Penyesuaian Diri Karyawan Golongan Pimpinan pada
Masa Pra Pensiun di PT. Pertamina (Persero)
UP III Palembang
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh : Cahyaningsih NIM : 029114082
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008
Just do the best
let God do the rest…..
Karya sederhana ini kupersembahkan kepada :
Yesus yang selalu memberi kekuatan dan pertolongan
tepat pada waktuNya
Teristimewa untuk bapak Praptono
(Skripsi ini kupersembahkan sebagai kado ulang tahun dan kado
menjelang memasuki masa pensiun),
ibu Kris Astuti, mbak Anti dan mbak Tutut. Terima kasih untuk
segala dukungan, doa dan kasih sayangnya selama ini.
God bless you all……
di balik kabut
akan ada surya yang bersinar
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Penyesuaian Diri
Karyawan Golongan Pimpinan pada Masa Pra Pensiun di PT. Pertamina (Persero)
UP III Palembang” merupakan karya yang tidak pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi manapun sebelumnya,
dan sepanjang pengetahuan saya di dalamnya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 22 November 2007
Cahyaningsih
Penyesuaian Diri Karyawan Golongan Pimpinan pada Masa Pra Pensiun di PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang
Oleh : Cahyaningsih
ABSTRAK
Penyesuaian diri adalah suatu proses untuk menemukan dan menggunakan suatu perilaku yang sesuai untuk menghadapi tuntutan yang ada di lingkungan. Pra pensiun adalah masa transisi di manaterkadang orang merasa cemas dan takut karena akan kehilangan relasi, pendapatan dan jabatan dalam pekerjaan mereka. Jika hal ini berlanjut akan menimbulkan penolakan terhadap pensiun. Itulah sebabnya, penyesuaian diri sangat penting untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut. Penyesuaian diri yang baik dapat membantu karyawan untuk tetap bekerja dan memiliki relasi yang baik dalam masa pra pensiun.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyesuaian diri yang dilakukan oleh karyawan golongan pimpinan PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang pada masa pra pensiun. Penelitian ini dilakukan pada 71 orang subjek yang memiliki karakteristik berada pada golongan pimpinan, usia 52-54 tahun, berada pada masa pra pensiun, tinggal pada perumahan pertamina. Indikator penyesuaian diri adalah berpikir dan bersikap sesuai dengan realita, kontrol diri yang baik, hubungan interpersonal yang baik dan belajar dari pengalaman di masa lalu untuk menyelesaikan masalah. Analisis data menggunakan metode statistik deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan dalam mean teoritik (100) dan mean empirik dengan t test = 5.419 > t tabel = 2.000 (5% taraf signifikansi). Hasil penelitian ini berarti karyawan golongan pimpinan PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang pada masa pra pensiun memiliki penyesuaian diri yang tinggi.
Kata kunci : Penyesuaian diri dan masa pra pensiun
Adjustment of Leadership Employee at Pre Retirement Phase at PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang
by : Cahyaningsih
ABSTRACT
Adjustment is a process to find out and adopt modes of appropriate behaviour to face the demand in the environment. Pre retirement is a transitional phase in whice people feel worried and afraid of losing their relationship, income and their position in their job. If this phase continued, it would raise the retirement objection. Therefore, the adjustment was very important to help them deal with their problems.A good adjustment could help employee to stay working and have a good relationship in their pre retirement phase.
This research was aimed to know adjustment which was done by the leadership employee at PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang at preretirement phase. This research was conducted to 71 subjects who characteristics were in the leadership employee at PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang, they were 52–54 years old, and in pre retirement phase, as well as lived at company housing. The indicators of adjustment were thinking and behaving in based on reality, having good self control, having good interpersonal relationship, and learning to solve problems from the past. Thedata analysis used descriptives statistics method.
The result showed a significant difference between theoretical mean (100) and empirical mean (111.34) with t-test = 5.419 > t-table = 2.000 (5% degree of significance). It meant that the leadership employee at PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang had a high adjustment at pre retirement phase.
Key words : Adjustment and pre retirement phase
KATA PENGANTAR
Berkat kasih dan pertolonganNya penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang merupakan prasyarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi di Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma. Dalam perjalanan menyelesaikan skripsi ini
penulis banyak menerima bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Eddy Suhartanto, S.Psi. MSi. selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Sylvia Carolina MYM, S.Psi., M.Si., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Terima kasih untuk masukan yang
telah diberikan pada penulis.
3. Bapak Minto Istono, S.Psi., M.Si., selaku Wakaprodi Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Terima kasih untuk masukan yang
diberikan pada penulis.
4. Ibu M.M. Nimas Eki, S.Psi., P.Si. selaku dosen pembimbing akademik dan
dosen pembimbing skripsi. Terima kasih untuk bantuan yang sudah
diberikan pada peneliti selama ini. Makasih ya bu meskipun cuti tapi masih
menyempatkan diri untuk mengadakan bimbingan.
5. Bapak Agung Santoso, S.Psi. yang sudah memberikan bantuan dan saran
pada penulis di sela kesibukan menjalankan studi.
6. Semua dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih untuk pelajaran dan
pengalaman yang dibagikan selama ini.
7. General Manager dan Ibu Hj. Dra. Rosmala Dewi selaku Ka. Diklat SDM
UP III yang sudah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian di PT.
Pertamina (Persero) UP III Plaju Palembang.
8. Ibu Laila Z selaku Ka. Bag. HIK – SDM atas bantuan dan masukan yang
sangat membangun. Bapak Hizran A, Ibu Sumiatun Busar, Bapak Marwan
di bagian HIK-SDM yang sudah banyak memberikan bantuan dan informasi
bagi peneliti.
9. Bapak Fauzi di bagian Ren-Bag yang sudah bersedia memberikan informasi
tentang kewirausahaan.
10. Segenap karyawan bagian RTK yang sudah membantu menyebarkan skala
penelitian kepada para karyawan PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang.
11. Semua karyawan PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang yang bersedia
menyediakan waktunya untuk mengisi skala penelitian di sela kesibukan
dalam menjalankan tugas di kantor. Tanpa bantuan Bapak dan Ibu penelitian
ini tidak dapat berjalan dengan baik.
12. Bapak yang banyak membantu di sela kesibukan kerjanya, memberikan
semangat dan dukungan doa. “Skripsi ini untuk hadiah ulang tahun dan
memasuki masa pensiun bapak lho……”. Ibu yang tidak pernah bosan
mendoakan dan bertanya “Dik, kapan lulus?”. Mbak Anti, mbak Tutut untuk
dukungan doanya. Untuk Tiul yang rela menjadi “subjek penderita” selama
proses pengolahan data di rumah.
13. Mas Gandung, Pak Gik, Mbak Nanik, Mas Doni dan Mas Muji yang selalu
direpotin sejak awal kuliah hingga sekarang.
14. “Jeng Sri” yang selalu direpotin tentang “statistik”, jadi temen curhat yang
menyenangkan. Untuk anak-anak kos Canna : Yessi, Maya, Mb’Marta,
Uthe, Jegeg, “Bang” Fany… dan anak-anak Canna yang tidak dapat
disebutkan satu persatu makasih untuk suka dukanya. Hidup Canna!!! Untuk
Laura dan Nana terimakasih untuk setia berbagi keluh kesah dan
“perjuangan” bersama mengejar kelulusan.
15. Untuk Fika, Mita, Ohaq, Mei, Eu, Chiko, Grace, anak-anak bimbingan Bu
Nimas dan teman-teman angkatan 2002. Ayo lulus bareng…….
16. Anak-anak PMK Eben Haezer, terima kasih untuk kebersamaan dan sindiran
“Kapan lulusnya mbak?”. Tetap semangat dalam-Nya ya….
