• Tidak ada hasil yang ditemukan

DUKUNGAN SOSIAL PADA MANTAN PECANDU NARKOBA SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi persyaratan. Ujian Sarjana Psikologi. Oleh: NUR AINUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DUKUNGAN SOSIAL PADA MANTAN PECANDU NARKOBA SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi persyaratan. Ujian Sarjana Psikologi. Oleh: NUR AINUN"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

NUR’AINUN 131301014

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Nur’ainun dan Hasnida, Ph.D., Psikolog

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tipe dukungan sosial yang paling berperan pada mantan pecandu narkoba disaat menjalani masa-masa ketergantungan zat (adiksi). Sampel dalam penelitian ini ialah para mantan pecandu narkoba yang sudah berhenti pemakaian narkoba kurang lebih 2 tahun sebanyak 60 orang di wilayah Medan dan sekitarnya. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling sebagai metode pengambilan data sampel. Ketika melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan adaptasi modifikasi alat ukur dukungan sosial yang telah digunakan pada penelitian Bias (2009) yang menggunakan teori dukungan sosial dari Sarafino (2011). Hasil dari penelitian ini didapatkan empat tipe dukungan sosial yang diterima oleh mantan pecandu narkoba yaitu pada tipe dukungan emosional memiliki persentase tertinggi sebesar (40%), dilanjutkan dukungan informasional memiliki persentase sebesar (38, 33%), kemudian dukungan instrumental memiliki persentase (33,33%), dan dukungan pertemanan memiliki persentase yang sama besar yaitu sebesar (31,67%).

Kata Kunci : Social Support, Narkoba, Mantan Pecandu Narkoba.

(8)

ABSTRACT

This purpose in this research to determine the type of social support that plays a role in ex-drug addicts while undergoing a period of substance dependence (addiction). The sample in this research is the ex drug addicts who have stopped the use of drugs for approximately 2 years as many as 60 people in the area of Medan and surrounding areas. The purposive technique sampel was used in this research. In this research is using social support scale from Bias (2009) which has been modified adaptation based on Sarafino theory (2011). The results of this study found from four types of social support received by ex-drug addicts that is in the type of emotional support has the highest percentage (40%), then informational support has a percentage (38,33%), and then instrumental support has a percentage (33.33%), and friendship support has a percentage (31,67%).

Key Word: Social Support, Drugs, Ex-Drug Addicts.

(9)

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi... v

Daftar Tabel ... viii

Daftar Lampiran ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 7

1.4.2 Manfaat Praktis ... 8

1.5 Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial ... 10

2.1.1 Definisi Dukungan Sosial ... 10

2.1.2 Tipe-tipe Dukungan Sosial ... 11

2.1.3 Konsep Dukungan Sosial ... 13

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial ... 14

2.1.5 Sumber-sumber Dukungan Sosial ... 15

(10)

2.2.2 Jenis-jenis Narkoba ... 16

2.3 Ketergantungan ... 18

2.3.1 Definisi Ketergantungan (Addict) ... 18

2.3.2 Efek Ketergantungan Zat ... 18

2.3.3 Karakteristik Ketergantungan Zat ... 20

2.3.4 Tahapan Ketergantungan ... 21

2.4 Relapse ... 22

2.4.1 Definisi Relapse ... 22

2.4.2 Tahapan Relapse ... 23

2. 5 Mantan Pecandu Narkoba ... 24

2.5.1 Definisi Mantan Pacandu Narkoba ... 24

2.2.3. Dinamika Social Support Pada Mantan PecanduNarkoba ... 24

2.7 Kerangka Berfikir... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 29

3.2. Identifikasi Variabel ... 30

3.3 Definisi Operasional... 30

3.3.1 Dukungan Sosial (Social Support) ... 30

3.3.2 Mantan Pecandu Narkoba ... 31

3.4 Populasi, sampel, Teknik Sampling dan Lokasi Penelitian ... 31

3.4.1 Populasi ... 31

3.4.2 Sampel ... 32

(11)

3.5 Instrument/ Alat Ukur yang Digunakan ... 33

3.5.1 Dukungan Sosial ... 34

3.6 Uji Coba Alat Ukur ... 35

3.6.1 Uji Validitas Alat Ukur ... 35

3.6.2 Uji Realibitas Alat Ukur... 36

3.6.3 Uji Daya Beda Aitem ... 36

3.7 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 37

3.7.1 Persiapan Penelitian ... 37

3.7.2 Pelaksanaan Penelitian ... 38

3.7.3 Pengolahan Data Penelitian ... 38

3.8 Metode Analisa Data ... 38

3.9 Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 39

3.9.1 Dukungan Sosial ... 39

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 43

4.2 Hasil Penelitian ... 44

4.2.1 Kategorisasi Data Penelitian ... 44

4.3 Gambaran Dukungan Sosial Berdasarkan Tipe Dukungan Sosial ... 45

4.4 Pembahasan ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Saran ... 71

(12)

Daftar Pustaka ... 73

(13)

Tabel 1 .Data Kasus Narkoba di Indonesia ... 1

Tabel 2. Blue Print Skala Dukungan Sosial Sebelum Uji Coba ... 35

Tabel 3. Blue Print Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Coba ... 40

Tabel 4. Blueprint Dukungan Sosial yang Dipakai Untuk Sampel ... 42

Tabel 5. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 43

Tabel 6. Gambaran Dukungan Sosial Berdasarkan Tipenya ... 45

Tabel 7. Kategorisasi Tipe Dukungan Sosial ... 46

(14)

Lampiran I

Hasil Analisa Try Out ... 69

Lampiran II

Data Mentah ... 71

Lampiran III

Skala Psikologi Terpakai ... 75

Lampiran IV

Hasil Analisa Deskriptif ... 81

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Di Indonesia, definisi mantan pecandu narkoba diambil dari UU Narkotika pasal 58 yang mendefinisikan seorang mantan pecandu narkoba merupakan seseorang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap narkotika secara fisik maupun psikis. Selain itu menurut WHO (World Health Organization), seseorang dapat dikatakan sebagai mantan pecandu narkoba jika telah berhasil bersih dari obat atau abstinesia (puasa) minimal selama 2 (tahun) (dalam Utami 2015). Dari kedua definisi diatas dapat dikatakan bahwa mantan pecandu narkoba merupakan seseorang yang telah bersih dari pemakaian narkoba selama 2 tahun dan telah sembuh dari ketergantungan fisik dan psikis

Seseorang yang dahulunya pernah menggunakan obat-obatan narkoba akan menimbulkan efek buruk dari ketergantungan (adiksi) secara fisik dan psikologi (Nurhidayati, 2014). Dampak buruk terhadap fisik yang akan terjadi salah satunya, gangguan pada sistem saraf (neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah. Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim. Gangguan pada endokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron,testosteron), serta gangguan fungsi seksual (Anggreni, 2015).

(16)

Adiksi (ketergantungan) dalam jangka waktu yang lama dapat mengurangi jumlah reseptor pada neuron penerima dimana dopamin berada. Perubahan pada sistem dopamin dapat menjelaskan adanya rasa ketagihan yang kuat dan munculnya kecemasan saat individu mengalami gelaja putus zat (Nevid, dalam Dyah, 2016). Hal ini memperlihatkan adanya kesulitan bagi individu dengan ketergantungan kimia dalam mempertahankan abstinensi (berhenti pemakaian).

Adanya kondisi biologi ini tentu mempengaruhi kondisi psikologis seseorang.

Kondisi biologis tak mampu sepenuhnya diubah karena tubuh telah berubah sedemikian rupa akibat penggunaan zat. Dorongan-dorongan akan selalu muncul dan menghantui para pecandu narkoba untuk kembali memakai narkoba.

