• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan. Ujian Sarjana Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan. Ujian Sarjana Psikologi"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN PT. PLN (PERSERO)

UPT PEMATANGSIANTAR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

PESTA RIA TAMBUN 131301114

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA GENAP 2016/2017

(2)
(3)
(4)

Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja pada Karyawan PT. PLN (persero) UPT Pematangsiantar

Pesta Ria Tambun1 dan Emmy Mariatin2 13.114peri@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja pada karyawan PT.PLN ( PERSERO ) UPT Pematangsiantar.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.

Alat ukur yang digunakan berupa skala Kecerdasan Emosi yang disusun berdasarkan teori Kecerdasan Emosi oleh Goleman(2001) yang memiliki 30 aitem dan skala Stres Kerja yang disusun berdasarkan teori Stres Kerja oleh Robbins (2008) yang memiliki 30 aitem. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 62 karyawan PT.PLN ( PERSERO ) UPT Pematangsiantar. Metode analisis data yang digunakan adalah korelasi Pearson Product Moment dengan koefisien korelasi r = -0619. dan p = 0.00 (p < 0.01). Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja pada karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi Kecerdasan Emosi yang dimiliki oleh karyawan maka semakin rendah Stres Kerja yang dialami oleh karyawan, dan semakin rendah Kecerdasan Emosi yang dimiliki karyawan maka semakin tinggi Stres Kerja karyawan.

Kata kunci : Kecerdasan Emosi, Stres Kerja.

1 Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

2 Dosen Departemen Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera

(5)

Correlation between Employers Emotional Intelligence and Their Work Stress at PT. PLN (persero) UPT Pematangsiantar

Pesta Ria Tambun1 and Emmy Mariatin2 13.114peri@gmail.com

The objective of the research was to find out the correlation between employers emotional intelligence and they work stress at PT.PLN (Persero) UPT Pematangsiantar. This study used quantitative approach. To collected data of emotional intelligence scale based on Golemans theory (2001) about emotional intelligence that contains 30 aitems and work stress scale based on Robbins theory (2008) about work stress that contains 30 aitems. The samples of this study were 62 employers PT. ( PERSERO ) UPT Pematangsiantar. The data were analyzed by using pearson correlation method at the coefficent correlation r = - 0619 and p = 0.00 (p < 0.01). The result of the research showed that there was negative but significant correlation between employers’ emotional intelligence and their work stress which indicated that the higher the employers’ emotional intelligence, the lower their work stress ; on the other hand, the lower the employers’ emotional intelligence, the higher their work stress.

Keywords : Emotional Intelligence , Work Stress.

1Student of Faculty of Psychology, University of North Sumatera

2 Lecture of Department of Industrial and Organizational Psychology, University of North Sumatera

(6)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas Kasih dan Anugerah Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan Skripsi dengan judul ” Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja pada karyawan PT.

PLN (Persero) UPT Pematangsiantar ”. Penyusunan skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sumatera Utara..

Dalam Menyelesaikan Skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan masukan dari berbagai pihak .Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Zulkarnain,PhD selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. .

2. Ibu Emmy Mariatin, M.A., Ph.D, Psikolog selaku Dosen Pembimbing.

Penulis mengucapkan terima kasih atas segala pelajaran, semangat dan waktunya.

3. Bapak Ekadanta Jaya Ginting, M.A, Psikolog selaku Wakil Dekan I Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dan sebagai dosen Penguji II, kepada Bapak Fahmi Ananda, M. Psi selaku dosen penguji III.

Terimakasih atas kritik dan saran nya selama revisi ini sehingga penelitian ini jauh menjadi lebih baik.

4. Ibu Ade Rahmawati Siregar, S.Psi., M.Psi selaku dosen pembimbing akademik, Terima kasih banyak untuk bimbingan dan arahan yang diberikan selama menjalani perkuliahan.

5. Dosen-dosen Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan membagi ilmu selama proses perkuliahan.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai yang bekerja di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

7. Kepada PT.PLN (Persero) UPT Pematangsiantar, Terimakasih atas izin nya yang telah memperbolehkan peneliti mengambil data.

8. Kepada keluarga penulis yaitu Ayah terkasih Hisar Tambun yang telah memberikan Support dan doa serta membantu peneliti dalam pengambilan

(7)

data , kepada Ibunda tercinta Helentina sianturi yang tidak pernah lelah mendengar keluh kesah penulis dan selalu memberi doa dan semangat.

Kepada abangku Dahlan Prinando Tambun dan Ronal Ready Tambun Terimakasih buat dukungan dan doanya , terimakasih juga kepada kakak dan adikku, Citra dewi Tambun dan Ester Lorensa Tambun buat doa dan semangat nya.

9. Kepada Sahabat saya F4, Pebryanti Simarmata, Andriani Buaton, Irawati sesilia, terimakasih telah menjadi teman yang selalu memberikan dukungan dan doa, teman yang bisa diajak gila bareng, teman penulis dari awal masuk kuliah sampai akhir perkuliahan, teman menjadi tempat penulis menuangkan keluh kesah, teman seperjuangan. Semoga kita bertemu dalam kesuksesan kita masing masing.

10. Kepada Teman satu bimbingan Kak Nadya, Kak Dina, Sri Hasyuni, Terimakasih telah menjadi teman seperjuangan penulis, terimakasih telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Kepada sahabat satu kos yaitu kak Novi , Timuria terimakasih sudah mau memberikan arahan, dan selalu memberikan semangat kepada penulis.

12. Pihak pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah turut membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dalam waktu yang tepat.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun, selalu penulis harapkan demi kesempurnaan penelitian ini. Akhir kata, Penulis sampaikan Terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan skripsi ini dari awal sampai akhir. Penulis ucapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberkati segala usaha kita. Amin.