Yogyakarta, 22 November 2007
Cahyaningsih
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Halaman Persetujuan ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Halaman Persembahan... iv
Halaman Pernyataan Keaslian Karya... v
Abstrak ... vi
Lembar Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis... viii
Kata Pengantar ... ix
2. Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri... 8
3. Karakteristik Penyesuaian Diri ... 12
B. Pra Pensiun... 17
1. Pengertian Pra Pensiun ... 17
2. Karakteristik Pra Pensiun... 18
3. Fase-fase Pensiun ... 19
C. Karyawan Pertamina Golongan Pimpinan... 20
D. Penyesuaian Diri pada Karyawan Pertamina Golongan Pimpinan yang Memasuki Masa Pra Pensiun ... 24
D. Metode dan Alat Pengambilan Data ... 31
E. Kredibilitas Alat Pengumpul Data ... 34
1. Validitas ... 34
1.Deskripsi Subjek Penelitian ... 39
2.Hasil Uji Asumsi... 39
3. Deskripsi Data Penelitian... 39
4.Hasil Analisis Data Tambahan... 40
C. Pembahasan ... 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
A. Kesimpulan ... 48
B. Saran... 48
Daftar Pustaka ... 50
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue Print Jumlah Item Sebelum Try Out... 33
Tabel 2. Distribusi Item Sahih ... 35
Tabel 4. Deskripsi Data Penelitan... 39
Tabel 5. One Sample t-test... 40
DAFTAR LAMPIRAN
Skala Penyesuaian Diri ... 52
Data Try Out... 60
Reliabilitas Try Out... 66
Data Item Sahih... 69
Reliabilitas Item Sahih ... 73
Uji Normalitas... 75
Statistik Deskriptif ... 76
Uji One Sample t-test... 77
Kategorisasi... 78
Surat Ijin dan Surat Keterangan Penelitian ... 80
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap individu pasti pernah mengalami suatu permasalahan atau tuntutan
dalam hidupnya. Terkadang tuntutan tersebut dapat menimbulkan konflik,
frustrasi bahkan depresi yang membuat kehidupan individu tersebut menjadi tidak
nyaman. Manusia dibekali kemampuan untuk menolong dirinya menghadapi
permasalahan dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarrnya.
Davidoff (dalam Muta’din, 2002) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai suatu
perilaku dimana manusia dituntut untuk mencari titik temu antara keadaan yang
ada di lingkungan sekitar dengan diri sendiri.
Tuntutan untuk mencari titik temu antara keadaan di sekitar dengan diri
sendiri ini merupakan suatu proses yang memiliki tujuan untuk mengubah
perilaku individu agar terjadi suatu hubungan yang sesuai atau selaras antara diri
dan lingkungan. Proses untuk mendapatkan hubungan yang selaras tersebut
melibatkan respon mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha
memenuhi kebutuhan, mengatasi konflik, serta frustrasi yang ada (Semiun, 2006).
Proses dari penyesuaian diri dapat dilihat dari bagaimana respon yang
ditunjukkan oleh individu dalam menghadapi tuntutan yang ada. Penyesuaian diri
berbeda menurut norma, budaya serta berbeda pada setiap tingkah laku yang
ditunjukkan oleh setiap individu. Oleh karena itu, penyesuaian diri merupakan
cara individual dalam bereaksi terhadap tuntutan yang berasal dari dalam atau dari
luar individu tersebut. Untuk beberapa orang mungkin reaksi yang digunakan
efisien dan memuaskan, sedangkan bagi orang lain justru tidak efektif. Apabila
respon yang dilakukan tidak efisien dan tidak menimbulkan kesejahteraan pada
individu, maka individu tersebut dapat dikatakan tidak mampu dalam
menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang baik memiliki kemampuan untuk
mengatur dan merencanakan suatu respon sehingga dapat mengatasi frustasi,
konflik dan kesulitan yang dihadapi dalam tuntutan yang ada (Semiun, 2006).
Tuntutan yang timbul dari lingkungan sekitar dan diri sendiri juga akan
dirasakan oleh karyawan yang akan memasuki masa pensiun. Pensiun adalah
suatu keadaan dimana individu telah berhenti bekerja pada suatu pekerjaan yang
biasa dilakukan (Eliana, 2003). Pensiun sendiri dapat menimbulkan reaksi positif
dan negatif bagi individu yang akan mengalaminya. Reaksi positif muncul ketika
individu memiliki pandangan positif terhadap pensiun. Pandangan positif ini
ditandai dengan adanya pola pikir dan sikap yang terbuka. Reaksi positif ini
salah satunya muncul ketika individu merasa bahwa pensiun adalah saatnya untuk
menikmati hasil kerja kerasnya selama ini dan menikmati kebersamaan dengan
keluarga, serta lepas dari tanggung jawab dalam melaksanakan tugas selama ini.
Reaksi negatif muncul karena adanya pandangan negatif terhadap pensiun,
individu merasa bahwa setelah pensiun dirinya menjadi orang yang tidak berguna
dan bermakna (Helmi, tanpa tahun).
Saat ini masih banyak di antara karyawan yang menganggap bahwa
pensiun akan membuat mereka merasa menjadi orang yang tidak berguna,
terhadap pensiun dapat menyebabkan munculnya gejala post power syndrome
yaitu gejala emosi yang kurang stabil dari individu dikarenakan hilangnya
kekuasaan atau jabatan penting, relasi sosial, serta pendapatan yang dimiliki
individu tersebut (Purnamasari, 2005).
Andari (2001) mengatakan bahwa post power syndrome tidak hanya
dirasakan pada mereka yang telah memasuki masa pensiun, tapi juga dapat
dirasakan oleh individu yang akan memasuki masa pensiun. Hal ini dapat terjadi
karena individu menolak datangnya masa pensiun yang diakibatkan adanya
perasaan takut kehilangan kekuasaan yang selama ini dimiliki. Individu tersebut
menunjukkan mengalami kesulitan mengatasi tuntutan dari dalam diri maupun
lingkungan sekitarnya. Kesulitan yang dialami terjadi karena keadaan emosi dan
fisik yang tidak stabil sehingga membuat individu menunjukkan keadaan fisik
(misalnya penyakit), perilaku dan perasaan yang merugikan baik untuk diri sendiri
ataupun orang lain (misalnya pikiran negatif terhadap orang lain, mudah marah).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri sangat penting
dilakukan oleh individu yang berada pada masa pra pensiun untuk mempersiapkan
dirinya memasuki masa pensiun yang bahagia.
Dinsi (2006) juga menambahkan bahwa memasuki masa pensiun tidaklah
mudah, apalagi bila individu yang bersangkutan memiliki kedudukan atau jabatan
yang cukup penting di tempat ia bekerja. Persiapan untuk memasuki masa pensiun
ini sangat penting, baik secara mental ataupun finansial, apalagi dalam masa
yang diemban selama masa bertugas, karena hal ini dapat menimbulkan perasaan
kehilangan identitas dan perasaan tidak berguna.
Djaini (dalam Purnamasari, 2005) mengatakan terdapat fakta yang
memperlihatkan bahwa karyawan Pertamina yang menolak masa pensiun
menunjukkan sikap yang negatif, misalnya mudah tersinggung, berprasangka
negatif terhadap orang lain saat individu tersebut memasuki masa pra pensiun.
Djaini (1997) juga menambahkan bahwa hal ini dapat terjadi pada karyawan
golongan pimpinan yang berada pada puncak karirnya. Hal ini disebabkan
adanya perasaan kecewa karena harus melepaskan segala atribut (jabatan,
kekuasaan, status sosial) yang dimiliki saat pensiun nanti.
Adanya fakta penolakan pensiun pada karyawan menunjukkan bahwa
penyesuaian diri yang dimiliki kurang baik. Fakta tersebut menunjukkan bahwa
proses penyesuaian diri berkaitan dengan gejala post power syndrome. Jika hal ini
terjadi pada karyawan golongan pimpinan mungkin gejala yang ditunjukkan akan
lebih parah, karena rasa kehilangan terhadap pendapatan, kekuasaan dan jabatan
saat menjelang pensiun akan lebih besar. Selain itu karyawan golongan pimpinan
juga akan merasa kehilangan berbagai fasilitas yang selama ini mereka dapatkan
dari perusahaan. Fasilitas tersebut antara lain mulai dari rumah dinas hingga
fasilitas kesehatan yang diperoleh sampai mereka pensiun. Secara umum
karyawan yang tinggal di perumahan dinas Pertamina selama masa aktif kerjanya
akan mendapatkan berbagai kemudahan karena menerima sarana dan prasarana
selama bekerja, mereka berada pada zona aman karena pendapatan dan berbagai
fasilitas yang diterima tersebut.
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengangkat tema yang
berhubungan dengan penyesuaian diri dan pensiun. Namun, belum ada data atau
penelitian yang dapat membuktikan pendapat di atas. Penelitian yang telah
dilakukan selama ini berkaitan dengan pensiun adalah dihubungkan dengan
tingkat harga diri (Hanayanthi, 2003) dan kecemasan (Prastiti, 2005). Sedangkan
yang berkaitan dengan penyesuaian diri antara lain dikaitkan dengan efikasi diri
(Sudiro, 2004) dan perilaku asertif (Pasauran, 2002). Oleh karena itu penelitian
mengenai penyesuaian diri pada karyawan golongan pimpinan ini penting untuk
dilakukan.
Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini mencoba untuk melihat
penyesuaian diri yang dilakukan karyawan pada golongan pimpinan yang
memasuki masa pra pensiun.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui penyesuaian diri pada karyawan golongan pimpinan pada masa pra
pensiun.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk melihat penyesuaian diri karyawan
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan wacana kepada para
karyawan yang akan memasuki masa pensiun mengenai penyesuaian diri yang
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penyesuaian Diri
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri menurut pendapat umum adalah suatu proses dari
kehidupan itu sendiri. Menurut ilmu psikologi penyesuaian diri berarti interaksi
antara manusia dengan lingkungannya. Setiap individu baik yang muda, tua, besar
dan kecil selalu menghadapi masalah dalam penyesuaian diri. Permasalahan yang
dihadapi muncul mulai dari lahir dan terus berlanjut sampai mati dan dapat
muncul baik dari dalam maupun dari luar diri individu itu sendiri. Masalah yang
muncul biasanya berkaitan dengan pencapaian suatu keseimbangan antara
kebutuhan individu dan tuntutan yang ada di lingkungannya
(http://en.wikipedia.org/wiki/Adjustment.2006).
Berikut adalah pendapat beberapa tokoh tentang definisi penyesuaian diri,
menurut Carter V. Good (1959) penyesuaian diri adalah suatu proses menemukan
dan memakai suatu perilaku yang cocok dengan perubahan yang terjadi di
lingkungannya. Sedangkan Laurance F. Shaffer (2006) berpendapat bahwa
penyesuaian diri adalah suatu proses di mana makhluk hidup memelihara
keseimbangan antara kebutuhan dan keadaan sekitarnya yang mempengaruhi
pemuasan kebutuhan tersebut (http://en.wikipedia.org/wiki/Adjustment.2006). Semiun (2006) mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah proses individu untuk
mengatasi tuntutan internal dan eksternal, konflik, frustasi, tingkah laku dan
situasi yang ada di sekitar. Serta Morris dan Marsto (dalam Herastuti, 2006)
berpendapat bahwa penyesuaian diri adalah suatu usaha untuk mengatasi stress
dengan cara menyeimbangkan antara kebutuhan individu dengan tuntutan yang
ada dan kemungkinan pemenuhan yang realistik untuk mengaturnya sebaik
mungkin sesuai dengan kemampuan.
Dari deskripsi penyesuaian diri di atas, dapat disimpulkan bahwa
penyesuaian diri adalah suatu proses perilaku seseorang yang dilakukan untuk
mengatasi tuntutan yang ada di sekitar lingkungannya.
2. Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
Menurut Derajat (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian
diri adalah :
a. Frustrasi (tekanan perasaan)
Frustrasi adalah proses yang membuat seseorang merasa ada hambatan dalam
proses pemenuhan kebutuhannya sehingga tidak mampu menyesuaikan diri
untuk mengatasi tuntutan yang ada. Contohnya ketika orang merasakan
tekanan perasaan yang berat, antara lain merasa tidak mampu, tidak berdaya
maka individu akan merasa pesimis dalam menghadapi tuntutan karena sudah
membayangkan kegagalan yang akan dihadapi.
b. Konflik (pertentangan batin)
Konflik adalah adanya dua macam dorongan yang saling berlawanan satu dan
lainnya dan tidak dapat dipenuhi dalam waktu yang bersamaan. Jika terdapat
konflik, maka seseorang akan mengalami hambatan dalam menghadapi
1) Approach approach conflict
Adalah bila individu mengalami pertentangan antara dua hal yang
sama-sama diingini tetapi tidak mungkin diambil keduanya.
2) Approach avoidance conflict
Adalah jika individu mengalami pertentangan antara dua hal yang
satu diingini dan yang satu tidak diingini.
3) Avoidance avoidance conflict
Adalah jika individu menghadapi pertentangan antara dua hal yang
sama-sama tidak diingini.
c. Kecemasan (anxiety)
Kecemasan terjadi ketika individu yang sedang menghadapi suatu
permasalahan mengalami tekanan perasaan (frustrasi) dan pertentangan batin
(konflik). Kecemasan ini dapat berupa perasaan takut, tidak berdaya, rasa
bersalah yang tidak dapat dihindari oleh individu. Jika dibiarkan, perasaan ini
dapat menghambat individu dalam menyesuaikan diri dalam menghadapi
permasalahan tersebut.
Scheneiders (1964) menuliskan bahwa beberapa faktor yang
mempengaruhi seseorang dalam penyesuaian diri antara lain :
a. Keadaan fisik
Keadaan fisik dan faktor bawaan berpengaruh pada proses penyesuaian
dirinya. Faktor fisik yang dimaksud adalah terdiri dari sistem syaraf, kelenjar
otot, kesehatan dan penyakit. Keadaan fisik yang baik dapat mempengaruhi
siap menghadapi tuntutan dalam hidupnya sehingga individu tersebut mampu
menyesuaikan diri dengan tuntutan tersebut.
b. Perkembangan dan kematangan intelektual, sosial, moral, emosional
Perkembangan dan kematangan individu adalah kondisi utama yang
mempengaruhi untuk mencapai penyesuaian diri ketika individu mencapai
perkembangan berikutnya. Kematangan yang dimaksud adalah kematangan
intelektual, sosial dan emosional. Kematangan intelektual, sosial maupun
emosional seseorang dapat membantu individu dalam proses penyesuaian diri
sehingga mampu mengatasi tuntutan yang dihadapi. Namun, terkadang
meskipun keadaan intelektual individu tidak terlalu baik, individu tersebut
masih dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di lingkungan karena
memiliki kemampuan dalam bersosialisasi.
c. Faktor psikologis
Faktor psikologis memiliki pengaruh yang cukup besar jika dibandingkan
dengan yang lain, karena berhubungan dengan individu sendiri. Hal ini
meliputi pengalaman, belajar, pembiasaan dan kemampuan mengarahkan diri.
Pengalaman yang positif maupun negatif membuat individu mendapatkan
suatu pelajaran yang dapat digunakan dalam menghadapi tuntutan di
kemudian hari. Jika pembelajaran ini sering dilakukan maka individu dapat
memiliki suatu kekuatan untuk mengarahkan dirinya pada tindakan yang
d. Keadaan lingkungan
Penyesuaian diri yang baik dipengaruhi oleh faktor lingkungan di mana
individu tersebut tinggal. Keluarga dan lingkungan di mana individu menjadi
bagian dari lingkungan tersebut memberikan peranan penting karena
didalamnya terdapat nilai, kepercayaan, peran sosial, sikap dan cara berpikir
yang digunakan dan berhubungan dengan penyesuaian diri di dalam moral dan
sosial. Selain itu, sekolah juga membentuk pola-pola penyesuaian diri yang
dapat digunakan sampai individu tersebut dalam lingkungan kerja,
perkawinan, moral dan sosial. Apa yang didapat individu dari keluarga,
lingkungan dan sekolah tersebut dapat membantu individu dalam
menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan yang ada dalam masyarakat.
e. Faktor kebudayaan
Lingkungan memiliki kebudayaan sendiri-sendiri dan punya pengaruh pada
individu yang tinggal di lingkungan tersebut. Budaya memiliki nilai, tradisi,
dan standar yang mempengaruhi dalam penyesuaian diri. Tradisi yang kurang
sehat pada lingkungan akan membuat individu mengalami konflik serta
gangguan perilaku yang dapat membuat individu mengalami hambatan dalam
proses penyesuaian diri. Agama adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari kebudayaan. Pengalaman dan keyakinan dalam suatu agama diyakini
dapat membantu individu dalam menjaga kesehatan mental, sehingga mampu
menyelesaikan masalah atau tuntutan yang dihadapi. Kemampuan
menyelesaikan masalah ini menunjukkan proses penyesuaian diri yang baik
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi penyesuaian diri antara lain :
a. Keadaan fisik
Keadaan fisik yang kurang baik akan membuat individu semakin terbeban
karena merasa tidak mampu menghadapi beratnya tuntutan yang ada.
b. Keadaan psikologis
Keadaan psikologis yang kurang baik seperti depresi, perasaan cemas, konflik
yang dirasakan individu dapat menghambat individu dalam menyesuaikan
diri dengan tututan yang dihadapi. Keadaan psikologis juga meliputi
perkembangan dan kematangan intelektual, moral dan emosional.
Kematangan individu dalam intelektual, moral dan emosional membantu
individu menyesuaikan diri dengan tuntutan yang ada di lingkungan sehingga
mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
c. Lingkungan
Tradisi, nilai, kepercayaan, standar, sikap, cara berpikir dan pengalaman yang
diterima individu baik dari agama, lingkungan keluarga maupun lingkungan
tempat tinggal mempengaruhi individu dalam proses penyesuaian diri. Bila
pengaruh yang diberikan baik maka individu tidak akan mengalami gangguan
dalam proses penyesuaian diri.
