viii ABSTRAK
Katarina Kartika (2007) Hubungan pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan tingkat stres pada mahasiswi kost. Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan tingkat stres pada mahasiswi kost. Hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan negatif antara pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan tingkat stres pada mahasiswi kost.
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 71 mahasiswi tingkat satu, dua dan tiga, yang berusia 18-21 tahun, tinggal di kost, frekuensi pulang ke rumah orangtua paling cepat dua minggu sekali. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran skala pemenuhan kebutuhan berafiliasi dan skala tingkat stres yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya.
Hasil analisis data dengan menggunakan teknik korelasiproduct moment dari
ix
ABSTRACT
Katarina Kartika (2007) Correlation between the fulfillment of the affiliation needs and stress level at board women university students. Faculty of Psychology of Sanata Dharma University.
This research was performed to find out the correlation between the fulfillment of the affiliation needs and stress level at board women university students. The hypothesis tested weather there was a negative correlation between the fulfillment of the affiliation needs and stress level at board women university students.
HUBUNGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN BERAFILIASI DENGAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWI KOST
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh : Katarina Kartika NIM : 029114148
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii SKRIPSI
HUBUNGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN BERAFILIASI DENGAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWI KOST
Oleh : Katarina Kartika NIM : 029114148
Telah Disetujui oleh :
Pembimbing
iii SKRIPSI
HUBUNGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN BERAFILIASI DENGAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWI KOST
Dipersiapkan dan ditulis oleh
Katarina Kartika NIM : 029114148
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 16 Mei 2007
Dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda tangan
Ketua : A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si ………. Sekretaris : Dr.T. Priyo W, M.Si ………. Anggota : C. Wijoyo Adinugroho, S.Psi. ……….
Yogyakarta, ……….
Fakultas Psikologi Univeritas Sanata Dharma
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tuhan,
Terimakasih unt uk semua yang t elah t erjadi dalam dunia ini
U ntuk kebahagiaan dan penderitaan
U ntuk keindahaan alam dan bencana alam, untuk kelahiran dan kematian
U ntuk t erangnya siang dan gelapnya malam
U nt uk mereka yang menyukaiku dan juga unt uk yang t idak menyukaiku
U nt uk kemudahan yang t ersedia dan untuk tant angan yang menghadang
U ntuk keberhasilan dan kegagalan
Terimakasih untuk kesempatan bahwa aku boleh mengalami semua ini
Terlebih lagi untuk penemuan makna dari semua pengalaman itu
Bahkan Engkau selalu hadir dalam semua pengalaman itu
Sekalipun pada saat saat t ert entu aku t idak memahami rencana-M u
Sekalipun demikian aku selalu ingin berusaha
M embuka diri dalam memahami rencana-M u
K arna aku yakin bahwa Engkau selalu hadir
D alam set iap rencana-M u
Amin
DARI HATI Y AN G PALIN G DALAM
KUPERSEM BAHKAN KARY A Y AN G SEDERHAN A IN I KEPADA TUHAN ,
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Sumber Segala Pengetahuan, karena dengan terang-Nya skripsi yang berjudul HUBUNGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN BERAFILIASI DENGAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWI KOST dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. sebagai dekan Fakultas Psikologi . 2. Ibu Sylvia CMYM.,S.Psi., M.Si. sebagai Kepala Program Studi Fakultas
Psikologi.
3. Ibu A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar membimbing dan memberikan masukan-masukan yang sangat berarti dalam proses penyusunan skripsi ini.
4. Ibu MM. Nimas Eki S, S.Psi., Psi. dan Bapak Y. Agung Santoso, S.Psi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah mendampingi penulis selama menempuh studi di Fakultas Psikologi.
5. Bapak Dr.T. Priyo W, M.Si sebagai dosen penguji dan sebagai Kepala P2TKP yang telah memberikan dukungan, masukan dan saran kepada penulis serta memberi kesempatan kepada penulis untuk dapat mengalami berbagai pengalaman yang berharga selama menjadi asisten P2TKP.
6. Bapak C. Wijoyo Adinugroho, S.Psi. sebagai dosen penguji yang memberikan banyak masukan , saran serta pengalaman yang berharga bagi penulis.
vi
dukungan dan semangat bagi penulis. Tak lupa Chandra, Norma, dan David tiga keponakanku yang selalu memberi keceriaan.
8. Keluarga Pandean : Pa’le dan bu’le, Yuli, Trimbil, Wanto, Yudi, Apri dan Keluarga Karanglo : Mbah Mardi, Le’Ti, Le’Ni ,Om Parman, Awang, Bima dan Nika yang setia mendampingiku selama kuliah di Yogya.
9. Agus Galih Purbajati, seorang yang selalu ada untukku, selalu mengasihi, menyayangi dan mendukungku.
10. Ajeng, Ratih, Lenta, Archie, Mei yang telah membantuku menyebarkan skala penelitian Teman-teman mahasiswi yang telah bersedia menjadi subjek penelitian., terima kasih banyak.
11. Karyawan-karyawan Fakultas Psikologi : Mba’ Nanik, Mas Gandung yang selalu membantu diiringi senyuman yang tulus, Mas Muji yang selalu memberi semangat selama penulis menjadi asisten praktikum, Mas Doni, terima kasih atas jurnal-jurnalnya. Tak lupa Pak Gi yang selalu tersenyum ramah sepanjang hari sehingga menambah keceriaan fakultas tercinta. 12. Sahabatku Henda, dari SD sampe kuliah kita bareng terus ya. Trims buat
doa dan semua bantuannya.
13. Teman-teman seperjuangan : Sutri, Cecil, Winda, Dina, Friska, Verdin, Ayu, Ika terima kasih atas kebersamaan, pengertian, masukan, dan kritik yang membuatku “terbangun”.
14. Teman-teman angkatan Psikologi’02, Oha, Dodi, Cyril, Tina, Eu, Vika, Irna Nining, kebersamaan kita tak terlupakan. Tak lupa juga buat Siska dan Meliana trims buat semua ide dan masukannya.
15. Teman-teman Mat : Bani, Ijup, Aan, Markus, Taim, Feliks, Priska, dan Djembath terima kasih atas pengalaman-pengalaman yang mengesankan. Tak lupa juga Kak Andi “jasamu takkan kulupakan”.
vii
17. Teman-teman Asisten PPKM, Asisten Inventori&TAT yang membuat masa-masa kuliahku lebih berwarna.
18. Teman-teman di P2TKP : mba’Etik, Mba’Tyo, Mba’Nita, mba’Desi, trimakasih atas bubu dan informasinya, Mba’Thia, Mas Adi, Mba’Rani, Mas Eko, mas Cwt, Jule, Desta, Kobo, Lisna, Ina, Iput, Tita, Elvin, Otik, Obet, AB. Tidak lupa juga untuk Pak’Toni dan Bu Tiwik, terima kasih telah mengajariku banyak hal.
Skripsi ini bukanlah sebuah karya yang sempurna, masih ada kekurangan-kekurangan dalam skripsi ini yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Yogyakarta, Juni 2007
viii ABSTRAK
Katarina Kartika (2007) Hubungan pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan tingkat stres pada mahasiswi kost. Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan tingkat stres pada mahasiswi kost. Hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan negatif antara pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan tingkat stres pada mahasiswi kost.
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 71 mahasiswi tingkat satu, dua dan tiga, yang berusia 18-21 tahun, tinggal di kost, frekuensi pulang ke rumah orangtua paling cepat dua minggu sekali. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran skala pemenuhan kebutuhan berafiliasi dan skala tingkat stres yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya.
Hasil analisis data dengan menggunakan teknik korelasiproduct moment dari
ix
ABSTRACT
Katarina Kartika (2007) Correlation between the fulfillment of the affiliation needs and stress level at board women university students. Faculty of Psychology of Sanata Dharma University.