Medan, 19 JULI 2017

Pesta Ria Tambun 131301114

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang masalah ... 1

1.2. Pertanyaan penelitian ... 5

1.3. Tujuan penelitian ... 5

1.4. Manfaat penelitian ... 5

1.5.Sistemastika penulisan ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

2.1. Kecerdasan Emosi ... 7

2.1.1. Defenisi Kecerdasan Emosi ... 7

2.1.2. Komponen dasar Kecerdasan Emosi ... 7

2.1.3. Faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Emosi ... 13

2.2 Stres Kerja ... 14

2.2.1. Pengertian Stres Kerja ... 14

2.2.2 Aspek aspek Stres Kerja ... 15

2.2.3 Dampak Stres Kerja ... 16

2.3 Dinamika Teori ... 17

2.4 Hipotesis Penelitian ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1. Identifikasi Variabel Penelitian ... 19

3.2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 19

3.3. Populasi ... 20

3.4. Metode Pengumpulan data ... 20

3.4.1. Skala Kecerdasan Emosi ... 21

3.4.2. Skala Stres Kerja... 22

3.5. Uji Coba Alat Ukur ... 23

3.6. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 24

3.6.1. Hasil Uji Coba Skala Kecerdasan Emosi ... 24

(9)

3.6.2. Hasil Uji Coba Skala Stres Kerja ... 25

3.7. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 26

3.7.1. Tahap Persiapan Penelitian ... 26

3.7.2. Pelaksanaan Penelitian... 27

3.7.3. Pengolahan Data ... 27

3.8. Metode Pengolahan Data ... 27

BAB IV ANALISA DATA dan PEMBAHASAN ... 29

4.1 Analisa Data ... 29

4.1.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 29

4.2 Hasil Uji Asumsi Penelitian ... 30

4.2.1. Uji Normalitas ... 30

4.2.2. Uji Linearitas ... 31

4.3 Hasil Utama Penelitian ... 32

4.4 Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik ... 33

4.4.1. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Kecerdasan Emosi ... 34

4.4.2. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Stres Kerja ... 34

4.5 Kategorisasi ... 35

4.5.1. Variabel Kecerdasan Emosi ... 35

4.5.2. Variabel Stres Kerja ... 36

4.6 Pembahasan ... 37

BAB V KESIMPULAN dan SARAN ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN ... 45

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Blueprint skala Kecerdasan Emosi Sebelum Uji Coba ... 21

Tabel 2. Blueprint skala Stres Kerja Sebelum Uji Coba ... 22

Tabel 3. Blueprint skala Kecerdasan Emosi Setelah Uji Coba ... 25

Tabel 4. Blueprint skala Stres Kerja Setelah Uji Coba ... 26

Tabel 5. Kriteria Penilaian Korelasi ... 28

Tabel 6. Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 29

Tabel 7. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 30

Tabel 8. Hasil Uji Asumsi Normalitas ... 31

Tabel 9. Uji Linearitas Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja... 32

Tabel 10. Hasil Analisa Perhitungan Korelasi ... 33

Tabel 11. Perbandingan Nilai Hipotetik dan Nilai Empirik Kecerdasan Emosi .. 34

Tabel 12. Perbandingan Nilai Hipotetik dan Nilai Empirik Stres Kerja ... 34

Tabel 13. Norma Kategorisasi Kecerdasan Emosi ... 35

Tabel 14. Kategorisasi Kecerdasan Emosi ... 35

Tabel 15. Norma Kategorisasi Stres Kerja ... 36

Tabel 16. Kategorisasi Stres Kerja ... 36

(11)

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang

Setiap perusahaan yang didirikan memiliki mimpi dan harapan agar dikemudian hari perusahaan yang dimiliki semakin berkembang pesat di tengah tengah persaingan global yang ketat. Untuk itu, Perusahaan dalam bentuk apapun baik milik negara ataupun milik perseorangan, baik dalam skala kecil ataupun skala besar sangat tergantung kepada sumber daya manusia. Adapun Sumber daya manusia yang dapat meningkatkan mutu suatu perusahaan salah satu nya adalah Karyawan. Karyawan merupakan orang yang bersedia bekerja baik dalam bentuk layanan jasa (tenaga dan fikiran) dan berhak mendapatkan balasan / imbalan yang sudah disepakati terlebih dahulu (Hasibuan , 2002).

Menurut UU No.13 Tahun 2003 , Pasal 1 ayat 6, Perusahaan adalah setiap bentuk usaha berbadan hukum atau tidak berbadan hukum, milik orang perseorangan, milik persekutuan, baik milik swasta maupun miliki negara yang mempekerjakan pekerja/ buruh ataupun karyawan dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Setiap perusahaan dituntut untuk mampu bersaing guna mempertahankan eskistensial demi kelangsungan hidup perusahaan. Dengan tuntutan tersebut, para karyawan pun harus mampu menyesuaikan diri. Salah satu contohnya adalah tuntutan untuk memiliki keahlian dalam bidang teknologi. Hal kecil yang bisa kita lihat, seorang karyawan akan dituntut untuk dapat mengoperasikan dan menguasai komputer, mulai dari hal hal dasar hingga akhirnya dapat dan mampu mengambil kesimpulan dari data-data yang sudah diolah menggunakan komputer. Selain

(12)

dalam bidang teknologi, ruang lingkup pekerjaan, rekan kerja yang terkadang tidak menyenangkan, adanya mutasi pegawai, pekerjaan yang menuntut penyelesaian tugas dalam waktu yang mepet, adanya tuntutan dari atasan dan sebagainya menyebabkan seseorang tersebut akan merasa tertekan, hal ini lah yang sering disebut dengan stres (Rini, 2002).

Stres adalah presepsi seseorang mengenai ketidaksesuaian tuntutan yaitu tuntutan fisik dan psikologis dengan sumber daya yang dimiliki (sarafino,2011).

Setiap orang pernah mengalami stres terlebih stres yang memiliki hubungan dengan pekerjaan yang mereka miliki, hal tersebutlah yang dikatakan dengan Stres Kerja (sarafino, 2011) mengatakan bahwa Stres Kerja adalah situasi dimana seseoang dihadapkan dengan peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang diinginkan oleh individu dan yang hasilnya bertolak belakang dengan apa yang diharapkan. Stres yang dialami oleh Karyawan memiliki dampak baik dari sisi fisiologi seperti tekanan darah tinggi, sakit kepala maupun sisi psikologis seperti rasa bosan, cemas, tidak memiliki kepuasaan dalam bekerja, performansi kerja menurun, tingkat absensi meningkat, gelisah (Robin, 2008).

Stres Kerja yang dihadapi karyawan juga sangat mempengaruhi kualitas dan produktivitas pekerjaan.

Hal ini juga dibuktikan oleh Neti (2012) melalui penelitian nya bahwa dari hasil data yang diperoleh menunjukkan penurunan produktivitas kerja karyawan disebabkan oleh stres. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Okta Wisudawati Harrisma dan Andre Dwijanto Witjaksono (2013) melalui hasil data yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan bahwa menurunnya produktivitas kerja disebabkan oleh Stres Kerja yang tinggi. Salah satu dari sekian banyak faktor

(13)

yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah faktor tenaga kerja atau manusia (individu itu sendiri). Goleman (1997) mengatakan bahwa Emosi berperan besar terhadap suatu tindakan bahkan dalam pengambilan keputusan “rasional”. Maka untuk dapat meningkatkan kinerja, salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh seorang karyawan adalah kualitas Kecerdasan Emosi.