3. Karakteristik Penyesuaian Diri
Menurut Harbert dan Runyon (1984) karakteristik penyesuaian diri yang
a. Memiliki persepsi yang tepat terhadap realita
Penyesuaian diri lebih melihat pada situasi yang sebenarnya. Menyadari
bahwa persepsi yang dimiliki terkadang berbeda dengan realita yang ada di
sekitar dan dengan terpaksa kita harus mengubah tujuan yang sudah kita buat
sebelumnya.
b. Kemampuan menguasai stress dan kecemasan
Coping yang berhasil dapat dilihat dari jawaban dari suatu pencarian tujuan
yang memberikan petunjuk hidup dan membuat dapat bertahan hidup dari
suatu kejadian yang tak dapat dielakkan, frustasi, stress yang terjadi dalam
hidup.
c. Memiliki kesan diri yang baik
Memiliki penilaian yang positif terhadap diri sendiri, meskipun demikian
individu juga tidak boleh melupakan keadaan dirinya yang sebenarnya. Harus
mau menerima kelemahannya sama seperti menerima kelebihan yang dimiliki.
d. Kemampuan mengekspresikan perasaan
Mampu merasakan dan mengekspresikan perasaan secara realistis dan
terkontrol. Misalnya ketika seseorang merasa marah ia dapat mengekpresikan
rasa marahnya tanpa melukai orang lain secara fisik maupun psikis. Masalah
dalam mengekspresikan emosi ada dua, overcontrol dan undercontrol.
Overcontrol menunjukkan blunted affect yaitu perasaan atau pengalaman yang
e. Memiliki hubungan interpersonal yang baik
Memiliki hubungan yang produktif serta saling memberi manfaat antara satu
dan yang lainnya.
Menurut Scheneiders (1964) individu yang memiliki penyesuaian diri
normal memiliki karakteristik :
a. Tidak ditemukan emosi yang berlebihan
Tidak ditemukan emosi yang berlebihan bukan berarti individu tidak memiliki
emosi tapi mampu menunjukkan kontrol dan ketenangan emosi, sehingga
dapat menghadapi permasalahan yang timbul dan menentukan pemecahan
masalah yang tepat.
b. Tidak ada mekanisme pertahanan diri
Memberikan respon yang normal terhadap permasalahan yang terjadi, bukan
dengan menggunakan mekanisme pertahanan diri untuk memecahkan suatu
masalah.
c. Tidak ada frustrasi personal
Frustrasi dapat membuat individu mengalami kesulitan merespon
permasalahan yang ada. Jika merasa frustrasi atau merasa tidak berdaya, maka
individu tersebut akan mengalami kesusahan mengorganisasi kemampuan
berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku untuk menghadapi permasalahan
yang ada di sekitarnya.
d. Pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri
Tidak memiliki emosi yang berlebih sehingga mampu berpikir dan melakukan
mengorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan meskipun dalam situasi
yang sulit.
e. Kemampuan untuk belajar
Suatu proses penyesuaian diri yang normal dapat diindikasikan dari memiliki
perkembangan untuk memecahkan suatu masalah dari situasi yang penuh
dengan konflik, frustrasi atau stress. Selain itu juga ditandai dengan adanya
proses belajar yang berkelanjutan dalam menghadapi tuntutan yang ada dalam
kehidupan.
f. Memanfaatkan pengalaman masa lalu
Individu yang memiliki penyesuaian diri yang normal memiliki kemampuan
melihat pengalaman dirinya dan pengalaman orang lain untuk belajar
mengatasi situasi konflik dan stress.
g. Sikap realistis dan objektif
Mampu bersikap realistis dan objektif seperti kenyataan yang sebenarnya. Hal
ini dapat dilakukan dari melihat pengalaman, belajar, memiliki pemikiran
yang rasional, serta mampu menilai situasi dan permasalahan yang ada.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kriteria
penyesuaian diri antara lain :
a. Memiliki kemampuan berpikir dan bersikap sesuai dengan realita
Individu dapat melihat suatu permasalahan secara realistis dan objektif, dapat
menilai dan berpikir sesuai dengan kenyataan yang ada. Menyadari terkadang
melihat pengalaman, belajar, memiliki pemikiran rasional, mampu menilai
situasi dan permasalahan yang ada.
b. Memiliki kemampuan kontrol diri yang baik
Individu memiliki kemampuan untuk merasakan dan mengekspresikan serta
mengontrol perasaan dengan baik tanpa harus merugikan orang lain dan diri
sendiri, menerima kelemahan dan kelebihan diri, mampu berpikir, melakukan
pertimbangan terhadap permasalahan, mampu mengorganisasi pikiran, tingkah
laku dan perasaan, sehingga membuat individu dapat bertahan dari kejadian
yang tidak dapat dielakkan, frustrasi dan stress, serta menentukan pemecahan
masalah yang tepat.
c. Memiliki hubungan interpersonal yang baik
Individu memiliki hubungan yang saling membangun satu sama lain dengan
orang yang ada di sekitarnya.
d. Memiliki kemampuan belajar dari pengalaman di masa lalu untuk
memecahkan masalah
Individu mampu melihat pengalaman yang terjadi di masa lalu baik dari
pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain sebagai suatu
pelajaran untuk memecahkan permasalahan dari keadaan yang penuh dengan
konflik, frustrasi atau stress yang terjadi dalam hidupnya dan ada proses
belajar yang berkelanjutan untuk menghadapi tuntutan yang ada.
Karakteristik di atas akan digunakan sebagai indikator alat ukur
B. Pra Pensiun
1. Pengertian Pra Pensiun
Pensiun adalah suatu keadaan di mana seseorang sudah tidak bekerja lagi
karena usia yang lanjut dan harus diberhentikan. Individu tersebut akan
mendapatkanpesangon atau uang pensiun. Jika mendapatkan uang pensiun maka
uang tersebut akan didapatkan sampai individu tersebut meninggal dunia
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pensiun.2006).
Pensiun seringkali diidentikkan dengan usia tua yang menandakan bahwa
individu tersebut sudah tidak berguna lagi bagi perusahaan atau organisasi di
tempat mereka bekerja (Rini, 2001).
Kimmel dalam (Prastiti, 2004) mengatakan bahwa pensiun adalah suatu
perubahan sosial yang dialami individu dalam suatu perkembangan hidup
seseorang. Perubahan yang menuntut individu untuk memiliki penyesuaian diri
dari keadaan yang semula bekerja menjadi tidak bekerja, berkurangnya
penghasilan, dan bertambahnya waktu luang.
Parkman et. al (1990) memiliki pendapat yang hampir serupa dengan
Kimmel. Parkinson et. al berpendapat bahwa pensiun adalah suatu proses
pelepasan diferensial yang dialami individu dalam usia tertentu di perusahaan,
yaitu hanya melepaskan diri dari profesi dan tidak melepaskan diri dari kegiatan
lain (Parkman et.al, 1990).
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pensiun adalah
perubahan sosial, perubahan aktivitas dari bekerja menjadi tidak bekerja, hingga
pada perubahan penghasilan.
Berbagai perubahan dan penyesuaian tidak hanya terjadi pada masa
pensiun, karena pada masa pra pensiun individu juga mulai mengalami berbagai
perubahan baik secara fisik maupun psikologis. Pra pensiun sendiri adalah
keadaan yang berawal dari pertama kali individu mendapatkan pekerjaan,
biasanya individu merasa bahwa pensiun masih lama terjadi dan fase ini berakhir
ketika individu akan mendekati masa pensiun atau biasa disebut dengan The
Remote Phase serta keadaan dimana individu menyadari bahwa masa pensiun
akan segera datang dan mulai mempersiapkan diri dalam program pensiun yang
ada pada perusahaan atau biasa disebut dengan The Remote Phase Achley (dalam
Santrock, 2002 dan Eliana, 2003).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pra pensiun adalah keadaan
yang berawal dari individu mendapatkan pekerjaan hingga mulai mempersiapkan
diri dan berpartisipasi dalam suatu program pensiun yang ada dalam perusahaan.
2. Karakteristik Pra Pensiun
Individu yang memasuki masa pra pensiun apabila dilihat dari usianya
yaitu sekitar 50an tahun sampai awal 60 tahun termasuk dalam dewasa tengah.
Pada usia ini individu tersebut memiliki beberapa karakteristik dan mulai
menunjukkan adanya beberapa perubahan dalam perkembangannya. Karakteristik
individu dewasa tengah antara lain dilihat dari segi ekonomi dan pekerjaan,
Dari segi ekonomi menunjukkan memiliki pendapatanyang tinggi karena
berprestasi dalam pekerjaan, memiliki posisi yang tinggi, kekuasaan dan prestise.
Sedangkan perubahan yang terjadi antara lain perubahan fisik, psikis dan sosial.
