutup dengan tanah yang telah digemburkan dengan menggunakan cangkul atau cangkul kecil.

5.1.3 Pemeliharaan

Pemeliharaan dalam usahatani bawang merah terdiri dari pemupukan, penyiangan, penyiraman, penyemprotan.

1. Pemupukan

Jumlah pupuk dan penggunaannya ditentukan oleh petani berdasarkan luas lahan, kesuburan tanah dan modal yang dimiliki oleh petani. Pemupukan pertama dilakukan sebelum penanaman. Kebutuhan pupuk tiap lahan petani sangat beragam tergantung kondisi tanaman bawang merah yang dimiliki dan juga pengetahuan para petani. Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan pemupukan adalah ±42 HKO/Ha. Harga dan Jenis pupuk yang digunakan petani di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Jenis dan Harga Pupuk yang Digunakan Petani Bawang Merah per Hektar di Desa Simatupang

No Jenis Pupuk Kebutuhan (Kg/Ha) Harga (Rp/Kg)

1 Kompos 708,81 1.700

2 Urea 183,52 7.000

3 NPK (Ponska) 199,23 5.000

4 Za 80,08 4.500

5 KCL 111,88 8.000

6 Mutiara 160,92 6.000

7 SS/Amophos 109,20 17.500

8 TSP 97,32 5.000

Sumber: Data diolah dari Lampiran 4

Universitas Sumatera Utara

(43)

Berdasarkan Tabel. 5.1 dapat dilihat bahwa kebutuhan pupuk paling banyak yaitu pupuk Kompos sebesar 708,81 Kg/Ha dan pupuk yang paling sedikit dibubtuhkan yaitu pupuk Za sebesar 80,08 Kg/Ha. Namun harga pupuk paling mahal ialah pupuk SS/Amophos yaitu Rp. 17.500/Kg walaupun tidak terlalu banyak dibutuhkan dan pupuk yang paling murah ialah pupuk Kompos seharga Rp.1.700/Kg.

2. Penyiangan

Untuk menghilangkan gulma-gulma atau rumput liar yang ada di sekitar tanaman bawang merah, diperlukan penyiangan karena gulma merupakan tempat hama berkembang biak sehingga dapat menurunkan produksi tanaman bawang merah.

Penyiangan dilakukan bersamaan dengan penyulaman dan pembumbunan pada saat tanaman berumur 3 minggu setelah ditanam. Setelah itu dapat dilakukan kembali penyiangan sesuai kondisi lahan dan tanaman. Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk penyiangan di daerah penelitian adalah ±27 HKO/Ha.

3. Penyiraman

Di daerah penelitian, penyiraman dilakukan tergantung musim yang terjadi setiap musim tanam. Jika sedang musim hujan, penyiraman tidak terlalu sering dilakukan, dan sebaliknya jika sedang musim kemarau maka penyiraman dilakukan dua kali sehari selama 10 hari setelah penanaman, kemudian dilanjutkan dengan disiram satu hari sekali. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan alat ember dan gayung atau dapat dilakukan juga dengan gembor/alat siram. Tergantung dengan ketersediaan modal para petani. Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk penyiraman adalah ±27 HKO/Ha.

Universitas Sumatera Utara

(44)

30

4. Penyemprotan

Jika tanaman sudah terlalu banyak ditutupi gulma dan juga banyak hamanya sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman bawang merah, maka dilakukan penyemprotan pestisida. Pestisida yang disemprotkan para petani juga sangat beragam tergantung jenis hama dan gulma yang mengganggu tanaman bawang merah. Jenis dan harga pestisida yang digunakan petani di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Jenis dan Harga Pestisida yang Digunakan Petani Bawang Merah per Hektar di Daerah Penelitian

No Jenis Pestisida Satuan Jumlah per Hektar

Harga per Satuan (Rp/Kg)

1 Curacron mL 199,83 293,33

2 Antracol Kg 0,81 84.000

3 Dursban mL 174,33 164,67

4 Ripcord mL 118,77 480

5 Omphilor Kg 0,39 56.000

6 Trineb Kg 0,36 37.333,33

7 BM Lamda mL 229,89 200

Sumber: Data diolah dari lampiran 5

Penyemprotan dilakukan 1 - 3 kali dalam satu minggu untuk menghilangkan gulma dan hama yang ada namun pelaksanaannya tetap bergantung pada ada atau tidaknya gulma dan hama yang mengganggu tanaman bawang merah. Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk penyemprotan adalah ±34 HKO/Ha.