Menurut Goleman (2000) Kecerdasan Emosi adalah ketika seseorang mampu memahami dan mengenali perasaan mereka sendiri serta mampu mengenali perasaan orang lain, mampu memotivasi diri sendiri dan memiliki pengelolaan Emosi yang baik dan interaksi yang baik dengan orang lain. seorang karyawan akan mampu mengendalikan Emosinya ketika memiliki Kecerdasan Emosi yang tinggi, maka dengan demikian hal tersebut akan mampu menurunkan Stres Kerja yang tinggi pula. Dikatakan mampu mengendalikan Emosi apabila mengetahui waktu yang tepat dalam mengambil suatu tindakan dan tindakan yang tepat pada situasi tertentu (Bahaudin, 2003).

Menurut Cooper & Sawaf (1999), telah dibuktikan dari berbagai penelitian bahwa keberhasilan masa depan seseorang banyak disumbangkan dari Kecerdasan Emosi (EQ) yang dimiliki dibandingkan dengan kecerdasan intelektual (IQ).

Tjahjoanggoro dan Atmadji (2003) melakukan penelitian tentang hubungan Kecerdasan Emosi dengan prestasi kerja Multi Level Marketing, dan hasil nya menunjukkan bahwa adanya hubungan positif dan signifikan antara Kecerdasan Emosi dan prestasi kerja Multi Level Marketing. Yang berarti, jika Kecerdasan Emosi tinggi maka prestasi kerja akan semakin tinggi pula dan sebaliknya.

Ketika seseorang memiliki Kecerdasan Emosi yang tinggi maka ia akan mampu menghindari berbagai tindakan-tindakan yang dapat merugikan diri

(14)

sendiri maupun orang lain seperti tindakan agresif ataupun verbal dan Emosi negatif lainnya seperti mudah marah, mudah tersinggung (goleman 2000).

Kecerdasan Emosi dapat membantu manusia menentukan dimana dan kapan ia bisa mengungkapkan perasaan dan Emosinya. Kecerdasan Emosi juga dapat membantu manusia mengarahkan dan mengendalikan Emosinya (Mubayidh, 2006). Seorang karyawan yang memiliki Kecerdasan Emosi yang tinggi mampu untuk menerima kelebihan dan kekurangan diri, serta mampu mengekpresikan perasaan dengan tepat, mampu memahami diri sendiri dan orang lain, mampu mengelola Emosi dalam menghadapi peristiwa sehari-hari dan mempunyai hubungan sosial yang baik dengan orang lain, hal ini akan menyebabkan rendahnya Stres Kerja. Namun seorang karyawan yang memiliki Kecerdasan Emosi yang rendah akan menyebabkan tingginya Stres Kerja karyawan.

Sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efektif di dalam pekerjaan maka masalah Stres Kerja di dalam organisasi menjadi gejala yang penting untuk diamati. Setiap karyawan bekerja sesuai dengan peran yang dimiliki di dalam suatu organisasi, artinya setiap karyawan mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada dan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh atasannya. Akan tetapi, karyawan tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya tanpa menimbulkan konflik. Kurang baiknya peran, dapat memicu terjadinya stres.

Penelitian ini dilakukan di PT.PLN (persero) UPT Pematangsiantar untuk membuktikan teori dan melihat “ Sejauh manakah Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja pada Karyawan di PT. PLN (Persero) UPT Pematangsiantar “

(15)

1.2. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan yang hendak dijawab pada penelitian ini adalah sejauh manakah Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja pada Karyawan PT. PLN (Persero) UPT Pematangsiantar “

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui sejauh manakah “ Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja pada Karyawan PT. PLN (Persero) UPT Pematangsiantar ” 1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran Kecerdasan Emosi Karyawan di PT. PLN (Persero) UPT Pematangsiantar

2. Mengetahui gambaran Stres Kerja Karyawan di PT. PLN (Persero) UPT Pematangsiantar

3. Untuk mengetahui Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja UPT Karyawan di PT. PLN (Persero) UPT Pematangsiantar

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memenuhi kedua manfaat berikut : 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kajian ilmu pengetahuan di bidang psikologi terutama pada psikologi Industri dan Organisasi.

(16)

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat Bagaimanakah Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja Karyawan di PT. PLN (Persero) UPT Pematangsiantar “

1.5. Sistematika penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang Latar Belakang, Pertanyaan Penelitan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini menjelaskan tentang teori Kecerdasan Emosi dan teori Stres Kerja.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang Metodelogi Penelitian yang digunakan, identifikasi variabel , defenisi operasional variabel penelitian, populasi, metode pengumpulan data, validitas , reliabilitas alat ukur dan metode pengolahan data.

BAB IV : ANALISA DATA dan PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan keseluruhan hasil penelitian yang terdiri dari analisa data, gambaran umum subjek penelitian, hasil uji asumsi, hasil utama penelitian dan nilai empirik dan nilai hipotetik, kategorisasi, serta pembahasan.

BAB V : KESIMPULAN dan SARAN

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dengan penelitian.

(17)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Kecerdasan Emosi

2.1.1 Defenisi Kecerdasan Emosi

Kecedasan Emosi adalah kemampuan merasakan, memahami dan menerapkan secara efektif daya dan kepekaan Emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi (Cooper dan Sawaf 1999).

Weisinger (2006), mengemukakan bahwa Kecerdasan Emosi adalah menggunakan Emosi secara cerdas, yaitu seseorang membuat Emosi menjadi bermanfaat dengan menggunakannya sebagai pemandu perilaku dan pemikiran sehingga terdapat hasil yang meningkat dalam diri seseorang tersebut.

Sedangkan pendapat Goleman (2001) mengenai Kecerdasan Emosi adalah kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola Emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Berdasarkan beberapa defenisi Kecerdasan Emosi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Kecerdasan Emosinal adalah kemampuan individu dalam mengenali, memahami perasaan dirinya sendiri dan orang lain, mengendalikan perasaannya sendiri, menjalin hubungan serta memotivasi diri sendiri untuk menjadi lebih baik

2.1.2 Komponen dasar Kecerdasan Emosi

Goleman (2001) menyatakan bahwa Kecerdasan Emosi memiliki lima dasar kecakapan yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial.