Dampak buruk terhadap psikologis karena pemakaian narkoba adalah lamban dalam bekerja, ceroboh saat bekerja, sering tegang dan gelisah, hilangnya kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga, agitatif, tingkah laku brutal, sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan, cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, dan bahkan bunuh diri. Selain itu juga, dapat membuat dampak buruk dalam dunia sosial mereka, antara lain gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan, merepotkan dan menjadi beban keluarga, pendidikan menjadi terganggu, dan masa depan suram (Anggreni, 2015).

Mantan pecandu memiliki kecenderungan karakteristik tipikal yang berbeda dengan orang-orang pada umumnya, secara kognitif (lambat dalam memproses sebuah informasi), behavioral (lambat dalam bekerja, cenderung menyakiti diri, dan perilaku yang brutal). Dalam hal emosional (mudah marah, hilangnya kepercayaan diri), sosial (anti sosial, tidak mau bergaul dengan lingkungan sekitar dan apatis) dan interpersonal (sering melamun, dan

(17)

menyendiri). Berkembangnya karakteristik ini disebabkan oleh efek napza pada fungsi fisiologis maupun lamanya terpisah dari dunia nyata (Izhar, 2012).

Seseorang yang sudah dikatakan sebagai mantan pecandu narkoba, dengan tanpa adanya pemakaian bersih selama 2 tahun atau lebih, individu tersebut mengalami banyak faktor dan juga pengalaman seputar pemakaiannya dengan barang haram tersebut. Proses pemulihan pecandu narkoba bukanlah suatu proses yang singkat dan dapat dilakukan dengan mudah.

Sebelum benar-benar dikatakan lepas dari narkoba, maka dalam perjalanannya ada saat-saatnya mantan pecandu akan mengalami relapse kembali.

Suandana (2009), mengemukakan bahwa paradigma yang dianut oleh Indonesia selama ini harus diakui sebagai faktor utama dari terjadimya dehumanisasi (penghilangan harkat manusia) terhadap pengguna narkoba. Paradigma negatif dan steoritif terhadap pengguna narkoba menular dan membentuk paradigma yang sama ke dalam masyarakat. Paradigma ini secara tidak langsung memberikan pengaruh negatif pada pengguna napza dalam menumbuhkan motivasi dalam proses penyembuhannya. Kontribusi stigma dan diskriminasi pada mantan pecandu narkoba berdampak pada efek negatif. Masalah tersebut mampu memicu ketidakbahagiaan pada mantan pecandu narkoba.

Hasil dari penelitian Luoma (2007), menunjukaan bahwa 60% mantan pecandu mendapatkan perlakuan berbeda, 46% orang takut dengan mantan pecandu narkoba, 45% anggota keluarga menyerah dengan keluarganya yang diketahui pernah menggunakan narkoba, 38% mendapatkan penolakan dari teman-teman, 14% mantan pecandu narkoba menerima gaji rendah dan 39,5%

mendapatkan tiga atau lebih pengalaman tersebut. Diskriminasi dan perlakuan

(18)

yang didapatkan oleh mantan pecandu narkoba akan berdampak negatif bagi kehidupan mereka dan hal tersebut akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap mantan pecandu narkoba. Menurut Ariwibowo (2013), menginformasikan bahwa mantan pecandu narkoba memiliki kesulitan-kesulitan ketika kembali ke masyarakat bahkan dalam mencari pekerjaan. Hal ini disebabkan oleh stigma negatif masyarakat mengenai mantan pecandu narkoba.

Stigma dan diskriminasi yang diberikan oleh masyarakat tersebut bertolak belakang dengan dukungan sosial yang seharusnya diberikan.

Godaan besar lainnya bagi mantan pecandu narkoba adalah saat bertemu dengan teman sesama pamakai dahulu dan mendapatkan teman atau lingkungan baru tetapi juga akrab dengan narkoba. Menurut mereka, saat bertemu teman sesama pamakai dahulu seringkali mereka diajak untuk menggunakan narkoba kembali. Pengaruh dari teman-teman sesama pemakai dahulu memberikan andil yang cukup besar untuk mantan pecandu narkoba mengkonsumsi narkoba kembali.

Menurut Aztri (2010), menyandang status sebagai seorang mantan pecandu narkoba bukanlah jaminan bahwa dirinya terbebas dari godaan narkoba selamanya. Para mantan pecandu narkoba dihadapi dengan tantangan menghadapi godaan maupun tekanan dari teman dan lingkungan sekitar serta tantangan untuk melawan keinginan dari dalam diri sendiri untuk menggunakan narkoba kembali yang dikenal dengan istilah sugesti. Sugesti adalah ketergantungan mental, berupa munculnya keinginan untuk kembali menggunakan narkoba (Partodiharjo, 2006).

Sugesti tidak akan hilang meskipun tubuh sudah kembali berfungsi secara normal.

(19)

Bagi seorang mantan pecandu narkoba, untuk lepas dari belenggu napza merupakan perjuangan hidup yang dapat dikatakan seumur hidup, karena hampir seluruh dimensi pecandu telah rusak oleh kerusakan yang diakibatkan oleh kecanduannya. Pada penelitian (Yulia, 2011) yang membahas tentang bagaimana hubungan antara dukungan keluarga dengan keinginan untuk sembuh pada penyalahagunaan NAPZA di lembaga pemasyarakatan Wirogunan kota Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyalahgunaan napza di Lembaga Pemasyarakatan Wiroguna Yogyakarta sebagaian besar mendapatkan dukungan keluarga yang tinggi yaitu sebesar 27 responden (54%), 14 responden (28%) mendapatkan dukungan keluarga yang sedang , dan 9 responden (18%) mendapatkan dukungan yang rendah.

Subjek mendapatkan dukungan keluarga yang tinggi dikarenakan keluarga responden tinggal berdekatan dengan Lapas daerah Yogyakarta sehingga memungkinkan keluarga subjek untuk mengunjungi Lapas menyalahgunaan napza. Permasalahan ini sesuai dengan pernyataan dari KES MAS (2011), yaitu lingkungan yang mendukung seperti dukungan dari keluarga sangat berperan dalam proses penyembuhan seseorang yang mengalami ketergantungan obat. Hal ini disebabkan, tidak banyak dari mereka yang berkeinginan sembuhnya datang dari dalam dirinya sendiri, lebih banyak pengguna membutuhkan dukungan dari orangtuanya. Dan salah satu usaha untuk memperkuat mantan penyalahguna untuk tetap hidup bersih dari napza adalah dengan adanya family support (Yulia, 2011).

Bagi pecandu narkoba, tanpa adanya dukungan dari pihak luar kepada individu maka akan sulit baginya untuk bangkit dan berkembang selama masa

(20)

proses pengalihan dirinya menjadi mantan pecandu narkoba. Menurut Orford (1992), dukungan sosial bekerja dengan tujuan untuk memperkecil tekanan- tekanan atau stres yang dialami individu. Dengan kata lain jika tidak ada tekanan atau stres maka dukungan sosial tidak berpengaruh. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Papalia (1995) yang menyatakan bahwa pemberian social support dari orang yang berarti di seputar kehidupan individu (significant others) memberi kontribusi yang terbesar dalam meningkatkan harga diri seseorang. Peningkatan harga diri yang tinggi dapat mempercepat proses penyembuhan individu yang mengalami ketergantungan narkoba (Papalia, 1995).

Selanjutnya Orford (1992), menyatakan bahwa bentuk dukungan sosial yang diperlukan oleh individu dengan penerimaan diri yang rendah, membutuhkan dukungan sosial yang bersifat emosional dan kelompok sosial.

Mengingat hal tersebut, maka dukungan sosial sangat berperan dalam kehidupan individu yang mengalami ketergantungan napza.

Berdasarkan dari penjelasan diatas, penelitian ini ingin melihat gambaran setiap tipe-tipe dari dukungan sosial yaitu dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasional dan dukungan pertemanan diterima oleh mantan pecandu narkoba. Pada penelitian ini, akan didapatkan 4 skor pada dukungan sosial dari tipe-tipe dukungan sosial yang diteliti.