5.1.4 Panen dan Pasca Panen

Tanaman bawang merah sudah dapat dipanen saat berumur ±60Hari. Cara pemanenan biasanya dilakukan dengan cara konvensional yaitu dicabut menggunakan tangan, lalu daunnya diikat untuk dapat digantung digudang maupun diteras depan rumah petani agar bawang terjemur. Setelah daun bawang mengering, dipotong dan umbinya dijemur kembali sampai kering dan layak jual.

Rata-rata jumlah produksi bawang merah di daerah penelitian adalah

Universitas Sumatera Utara

(45)

4.022,22Kg/Ha.

Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk panen dan penjemuran bawang merah adalah ±42 HKO/Ha. Curahan tenaga kerja untuk melakukan pemanenan berasal dari Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK). Untuk TKLK Pria diberikan upah sebesar Rp. 100.000 per HKP, dan TKLK Wanita diberikan upah sebesar Rp. 60.000 per HKW.

5.2 Biaya-Biaya Dalam Usaha Tani Bawang Merah

Biaya produksi yaitu semua pengeluaran petani dalam mengelola usahatani bawang merah untuk menghasilkan output produksi. Biaya produksi yang terdapat dalam proses produksi usahatani bawang merah meliputi biaya Tetap dan biaya Variabel (Biaya tidak tetap).

Biaya tetap yang terdapat pada proses usahatani bawang merah ini meliputi biaya tenaga kerja, dan biaya penyusutan. Biaya variabel yang terdapat dalam proses usahatani bawang merah ini meliputi biaya sewa lahan dan pajak lahan, biaya bibit, pupuk, dan pestisida. Masing-masing biaya yang terdapat pada proses produksi tanaman bawang merah dapat diuraikan sebagai berikut.

5.2.1 Biaya Tetap

Biaya tetap meliputi biaya sewa lahan dan biaya penyusutan peralatan. Besarnya biaya sewa lahan tergantung pada lokasi lahan dan luas lahan. Selain itu ada juga beberapa petani yang tidak membayar sewa lahan karena lahan yang dimiliki merupakan lahan warisan keluarga. Rata-rata biaya sewa lahan untuk lahan petani di daerah penelitian berkisar antara Rp. 218.000 sampai Rp.5 00.000 per Hektar setiap Tahunnya.

Universitas Sumatera Utara

(46)

32

Tabel 5.3 Rata-rata Biaya Sewa Lahan pada Petani Sampel Usahatani Bawang Merah di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2016

No Uraian Luas Lahan (Ha) Biaya Sewa (Rp)

1 Per Petani 0,87 81.226,05

2 Per Hektar 1,00 926.724,14

Sumber: Data diolah pada Lampiran 9a dan 9b

Peralatan yang digunakan untuk melakukan proses produksi usahatani bawang merah juga memiliki nilai penyusutan yang tergolong dalam biaya penyusutan.

Peralatan tersebut meliputi cangkul, selang, goni, kancing mulsa, mulsa, kincir, bambu, garpu tanah, pompa pestisida, penggaris, parang, cangkul kecil serta traktor mini. Biaya penyusutan untuk peralatan usahatani bawang merah dapat dilihat pada Tabel 5.4

Tabel 5.4. Rata-rata Biaya Penyusutan pada Petani Sampel Usahatani Bawang Merah di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2015

No Uraian Biaya Penyusutan Per

Petani (Rp)

Biaya Penyusutan Per Hektar (Rp)

1 Cangkul 16.405,00 188.563,22

2 Selang 14.996,93 172.378,56

3 Goni 2.625,00 30.172,41

4 Kancing Mulsa 6.602,59 75.891,80

5 Mulsa 108.003,41 1.241.418,50

6 Kincir 1.750,00 20.114,94

7 Bambu 20.837,50 239.511,49

8 Garpu Tanah 1.696,88 19.504,31

9 Pompa Pestisida 8.603,57 98.891,63

10 Penggaris 829,50 9.534,48

11 Parang 1.725,00 19.827,59

12 Cangkul Kecil 560,63 6.443,97

13 Traktor Mini 27.000,00 310.344,83

Rataan/Petani 16.279,69 187.122,90

Rataan/Hektar 187.122,90 2.150.837,94

Sumber: Data diolah pada Lampiran 7

Berdasarkan Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa biaya penyusutan paling besar terjadi pada mulsa yaitu Rp. 108.003,41 per petani dan sebesar Rp. 1.241.418,50 per hektar. Sementara itu biaya penyusutan terkecil terjadi pada cangkul kecil yaitu

Universitas Sumatera Utara

(47)

Rp. 560,63 per petani dan Rp. 6.443,97 per hektar.