(18)

1. Kesadaran diri

Kesadaran diri dalam Kecerdasan Emosi melahirkan kecakapan kesadaran diri, penilaian diri secara teliti, dan percaya diri. Kecakapan kesadaran diri adalah kemampuan mengetahui Emosi mana yang sedang dirasakan dan mengapa hal itu terjadi, menyadari keterikatan antara perasaan dengan yang dipikirkan, perbuat dan katakan, mengetahui bagaimana perasaan mempengaruhi kinerja, mempunyai kesadaran yang menjadi pedoman untuk nilai-nilai dan tujuan. Kecakapan penilaian diri adalah kesadaran akan kekuatan dan kelemahannya, menyempatkan diri untuk merenung, belajar dari pengalaman, terbuka terhadap umpan balik yang tulus, bersedia menerima umpan persefektif baru, mau terus belajar dan mengembangkan diri, mampu menunjukkan rasa humor dan melihat diri sendiri dengan pandangan yang luas. Sedangkan kepercayaan diri mencakup mereka yang berani tampil dengan keyakinan diri dan keberadaannya, berani mengemukakan pendapat dan mau berkorban, tegas dan mampu membuat keputusan yang baik walaupun dalam keadaan tertekan (Goleman, 2001).

2. Pengaturan diri

Pengaturan diri yaitu kemampuan mengelola atau mengendalikan diri, memiliki sifat yang dapat dipercaya, kewaspadaan, adaptibilitas, dan inovasi.

Pengendalian diri berarti mampu mengelola Emosi dan sesuatu yang merusak dan menekannya secara efektif, tetap teguh, dan tetap positif walaupun dalam situasi yang paling berat. Sifat dapat dipercaya berarti memelihara norma kejujuran dan integritas diri, bertindak menurut etika dan tidak pernah mempermalukan orang, membangun kepercayaan, rendah hati untuk mengakui kesalahan dan berani menegur perbuatan orang lain yang salah, serta berpegang pada prinsip secara

(19)

teguh walaupun akibatnya menjadi tidak disukai orang lain. Kewaspadaan berarti bertanggung jawab atas kinerja pribadi. Sifat bersungguh-sungguh atau kewaspadaan yaitu memenuhi komitmen dan menepati janji, bertanggung jawab dalam mencapai tujuan dan cermat dalam bekerja. Adaptibilitas berarti memiliki sikap terbuka dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Sikap yang termasuk adaptibilitas adalah terampil menangani beragamnya kebutuhan, bergesernya prioritas, dan pesatnya perubahan, mau mengubah pendapat dan strategi untuk menyesuaikan diri dengan keadaan. Sedangkan inovasi berarti mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan, dan informasi- informasi yang baru. Selain itu inovasi berarti selalu mencari gagasan baru dari berbagai sumber, mendahulukan solusi-solusi yang asli dalam pemecahan masalah, menciptakan gagasan-gagasan baru, serta berani mengubah wawasan dan siap menanggung risiko akibat gagasan baru tersebut (Goleman, 2001).

3. Motivasi diri

Motivasi merupakan suatu kecenderungan Emosi yang membuat dan memudahkan meraih suatu tujuan. Motivasi terkait dengan dorongan prestasi, komitmen, inisiatif, dan optimisme. Dorongan berprestasi merupakan dorongan untuk menjadi lebih baik sesuai dengan standar keberhasilan. Ciri-ciri orang yang memiliki kecakapan dorongan berprestasi adalah berorientasi kepada hasil yang ingin dicapai, memiliki semangat juang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar, menetapkan sasaran yang menantang dan berani mengambil resiko yang mungkin terjadi, mencari informasi sebanyak-banyaknya guna mengurangi ketidakpastian dan mencari cara yang lebih baik, serta terus belajar untuk meningkatkan kinerja. Komitmen yaitu sikap setia kepada visi dan tujuan

(20)

tempat bekerja dan menyesuaikan diri dengan visi dan tujuan tersebut. Inisiatif berarti kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan. Karakter orang yang memiliki kecakapan dalam komitmen adalah mau berkorban demi pencapaian tujuan, merasakan dorongan semangat dalam misi yang lebih besar, menggunakan nilai - nilai kelompok dalam pengambilan keputusan dan penjabaran pilihan-pilihan serta aktif mencari kesempatan untuk mencapai tujuan kelompok. Sedangkan Optimisme merupakan kegigihan dalam mencapai tujuan walaupun ada tantangan dan kegagalan. Keterampilan yang dimiliki orang yang memiliki kecakapan optimisme adalah tekun dalam mencapai tujuan meskipun banyak tantangan dan kegagalan, memilki harapan untuk sukses, tidak takut gagal serta memandang kegagalan atau kemunduran sebagai situasi yang dapat dikendalikan (Goleman, 2001).

4. Empati

Empati berarti ikut merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami pikiran orang lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan mampu menyesuaikan diri dengan orang lain. Empati juga berfokus pada pelayanan, memahami orang lain, mengembangkan orang lain serta memanfaatkan keragaman. Berorientasi pelayanan berarti mampu mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan orang lain. Orang yang memiliki kecakapan dalam orientasi pelayanan adalah orang yang memiliki keterampilan memahami kebutuhan orang lain dan menyesuaikan semua itu dengan pelayanan yang tersedia, mencari berbagai cara untuk meningkatkan kepuasan orang lain, dengan senang hati menawarkan bantuan yang sesuai, memahami pikiran orang lain, serta bertindak sebagai konselor yang dapat dipercaya. Memahami orang lain

(21)

berarti mampu memperhatikan kondisi Emosi orang lain dan mendengarkannya dengan baik, menunjukkan kepekaan dan pemahaman terhadap pikirannya, serta membantu berdasarkan pemahaman terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain.

Mengembangkan orang lain berarti mampu merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka. Sedangkan memanfaatkan keragaman berarti menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan bermacam-macam orang. Hal yang lain yang terkait keterampilan dalam kecakapan memanfaatkan keragaman adalah mau bergaul dengan orang yang memiliki latar belakang yang berbeda, memahami beragamnya pandangan dan peka terhadap perbedaan antar kelompok, memandang keragaman sebagai peluang, menciptakan lingkungan yang memungkinkan semua orang sama-sama serta berani menantang sikap membeda-bedakan (Goleman, 2001).

