667
PROSIDING KoNTekS-13 (Volume I)Peningkatan Constructability pada Proyek Konstruksi Di Bali dari Perspektif Kontraktor
I Putu Ari Sanjaya, I Gede Putu Joni, Ariany Frederika
Program Studi Teknik Sipil, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran Email: iparisanjaya71@gmail.com
ABSTRAK
Buildability didefinisikan sebagai penggunaan pengetahuan dan pengalaman konstruksi secara optimum (waktu, biaya, mutu) pada tahapan perencanaan, perancangan, pengadaan, dan pelaksanaan lapangan agar bangunan dapat selesai terbangun dengan efektif, efisian dan berkualitas baik. Penerapan yang sukses dari program peningkatan buildability tergantung pada komitmen dari seluruh anggota tim manajemen proyek untuk mencapai kesuksesan. Tim manajemen proyek meliputi pemilik perencanaan, dan pelaksanaan proyek. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui prinsip buildability yang penting sehingga kontraktor bisa berperan lebih besar dalam meningkatkan constructability. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan wawancara Hasil analisis menunjukkan bahwa peran kontraktor dalam peningkatan buildability tersebut terletak paling tinggi pada faktor construction knowledge, keahlian tim dan integration.
Kata kunci: Buildability, kontaraktor, proyek konstruksi.
1. PENDAHULUAN
Industri konstruksi merupakan salah satu industri yang paling dinamis dibandingkan dengan dunia industri lainnya, terutama dinegara yang sedang berkembang seperti di Indonesia. Industri jasa konstruksi mengalami pertumbuhan signifikan sekitar 30% selama tiga tahun terakhir. Pertumbuhan itu menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap pelaku industri konstruksi meningkat.
Proyek konstruksi mempunyai karakteristik sangat spesifik sekali karena sifatnya sangat berbeda dengan jasa industri-industri yang lain. Sifat spesifik tersebut ditandai oleh risiko bisnis yang tinggi, penuh dengan ketidakpastian, mutu dan jadwal ditentukan oleh pengguna jasa serta tahapan yang selalu berubah-ubah.
Persaingan juga tidak bisa dihindari dalam industri konstruksi. Saat ini penyedia jasa konstruksi dituntut inovatif dalam perencanaan dan pelaksanaan konstruksi. Hal ini juga berpengaruh pada tipe kontrak atau pendekatan yang dilakukan dalam pelaksanaan konstruksi. Pada saat ini kontrak atau pendekatan dalam implementasi konstruksi kebanyakan dilakukan dengan pendekatan tradisional dimana tahun (Trigunarsyah, 2002). Karakteristik kontrak atau pendekatan ini adalah fase konstruksi yang sangat lama karena terdapat kontrak yang berbeda antara kontrak perencanaan dan pelaksanaan. Kelemahannya lagi komunikasi yang kurang antara perencana dan pelaksana sehingga tujuan dari pemilik proyek terhadap proyeknya sering tidak tercapai baik dari segi waktu, kualitas dan biaya. Untuk itulah buildability sangat berperan untuk meningkatkan kinerja proyek.
Pada tahun 1983, Businers Roundtable’s Construction Industry Cost Effectiveness (CICE), selama empat tahun melakukan studi mengenai cara meningkatkan kualitas, efisiensi, produktivitas dan biaya yang efektif di dalam proyek konstruksi dengan hasil bahwa peningkatan “Buildability” dapat menghemat 10% sampai 20% dari biaya proyek. Begitu pula dengan pengalaman yang diperoleh dari pemilik proyek mengungkapkan bahwa pelaksanaan percepatan jadwal konstruksi tanpa melakukan peningkatan buildability dapat meningkatkan biaya konstruksi secara langsung sampai rata-rata sebesar 25% (Adianto dkk, 2006)
668
PROSIDING KoNTekS-13 (Volume I)Peningkatan buildability akan tercapai secara optimal apabila ada integrasi pada setiap tahapan proyek. Kontraktor pelaksana mempunyai peran yang cukup besar dalam memberikan kontribusi untuk meningkatkan buildability. Akan tetapi, tidak semua kontraktor pelaksana mengerti dan memahami akan pentingnya buildability bagi peningkatan efisiensi serta produktivitas di lapangan.
Hal ini mengakibatkan banyak rekayasa lapangan yang dihasilkan, tetapi tidak dengan ability to build. Akibatnya biaya pelaksanaan dilapangan membengkak karena keterlambatan waktu pelaksanaan yang disebabkan penghentian penghentian kegiatan proyek di lapangan untuk menyempurnakan desain agar dapat dilaksanakan oleh kontraktor (Sulistio dan Magawaty, 2013).
