17
Jurnal Kesehatan Yamasi Makassar
http://journal.yamasi.ac.id Vol 4, No.2, Juli 2020, pp 17-25
p-ISSN:2548-8279
UJI EFEK ANTIUDEMA SEDIAAN SALEP EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) SECARA TOPIKAL PADA
KULIT PUNGGUNG MENCIT (Mus musculus)
Dzul Asfi 1, Indah Sari 2,
1 Farmasi, Akademi Farmasi Yamasi Makassar Email: dzulasfi80@gmail.com
2 Farmasi, Akademi Farmasi Yamasi Makassar
Artikel info
Artikel history:
Received; 07-6-2020 Revised ; 1- 7-2020 Accepted; 22-7-2020
Abstract
This study aimed to determine the antiudema effect of ointment of belimbing wuluh leaf (Averrhoa bilimbi L.) extract ointment at a concentration of 2% and 3% which was induced with carrageenan 3%. The study was divided into 4 treatment groups, namely group I Betametasone as a positive control, group II base ointment as negative control, group III ointment 2% starfruit leaf extract ointment and group IV ointment with 3% concentration of starfruit leaf extract. the method used is the measurement of antiudema related to edema using calipers. The results showed that the administration of 2% and 3%
starfruit leaf extract ointment had an antiudema effect with a decrease in the thickness of the skin back of the mice. 2% concentration of 58.04% and 3%
concentration of 63.69%. This study showed that at a concentration of 3% wuluh starfruit leaves extract ointment was effective in healing antiudema which was not significantly different from the positive control of betamethasone.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiudema sediaan salep ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada konsentrasi 2%
dan 3% yang diinduksi dengan karagenan sebanyak 3%. Penelitian ini dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan yaitu kelompok I betametasone sebagai kontrol positif, kelompok II basis salep sebagai kontrol negatif, kelompok III salep ekstrak daun belimbing wuluh konsentrasi 2% dan kelom pok IV salep ekstrak daun belimbing wuluh
18 konsentrasi 3%. Metode yang digunakan adalah
pengukuran antiudema terkait edema menggunakan jangka sorong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pemberian salep ekstrak daun belimbing wuluh dengan konsentrasi 2% dan 3% memiliki efek antiudema dengan penurunan tebal lipatan kulit punggung mencit, konsentrasi 2% sebesar 58,04%
dan konsentrasi 3% sebesar 63,69%. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi 3% salep ekstrak daun belimbing wuluh efektif dalam penyembuhan antiudema yang tidak berbeda nyata dengan kontrol positif Betametasone.
Keywords:
Ekstrak Daun Belimbing Wuluh Salep
Antiudema Mencit
Coresponden author:
Email: dzulasfi80@gmail.com
PENDAHULUAN
Indonesia telah dikenal akan kekayaan alamnya yang luar biasa. Segala macam hasil tumbuhan yang ada di Indonesia dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Di masa lalu, bangsa Indonesia telah menggunakan berbagai ramuan dari daun, akar, buah, kayu dan umbi-umbian untuk mendapatkan kesehatan dan menyembuhkan berbagai penyakit.
Berbagai ramuan tradisional tersebut sering dikenal sebagai pengobatan herba. Salah satu tanaman yang biasa digunakan adalah tanaman Belimbing wuluh (Suparmini dan Wulandari, 2014).
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dikenal oleh masyarakat luas sebagai jamu yang memiliki rasa yang pahit. Tanaman ini diketahui memiliki banyak manfaat diantaranya adalah sebagai antibakteri, analgetik, dan antiinflamasi. Efek tersebut di dapat dari kandungan bahan-bahan aktif yang terdapat didalamnya. Belimbing wuluh mengandung senyawa tanin, sulfur, kalsium oksalat, kalium sitrat, saponin dan flavonoid yang banyak terdapat pada daun belimbing wuluh yang memiliki efek mampu menghentikan pembentukan dan pengeluaran zat-zat yang menyebabkan peradangan akibat reaksi alergi (Pramitaningastuti & Anggraeni, 2017).
