• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

Penyesuaian Diri Karyawan Golongan Pimpinan pada

Masa Pra Pensiun di PT. Pertamina (Persero)

UP III Palembang

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh : Cahyaningsih NIM : 029114082

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008

(2)
(3)
(4)

Just do the best

let God do the rest…..

Karya sederhana ini kupersembahkan kepada :

Yesus yang selalu memberi kekuatan dan pertolongan

tepat pada waktuNya

Teristimewa untuk bapak Praptono

(Skripsi ini kupersembahkan sebagai kado ulang tahun dan kado

menjelang memasuki masa pensiun),

ibu Kris Astuti, mbak Anti dan mbak Tutut. Terima kasih untuk

segala dukungan, doa dan kasih sayangnya selama ini.

God bless you all……

di balik kabut

akan ada surya yang bersinar

(5)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Penyesuaian Diri

Karyawan Golongan Pimpinan pada Masa Pra Pensiun di PT. Pertamina (Persero)

UP III Palembang” merupakan karya yang tidak pernah diajukan untuk

memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi manapun sebelumnya,

dan sepanjang pengetahuan saya di dalamnya juga tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara

tertulis diacu dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 22 November 2007

Cahyaningsih

(6)

Penyesuaian Diri Karyawan Golongan Pimpinan pada Masa Pra Pensiun di PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang

Oleh : Cahyaningsih

ABSTRAK

Penyesuaian diri adalah suatu proses untuk menemukan dan menggunakan suatu perilaku yang sesuai untuk menghadapi tuntutan yang ada di lingkungan. Pra pensiun adalah masa transisi di manaterkadang orang merasa cemas dan takut karena akan kehilangan relasi, pendapatan dan jabatan dalam pekerjaan mereka. Jika hal ini berlanjut akan menimbulkan penolakan terhadap pensiun. Itulah sebabnya, penyesuaian diri sangat penting untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut. Penyesuaian diri yang baik dapat membantu karyawan untuk tetap bekerja dan memiliki relasi yang baik dalam masa pra pensiun.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyesuaian diri yang dilakukan oleh karyawan golongan pimpinan PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang pada masa pra pensiun. Penelitian ini dilakukan pada 71 orang subjek yang memiliki karakteristik berada pada golongan pimpinan, usia 52-54 tahun, berada pada masa pra pensiun, tinggal pada perumahan pertamina. Indikator penyesuaian diri adalah berpikir dan bersikap sesuai dengan realita, kontrol diri yang baik, hubungan interpersonal yang baik dan belajar dari pengalaman di masa lalu untuk menyelesaikan masalah. Analisis data menggunakan metode statistik deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan dalam mean teoritik (100) dan mean empirik dengan t test = 5.419 > t tabel = 2.000 (5% taraf signifikansi). Hasil penelitian ini berarti karyawan golongan pimpinan PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang pada masa pra pensiun memiliki penyesuaian diri yang tinggi.

Kata kunci : Penyesuaian diri dan masa pra pensiun

(7)

Adjustment of Leadership Employee at Pre Retirement Phase at PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang

by : Cahyaningsih

ABSTRACT

Adjustment is a process to find out and adopt modes of appropriate behaviour to face the demand in the environment. Pre retirement is a transitional phase in whice people feel worried and afraid of losing their relationship, income and their position in their job. If this phase continued, it would raise the retirement objection. Therefore, the adjustment was very important to help them deal with their problems.A good adjustment could help employee to stay working and have a good relationship in their pre retirement phase.

This research was aimed to know adjustment which was done by the leadership employee at PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang at preretirement phase. This research was conducted to 71 subjects who characteristics were in the leadership employee at PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang, they were 52–54 years old, and in pre retirement phase, as well as lived at company housing. The indicators of adjustment were thinking and behaving in based on reality, having good self control, having good interpersonal relationship, and learning to solve problems from the past. Thedata analysis used descriptives statistics method.

The result showed a significant difference between theoretical mean (100) and empirical mean (111.34) with t-test = 5.419 > t-table = 2.000 (5% degree of significance). It meant that the leadership employee at PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang had a high adjustment at pre retirement phase.

Key words : Adjustment and pre retirement phase

(8)
(9)

KATA PENGANTAR

Berkat kasih dan pertolonganNya penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang merupakan prasyarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi di Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma. Dalam perjalanan menyelesaikan skripsi ini

penulis banyak menerima bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Eddy Suhartanto, S.Psi. MSi. selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Sylvia Carolina MYM, S.Psi., M.Si., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Terima kasih untuk masukan yang

telah diberikan pada penulis.

3. Bapak Minto Istono, S.Psi., M.Si., selaku Wakaprodi Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Terima kasih untuk masukan yang

diberikan pada penulis.

4. Ibu M.M. Nimas Eki, S.Psi., P.Si. selaku dosen pembimbing akademik dan

dosen pembimbing skripsi. Terima kasih untuk bantuan yang sudah

diberikan pada peneliti selama ini. Makasih ya bu meskipun cuti tapi masih

menyempatkan diri untuk mengadakan bimbingan.

5. Bapak Agung Santoso, S.Psi. yang sudah memberikan bantuan dan saran

pada penulis di sela kesibukan menjalankan studi.

6. Semua dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih untuk pelajaran dan

pengalaman yang dibagikan selama ini.

(10)

7. General Manager dan Ibu Hj. Dra. Rosmala Dewi selaku Ka. Diklat SDM

UP III yang sudah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian di PT.

Pertamina (Persero) UP III Plaju Palembang.

8. Ibu Laila Z selaku Ka. Bag. HIK – SDM atas bantuan dan masukan yang

sangat membangun. Bapak Hizran A, Ibu Sumiatun Busar, Bapak Marwan

di bagian HIK-SDM yang sudah banyak memberikan bantuan dan informasi

bagi peneliti.

9. Bapak Fauzi di bagian Ren-Bag yang sudah bersedia memberikan informasi

tentang kewirausahaan.

10. Segenap karyawan bagian RTK yang sudah membantu menyebarkan skala

penelitian kepada para karyawan PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang.

11. Semua karyawan PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang yang bersedia

menyediakan waktunya untuk mengisi skala penelitian di sela kesibukan

dalam menjalankan tugas di kantor. Tanpa bantuan Bapak dan Ibu penelitian

ini tidak dapat berjalan dengan baik.

12. Bapak yang banyak membantu di sela kesibukan kerjanya, memberikan

semangat dan dukungan doa. “Skripsi ini untuk hadiah ulang tahun dan

memasuki masa pensiun bapak lho……”. Ibu yang tidak pernah bosan

mendoakan dan bertanya “Dik, kapan lulus?”. Mbak Anti, mbak Tutut untuk

dukungan doanya. Untuk Tiul yang rela menjadi “subjek penderita” selama

proses pengolahan data di rumah.

13. Mas Gandung, Pak Gik, Mbak Nanik, Mas Doni dan Mas Muji yang selalu

direpotin sejak awal kuliah hingga sekarang.

(11)

14. “Jeng Sri” yang selalu direpotin tentang “statistik”, jadi temen curhat yang

menyenangkan. Untuk anak-anak kos Canna : Yessi, Maya, Mb’Marta,

Uthe, Jegeg, “Bang” Fany… dan anak-anak Canna yang tidak dapat

disebutkan satu persatu makasih untuk suka dukanya. Hidup Canna!!! Untuk

Laura dan Nana terimakasih untuk setia berbagi keluh kesah dan

“perjuangan” bersama mengejar kelulusan.

15. Untuk Fika, Mita, Ohaq, Mei, Eu, Chiko, Grace, anak-anak bimbingan Bu

Nimas dan teman-teman angkatan 2002. Ayo lulus bareng…….

16. Anak-anak PMK Eben Haezer, terima kasih untuk kebersamaan dan sindiran

“Kapan lulusnya mbak?”. Tetap semangat dalam-Nya ya….