Akan tetapi, pengguna jasa sebagai integrator antara proses perencanaan dengan pelaksanaan, harus peka untuk melihat permasalahan-permasalahan yang mungkin terjadi atau bahkan kerap kali terjadi pada proses konstruksi. “Buildability” dapat dipandang sebagai suatu isu yang perlu untuk dilakukan studi. Melihat adanya keeratan hubungan antara kontraktor pelaksana konstruksi gedung yang
”buildable” dengan pengguna jasa sebagai integrator antara proses rekayasa lapangan dan pelaksanaan. Selain itu, “Buildability” juga merupakan masalah yang belum banyak diteliti di Indonesia. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis prinsip buildability yang perlu diterapkan oleh kontraktor sehingga tujuan proyek bisa tercapai.
2. BUILDABILITY
Buildability juga didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kostruksi bangunan secara efisien, ekonomis dan untuk memutuskan tingkat kualitas dari pemilihan material, komponen dan sub-pemasangan (Ferguson, 1989). Menurut Construction Industry Institute (1986) Austin, USA,
“Buildability” didefinisikan sebagai “penggunaan pengetahuan dan pengalaman konstruksi secara optimum pada tahapan perencanaan, perancangan, pengadaan dan pelaksanaan lapangan agar bangunan dapat selesai terbangun dengan efektif, efisien dan berkualitas baik”. Kesadaran untuk menerapkan buildability merupakan hal yang efektif untuk mereduksi biaya dan waktu proyek, diawali pada pertengahan tahun 1970. Pada lima tahun terakhir, penerapan buildability semakin meningkat. Hal ini menghasilkan lebih banyak penerapan program buildability secara mendalam pada tempat-tempat informal yang tersebar pada perusahaan-perusahaan perorangan (Sulistio &
Magawaty, 2013). Isu mengenai buildability bukanlah hal yang baru. Sudah banyak topik-topik yang berhubungan dengan manajemen dan pengendalian proyek yang mengarah pada buildability.
Hanya saja dalam sepuluh tahun terakhir ini, Construction Industry Institute (CII) secara formal mulai mengembangkan generic concept mengenai buildability.
Prinsip buildability terus berkembang dari tahun ketahun. Prinsip yang awalnya ada 7 (CIRIA, 1983) kemudian berkembang menjadi 16 oleh Adam (1989). Di Amerika kemudian berkembang menjadi 14 prinsip dan oleh CII akhirnya diringkas menjadi 12 prinsip. Namun pada dasarnya prinsip-prinsip diatas mempunyai penjabaran yang sama.
Adapun 12 prinsip buildability adalah sebagai berikut:
1. Integration
2. Construction Knowledge 3. Team Skill
4. Coporate Objectives 5. Available Resource 6. External Factors 7. Program
8. Construction method 9. Accessibility 10. Specification
11. Construction Innovation 12. Feedback
669
PROSIDING KoNTekS-13 (Volume I)Prinsip-prinsip penerapan buildability pada kontraktor dapat dengan membuat checklist apakah penerapan buildability sudah diterapkan atau tidak. Prinsip-prinsip buildability juga diterapkan pada tiap project life cycle seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Prinsip Buildability pada Project Life Cycle
Buildability Principles
Typical project Life Cycle
Feasibility Concept Design Construction Post Construction
1 Integration 4 4 3 3 3
2 Construction Knowledge
3 4 3 3 1
3 Team Skill 2 1 1 1 1
4 Coporate
Objectives
4 4 1 1 3
Feasibility Concept Design Construction Post Construction 5 Available
Resource
4 2 2 1 1
6 External Factors 3 2 3 1 1
7 Program 3 4 4 4 1
8 Construction
method
1 1 4 1 1
9 Accessibility 1 1 1 4 1
10 Specification 1 1 1 1 1
11 Construction Innovation
1 1 1 4 1
12 Feedback 1 1 1 1 4
1= tidak relevan 2= relevan 3= agak relevan 4= sangat relevan
Tabel 1 menggambarkan hubungan tiap tahapan siklus hidup proyek mulai dari feasibility, concept, design, construction dan post construction untuk kedua belas prinsip buildability.
Konsep buildability yang efektif itu sendiri dimulai sejak dini yaitu sejak feasibility study sampai tahap post construction. Penghematan akan lebih banyak diperoleh bila program ini diterapkan di tahap awal dari proyek. Namun demikian, program buildability yang didesain dengan baik harus dilakukan di semua tahapan proyek untuk memaksimalkan penghematan secara keseluruhan.
Pada pelaksanaan proyek konstruksi, sering terjadi masalah-masalah yang berkaitan dengan proyek itu sendiri. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor di luar proyek itu sendiri dan faktor dari dalam proyek, misalnya kinerja proyek. Masalah yang tidak dapat diantisipasi dan ditangani akan menyebabkan tidak tercapainya tujuan proyek sehingga efisiensi dan efektifitas dalam pelaksanaan proyek tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu, buildability sangat diperlukan dalam proyek konstruksi untuk bisa menyelesaikan masalah-masalah konstruksi tersebut.