(21)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang sebelumnya, maka perumusan masalah penelitian ini adalah tipe dukungan sosial manakah yang paling banyak diterima oleh mantan pecandu narkoba?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tipe dukungan sosial manakah yang paling banyak diterima oleh mantan pecandu narkoba.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumber informasi bagi disiplin ilmu psikologi terutama pada bidang psikologi klinis dan sosial, mengenai dukungan sosial pada mantan pecandu narkoba.

b. Memberikan masukan kepada keluarga yang memiliki kerabat pemakai ataupun mantan narkoba untuk selalu memberikan dukungan sosial sesama kerabat, teman, maupun orang yang ada disekitarnya.

c. Memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa sebuah dukungan sosial sangatlah berarti bagi orang-orang yang membutuhkannya.

(22)

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Menggambarkan bagi pembaca mengenai dukungan sosial pada mantan pecandu narkoba.

b. Memberikan wawasan kepada pengamat sosial.

c. Dapat menjadi bahan masukan bagi pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang terlibat langsung dalam pemberdayaan mantan pecandu narkoba.

d. Memberikan pemikiran baru kepada masyarakat untuk saling membantu dalam pemulihan orang-orang yang terlibat dalam pemakaian narkoba.

1.5 Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan disajikan uraian singkat mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Dalam bab ini berisi uraian tentang landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori dukungan sosial yang terdiri dari pengertian dukungan sosial, tipe-tipe dukungan sosial, dan faktor yang mempengaruhi

(23)

dukungan sosial. Selain itu penelitian ini menggunakan teori narkoba, jenis- jenis narkoba, dampak penggunaan narkoba, teori addict, dan teori relapse.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, metode pengabilan sampel, alat ukur yang digunakan, prosedur penelitian dan metode analisa data yang digunakan untuk mengelola hasil data penelitian.

BAB IV : ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian yang terkait dengan kategorisasi data penelitian, gambaran dukungan sosial berdasarkan tipe dukungan sosial, dan pembahasan terkait dengan hasil penelitian.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab berisikan penjelasan mengenai kesimpulan, diskusi, dan saran dari penelitian yang telah dilaksanakan.

(24)

LANDASAN TEORI

2.1 Dukungan Sosial

2.1.1 Definisi Dukungan sosial

Dukungan sosial menurut Sarafino (2008), adalah hal yang mengacu pada kenyamanan yang diterima, diperhatikan, dan perasaan dihargai untuk membantu seseorang untuk menerimanya dari sebuah kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat. Kaplan, dan kawan-kawan (1992) juga menjabarkan bahwa dukungan sosial dapat didefinisikan sebagai sejumlah kontak sosial yang dibina oleh seseorang atau jaringan sosial lebih luas.

Konsep lain dikemukakan oleh Siegel (1999), menjelaskan bahwa dukungan sosial adalah suatu informasi yang berasal dari orang lain kita cintai, hargai, dan merupakan bagian dari komunikasi, kewajiban yang menguntungkan dari orangtua, kekasih, saudara, teman dan komunitas sosial lainnya.

Sarafino (2011), mendefinisikan dukungan sosial dengan memberikan kenyamanan pada orang lain, memberi perhatian dan menghargainya.

Sehingga individu dapat merasa lebih dihargai dan yakin akan kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi kendala atau kesulitan yang dihadapi. Selain itu, Ogden (2000), mengungkapkan istilah dukungan sosial secara umum mengacu kepada kenyamanan, kepedulian dan penghargaan individu yang dirasakan dari orang lain. Hal juga sesuai dengan pernyataan Uchino yang diungkapkan (dalam Sarafino, 2011), bahwa dukungan sosial mengacu pada

(25)

perasaan nyaman, diperhatikan, dihargai, atau menerima pertolongan dari orang atau kelompok lain.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah suatu dorongan atau bantuan nyata seperti kenyamanan, perhatian, penghargaan, serta hal-hal yang dapat memberikan keuntungan yang diberikan oleh orang-orang sekitar individu (keluarga, orangtua, pasangan, anak, saudara, dan sahabat) kepada individu yang sedang mengalami kesulitan, agar individu tersebut merasa dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai.

2.1.2 Tipe-tipe Dukungan Sosial

Menurut Sarafino (2011), tipe-tipe dukungan sosial adalah sebagai berikut:

a. Dukungan Emosional atau Dukungan Penghargaan

Terdiri dari ekspresi seperti perhatian, empati, pedui dan perhatian kepada seseorang. Dukungan ini akan menyebabkan penerima dukungan merasa nyaman, tentram kembali, merasa dimiliki dan dicintai ketika dia mengalami stres, memberi bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan personal, dan cinta.

b. Dukungan Nyata atau Instrumental

Merupakan dukungan yang paling sederhana untuk didefinisikan, yaitu dukungan yang berupa bantuan secara langsung dan nyata seperti memberi atau meminjamkan uang atau membantu meringankan tugas orang yang sedang stres.

(26)

c. Dukungan Informasi

Orang-orang yang berada di sekitar individu akan memberikan dukungan informasi dengan cara menyarankan beberapa pilihan tindakan yang dapat dilakukan individu dalam mengatasi masalah yang membuatnya stress. Terdiri dari nasehat, arahan, saran ataupun penilaian tentang bagaiman individu melakukan sesuatu. Misalnya individu mendapatkan informasi dari dokter tentang bagaimana mencegah penyakitnya kambuh lagi.

d. Dukungan Pertemanan

Merupakan dukungan yang dapat menyebabkan individu merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dimana anggota- anggotanya dapat saling berbagi. Misalnya menemani dan menghabiskan waktu bersama seseorang yang sedang dilanda waktu waktu yang sulit.

Dari penjelasan yang dipaparkan di atas, diketahui dukungan sosial memiliki empat tipe yang berbeda-beda dalam bentuk dukungannya.

Dukungan emosional, lebih berkaitan dengan bentuk emosi seperti nasihat, arahan, dan motivasi. Dukungan penghargaan memfokuskan dukungan yang diberikan saat individu mencapai suatu hal yang postif, seperti memberikan hadiah berupa pujian atau pengakuan ketika mendapatkan menyelesaikan pekerjaan.

Selanjutnya dukungan instrumental, tipe dukungan ini berkaitan dengan menolong individu yang sedang mengalami kesulitan, biasanya dilakukan oleh rekan kerja atau sahabat seperi meminjamkan uang, meminjamkan

(27)

sarana atau prasarana yang dibutuhkan. Dukungan informasi, dukungan ini berkaitan dengan pemberian informasi yang penting untuk kita, seperi memberikan alternatif, cara-cara, atau kiat-kiat hidup dalam hal tertentu.

2.1.3 Konsep Dukungan Sosial

a. Dukungan yang Dirasakan (Perceived Support)

Menurut Barrera (dalam Aprianti, 2012), mendefinisikan perceived social support sebagai keyakinan seseorang bahwa terdapat beberapa dukungan sosial yang tersedia ketika mereka membutuhkannya.

Menurut Sarafino dan Smith (dalam Mumpuni, 2012), menyatakan bahwa dukungan sosial bukan hanya mengacu kepada perilaku yang secara nyata dilakukan oleh seseorang, atau disebut received support, namun juga merujuk pada persepsi seseorang bahwa kenyamanan, perhatian, dan bantuan selalu tersedia jika dibutuhkan atau disebut dengan perceived support. Menurut Norris (1996), bahwa dukungan yang dirasakan (Perceived Support) secara lebih konsisten mampu meningkatkan kesehatan psikis dan melindungi psikis dari stres.

b. Dukungan yang Diterima (Received Support)

Received support mengacu ada perilaku menolong yang terjadi dan diberikan oleh orang lain.