Yogyakarta, 22 November 2007

Cahyaningsih

(12)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Persembahan... iv

Halaman Pernyataan Keaslian Karya... v

Abstrak ... vi

Lembar Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis... viii

Kata Pengantar ... ix

2. Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri... 8

3. Karakteristik Penyesuaian Diri ... 12

B. Pra Pensiun... 17

(13)

1. Pengertian Pra Pensiun ... 17

2. Karakteristik Pra Pensiun... 18

3. Fase-fase Pensiun ... 19

C. Karyawan Pertamina Golongan Pimpinan... 20

D. Penyesuaian Diri pada Karyawan Pertamina Golongan Pimpinan yang Memasuki Masa Pra Pensiun ... 24

D. Metode dan Alat Pengambilan Data ... 31

E. Kredibilitas Alat Pengumpul Data ... 34

1. Validitas ... 34

1.Deskripsi Subjek Penelitian ... 39

2.Hasil Uji Asumsi... 39

3. Deskripsi Data Penelitian... 39

(14)

4.Hasil Analisis Data Tambahan... 40

C. Pembahasan ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

A. Kesimpulan ... 48

B. Saran... 48

Daftar Pustaka ... 50

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Jumlah Item Sebelum Try Out... 33

Tabel 2. Distribusi Item Sahih ... 35

Tabel 4. Deskripsi Data Penelitan... 39

Tabel 5. One Sample t-test... 40

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Skala Penyesuaian Diri ... 52

Data Try Out... 60

Reliabilitas Try Out... 66

Data Item Sahih... 69

Reliabilitas Item Sahih ... 73

Uji Normalitas... 75

Statistik Deskriptif ... 76

Uji One Sample t-test... 77

Kategorisasi... 78

Surat Ijin dan Surat Keterangan Penelitian ... 80

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap individu pasti pernah mengalami suatu permasalahan atau tuntutan

dalam hidupnya. Terkadang tuntutan tersebut dapat menimbulkan konflik,

frustrasi bahkan depresi yang membuat kehidupan individu tersebut menjadi tidak

nyaman. Manusia dibekali kemampuan untuk menolong dirinya menghadapi

permasalahan dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarrnya.

Davidoff (dalam Muta’din, 2002) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai suatu

perilaku dimana manusia dituntut untuk mencari titik temu antara keadaan yang

ada di lingkungan sekitar dengan diri sendiri.

Tuntutan untuk mencari titik temu antara keadaan di sekitar dengan diri

sendiri ini merupakan suatu proses yang memiliki tujuan untuk mengubah

perilaku individu agar terjadi suatu hubungan yang sesuai atau selaras antara diri

dan lingkungan. Proses untuk mendapatkan hubungan yang selaras tersebut

melibatkan respon mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha

memenuhi kebutuhan, mengatasi konflik, serta frustrasi yang ada (Semiun, 2006).

Proses dari penyesuaian diri dapat dilihat dari bagaimana respon yang

ditunjukkan oleh individu dalam menghadapi tuntutan yang ada. Penyesuaian diri

berbeda menurut norma, budaya serta berbeda pada setiap tingkah laku yang

ditunjukkan oleh setiap individu. Oleh karena itu, penyesuaian diri merupakan

cara individual dalam bereaksi terhadap tuntutan yang berasal dari dalam atau dari

(18)

luar individu tersebut. Untuk beberapa orang mungkin reaksi yang digunakan

efisien dan memuaskan, sedangkan bagi orang lain justru tidak efektif. Apabila

respon yang dilakukan tidak efisien dan tidak menimbulkan kesejahteraan pada

individu, maka individu tersebut dapat dikatakan tidak mampu dalam

menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang baik memiliki kemampuan untuk

mengatur dan merencanakan suatu respon sehingga dapat mengatasi frustasi,

konflik dan kesulitan yang dihadapi dalam tuntutan yang ada (Semiun, 2006).

Tuntutan yang timbul dari lingkungan sekitar dan diri sendiri juga akan

dirasakan oleh karyawan yang akan memasuki masa pensiun. Pensiun adalah

suatu keadaan dimana individu telah berhenti bekerja pada suatu pekerjaan yang

biasa dilakukan (Eliana, 2003). Pensiun sendiri dapat menimbulkan reaksi positif

dan negatif bagi individu yang akan mengalaminya. Reaksi positif muncul ketika

individu memiliki pandangan positif terhadap pensiun. Pandangan positif ini

ditandai dengan adanya pola pikir dan sikap yang terbuka. Reaksi positif ini

salah satunya muncul ketika individu merasa bahwa pensiun adalah saatnya untuk

menikmati hasil kerja kerasnya selama ini dan menikmati kebersamaan dengan

keluarga, serta lepas dari tanggung jawab dalam melaksanakan tugas selama ini.

Reaksi negatif muncul karena adanya pandangan negatif terhadap pensiun,

individu merasa bahwa setelah pensiun dirinya menjadi orang yang tidak berguna

dan bermakna (Helmi, tanpa tahun).

Saat ini masih banyak di antara karyawan yang menganggap bahwa

pensiun akan membuat mereka merasa menjadi orang yang tidak berguna,

(19)

terhadap pensiun dapat menyebabkan munculnya gejala post power syndrome

yaitu gejala emosi yang kurang stabil dari individu dikarenakan hilangnya

kekuasaan atau jabatan penting, relasi sosial, serta pendapatan yang dimiliki

individu tersebut (Purnamasari, 2005).

Andari (2001) mengatakan bahwa post power syndrome tidak hanya

dirasakan pada mereka yang telah memasuki masa pensiun, tapi juga dapat

dirasakan oleh individu yang akan memasuki masa pensiun. Hal ini dapat terjadi

karena individu menolak datangnya masa pensiun yang diakibatkan adanya

perasaan takut kehilangan kekuasaan yang selama ini dimiliki. Individu tersebut

menunjukkan mengalami kesulitan mengatasi tuntutan dari dalam diri maupun

lingkungan sekitarnya. Kesulitan yang dialami terjadi karena keadaan emosi dan

fisik yang tidak stabil sehingga membuat individu menunjukkan keadaan fisik

(misalnya penyakit), perilaku dan perasaan yang merugikan baik untuk diri sendiri

ataupun orang lain (misalnya pikiran negatif terhadap orang lain, mudah marah).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri sangat penting

dilakukan oleh individu yang berada pada masa pra pensiun untuk mempersiapkan

dirinya memasuki masa pensiun yang bahagia.

Dinsi (2006) juga menambahkan bahwa memasuki masa pensiun tidaklah

mudah, apalagi bila individu yang bersangkutan memiliki kedudukan atau jabatan

yang cukup penting di tempat ia bekerja. Persiapan untuk memasuki masa pensiun

ini sangat penting, baik secara mental ataupun finansial, apalagi dalam masa

(20)

yang diemban selama masa bertugas, karena hal ini dapat menimbulkan perasaan

kehilangan identitas dan perasaan tidak berguna.

Djaini (dalam Purnamasari, 2005) mengatakan terdapat fakta yang

memperlihatkan bahwa karyawan Pertamina yang menolak masa pensiun

menunjukkan sikap yang negatif, misalnya mudah tersinggung, berprasangka

negatif terhadap orang lain saat individu tersebut memasuki masa pra pensiun.

Djaini (1997) juga menambahkan bahwa hal ini dapat terjadi pada karyawan

golongan pimpinan yang berada pada puncak karirnya. Hal ini disebabkan

adanya perasaan kecewa karena harus melepaskan segala atribut (jabatan,

kekuasaan, status sosial) yang dimiliki saat pensiun nanti.

Adanya fakta penolakan pensiun pada karyawan menunjukkan bahwa

penyesuaian diri yang dimiliki kurang baik. Fakta tersebut menunjukkan bahwa

proses penyesuaian diri berkaitan dengan gejala post power syndrome. Jika hal ini

terjadi pada karyawan golongan pimpinan mungkin gejala yang ditunjukkan akan

lebih parah, karena rasa kehilangan terhadap pendapatan, kekuasaan dan jabatan

saat menjelang pensiun akan lebih besar. Selain itu karyawan golongan pimpinan

juga akan merasa kehilangan berbagai fasilitas yang selama ini mereka dapatkan

dari perusahaan. Fasilitas tersebut antara lain mulai dari rumah dinas hingga

fasilitas kesehatan yang diperoleh sampai mereka pensiun. Secara umum

karyawan yang tinggal di perumahan dinas Pertamina selama masa aktif kerjanya

akan mendapatkan berbagai kemudahan karena menerima sarana dan prasarana

(21)

selama bekerja, mereka berada pada zona aman karena pendapatan dan berbagai

fasilitas yang diterima tersebut.

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengangkat tema yang

berhubungan dengan penyesuaian diri dan pensiun. Namun, belum ada data atau

penelitian yang dapat membuktikan pendapat di atas. Penelitian yang telah

dilakukan selama ini berkaitan dengan pensiun adalah dihubungkan dengan

tingkat harga diri (Hanayanthi, 2003) dan kecemasan (Prastiti, 2005). Sedangkan

yang berkaitan dengan penyesuaian diri antara lain dikaitkan dengan efikasi diri

(Sudiro, 2004) dan perilaku asertif (Pasauran, 2002). Oleh karena itu penelitian

mengenai penyesuaian diri pada karyawan golongan pimpinan ini penting untuk

dilakukan.

Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini mencoba untuk melihat

penyesuaian diri yang dilakukan karyawan pada golongan pimpinan yang

memasuki masa pra pensiun.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui penyesuaian diri pada karyawan golongan pimpinan pada masa pra

pensiun.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk melihat penyesuaian diri karyawan

(22)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan wacana kepada para

karyawan yang akan memasuki masa pensiun mengenai penyesuaian diri yang

(23)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penyesuaian Diri

1. Pengertian Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri menurut pendapat umum adalah suatu proses dari

kehidupan itu sendiri. Menurut ilmu psikologi penyesuaian diri berarti interaksi

antara manusia dengan lingkungannya. Setiap individu baik yang muda, tua, besar

dan kecil selalu menghadapi masalah dalam penyesuaian diri. Permasalahan yang

dihadapi muncul mulai dari lahir dan terus berlanjut sampai mati dan dapat

muncul baik dari dalam maupun dari luar diri individu itu sendiri. Masalah yang

muncul biasanya berkaitan dengan pencapaian suatu keseimbangan antara

kebutuhan individu dan tuntutan yang ada di lingkungannya

(http://en.wikipedia.org/wiki/Adjustment.2006).

Berikut adalah pendapat beberapa tokoh tentang definisi penyesuaian diri,

menurut Carter V. Good (1959) penyesuaian diri adalah suatu proses menemukan

dan memakai suatu perilaku yang cocok dengan perubahan yang terjadi di

lingkungannya. Sedangkan Laurance F. Shaffer (2006) berpendapat bahwa

penyesuaian diri adalah suatu proses di mana makhluk hidup memelihara

keseimbangan antara kebutuhan dan keadaan sekitarnya yang mempengaruhi

pemuasan kebutuhan tersebut (http://en.wikipedia.org/wiki/Adjustment.2006). Semiun (2006) mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah proses individu untuk

mengatasi tuntutan internal dan eksternal, konflik, frustasi, tingkah laku dan

(24)

situasi yang ada di sekitar. Serta Morris dan Marsto (dalam Herastuti, 2006)

berpendapat bahwa penyesuaian diri adalah suatu usaha untuk mengatasi stress

dengan cara menyeimbangkan antara kebutuhan individu dengan tuntutan yang

ada dan kemungkinan pemenuhan yang realistik untuk mengaturnya sebaik

mungkin sesuai dengan kemampuan.

Dari deskripsi penyesuaian diri di atas, dapat disimpulkan bahwa

penyesuaian diri adalah suatu proses perilaku seseorang yang dilakukan untuk

mengatasi tuntutan yang ada di sekitar lingkungannya.

2. Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Menurut Derajat (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian

diri adalah :

a. Frustrasi (tekanan perasaan)

Frustrasi adalah proses yang membuat seseorang merasa ada hambatan dalam

proses pemenuhan kebutuhannya sehingga tidak mampu menyesuaikan diri

untuk mengatasi tuntutan yang ada. Contohnya ketika orang merasakan

tekanan perasaan yang berat, antara lain merasa tidak mampu, tidak berdaya

maka individu akan merasa pesimis dalam menghadapi tuntutan karena sudah

membayangkan kegagalan yang akan dihadapi.

b. Konflik (pertentangan batin)

Konflik adalah adanya dua macam dorongan yang saling berlawanan satu dan

lainnya dan tidak dapat dipenuhi dalam waktu yang bersamaan. Jika terdapat

konflik, maka seseorang akan mengalami hambatan dalam menghadapi

(25)

1) Approach approach conflict

Adalah bila individu mengalami pertentangan antara dua hal yang

sama-sama diingini tetapi tidak mungkin diambil keduanya.

2) Approach avoidance conflict

Adalah jika individu mengalami pertentangan antara dua hal yang

satu diingini dan yang satu tidak diingini.

3) Avoidance avoidance conflict

Adalah jika individu menghadapi pertentangan antara dua hal yang

sama-sama tidak diingini.

c. Kecemasan (anxiety)

Kecemasan terjadi ketika individu yang sedang menghadapi suatu

permasalahan mengalami tekanan perasaan (frustrasi) dan pertentangan batin

(konflik). Kecemasan ini dapat berupa perasaan takut, tidak berdaya, rasa

bersalah yang tidak dapat dihindari oleh individu. Jika dibiarkan, perasaan ini

dapat menghambat individu dalam menyesuaikan diri dalam menghadapi

permasalahan tersebut.

Scheneiders (1964) menuliskan bahwa beberapa faktor yang

mempengaruhi seseorang dalam penyesuaian diri antara lain :

a. Keadaan fisik

Keadaan fisik dan faktor bawaan berpengaruh pada proses penyesuaian

dirinya. Faktor fisik yang dimaksud adalah terdiri dari sistem syaraf, kelenjar

otot, kesehatan dan penyakit. Keadaan fisik yang baik dapat mempengaruhi

(26)

siap menghadapi tuntutan dalam hidupnya sehingga individu tersebut mampu

menyesuaikan diri dengan tuntutan tersebut.

b. Perkembangan dan kematangan intelektual, sosial, moral, emosional

Perkembangan dan kematangan individu adalah kondisi utama yang

mempengaruhi untuk mencapai penyesuaian diri ketika individu mencapai

perkembangan berikutnya. Kematangan yang dimaksud adalah kematangan

intelektual, sosial dan emosional. Kematangan intelektual, sosial maupun

emosional seseorang dapat membantu individu dalam proses penyesuaian diri

sehingga mampu mengatasi tuntutan yang dihadapi. Namun, terkadang

meskipun keadaan intelektual individu tidak terlalu baik, individu tersebut

masih dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di lingkungan karena

memiliki kemampuan dalam bersosialisasi.

c. Faktor psikologis

Faktor psikologis memiliki pengaruh yang cukup besar jika dibandingkan

dengan yang lain, karena berhubungan dengan individu sendiri. Hal ini

meliputi pengalaman, belajar, pembiasaan dan kemampuan mengarahkan diri.

Pengalaman yang positif maupun negatif membuat individu mendapatkan

suatu pelajaran yang dapat digunakan dalam menghadapi tuntutan di

kemudian hari. Jika pembelajaran ini sering dilakukan maka individu dapat

memiliki suatu kekuatan untuk mengarahkan dirinya pada tindakan yang

(27)

d. Keadaan lingkungan

Penyesuaian diri yang baik dipengaruhi oleh faktor lingkungan di mana

individu tersebut tinggal. Keluarga dan lingkungan di mana individu menjadi

bagian dari lingkungan tersebut memberikan peranan penting karena

didalamnya terdapat nilai, kepercayaan, peran sosial, sikap dan cara berpikir

yang digunakan dan berhubungan dengan penyesuaian diri di dalam moral dan

sosial. Selain itu, sekolah juga membentuk pola-pola penyesuaian diri yang

dapat digunakan sampai individu tersebut dalam lingkungan kerja,

perkawinan, moral dan sosial. Apa yang didapat individu dari keluarga,

lingkungan dan sekolah tersebut dapat membantu individu dalam

menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan yang ada dalam masyarakat.

e. Faktor kebudayaan

Lingkungan memiliki kebudayaan sendiri-sendiri dan punya pengaruh pada

individu yang tinggal di lingkungan tersebut. Budaya memiliki nilai, tradisi,

dan standar yang mempengaruhi dalam penyesuaian diri. Tradisi yang kurang

sehat pada lingkungan akan membuat individu mengalami konflik serta

gangguan perilaku yang dapat membuat individu mengalami hambatan dalam

proses penyesuaian diri. Agama adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan

dari kebudayaan. Pengalaman dan keyakinan dalam suatu agama diyakini

dapat membantu individu dalam menjaga kesehatan mental, sehingga mampu

menyelesaikan masalah atau tuntutan yang dihadapi. Kemampuan

menyelesaikan masalah ini menunjukkan proses penyesuaian diri yang baik

(28)

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang

mempengaruhi penyesuaian diri antara lain :

a. Keadaan fisik

Keadaan fisik yang kurang baik akan membuat individu semakin terbeban

karena merasa tidak mampu menghadapi beratnya tuntutan yang ada.

b. Keadaan psikologis

Keadaan psikologis yang kurang baik seperti depresi, perasaan cemas, konflik

yang dirasakan individu dapat menghambat individu dalam menyesuaikan

diri dengan tututan yang dihadapi. Keadaan psikologis juga meliputi

perkembangan dan kematangan intelektual, moral dan emosional.

Kematangan individu dalam intelektual, moral dan emosional membantu

individu menyesuaikan diri dengan tuntutan yang ada di lingkungan sehingga

mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

c. Lingkungan

Tradisi, nilai, kepercayaan, standar, sikap, cara berpikir dan pengalaman yang

diterima individu baik dari agama, lingkungan keluarga maupun lingkungan

tempat tinggal mempengaruhi individu dalam proses penyesuaian diri. Bila

pengaruh yang diberikan baik maka individu tidak akan mengalami gangguan

dalam proses penyesuaian diri.

