• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki pengertian yang berbeda. Retribusi adalah jenis pungutan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki pengertian yang berbeda. Retribusi adalah jenis pungutan yang"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

27 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pajak

Pajak memang sekilas hampir sama dengan retribusi, namun keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Retribusi adalah jenis pungutan yang memiliki kontraprestasi langsung yang dapat dipaksakan, sedangkan pajak merupakan iuran dalam bentuk uang (bukan barang) yang dipungut oleh pemerintah (negara) dari masyarakat (WP) yang dapat dipaksakan dan tidak mendapatkan kontrapretasi secara langsung berdasarkan UU Perpajakan serta digunakan untuk pembiayaan kepentingan-kepentingan umum yang apabila tidak menjalankan kewajiban pajaknya maka akan dikenai sanksi berdasarkan UU yang berlaku. Dalam hal ini pajak dapat berfungsi sebagai pendanaan dan pengatur.

Pengertian diatas dikuatkan dengan pernyataan yang disampaikan oleh beberapa ahli. Berikut adalah definisi pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya :

1. Menurut Prof. Dr . Rochmat Soemitro, S.H.

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang- undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Prof. Dr . Rochmat Soemitro, S.H. dalam Mardiasmo 2013).

(2)

2. Menurut S. I. Djajadiningrat.

Pajak didefinisikan sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, dan untuk memelihara kesejahteraan secara umum (S. I.

Djajadiningrat dalam Siti Resmi 2009).

3. Menurut Dr. N. J. Feldmann

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Dr. N. J. Feldmann dalam Waluyo 2011).

Pengertian-pengertian pajak yang disampaikan oleh para ahli di atas juga dikuatkan lagi dengan adanya UU Perpajakan di Indonesia yang selalu diubah (amandemen) untuk menyesuaikan dengan perkembangan masa kini.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali dan diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 berikut penjelasannya bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri yang melekat dalam definisi pajak yaitu :

(3)

a. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment.

e. Apabila kewajiban pajaknya tidak dipenuhi akan mendapat sanksi berdasarkan UU Perpajakan.

f. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.

B. NPWP

Pada masa sekarang ini NPWP tidak hanya digunakan sebagai tanda pengenal WP saja, melainkan sudah banyak manfaat NPWP bagi masyarakat dalam mendapatkan kemudahan untuk berbagai kepentingan. Salah satu syarat dalam berbagai proses administrasi seperti di KPP Pratama, bank, kantor pos, dan instansi tertentu yaitu harus memiliki NPWP sehingga beberapa dokumen penting yang ingin diperoleh harus memasukan nomor NPWP ke dalam list syarat pembuatannya untuk proses admintrasinya.

Apabila tidak memiliki NPWP, maka tidak diperkenankan untuk membuat dokumen-dokumen tersebut. Begitu pula untuk mendapatkan pelayanan di

(4)

beberapa instansi yang harus melampirkan NPWP sebagai syarat administrasi dalam mendapatkan pelayanan tersebut, misalnya notaris harus melampirkan NPWP dalam surat jual beli tanah, pembuatan paspor, melakukan pinjaman kredit ke Bank dan pembuatan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP).

Dari sisi kegunaannya NPWP memiliki andil yang sangat penting dalam semua bidang sebagai syarat administrasi. Baru-baru ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga akan meluncurkan Kartu Indonesia 1 (KartIn1) yang salah satunya dapat menjadi tax clearance (surat keterangan fiskal) atas kegiatan pelayanan publik. Penggunaan kartu serbaguna tersebut diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan WP dalam menjalankan kewajiban membayar pajak.

KartIn1 merupakan kartu multifungsi karena dapat merangkap sebagai kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), kartu kredit, sampai Surat Izin Mengemudi (SIM). Salah satu manfaat dari kartu ini adalah sebagai tax clearance atas kegiatan pelayanan publik.

Berdasarkan uraian diatas penjelasan mengenai NPWP secara lebih detail sebagai berikut:

1. Pengertian NPWP

NPWP adalah nomor yang diberikan kepada WP sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya (Mardiasmo, 2013).