(28)

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial

Reis mengungkapkan (dalam Balogun, 2014), ada tiga faktor yang mempengaruhi penerimaan dukungan sosial pada individu, yaitu:

a. Keintiman

Dukungan sosial lebih banyak diperoleh dari keintiman daripada aspek- aspek lain dalam interaksi sosial, semakin intim seseorang maka dukungan yang diperoleh akan semakin besar.

b. Harga diri

Individu dengan harga diri yang rendah akan memandang bantuan dari orang lain merupakan suatu bentuk penurunan harga dirinya karena dengan menerima bantuan orang lain diartikan bahwa individu yang bersangkutan tidak mampu lagi dalam berusaha.

c. Keterampilan sosial

Individu dengan pergaulan yang luas akan memiliki keterampilan sosial yang tinggi, sehingga akan memiliki jaringan sosial yang luas pula.

Sedangkan individu yang memiliki jaringan sosial kurang luas memiliki keterampilan sosial rendah.

Pemaparan di atas menjelaskan mengenai apa-apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial itu sendiri. Ada tiga faktor yaitu, keintiman, harga diri, dan keterampilan sosial. Semua faktor tersebut sangatlah penting dalam mempengaruhi dukungan sosial seseorang.

(29)

2.1.5 Sumber-sumber Dukungan Sosial

Sumber-sumber dukungan sosial menurut Goldberger & Breznitz (2012), adalah orang tua, saudara kandung, anak-anak, kerabat, pasangan hidup, sahabat rekan sekerja, dan juga tetangga. Dukungan sosial yang kita terima dapat bersumber dari berbagai pihak. Kahn & Antonoucci (dalam Orford, 1992), membagi sumber-sumber dukungan social menjadi tiga kategori, yaitu:

a. Sumber dukungan sosial yang stabil sepanjang waktu perannya, berasal dari orang-orang yang selalu ada sepanjang hidupnya, yang selalu bersama dengannya dan mendukungnya. Misalnya: keluarga dekat, pasangan (suami atau istri), atau teman dekat.

b. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan dalam hidupnya dan cenderung mengalami perubahan sesuai dengan waktu. Sumber dukungan ini meliputi teman kerja, sanak keluarga, dan teman sepergaulan.

c. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang memberi dukungan dan memiliki peran yang sangat cepat berubah. Meliputi dokter atau tenaga ahli atau profesional, keluarga jauh. Dukungan sosial yang diterima oleh residen dapat berasal dari siapa saja, namun yang lebih sering memberi dukungan adalah keluarga dan temannya sesama residen.

(30)

2.2 Narkoba

2.2.1 Definisi Narkoba

Narkotika menurut UU RI No 22 Tahun 1997, narkotika, yaitu zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Psikotropika yaitu zat atau obat, baik alami maupun sintesis bukan narkotik yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf dan menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.

2.2.2 Jenis-Jenis Narkoba

Menurut Darmono (2005), narkoba yang masuk ke dalam tubuh memiliki efek yang berbeda-beda karena masing-masing jenisnya mempunyai sasaran utama pada saraf tertentu, sehingga efek berdasarkan efeknya, narkoba bisa dibedakan menjadi tiga:

1. Depresan

Depresan merupakan suatu zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Depresan menekan pada organ tubuh dan otak. Hal ini selayak- sistem sistem saraf pusat dan mengurangi aktifitas fungsional dan tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tak sadarkan diri. Contoh obat yang

(31)

tergolong dalam obat depresan adalah morfin, heroin, codein, alkohol, marbiturat, dan valium.

2. Stimulan

Stimulan adalah obat-obatan yang menaikkan tingkat kewaspadaan di dalam rentang waktu singkat. Stimulan biasanya menaikkan efek samping dengan menaikkan efektivitas dan berbagai jenis yang lebih hebat seringkali disalahgunakan menjadi obat yang ilegal atau dipakai tanpa resep dokter. Stimulan merangsang narkoba fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta kesadaran. Contoh obat yang tergolong dalam obat stimulan adalah kafein, nikotin, kokain, amfetamin, ekstasi, dan shabu.

3. Halusinogen

Halusinogen adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat mengubah perasaan, pikiran, dan seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Efek utama halusinogen adalah mengubah daya persepsi atau mengubah akibatkan halusinasi. Contoh obat yang tergolong dalam obat halugsinogen adalah ganja.

Berdasarkan kelompoknya, narkoba itu sendiri terdiri dari tiga golongan besar yaitu depresan, stimulans, dan halugsinogen. Golongan depresan itu sediri, lebih memfokuskan si pengguan pada ketidaksadaran dan merasa tenang. Kelompok stimulans, jenis obat-obatan ini memiliki dampak yang akan membuat tubuh terangsang pada kegairahan dan kesadaran. Golongan yang

(32)

terakhir, yaitu jenis halusinogen, jenis obat ini dapat membuat si penggunanya merasa fly dan berhalusinasi.

2.3 Ketergantungan

2.3.1 Definisi Ketergantungan (Addict)

Menurut Utami (2015), ketergantungan adalah keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah zat/obat yang makin bertambah (toleransi), dan apabila pemakaiannya dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala putus zat (withdrawal symptom).

2.3.2 Efek Ketergantungan Zat a. Ketergantungan Perilaku

Ketergantungan secara perilaku adalah menekankan pada aktivitas mencari zat dan bukti terkait tentang pola penggunaan patologis.

Sedangkan ketergantungan fisik adalah merujuk pada efek fisik (fisiologis) dari episode multiple penggunaan zat. Selain itu ketergantungan juga berhubungan dengan kata kecanduan dan pecandu.

b. Ketergantungan Psikologis

Ketergantungan psikologis adalah kondisi ketergantungan yang ditandai dengan stimulasi kognitif dan efektif yang mendorong kognitif (perilaku) seseorang untuk selalu mengonsumsi narkoba.

Stimulasi kognitif tampak pada individu yang selalu membayangkan, memikirkan, dan merencanakan untuk dapat menikmati narkoba.

(33)

Sementara itu, stimulasi afektif adalah rangsangan emosi yang mengarahkan individu untuk merasakan kepuasan yang pernah dialami sebelumnya. Orang yang memiliki stimulasi afektif cenderung akan mengulang-ulang kenikmatan dari pengonsumsian narkoba sebelumnya. Sementara itu, kondisi konatif merupakan hasil kombinasi dari stimulasi kognitif ataupun stimulasi afektif, berupa perilaku nyata (real behavior) dalam bentuk penggunaan narkoba yang sesunguhnya. Dengan demikian, ketergantungan psikologis ditandai dengan ketergantungan pada aspek-aspek pemikiran (kognitif), emosi-perasaan (afektif) untuk selalu tertuju pada narkoba, dan berusaha sungguh-sungguh untuk mengonsumsinya.

c. Ketergantungan Fisiologis

Ketergantungan fisiologis adalah kondisi ketergantungan yang ditandai dengan kecenderungan sakaw (lapar/haus akan narkoba).

Sensasi rasa lapar atau haus mendorong individu untuk segera mengonsumsi narkoba. Kondisi sakaw sering kali tak mampu dihambat atau dihalangi pecandu. Karena itu, mau tak mau ia harus memenuhinya. Tidak terpenuhinya rasa sakaw akan menyebabkan suatu penderitaan (kelaparan/kehausan). Dengan demikian, orang yang mengalami ketergantungan secara fisiologis terhadap narkoba, akan sulit dihentikan atau dilarang untuk mengonsumsi. Semakin keras dilarang, semakin keras pula ia berupaya bagaimana memperoleh dan dapat mengonsumsi narkoba tersebut. Apakah

(34)

dengan cara halal atau tidak, seseorang tidak memedulikan lagi norma-norma etika yang ada dalam lingkungan sosial.