5. Keterampilan sosial

Keterampilan sosial dalam Kecerdasan Emosi meliputi pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator, perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaborasi dan kooperasi, dan kemampuan tim. Kecakapan pengaruh berarti mereka terampil dalam mempengaruhi orang lain, menyesuaikan presentasi untuk menarik hati pendengar, menggunakan strategi yang rumit seperti memberi pengaruh tidak langsung untuk memberi dukungan, serta memadukan dan menyelaraskan peristiwa-peristiwa dramatis agar menghasilkan sesuatu yang efektif. Orang yang memiliki kecakapan komunikasi adalah mereka yang memiliki kemampuan dalam memberi dan menerima, menyertakan komunikasi nonverbal, menghadapi masalah-masalah sulit tanpa ditunda, mendengarkan dengan baik, berusaha saling memahami, dan bersedia berbagi informasi secara

(22)

utuh, serta mau berkomunikasi secara terbuka dan tetap bersedia menerima kabar buruk sebagaimana kabar baik. Orang yang memiliki kecakapan manajemen konflik adalah orang yang mempunyai keterampilan menangani orang-orang sulit dan situasi tegang dengan diskusi, mengidentifikasi hal-hal yang berpotensi menjadi konflik, menyelesaikan perbedaan pendapat secara terbuka, dan membantu mendinginkan situasi, menganjurkan diskusi secara terbuka untuk mendapatkan solusi. Kecakapan kepemimpinan berarti mampu membangkitkan semangat untuk meraih visi serta misi bersama, melangkah di depan untuk memimpin apabila diperlukan, tidak peduli sedang dimana, memandu kinerja orang lain namun tetap memberikan tanggung jawab kepada mereka serta memimpin melalui sikap keteladanan. Keterampilan katalisator perubahan adalah kecakapan dalam hal menyadari perlunya perubahan dan dihilangkan hambatan, menjadi penggerak perubahan dan mengajak orang lain ke dalam perjuangan itu serta membuat model perubahan seperti yang diharapkan oleh orang lain.

Kecakapan membangun ikatan adalah kemampuan menumbuhkan dan memelihara jaringan tidak formal yang meluas, mencari hubungan yang saling menguntungkan, membangun hubungan saling percaya dan memelihara keutuhan anggota, serta membangun dan memelihara persahabatan pribadi di antara sesama mitra kerja. Kecakapan kolaborasi dan kooperasi adalah keterampilan menyeimbangkan fokus perhatian kepada tugas dengan perhatian kepada hubungan, kolaborasi, rencana, informasi dan sumber daya, mempromosikan suasana kerja sama yang bersahabat, serta mendeteksi dan menumbuhkan kesempatan untuk kolaborasi. Kecakapan dalam kemampuan tim adalah suatu kemampuan yang dimiliki mereka yang dapat menjadi teladan dalam kualitas tim

(23)

seperti kepedulian, kesediaan membantu orang lain dan juga mendorong setiap anggota tim agar berpartisipasi secara aktif dan penuh antusiasme serta membangun identitas diri, semangat dan berkomitmen (Goleman, 2001).

2.1.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Emosi

Menurut Goleman (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Emosi yaitu:

a. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang timbul dari dalam diri individu yang dapat mempengaruhi Kecerdasan Emosi. Terdapat dua faktor internal yaitu jasmani dan psikologis. Segi jasmani mencakup faktor fisik dan kesehatan, bahwa setiap manusia terdapat otak yang memiliki sistem saraf pengatur Emosi seperti amigdala, neokorteks, sistem limbik, dan lobus prefrontal. Sehingga bila faktor fisik dan kesehatan individu terganggu atau tidak berfungsi dengan baik maka sistem saraf pengatur Emosi tersebut akan memengaruhi Emosi. Apabila dilihat dari segi psikologis, hal yang dapat memengaruhi Emosi individu yaitu pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir, dan motivasi.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu dan dapat mempengaruhi sikap. Faktor eksternal dapat berupa lingkungan, teman (individu atau kelompok), dan pasangan hidup. Apabila faktor lingkungan di sekitar tidak memiliki peran dalam meningkatkan Kecerdasan Emosi individu, maka dapat diindikasikan individu tersebut memiliki Kecerdasan Emosi yang rendah.

(24)

2.2 Stres Kerja

2.2.1 Pengertian Stres Kerja

Menurut Beer dan Newman (dalam Luthans, 2006), Stres Kerja adalah suatu kondisi yang muncul akibat interaksi antara individu dengan pekerjaan mereka, dimana terdapat ketidaksesuaian karakteristik dan perubahan-perubahan yang tidak jelas yang terjadi dalam perusahaan.

Menurut Invancevich dan Matteson (dalam Luthans, 2006), mendefenisikan Stres Kerja sebagai respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi yang merupakan konsekuensi tindakan, intuisi, atau kejadian eksternal (lingkungan) yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik secara berlebihan pada seseorang. Dalam definisi lain, Behr dan Newman (dalam Luthans, 2006), menyatakan Stres Kerja sebagai kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaan serta dikarakterisasikan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka menyimpang dari fungsi normal mereka.

Menurut Fraser (dalam Anoraga, 2009), mengemukakan Stres Kerja adalah stres yang timbul karena adanya perubahan dalam keseimbangan sebuah kompleksitas antara manusia-mesin dan lingkungannya. Fraser mengelompokkan dua macam pekerjaan yang sedikit banyak dapat menimbulkan stres, yakni pekerjaan yang terutama menuntut kekuatan fisik (pekerjaan dengan otot), dan pekerjaan yang terutama menuntut keterampilan atau kemahiran (pekerjaan dengan keterampilan).

Ditambahkan lagi oleh Caplan (dalam Rice, 1992) yang mengatakan bahwa Stres Kerja diakibatkan oleh jenis kerja yang mengancam pegawai.

(25)

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Stres Kerja merupakan suatu kondisi negatif dimana seseorang mengalami ketegangan yang mempengaruhi aspek kognisi, afeksi, fisiologis, interpersonal dan organisasional pada pekerja yang disebabkan karena adanya tuntutan dalam menyelesaikan suatu tugas dilingkungan kerja.

2.2.2 Aspek aspek Stres Kerja

Menurut Robbins, Setphen, dkk (2008) terdapat tiga aspek Stres Kerja yaitu :

1. Faktor Lingkungan

Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain dari struktur organisasi, ketidakpastian itu juga mempengaruhi tingkat Stres Kerja di kalangan para karyawan dalam organisasi. Perubahan dalam lingkungan pekerjaan, iklim organisasi ,dll. Hal-hal tersebut dapat menjadi sumber – sumber Stres Kerja di kalangan karyawan.

2. Faktor Organisasi

Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan Stres Kerja.Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam suatu kurun waktu yang terbatas, beban kerja yang berlebihan, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Faktor – faktor ini dapat dikategorikan pada tuntutan tugas, tuntutan peran, dan tuntutan hubungan antar pribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi, dan tingkat hidup organisasi.