3. Karakteristik Penyesuaian Diri

Menurut Harbert dan Runyon (1984) karakteristik penyesuaian diri yang

(29)

a. Memiliki persepsi yang tepat terhadap realita

Penyesuaian diri lebih melihat pada situasi yang sebenarnya. Menyadari

bahwa persepsi yang dimiliki terkadang berbeda dengan realita yang ada di

sekitar dan dengan terpaksa kita harus mengubah tujuan yang sudah kita buat

sebelumnya.

b. Kemampuan menguasai stress dan kecemasan

Coping yang berhasil dapat dilihat dari jawaban dari suatu pencarian tujuan

yang memberikan petunjuk hidup dan membuat dapat bertahan hidup dari

suatu kejadian yang tak dapat dielakkan, frustasi, stress yang terjadi dalam

hidup.

c. Memiliki kesan diri yang baik

Memiliki penilaian yang positif terhadap diri sendiri, meskipun demikian

individu juga tidak boleh melupakan keadaan dirinya yang sebenarnya. Harus

mau menerima kelemahannya sama seperti menerima kelebihan yang dimiliki.

d. Kemampuan mengekspresikan perasaan

Mampu merasakan dan mengekspresikan perasaan secara realistis dan

terkontrol. Misalnya ketika seseorang merasa marah ia dapat mengekpresikan

rasa marahnya tanpa melukai orang lain secara fisik maupun psikis. Masalah

dalam mengekspresikan emosi ada dua, overcontrol dan undercontrol.

Overcontrol menunjukkan blunted affect yaitu perasaan atau pengalaman yang

(30)

e. Memiliki hubungan interpersonal yang baik

Memiliki hubungan yang produktif serta saling memberi manfaat antara satu

dan yang lainnya.

Menurut Scheneiders (1964) individu yang memiliki penyesuaian diri

normal memiliki karakteristik :

a. Tidak ditemukan emosi yang berlebihan

Tidak ditemukan emosi yang berlebihan bukan berarti individu tidak memiliki

emosi tapi mampu menunjukkan kontrol dan ketenangan emosi, sehingga

dapat menghadapi permasalahan yang timbul dan menentukan pemecahan

masalah yang tepat.

b. Tidak ada mekanisme pertahanan diri

Memberikan respon yang normal terhadap permasalahan yang terjadi, bukan

dengan menggunakan mekanisme pertahanan diri untuk memecahkan suatu

masalah.

c. Tidak ada frustrasi personal

Frustrasi dapat membuat individu mengalami kesulitan merespon

permasalahan yang ada. Jika merasa frustrasi atau merasa tidak berdaya, maka

individu tersebut akan mengalami kesusahan mengorganisasi kemampuan

berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku untuk menghadapi permasalahan

yang ada di sekitarnya.

d. Pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri

Tidak memiliki emosi yang berlebih sehingga mampu berpikir dan melakukan

(31)

mengorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan meskipun dalam situasi

yang sulit.

e. Kemampuan untuk belajar

Suatu proses penyesuaian diri yang normal dapat diindikasikan dari memiliki

perkembangan untuk memecahkan suatu masalah dari situasi yang penuh

dengan konflik, frustrasi atau stress. Selain itu juga ditandai dengan adanya

proses belajar yang berkelanjutan dalam menghadapi tuntutan yang ada dalam

kehidupan.

f. Memanfaatkan pengalaman masa lalu

Individu yang memiliki penyesuaian diri yang normal memiliki kemampuan

melihat pengalaman dirinya dan pengalaman orang lain untuk belajar

mengatasi situasi konflik dan stress.

g. Sikap realistis dan objektif

Mampu bersikap realistis dan objektif seperti kenyataan yang sebenarnya. Hal

ini dapat dilakukan dari melihat pengalaman, belajar, memiliki pemikiran

yang rasional, serta mampu menilai situasi dan permasalahan yang ada.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kriteria

penyesuaian diri antara lain :

a. Memiliki kemampuan berpikir dan bersikap sesuai dengan realita

Individu dapat melihat suatu permasalahan secara realistis dan objektif, dapat

menilai dan berpikir sesuai dengan kenyataan yang ada. Menyadari terkadang

(32)

melihat pengalaman, belajar, memiliki pemikiran rasional, mampu menilai

situasi dan permasalahan yang ada.

b. Memiliki kemampuan kontrol diri yang baik

Individu memiliki kemampuan untuk merasakan dan mengekspresikan serta

mengontrol perasaan dengan baik tanpa harus merugikan orang lain dan diri

sendiri, menerima kelemahan dan kelebihan diri, mampu berpikir, melakukan

pertimbangan terhadap permasalahan, mampu mengorganisasi pikiran, tingkah

laku dan perasaan, sehingga membuat individu dapat bertahan dari kejadian

yang tidak dapat dielakkan, frustrasi dan stress, serta menentukan pemecahan

masalah yang tepat.

c. Memiliki hubungan interpersonal yang baik

Individu memiliki hubungan yang saling membangun satu sama lain dengan

orang yang ada di sekitarnya.

d. Memiliki kemampuan belajar dari pengalaman di masa lalu untuk

memecahkan masalah

Individu mampu melihat pengalaman yang terjadi di masa lalu baik dari

pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain sebagai suatu

pelajaran untuk memecahkan permasalahan dari keadaan yang penuh dengan

konflik, frustrasi atau stress yang terjadi dalam hidupnya dan ada proses

belajar yang berkelanjutan untuk menghadapi tuntutan yang ada.

Karakteristik di atas akan digunakan sebagai indikator alat ukur

(33)

B. Pra Pensiun

1. Pengertian Pra Pensiun

Pensiun adalah suatu keadaan di mana seseorang sudah tidak bekerja lagi

karena usia yang lanjut dan harus diberhentikan. Individu tersebut akan

mendapatkanpesangon atau uang pensiun. Jika mendapatkan uang pensiun maka

uang tersebut akan didapatkan sampai individu tersebut meninggal dunia

(http://id.wikipedia.org/wiki/Pensiun.2006).

Pensiun seringkali diidentikkan dengan usia tua yang menandakan bahwa

individu tersebut sudah tidak berguna lagi bagi perusahaan atau organisasi di

tempat mereka bekerja (Rini, 2001).

Kimmel dalam (Prastiti, 2004) mengatakan bahwa pensiun adalah suatu

perubahan sosial yang dialami individu dalam suatu perkembangan hidup

seseorang. Perubahan yang menuntut individu untuk memiliki penyesuaian diri

dari keadaan yang semula bekerja menjadi tidak bekerja, berkurangnya

penghasilan, dan bertambahnya waktu luang.

Parkman et. al (1990) memiliki pendapat yang hampir serupa dengan

Kimmel. Parkinson et. al berpendapat bahwa pensiun adalah suatu proses

pelepasan diferensial yang dialami individu dalam usia tertentu di perusahaan,

yaitu hanya melepaskan diri dari profesi dan tidak melepaskan diri dari kegiatan

lain (Parkman et.al, 1990).

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pensiun adalah

(34)

perubahan sosial, perubahan aktivitas dari bekerja menjadi tidak bekerja, hingga

pada perubahan penghasilan.

Berbagai perubahan dan penyesuaian tidak hanya terjadi pada masa

pensiun, karena pada masa pra pensiun individu juga mulai mengalami berbagai

perubahan baik secara fisik maupun psikologis. Pra pensiun sendiri adalah

keadaan yang berawal dari pertama kali individu mendapatkan pekerjaan,

biasanya individu merasa bahwa pensiun masih lama terjadi dan fase ini berakhir

ketika individu akan mendekati masa pensiun atau biasa disebut dengan The

Remote Phase serta keadaan dimana individu menyadari bahwa masa pensiun

akan segera datang dan mulai mempersiapkan diri dalam program pensiun yang

ada pada perusahaan atau biasa disebut dengan The Remote Phase Achley (dalam

Santrock, 2002 dan Eliana, 2003).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pra pensiun adalah keadaan

yang berawal dari individu mendapatkan pekerjaan hingga mulai mempersiapkan

diri dan berpartisipasi dalam suatu program pensiun yang ada dalam perusahaan.

2. Karakteristik Pra Pensiun

Individu yang memasuki masa pra pensiun apabila dilihat dari usianya

yaitu sekitar 50an tahun sampai awal 60 tahun termasuk dalam dewasa tengah.

Pada usia ini individu tersebut memiliki beberapa karakteristik dan mulai

menunjukkan adanya beberapa perubahan dalam perkembangannya. Karakteristik

individu dewasa tengah antara lain dilihat dari segi ekonomi dan pekerjaan,

(35)

Dari segi ekonomi menunjukkan memiliki pendapatanyang tinggi karena

berprestasi dalam pekerjaan, memiliki posisi yang tinggi, kekuasaan dan prestise.

Sedangkan perubahan yang terjadi antara lain perubahan fisik, psikis dan sosial.

Perubahan fisik yang terjadi antara lain adalah kulit keriput, rambut yang

memutih, cepat lelah, berkurangnya daya ingat, penglihatan dan pendengaran,

rentan terkena penyakit. Perubahan psikologis ditunjukkan dengan adanya

perasaan cemas yang berlebihan, merasa tidak dianggap oleh masyarakat sekitar

dan merasa jenuh dengan kegiatan sehari-hari. Serta dari sosial ditunjukkan

adanya keinginan untuk aktif dalam kegiatan organisasi atau pelayanan dalam

masyarakat (Hurlock, 1980 dan Santrock, 2002).