2.3.3 Karakteristik Ketergantungan Zat

Kriteria DSM-IV-TR (APA, 2000), untuk ketergantungan zat, yang menimbulkan penderitaan yang secara klinis signifikan, yang dimanifestasikan oleh tiga (atau lebih) hal berikut, terjadi dalam periode 12 bulan yang sama:

1. Toleransi, seperti didefinisikan salah satu di bawah ini:

a. Kebutuhan untuk terus meningkatkan jumlah zat untuk mencapai intoksikasi atau efek yang diinginkan.

b. Penurunan efek yang sangat nyata dengan berlanjutnya penggunaan zat dalam jumlah yang sama.

2. Putus zat, seperti didefenisikan salah satu di bawah ini:

a. Karakteristik sindrom putus zat untuk zat tersebut (mengacu kriteria A dan B untuk keadaan purus zat dari suatu zat spesifik),

b. Zat yang sama (atau berkaitan erat) dikonsumsi untuk meredakan atau menghindari gejala putus zat,

3. Zat sering dikonsumsi dalam jumlah lebih besar atau dalam periode yang lebih lama dari seharusnya.

4. Terdapat keinginan persisten atau ketidakberhasilan upaya untuk mengurangi atau mengendalikan aktivitas penggunaan zat.

(35)

5. Menghabiskan banyak waktu melakukan aktivitas yang diperlukan untuk memperoleh zat (contoh., mengunjungi banyak dokter atau berkendara jarak jauh), menggunakan zat (contoh., merokok „seperti kereta api‟), atau untuk pulih dari efeknya.

6. Mengorbankan atau mengurangi aktivitas reaksional, pekerjaan, atau sosial yang penting karena penggunaan zat.

7. Penggunaan zat berlanjut meski menyadari masalah fisik atau psikologis yang dialami mungkin disebabkan atau dieksaserbasi (kambuh) zat tersebut (contoh: saat ini menggunakan kokain walau menyadari adanya depresi terinduksi (tercampur) kokain atau minum berkelanjutan meski mengetahui bahwa ulkus (luka) akan menjadi lebih parah dengan mengonsumsi alkohol).

2.3.4 Tahapan Ketergantungan

Sebelum mengalami ketergantungan, individu memiliki pola umum yang menghantarnya menuju adiksi. Berikut adalah beberapa tahapan menuju adiksi (Nevid, 2005):

a. Eksperimantasi

Merupakan tahap coba-coba atau menggunakan secara berkala. Pada tahap ini, pengguna merasa nyaman bahkan euforik. Pengguna merasa masih dapa mengendalikan diri dan marasa takin bahwa mereka dapat berhenti sewaktu-waktu.

(36)

b. Penggunaan Rutin

Pada tahap ini, individu mulai mengatur dirinya untuk mendapatkan dan menggunakan obat. Individu mulai menyangkal untuk menutupi konsekuensi negatif dari perilaku mereka. Selain itu, nilai-nilai yang dianut individu mulai berubah, seperti menganggap obat merupakan hal yang lebih berharga dibandingkan hal penting lainnya (seperti keluarga, pekerjaan, dan sebagainya). Tahapan ini ditandai dengan munculnya masalah akibat pengunaan obat.

c. Adiksi / ketergantungan

Pada tahapan ini, individu merasa tidak berdaya untuk menolak obat karena ingin mengalami efek obat atau untuk menghindari adanya gejala putus zat.

2.4 Relapse

2.4.1 Definisi Relapse

Relapse atau kekambuhan berarti individu secara utuh kembali pada pola adiksinya atau kembali pada penyimpangan perilakunya (Jiloha, 2011).

Relapse berarti penggunaan atau penyalahgunaan zat setelah individu menjalani proses rehabilitasi secara fisik dan psikis. Slip atau Lapse mengarah pada satu episode, satu hari, dan mengarah pada akibat kembalinya perilaku menggunakan narkoba (Jiloha, 2011).

(37)

2.4.2 Tahapan Relapse

Menurut Melemis (2015), tahapan Relapse adalah sebagai berikut : 1. Emotional Relapse

Selama mengalami emotional relapse, individu tidak berpikir untuk menggunakan kembali karena mereka mengingat saat-saat tritmen sehingga mereka tidak ingin menggunakan. Tanda-tanda emotional relapse antara lain seperi mengisolasi diri, pergi kepertemuan tetapi tidak ingin berbagi pengalaman, kebiasaan makan dan minum yang buruk. Pada tahapan ini, kepedulian diri menjadi aspek yang paling penting. Bagi sebgaian besar individu, kepedulian diri adalah mengenai kepedulian emosi yang terjadi pada diri.

2. Mental Relapse

Pada tahapan ini, individu sedang berperang dengan pikirannya sendiri. Pikiran individu mengalami pertentangan antara adanya pengurangan perlawanan untuk relapse dengan keinginan untuk menghindari. Tanda-tanda dari mental relapse antara lain mengidam narkoba, berpikir tentang sesuatu (orang, tempat, dan benda) yang berkaitan dengan penggunaan narkoba dimasa lampau, meminimalkan konsekuensi dari pemakaian dimasa lalu, self-bargaining, berbohong, memikirkan rencana untuk menggunakan dibawah kontrol diri, melihat kesempatan untuk relapse, dan merencanakan untuk relapse.

(38)

3. Physical Relapse

Pada tahapan ini, individu mulai menggunakan kembali narkoba setelah sekian lama mengalami abstinen (puasa). Beberapa peneliti membedakan antara lapse dan relapse. Lapse berarti awal mula mengkonsumsi alkohol maupun narkoba, sedangkan relapse berarti mengalami penggunaan yang tidak terkendali.

2.5 Mantan Pecandu Narkoba

2.5.1 Definisi Mantan Pacandu Narkoba

Menurut Kamus umum Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1982) arti pecandu adalah pemakai atau penggemar. Sedangkan menurut Adisti (2007), istilah narkotika pecandu diartikan sebagai addict, yaitu orang yang sudah menjadi “budak dari obat”, dan tidak mampu lagi menguasai dirinya apapun melepaskan diri dari cengkraman obat yang sudah menjadi tuannya. Secara fisik dan psikis seperti didorong untuk kembali lagi menggunakan obat tersebut.

Menurut WHO, seseorang dapat dikatakan sebagai mantan pecandu narkoba jika telah berhasil bersih dari obat atau abstinesia minimal selama dua (tahun) (Utami, 2015).

2.6 Dinamika Dukungan Sosial Pada Mantan PecanduNarkoba

Dukungan sosial adalah suatu dorongan atau bantuan nyata seperti kenyamanan, perhatian, penghargaan, serta hal-hal yang dapat memberikan keuntungan yang diberikan oleh orang-orang sekitar individu (keluarga, orangtua, pasangan, anak, saudara, dan sahabat) kepada individu yang sedang mengalami kesulitan, agar individu tersebut merasa dicintai, diperhatikan,

(39)

dihargai dan bernilai. Orang-orang yang mengalami masa-masa tersulit mereka akan terasa ringan jika ada seseorang yang kuat dan tetap memberikan dukungan sosial dengan banyak cara. Baik itu secara emosional, seperti nasihat, arahan, motivasi, kasih sayang, dan masih banyak lagi. Bisa juga dukungan secara informasi, memberikan kiat-kiat atau cara-cara untuk memudahkan masalah kita.

Begitu juga kepada orang-orang yang pernah masuk dalam dunia gelap dengan memakai barang haram seperti narkoba. Narkoba merupakan (singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya) bahan atau zat yang jika dimasukkan dalam tubuh manusia, baik secara oral atau diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang setelah menggunakannya. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis (Nurhidayati, 2014). Ada banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari pemakaian narkoba itu sendiri, antara lain merusak organ- organ tubuh, mempengaruhi berkurangnya daya pikir seseorang atau membuat pikiran menjadi tidak rasional, kerusakan otak secara permanen, dan akibat yang lebih mengerikan lagi adalah berujung pada kematian (Izhar, 2012).