(26)

3. Faktor Individual

Lazimnya individu hanya bekerja 40 sampai 50 jam sepekan. Namun pengalaman dan masalah yang dijumpai orang di luar jam kerja yang lebih dari 120 jam tiap pekan dapat melebihi dari pekerjaan. Maka kategori ini mencakup faktor – faktor dalam kehidupan pribadi karyawan.Terutama sekali faktor – faktor ini adalah persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi, dan kateristik kepribadian bawaan.

2.2.3 Dampak Stres Kerja

Robbins (2008) membagi tiga jenis konsekuensi yang ditimbulkan oleh Stres Kerja:

a). Gejala fisiologis Stres menciptakan penyakit-penyakit dalam tubuh yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, sakit kepala, jantung berdebar, bahkan hingga sakit jantung.

b). Gejala psikologis merupakan Gejala yang ditunjukkan dengan ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, suka menunda dan lain sebagainya.

Keadaan stres seperti ini dapat memacu ketidakpuasan.

c). Gejala perilaku Stres yang dikaitkan dengan perilaku dapat mencakup dalam perubahan dalam produktivitas, absensi, dan tingkat keluarnya karyawan. Dampak lain yang ditimbulkan adalah perubahan dalam kebiasaan sehari-hari seperti makan, konsumsi alkohol, gangguan tidur dan lainnya.

(27)

2.3 Dinamika “Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja Karyawan di PT. PLN (Persero) UPT Pematangsiantar”

Goleman (2001) mengatakan bahwa Kecerdasan Emosi adalah kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Secara teoritis, karyawan yang memiliki Kecerdasan Emosi tinggi mampu mengelola perasaan diri sendiri dan mengelola perasaan saat berinteraksi dengan orang lain sehingga akan menentukan pikiran dan tindakan secara tepat dan efektif. Hal itu dapat membuat karyawan mampu menghadapi tuntutan dan tantangan pekerjaan yang menimbulkan Stres Kerja. Sebaliknya, karyawan yang memiliki Kecerdasan Emosi yang rendah kurang mampu dalam mengelola perasaan diri dan mengelola perasaan saat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak dapat bertindak secara tepat dan efektif, sehingga karyawan tersebut akan mengalami kesulitan dalam menghadapi tuntutan dan tantangan pekerjaan dan hal itu dapat menimbulkan Stres Kerja.

Sumber potensial stres kerja yang disebabkan faktor lingkungan, faktor organisasional dan faktor individu dapat dikelola secara positif. Dengan Kecerdasan emosi, seseorang mengembangkan manajemen stres atau dapat mengelola stres menjadi positif (Mangkunegara, 2005). Menurut Martin (2003), Kecerdasan Emosi dalam konteks pekerjaan adalah kemampuan untuk mengetahui dan orang lain rasakan, termasuk cara cepat untuk menangani masalah. Orang lain yang dimaksudkan disini bisa meluputi atasan, rekan sejawat, bawahan atau juga pelanggan. Seseorang yang mempunyai Kecerdasan emosi

(28)

yang baik, maka akan mampu mengendalikan diri dan emosinya dan sehingga tidak terjerumus ke dalam tindakan-tindakan bodoh yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain (Suharsono, 2005).

Kecerdasan Emosi yang juga mempunyai ikatan yang erat dengan keberhasilan kerja, seorang karyawan yang memiliki Kecerdasan Emosi yang tinggi mempunyai kemampuan dalam berinteraksi dengan perasaan dan Emosinya serta kemampuan dalam beradaptasi dengan kesulitan dan masalah yang dihadapinya, sehingga dapat menurunkan tingkat Stres Kerja (Bhauddin, 2003).

Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa ada hubungan Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja. Karyawan yang mempunyai Kecerdasan Emosi yang tinggi maka Stres Kerjanya akan rendah, begitu juga sebaliknya karyawan yang mempunyai Kecerdasan Emosi yang rendah maka stres kerjanya akan tinggi. Seseorang yang memilki kecerdasan Emosi yang tinggi akan dapat mengelola Emosinya dalam menghadapi tekanan yang muncul dari dalam maupun dari luar dirinya (Goleman, 2000).

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan negatif antara Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja pada karyawan PT PLN ( Persero ) UPT Pematangsiantar.

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data, dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2000). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional. Penelitian korelasional digunakan untuk meneliti sejauh mana hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2008). Dalam hal ini peneliti ingin melihat sejauh mana hubungan Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja pada karyawan di PT. PLN (Persero) UPT Pematangsiantar.

3.1 Identifikasi Variabel Penelitian

Berikut adalah identifikasi variabel yang di gunakan dalam penelitian ini : 1. Variabel Bebas : Kecerdasan Emosi

2. Variabel Tergantung : Stres Kerja

3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kecerdasan Emosi

Kecerdasan Emosi merupakan kemampuan individu dalam mengenali, memahami perasaan dirinya sendiri dan orang lain, mengendalikan perasaannya sendiri, menjalin hubungan serta memotivasi diri sendiri untuk menjadi lebih baik.

Kecerdasan Emosi diukur dengan Skala Kecerdasan Emosi yang disusun berdasarkan komponen komponen Kecerdasan Emosi menurut Goleman (2001).

(30)

3.3 Populasi

1. Populasi

Populasi merupakan kumpulan atau keseluruhan subyek penelitian (Azwar, 2000). Menurut Hadi (2000), populasi adalah sejumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai sifat yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja di PT. PLN (Persero) UPT Pematangsiantar. Penelitian ini menggunakan penelitian populasi yang mana semua anggota dari populasi akan menjadi subjek penelitian yaitu sebanyak 62 Orang.

3.4 Metode Pengumpulan data

Dalam usaha mengumpulkan data penelitian diperlukan suatu metode.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan data dengan skala. Skala adalah suatu metode pengumpulan data yang merupakan suatu daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek secara tertulis (Hadi, 2000).

Penelitian ini menggunakan metode skala likert yang merupakan skala sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai daerah penentuan sikap (Azwar, 2000). Asumsi yang mendasarinya adalah setiap pernyataan sikap yang disepakati sebagai pernyataan yang favorabel ( mendukung) atau yang unfavorable ( tidak mendukung ).

(31)

3.4.1 Skala Kecerdasan Emosi

Kecerdasan Emosi diukur menggunakan skala Kecerdasan Emosi yang disusun berdasarkan komponen-komponen Kecerdasan Emosi yang dikemukakan oleh Goleman (2001) yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Berikut tabel Blueprint skala Kecerdasan Emosi.