Rata-rata biaya penyusutan cangkul per petani sebesar Rp.16.405 dan per hektar sebesar Rp. 188.563,22, dengan umur ekonomis antara 2 - 5 Tahun. Harga cangkul dalam penelitian ini berkisar atara Rp. 60.000 – Rp. 100.000 per buah.

Rata-rata biaya penyusutan selang per petani sebesar Rp. 14.996.93 dan per hektar sebesar Rp.172.378,56 dengan umur ekonomis selama 2-5 tahun dan harga selang berkisar antara Rp.17.000 sampai Rp.55.000 per buah.

Rata-rata biaya penyusutan Goni perpetani sebesar Rp.2.625 dan per hektar sebesar Rp.30.172,41 dengan umur ekonomis 1 tahun. Harga goni Rp.5000 per lembar.

Rata-rata besar biaya penyusutan untuk besi/kancing mulsa Rp.6.602,59 per petani dan Rp.75.891,80 per hektar. Umur ekonomisnya selama 1 tahun dengan harga Rp.23.000/Kg.

Rata-rata besar biaya penyusutan untuk kincir Rp.1750 per petani dan Rp.20.114,94 per hektar. Umur ekonomisnya selama 3 tahun dengan harga Rp.50.000 per buah.

Rata-rata biaya penyusutan bambu per petani sebesar Rp. 20.837,50 dan per hektar sebesar Rp. 239.511,49 dengan umur ekonomis selama 2 - 5 tahun dan harganya berkisar antara Rp.3000 sampai Rp.5.000 per batang.

Rata-rata besar biaya penyusutan untuk garpu tanah Rp.1.696,88 per petani dan Rp.19.504,31 per hektar. Umur ekonomisnya selama 3 - 5 tahun dengan harga berkisar antara Rp.15.000 sampai Rp.35.000 per buah.

Universitas Sumatera Utara

(48)

34

Rata-rata biaya penyusutan untuk pompa pestisida per petani sebesar Rp.8.603,57 dan per hektar sebesar Rp.98.891,63, dengan umur ekonomis selama 6 - 10 tahun dan harganya berkisar antara Rp.500.000 sampai Rp.850.000 per buah.

Rata-rata besar biaya penyusutan untuk penggaris Rp.829,50 per petani dan Rp.9.534,48 per hektar. Umur ekonomisnya selama 5 tahun dengan harga Rp.20.000 sampai Rp.30.000 per buah.

Rata-rata biaya penyusutan untuk parang per petani sebesar Rp.1.725 dan per hektar sebesar Rp.19.827,59, dengan umur ekonomis selama 5 tahun dan harganya Rp.50.000 per buah.

Rata-rata biaya penyusutan untuk traktor mini per petani sebesar Rp.27.000 dan per hektar sebesar Rp.310.344,83, dengan umur ekonomis selama 10 tahun dan harganya Rp.18.000.000 per buah.

5.2.2 Biaya Variabel

Biaya variabelatau biaya tidak tetap meliputi biaya Bibit, Biaya Pupuk, biaya Pestisida dan biaya tenaga kerja.

Dengan kebutuhan bibit yang beragam, maka rata-rata penggunaan bibit di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.5

Tabel 5.5 Rata-rata Biaya Bibit pada Petani Sampel Usahatani Bawang Merah di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2016

No Uraian Biaya bibit per Petani (Rp)

Biaya bibit per Hektar (Rp

1 Per Petani 929.166,67 10.680.076,63

2 Per Hektar 10.391.666,67 119.444.444,44

Sumber: Data diolah pada Lampiran 3a dan 3b.

Pupuk dan pestisida juga memiliki kebutuhan yang beragam seperti tergantung

Universitas Sumatera Utara

(49)

jumlah bibit ,jenis hama, gulma juga pengetahuan petani. Hal ini dapat di rumuskan pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Rata-rata Biaya Penggunaan Pupuk dan Pestisida pada Petani Sampel Usahatani Bawang Merah di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2016.