Ada banyak hal-hal terselubung yang mengakibatkan mereka akhirnya memakai obat tersebut. Banyak penelitian menjelaskan bahwa dukungan sosial itu sendiri memiliki dampak positif dalam berbagai permasalahan dari aspek kehidupan. Salah satunya, penelitian dari Retno dan Nilam (2009), yang meneliti tentang penyesuaian diri pada remaja mantan pengguna

(40)

narkoba. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat peranan yang signifikan dari dukungan orangtua terhadap penyesuaian diri remaja mantan pengguna narkoba sebesar 36.1%.

Dari penjelasan diatas, bahwa sebuah dukungan sosial sangat berperan dalam berbagai hal-hal yang bersifat negatif atau hopelessness. Kembali kepada individu yang menggunakan narkoba, pengguna narkoba memiliki faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik yang menyebabkan mereka memakai obat terlarang tersebut. Faktor instrinsik yang dimaksud seperti, kurangnya perhatian dan kasih sayang yang membuatnya merasa kesepian. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Junaiedi (2003), mengenai makna hidup pada mantan pengguna NAPZA, hasil penelitian diperoleh bahwa faktor-faktor yang menyebabkan subjek menjadi pengguna NAPZA adalah aspek psikologis (kesepian dan penolakan sosial), faktor obat atau zat, hubungan keluarga dan pengaruh teman, selain itu subjek merasa dirinya sudah tidak berarti. Hal tersebut juga didukung dengan adanya penelitian yang menemukan bahwa dukungan sosial (berupa hubungan baik dengan orang tua, saudara, orang dewasa dan teman sebaya) yang diterima selama masa remaja dapat mengurangi penyalahgunaan obat-obatan Newcomb &

Bentler (1988 Santrock, 2003). Selain faktor instrinsik, ada pula faktor ekstrinsik yang mempengaruhi seseorang menggunakan narkoba yaitu seperti, terpengaruh lingkungan luar atau akibat dari peer group mereka yang negatif.

Dari beberapa fenomena yang banyak dipaparkan diatas, dapat dilihat bahwa dukungan sosial memiliki pengaruh yang positif dalam beberapa kasus kehidupan. Orang-orang yang awalnya pernah memakai narkoba, tetapi

(41)

dengan banyaknya dukungan sosial yang didapatkannya, dapat membuatnya berhenti memakai dan menjalani kehidupan sosial yang normal. Usaha pecandu untuk lepas dari belenggu napza merupakan perjuangan hidup yang dapat dikatakan seumur hidup, karena hampir seluruh dimensi pecandu telah rusak oleh kekacauan yang diakibatkan oleh kecanduannya. Pada penelitian Yulia (2011), yang meneliti bagaimana hubungan antara dukungan keluarga dengan keinginan untuk sembuh pada penyalahagunaan NAPZA di lembaga pemasyarakatan Wirogunan kota Yogyakarta, mengatakan bahwa para mantan penyalahguna harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya relapse, yaitu kembali menggunakan napza dengan pola yang sama. Salah satu usaha untuk memperkuat mantan penyalahguna untuk tetap hidup bersih dari NAPZA adalah dengan adanya family support (dalam Yulia, 2011).

(42)

2.7 Kerangka Berfikir

Dapat dipengaruhi oleh

Dapat berakibat

Dapat dibantu dengan Mantan pecandu

narkoba

Lingkungan dan teman sebaya

Sugesti (ketergantungan mental)

Relapse

Dukungan Sosial, Sarafino (2011) - Dukungan emosional

- Dukungan instrumental - Dukungan informasi - Dukungan pertemanan

(43)

Metode penelitian merupakan hal yang cukup mendasar dalam setiap penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data, dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian, definisi operasional, subjek penelitian, prosedur penelitian dan metode penelitian (Hadi, 2009).

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Penelitian kuantitatif menurut Azwar (2012), menekankan analisisnya dalam data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode desktiptif kuantitatif. Metode desktiptif merupakan metode yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta, karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif, tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi (Hasan, 2002).

Hasan (2002), menyatakan bahwa ada dua kegunaan penelitian deskriptif. Pertama, untuk pengembangan teori dan area penelitian yang baru.

Kedua, untuk mendapatkan deskripsi yang tepat mengenai proses-proses sosial yang kompleks sehingga dapat membantu kita unutk memahami faktor apa saja yang memperngaruhi suatu variabel dan faktor apa yang perlu diteliti lebih lanjut dalam penelitian berikutnya secara lebih mendalam.

(44)

3.2. Identifikasi Variabel

Adapun variabel yang diteliti adalah dukungan sosial.

3.3 Definisi Operasional 3.3.1 Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah kenyamanan fisik dan psikologis, seperti perhatian, penghargaan, dan kepedulian. Dukungan sosial yang diterima oleh mantan pecandu narkoba diukur menggunakan skala dukungan sosial dengan merujuk pada teori dukungan sosial yang dikemukakan oleh Sarafino (2011).

Semakin tinggi skor skala dukungan sosial maka semakin banyak dukungan sosial yang diterima oleh mantan pecandu narkoba begitu juga sebaliknya, semakin rendah skor skala dukungan sosial maka semakin sedikit dukungan sosial yang diterima oleh mantan pecandu narkoba. Dalam skala ini akan diperoleh 4 skor dukungan sosial, yaitu :

a. Dukungan Emosional

Merupakan bentuk dari kepedulian, perhatian, empati, kehangatan personal, dan cinta kepada seseorang.

b. Dukungan Nyata atau Instrumental

Merupakan bentuk bantuan seperti memberi atau meminjamkan uang atau membantu meringankan tugas seseorang.

c. Dukungan Informasi

merupakan bentuk bantuan dengan memberikan sebuah nasehat, arahan, saran, dan alternatif jawaban-jawaban.

(45)

d. Dukungan Pertemanan

yaitu bentuk dukungan seperti berkumpul dengan teman sekelompok dan menghabiskan waktu bersama

3.3.2 Mantan Pecandu Narkoba

Mantan pecandu narkoba adalah orang yang sudah berhenti dari pemakaian rutin obat-obatan dan narkoba. Seseorang dapat dikatakan sebagai mantan pecandu narkoba jika telah berhasil bersih dari obat atau abstinesia (puasa) minimal selama 2 tahun.

3.4 Populasi, Sampel, Teknik Sampling dan Lokasi Penelitian 3.4.1 Populasi

Populasi merupakan kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian (Azwar, 2013). Menurut Hadi (2002), populasi adalah seluruh objek yang dimaksudkan untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai jumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki suatu sifat yang sama.

Populasi didefinisikan sebagai kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Sebagai suatu populasi kelompok subjek ini harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang membedakannya dari kelompok subjek lain. Ciri yang dimaksud tidak terbatas hanya sebagai ciri lokasi, akan tetapi dapat terdiri dari karakteristik-karakteristik individu (Azwar, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah seseorang yang berada pada rentang usia remaja akhir, dewasa awal, dewasa masya yang sudah berhenti dari pemakaian narkoba minimal selama 2 tahun, dan berdomisili di Medan.

(46)

3.4.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh populasinya (Azwar, 2007). Sampel adalah sebagian dari populasi (Hadi, 2000). Sampel dalam penelitian ini adalah 60 orang yang telah menjadi mantan pecandu narkoba. Adapun karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah :

1. Berdomisili di Medan

2. Telah berhenti selama 2 tahun dari pemakaian narkoba

3. Rentang usia (remaja akhir, dewasa awal, dan dewasa madya)

3.4.3 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling adalah teknik yang digunakan untuk mengambil sampel dengan menggunakan prosedur tertentu dalam jumlah yang sesuai dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang dapat benar-benar mewakili populasi (Poerwati, 1994). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Insidental sampling. Teknik Insidental sampling merupakan salah satu teknik non probability sampling dengan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan atau insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2011).