Perubahan fisik yang terjadi antara lain adalah kulit keriput, rambut yang
memutih, cepat lelah, berkurangnya daya ingat, penglihatan dan pendengaran,
rentan terkena penyakit. Perubahan psikologis ditunjukkan dengan adanya
perasaan cemas yang berlebihan, merasa tidak dianggap oleh masyarakat sekitar
dan merasa jenuh dengan kegiatan sehari-hari. Serta dari sosial ditunjukkan
adanya keinginan untuk aktif dalam kegiatan organisasi atau pelayanan dalam
masyarakat (Hurlock, 1980 dan Santrock, 2002).
Pada usia dewasa tengah individu perlu menyiapkan masa pensiun baik
secara keuangan maupun secara psikologis. Individu perlu belajar untuk memilih
minat dan mengisi waktu luang di masa mendatang dengan baik. Kegiatan ini
adalah salah satu bagian penting dari persiapan memasuki masa pensiun tersebut
(Santrock, 2002).
3. Fase-fase Pensiun
Achley (dalam Santrock, 2002 dan Eliana, 2003) menyatakan ada
beberapa fase pada pensiun, di antaranya :
a. Fase Pra Pensiun (Preriterement Phase)
1) Fase Jauh (The Remote Phase)
2) Fase Dekat (The Near Phase)
b. Fase Pensiun (Retirement Phase)
2) Fase Kekecewaan (The Disenchantment Phase)
3) Fase Re-orientasi (TheReorientation Phase)
4) Fase Stabil (The Stability Phase)
c. Fase Masa Pasca Pensiun (End of Retirement Role)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pensiun terdiri dari tiga fase
antara yaitu Fase Pra Pensiun yaitu, Fase Pensiun, dan Fase Masa Pasca Pensiun
Dalam penelitian ini fase yang akan dilihat adalah fase dekat (the near phase)
pada fase pra pensiun.
C. Karyawan Pertamina Golongan Pimpinan
Golongan pimpinan jika dibandingkan dengan golongan yang ada di
bawahnya memiliki beberapa kelebihan, dilihat dari segi pekerjaan, ekonomi dan
sosial. Golongan pimpinan dalam perusahaan ini terdiri dari beberapa jenjang,
mulai dari golongan 1 yaitu golongan pimpinan yang paling tinggi dan golongan 9
yaitu golongan pimpinan yang paling rendah. Golongan 1 adalah pembina atau
pimpinan puncak, golongan 2-4 adalah golongan utama (pimpinan divisi), 5-6
adalah pengawas, golongan 7-9 adalah supervisor (Purnamasari, 2003).
Secara umum meskipun berada pada jenjang yang berbeda, karyawan yang
berada pada beberapa golongan ini memiliki tugas dan tanggung jawab untuk
dapat menyusun, mengatur dan mengontrol pekerjaan setiap anak buahnya,
bahkan mereka dituntut untuk dapat menjadi motivator bagi setiap karyawan yang
ada di bawah pimpinannya. Perbedaan tugas dan tanggung jawab yang
Pada umumnya di suatu perusahaan seorang karyawan yang memiliki golongan
atau pangkat yang cukup tinggi adalah karyawan yang sebagian besar
pekerjaannya dihabiskan di dalam kantor (pekerjaannya mengandalkan pikiran)
bukan di pabrik atau sejenisnya yang pekerjaannya banyak mengandalkan
kekuatan fisik. Namun di perusahaan ini, karyawan golongan pimpinan tidak
hanya menjalankan pekerjaan di dalam kantor saja atau tidak hanya bekerja di
lapangan (seperti pabrik, kilang) saja, tetapi bisa juga menjalankan pekerjaannya
di dalam kantor dan di lapangan (pabrik, kilang), karena pabrik atau kilang
termasuk bagian dari perusahaan yang memegang peranan penting dalam
perusahaan. Relasi yang mereka miliki cukup luas karena terkadang mereka
diharuskan untuk bekerja sama dengan rekan dari luar perusahaan dan bagi
karyawan golongan pimpinan yang berada pada golongan 2-9 diharuskan untuk
berelasi dengan beberapa orang yang memiliki kedudukan penting di perusahaan
tersebut bahkan dengan beberapa pihak luar yang memiliki kerjasama dengan
perusahaan. Tanggung jawab, tugas dan relasi yang luas ini membuat pengalaman
kerja yang mereka miliki lebih banyak jika dibandingkan dengan karyawan yang
bukan pimpinan.
Secara ekonomi, kehidupan mereka dapat dikatakan cukup mapan. Karena
selain mendapatkan gaji yang lebih besar, mereka juga mendapatkan beberapa
fasilitas lain dari perusahaan, antara lain fasilitas kesehatan yang lebih lengkap,
misalnya dengan fasilitas ditempatkan di ruang VIP ketika mereka dirawat di
rumah sakit, beberapa barang inventaris dari perusahaan misalnya perabotan
fasilitas perabotan rumah tangga namun barang yang didapat memiliki perbedaan.
Semakin tinggi golongan karyawan tersebut maka semakin lengkap fasilitas yang
didapatkan. Lingkungan tempat tinggal karyawan golongan pimpinan dibedakan
menjadi tiga tempat, ada perumahan yang memang dikhususkan untuk karyawan
golongan pimpinan saja, yaitu perumahan yang dikhususkan untuk golongan 1-3
dan perumahan lain untuk golongan 4-5 dan ada juga perumahan yang dihuni oleh
karyawan pimpinan yang berada pada golongan 5 sampai pada karyawan yang
bukan pimpinan. Pada umumnya mereka ditempatkan di rumah dinas yang lebih
besar beserta isinya yang lebih lengkap. Semakin tinggi golongan seorang
karyawan, maka semakin lengkap barang inventaris yang diberikan oleh
perusahaan.
Berbagai keadaan yang melekat pada karyawan golongan pimpinan seperti
pekerjaan dan keadaan ekonomi di atas membuat mereka berada pada lingkungan
sosial yang berbeda dengan karyawan yang bukan pimpinan. Lingkungan tempat
tinggal yang berbeda, pendapatan yang besar, relasi yang lebih luas, tanggung
jawab dalam pekerjaan dan kedudukan yang tinggi ini membuat mereka memiliki
status sosial yang dipandang lebih tinggi dari karyawan yang bukan pimpinan.
Pekerjaan dan jabatan yang dimiliki membuat mereka lebih dihormati, dihargai
dan menjadi panutan bagi anak buahnya. Selain status sosial mereka juga
menunjukkan gaya hidup yang terlihat sedikit berbeda dengan karyawan yang
golongannya lebih rendah daripada mereka. Bisa dikatakan mereka memiliki
gaya hidup sedikit berlebihan yang sebetulnya hal ini bukanlah suatu hal yang
dan mendapat dukungan fasilitas tambahan dari perusahaan yang lebih lengkap
jika dibandingkan dengan karyawan yang bukan pimpinan.
Perusahaan memiliki program pelatihan untuk karyawan yang akan
memasuki masa pensiun dan tidak bersifat wajib. Program ini biasanya disebut
dengan “Kewirausahaan”. Kewirausahaan ditujukan untuk karyawan beserta
pasangannya (suami atau istri karyawan tersebut) dan dilaksanakan ketika
karyawan memasuki 2 atau 3 tahun menjelang masa pensiun. Namun, ada sedikit
perbedaan tentang kewirausahaan tersebut antara karyawan golongan pimpinan
dan yang bukan pimpinan. Bagi karyawan yang bukan pimpinan, mereka juga
mengikuti program kewirausahaan yang sama, hanya saja mereka tidak mengikuti
program ini di kota yang sama. Biasanya pelatihan diadakan di kota Bandung atau
Surabaya. Pemilihan kota tergantung pada kebijakan perusahaan yang setiap
tahunnya dapat berubah. Sementara untuk karyawan golongan pimpinan,
kewirausahaan biasa dilaksanakan di kota Bali dan Yogyakarta. Pemilihan kota
yang akan dituju sebagai tempat pelatihan berdasarkan pada golongan karyawan
tersebut. Karyawan yang berada pada golongan 5-1 mengikuti pelatihan ke Bali
dan karyawan pada golongan 9-6 ke Yogyakarta. Meskipun terdapat perbedaan
tempat pelatihan yang didasarkan pada golongan karyawan, namun materi
pelatihan yang diberikan tidak memiliki perbedaan. Kegiatan dalam program ini
selain diadakan untuk memberikan pelatihan kewirausahaan, juga diadakan
konsultasi dengan psikolog sebagai persiapan untuk memasuki masa lansia.
sepenuhnya oleh perusahaan. Kewirausahaan ini bukan akhir dari program
perusahaan untuk mempersiapkan karyawan dalam menghadapi pensiun.