Pada usia dewasa tengah individu perlu menyiapkan masa pensiun baik

secara keuangan maupun secara psikologis. Individu perlu belajar untuk memilih

minat dan mengisi waktu luang di masa mendatang dengan baik. Kegiatan ini

adalah salah satu bagian penting dari persiapan memasuki masa pensiun tersebut

(Santrock, 2002).

3. Fase-fase Pensiun

Achley (dalam Santrock, 2002 dan Eliana, 2003) menyatakan ada

beberapa fase pada pensiun, di antaranya :

a. Fase Pra Pensiun (Preriterement Phase)

1) Fase Jauh (The Remote Phase)

2) Fase Dekat (The Near Phase)

b. Fase Pensiun (Retirement Phase)

(36)

2) Fase Kekecewaan (The Disenchantment Phase)

3) Fase Re-orientasi (TheReorientation Phase)

4) Fase Stabil (The Stability Phase)

c. Fase Masa Pasca Pensiun (End of Retirement Role)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pensiun terdiri dari tiga fase

antara yaitu Fase Pra Pensiun yaitu, Fase Pensiun, dan Fase Masa Pasca Pensiun

Dalam penelitian ini fase yang akan dilihat adalah fase dekat (the near phase)

pada fase pra pensiun.

C. Karyawan Pertamina Golongan Pimpinan

Golongan pimpinan jika dibandingkan dengan golongan yang ada di

bawahnya memiliki beberapa kelebihan, dilihat dari segi pekerjaan, ekonomi dan

sosial. Golongan pimpinan dalam perusahaan ini terdiri dari beberapa jenjang,

mulai dari golongan 1 yaitu golongan pimpinan yang paling tinggi dan golongan 9

yaitu golongan pimpinan yang paling rendah. Golongan 1 adalah pembina atau

pimpinan puncak, golongan 2-4 adalah golongan utama (pimpinan divisi), 5-6

adalah pengawas, golongan 7-9 adalah supervisor (Purnamasari, 2003).

Secara umum meskipun berada pada jenjang yang berbeda, karyawan yang

berada pada beberapa golongan ini memiliki tugas dan tanggung jawab untuk

dapat menyusun, mengatur dan mengontrol pekerjaan setiap anak buahnya,

bahkan mereka dituntut untuk dapat menjadi motivator bagi setiap karyawan yang

ada di bawah pimpinannya. Perbedaan tugas dan tanggung jawab yang

(37)

Pada umumnya di suatu perusahaan seorang karyawan yang memiliki golongan

atau pangkat yang cukup tinggi adalah karyawan yang sebagian besar

pekerjaannya dihabiskan di dalam kantor (pekerjaannya mengandalkan pikiran)

bukan di pabrik atau sejenisnya yang pekerjaannya banyak mengandalkan

kekuatan fisik. Namun di perusahaan ini, karyawan golongan pimpinan tidak

hanya menjalankan pekerjaan di dalam kantor saja atau tidak hanya bekerja di

lapangan (seperti pabrik, kilang) saja, tetapi bisa juga menjalankan pekerjaannya

di dalam kantor dan di lapangan (pabrik, kilang), karena pabrik atau kilang

termasuk bagian dari perusahaan yang memegang peranan penting dalam

perusahaan. Relasi yang mereka miliki cukup luas karena terkadang mereka

diharuskan untuk bekerja sama dengan rekan dari luar perusahaan dan bagi

karyawan golongan pimpinan yang berada pada golongan 2-9 diharuskan untuk

berelasi dengan beberapa orang yang memiliki kedudukan penting di perusahaan

tersebut bahkan dengan beberapa pihak luar yang memiliki kerjasama dengan

perusahaan. Tanggung jawab, tugas dan relasi yang luas ini membuat pengalaman

kerja yang mereka miliki lebih banyak jika dibandingkan dengan karyawan yang

bukan pimpinan.

Secara ekonomi, kehidupan mereka dapat dikatakan cukup mapan. Karena

selain mendapatkan gaji yang lebih besar, mereka juga mendapatkan beberapa

fasilitas lain dari perusahaan, antara lain fasilitas kesehatan yang lebih lengkap,

misalnya dengan fasilitas ditempatkan di ruang VIP ketika mereka dirawat di

rumah sakit, beberapa barang inventaris dari perusahaan misalnya perabotan

(38)

fasilitas perabotan rumah tangga namun barang yang didapat memiliki perbedaan.

Semakin tinggi golongan karyawan tersebut maka semakin lengkap fasilitas yang

didapatkan. Lingkungan tempat tinggal karyawan golongan pimpinan dibedakan

menjadi tiga tempat, ada perumahan yang memang dikhususkan untuk karyawan

golongan pimpinan saja, yaitu perumahan yang dikhususkan untuk golongan 1-3

dan perumahan lain untuk golongan 4-5 dan ada juga perumahan yang dihuni oleh

karyawan pimpinan yang berada pada golongan 5 sampai pada karyawan yang

bukan pimpinan. Pada umumnya mereka ditempatkan di rumah dinas yang lebih

besar beserta isinya yang lebih lengkap. Semakin tinggi golongan seorang

karyawan, maka semakin lengkap barang inventaris yang diberikan oleh

perusahaan.

Berbagai keadaan yang melekat pada karyawan golongan pimpinan seperti

pekerjaan dan keadaan ekonomi di atas membuat mereka berada pada lingkungan

sosial yang berbeda dengan karyawan yang bukan pimpinan. Lingkungan tempat

tinggal yang berbeda, pendapatan yang besar, relasi yang lebih luas, tanggung

jawab dalam pekerjaan dan kedudukan yang tinggi ini membuat mereka memiliki

status sosial yang dipandang lebih tinggi dari karyawan yang bukan pimpinan.

Pekerjaan dan jabatan yang dimiliki membuat mereka lebih dihormati, dihargai

dan menjadi panutan bagi anak buahnya. Selain status sosial mereka juga

menunjukkan gaya hidup yang terlihat sedikit berbeda dengan karyawan yang

golongannya lebih rendah daripada mereka. Bisa dikatakan mereka memiliki

gaya hidup sedikit berlebihan yang sebetulnya hal ini bukanlah suatu hal yang

(39)

dan mendapat dukungan fasilitas tambahan dari perusahaan yang lebih lengkap

jika dibandingkan dengan karyawan yang bukan pimpinan.

Perusahaan memiliki program pelatihan untuk karyawan yang akan

memasuki masa pensiun dan tidak bersifat wajib. Program ini biasanya disebut

dengan “Kewirausahaan”. Kewirausahaan ditujukan untuk karyawan beserta

pasangannya (suami atau istri karyawan tersebut) dan dilaksanakan ketika

karyawan memasuki 2 atau 3 tahun menjelang masa pensiun. Namun, ada sedikit

perbedaan tentang kewirausahaan tersebut antara karyawan golongan pimpinan

dan yang bukan pimpinan. Bagi karyawan yang bukan pimpinan, mereka juga

mengikuti program kewirausahaan yang sama, hanya saja mereka tidak mengikuti

program ini di kota yang sama. Biasanya pelatihan diadakan di kota Bandung atau

Surabaya. Pemilihan kota tergantung pada kebijakan perusahaan yang setiap

tahunnya dapat berubah. Sementara untuk karyawan golongan pimpinan,

kewirausahaan biasa dilaksanakan di kota Bali dan Yogyakarta. Pemilihan kota

yang akan dituju sebagai tempat pelatihan berdasarkan pada golongan karyawan

tersebut. Karyawan yang berada pada golongan 5-1 mengikuti pelatihan ke Bali

dan karyawan pada golongan 9-6 ke Yogyakarta. Meskipun terdapat perbedaan

tempat pelatihan yang didasarkan pada golongan karyawan, namun materi

pelatihan yang diberikan tidak memiliki perbedaan. Kegiatan dalam program ini

selain diadakan untuk memberikan pelatihan kewirausahaan, juga diadakan

konsultasi dengan psikolog sebagai persiapan untuk memasuki masa lansia.

(40)

sepenuhnya oleh perusahaan. Kewirausahaan ini bukan akhir dari program

perusahaan untuk mempersiapkan karyawan dalam menghadapi pensiun.

Selain itu ada program yang disebut dengan Masa Persiapan Pensiun

Karyawan (MPPK). Sekitar enam bulan sebelum memasuki MPPK karyawan

akan diberikan surat pemberitahuan dari perusahaan. Surat tersebut berisi tentang

pemberitahuan bahwa karyawan tersebut sebentar lagi akan memasuki MPPK dan

berisi tentang hak dan kewajiban yang harus dilakukan karyawan sebelum

memasuki MPPK. Saat karyawan memasuki MPPK, karyawan tersebut akan

berhenti bekerja namun tetap akan mendapat gaji bersih sama seperti saat masih

aktif bekerja serta diperbolehkan tetap tinggal di perumahan dinas dan

mendapatkan fasilitas dari perusahaan selama satu tahun. Program ini berlaku

bagi semua karyawan baik yang berada pada golongan pimpinan maupun

karyawan yang bukan pimpinan.