This research was performed to find out the correlation between the fulfillment of the affiliation needs and stress level at board women university students. The hypothesis tested weather there was a negative correlation between the fulfillment of the affiliation needs and stress level at board women university students.
x
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Juni 2007
Penulis
xi DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……….………...….…….. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…….………. ii
HALAMAN PENGESAHAN……….……...……….…….... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN……….……….….….…….. iv
ABSTRAK ….……….…….………...….……… v
ABSTRACT ……….………...……….………...………... vi
KATA PENGANTAR ……….…………...……… vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….……… x
DAFTAR ISI ……….. xi
BAB I PENDAHULUAN ……….……… 1
A. Latar Belakang Masalah ………....…...…………. 1
B. Rumusan Masalah ……….……….. 6
C. Tujuan Penelitian ……….……… 7
D. Manfaat Penelitian ……….……….………. 7
BAB II LANDASAN TEORI ……….………...……… 8
A. Mahasiswi………...…..………....……… 8
B. Stres ……… ………. 10
1. Pengertian Stres………...…….….………. 10
2. Sumber Stres…………..……….…………..….……… 11
3. Reaksi terhadap Stres……….……….. 13
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres ……….…………...………. 15
5. Stres Pada Mahasiswi kost………...………….. 17
C. Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi …….…………..……….……... 18
1. Kebutuhan Berafiliasi………..……...……….…… 18
2. Komponen Kebutuhan Berafiliasi…………...….……..….…………. 20
xii
D. Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi dengan Tingkat Stres pada
Mahasiswi yang Jauh dari orangtua...………... 22
E. Hipotesis... 28
BAB III METODE PENELITIAN ………...………..………….. 29
A. Jenis Penelitian…………..………...……..………… 29
B. Identifikasi Variabel Penelitian………...…….….………. 29
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian………...………..……….. 29
D. Subjek Penelitian………...…………..……... 30
E. Metode Pengumpulan Data……….………. 31
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur.……….………. 36
1. Validitas………... 36
2. Reliabilitas……… 36
G. Hasil Uji Coba Alat Ukur……… 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….…………. 41
A. Pelaksanaan Penelitian……….………… 41
B. Hasil Penelitian……….…….. 41
1. Deskripsi Subjek Penelitian……….. 41
2. Deskripsi Data Penelitian………..…..……….. 42
3. Hasil Uji Asumsi……….…..…….…… 43
4. Hasil Uji Hipotesis……….……..….…. 44
C. Pembahasan………. 45
KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 53
A. Kesimpulan………. 53
B. Saran ……….. 53
DAFTAR PUSTAKA ……….……….. 55
LAMPIRAN ………. 56
DAFTAR TABEL ………..……….. xii
xiii
Daftar Lampiran
Skala Uji Coba………. 59
Data Uji Coba Skala Tingkat Stres………. 60
Analisis Reliabilitas Item Skala Tingkat Stres Uji coba……… 65
Analisis Reliabilitas Item Skala Tingkat Stres Sahih……… 67
Data Uji Coba Skala Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi………. 69
Analisis Reliabilitas Item Skala Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi ………. 74
Analisis Reliabilitas Item Skala Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi Sahih………. 76
Skala Penelitian……… 78
Data Penelitian Skala Tingkat Stres……… 79
Data Penelitian Skala Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi………... 88
Uji Normalitas………. 95
Uji linearitas……… 96
xiv Daftar Tabel
Tabel 1 Distribusi item tiap aspek dan kategori sifat item sebelum uji coba... 33
Tabel 2 Distribusi item tiap aspek dan kategori sifat item sebelum uji coba... 35
Tabel 3 Distribuasi item tiap aspek setelah uji coba ……….. 39
Tabel 4 Distribusi item tiap aspek dan kategori sifat item dengan nomor baru... 39
Tabel 5 Distribuasi item tiap aspek setelah uji coba………. 40
Tabel 6 Distribusi item tiap aspek dan kategori sifat item nomor baru…………. 40
Tabel 7 Gambaran subjek penelitian……… 42
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring perkembangan zaman, masalah-masalah pribadi dan sosial dalam
kehidupan manusia semakin bertambah. Begitu banyak situasi yang menimbulkan masalah dan menghambat keinginan individu, baik dari luar
maupun dari dalam diri individu. Masalah-masalah pribadi dan sosial ini dapat memicu munculnya stres dalam diri individu.
Stres merupakan suatu pengalaman emosional negatif yang
menyebabkan perubahan biologis, fisiologis dan perilaku, karena individu tersebut berhadapan dan melakukan penyesuaian diri dengan keadaan yang
menekan (Taylor,1995). Individu akan mengalami stres apabila ia mengalami ketidaksesuaian antara persepsinya terhadap kemampuan yang dimiliki dengan tuntutan situasi (Makin and Lindley,1994).
Stres bersifat subjektif atau perorangan. Besar kecilnya tekanan yang dirasakan individu, tergantung pada diri individu dan cara individu melihat
situasinya. Menurut Hardjana (1994) kejadian yang secara objektif dinilai dapat mendatangkan stres ringan, pada individu tertentu dapat mendatangkan stres berat. Hardjana (1994) juga mengungkapkan bahwa stres merupakan hal
yang melekat pada kehidupan, semua orang pernah atau akan mengalaminya. Oleh karena itu tidak seorangpun dapat terhindar darinya, apalagi mahasiswa
Pada saat menjadi mahasiswa banyak perubahan yang terjadi, salah satunya berupa perubahan sifat pendidikan, seperti kurikulum dan tingkat
kedisiplinan. Di Perguruan Tinggi kurikulumnya lebih sedikit daripada SMU, tetapi lebih mendalam. Tingkat kedisiplinan di Perguruan Tinggi juga tidak seketat di SMU, hal ini menyebabkan cara belajar mahasiswa menjadi lebih
bebas, sehingga seringkali menimbulkan kesulitan tersendiri (Gunarsa dan Gunarsa, 2001). Perubahan yang dialami mahasiswa menuntut mereka untuk
melakukan penyesuaian. Selain tuntutan untuk penyesuaian, mahasiswa juga menghadapi tuntutan dari berbagai aktivitas kuliah untuk dilaksanakan dan diselesaikan. Aktivitas tersebut dapat berupa kegiatan belajar mengajar di
dalam kelas maupun di luar kelas, ujian-ujian dan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen (D’Zurilla dan Sheedy, 1991).
Banyaknya tuntutan dan transisi sosial yang dihadapi mahasiswa menimbulkan berbagai masalah, dan menyebabkan mahasiswa berpotensi terhadap stres. Hal ini sejalan dengan hasil survey yang dilakukan UCLA
(dalam Santrock, 2003) berdasarkan survey tersebut, didapat data bahwa akhir-akhir ini mahasiswa baru perguruan tinggi lebih banyak mengalami stres
daripada mahasiswa sebelumnya. Stres yang mereka alami disebabkan mereka lebih takut akan mengalami kegagalan serta banyaknya tekanan untuk berhasil di perguruan tinggi.
Pada tingkatan stres yang optimal, tidak terlalu banyak dan berat namun juga tidak terlalu sedikit dan ringan, stres dapat memotivasi seseorang untuk
untuk terampil dalam mengatasinya. Setiap masalah yang dialami mahasiswa perlu segera diselesaikan satu per satu agar tidak menumpuk. Namun pada
kenyataanya, tidak semua mahasiswa dapat mengatasi setiap masalahnya dengan baik. Hal ini menyebabkan tingkat stresnya semakin tinggi. Mahasiswa yang mengalami stres pada tingkat yang sangat tinggi, akan
mengalami ketegangan. Ketegangan yang dirasakannya akan mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi fisiknya sehingga ia tidak akan mampu
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara maksimal, selain itu kualitas belajarnya juga akan menurun. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Iswinarti dan Haditono (1999), bahwa tingkat stres
berkorelasi negatif dengan prestasi belajar.
Banyaknya tuntutan dan transisi sosial yang dihadapi mahasiswa akan
lebih banyak lagi dialami oleh mahasiwa kost. Mahasiswa kost mengalami perubahan lingkungan tempat tinggal yang disebabkan jauhnya tempat tinggal orangtua dengan kampus. Hal ini menuntut mereka untuk tinggal di kost dan
terpisah dari orangtua mereka. Dalam hal ini mahasiswa kost juga perlu melakukan lebih banyak penyesuaian.
Lingkungan kost pada umumnya terdiri dari mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah. Hal ini menuntut mahasiswa kost untuk menyesuaikan diri dalam berinteraksi dengan lingkungan di sekitar mereka. Hal ini perlu
dilakukan agar dapat terjalin hubungan yang baik diantara sesama penghuni kost. Terpisahnya mahasiswa kost dari orangtua mereka juga menyebabkan
perlengkapan pribadi maupun makan. Berbagai hal tersebut menyebabkan mahasiswa kost menghadapi sumber stres yang lebih banyak dibanding
mahasiswa yang tinggal bersama orangtua mereka.
Kasus mengenai stres pada mahasiswa kost cukup banyak diberitakan akhir-akhir ini. Pada kondisi yang luar biasa, tingkat stres yang sangat tinggi
pada mahasiswa kost dapat menjadi sebuah awal malapetaka, seperti yang terjadi pada kasus berikut : seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi
swasta di Bandung ditemukan tewas bunuh diri di kamar kosnya, hal ini diduga terjadi karena korban stres menghadapi kuliahnya (Pikiran Rakyat, 24 Maret 2006).