Antiudema atau Anti inflamasi merupakan respon tubuh terhadap adanya kerusakan sel atau jaringan yang disebabkan karena bahan kimia, ultraviolet, panas, atau adanya rangsangan agen berbahaya misalnya virus, bakteri, antigen (Nugroho, 2014).
Masyarakat didaerah kecamatan Bontonompo menggunakan daun belimbing wuluh untuk pengobatan bisul, dengan cara ditumbuk halus lalu ditempelkan pada bisul.
Berdasarkan penelitian (Odel, 2010) menunjukkan ekstrak etanol daun belimbing wuluh dengan konsentrasi 1%, dan 4% b/v mempunyai efek antiinflamasi.
19 Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik ingin mengetahui efek antiudema daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dalam bentuk sediaan salep terhadap udema kulit punggung mencit (Mus musculus) pada konsentrasi 2% dan 3%.
METODE Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium dengan melakukan serangkaian pengamatan dan pengujian efek antiudema sediaan salep ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) secara topikal pada kulit punggung mencit (Mus musculus).
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari 2020 di Laboratorium Fitokimia Farmasi, Laboratorium Farmasetika Farmasi dan Farmakologi Farmasi, di Akademi Farmasi Yamasi Makassar.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan
Alat yang digunakan yaitu batang pengaduk, cawan, corong gelas, gunting stainless, gelas ukur, handscoon, jangka sorong, kain flannel, labu ukur, pisau cukur, penangas air, rotary evaporator, spoit 1 ml, stopwatch, timbangan analitik, dan toples.
Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan yaitu, Betametason®, Cream Veet®, etanol 96%, karagenan 3%, larutan NaCl 0,9%, salep ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.).
Metode Kerja
a. Penyiapan Bahan Uji
Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) segar yang diambil berasal dari Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
b. Pengolahan Bahan Uji
Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) disortasi basah, lalu dicuci dengan air mengalir kemudian dilakukan perajangan dengan cara dipotong kecil-kecil untuk mempermudah proses pengeringan. Dikeringkan pada suhu 300C-450C terlindung dari sinar matahari langsung sampai diperoleh simplisia kering
c. Pembuatan Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode maserasi.
Sampel daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) ditimbang sebanyak 500 gram.
Sampel kemudian dimasukkan dalam bejana maserasi dan ditambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 3.7 Liter. Ekstraksi dilakukan selama 3 x 24 jam sambil sesekali diaduk, kemudian disaring filtrat dan ditampung, kemudian dipekatkan dan diuapkan menggunakan Rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental
d. Prosedur Pembuatan Salep Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh
Disterilkan semua alat dan bahan yang akan digunakan. Ditimbang vaselin album, adeps lanae dan ekstrak kental daun belimbing wuluh. Dimasukkan adeps lanae dan vaselin album kedalam lumpang yang sebelumnya telah disterilkan. Digerus hingga homogen dengan membentuk basis salep. Setelah terbentuk basis salep, dimasukkan
20 ekstrak kental daun belimbing wuluh yang telah ditimbang. Digerus hingga homogen, kemudian dimasukkan kedalam wadah salep
e. Pembuatan Penginduksi Karagenan 3%
Ditimbang karagenan sebanyak 3 gram dimasukan ke dalam labu ukur, kemudian dilarutkan dengan 100 ml larutan NaCl 0,9%
f. Penyiapan hewan uji
Disiapkan hewan uji yang akan digunakan yaitu mencit (Mus musculus) sebanyak 12 ekor. Dipilih mencit yang sehat, lincah dan mempunyai berat badan yang sesuai dengan standar yaitu 20-30 g. Kemudian dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor mencit.
g. Perlakuan hewan uji
Pada proses pengujian hewan uji dicukur terlebih dahulu bulu punggungnya dengan pisau cukur, kemudian dioleskan Cream Veet untuk merontokkan bulu, dibiarkan selama satu hari untuk menghindari adanya inflamasi yang disebabkan oleh pencukuran atau pemberian veet. Mencit diukur tebal lipatan kulit punggungnya menggunakan jangka sorong digital. Kemudian dicatat angka sebagai tebal awal (To) yaitu tebal lipatan kulit punggung mencit sebelum diberi perlakuan. Masing-masing punggung mencit diinduksikan secara subkutan dengan suspensi karagen 3% sebanyak 0,2 ml. Satu jam setelah diinduksikan dengan karagen, setiap kelompok diberi perlakuan secara topikal.