D. Penyesuaian Diri Pada Karyawan Pertamina Golongan Pimpinan yang

Memasuki Masa Pra Pensiun

Keadaan ekonomi, pekerjaan, sosial dan budaya pada karyawan golongan

pimpinan yang telah disebutkan sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan kelas dalam berbagai bidang tersebut. Perbedaan tersebut menunjukkan

adanya kehidupan dan tuntutan yang lebih besar yang diharapkan dari mereka.

Kehidupan yang memiliki fasilitas yang lengkap, besarnya tanggung jawab dan

pengalaman dalam pekerjaan, pendapatan yang diperoleh, serta perbedaan pada

(41)

dimiliki oleh karyawan golongan pimpinan jika dibandingkan dengan karyawan

yang bukan pimpinan.

Pada umumnya para karyawan yang berada pada masa pra pensiun adalah

mereka yang berusia di atas 50 tahun. Secara fisik mereka juga sudah mengalami

perubahan, misalnya stamina yang mulai menurun meskipun tidak terlalu ekstrim.

Keadaan stamina yang menurun ini akan membuat mereka lebih mudah

mengalami berbagai macam penyakit. Secara psikologis mereka mulai mengalami

kecemasan menghadapi hari tua karena akan menghadapi banyak perubahan

dalam hidupnya. Masa pensiun yang semakin dekat akan membuat mereka

menunjukkan perasaan cemas karena merasa keberadaan mereka tidak akan

dianggap oleh masyarakat serta mulai merasakan adanya kejenuhan dalam

menjalankan aktivitas sehari-hari. Disamping adanya perubahan di tersebut dalam

hal pekerjaan mereka justru menunjukkan adanya prestasi kerja yang semakin

meningkat seiring dengan pengalaman kerja yang semakin bertambah

(Hurlock,1980). Keadaan fisik dan psikologis yang terjadi tersebut menunjukkan

bahwa dalam masa pra pensiun para karyawan golongan pimpinan tersebut akan

menghadapi banyak perubahan dalam kehidupan mereka.

Keadaan pimpinan yang memiliki kedudukan, kekuasaan, relasi yang luas

dan kehidupan ekonomi yang mapan tidak akan berlangsung lama, karena cepat

atau lambat mereka akan menghadapi masa pensiun. Masa di mana mereka harus

rela untuk melepaskan kedudukan, kekuasaan, relasi, pendapatan yang besar serta

kehidupan yang didukung oleh fasilitas dari perusahaan. Lepasnya segala hal yang

(42)

dalam kehidupan mereka. Menghadapi suatu perubahan dalam kehidupan tidaklah

mudah, namun hal ini dapat diantisipasi jika individu tersebut memiliki

penyesuaian diri yang baik. Penyesuaian diri akan membuat individu mampu

bertahan menghadapi setiap perubahan dan tantangan di tempat individu tersebut

tinggal. Oleh karena itu, penyesuaian diri perlu dilakukan sedini mungkin sejak

karyawan golongan pimpinan berada pada masa pra pensiun. Dengan adanya

penyesuaian diri yang baik diharapkan para karyawan golongan pimpinan ini

dapat memiliki persiapan dalam menghadapi masa pensiun.

Di satu sisi penyesuaian diri yang baik dalam menghadapi masa pensiun

pada karyawan golongan pimpinan kemungkinan dapat dilakukan karena

memiliki relasi yang luas, serta pengalaman yang lebih luas khususnya dalam

bidang pekerjaan. Jika dihubungkan dengan faktor yang dapat mempengaruhi

penyesuaian diri yang baik, karyawan golongan pimpinan menunjukkan memiliki

kematangan dalam pengalaman yang lebih banyak, dengan memiliki pengalaman

yang lebih tersebut mereka mengetahui langkah apa yang dapat digunakan dalam

merespon tuntutan yang ada, serta adanya dukungan dari faktor lingkungan

dengan memiliki relasi yang luas menunjukkan kematangan sosial individu karena

mampu menjalin hubungan dengan berbagai pihak. Namun, di sisi yang lain

karyawan pada masa pra pensiun dapat mengalami kesulitan dalam proses

penyesuaian diri karena mulai menunjukkan adanya berbagai penurunan dari segi

fisik dan psikologis. Penurunan ini bisa ditunjukkan dengan keadaan fisik yang

rentan terkena berbagai penyakit dan mulai munculnya rasa kecemasan untuk

(43)

karena penurunan pendapatan. Penurunan yang dialami dapat menjadi

penghambat dalam penyesuaian diri jika tidak dihadapi dengan lapang dada

karena akan membuat karyawan tersebut tidak mampu menerima perubahan yang

terjadi dalam dirinya yang akan berakibat pada ketidakmampuan untuk

(44)

Skema Penyesuaian Diri Karyawan Golongan Pimpinan pada Masa Pra

• Pendapatan yang tinggi

• Rumah dinas yang lebih besar beserta barang inventaris yang lebih lengkap

• Fasilitas dari perusahaan yang lebih lengkap

2. Pekerjaan dan jabatan

• Menyusun, mengatur dan

mengontrol pekerjaan anak buah yang dipimpin

• Pengalaman kerja yang lebih luas • Mampu bekerja sama dengan rekan

dari luar perusahaan

• Mampu bekerja sama dengan orang yang kedudukannya lebih tinggi di perusahaan (untuk golongan 2-9)

Karakteristik Pra Pensiun 1.Ekonomi

• Pendapatan tinggi

2.Psikologis

• Cemas berlebihan, merasa tidak dianggap dalam masyarakat, jenuh dengan kegiatan sehari-hari

3. Fisik

• Penurunan fungsi tubuh (penglihatan, pendengaran, daya ingat, cepat lelah, mudah terkena penyakit)

4. Sosial

• Aktif dalam kegiatan di masyarakat (organisasi, pelayanan masyarakat)

5.Pekerjaan

• Berprestasi, posisi lebih tinggi, lebih banyak jaminan kerja

• Memiliki kematangan dalam

pengalaman yang lebih banyak sehingga mampu merespon suatu tuntutan

• Memiliki kematangan sosial

sehingga mampu menjalin hubungan dengan berbagai pihak

Penyesuaian Diri Tinggi

Penyesuaian Diri Rendah

• Penurunan dari segi fisik mengakibatkan rentan terhadap penyakit

(45)

E. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan keadaan karyawan golongan pimpinan yang telah dijelaskan

di atas, baik dilihat dari kelebihan yang mereka miliki atau kemungkinan

penyesuaian diri yang akan terjadi pada masa pra pensiun, melalui penelitian ini

peneliti ingin mengetahui penyesuaian diri yang dilakukan karyawan golongan

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah sebuah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

adalah penelitian yang dilakukan sampai pada deskripsi yaitu menganalisa dan

menyajikan fakta, memberikan suatu gambaran mengenai suatu situasi atau

kejadian yang terjadi dalam masyarakat. Data yang dikumpulkan bersifat

deskriptif sehingga penelitian ini tidak menggunakan hipotesis. Sedangkan

menurut Whitney (dalam Nazir, 1988) penelitian deskriptif digunakan untuk

mempelajari masalah, tata cara dan situasi tertentu yang terjadi dalam masyarakat.

B. Definisi Operasional

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah variabel penyesuaian

diri. Penyesuaian diri adalah suatu proses perilaku seseorang yang dilakukan

untuk mengatasi tuntutan yang ada di sekitar lingkungannya. Variabel

penyesuaian diri disusun berdasarkan karakteristik yang telah diungkapkan dalam

landasan teori. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :

a. Memiliki kemampuan berpikir dan bersikap sesuai dengan realita

b. Memiliki kemampuan kontrol diri yang baik

c. Memiliki hubungan interpersonal yang baik

d. Memiliki kemampuan belajar dari pengalaman di masa lalu untuk

memecahkan masalah

(47)

Penskoran skala akan memberikan gambaran tentang penyesuaian diri pada

karyawan golongan pimpinan pada masa pra pensiun. Semakin tinggi nilai yang

dimiliki karyawan golongan pimpinan, maka semakin tinggi penyesuaian diri

yang dimiliki karyawan pimpinan pada masa pra pensiun. Jika nilai yang dimiliki

karyawan golongan pimpinan rendah, maka penyesuaian diri yang dimiliki

karyawan tersebut juga rendah.

C. Subjek

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Pertamina

(Persero) di wilayah Unit Pengolahan III, Sumatra Selatan sebanyak 71 orang.