Hardjana (1994) mengungkapkan bahwa apabila saat-saat stres sudah terlihat dan sumber stres sudah diketahui sebelumnya maka individu perlu
mengambil sikap bersiap diri dengan meminta bantuan orang lain, karena stres yang dihadapi seringkali terlalu berat untuk diatasi sendirian. Dalam keadaan seperti itu, individu perlu mencari pertolongan dari orang lain untuk mencegah
stres. Mahasiswa memerlukan dukungan sosial untuk membantunya dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Dukungan sosial ini dapat berupa dukungan
emosional seperti perhatian dan penerimaan, maupun dukungan informasi yang berkaitan dengan penyelesaian masalah. Sarafino (1990) mengungkapkan bahwa dukungan sosial dapat mengurangi potensial stres. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh French, dkk (dalam Berry and Houston, 1993) mengungkapkan bahwa dukungan emosional yang
Penelitian yang dilakukan oleh Ismudyanti dan Hastjarjo (2003) terhadap anak jalanan juga mengungkapkan bahwa dukungan sosial dapat membantu
anak jalanan dalam menghadapi tekanan-tekanan baik dari dalam maupun dari luar dirinya.
Mahasiswa perlu berinteraksi dan membina hubungan yang baik dengan
orang-orang di sekitarnya, agar ia lebih mudah mendapatkan dukungan sosial pada saat menghadapi masalah-masalahnya. Kebutuhan untuk hidup bersama
dan menjalin relasi dengan orang lain merupakan kebutuhan berafiliasi. Menurut Murray (dalam Hall and Lindzey, 1993) kebutuhan berafiliasi diwujudkan dengan mendekatkan diri, membuat senang dan mencari afeksi
dari objek yang disukai, bekerjasama, patuh dan setia kawan atau membalas ajakan orang lain yang menyukainya.
Perilaku afiliasi pada mahasiswa diwujudkan dalam bentuk penggabungan diri dengan kelompok teman sebaya di lingkungan kampus maupun luar kampus, orang yang lebih muda, juga yang lebih tua darinya.
Apabila mereka diterima oleh kelompok sosialnya, mereka dianggap mampu mengadakan penyesuaian sosial yang baik dalam masyarakat.
Setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan yang menuntut untuk dipenuhi, begitupun dengan kebutuhan berafiliasi. Apabila mahasiswa dapat memenuhi kebutuhan berafiliasinya, maka mereka akan merasa
keberadaannya diterima oleh lingkungannya. Selain itu mereka juga tidak akan merasa sendirian dalam menghadapi masalah dan mengatasi
orang-orang di sekitarnya membuat mereka dapat saling berbagi tentang masalah-masalah yang mereka hadapi.
Hoffmann mengungkapkan bahwa kebutuhan affiliasi pada wanita lebih tinggi daripada pria. Sejalan dengan ungkapan tersebut, Kartini Kartono (dalam Martaniah, 1984) manambahkan bahwa dalam kehidupan sosialnya
wanita diharapkan bersikap ramah,lebih memusatkan kepada kepentingan orang lain dan memelihara hubungan dengan orang lain. Harapan akan sikap
wanita ini menunjang berkembangnya kebutuhan berafiliasi. Berdasarkan hal tersebut, maka pada penelitian ini, subjek penelitian dibatasi pada mahasiswi saja, hal ini dilakukan untuk menjaga homogenitas.
Penelitian mengenai pemenuhan kebutuhan afiliasi telah dilakukan sebelumnya oleh Afida (2000) dan Andianti (2004), namun pada penelitian
mereka variabel tergantungnya adalah tingkat depresi, selain itu subjek penelitian mereka adalah lanjut usia. Pada penelitian ini, peneliti hendak meneliti hubungan pemenuhan kebutuhan berafiliasi dan tingkat stres pada
mahasiswa. Hal ini disebabkan mahasiswa kost begitu rentan terhadap stres dan kasus mengenai stres pada mahasiswa kost juga cukup banyak diberitakan
akhir-akhir ini, seperti yang terungkap pada paragraf sebelumnya.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan tingkat stres pada
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menguji
ada tidaknya hubungan antara pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan tingkat stres pada mahasiswi kost.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah :
Penelitian ini ingin menyumbangkan informasi dalam bidang psikologi klinis mengenai stres dan psikologi sosial mengenai kebutuhan berafiliasi.
2. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah :
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Mahasiswi
Mahasiswi merupakan mahasiswa yang berjenis kelamin perempuan
(Poerwadarminta, 1987). Setelah lulus SMU, apabila seseorang melanjutkan ke Pendidikan Tinggi, maka ia mulai memasuki dunia mahasiswa. Rata-rata
remaja di Indonesia menyelesaikan sekolah lanjutan atas pada usia kurang lebih 18 tahun, sedangkan batas kedewasaan di Indosesia sekitar 21 tahun (Monks dan Knoers, 2004). Mahasiswa tingkat I, II, dan III (apabila
kenaikannya lancar) dianggap belum mencapai dunia dewasa tetapi masih berada pada masa remaja akhir. Hal ini disebabkan mereka pada umumnya
belum mampu berdiri sendiri, menentukan tindakan sesuai kedewasaannya dan melepaskan diri dari ketergantungan orang lain (Gunarsa dan Gunarsa,2001).
Remaja yang melanjutkan studinya ke perguruan tinggi mengalami berbagai perubahan, mulai dari status pelajar menjadi mahasiswa sampai pada
sifat pendidikan. Sifat pendidikan di SMU, berbeda dengan di perguruan tinggi. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2001) perbedaan sifat pendidikan di SMU dan perguruan tinggi meliputi :
a. Kurikulum
b. Disiplin
Di Perguruan Tinggi biasanya tidak seketat ketika di SMU karena memang
sudah dianggap lebih dewasa dan tanggung jawab diserahkan pada mahasiswa yang bersangkutan.
c. Hubungan dengan tim pengajar
Pola hubungan dengan tim pengajar sangat berbeda dibandingkan ketika di SMU. Di Perguruan tinggi cara dosen memberi kuliah sebagian besar
hanya menerangkan tanpa memperdulikan pamahaman mahasiswa.
Selain banyaknya perubahan yang dialami mahasiswa, mereka juga sering menghadapi berbagai masalah. Gunarsa dan Gunarsa (2001)
mengungkapkan bahwa masalah yang dihadapi mahasiswa antara lain : a. Bersumber pada kepribadian
Ambisi dan kepercayaan diri yang terlalu kuat dapat menimbulkan ketegangan dan mengakibatkan terganggunya konsentrasi belajar, misalnya pada tipe kepribadian neurotik.
b. Prestasi akademik
Kegagalan dalam prestasi akademik dapat disebabkan karena bakat dan
kemampuan dasarnya tidak menunjang, atau mahasiswa tersebut kurang dapat mempergunakan cara belajar yang tepat
c. Kondisi yang kurang menunjang
Keadaan fisik yang kurang mendukung (misalnya lingkungan yang bising) keadaan psikologis di lingkungan tempat tinggal maupun keadaan
B. Stres
1. Pengertian Stres
Santrock (2003) mendefinisakan stres sebagai respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres (stresor), yang mengancam dan mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya
(coping). Menurut Crider (1983) stres merupakan suatu pola gangguan psikologis dan suatu reaksi fisiologis yang terjadi ketika
peristiwa-peristiwa di lingkungan mengancam kepentingan dan melebihi kemampuan yang dimiliki dalam mengatasi situasi tersebut. Sejalan dengan pengertian tersebut, Gunarsa dan Gunarsa (2001) menambahkan
bahwa stres merupakan setiap tekanan, ketegangan yang mempengaruhi seseorang dalam kehidupan, pengaruhnya dapat bersifat wajar ataupun
tidak, tergantung reaksinya terhadap ketegangan tersebut. Menurutnya faktor individual menentukan reaksi individu terhadap keadaan stres.
Pengertian stres menurut Hardjana (1994) yaitu keadaan atau
kondisi yang tercipta ketika seseorang mengalami ketidaksepadanan antara keadaan atau kondisi dan sistem sumber daya biologis, psikologis,
sosial yang ada padanya. Orang yang sedang mengalami stres secara psikologis menderita ketegangan yang membuat pola berpikir, emosi dan perilakunya kacau. Sarafino (1990) juga menganggap bahwa stres
situasi dan sumber biologis, psikologis dan sistem sosial seseorang (Sarafino,1990).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu kondisi yang menekan individu sebagai akibat adanya ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan
kemampuan untuk mengatasi tuntutan tersebut.