Kelompok I diolesi dengan betametason sebagai kontrol positif. Kelompok II diberi basis salep sebagai kontrol negatif, kelompok III diberi salep ekstrak daun belimbing wuluh 2%, kelompok IV diberi salep ekstrak daun belimbing wuluh 3%. 30 menit setelah perlakuan, tebal lipatan kulit punggung mencit diukur kembali menggunakan jangka sorong. Perubahan tingkat pembengkakan yang terjadi dicatat sebagai tebal lipatan kulit punggung setelah perlakuan pada awal (Tt) tertentu. Pengukuran dilakukan setiap 1 jam selama 6 jam, dihitung % udema inhibisi udem.
Tt-To
% udem = x 100% To Keterangan :
Tt : Tebal lipatan kulit punggung mencit tiap kelompok pada waktu tertentu
To : Tebal lipatan kulit punggung mencit tiap kelompok sebelum perlakuan apapun.
a-b
% inhibisi udem = x 100%
a Keterangan :
a : % udem pada kelompok kontrol negatif b : % udem pada kelompok perlakuan.
21 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Hasil pengamatan tebal lipatan punggung mencit setelah diberi perlakuan.
Perlakuan
Tebal lipatan
awal (cm)
Tebal Lipatan Tiap 1 Jam Selama 6 Jam (cm)
1 2 3 4 5 6
kontrol negatif
(Basis salep) 0,03 0.15 0.14 0.13 0.12 0.10 0.08 kontrol positif
(Betametasone) 0,03 0.15 0.14 0.12 0.10 0.07 0.04 Salep ekstrak daun
belimbing wuluh 2% 0,03 0.14 0.12 0.10 0.09 0.07 0.06 Salep ekstrak daun
belimbing wuluh
3% 0,03 0.14 0.13 0.11 0.09 0.07 0.05
Tabel 2. Hasil perhitungan persentase udem mencit setiap 1 jam selama 6 jam
Kelompok Dosis Persentase (%) udem setelah perlakuan tiap 1 Jam Selama 6 Jam (cm)
1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam Kontrol negatif
(Basis salep) 337,1 308,5 271,4 242,8 202,8 145,7 Kontrolpositif
(Betametasone) 337,1 300 260 194,2 108,5 14,28
Salep ekstrak daun
belimbing wuluh 2% 308,5 260 202,8 165,7 100 71,4 Salep ekstrak daun
belimbing wuluh 3% 317,1 288,5 231,4 165,7 117,1 51,4
22
Rata - rata tebal lipat kulit (cm)
Tabel 3. Hasil perhitungan persentase Inhibisi udem mencit setiap 1 jam selama 6 jam
Kelompok Dosis
Persentase (%) Inhibisi udem setelah perlakuan tiap 1 jam selama 6 Jam (cm)
1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam Kontrol negatif
(Basis salep) 0 0 0 0 0 0
Kontrol positif
(Betametasone) 33,71 2,75 4,200 20,01 46,49 90,19 Salep ekstrak daun
belimbing wuluh 2% 8,484 15,72 25,27 31,75 50,69 50,99 Salep ekstrak daun
belimbing wuluh 3% 5,932 6,482 14,72 31,75 42,25 64,72
350
300 Kontrol negatif
basis salep) 250
200 Kontrol positif
(betametasoen) 150
100 Salep ekstrak daun
belimbing wuluh
50 konsentrasi 2%
Salep ekstrak daun
0 belimbing wuluh
konsentrasi 3%
1 2 3 4 5 6 waktu (jam)
Grafik 1. Rata - rata selisih tebal lipatan kulit punggung mencit tiap 1 jam selama 6 jam.