Peneliti menggunakan teknik insidental sampling dikarenakan sulitnya menemukan subjek yang sesuai dengan karakteristik penelitian. Selain itu, peneliti juga melakukan screening berupa dengan cara menanyakan langsung

(47)

kepada seseorang yang bekerja di panti-panti rehabilitas narkoba yang ada di Medan dan pemukiman warga Medan.

3.4.4 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan dirumah rehabilitasi narkoba daerah Medan dan lingkungan pemukiman warga sekitar kota Medan.

3.5 Instrument / Alat Ukur yang Digunakan

Metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian bertujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti (Azwar, 2013). Metode pengambilan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala.

Skala merupakan suatu alat yang mengukur konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu. Penggunaan skala bertujuan untuk mendapatkan jawaban subjektif dari subjek dengan menempatkan respon pada titik-titik yang kontinum dan stimulus diberikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan (Azwar, 2012).

Pemilihan menggunakan skala psikologi dikarenakan pengukuran di dasarkan pada atribut-atribut psikologi yang bertujuan untuk mengungkap indikator perilaku dari atribut-atribut psikologi yang bersangkutan yang disajikan dalam bentuk aitem-aitem (Azwar, 2012). Penelitian ini menggunakan satu jenis alat ukur, yaitu alat ukur dukungan sosial. Pada pengisian skala ini, sampel diminta untuk menjawab pertanyaan yang ada dengan memilih salah satu jawaban dari beberapa alternatif jawaban yang tersedia. Skala ini diberi 4 (empat) alternatif jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).

(48)

Untuk pertanyaan favorable (pertanyaan mendukung), tingkatan penilaiannya adalah :

a. nilai 4 untuk jawaban SS (Sangat Setuju) b. nilai 3 untuk jawaban S (Setuju)

c. nilai 2 untuk jawaban TS (Tidak Setuju)

d. nilai 1 untuk jawaban STS (Sangat Tidak Setuju)

Untuk pertanyaan unfavorable (pertanyaan mendukung), tingkatan penilaiannya adalah :

a. nilai 4 untuk jawaban STS (Sangat Tidak Setuju) b. nilai 3 untuk jawaban TS (Tidak Setuju)

c. nilai 2 untuk jawaban S (Setuju)

d. nilai 1 untuk jawaban SS (Sangat Setuju) 3.5.1 Dukungan Sosial

Skala dukungan sosial yang digunakan pada penelitian ini mengadopsi teori dari tokoh Sarafino (2011). Dalam teori dukungan sosial Sarafino (2011), terdapat 4 (empat) tipe dukungan sosial, yaitu dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan instrumental, dan dukungan pertemanan.

(49)

Tabel 2. Blue Print Skala Dukungan Sosial (Sebelum Uji Coba)

No .

Tipe Dukungan Sosial

Indikator Keperilakuan

Aitem Jum

Favora lah ble

Unfavo rable 1 Dukungan

Emosional

(Seperti Perhatian, Empati, Peduli Dan Perhatian Kepada Seseorang)

1, 2, 12, 16, 18

5 6

2 Dukungan Instrumental

Bantuan Secara Langsung Dan Nyata Seperti Memberi Atau Meminjamkan Uang Atau Membantu

6, 7, 8. 9 4

3 Dukungan Informasi

Memberikan Dukungan Informasi Dengan Cara Menyarankan Beberapa Pilihan Tindakan Yang Dapat Dilakukan Individu

4,10, 11, 14

13 5

4 Dukungan Pertemanan

Individu Merasa Bahwa Dirinya Merupakan Bagian Dari Suatu Kelompok Dimana

Anggota- Anggotanya Dapat Saling Berbagi

3, 15, 17

19 4

Total 19

3.6 Uji Coba Alat Ukur

3.6.1 Uji Validitas Alat Ukur

Validitas alat ukur adalah sejauh mana skala tersebut dapat menghasilkan data yang akurat dan cermat sesuai dengan tujuan ukurnya.

Suatu tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat ukur tersebut menghasilkan data yang relevan dengan tujuan pengukuran (Azwar, 2012).

(50)

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas tampang (face validity) dan validitas isi (content validity). Validitas tampang berusaha dicapai dengan penyajian alat ukur yang rapi dan jelas. Alat ukur akan disajikan di kertas A4 dalam bentuk booklet dengan jenis huruf Times New Roman dan ukuran huruf 12.

Validitas isi diusahakan tinggi melalui pengujian aitem dengan professional judgement yang dalam hal ini adalah dosen pembimbing yang ahli dalam bidang Psikologi Klinis melalui proses telaah aitem-aitem alat ukur.

3.6.2 Uji Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil yang diperoleh dari suatu pengukuran dapat dipercaya. Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah internal reliability yaitu koefisien alpha. Untuk menguji reliabel adalah sejauh mana alat ukur itu dapat digunakan formula alpha cronbach melalui bantuan program khusus. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien relibilitas yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00.

Semakin mendekati angkat 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Dan sebaliknya, koefisien yang semakin redah mendekati 0 maka akan semakin rendah relibilitasnya (Azwar, 2012).

3.6.3 Uji Daya Beda Aitem

Awalnya pada pembuatan aitem yang telah disesuaikan dengan format buleprint, peneliti merujuk pada professional judgement dalam penseleksian aitem untuk menghindari adanya kalimat-kalimat yang kurang jelas atau

(51)

ambigu, lalu peneliti akan melakukan uji coba aitem (try out) kepada subjek dengan karakteristik yang sesuai dengan populasi penelitian.

Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem ini adalah dengan memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur atau dengan kata lain, memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2012). Uji daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan skor total tes itu sendiri, menggunakan aplikasi reliability analysis pada SPSS sehingga didapatkan koefisien aitem total yang telah dikoreksi.

Selanjutnya semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.30 dianggap memiliki daya beda yang memuaskan. Aitem yang memiliki harga r

< 0.30 diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya diskriminasi rendah (Azwar, 2012).

3.7 Prosedur Pelaksanaan Penelitian 3.7.1 Persiapan Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pengadaptasian pada skala dukungan sosial yang sebelumnya sudah diuji coba pada penelitan Rembulan (2015), yang berjudul pengaruh self-esstem dan dukungan sosial terhadap resiliensi mantan pecandu narkoba. Pada skala dukungan sosial tersebut.

Skala ini terdiri dari 19 aitem yang masing-masing terdiri dari keempat

(52)

bentuk dari dukungan sosial yang berasal dari teori dukungan sosial (Sarafino, 2011).

3.7.2 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada awal semester ganjil tahun ajaran 2017/2018 yaitu tepatnya sekitar awal bulan Mei 2017 sampai dengan Juli 2017. Pengambilan data penelitian ini dilakukan pada rumah-rumah Rehabilitasi Narkoba dan lingkungan pemukiman warga sekitar kota Medan.

3.7.3 Pengolahan Data Penelitian

Pengolahan data pada penelitian ini dibantu dengan program khusus.

Pada program khusus, peneliti menggunakan rumus untuk mengetahui kategorisasi pada variabel dukungan sosial, mean (nilai rata-rata), nilai minimun, nilai maksimum, standard deviation, dan gambaran atau deskripsi secara umum pada varibel yang sedang diteliti.

3.8 Metode Analisa Data

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menggambarkan masalah yang terjadi pada masa sekarang atau yang sedang berlangsung. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan suatu situasi yang hendak diteliti dengan dukungan studi kepustakaan sehingga lebih memperkuat analisa peneliti dalam membuat suatu kesimpulan. Hasil penelitian diperoleh dari hasil perhitungan indikator-indikator variabel penelitian kemudian dipaparkan secara tertulis oleh peneliti. Data yang diperoleh akan diolah dengan analisis statistik dengan teknik analisis deskriptif dengan bantuan program khusus. Alasan yang mendasari digunakannya analisis statistik

(53)

adalah karena statistik dapat menunjukkan kesimpulan atau generalisasi penelitian. Pertimbangan lainnya yang mendasari menggunakan analisa statistik adalah statistik bekerja dengan angka, statistik bersifat objektif, dan statistik bersifat universal (Hadi, 2000).