Selain itu ada program yang disebut dengan Masa Persiapan Pensiun
Karyawan (MPPK). Sekitar enam bulan sebelum memasuki MPPK karyawan
akan diberikan surat pemberitahuan dari perusahaan. Surat tersebut berisi tentang
pemberitahuan bahwa karyawan tersebut sebentar lagi akan memasuki MPPK dan
berisi tentang hak dan kewajiban yang harus dilakukan karyawan sebelum
memasuki MPPK. Saat karyawan memasuki MPPK, karyawan tersebut akan
berhenti bekerja namun tetap akan mendapat gaji bersih sama seperti saat masih
aktif bekerja serta diperbolehkan tetap tinggal di perumahan dinas dan
mendapatkan fasilitas dari perusahaan selama satu tahun. Program ini berlaku
bagi semua karyawan baik yang berada pada golongan pimpinan maupun
karyawan yang bukan pimpinan.
D. Penyesuaian Diri Pada Karyawan Pertamina Golongan Pimpinan yang
Memasuki Masa Pra Pensiun
Keadaan ekonomi, pekerjaan, sosial dan budaya pada karyawan golongan
pimpinan yang telah disebutkan sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan kelas dalam berbagai bidang tersebut. Perbedaan tersebut menunjukkan
adanya kehidupan dan tuntutan yang lebih besar yang diharapkan dari mereka.
Kehidupan yang memiliki fasilitas yang lengkap, besarnya tanggung jawab dan
pengalaman dalam pekerjaan, pendapatan yang diperoleh, serta perbedaan pada
dimiliki oleh karyawan golongan pimpinan jika dibandingkan dengan karyawan
yang bukan pimpinan.
Pada umumnya para karyawan yang berada pada masa pra pensiun adalah
mereka yang berusia di atas 50 tahun. Secara fisik mereka juga sudah mengalami
perubahan, misalnya stamina yang mulai menurun meskipun tidak terlalu ekstrim.
Keadaan stamina yang menurun ini akan membuat mereka lebih mudah
mengalami berbagai macam penyakit. Secara psikologis mereka mulai mengalami
kecemasan menghadapi hari tua karena akan menghadapi banyak perubahan
dalam hidupnya. Masa pensiun yang semakin dekat akan membuat mereka
menunjukkan perasaan cemas karena merasa keberadaan mereka tidak akan
dianggap oleh masyarakat serta mulai merasakan adanya kejenuhan dalam
menjalankan aktivitas sehari-hari. Disamping adanya perubahan di tersebut dalam
hal pekerjaan mereka justru menunjukkan adanya prestasi kerja yang semakin
meningkat seiring dengan pengalaman kerja yang semakin bertambah
(Hurlock,1980). Keadaan fisik dan psikologis yang terjadi tersebut menunjukkan
bahwa dalam masa pra pensiun para karyawan golongan pimpinan tersebut akan
menghadapi banyak perubahan dalam kehidupan mereka.
Keadaan pimpinan yang memiliki kedudukan, kekuasaan, relasi yang luas
dan kehidupan ekonomi yang mapan tidak akan berlangsung lama, karena cepat
atau lambat mereka akan menghadapi masa pensiun. Masa di mana mereka harus
rela untuk melepaskan kedudukan, kekuasaan, relasi, pendapatan yang besar serta
kehidupan yang didukung oleh fasilitas dari perusahaan. Lepasnya segala hal yang
dalam kehidupan mereka. Menghadapi suatu perubahan dalam kehidupan tidaklah
mudah, namun hal ini dapat diantisipasi jika individu tersebut memiliki
penyesuaian diri yang baik. Penyesuaian diri akan membuat individu mampu
bertahan menghadapi setiap perubahan dan tantangan di tempat individu tersebut
tinggal. Oleh karena itu, penyesuaian diri perlu dilakukan sedini mungkin sejak
karyawan golongan pimpinan berada pada masa pra pensiun. Dengan adanya
penyesuaian diri yang baik diharapkan para karyawan golongan pimpinan ini
dapat memiliki persiapan dalam menghadapi masa pensiun.
Di satu sisi penyesuaian diri yang baik dalam menghadapi masa pensiun
pada karyawan golongan pimpinan kemungkinan dapat dilakukan karena
memiliki relasi yang luas, serta pengalaman yang lebih luas khususnya dalam
bidang pekerjaan. Jika dihubungkan dengan faktor yang dapat mempengaruhi
penyesuaian diri yang baik, karyawan golongan pimpinan menunjukkan memiliki
kematangan dalam pengalaman yang lebih banyak, dengan memiliki pengalaman
yang lebih tersebut mereka mengetahui langkah apa yang dapat digunakan dalam
merespon tuntutan yang ada, serta adanya dukungan dari faktor lingkungan
dengan memiliki relasi yang luas menunjukkan kematangan sosial individu karena
mampu menjalin hubungan dengan berbagai pihak. Namun, di sisi yang lain
karyawan pada masa pra pensiun dapat mengalami kesulitan dalam proses
penyesuaian diri karena mulai menunjukkan adanya berbagai penurunan dari segi
fisik dan psikologis. Penurunan ini bisa ditunjukkan dengan keadaan fisik yang
rentan terkena berbagai penyakit dan mulai munculnya rasa kecemasan untuk
karena penurunan pendapatan. Penurunan yang dialami dapat menjadi
penghambat dalam penyesuaian diri jika tidak dihadapi dengan lapang dada
karena akan membuat karyawan tersebut tidak mampu menerima perubahan yang
terjadi dalam dirinya yang akan berakibat pada ketidakmampuan untuk
Skema Penyesuaian Diri Karyawan Golongan Pimpinan pada Masa Pra
• Pendapatan yang tinggi
• Rumah dinas yang lebih besar beserta barang inventaris yang lebih lengkap
• Fasilitas dari perusahaan yang lebih lengkap
2. Pekerjaan dan jabatan
• Menyusun, mengatur dan
mengontrol pekerjaan anak buah yang dipimpin
• Pengalaman kerja yang lebih luas • Mampu bekerja sama dengan rekan
dari luar perusahaan
• Mampu bekerja sama dengan orang yang kedudukannya lebih tinggi di perusahaan (untuk golongan 2-9)
Karakteristik Pra Pensiun 1.Ekonomi
• Pendapatan tinggi
2.Psikologis
• Cemas berlebihan, merasa tidak dianggap dalam masyarakat, jenuh dengan kegiatan sehari-hari
3. Fisik
• Penurunan fungsi tubuh (penglihatan, pendengaran, daya ingat, cepat lelah, mudah terkena penyakit)
4. Sosial
• Aktif dalam kegiatan di masyarakat (organisasi, pelayanan masyarakat)
5.Pekerjaan
• Berprestasi, posisi lebih tinggi, lebih banyak jaminan kerja
• Memiliki kematangan dalam
pengalaman yang lebih banyak sehingga mampu merespon suatu tuntutan
• Memiliki kematangan sosial
sehingga mampu menjalin hubungan dengan berbagai pihak
Penyesuaian Diri Tinggi
Penyesuaian Diri Rendah
• Penurunan dari segi fisik mengakibatkan rentan terhadap penyakit
E. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan keadaan karyawan golongan pimpinan yang telah dijelaskan
di atas, baik dilihat dari kelebihan yang mereka miliki atau kemungkinan
penyesuaian diri yang akan terjadi pada masa pra pensiun, melalui penelitian ini
peneliti ingin mengetahui penyesuaian diri yang dilakukan karyawan golongan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah sebuah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang dilakukan sampai pada deskripsi yaitu menganalisa dan
menyajikan fakta, memberikan suatu gambaran mengenai suatu situasi atau
kejadian yang terjadi dalam masyarakat. Data yang dikumpulkan bersifat
deskriptif sehingga penelitian ini tidak menggunakan hipotesis. Sedangkan
menurut Whitney (dalam Nazir, 1988) penelitian deskriptif digunakan untuk
mempelajari masalah, tata cara dan situasi tertentu yang terjadi dalam masyarakat.
B. Definisi Operasional
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah variabel penyesuaian
diri. Penyesuaian diri adalah suatu proses perilaku seseorang yang dilakukan
untuk mengatasi tuntutan yang ada di sekitar lingkungannya. Variabel
penyesuaian diri disusun berdasarkan karakteristik yang telah diungkapkan dalam
landasan teori. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :
a. Memiliki kemampuan berpikir dan bersikap sesuai dengan realita
b. Memiliki kemampuan kontrol diri yang baik
c. Memiliki hubungan interpersonal yang baik
d. Memiliki kemampuan belajar dari pengalaman di masa lalu untuk
memecahkan masalah
Penskoran skala akan memberikan gambaran tentang penyesuaian diri pada
karyawan golongan pimpinan pada masa pra pensiun. Semakin tinggi nilai yang
dimiliki karyawan golongan pimpinan, maka semakin tinggi penyesuaian diri
yang dimiliki karyawan pimpinan pada masa pra pensiun. Jika nilai yang dimiliki
karyawan golongan pimpinan rendah, maka penyesuaian diri yang dimiliki
karyawan tersebut juga rendah.