Manfaat buildability dapat dirasakan secara langsung dan tidak langsung (Adianto dkk, 2006). Yang termasuk manfaat langsung antara lain:
1. perencanaan konstruksi jadi lebih mudah, 2. biaya desain maupun konstruksi dapat ditekan 3. schedule konstruksi dapat diperpendek, 4. kualitas kerja dan hasil dapat lebih baik,
5. terdapat tanggung jawab dan komitmen yang realistik untuk pekerjaan selanjutnya dan 6. peranan owner telah dimulai sedini mungkin.
Manfaat tidak langsung adalah sebagai berikut:
670
PROSIDING KoNTekS-13 (Volume I)1. secara tidak langsung membangun kerjasama tim dengan satu visi untuk mencapai tujuan proyek,
2. masing-masing stakeholder bekerja dalam mutual benefit, 3. adanya silang penyaluran disiplin ilmu,
4. terjadi transfer pengalaman,
5. kontraktor akan lebih memahami desain dan begitu juga sebaliknya; desainer akan lebih memahami konstruksi proyek,
6. terbuka peluang untuk inovasi desain dan konstruksi, 7. learning curve dapat diperpendek,
8. sebagai keunggulan untuk dapat bersaing dalam bisnis konstruksi.
3. METODE
Pengumpulan data dilakukan dengan survey kuesioner kepada responden yang menjadi sample penelitian. Responden terdiri dari staf kontraktor yang telibat secara langsung di proyek. Responden diminta memberikan tanggapan mengenai prinsip buildability yang perlu diterapkan oleh kontraktor. Responden diminta memberikan prioritas kepada prinsip prisnip tersebut. Analisis yang digunakan analisis deskriptif yaitu dengan menggunakan frekuensi atau modus. Setelah didapatkan nilai frekuensi atau modus, maka diperoleh prinsip yang paling dianggap penting dalam buildability.
Selain itu, dengan melakukan wawancara langsung, peneliti dapat menggali pengalaman responden, khususnya yang berkaitan dengan permasalahan buildability dengan pihak proyek. Dengan demikian, informasi yang didapat bisa lebih valid.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasakan hasil dari analisis deskriptif diperoleh urutan faktor yang perlu diperhatikan dalam peningkatan constructability oleh kontraktor. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Urutan Faktor
1 Construction Knowledge 2 Team Skill
3 Construction Method 4 Construction Innovation 5 Available Resources
6 Program
7 Integration 8 Specification 9 Accessibility 10 Program 11 Feedback 12 External Factor
Tabel 2. Hasil analisis frekuensi keduabelas prinsip buildability
No Faktor Frekuensi
1. Integration 75
2. Construction Knowledge 100
3. Team Skill 100
4. Coporate Objectives 70
5. Available Resource 70
6. External Factors 70
7. Program 90
8. Construction method 98
9. Accessibility 75
671
PROSIDING KoNTekS-13 (Volume I)10. Specification 75
11. Construction Innovation 95
12. Feedback 70
Tabel 3. Urutan faktor yang perlu diperhatikan dalam peningkatan constructability Urutan Faktor
1 Construction Knowledge 2 Team Skill
3 Construction Method 4 Construction Innovation 5 Available Resources 6 Program
7 Integration 8 Specification 9 Accessibility 10 Program 11 Feedback 12 External Factor
5. KESIMPULAN
Peran kontraktor dalam meningkatkan buildability untuk mencapai tujuan proyek difokuskan kepada duabelas faktor dimana lima faktor yang paling utama adalah construction knowledge, team skill construction method, construction innovation, available resources. Meskipun demikian, prinsip yang lain tidak bisa dabaikan dan merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh kontraktor dalam meningkatkan buildability.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, S. (1989). Practical Buildability: Butterworths.
Adianto Y. L.D., Gunawan D. N, Liana. (2006). Study Pemahaman dan Penerapan Constructability Kontraktor di Bandung, Jurnal Teknik Sipil Vol 7 No. 1, 27-39.
CII. (1986). Constructability – A Primer. Publication 3-1. Austin, Texas: Construction Industry Institute.
CIRIA. (1983). Buildability: An Assessment. Special Publication 26: Construction Industry Research and Information Association.
Ferguson, I. (1989). Buildability in practice. BT Batsford Limited.
Sulistio, H., Magawaty. (2013). Peran Kontraktor dalam Peningkatan Constructability Pembangunan Jalan Jembatan Wilayah Kalimantan, Jurnal Media Komunikasi Teknik Sipil.
Volume 19 No. 1, 27-39.