Tabel 1. Blueprint skala Kecerdasan Emosi Sebelum Uji Coba

Variabel Komponen

Aitem

Jlh % Favorable Unfavorable

Kecerdasan Emosi

Kesadaran diri 2,8,4 22,20,27 6 20 Pengaturan diri 11,24,6 14,16,18 6 20 Motivasi diri 9,29,5 21,15,19 6 20

Empati 25,30,7 28,10,17 6 20

Keterampilan

sosial 1,13,3 12,23,26 6 20

TOTAL 30 100

Tiap aitem yang disediakan pada skala Kecerdasan Emosi terdiri dari Sangat Setuju (SS), Setuju (S). Netral (N), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pernyataan pada skala ini terdiri dari aitem favorable dan aitem unfavorable. Aitem favorable adalah aitem yang mendukung atau memihak secara

positif terhadap satu pernyataan tertentu, sedangkan aitem unfavorable adalah pernyataan yang menunjukkan sikap yang tidak setuju terhadap pernyataan tertentu. Bobot penilaian untuk pernyataan favorable adalah SS=5, S=4, N=3,

(32)

TS=2, STS=1, sedangkan untuk pernyataan unfavorable, bobot penilaiannya adalah SS=1, S=2, N=3, TS=4, STS=5.

3.4.2 Skala Stres Kerja

Stres Kerja diukur dengan Skala Stres Kerja yang akan dikembangkan berdasarkan teori Stres yang dikemukakan Robbins. Robbins (2008) menyebutkan bahwa Stres Kerja yang dialami oleh seseorang dapat diketahui dari berbagai gejala yang dialami oleh seseorang. Gejala Stres Kerja tersebut meliputi gejala fisiologis, gejala psikologis dan gejala perilaku. Berikut tabel Blueprint skala Stres Kerja.

Tabel 2. Blueprint skala Stres Kerja Sebelum Uji Coba

Variabel Gejala Stres Kerja

Aitem

Jlh % Favorable Unfavor

able

Stres Kerja

Gejala Fisiologis 18,3,17,19,11,

23,13,27,5. 14,26,1,4 13 43,3 Gejala Psikologis 16,29,6,20,15,

8 2, 30 8 27

Gejala Perilaku 25,7,28,22,24,

21 9,10,12 9 30

TOTAL 30 100

Tiap aitem yang disediakan pada skala Stres Kerja terdiri dari Sangat Setuju (SS), Setuju (S). Netral (N), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pernyataan pada skala ini terdiri dari aitem favorable dan aitem unfavorable. Aitem favorable adalah aitem yang mendukung atau memihak secara

(33)

positif terhadap satu pernyataan tertentu, sedangkan aitem unfavorable adalah pernyataan yang menunjukkan sikap yang tidak setuju terhadap pernyataan tertentu. Bobot penilaian untuk pernyataan favorable adalah SS=5, S=4, N=3, TS=2, STS=1, sedangkan untuk pernyataan unfavorable, bobot penilaiannya adalah SS=1, S=2, N=3, TS=4, STS=5.

3.5 UJI COBA ALAT UKUR 1. Validitas

Validitas menunjukkan seberapa jauh ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2000). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content-related validity), yaitu sejauh mana suatu tes yang diberikan sesuai atau tidak isinya dengan dasar teori yang dibuat dimana isinya benar-benar mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Hadi, 2000).

2. Uji Daya Beda Aitem

Tujuan dilakukannya uji diskriminasi aitem dalam penelitian adalah untuk melihat seberapa jauh aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2010).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment, yang dianalisis dengan bantuan komputerisasi SPSS 17.0 for windows. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda aitem (Azwar, 2000).

(34)

Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi aitem-total (rix). Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem menggunakan batasan rix ≥ 0.30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya bedanya dianggap memuaskan. Aitem yang memiliki harga rix< 0.30 dapat diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya beda aitem rendah (Azwar, 2012). Dengan begitu pada penelitian ini aitem yang memiliki rix < 0.30 tidak akan dipakai untuk pengukuran selanjutnya.

3. Reliabilitas

Uji reliabilitas dimaksudkan untuk melihat sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah (Azwar, 2000). Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan koefisien alpha dari Cronbach pada program Statistical Program for Social Sciene (SPSS) versi 17 for Windows.

3.6 HASIL UJI COBA ALAT UKUR

3.6.1 Hasil Uji Coba Skala Kecerdasan Emosi

Jumlah aitem yang diujicobakan sebanyak 30 aitem dan terdapat 23 aitem yang memenuhi. Indeks diskriminasi rix ≥ 0,3. Azwar (2007) menyatakan bahwa kriteria berdasarkan korelasi aitem total biasanya digunakan batasan rix ≥ 0,3.

Semua aitem yang mencapai korelasi minimal 0,3 daya bedanya dianggap memuaskan. Jumlah aitem yang dinyatakan gugur sebanyak 7 aitem, yaitu aitem dengan nomor 1, 10, 12, 14 ,19,26 dan 29. Aitem-aitem yang memiliki daya beda

(35)

tinggi bergerak dari rix = 0,301 sampai dengan rix = 0,612. Distribusi aitem-aitem yang memiliki daya beda tinggi disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3

Blueprint skala Kecerdasan Emosi Setelah Uji Coba

Variabel Komponen

Aitem

Jlh % Favorable Unfavorable

Kecerdasan Emosi

Kesadaran diri 2,8,4 22,20,27 6 26 Pengaturan diri 11,24,6 16,18 5 22

Motivasi diri 9,5 21,15 4 17,4

Empati 25,30,7 28,17 5 22

Keterampilan

sosial 13,3 23 3 13

TOTAL 23 100

Uji reliabilitas dilakukan terhadap 23 aitem tersebut. Hasil uji coba reliabilitas aitem Kecerdasan Emosi adalah sebesar 0,903.

3.6.2 Hasil Uji Coba Skala Stres Kerja

Jumlah aitem yang diujicobakan sebanyak 30 aitem dan terdapat 23 aitem yang memenuhi indeks diskriminasi rix ≥ 0,3. Azwar (2007) menyatakan bahwa kriteria berdasarkan korelasi aitem total biasanya digunakan batasan rix ≥ 0,3.

Semua aitem yang mencapai korelasi minimal 0,3 daya bedanya dianggap memuaskan. Jumlah aitem yang dinyatakan gugur adalah sebanyak 7 aitem, yaitu

(36)

aitem nomor 1,3,7,11,14,17 dan 26. Aitem-aitem yang memiliki daya beda tinggi bergerak dari rix = 0,335 sampai dengan rix = 0,615. Distribusi aitem-aitem yang memiliki daya beda tinggi disajikan dalam tabel berikut

Tabel 4

Blueprint skala Stres Kerja Setelah Uji Coba

Variabel Gejala Stres Kerja

Aitem

Jlh % Favorable Unfavorable

Stres Kerja

Gejala Fisiologis 18,19,23,1

3,27,5. 4 7 30

Gejala Psikologis 16,29,6,20,

15,8 2, 30 8 35

Gejala Perilaku 25,28,22,2

4,21 9,10,12 8 35

TOTAL 23 100

Uji reliabilitas dilakukan terhadap 23 aitem tersebut. Hasil uji coba reliabilitas skala Stres Kerja adalah sebesar 0,919.