C. Subjek
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Pertamina
(Persero) di wilayah Unit Pengolahan III, Sumatra Selatan sebanyak 71 orang.
Penelitian ini menggunakan try out terpakai dikarenakan situasi di lapangan yang
tidak memungkinkan peneliti untuk mengadakan try out dan dilanjutkan dengan
penelitian. Kriteria subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah karyawan
Pertamina yang berada pada golongan pimpinan dan akan memasuki masa
pensiun sekitar 1 atau 2 tahun mendatang dan bertempat tinggal di perumahan
Pertamina. Peneliti menggunakan kriteria ini agar data yang diperoleh benar-benar
data yang ingin diteliti.
D. Metode dan Alat Pengambilan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala penyesuaian
diri. Skala penelitian ini menggunakan metode summated rating atau berbentuk
skala Likert. Metode Likert terdiri dari beberapa kontinum kesikapan, dan
(Tidak Sesuai), S (Sesuai) dan SS (Sangat Sesuai). Penelitian ini tidak
menggunakan kontinum N (Netral) agar subjek dapat menjawab pernyataan yang
diberikan dengan benar adanya atau tanpa manipulasi. Modifikasi skala Likert ini
dilakukan berdasarkan tiga alasan. Pertama, kategori undecided memiliki arti
ganda, bisa diartikan subjek belum mampu memberikan jawaban dan bisa juga
diartikan subjek tidak sesuai tapi bukan pula berarti tidak sesuai atau bahkan
ragu-ragu. Kedua, jawaban di tengah seperti ini menimbulkan kecenderungan untuk
menjawab ke tengah (central tendency effect), terutama bagi subjek yang
ragu-ragu terhadap arah jawabannya. Ketiga, maksud kategorisasi jawaban
SS-S-TS-STS adalah untuk melihat kecendurangan pendapat subjek , ke arah sesuai atau ke
arah tidak sesuai. Kategori jawaban tengah (Netral) akan menghilangkan banyak
Berikut ini adalah blue print skala penyesuaian diri yang disusun
berdasarkan karakteristik penyesuaian diri :
Tabel 1
Blue Print jumlah item sebelum Try Out
Nomor Item Jumlah
Item No Indikator Penyesuaian
Diri Favorabel Unfavorabel %
1. Berpikir dan bersikap sesuai dengan realita
4 Belajar dari pengalaman di masa lalu untuk memecahkan masalah
Skala ini tersusun dari 40 item favorabel dan 36 item unfavorabel, secara
keseluruhan skala yang digunakan terdiri dari 76 item. Item-item favorabel
merupakan item positif, yaitu item yang mendukung indikator penyesuaian diri
pada karyawan golongan pimpinan yang memasuki masa pra pensiun. Item-item
unfavorabel merupakan item negatif, yaitu item yang tidak mendukung indikator
penyesuaian diri pada karyawan golongan pimpinan yang memasuki masa pra
pensiun.
Pernyataan yang bersifat favorabel untuk jawaban “SS” diberi nilai 4, “S”
pernyataan yang unfavorabel untuk jawaban “SS” diberi nilai 1, “S” diberi nilai 2,
“TS” diberi nilai 3, dan “STS” diberi nilai 4.
E. Kredibilitas Alat Pengumpul Data
1. Validitas
Validitas memiliki arti kecermatan dan ketepatan dari suatu alat ukur
dalam melakukan fungsi alat ukurnya. Suatu alat ukur dapat dikatakan cermat dan
tepat jika koefisien validitasnya menunjukkan rx = 1,0. Tetapi, dalam
kenyataannya suatu koefisien validitas tidak akan mencapai angka maksimal 1,0
(Azwar, 2003).
Penelitian ini mengunakan validitas isi untuk mengukur validitas pada alat
ukur yang digunakan. Menurut Azwar (2003) validitas isi adalah pengujian
validitas yang diperoleh dari pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional
atau profesional judgement sehingga item yang dibuat tidak keluar dari tujuan
pengukuran yang sudah ditentukan. Pengujian isi skala dilakukan dengan
mengkonsultasikan dengan orang yang lebih ahli, dalam hal ini konsultasi item
dilakukan dengan dosen pembimbing.
2. Seleksi item
Seleksi item dilakukan dengan melihat koefisien korelasi item total (rix)
yang menunjukkan adanya kesesuaian fungsi item dengan fungsi skala yang
digunakan dalam mengungkap perbedaan individual. Kriteria koefisien korelasi
item total yang digunakan adalah rix > 0,30. Item yang memiliki nilai koefisien
(Azwar, 2003). Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik Alpha dari
program SPSS for windows version 12..
Dari 76 item yang diberikan, diperoleh sebanyak 54 item yang sahih dan
32 item yang gugur, yaitu 12 item pada indikator berpikir dan bersikap sesuai
dengan realita, 15 item pada indikator kontrol diri yang baik, 17 item pada
indikator hubungan interpersonal yang baik dan 10 item pada indikator belajar
dari pengalaman di masa lalu untuk memecahkan masalah. Karena jumlah item
setiap indikator tidak sama, maka peneliti menyamakan jumlah item untuk setiap
indikator dengan cara mengurangi jumlah item pada indikator yang memiliki
jumlah item lebih dari 10. Dari hasil penyetaraan item tersebut diperoleh 40 item
sahih yang masing-masing terdiri dari 20 item untuk item favorabel dan item
unfavorabel.
Berikut ini adalah tabel distribusi item dalam tiap indikator dan kategori
sifat item setelah try out :
Tabel 2
Distribusi item sahih
Nomor Item Jumlah
Item No
Indikator Penyesuaian Diri
Favorabel Unfavorabel % 1. Berpikir dan bersikap sesuai
dengan realita
3. Hubungan interpersonal yang baik
6, 21, 62 13, 29, 30, 45, 46, 53, 70
10 25
Item yang gugur sebanyak 36 item. Item favorabel 3, 14, 15, 17, 19, 22,
31, 36, 38, 39, 40, 44, 54, 57, 61, 65, 69, 74, 75 dan item unfavorabel 4, 5, 12,
16,18, 24, 27, 34, 37, 38, 48, 49, 50, 51, 58, 64, 66.
3. Reliabilitas
Reliabilitas memiliki konsep bahwa hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya. Tinggi rendahnya suatu reliabilitas dapat ditunjukkan oleh suatu angka
yang disebut dengan koefisien reliabilitas. Koefisien reliabilitas ini besarnya
mulai 0,0 sampai dengan 1,0 (Azwar, 2003). Pengukuran reliabilitas dilakukan
dengan perhitungan reliabilitas koefisien alpha (α) dari Cronbach dengan
menggunakan program SPSS for windows version 12.
Data yang diperoleh untuk menghitung koefisien reliabilitas alpha
diperoleh lewat penyajian data dalam skala yang dikenakan hanya satu kali saja
pada sekelompok responden (single-trial administration). Jika nilai koefisiennya
mencapai minimal 0,900 maka skala yang digunakan dapat dikatakan baik atau
reliabel (Azwar, 2003). Reliabilitas dalam penelitian ini adalah α = 0,928 maka
alat ukur dalam penelitian ini dapat dikatakan reliabel.
F. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik
deskriptif, dengan penyajian data melalui tabel, perhitungan mean dan standar
deviasi, serta menggunakan kategorisasi. Untuk mengetahui signifikansi
perbedaan antara mean teoritik dan empirik dilakukan uji t dengan mengunakan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan data dilakukan mulai dari tanggal 1 Agustus 2007 sampai
dengan tanggal 15 Agustus 2007. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan
PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang. Peneliti memperoleh data dan
informasi di tiga bagian (divisi) pada perusahaan tersebut. Ketiga bagian tersebut
antara lain RTK (Rumah Tangga Kantor) yaitu bagian yang mengurus keluar
masuk surat dalam perusahaan serta mengurus pembelian peralatan kantor, bagian
HIK-SDM (Hubungan Industrial Ketenagakerjaan-Sumber Daya Manusia) yaitu
bagian yang mengurus hak dan kewajiban karyawan di perusahaan yang akan
memasuki masa pensiun, serta bagian Ren-Bag (Rencana Bagian) yaitu bagian
yang mengatur tentang program “kewirausahaan” sebagai program yang
menawarkan berbagai informasi mengenai kewirausahaan pada karyawan yang
akan memasuki masa pensiun.