Saprodi Uraian Jumlah Penggunaan Biaya (Rp)

Pupuk Kompos 708,81 1.055.555,56

Urea 183,52 1.835.249,04

NPK (Ponska) 199,23 15.938.69,73

Za 80,08 640.613,03

KCL 111,88 1.118.773,95

Mutiara 160,92 1.931.034,48

SS/Amophos 109,20 2.729.885,06

TSP 97,32 778.544,06

Rataan 1.441.379,31

Total Harga per Hektar 130.533.205,619

Pestisida Curacron 199,83 79693,49

Antracol 0,81 98160,92

Dursban 174,33 45325,67

Ripcord 118,77 142528,74

Omphilor 0,39 46206,90

Trineb 0,36 28505,75

BM Lamda 229,89 91954,02

Rataan 76.053,64

Total Harga per Hektar 5.924.265,645

Sumber: Data diolah pada Lampiran 4 dan 5.

Berdasarkan Tabel 5.6, keseluruhan biaya pupuk untuk satu hektar lahan sebesar Rp.130.533.205,619 dan keseluruhan biaya pestisida untuk satu hektar lahan sebesar Rp.5.924.265,64. Dalam hal ini, harga pupuk dan pestisida beragam tergantung jenis dan jumlah yang dibutuhkan.

Tenaga kerja juga termasuk kedalam biaya variabel dan merupakan salah satu faktor penting dalam usahatani bawang merah. Dalam hal ini, TKDK tidak dihitung dalam biaya karena Tenaga Kerja Dalam Keluarga tidak dibayar, namun perhitungan HKO juga termasuk TKDK dan TKLK. Jumlah HKO dan biaya tenaga kerja dalam usahatani bawang merah di daerah penelitian dapat

Universitas Sumatera Utara

(50)

36

dirumuskan dalam tabel 5.7.

Tabel 5.7 Rata-rata Biaya Penggunaan Tenaga Kerja pada Petani Sampel Usahatani Bawang Merah Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2016.

No Uraian Jumlah HKO Biaya Tenaga Kerja

(Rp)

1 Pengolahan Lahan 4,07 68.666,67

2 Penanaman 4,39 108.666,67

3 Pemupukan 4,0 36.667

4 Penyemprotan 3,0 75.333

5 Penyiangan dan Penyiraman 2,4 0

6 Panen 3,71 97.333,33

7 Pasca Panen 6,0 58.000

Total HKO 27,57

Biaya TK per Petani 444.666,67

Biaya TK per Hektar 5111.111,149

Sumber: Data diolah pada lampiran 6

Berdasarkan Tabel. 5.7 dapa dilihat bahwa tenaga kerja yang paling banyak dibutuhkan yaitu dalam tahap pasca panen yaitu 6,0 HKO dan biaya paling besar dikeluarkan terjadi pada tahap penanaman yaitu sebesar Rp. 108.666,67. Tenaga kerja paling sedikit dibutuhkan pada tahap penyiangan dan penyiraman yaitu sebesar 2,4 HKO dan biaya paling sedikit dikeluarkan pada tahap penyiangan dan penyiraman yaitu Rp.0.

Dalam penelitian ini, Tenaga Kerja Dalam Keluarga dihitung kedalam HKO namun tidak dibayar. Upah Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) untuk Laki-laki dan wanita berbeda. Untuk Laki-laki diberi upah sebesar Rp.100.000 dan untuk wanita sebesar Rp.60.000. TKLK berasal dari penduduk disekitar lahan para petani atau dapat juga dikatakan tetangga petani sampel itu sendiri. Upah yang diberikan sudah termasuk biaya makan, ongkos transportasi dan upah berkerja.

Universitas Sumatera Utara

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Petani Bawang Merah

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka memberikan pedoman bagi Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah dan melaksanakan ketentuan Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

[r]

4.8 Mempraktikkan ungkapan penyampaian terima kasih, permintaan maaf, tolong, dan pemberian pujian, ajakan, pemberitahuan, perintah, dan petunjuk kepada

Panaskan 1 sdt margarin, tumis bawang putih, tambahkan susu UHT, garam, merica, dan tambahkan tepung maizena yang sudah dilarutkan dengan air, aduk hingga saos mengental..

Waktu pemaparan yang lama dan tingkat konsentrasi yang lebih tinggi menyebabkan perubahan negatif yang signifikan terhadap kondisi makrosomonal hati diantaranya

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan tersebut, maka optimasi parameter dengan metode Taguchi yang mempunyai multikriteria respon, dan dipadukan dengan metode

Dari pengujian beta dapat dilihat bahwa user dapat memahami aplikasi TOBi dengan baik, hal ini sesuai dengan hasil kuesioner yakni 56% responden dapat mengerti tampilan

Pengertian tersebut menunjukkan bahwa implementasi kebijakan adalah melaksanakan undang-undang dalam bentuk program kerja yang lebih operasional oleh aktor/implementor