3.7 PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN

Pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap, yakni tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian dan tahap pengolahan data yang akan dijelaskan sebagai berikut :

3.7.1 Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menyusun alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian, yaitu Skala Kecerdasan Emosi berdasarkan teori Goleman ( 2001 ) dan Skala

(37)

Stres Kerja teori Robbins (2008). Penyusunan skala diawali dengan membuat blue-print aitem aitem dan mendapatkan masukan dari professional judgement. Skala uji coba Kecerdasan Emosi terdiri 30

aitem dan skala Stres Kerja terdiri dari 30 aitem.

3.7.2 Pelaksanaan Penelitian

Uji coba ini bertujuan untuk memperoleh nilai reliabilitas dan validitas dari alat ukur. Uji coba skala penelitian dilaksanakan sejak tanggal 27 April 2017 sampai dengan 28 April 2017. Uji coba alat ukur melibatkan 62 karyawan yang bekerja di PT. PLN (Persero) UPT Pematangsiantar. Kuesioner dicetak dalam bentuk buku dan diadministrasikan kepada subjek penelitian yang ditemui. Kuesioner yang telah diisi dikembalikan kepada peneliti.

Penelitian ini menggunakan uji coba (try out) terpakai, sehingga sampel yang digunakan pada uji coba digunakan kembali dalam pengolahan data.

3.7.3 Pengolahan Data

Data yang diperoleh kemudian akan diolah menggunakan program SPSS Statistics 17,0 for Windows.

3.8 Metode Pengolahan Data

Penelitian ini dilakukan untuk melihat korelasi antara Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja. Uji analisis statistika yang digunakan pada penelitian ini ialah Uji korelasi (Pearson Product Moment) dengan menggunakan bantuan program SPSS Statistics 17,0 for Windows. Uji korelasi harus memenuhi uji asumsi normalitas dan uji asumsi linearitas terlebih dahulu.

(38)

1. Uji normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi dari penelitian masing-masing variabel bebas dan terikat telah menyebar secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji one sample kolmogorov-smirnov.

2. Uji linearitas

Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian, yaitu variabel bebas (Kecerdasan Emosi) dan variabel terikat (Stres Kerja) telah memenuhi asumsi garis linear. Uji linearitas dilakukan dengan analisis statistik test for linearity.

3. Uji korelasi

Uji korelasi dilakukan dengan pearson product moment. Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja. Kedua variabel dinyatakan berkorelasi jika p < 0,05.

Adapun kriteria penilaian korelasi menurut Sugiyono (2010), yaitu:

Tabel 5

Kriteria Penilaian Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat Rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 - 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,00 Sangat Kuat

(39)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan keseluruhan hasil penelitian yang terdiri dari analisa data gambaran umum subjek penelitian, hasil uji asumsi, hasil utama penelitian, nilai empirik dan nilai hipotetik, kategorisasi, serta pembahasan hasil penelitian.

4.1. ANALISA DATA

4.1.1. Gambaran umum subjek penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian populasi. Dimana seluruh karyawan yang bekerja di PT. PLN (Persero) Pematangsiantar menjadi subjek penelitian yang berjumlah 62 orang.

a. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Penyebaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat melalui tabel berikut:

Tabel 6

Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Jumlah Karyawan Persentase ( %)

Pria 52 83,8

Wanita 10 16,2

Total 62 100 %

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah subjek penelitian yang berjenis kelamin pria berjumlah 52 (83,8%) orang dan berjenis kelamin wanita berjumlah 10 orang (16,2%).

(40)

b. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Penyebaran subjek penelitian, dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu dewasa awal dan dewasa madya. Dalam Papalia (2008), rentang usia 20 sampai 40 tahun disebut dengan dewasa awal, sedangkan rentang usia 41 sampai 60 tahun disebut dengan dewasa madya. Dapat dilihat dalam tabel 4.2. berikut :

Tabel 7

Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia No. Usia Jumlah (N) Persentase (%)

1. 20-40 43 69,4%

2. 41-60 19 30,6%

Total 62 100%

Dari tabel 4.2. dapat dilihat bahwa penyebaran subjek penelitian paling banyak berada di kelompok dewasa awal yaitu 43 orang (69,4%) dan sebanyak 19 orang (30,6%) berada di kelompok dewasa madya.

4.2 HASIL UJI ASUMSI PENELITIAN

Untuk menguji hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung menggunakan Pearson Product Moment, ada beberapa persyaratan uji asumsi yang harus dipenuhi, yaitu uji normalitas dan uji linearitas. Pengujian ini dilakukan menggunakan bantuan program IBM SPSS Statistics 17,0 for windows.

4.2.1 Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan metode OneSample Kolmogorov Smirnov. Data dikatakan terdistribusi normal apabila nilai p

> 0,05. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut.

Referensi

Dokumen terkait

1) Identifikasi organisasi dimaksudkan bahwa karyawan bersedia menerima tujuan organisasi yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk mewujudkan komitmen organisasi.

Penyesuaian diri yang baik dapat membantu karyawan untuk tetap bekerja dan memiliki relasi yang baik dalam masa pra pensiun.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyesuaian

Kecerdasan emosional adalah kemampuan yang dimiliki seseorang pemusik tradisional dalam mengenali dan mengelola perasaan diri sendiri atau orang lain, menerapkan dengan

Hasil yang diperoleh adalah kemandirian lansia yang tinggal di panti sosial Tresna Werdha Abdi Binjai rata-rata berada pada kategori tinggi sebanyak 38 orang (57,58%).. Kata

Jika ditinjau dari indikator perilaku diketahui bahwa aitem 1, 2, dan 16 yang berisikan mengenai “mendengarkan keluh kesah, dapat memahaminya, tindakannya selalu

Secara keseluruhan, berdasarkan estimasi validitas berdasarkan bukti konkuren dan reliabilitas untuk data penelitian ini, TKF tidak terbukti memilki kualitas alat

Individu yang memiliki keterampilan sosial yang rendah cenderung memiliki harga diri yang rendah, menilai percakapan biasa sulit untuk dilakukan, tidak nyaman ketika

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya maka peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Gambaran