2. Sumber Stres
Banyak faktor, baik besar maupun kecil yang dapat menghasilkan stres. Menurut Sarafino (1990) sumber-sumber stres diantaranya:
a. Peristiwa yang melibatkan tuntutan yang sangat kuat b. Transisi hidup
c. Waktu transisi, peristiwa yang terjadi terlalu cepat atau terlalu lambat d. Ambiguitas atau kurang jelasnya situasi
e. Keinginan atau ketidakinginan akan situasi
Hadjana (1994) mengungkapkan bahwa sumber stres yang terbagi atas :
a. Sumber Eksternal : dari luar diri individu atau dari lingkungan sosial seperti perubahan sosial, ekonomi, budaya, diskriminasi, keluarga, tuntutan pekerjaan, persaingan,
Menurut Gunarsa danGunarsa ( 2001) sumber stres meliputi : a. Perubahan yang pesat
Meliputi perubahan lingkungan alam dan perubahan keadaan b. Hubungan sosial
Meliputi persaingan materi maupun persaingan prestasi
c. Kebutuhan yang meningkat
Meningkatnya kebutuhan perlu diimbangi dengan meningkatkan
perhatian dan usaha dalam pekerjaan yang semaksimal mungkin, dengan kemungkinan berhasil atau menderita stres.
d. Harapan yang tidak realistis
Misalnya harapan tentang masa depan dan keberhasilan yang seringakali tidak sesuai dengan kemampuan. Kecenderungan menjalani
hidup tanpa persiapan yang baik dan bekal pengetahuan yang cukup akan membawa stres dalam menghadapi kehidupan yang penuh perubahan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sumber stres dapat dikelompokkan menjadi :
a. Sumber Eksternal
Meliputi perubahan lingkungan, sosial, ekonomi, budaya, keluarga, tuntutan pekerjaan, persaingan, peristiwa yang melibatkan tuntutan
yang sangat kuat, transisi hidup, waktu transisi, peristiwa yang terjadi terlalu cepat atau terlalu lambat, kurang jelasnya situasi, persaingan,
b. Sumber Internal
Meliputi penyakit, konflik internal, rasa tidak puas, rasa bersalah
keinginan atau ketidakinginan akan situasi, harapan yang tidak realistis serta kebutuhan yang meningkat.
3. Reaksi Terhadap Stres
Crider dkk (1983) mengemukakan reaksi umum yang dialami oleh
individu yaitu berupa : a. Gangguan emosional
Gangguan emosional biasanya berwujud keluhan-keluhan seperti
khawatir, tertekan, perasaan bersalah, mudah marah, sedih, gelisah. Secara umum merupakan suatu hal yang tidak menyenangkan atau
emosi negatif. b. Gangguan kognitif
Gangguan kognitif gejalanya tampak pada gangguan fungsi berpikir,
mental image yang negatif, konsentrasi yang menurun dan ingatan terganggu. Dalam kondisi normal, individu dapat berpikir rasional,
logis dan fleksibel, namun dalam keadaan stres, fungsi berpikir akan terganggu, daya ingatnya menurun, pikiran kacau, karena dipengaruhi oleh kekhawatiran berkaitan dengan konsekuensi yang terjadi maupun
evaluasi diri yang negatif. Mental image yang negatif merupakan citra diri dalam bentuk kegagalan yang sering mendominasi kesadaran
menimbulkan imajinasi visual menakutkan dan emosi negatif, selain itu individu yang berada dalam keadaan stres juga sering melamun.
Konsentrasi diartikan sebagai kemampuan untuk memusatkan pada suatu stimulus yang spesifik dan tidak mempedulikan stimulus lain yang tidak berhubungan. Ingatan pada individu yang mengalami stres
akan terganggu dalam bentuk sering lupa dan bingung. Hal ini disebabkan karena terhambatnya kemampuan memilah dan
menggabungakan ingatan-ingatan jangka pendek. c. Gangguan fisik
Gangguan terbagi menjadi dua kelompok yaitu :
1) Gejala otot skeletal meliputi : sakit kepala, mulut terasa kering, tegang dan gugup, tubuh terasa lemas, dada terasa nyeri serta
perasaan terguncang.
2) Gejala visceral atau organ internal, meliputi : jantung berdebar-debar, buang air kecil berlebihan, tangan dan kaki dingin,
4. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Stres
Santrock (2003) mengungkapkan bahwa stres dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu : a. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang menyebabkan stres adalah berbagai situasi,
tuntutan atau masalah dari lingkungan keluarga, akademik, dan teman sebaya.
1) Sumber stres dari keluarga, meliputi terganggunya interaksi antara anak dan orangtua, harapan orangtua yang berlebihan.
2) Sumber stres akademik, meliputi terlalu banyaknya tugas, ujian,
dan kesulitan dalam belajar.
3) Sumber stres dari teman sebaya, misalnya buruknya lingkungan
pergaulan, penolakan dari teman sebaya, dan konflik dengan teman.
b. Faktor Kepribadian
Kepribadian pola tingkah laku tipe A cenderung memiliki kemauan keras, rasa kompetitif yang berlebihan dan tidak sabar, sedangkan
kepribadian pola tingkah laku tipe B cenderung kurang bersifat kompetitif, lebih menghargai proses daripada hasil, dan tetap ingin mencapai sesuatu tetapi tidak terlalu bersikeras. Oleh karena itu remaja
c. Faktor Kognitif
Suatu kejadian dianggap menimbulkan stres, tergantung pada
kemampuan dalam menilai dan menginterpretasikan kejadian secara kognitif. Penilaian tersebut mencakup tiga hal, yaitu bahaya, ancaman dan tantangan. Bahaya mengacu pada kerusakan yang sudah terjadi.
Ancaman merupakan harapan atas bahaya yang akan datang. Tantangan merupakan kesempatan untuk mencapai penguasaan atau
keuntungan secara maksimal dari suatu kejadian. Stres cenderung menjadi lebih berat apabila bahaya dan ancaman tinggi sedangkan tantangan dan sumber daya rendah.
d. Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial budaya yang menimbulkan stres adalah perubahan
budaya dan status sosial ekonomi. Warga etnis minoritas dapat mengalami ketegangan apabila bertemu dengan etnis mayoritas. Remaja yang hidup dalam kemiskinan dan ketidakpastian ekonomi
cenderung mengalami stres yang berat. e. Strategi Penanganan Stres
Berbagai strategi menghadapi stres diantaranya strategi penanganan stres yang berfokus pada masalah, strategi yang berfokus pada emosi, strategi mendekat atau menjauh, mengembangkan pemikiran yang
5. Stres pada Mahasiswa kost
Mahasiswa merupakan generasi bangsa yang produktif dan potensial
sehingga mahasiswa diharapkan mempunyai semangat yang tinggi, optimis yang besar dan mampu mencapai prestasi yang optimal. Masa transisi menjadi mahasiswa merupakan salah satu masa yang penuh stres
dalam kehidupan seseorang karena banyaknya tuntutan untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan lingkungan fisik, akademis, sosial dan
emosional (D’Zurilla dan Sheedy, 1991). Selain tuntutan untuk penyesuaian, mahasiswa juga menghadapi tuntutan dari berbagai aktivitas kuliah untuk dilaksanakan dan diselesaikan. Aktivitas tersebut dapat
berupa kegiatan belajar mengajar di dalam kelas maupun di luar kelas, ujian-ujian dan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen.
Mahasiswa kost mengalami transisi sosial, karena mereka sebelumnya tinggal bersama orangtua, pindah ke lingkungan yang jauh dari orangtua (Santrock, 2003). Menurut Holmes (dalam Sarafino, 1990).
perpindahan ini merupakan salah satu peristiwa hidup yang dapat menimbulkan stres. Hal ini menuntut mahasiswa kost untuk melakukan
penyesuaian sosial di tempat tinggalnya yang baru.
Perbedaan antara kondisi di daerah asal dengan daerah baru, seringkali menimbulkan masalah baru bagi mereka. Ketika masih tinggal
bersama orangtua, mereka memiliki orang-orang yang dapat diandalkan dalam memenuhi kebutuhan fisik maupun psikologis mereka
untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Mereka juga harus bertanggung jawab dengan pengeluaran uang saku bulanan yang diberikan
orangtua mereka agar uang tersebut dapat mencukupi kebutuhan mereka dalam jangka waktu yang telah ditetapkan oleh orangtua mereka.
C. Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi
1. Kebutuhan Berafiliasi
Kebutuhan-kebutuhan dalam diri individu memiliki peranan dalam membentuk pola-pola tingkah laku. Murray (dalam Hall dan Lindzey, 1993) mengungkapkan bahwa kebutuhan merupakan suatu proses internal
yang mengarahkan organisme untuk memberi respon terhadap jenis-jenis tekanan tertentu sebagai akibat adanya rangsangan dari luar. Sullivan
(dalam Santrock, 2003) mengemukakan bahwa semua orang memiliki sejumlah kebutuhan sosial dasar, termasuk kebutuhan kasih sayang, teman yang menyenangkan, penerimaan oleh lingkungan sosial, maupun
keakraban.
Jenis kebutuhan yang sangat peka bagi remaja yaitu kebutuhan
untuk diterima kelompok dan menghindari ditolak oleh kelompok. Pemenuhan kebutuhan pribadi (psikologis dan sosiologis) sama pentingnya dengan pemenuhan kebutuhan biologis. Apabila pemenuhan
sehingga individu tersebut dapat merasakan kegembiraan, menjadi orang yang produktif. (Mappiare, 1982).