23 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan efek antiudema sediaan salep ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) secara topikal pada kulit punggung mencit (Mus musculus). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan mencit sebanyak 12 ekor dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kontrol positif menggunakan betametasone yang mengandung betametasone valerate 0.1 %, kontrol negatif menggunakan basis salep, dan kelompok perlakuan sediaan salep ekstrak daun belimbing wuluh 2% dan 3%. Betametasone termasuk obat golongan NSAID dimana obat ini bekerja dengan cara mencegah terlepasnya senyawa kimia tubuh yang bisa menyebabkan peradangan. Parameter yang diamati pada pengujian antiudema merupakan tebal edema pada kulit punggung mencit. Tebal edema yang di maksud adalah tebal kulit punggung mencit yang meningkat dari tebal kulit punggung normal setiap 1 jam selama 6 jam setelah diinjeksi karagenan dengan konsentrasi 3% secara subkutan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Inflammation associated oedema yaitu metode yang menggunakan jangka sorong untuk mengukur tebal lipatan kulit punggung mencit. Karena jangka sorong merupakan alat untuk mengukur ketebalan atau ketinggian suatu benda, terutama untuk mengukur tebal lipatan kulit punggung mencit.
Menurut (Singh, et al., 2014) pada jam pertama setelah di injeksi karagenan akan terjadi peningkatan edema karna karagenan akan menginduksi cedera sel sehingga sel tersebut akan melepaskan mediator yang seperti histamin, serotoni, dan bradikinin, serta produksi prostaglandin berlebih dalam jaringan. Mediator mediator inilah yang akan memicu munculnya edema.
Pada kelompok kontrol negatif yaitu basis salep rata-rata persen udem yang paling rendah pada jam ke-6 yaitu 145.7% dengan rata- rata tebal lipatan kulit punggung sebesar 0.08 cm.
Pada kelompok kontrol positif yaitu betametasone rata-rata persen udem yang paling rendah pada jam ke-6 yaitu 14.28% dengan rata-rata tebal lipatan kulit punggung sebesar 0.04 cm. Berdasarkan persen udem pada kontrol positif, efek inhibisi terbesar pada jam ke -6 sebesar 90.19%.
Pada kelompok zat uji daun belimbing wuluh konsentrasi 2% rata-rata persen udem yang paling rendah pada jam ke-6 yaitu 71.4% dengan rata-rata tebal lipatan kulit punggung sebesar 0.06 cm. Berdasarkan persen udem pada kelompok dengan konsentrasi 2%, efek inhibisi terbesar pada jam ke -6 sebesar 50.99%.
Pada kelompok zat uji daun belimbing wuluh konsentrasi 3% rata-rata persen udem yang paling rendah pada jam ke-6 yaitu 51.4% dengan rata-rata tebal lipatan kulit punggung sebesar 0.05 cm. Berdasarkan persen udem pada kelompok dengan konsentrasi 2%, efek inhibisi terbesar pada jam ke -6 sebesar 64.72%.
Dari keempat perlakuan diatas yaitu basis salep sebagai kontrol negatif mengalami penurunan tebal lipatan kulit punggung sebesar 43.79%. Betametasone sebagai kontrol positif sebesar 73.85%, salep ekstrak daun belimbing wuluh konsentrasi 2% sebesar 58.04%
dan salep ekstrak daun belimbing wuluh konsentrasi 3% sebesar 63.69%. Jadi, selain betametasone yang berfungsi untuk menurunkan edema, salep ekstrak daun belimbing wuluh dengan konsentrasi 3% juga berkhasiat untuk menurunkan edema pada kulit punggung mencit. Daun belimbing wuluh mengandung senyawa flavonoid yang dapat menghambat terjadinya udem. Mekanisme flavonoid dalam menghambat terjadinya udem melalui dua cara yaitu menghambat asam arakidonat dan sekresi enzim lisosom dari endothelial sehingga menghambat proliferasi dan eksudasi dari proses radang. Terhambatnya pelepasan asam arakidonat dari sel inflamasi akan menyebabkan kurang tersedianya substrat arakidonat
24 bagi jalur siklooksigenase dan jalur lipooksigenase. Protease lisosom merupakan salah satu mediator kimiawi inflamasi yang memiliki aktivitas enzimatis langsung sehingga penghambatan enzim ini dapat mengurangi udema (Vinay et al., 2007).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dalam bentuk sediaan salep dengan konsentrasi 3%
memiliki efek antiudema dengan menurunkan tebal lipatan kulit punggung pada mencit sebesar 63,69% setelah penggunaan selama 6 jam.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai khasiat dari ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dalam bentuk sediaan lain dan menggunakan metode pengujian lain.