Penelitian ini menggunakan try out terpakai dikarenakan situasi di lapangan yang

tidak memungkinkan peneliti untuk mengadakan try out dan dilanjutkan dengan

penelitian. Kriteria subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah karyawan

Pertamina yang berada pada golongan pimpinan dan akan memasuki masa

pensiun sekitar 1 atau 2 tahun mendatang dan bertempat tinggal di perumahan

Pertamina. Peneliti menggunakan kriteria ini agar data yang diperoleh benar-benar

data yang ingin diteliti.

D. Metode dan Alat Pengambilan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala penyesuaian

diri. Skala penelitian ini menggunakan metode summated rating atau berbentuk

skala Likert. Metode Likert terdiri dari beberapa kontinum kesikapan, dan

(48)

(Tidak Sesuai), S (Sesuai) dan SS (Sangat Sesuai). Penelitian ini tidak

menggunakan kontinum N (Netral) agar subjek dapat menjawab pernyataan yang

diberikan dengan benar adanya atau tanpa manipulasi. Modifikasi skala Likert ini

dilakukan berdasarkan tiga alasan. Pertama, kategori undecided memiliki arti

ganda, bisa diartikan subjek belum mampu memberikan jawaban dan bisa juga

diartikan subjek tidak sesuai tapi bukan pula berarti tidak sesuai atau bahkan

ragu-ragu. Kedua, jawaban di tengah seperti ini menimbulkan kecenderungan untuk

menjawab ke tengah (central tendency effect), terutama bagi subjek yang

ragu-ragu terhadap arah jawabannya. Ketiga, maksud kategorisasi jawaban

SS-S-TS-STS adalah untuk melihat kecendurangan pendapat subjek , ke arah sesuai atau ke

arah tidak sesuai. Kategori jawaban tengah (Netral) akan menghilangkan banyak

(49)

Berikut ini adalah blue print skala penyesuaian diri yang disusun

berdasarkan karakteristik penyesuaian diri :

Tabel 1

Blue Print jumlah item sebelum Try Out

Nomor Item Jumlah

Item No Indikator Penyesuaian

Diri Favorabel Unfavorabel %

1. Berpikir dan bersikap sesuai dengan realita

4 Belajar dari pengalaman di masa lalu untuk memecahkan masalah

Skala ini tersusun dari 40 item favorabel dan 36 item unfavorabel, secara

keseluruhan skala yang digunakan terdiri dari 76 item. Item-item favorabel

merupakan item positif, yaitu item yang mendukung indikator penyesuaian diri

pada karyawan golongan pimpinan yang memasuki masa pra pensiun. Item-item

unfavorabel merupakan item negatif, yaitu item yang tidak mendukung indikator

penyesuaian diri pada karyawan golongan pimpinan yang memasuki masa pra

pensiun.

Pernyataan yang bersifat favorabel untuk jawaban “SS” diberi nilai 4, “S”

(50)

pernyataan yang unfavorabel untuk jawaban “SS” diberi nilai 1, “S” diberi nilai 2,

“TS” diberi nilai 3, dan “STS” diberi nilai 4.

E. Kredibilitas Alat Pengumpul Data

1. Validitas

Validitas memiliki arti kecermatan dan ketepatan dari suatu alat ukur

dalam melakukan fungsi alat ukurnya. Suatu alat ukur dapat dikatakan cermat dan

tepat jika koefisien validitasnya menunjukkan rx = 1,0. Tetapi, dalam

kenyataannya suatu koefisien validitas tidak akan mencapai angka maksimal 1,0

(Azwar, 2003).

Penelitian ini mengunakan validitas isi untuk mengukur validitas pada alat

ukur yang digunakan. Menurut Azwar (2003) validitas isi adalah pengujian

validitas yang diperoleh dari pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional

atau profesional judgement sehingga item yang dibuat tidak keluar dari tujuan

pengukuran yang sudah ditentukan. Pengujian isi skala dilakukan dengan

mengkonsultasikan dengan orang yang lebih ahli, dalam hal ini konsultasi item

dilakukan dengan dosen pembimbing.

2. Seleksi item

Seleksi item dilakukan dengan melihat koefisien korelasi item total (rix)

yang menunjukkan adanya kesesuaian fungsi item dengan fungsi skala yang

digunakan dalam mengungkap perbedaan individual. Kriteria koefisien korelasi

item total yang digunakan adalah rix > 0,30. Item yang memiliki nilai koefisien

(51)

(Azwar, 2003). Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik Alpha dari

program SPSS for windows version 12..

Dari 76 item yang diberikan, diperoleh sebanyak 54 item yang sahih dan

32 item yang gugur, yaitu 12 item pada indikator berpikir dan bersikap sesuai

dengan realita, 15 item pada indikator kontrol diri yang baik, 17 item pada

indikator hubungan interpersonal yang baik dan 10 item pada indikator belajar

dari pengalaman di masa lalu untuk memecahkan masalah. Karena jumlah item

setiap indikator tidak sama, maka peneliti menyamakan jumlah item untuk setiap

indikator dengan cara mengurangi jumlah item pada indikator yang memiliki

jumlah item lebih dari 10. Dari hasil penyetaraan item tersebut diperoleh 40 item

sahih yang masing-masing terdiri dari 20 item untuk item favorabel dan item

unfavorabel.

Berikut ini adalah tabel distribusi item dalam tiap indikator dan kategori

sifat item setelah try out :

Tabel 2

Distribusi item sahih

Nomor Item Jumlah

Item No

Indikator Penyesuaian Diri

Favorabel Unfavorabel % 1. Berpikir dan bersikap sesuai

dengan realita

3. Hubungan interpersonal yang baik

6, 21, 62 13, 29, 30, 45, 46, 53, 70

10 25

(52)

Item yang gugur sebanyak 36 item. Item favorabel 3, 14, 15, 17, 19, 22,

31, 36, 38, 39, 40, 44, 54, 57, 61, 65, 69, 74, 75 dan item unfavorabel 4, 5, 12,

16,18, 24, 27, 34, 37, 38, 48, 49, 50, 51, 58, 64, 66.

3. Reliabilitas

Reliabilitas memiliki konsep bahwa hasil suatu pengukuran dapat

dipercaya. Tinggi rendahnya suatu reliabilitas dapat ditunjukkan oleh suatu angka

yang disebut dengan koefisien reliabilitas. Koefisien reliabilitas ini besarnya

mulai 0,0 sampai dengan 1,0 (Azwar, 2003). Pengukuran reliabilitas dilakukan

dengan perhitungan reliabilitas koefisien alpha (α) dari Cronbach dengan

menggunakan program SPSS for windows version 12.

Data yang diperoleh untuk menghitung koefisien reliabilitas alpha

diperoleh lewat penyajian data dalam skala yang dikenakan hanya satu kali saja

pada sekelompok responden (single-trial administration). Jika nilai koefisiennya

mencapai minimal 0,900 maka skala yang digunakan dapat dikatakan baik atau

reliabel (Azwar, 2003). Reliabilitas dalam penelitian ini adalah α = 0,928 maka

alat ukur dalam penelitian ini dapat dikatakan reliabel.

F. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik

deskriptif, dengan penyajian data melalui tabel, perhitungan mean dan standar

deviasi, serta menggunakan kategorisasi. Untuk mengetahui signifikansi

perbedaan antara mean teoritik dan empirik dilakukan uji t dengan mengunakan

(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data dilakukan mulai dari tanggal 1 Agustus 2007 sampai

dengan tanggal 15 Agustus 2007. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan

PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang. Peneliti memperoleh data dan

informasi di tiga bagian (divisi) pada perusahaan tersebut. Ketiga bagian tersebut

antara lain RTK (Rumah Tangga Kantor) yaitu bagian yang mengurus keluar

masuk surat dalam perusahaan serta mengurus pembelian peralatan kantor, bagian

HIK-SDM (Hubungan Industrial Ketenagakerjaan-Sumber Daya Manusia) yaitu

bagian yang mengurus hak dan kewajiban karyawan di perusahaan yang akan

memasuki masa pensiun, serta bagian Ren-Bag (Rencana Bagian) yaitu bagian

yang mengatur tentang program “kewirausahaan” sebagai program yang

menawarkan berbagai informasi mengenai kewirausahaan pada karyawan yang

akan memasuki masa pensiun.

Pada selang waktu di atas pemberian skala dilakukan beberapa kali. Tahap

pertama dilakukan pada tanggal 1 Agustus 2007, peneliti membagikan skala

melalui bagian RTK (Rumah Tangga Kantor). Skala yang dibagikan sebanyak

100 skala dan kembali sebanyak 33 skala, namun yang memenuhi syarat hanya

sebanyak 13 skala. Untuk memenuhi target peneliti kembali menyebarkan angket

pada tanggal 9 Agustus 2007 dan 10 Agustus 2007 sebanyak 65 skala dan kembali

pada tanggal 15 Agustus 2007 sebanyak 58 skala. Selain disebarkan melalui

(54)

bagian RTK (Rumah Tangga Kantor), skala disebarkan melalui bagian HIK-SDM

(Hubungan Industrial Ketenagakerjaan-Sumber Daya Manusia). Karena selama

penelitian peneliti mengalami kendala memperoleh subjek sesuai dengan yang

diinginkan, peneliti memutuskan untuk mencari data dengan menggabungkan data

uji coba dan penelitian.