Murray (1938) menggambarkan kebutuhan berafiliasi sebagai suatu kecenderungan untuk mendapatkan kepuasan dari hubungan yang erat dan harmonis dengan orang lain. Murray (1964) juga mengungkapkan
bahwa kebutuhan berafiliasi merupakan kebutuhan untuk melakukan sesuatu bersama orang lain dalam hubungan yang penuh kasih sayang,
membentuk, memelihara dan memperbaiki hubungan dengan orang lain. Dalam hal ini kegiatan yang dilakukan berupa: bertemu dan berkenalan dengan orang lain, bekerjasama dengan orang lain, setia dan
menyenangkan orang lain. Unsur perasaan yang menyertai kebutuhan berafiliasi diantaranya : kerelaan, rasa percaya, cinta, simpati dan empati
(Murray, 1938). Atkinson, Heyns dan Veroff (1985) juga mengungkapkan pengertian kebutuhan berafiliasi yang sejalan dengan Murray yaitu kebutuhan yang mendorong seseorang untuk memelihara atau
memperbaiki hubungan yang positif dan berafeksi dengan orang lain. Lindgren (dalam Martaniah, 1984) mengungkapkan bahwa
kebutuhan berafiliasi merupakan suatu kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain, terutama dengan kelompoknya, menyenangkan orang lain, menunjukan afeksi kepada orang lain dan menjaga loyalitas terhadap
keluarga dan teman-teman. Sejalan dengan pengertian di atas, Kartono dan Gulo (2000) menambahkan bahwa kebutuhan berafiliasi merupakan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan berafiliasi merupakan kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain,
menjaga dan memperbaiki hubungan yang positif dengan orang lain dengan cara menyenangkan orang lain, menunjukan afeksi kepada orang lain dan menjaga loyalitas.
2. Komponen Kebutuhan Berafiliasi
Hill ( 1987 ) mengemukakan bahwa kebutuhan berafiliasi terbentuk dari komponen sebagai berikut :
a. Kebutuhan akan stimulasi positif
Merupakan kebutuhan akan situasi yang menyenangkan dalam proses afiliasi melalui kedekatan hubungan antar personal, yang diwujudkan
melaui kontak fisik yang melibatkan perasaaan emosi yang mendalam dan membina hubungan yang harmonis dan penuh kasih sayang. Contoh individu dengan kebutuhan ini yaitu ketika temannya membuat
kesalahan, ia mau memafkannya. b. Kebutuhan akan perhatian
Merupakan kebutuhan untuk mendapat perhatian, pengakuan dari orang lain dan pujian sebagai rasa penghargaan atas kemampuannya dalam pergaulan, serta kebutuhan akan dorongan untuk membina
hubungan sosial melalui persetujuan dan dukungan dari orang lain. Individu yang memiliki kebutuhan ini cenderung ingin dipuji ketika ia
c. Kebutuhan untuk melakukan perbandingan sosial
Merupakan kebutuhan untuk membina hubungan sosial dan
mengurangi ketidakjelasan tentang identitas dirinya dengan jalan mencari informasi dari lingkungan sosial tempat individu itu berada. Contoh perilaku individu yang memiliki kebutuhan ini yaitu ketika ia
ragu dengan penampilannya, ia meminta pendapat orang lain untuk meyakinkan dirinya.
d. Kebutuhan akan dukungan emosional
Merupakan kebutuhan untuk mendapatkan simpati dari orang lain, untuk diperhatikan yang berguna untuk mengurangi perasaan negatif,
yaitu tekanan akan situasi atau rasa takut dengan percaya pada orang lain. Contoh individu yang memiliki kebutuhan ini yaitu ia akan lebih
merasa tenang dan nyaman ketika bersama orang lain.
3. Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi Mahasiswi Kost
Mahasiswi sadar akan tekanan sosial dan perlunya hubungan sosial dengan orang-orang di sekitarnya. Oleh karena itu mereka perlu
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar agar mereka dapat dapat diterima dan menjadi bagian dari lingkungan tersebut.
Pada mahasiswi sikap penerimaan terhadap orang lain
dimanifestasikan ke dalam bentuk perilaku afiliasi terhadap orang lain. Perilaku tersebut diwujudkan dalam penggabungan diri pada kelompok
(Martaniah, 1984). Apabila mereka diterima oleh kelompok sosialnya, mereka dianggap mampu membuat penyesuaian sosial yang baik dalam
masyarakat (Santrock, 2003). Dengan demikian mereka akan berusaha untuk terus mempertahankan dan mengembangkan perilaku afiliasinya dengan orang-orang di sekitarnya.
Berdasarkan komponen dari Hill (1987), pemenuhan kebutuhan berafiliasi mahasiswi kost merupakan penilaian mengenai sejauhmana
individu merasa terpenuhi kebutuhan berafiliasinya, yakni sejauhmana ia dapat merasakan stimulasi positif dari orang lain, perhatian, dukungan emosional dan melakukan perbandingan sosial. Kebutuhan ini dapat
dipenuhi dengan cara mengikuti berbagai kegiatan, baik di dalam maupun di luar lingkungan kampus, menjalin persahabatan yang baik dengan
teman kost atau teman kampus, berbicara dari hati ke hati dengan teman mengenai kesulitan yang dihadapi, juga bekerjasama dalam melakukan pekerjaan dengan orang lain.
D. Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi dengan Tingkat Stres Pada
Mahasiswi Kost
Mahasiswa yang jauh dari orangtua memiliki berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan tugas-tugasnya sebagai mahasiswa maupun yang
berkaitan dengan transisi sosial yang merupakan peralihan dari suatu kondisi ke kondisi lain. Fabella (1993) mengungkapkan bahwa dalam setiap transisi
mahasiswa yang begitu banyak mengalami transisi sosial harus mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan yang dihadapinya, agar dapat bertahan
dalam lingkungannya.
Banyak mahasiswa membutuhkan bantuan, baik dalam studinya maupun dalam menyesuaikan diri ke kondisi baru dalam statusnya sebagai
mahasiswa dengan berbagai persoalan (Gunarsa dan Gunarsa, 2001). Bantuan dari orang lain cukup sulit didapat di lingkungan baru, oleh karena itu
mahasiswa perlu menjalin relasi yang baik dengan orang-orang baru di sekitarnya. Jalinan relasi yang baik dengan orang-orang di sekitarnya memudahkan mahasiswa meminta bantuan. Mahasiswa dapat lebih leluasa
meminta bantuan dari orang yang sudah dikenalnya dibanding dengan orang yang tidak dikenalnya. Begitupun sebaliknya, orang lain lebih leluasa
memberikan pertolongan pada orang yang dikenalnya.
Kebutuhan untuk bersama dengan orang lain dalam hubungan yang ramah dan penuh kasih sayang disebut kebutuhan berafiliasi ( Murray, 1964).
Kebutuhan berafiliasi meliputi kebutuhan akan stimulasi positif, mendapat perhatian, melakukan perbandingan sosial dan mendapatkan dukungan
emosional dari orang lain.
Melalui pemenuhan kebutuhan akan stimulasi positif mahasiswa dapat memperoleh informasi yang menarik, kegembiraan dan hiburan. Melalui
berhasil memperoleh sesuatu. Pujian itu dapat pula berfungsi sebagai reward untuk memperloleh keberhasilan selanjutnya.
Kondisi lingkungan yang berbeda seringkali menimbulkan ketidakjelasan mengenai bagaimana harus bersikap, berpenampilan dan lain sebagainya. Dengan meminta pendapat orang lain, mahasiswa dapat mengatasi
ketidakjelasan tersebut. Melalui pemenuhan kebutuhan akan dukungan emosional, mahasiswa dapat menceritakan masalah kepada temannya dan
mendapatkan simpati, jadi masalah dialaminya akan terasa lebih ringan. Berbagi masalah dengan orang lain akan meringankan beban, karena dengan demikian, ada perasaan senasib sepenanggungan. Melalui jalinan
relasi yang baik dengan orang-orang di sekitarnya, maka mahasiswa akan mampu menyelesaikan maupun memenuhi tuntutan yang dihadapinya.
Suatu kondisi yang menekan individu sebagai akibat adanya ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuan untuk mengatasi tuntutan tersebut disebut stres. Apabila kemampuan mahasiswa
mencukupi dalam memenuhi tuntutan lingkungan, maka tingkat stresnya semakin rendah. Sebaliknya, apabila tuntutan itu dirasa begitu besar
sedangkan kemampuan yang dimiliki dirasa kurang, maka kesenjangan antara kemampuan dan tuntutan semakin besar. Hal ini menyebabkan tingkat stresnya semakin tinggi.