Dalam penelitian ini, analisis statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif yang bertujuan untuk memberikan deskriptif mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh untuk kelompok subjek yang diteliti atau tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis. Data yang diperoleh akan diolah dengan metode analisis deskriptif. Data yang akan diolah yaitu skor minimum, skor maksimum, mean, dan standar deviasi.

Untuk lebih jelasnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program khusus.

3.9 Hasil Uji Coba Alat Ukur 3.9.1 Dukungan Sosial

Sebelum melakukan penelitian, alat ukur dukungan sosial hendaknya diujicobakan terlebih dahulu. Pada penelitian ini, dilakukan try out skala dukungan sosial kepada 30 subjek mantan pecandu narkoba. Berikut ini adalah blue print dari skala dukungan sosial.

(54)

Tabel 3. Blue Print Skala Dukungan Sosial (Setelah Uji Coba)

N o.

Tipe Dukungan Sosial

Indikator Keperilakuan

Aitem Juml

Favora ah ble

Unfavora ble 1 Dukungan

Emosional

(Seperti Perhatian, Empati, Peduli Dan Perhatian Kepada Seseorang)

1, 2, 12, 16, 18

5 6

2 Dukungan Instrumental

Bantuan Secara Langsung Dan Nyata Seperti Memberi Atau Meminjamkan Uang Atau Membantu

6, 7, 8. 9 4

3 Dukungan Informasi

Memberikan Dukungan Informasi Dengan Cara Menyarankan Beberapa Pilihan Tindakan Yang Dapat Dilakukan Individu

4,10, 11, 14

13 5

4 Dukungan Pertemanan

Individu Merasa Bahwa Dirinya Merupakan Bagian Dari Suatu Kelompok Dimana

Anggota- Anggotanya Dapat Saling Berbagi

3, 15, 17

19 4

Total 19

Keterangan : penebalan pada nomor aitem menandakan aitem tersebut gugur

Hasil uji coba skala dukungan sosial menunjukkan bahwa dari 19 aitem yang diujicobakan, terdapat 3 aitem yang gugur dan 2 aitem yang direvisi redaksi kalimatnya. 3 aitem yang telah gugur adalah aitem nomor 5 dengan nilai daya diskriminasi aitemnya (,197), aitem nomor 9 dengan nilai daya diskriminasi aitemnya (,096) , dan aitem nomor 17 dengan nilai daya

(55)

diskriminasi aitemnya (-,086). Dan 2 aitem direvisi redaksi kalimatnya yaitu aitem nomor 6 dengan nilai diskriminasi aitemnya (,233), dan aitem nomor 13 dengan nilai daya diskriminasi aitemnya (,276).

Pada aitem 5 dan 7, aitem tersebut masing-masing menjadi aitem yang mewakili pertanyaan unfavorable, dan kedua aitem tersebut gugur atau rusak dikarenaka nilai uji daya diskriminasi aitemnya dibawah 0,2. Maka dari itu, peneliti mencoba menambahkan beberapa aitem yang baru untuk mengganti aitem yang rusak, agar tiap-tiap aitem dapat mewakili setiap pertanyaan favorable mauapun pertanyaan unfavorable. Berikut ini adalah tabel blue print skala yang akan dipakai dalam penenlitian.

(56)

Tabel 4. Blueprint Dukungan Sosial yang Dipakai Untuk Sampel

No. Tipe Dukungan Sosial

Indikator Keperilakuan

Aitem Ju

ml Favora ah

ble

Unfavo rable

1 Dukungan

Emosional

(Seperti Perhatian, Empati, Peduli Dan Perhatian Kepada Seseorang)

1, 2, 12, 16.

5, 20, 23.

7

2 Dukungan

Instrumental

Bantuan Secara Langsung Dan Nyata Seperti Memberi Atau Meminjamkan Uang Atau Membantu

6, 7, 8. 9, 24. 5

3 Dukungan

Informasi

Memberikan Dukungan Informasi Dengan Cara Menyarankan Beberapa Pilihan Tindakan Yang Dapat Dilakukan Individu

10, 11, 14, 18.

13, 21. 6

4 Dukungan

Pertemanan

Individu Merasa Bahwa Dirinya Merupakan Bagian Dari Suatu Kelompok Dimana

Anggota- Anggotanya Dapat Saling Berbagi

3, 4, 15, 17, 22.

19. 6

Total 24

Keterangan : penebalan pada nomor aitem menandakan aitem baru Pada tabel diatas, terdapat 5 aitem baru yang ditambahakan dalam skala dukungan sosial yang akan disebarkan ke subjek penelitian, yaitu diantaranya aitem nomor 20, aitem nomor 21, aitem nomor 22, aitem nomor 23, dan aitem nomor 24.

(57)

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai keseluruhan hasil penelitian sesuai dengan data yang telah diperoleh. Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian, kemudian dilanjutkan dengan analisis dan interpretasi data penelitian, serta pembahasan hasil penelitian.

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah 60 orang mantan pecandu narkoba yang berada di daerah Medan dan sekitarnya. Pada penelitian ini, didapatkan gambaran umum pada subjek mantan pecandu narkoba yaitu gambaran mengenai umur, jenis kelamin, status, dan jenis pekerjaan yang dilakukan subjek.

Tabel 5. Gambaran Umum Subjek Penelitian

No. Karakteristik Subjek Jumlah (N) Persentase

1 Usia Remaja Akhir 3 orang 5%

Dewasa Awal 49 orang 81,67%

Dewasa Madya 11 orang 18,33%

2. Pekerjaan Pelajar 3 orang 5%

Pedagang 6 orang 10 %

Sekretaris 1 orang 1,67%

Program Manager 4 orang 6,66%

Konselor Adiksi 19 orang 31,67%

Staf Rehabilitasi 12 orang 20 %

Wiraswasta 15 orang 25%

3. Jenis Kelamin

Laki-laki 59 orang 98,33%

Perempuan 1 orang 1,67%

4 Status Menikah 32 orang 53,33%

Belum Menikah 26 orang 43,34%

Duda 2 orang 3,33%

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Seorang karyawan yang memiliki Kecerdasan Emosi yang tinggi mampu untuk menerima kelebihan dan kekurangan diri, serta mampu mengekpresikan perasaan dengan tepat, mampu

(2016) menjelaskan bahwa penggunaan insektisida rumah tanggadidasarkan pada faktor kepraktisan dan keamanan penggunaan, serta biaya yang harus dikeluarkan untuk

Hal ini berarti bahwa semakin tinggi (baik) efektivitas pengawasan maka semakin baik kinerja guru (2) Sikap inovasi mempunyai hubungan yang positif dan berarti dengan

Dari keseluruhan pembuatan tugas akhir ini dapat ditarik kesimpulan yaitu telah berhasil dibuat media pembelajaran interaktif tentang pengolahan sampah untuk anak SD kelas 1

Laporan pengawasan pekerjaan diperlukan untuk mengendalikan kelancaran pelaksanaan pekerjaan yang sedang dikerjakan, sehingga didapat hasil kerja yang sesuai

Terima kasih kepada seluruh teman dan sahabat saya yang selalu mendengarkan keluh kesah saya serta memberikan motivasi kepada saya untuk dapat menyelesaikan

Dalam teori Maslow, orang yang mengalami transendensi diri memiliki satu pengalaman puncak yang menjadi titik baliknya didalam kehidupan, hal ini pun berlaku

working memory merupakan suatu sistem dalam memori yang memproses suatu informasi yang diterima dalam waktu yang singkat dan cepat serta proses pemanggilan