Penggabungan subjek uji coba dan penelitian dilakukan berdasarkan

beberapa alasan berikut :

a. Peneliti mengalami kesulitan dalam memperoleh subjek uji coba dan

penelitian. Hal ini disebabkan karena keadaan di lapangan yang tidak

memungkinkan.

b. Waktu yang dimiliki untuk mengadakan penelitian hanya 15 hari sehingga

peneliti kurang maksimal dalam memperoleh jumlah subjek penelitian yang

diinginkan.

Selain mencari data dengan menggunakan skala, peneliti juga mencari data

tambahan berupa hal-hal apa saja yang menjadi hak dan kewajiban para karyawan

saat memasuki masa pensiun dan mengenai program “Kewirausahaan” yang

menjadi program pelatihan bagi para karyawan yang akan memasuki masa pra

pensiun. Data tambahan ini diperoleh peneliti pada bagian HIK-SDM dan

Ren-Bag (Rencana-Ren-Bagian) pada tanggal 10, 14 dan 15 Agustus 2007. Pada bagian

HIK-SDM peneliti mendapatkan informasi mengenai kewajiban dan hak para

karyawan yang akan memasuki masa pensiun. Pada bagian Ren-Bag (Rencana

(55)

B. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Subjek Penelitian

Dari 71 skala yang disebarkan pada subjek penelitian hanya terdapat 30

orang subjek yang mengisi data secara lengkap, sedangkan identitas subjek pada

41 skala lainnya tidak diisi. Tidak semua subjek menuliskan identitas usia mereka

pada skala penelitian. Namun, menurut informasi yang didapat oleh peneliti dari

seorang karyawan dari perusahaan tersebut, sebagian besar subjek yang mengisi

skala penelitian tersebut berusia 53-54 tahun.

2. Hasil Uji Asumsi

Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah skoring adalah melakukan uji

normalitas dengan menggunakan One-sample Kolmogorov-Smirnov Test pada

program SPSS for windows version 12. Uji normalitas ini dilakukan untuk melihat

normal atau tidaknya distribusi data yang dilakukan pada penelitian ini. Uji

Kolmogorov-Smirnov test ini memperlihatkan hasil yang diperoleh sebesar 0,265.

Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa distribusi data penelitian ini

terdistribusi normal karena memenuhi syarat yaitu p > 0,05.

Skala yang sudah didapat diolah dan dianalisis dengan statistik deskriptif

pada program SPSS for windows version 12.

3. Deskripsi Data Penelitian

Tabel 4

Deskripsi Data Penelitian

N Min Max Mean SD

Teoritik 71 40 160 100 20

(56)

Penyesuaian diri secara umum memiliki nilai mean empirik (111.34) lebih

besar dari mean teoritik (100). Hal ini menunjukkan ada perbedaan nilai antara

mean empirik dan mean teoritik. Data ini menunjukkan bahwa penyesuaian diri

karyawan golongan pimpinan pada masa pra pensiun tinggi. Untuk melihat

apakah perbedaan antara mean empirik dan mean teoritik signifikan, maka

dilakukan signifikansi perbedaan mean dengan menggunakan one sample t-test.

4. Hasil Analisis Data Tambahan

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 12, maka

diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 5

One sample t-test dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Uyanto,

(57)

Berdasarkan hasil perhitungan dari rumus di atas, maka diperoleh nilai

t-hitung = 5.419 > dari t-tabel = 2.000 (taraf signifikansi 5%, db = 60). Nilai ini

menunjukkan bahwa perbedaan pada nilai mean empirik dan teoritik signifikan.

Selanjutnya analisis data dilakukan dengan mengkategorisasikan skor

yang diperoleh dari setiap subjek menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan

rendah. Kategorisasi ini bertujuan untuk menempatkan subjek ke dalam kelompok

yang telah ditentukan tersebut (tinggi, rendah, sedang). Kategorisasi hanya

dilakukan secara umum tidak dilihat per indikator.

Skor Kategori

152 < X Tinggi

76 < X 152 Sedang

X < 76 Rendah

Kategori Jumlah Subjek Presentase

Tinggi 25 Orang 35,21 %

Sedang 46 Orang 64,79 %

Rendah - -

C. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara mean

empirik (111.34) dan mean teoritik (100) dengan t hitung (5.419) > t tabel (2.000)

dengan taraf signifikansi 5% dan db=60. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan

(58)

yang tinggi. Ini berarti subjek memiliki kapasitas yang baik untuk menyesuaikan

diri dengan tuntutan yang ada di sekitarnya dengan memiliki kemampuan berpikir

dan bersikap sesuai dengan realita, memiliki kontrol diri yang baik, memiliki

hubungan interpersonal yang baik, serta kemampuan yang baik untuk belajar dari

pengalaman di masa lalu guna menyelesaikan suatu masalah.

Berdasarkan karakteristik pra pensiun yang telah diuraikan pada bab

sebelumnya, penyesuaian diri yang tinggi tersebut dipengaruhi oleh adanya

pengalaman kerja dan kematangan sosial yang dimiliki oleh karyawan golongan

pimpinan. Berbagai pengalaman mengatasi permasalahan dalam pekerjaan

membuat karyawan golongan pimpinan memiliki kemampuan mengatasi suatu

masalah. Kemampuan untuk mengatasi masalah atau tuntutan dalam kehidupan

mereka diakibatkan karena karyawan golongan pimpinan sudah terlatih untuk

mencari dan menemukan solusi dari suatu masalah yang dihadapi. Kemampuan

menyelesaikan masalah tersebut tidak hanya didapatkan dari pengalaman kerja,

tetapi juga dapat diperoleh dari pengetahuan yang didapatkan dari program

“kewirausahaan”. Program ini banyak memberikan informasi tentang berbagai

kemungkinan permasalahan yang akan ditemui oleh para karyawan tersebut pada

saat sebelum maupun sesudah masa pensiun.

Selain pengalaman kerja serta kematangan sosial yang dimiliki oleh

karyawan golongan pimpinan, ada beberapa hal yang memungkinkan subjek

mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang tinggi. Beberapa hal tersebut

(59)

baik, hubungan interpersonal yang baik, serta kemampuan untuk belajar dari

pengalaman di masa lalu untuk memecahkan masalah.

Berikut adalah penjelasan bagaimana subjek mempunyai kemampuan

untuk berpikir dan bersikap yang sesuai dengan realita. Sebelum pensiun subjek

mengikuti beberapa program untuk persiapan memasuki masa pensiun yaitu

“kewirausahaan” dan MPPK. Pada program pertama yaitu “kewirausahaan”

subjek mendapatkan informasi tentang perubahan fisik dan berbagai macam

penyakit yang sering diderita, persoalan secara psikologis yang dialami oleh orang

yang akan memasuki masa pensiun dan lansia, serta solusi untuk mengatasi

permasalahan tersebut. Dalam program ini karyawan juga diberikan informasi

tentang berbagai bentuk usaha yang dapat dipilih jika ingin menjadi

wirausahawan saat pensiun nanti.

Program yang kedua yaitu MPPK. Program ini berlangsung selama 1

tahun sehingga meskipun sudah tidak bekerja, dalam jangka waktu 1 tahun

tersebut karyawan masih mendapatkan gaji bersih sama seperti saat masih aktif

bekerja. Selama tiga bulan sebelum masa MPKK dimulai, karyawan akan

mendapatkan 90 % uang pesangon yang di peroleh saat pensiun. Sebagian uang

pesangon yang diperoleh ini dapat digunakan bagi karyawan untuk

mempersiapkan segala sesuatu sebelum masuk masa pensiun. Misalnya sebagai

modal usaha untuk wirausaha atau bahkan untuk membeli rumah. Pandangan dan

persiapan yang dimiliki karyawan dari kedua program ini akan membuat mereka

memiliki pikiran dan sikap yang sesuai dengan realita. Karena dengan

Gambar

Tabel 1. Blue Print Jumlah Item Sebelum Try Out ........................................
Blue PrintTabel 1   jumlah item sebelum Try Out
Tabel 2 Distribusi item sahih
Tabel 4 Deskripsi  Data Penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Direksi memuji reformasi penentu atas subsidi energi di tahun 2015, termasuk rencana untuk subsidi listrik sebagai sasaran subsidi yang lebih baik, dan penggunaan ruang fiskal

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil

Yang dimaksud dengan “kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik” adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah

Peserta yang telah melakukan pendaftaran akan dihubungi oleh pihak panitia pada tanggal 5 Oktober 2016 untuk konfirmasi.. Formulir pendaftaran dapat diambil di sekretariat