Jalinan relasi melalui pemenuhan kebutuhan berafiliasi dapat meningkatkan kemampuan untuk mengatasi masalah atau memenuhi tuntutan,
terselesaikannya masalah, karena adanya bantuan dari orang lain. Sehingga tekanan yang dirasakan mahasiswa akan kondisi lingkungannya semakin kecil,
Skema Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi dengan Tingkat
Stres pada Mahasiswi Kost
Mahasiswi kost
Menghadapi masalah :
- Transisi sosial yang menuntut penyesuaian - Tugas-tugas sebagai mahasiswa
Membutuhkan bantuan orang lain untuk menyelesaikan masalahnya
Menjalin relasi dengan orang-orang di sekitarnya (berafiliasi)
Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi :
- Stimulasi Positif : dapat merasakan situasi yang menyenangkan
- Perbandingan Sosial : mencari informasi untuk mengurangi ketidakjelasan - Perhatian : merasa mendapat pengakuan dari orang lain
- Dukungan Emosional : merasa mendapat simpati dari orang lain
Stres berkurang
Menimbulkan perasaan terdukung
E. Hipotesis
Berdasarkan teori di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan tingkat stres pada mahasiswi kost. Semakin terpenuhi kebutuhan berafiliasi mahasiswi kost, semakin rendah tingkat stresnya,
29 BAB III
METODOLOGI PENELITIANAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Rancangan penelitain
yang digunakan adalah rancangan penelitian korelasional. Fokus rancangan penelitian korelasional lebih pada pengujian hubungan antara dua variabel.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara dua variabel yaitu variabel pemenuhan kebutuhan berafiliasi dan tingkat stres pada mahasiswi kost.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Penelitian ini memiliki dua variabel yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Variabel bebas : pemenuhan kebutuhan berafiliasi
2. Variabel tergantung : tingkat stres
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi
Pemenuhan kebutuhan berafiliasi merupakan penilaian mengenai
sejauhmana subjek merasa terpenuhi kebutuhan mendapat stimulasi positif, perhatian, dapat melakukan perbandingan sosial dan memperoleh
30
Terpenuhinya kebutuhan berafiliasi subjek dilihat dari skor total skala pemenuhan kebutuhan berafiliasi. Semakin tinggi skor total yang
diperoleh subjek menggambarkan kebutuhan berafiliasinya semakin terpenuhi, begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh, menggambarkan kebutuhan berafiliasinya semakin kurang
terpenuhi. 2. Tingkat Stres
Stres merupakan suatu suatu kondisi yang menekan mahasiswi selama menjalani kuliah dan aktivitasnya sehari-hari, sebagai akibat adanya ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan
kemampuan untuk mengatasi tuntutan tersebut, yang nampak dari gejala fisik, emosional dan kognisi. Seberapa tinggi tingkat stres subjek dilihat
dari skor total skala tingkat stres, semakin besar skor total yang diperoleh subjek, maka tingkat stresnya semakin tinggi, semakin kecil skor total yang diperoleh subjek, maka tingkat stresnya semakin rendah.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian diambil dengan menggunakan metode purposive sampling. Dalam metode sampling ini peneliti memastikan bahwa unsur yang dianggap khusus dari suatu populasi masuk ke dalam sampel, sehingga
31
Berikut ini karakteristik subjek yang akan menjadi sampel penelitian : 1. Subjek adalah mahasiswi yang berusia 18-21 tahun, berada pada tingkat
satu, dua atau tiga Perguruan Tinggi. Alasannya subjek berada pada masa remaja akhir dan masih aktif mengikuti kegiatan perkuliahan.
2. Tinggal di kost, frekuensi pulang ke rumah orangtuanya paling cepat dua
minggu sekali. Alasannya subjek tidak terlalu sering bertemu dengan orangtuanya sehingga tidak terlalu tergantung dengan orangtua.
Berdasarkan pengalaman pribadi peneliti, mahasiswi kost, yang dapat bertahan selama dua minggu untuk tidak pulang ke rumah orangtuanya dikategorikan tidak terlalu sering. Mahasiswi yang dikategorikan sering
pulang ke rumah orangtuanya adalah mahasiswi yang pulang ke rumah orangtuanya setiap satu minggu sekali atau setiap kali libur kuliah.
E. Metode Pengumpulan Data
1. Penggunaan skala
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala. Menurut Azwar (2000) skala merupakan kumpulan
pernyataan yang ditulis, disusun dan dianalisa sedemikian rupa sehingga respon individu terhadap pernyataan tersebut dapat diberi skor, kemudian diinterpretasikan. Skor yang berupa angka-angka berfungsi
32
Pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari dua macam skala, yaitu :
a. Skala Tingkat Stres
Skala tingkat stres merupakan alat ukur untuk mengungkap tingkat stres yang dirasakan mahasiswi selama menjalankan kuliah dan
aktivitasnya sehari-hari. Skala ini dibuat dengan mengacu pada teori Crider dkk (1983) yang terdiri dari tiga aspek yaitu :
1) Emosional yaitu reaksi emosi yang muncul dalam kondisi yang dihadapi subjek, berwujud keluhan-keluhan seperti khawatir, tertekan, perasaan bersalah, mudah marah, sedih, gelisah
2) Kognitif yaitu perubahan fungsi berpikir yang dialami subjek, gejalanya tampak pada konsentrasi yang menurun dan ingatan
terganggu, sering lupa, bingung mimpi buruk
3) Fisik yaitu perubahan secara fisik yang dialami subjek akibat menghadapi lingkungan yang menekannya, gejalanya berupa sakit
kepala, mulut terasa kering, tegang dan gugup, tubuh terasa lemas, dada terasa nyeri serta perasaan terguncang jantung
berdebar-debar, buang air kecil berlebihan, tangan dan kaki dingin, nafas terasa sesak, perut terasa mual dan tangan gemetar.
Distribusi item sebelum uji coba dalam tiap aspek dan kategori
sifat item favorable yaitu item-item yang mendukung aspek-aspek stres dan unfavorable yaitu item-item yang tidak mendukung aspek-aspek
33
Tabel 1
Distribusi item tiap aspek dan kategori sifat item sebelum uji coba
NOMOR ITEM
No ASPEK Favorable Unfavorable Jumlah % 1. Emosi 1, 7, 14,
Skala tingkat stres disusun dengan menggunakan metode
Summated Rating dengan empat alternatif jawaban yaitu Sangat Jarang (SJ), Jarang (J), Sering (S) Sangat Sering (SS). Pemberian skor
dilakukan dengan melihat sifat item. Pemberian skor bergerak dari 4 (SS) sampai 1 (SJ) untuk butir favorable, sedangkan pemberian skor untuk butir unfavorable bergerak dari 1(SS) sampai 4(SJ). Dalam skala
penelitian ini tidak menggunakan kategori pilihan jawaban “tidak dapat memutuskan” atau “ragu-ragu” agar subjek terdorong untuk
34
b. Skala Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi
Skala pemenuhan kebutuhan berafiliasi merupakan alat ukur untuk
mengungkap pemenuhan kebutuhan berafiliasi yang dirasakan mahasiswi selama tinggal jauh dari orangtua. Skala ini dibuat dengan mengacu pada teori Hill (1987) yang terdiri dari empat aspek yaitu :
1) Stimulasi positif, merupakan kebutuhan akan situasi yang menyenangkan dalam hubungan dengan orang lain
2) Perhatian, merupakan kebutuhan untuk mendapat perhatian, pengakuan dari orang lain dan pujian.
3) Perbandingan sosial, merupakan kebutuhan untuk membina
hubungan sosial dan mengurangi ketidakjelasan tentang identitas dirinya dengan jalan mencari informasi dari lingkungan sosial
tempat individu itu berada.
4) Dukungan emosional, merupakan kebutuhan untuk mendapatkan simpati dari orang lain, untuk diperhatikan yang berguna untuk
mengurangi perasaan negatif.
Distribusi item sebelum uji coba dalam tiap aspek dan kategori
35 Tabel 2
Distribusi item tiap aspek dan kategori sifat item sebelum uji coba
NOMOR ITEM
No ASPEK Favorable Unfavorable Jumlah % 1. Stimulasi
Skala pemenuhan kebutuhan berafiliasi disusun dengan
menggunakan metode Summated Rating dengan empat alternatif jawaban yaitu Sangat Tidak sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Sesuai
(S) Sangat Sesuai (SS). Pemberian skor dilakukan dengan melihat sifat item. Pemberian skor bergerak dari 4 (SS) sampai 1 (STS) untuk butir
36 F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
1. Validitas
Pengujian validitas diperlukan untuk mengetahui ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Valid atau tidaknya suatu alat ukur tergantung dari mampu atau tidaknya suatu alat
ukur mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat (Azwar, 1999).
Pada penelitian ini tipe validitas yang akan digunakan adalah validitas isi. Validitas isi adalah validitas yang diestimasi lewat pengujiam terhadap isi skala dengan analisis rasional atau professional judgement
(Azwar, 1999). Dalam penelitian ini professional judgement dilakukan oleh dosen pembimbing skripsi.
2. Reliabilitas
Reliabilitas mengacu pada konsistensi hasil pengukuran, yaitu keajegan hasil pengukuran skala (Azwar, 1999). Suatu skala dianggap
reliabel apabila skala tersebut memunculkan hasil yang relatif sama pada subjek yang sama, pada dua kesempatan yang berbeda, atau pada
kelompok yang berbeda dengan karakteristik yang sama.