Pada selang waktu di atas pemberian skala dilakukan beberapa kali. Tahap
pertama dilakukan pada tanggal 1 Agustus 2007, peneliti membagikan skala
melalui bagian RTK (Rumah Tangga Kantor). Skala yang dibagikan sebanyak
100 skala dan kembali sebanyak 33 skala, namun yang memenuhi syarat hanya
sebanyak 13 skala. Untuk memenuhi target peneliti kembali menyebarkan angket
pada tanggal 9 Agustus 2007 dan 10 Agustus 2007 sebanyak 65 skala dan kembali
pada tanggal 15 Agustus 2007 sebanyak 58 skala. Selain disebarkan melalui
bagian RTK (Rumah Tangga Kantor), skala disebarkan melalui bagian HIK-SDM
(Hubungan Industrial Ketenagakerjaan-Sumber Daya Manusia). Karena selama
penelitian peneliti mengalami kendala memperoleh subjek sesuai dengan yang
diinginkan, peneliti memutuskan untuk mencari data dengan menggabungkan data
uji coba dan penelitian.
Penggabungan subjek uji coba dan penelitian dilakukan berdasarkan
beberapa alasan berikut :
a. Peneliti mengalami kesulitan dalam memperoleh subjek uji coba dan
penelitian. Hal ini disebabkan karena keadaan di lapangan yang tidak
memungkinkan.
b. Waktu yang dimiliki untuk mengadakan penelitian hanya 15 hari sehingga
peneliti kurang maksimal dalam memperoleh jumlah subjek penelitian yang
diinginkan.
Selain mencari data dengan menggunakan skala, peneliti juga mencari data
tambahan berupa hal-hal apa saja yang menjadi hak dan kewajiban para karyawan
saat memasuki masa pensiun dan mengenai program “Kewirausahaan” yang
menjadi program pelatihan bagi para karyawan yang akan memasuki masa pra
pensiun. Data tambahan ini diperoleh peneliti pada bagian HIK-SDM dan
Ren-Bag (Rencana-Ren-Bagian) pada tanggal 10, 14 dan 15 Agustus 2007. Pada bagian
HIK-SDM peneliti mendapatkan informasi mengenai kewajiban dan hak para
karyawan yang akan memasuki masa pensiun. Pada bagian Ren-Bag (Rencana
B. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Subjek Penelitian
Dari 71 skala yang disebarkan pada subjek penelitian hanya terdapat 30
orang subjek yang mengisi data secara lengkap, sedangkan identitas subjek pada
41 skala lainnya tidak diisi. Tidak semua subjek menuliskan identitas usia mereka
pada skala penelitian. Namun, menurut informasi yang didapat oleh peneliti dari
seorang karyawan dari perusahaan tersebut, sebagian besar subjek yang mengisi
skala penelitian tersebut berusia 53-54 tahun.
2. Hasil Uji Asumsi
Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah skoring adalah melakukan uji
normalitas dengan menggunakan One-sample Kolmogorov-Smirnov Test pada
program SPSS for windows version 12. Uji normalitas ini dilakukan untuk melihat
normal atau tidaknya distribusi data yang dilakukan pada penelitian ini. Uji
Kolmogorov-Smirnov test ini memperlihatkan hasil yang diperoleh sebesar 0,265.
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa distribusi data penelitian ini
terdistribusi normal karena memenuhi syarat yaitu p > 0,05.
Skala yang sudah didapat diolah dan dianalisis dengan statistik deskriptif
pada program SPSS for windows version 12.
3. Deskripsi Data Penelitian
Tabel 4
Deskripsi Data Penelitian
N Min Max Mean SD
Teoritik 71 40 160 100 20
Penyesuaian diri secara umum memiliki nilai mean empirik (111.34) lebih
besar dari mean teoritik (100). Hal ini menunjukkan ada perbedaan nilai antara
mean empirik dan mean teoritik. Data ini menunjukkan bahwa penyesuaian diri
karyawan golongan pimpinan pada masa pra pensiun tinggi. Untuk melihat
apakah perbedaan antara mean empirik dan mean teoritik signifikan, maka
dilakukan signifikansi perbedaan mean dengan menggunakan one sample t-test.
4. Hasil Analisis Data Tambahan
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 12, maka
diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 5
One sample t-test dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Uyanto,
Berdasarkan hasil perhitungan dari rumus di atas, maka diperoleh nilai
t-hitung = 5.419 > dari t-tabel = 2.000 (taraf signifikansi 5%, db = 60). Nilai ini
menunjukkan bahwa perbedaan pada nilai mean empirik dan teoritik signifikan.
Selanjutnya analisis data dilakukan dengan mengkategorisasikan skor
yang diperoleh dari setiap subjek menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan
rendah. Kategorisasi ini bertujuan untuk menempatkan subjek ke dalam kelompok
yang telah ditentukan tersebut (tinggi, rendah, sedang). Kategorisasi hanya
dilakukan secara umum tidak dilihat per indikator.
Skor Kategori
152 < X Tinggi
76 < X 152 Sedang
X < 76 Rendah
Kategori Jumlah Subjek Presentase
Tinggi 25 Orang 35,21 %
Sedang 46 Orang 64,79 %
Rendah - -
C. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara mean
empirik (111.34) dan mean teoritik (100) dengan t hitung (5.419) > t tabel (2.000)
dengan taraf signifikansi 5% dan db=60. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan
yang tinggi. Ini berarti subjek memiliki kapasitas yang baik untuk menyesuaikan
diri dengan tuntutan yang ada di sekitarnya dengan memiliki kemampuan berpikir
dan bersikap sesuai dengan realita, memiliki kontrol diri yang baik, memiliki
hubungan interpersonal yang baik, serta kemampuan yang baik untuk belajar dari
pengalaman di masa lalu guna menyelesaikan suatu masalah.
Berdasarkan karakteristik pra pensiun yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, penyesuaian diri yang tinggi tersebut dipengaruhi oleh adanya
pengalaman kerja dan kematangan sosial yang dimiliki oleh karyawan golongan
pimpinan. Berbagai pengalaman mengatasi permasalahan dalam pekerjaan
membuat karyawan golongan pimpinan memiliki kemampuan mengatasi suatu
masalah. Kemampuan untuk mengatasi masalah atau tuntutan dalam kehidupan
mereka diakibatkan karena karyawan golongan pimpinan sudah terlatih untuk
mencari dan menemukan solusi dari suatu masalah yang dihadapi. Kemampuan
menyelesaikan masalah tersebut tidak hanya didapatkan dari pengalaman kerja,
tetapi juga dapat diperoleh dari pengetahuan yang didapatkan dari program
“kewirausahaan”. Program ini banyak memberikan informasi tentang berbagai
kemungkinan permasalahan yang akan ditemui oleh para karyawan tersebut pada
saat sebelum maupun sesudah masa pensiun.
Selain pengalaman kerja serta kematangan sosial yang dimiliki oleh
karyawan golongan pimpinan, ada beberapa hal yang memungkinkan subjek
mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang tinggi. Beberapa hal tersebut
baik, hubungan interpersonal yang baik, serta kemampuan untuk belajar dari
pengalaman di masa lalu untuk memecahkan masalah.
Berikut adalah penjelasan bagaimana subjek mempunyai kemampuan
untuk berpikir dan bersikap yang sesuai dengan realita. Sebelum pensiun subjek
mengikuti beberapa program untuk persiapan memasuki masa pensiun yaitu
“kewirausahaan” dan MPPK. Pada program pertama yaitu “kewirausahaan”
subjek mendapatkan informasi tentang perubahan fisik dan berbagai macam
penyakit yang sering diderita, persoalan secara psikologis yang dialami oleh orang
yang akan memasuki masa pensiun dan lansia, serta solusi untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Dalam program ini karyawan juga diberikan informasi
tentang berbagai bentuk usaha yang dapat dipilih jika ingin menjadi
wirausahawan saat pensiun nanti.
Program yang kedua yaitu MPPK. Program ini berlangsung selama 1
tahun sehingga meskipun sudah tidak bekerja, dalam jangka waktu 1 tahun
tersebut karyawan masih mendapatkan gaji bersih sama seperti saat masih aktif
bekerja. Selama tiga bulan sebelum masa MPKK dimulai, karyawan akan
mendapatkan 90 % uang pesangon yang di peroleh saat pensiun. Sebagian uang
pesangon yang diperoleh ini dapat digunakan bagi karyawan untuk
mempersiapkan segala sesuatu sebelum masuk masa pensiun. Misalnya sebagai
modal usaha untuk wirausaha atau bahkan untuk membeli rumah. Pandangan dan
persiapan yang dimiliki karyawan dari kedua program ini akan membuat mereka
memiliki pikiran dan sikap yang sesuai dengan realita. Karena dengan