DAFTAR RUJUKAN
Akbar, Budhi. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi Sebagai Bahan Antifertilitas. Jakarta
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. EGC. Jakarta.
Departemen Kesehatan. 1979. Farmakope Indonesia (Edisi III). Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan. 2014. Farmakope Indonesia (Edisi V). Jakarta.Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Hanani, Endang. 2016. Analisis Fitokimia, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Hal 10-13
Hidayat, S, dan Napitupulu, R.M,. 2015. Kitab Tumbuhan Obat. Cetakan pertama. AgriFlo (Penebar Swadaya Grup). Jakarta
Katzung,B.G.2006. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 6. EGC. Jakarta. Liantari, D.S.
2014. Effect of wuluh starfruit leaf extract for Streptococcus mutans growth. J.
Majority 3(7): 27-33.
Malole, M.B.M., dan purnomo. S.S.U. 1989. Penggunaan Hewan– Hewan Percobaan di Laboratorium. Departemen Pendidikan Tinggi Pusat Antara Universitas Bioteknologi IPB. Bogor
Nugroho, Agung E. 2014. Farmakologi: Obat-Obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan. Cetakan ke-2. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Nurdiansyah, I., 2013. “Pengaruh Pemberian Ekstrak Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Jumlah Spermatid dan Spermatozoa Tikus Putih(Rattus norvegicus). Skripsi.
Universitas Sebelah Maret. Surakarta
Necas, J., Bartosikova, L. (2013). Carrageenan: a review, Faculty of Medicine and Dentistry.
Palacky University. Olomouc. Czech Republic: Veterinarni Medicina. 58 (4): 187–205.
Odel, R.R. 2010. “Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Mencit (Mus musculus. Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam. Makassar
Putriana, A,. 2018 “Ekstrak Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Sebagai Ovisida Keong Mas (pomacea canalicuta L.) Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Intan. Lampung
25 Pramitaningastuti, A.S. dan Anggraeny, E.N. 2017. Uji Efektivitas Antiinflamasi Ekstrak
Etanol Daun Srikaya (Annona squamosa L.) Terhadap Edema Kaki Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi. Semarang
Pratiwi, R., 2015 “Kandungan Saponin Buah, Daun danTangkai Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) ”Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Rasab, S., 2016. “ Uji Aktivitas Antimikroba Fraksi Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Beberapa Mikroba Uji. Skripsi. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Singh, Amritpal, Maholtra, S., & Subban, R. (2008). Antiinflamatory and Analgesic Agents From Indian Medicinal Plants. International Journal of Integrative Biology
Suhendar, G,E.,Sambhodo, P., Harjanti, D,W., 2017. Pengaruh Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) “Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim. Malang
Suparmini, I. dan Wulandari, A. 2014, Herbal Nusantara 1001 Ramuan Tradisional Asli Indonesia, Edisi 1, Rapha Publishing. Yogjakarta.
Thamizh SN, Santhi PS, Sanjayakumar YR, Venugopalan TN, Vasanthakumar KG, Swamy GK. 2015. Hepatoprotective activity of averrhoa bilimbi fruit in acetaminophen induced hepatotoxicity in wistar albino rats. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research.7(1):535-40.
Wilmana P. F. dan Gan S. 2012. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Jakarta