Estimasi reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan koefisien Alpha Cronbach. Metode ini dipilih dengan alasan mempunyai nilai
praktis dan efisiensi yang tinggi, karena hanya didasarkan pada pengukuran satu kali dari sekelompok individu sebagai subjek atau single
37
atau koefisien korelasi yang berkisar antara 0 dan 1,00. semakin tinggi koefisien korelasi yakni mendekati 1, berarti alat tes semakin reliabel.
Pengukuran skala yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan konsistensi internal menggunakan koefisien reliabilitas Alpha dari program SPSS for Windows versi 12.0. Berdasarkan
perhitungan tersebut skala stres memiliki koefisien reliabilitas 0.945, sedangkan skala afiliasi memiliki koefisien reliabilitas 0,959. Azwar
(1999) mengungkapkan bahwa nilai reliabilitas skala dianggap memuaskan apabila koefisien Alpha > 0.90. Kedua skala penelitian ini memiliki koefisien reliabilitas yang lebih besar dari 0,90, dengan demikian
skala ini dapat memberikan hasil pengukuran yang reliabel.
G. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Uji coba alat ukur dilakukan untuk memperoleh item yang memiliki kualitas yang baik, karena yang tidak memperlihatkan kualitas yang baik harus
disingkirkan atau direvisi terlebih dahulu sebelum menjadi bagian dari skala penelitian. Salah satu kualitas yang dimaksud adalah keselarasan atau
konsistensi antara item dengan tes secara keseluruhan atau sering disebut dengan korelasi item total.
Menurut Azwar (1999), prosedur pengujian konsistensi item dilakukan
38
dengan distribusi skor total (rix) yang umumnya dikenal dengan indeks daya beda item.
Kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item total, batasan yang digunakan (rix) 0,30. Semua item yang mecapai koefisien korelasi minimal 0,30 dianggap memiliki daya beda item yang memuaskan. Semakin tinggi
koefisien korelasi positif antara skor item dengan skor skala berarti semakin tinggi konsistensi antara item dengan skala secara keseluruhan yang berarti
semakin tinggi daya bedanya. Koefisien korelasi 0,30 juga berarti bahwa item-item yang telah memenuhi kriteria tersebut mampu membedakan antara individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur.
Penyebaran skala uji coba dilakukan pada tanggal 25 sampai dengan 27 Januari 2007 pada 55 mahasiswi yang tinggal di kost, berusia 18-21 tahun,
berada pada tingkat satu sampai tiga, dan frekuensi pulang ke rumah orangtua paling cepat dua minggu sekali. Penyebaran skala uji coba dilakukan dengan memberikan langsung kepada subjek. Skala dikumpulkan lagi keesokan
harinya, dengan alasan agar subjek mengisi skala dalam kondisi yang santai dan tidak terburu-buru. Setelah data terkumpul, peneliti melakukan analisis
item dengan menggunakan koefisien korelasipearson dari program komputer
39 1. Skala Tingkat Stres
Hasil pengujian terhadap 54 item skala pemenuhan kebutuhan
berafiliasi menunjukan bahwa 46 item yang sahih dan 9 item yang gugur dalam skala tersebut. Berikut ini adalah tabel distribusi item untuk skala pemenuhan kebutuhan berafiliasi setelah uji coba :
Tabel 3
Distribuasi item tiap aspek setelah uji coba NOMOR ITEM No ASPEK
Sifat item Sahih Gugur
Favorable 1, 7, 14, 22, 29, 35, 43
16, 44 1. Emosi
Unfavorable 2, 8, 15, 21, 23, 30, 36
Unfavorable 4, 10, 18, 25, 39, 40, 46, 50
Unfavorable 6, 13, 28, 33, 34, 42, 48
-Total 45 9
Tabel 4
40
2. Skala Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi
Hasil pengujian terhadap 55 item skala pemenuhan kebutuhan
berafiliasi menunjukan bahwa 46 item yang sahih dan 9 gugur. Berikut ini adalah tabel distribusi item untuk skala pemenuhan kebutuhan berafiliasi setelah uji coba :
Tabel 5
Distribuasi item tiap aspek setelah uji coba NOMOR ITEM No Aspek-aspek
afiliasi Sifat item Sahih Gugur
Favorable 1, 2, 12, 13, 31, 37, 46, 53
22, 53 1. Stimulasi
positif
Unfavorable 3, 4, 14, 23, 24, 32, 38, 54
3,38, 54
Favorable 5, 15, 25, 33, 39, 47 26 2. Perhatian
Unfavorable 6, 16, 40, 48, 55 Favorable 7, 17, 27, 28, 34, 41,
Unfavorable 11, 21, 44, 45
Total 46 9
Tabel 6
41 H. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah denganProduct
Moment Correlation dari Pearson. Skor total skala pemenuhan kebutuhan berafiliasi akan dikorelasikan dengan skor total skala tingkat stres. Intensitas hubungan antara variabel pemenuhan kebutuhan berafiliasi dinyatakan dengan
BAB IV
PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 30 Januari sampai dengan 4 Februari 2007 pada 75 orang subjek penelitian. Dari 75 skala tersebut diperoleh 71 buah skala yang dapat digunakan sebagai data penelitian, karena semua item terjawab serta identitas subjek memenuhi kriteria penelitian.
B. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswi Universitas Sanata Dharma dari berbagai fakultas yang berusia 18-21 tahun, berada pada tingkat satu, dua atau tiga, bertempat tinggal di kost, frekuensi pulang ke rumah orangtuanya paling cepat dua minggu sekali.
Tabel 7
Gambaran subjek penelitian
KRITERIA KETERANGAN JUMLAH %
Usia 18 > 1 bulan sekali
43 28
60,6 39,4 Berdasarkan gambaran tersebut sebagian besar subjek penelitian berusia 19 tahun (53,5%), berada di tingkat dua (53,5%), dan frekuensi pulang ke rumah sebanyak dua sampai empat minggu sekali (60,6%).
2. Deskripsi Data Penelitian
Berikut ini disajikan tabel hasil analisis deskriptif berdasarkan perhitungan komputerisasi dengan menggunakan programSPSS for Windows
versi 12.0. sebagai berikut:
Tabel 8
Hasil Analisis Deskriptif
Statistik Tingkat Stres Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi
N 71 71
Skor minimum teoritis 45 46
Skor minimum empiris 82 101
Skor maksimum teoritis 180 184
Skor maksimum empiris 143 174
Mean teoritis 112.5 115
Mean empiris 108.38 131.06
3. Hasil Uji Asumsi a. Uji Normalitas
Uji Normalitas merupakan analisis statistik yang pertama kali dilakukan dalam rangka analisis data. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian mengikuti sebaran data dengan distribisi normal. Uji normalitas dilakukan dengan One Sampel Kolmogorv-Smirnov Test dari programSPSS for Windows versi 12.0. Jika nilai signifikansi yang diperoleh dari uji tersebut lebih besar dari 0.05 (p>0.05) maka sebaran data tersebut normal, sebaliknya jika nilai signifikansi yang diperoleh dari uji tersebut lebih kecil dari 0.05 (p<0.05) maka sebaran data tersebut bukan sebaran data yang mengikuti distribusi normal. Hasil uji normalitas menghasilkan probabilitas (p) tingkat stres sebesar 0,982 (p>0,05) dan probabilitas (p) pemenuhan kebutuhan berafiliasi sebesar 0,829 (p>0,05). Hal ini menunjukan bahwa distribusi data pada kedua sampel adalah normal.
b. Uji Linearitas
kebutuhan berafiliasi adalah linear karena taraf signifikansi 0,000 (p<0,05).
4. Hasil Uji Hipotesis
Uji hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 12.0. Dari hasil analisis, diperoleh nilai korelasi untuk variabel tingkat stres dan variabel pemenuhan kebutuhan berafiliasi yaitu r = -0,551, p = 0,000 (p<0,01), hasil analisis tersebut menunjukan bahwa hipotesis yang berbunyi ada hubungan negatif antara pemenuhan kebutuhan berafiliasi dan tingkat stres diterima. Semakin terpenuhi kebutuhan berafiliasi mahasiswi kost, maka tingkat stresnya semakin rendah.
C. Pembahasan
Hasil penelitian ini membuktikan ada hubungan negatif antara pemenuhan kebutuhan berafiliasi dan tingkat stres pada mahasiswi kost. Ini berarti bahwa bila terjadi peningkatan pada salah satu variabel maka akan diikuti penurunan variabel lain. Dalam hal ini, bila terjadi peningkatan variabel pemenuhan kebutuhan berafiliasi maka akan terjadi penurunan pada variabel tingkat stres, yaitu semakin tinggi pemenuhan kebutuhan berafiliasi mahasiswi kost maka semakin rendah tingkat stresnya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Afida (2000) dan Andhianti (2004) yang dilakukan pada kelompok lansia. Hasil penelitian mereka menunjukan adanya hubungan negatif antara pemenuhan kebutuhan berafiliasi dan tingkat deperesi pada lansia. Depresi berkaitan dengan stres, ketika individu tidak tangguh dalam menghadapi stresor dan mengalami tingkat stres yang sangat tinggi, ia dapat mengalami depresi (Nevid, Rathus and Grenee, 2005). Penelitian ini menambah bukti bahwa pemenuhan kebutuhan berafiliasi dapat membantu seseorang dalam menghadapi stressor. Dengan demikian individu yang tangguh dalam menghadapi stresor, ia cenderung memiliki tingkat stres yang rendah, rendahnya tingkat stres dapat membuat individu terhindar dari depresi.
dialami mahasiswi kost mendorong mereka untuk bersosialisasi dengan banyak orang di sekitar mereka. Hal ini ditunjang oleh situasi bahwa mahasiswi tersebut tinggal di kost dan jauh dari orangtua mereka, sehingga saat mereka mengalami kesulitan dalam melakukan penyesuaian, mereka akan meminta bantuan orang-orang yang berada di sekitar mereka, baik teman kost, teman kampus maupun teman di luar kampus. Keadaan ini yang membuat mereka lebih memiliki kesempatan untuk membina hubungan dan berinteraksi dengan orang-orang di sekitar mereka. Melalui interaksinya dengan orang lain memudahkan mereka untuk memenuhi kebutuhan berafiliasinya.
Aspek-aspek kebutuhan berafiliasi yang diukur dalam penelitian ini adalah : stimulasi positif, perhatian, perbandingan sosial dan dukungan emosional. Stimulasi positif merupakan kebutuhan akan situasi yang menyenangkan dalam proses afiliasi melalui kedekatan hubungan antar personal, yang diwujudkan melaui kontak fisik yang melibatkan perasaaan emosi yang mendalam dan membina hubungan yang harmonis dan penuh kasih sayang (Hill,1987). Ketika mahasiswi kost dapat merasakan kedekatan dengan orang-orang di sekitarnya, kemungkinan ia tidak mengalami beban yang berat saat terpisah jauh dari orangtua. Ketika ia sedang berkumpul bersama teman-temannya, ia masih dapat merasakan kesenangan. Dengan demikian ia juga tidak mengalami kesepian saat berada jauh dari orangtuanya.
pengakuan dan perhatian dari orang lain (Hill,1987). Mahasiswi yang merasa mendapatkan semangat ketika ia melakukan suatu hal, ia akan merasa mendapat perhatian dari lingkungannya. Dengan demikian ketika ia mulai terpuruk dan kehilangan semangat karena ia merasa tidak mampu lagi menghadapi hambatan yang merintanginya, ia akan bersemangat lagi dan tetap berusaha melewati setiap hambatan. Hal ini dapat membuatnya terhindar dari stres.
Kebutuhan untuk melakukan perbandingan sosial merupakan kebutuhan untuk membina hubungan sosial dan mengurangi ketidakjelasan tentang identitas dirinya dengan jalan mencari informasi dari lingkungan sosial tempat individu itu berada (Hill,1987). Lingkungan baru yang jauh dari orangtua menuntut penyesuaian. Dengan demikian mahasiswi kost perlu melakukan penyesuaian dengan lingkungan barunya agar ia diterima oleh lingkungannya. Apabila ia merasa tidak diterima oleh lingkungannya maka ia dapat mengalami stres. Melalui pemenuhan kebutuhan akan perbandingan sosial, akan membantu mahasiswi kost mengatasi masalah tersebut. Mahasiswi yang terpenuhi kebutuhan untuk melakukan perbandingan sosialnya, ketika ia menghadapi hal baru yang tidak biasa dilakukannya, ia akan meminta pendapat orang lain untuk meyakinkan diri. Dengan demikian ia akan merasa lebih mudah dalam melakukan penyesuaian, dan tingkat stresnya pun menjadi rendah.
perasaan aman bersama orang lain (Hill, 1987). Dalam penelitian ini, mahasiswi kost tidak tinggal sendirian, tapi tinggal di kost atau asrama. Mahasiswi yang tinggal di kost atau asrama mempunyai banyak teman dan mungkin juga mereka akan memperoleh dukungan emosional dari interaksi mereka. Apabila mereka merasa mendapatkan dukungan emosional dari orang-orang di sekitar mereka, maka mereka akan lebih mudah mengatasi masalah yang mereka hadapi.
Dukungan emosional dapat membantu menurunkan stres. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarafino (1990) dan penelitian yang dilakukan oleh French, dkk (dalam Berry & Houston, 1993) yang mengungkapkan bahwa dukungan emosional yang menjadi bagian dari dukungan sosial dibutuhkan dalam mengatasi stres. Penelitian yang dilakukan oleh Ismudyanti dan Hastjarjo (2003) terhadap anak jalanan juga mengungkapkan bahwa dukungan emosional dapat membantu anak jalanan dalam menghadapi tekanan-tekanan baik dari dalam maupun dari luar dirinya.
sebelumnya maka individu perlu mengambil sikap bersiap diri dengan meminta bantuan orang lain, karena stres yang dihadapi seringkali terlalu berat untuk diatasi sendirian, dalam keadaan seperti itu untuk mencegah stres individu perlu mencari pertolongan dari orang lain. Dalam hal ini orang-orang di sekitarnya begitu berarti bagi mahasiswi tersebut, karena mahasiswi dapat meminta bantuan orang-orang di sekitarnya ketika mereka menghadapi kesulitan.
Mahasiswi yang merasa kebutuhan berafiliasinya kurang terpenuhi merasa bahwa lingkungan menolak kehadirannya, ia akan merasa ragu untuk meminta pendapat temannya, ia juga merasa sendirian ketika sedang sakit, sedih atau mengalami kekecewaan. Kondisi tersebut dapat membuat mereka semakin tertekan, sehingga tingkat stresnya cenderung tinggi.
gangguan-gangguan yang dialami semakin sedikit, dengan demikian mahasiswi tersebut dapat mengembangkan kemampuannya secara optimal.
Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa nilai koefisien determinasi sebesar 0,303. Hal ini berarti pemenuhan kebutuhan berafiliasi memberi sumbangan efektif terhadap tingkat stres sebesar 30,3%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa terdapat 69,7% kontribusi yang berasal dari variabel-variabel di luar variabel-variabel bebas yang tidak termasuk dalam penelitian ini. Hal ini terjadi karena pada dasarnya penyebab stres tidak hanya disebabkan oleh satu faktor tertentu saja. Ada faktor eksternal maupun internal yang dapat mempengaruhi tingkat stres seseorang. Santrock (2003) mengungkapkan bahwa banyak faktor dari luar maupun dari dalam yang mempengaruhi stres dalam kehidupan remaja. Faktor dari luar diantaranya : terlalu banyaknya tugas, buruknya lingkungan pergaulan, penolakan dari teman sebaya, konflik dengan teman juga masalah sosial ekonomi. Faktor dari dalam diantaranya : tipe kepribadian, penilaian kognitif dan strategi penanganan masalah.
untuk memenuhi kebutuhan berafiliasinya. Apabila kebutuhan berafiliasi mereka terpenuhi, tingkat stres mereka rendah, dengan demikian mereka juga dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki serta melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selama menjalankan kuliahnya.
Subjek penelitian ini adalah mahasiswi kost, masih tergolong usia remaja akhir, yakni berkisar antara 18-21 tahun. Berdasarkan data yang diperoleh, subjek berada di tingkat satu, dua, dan tiga perguruan tinggi. Namun hal ini dapat menjadi keterbatasan dalam penelitian. Masalah yang dihadapi mahasiswi yang berada di tingkat satu, kemungkinan berbeda dengan tingkat dua dan tiga. Mahasiswi tingkat satu benar-benar baru mengalami transisi, mulai dari keadaan yang baru terpisah dari orangtua sampai perubahan sifat pendidikan. Mahasiswi tingkat dua dan tiga mungkin saja sudah tidak bermasalah dengan keadaan yang terpisah dari orangtua, selain itu mereka juga sudah terbiasa dengan sifat pendidikan di perguruan tinggi, hal ini dikarenakan mereka sudah melewati keadaan yang terpisah dari orangtua dan masa perkuliahan yang lebih dari satu tahun.
fasilitas kost dan uang yang digunakan untuk komunikasi (baik melalui
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa hipotesis penelitian diterima yang berarti bahwa semakin terpenuhi kebutuhan berafiliasi mahasiswi kost maka semakin rendah tingkat stresnya dan sebaliknya, semakin kurang terpenuhi kebutuhan berafiliasi mahasiswi kost maka semakin tinggi tingkat stresnya.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut :
1. Bagi mahasiswi
2. Bagi peneliti lain