(5)

Menurut UU No 16 tahun 2009 Bab II tentang Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Surat Pemberitahuan, Dan Tata Cara Pembayaran Pajak sesuai dengan Pasal 2 Ayat 1, setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Persyaratan subyektif dan obyektif yang dimaksud yaitu (Yustinus Prastowo, 2009) :

a. Persyaratan subyektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subyek pajak dalam UU Pajak Penghasilan yaitu sebagai berikut :

1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

2) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

a) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.

(6)

b) Pembiayaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

c) Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

d) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

3) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

b. Persyaratan obyektif adalah persyaratan bagi subyek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan atau pemungutan sesuai dengan ketentuan UU Pajak Penghasilan.

Setiap WP hanya diberikan satu NPWP, selain itu NPWP juga dapat dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal ini berhubungan dengan dokumen perpajakan, WP diharuskan untuk mencantumkan NPWP yang dimilikinya.

NPWP terdiri atas 15 digit, 9 digit pertama merupakan kode WP (2 digit pertama merupakan kode jenis WP dan 6 digit berikutnya untuk nomor urut WP dan 1 digit terakhir untuk cek digit) dan 6 digit berikutnya merupakan kode administrasi (3 digit pertama untuk kode KPP dan 3 digit terakhir untuk kode cabang).

(7)

2. Fungsi NPWP

NPWP memiliki berbagai fungsi sebagai berikut (Erly Suandy, 2002):

a. NPWP sebagai suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak, oleh karena itu kepada setiap WP hanya diberikan satu NPWP.

b. NPWP juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, wajib pajak diwajibkan mencantumkan NPWP yang dimilikinya.

3. Manfaat Memiliki NPWP

NPWP memiliki banyak sekali manfaat yang dapat dinikmati oleh WP, tidak hanya pada bidang perpajakan saja melainkan hampir seluruh bidang pelayanan publik. Mulai dari hal yang sederhana hingga hal yang rumit dalam proses administrasi hampir semua mencantumkan NPWP.

Berikut adalah beberapa manfaat yang diperoleh WP yang mempunyai NPWP (Yustinus Prastowo, 2009) :

a. Jika wajib pajak dipotong pajak atas pekerjaan atau kegiatan, dengan memiliki NPWP wajib pajak bisa menghitung ulang dan jika terdapat kelebihan pembayaran dapat dimintakan restitusi/ pembayaran kembali.

b. Tarif PPh pasal 21 lebih tinggi 20% dan tarif PPh pasal 23 lebih tinggi 100% dapat dihindari.

(8)

c. Wajib pajak dapat menjalankan transaksi yang mensyaratkan kepemilikan NPWP, misalnya pengajuan kredit, penjualan tanah, menjadi konsultan pajak, dan sebagainya.

d. Dapat lebih mudah mengajukan pinjaman kredit ke bank karena syarat yang digunakan yaitu harus memiliki NPWP.

e. Dapat bebas fiskal ke luar negeri.

f. WP dapat dengan mudah dalam pembuatan paspor dan rekening koran.

g. Mempermudah dalam pembuatan SIUP.

h. Jika terjadi kekeliruan atau penetapan sepihak, wajib pajak dapat menggunakan hak mengajukan keberatan, banding, pembatalan ketetapan, pengurangan sanksi, dan sebagainya.

i. Berhak mendapatkan pelayanan dari petugas pajak, baik yang bersifat informatif maupun teknis, seperti ketika akan melakukan impor barang, pengajuan syarat ikut lelang pemerintah, dan sebagainya.

4. Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian NPWP serta Pelaporan dan Pengukuhan PKP

Tata cara pendaftaran dan pemberian NPWP serta pengukuhan PKP adalah sebagai berikut (Anastasia Diana dan Lilis Setiawati, 2010) :

a. WP atau orang yang diberi kuasa khusus yang mendaftarakan diri untuk memperoleh NPWP dan atau pegusaha yang melaporkan kegiatan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengisi, mendatangi, dan menyampaikan formulir pendaftaran ke KPP.

(9)

b. Berdasarkan formulir pendaftaran tersebut KPP menerbitkan kartu NPWP dan surat keterangan terdaftar dan atau surat pengukuhan PKP.

c. KPP menerbitkan kartu NPWP dan surat keterangan terdaftar paling lama pada hari kerja berikutnya setelah permohonan pendaftaran beserta persyaratannya diterima secara lengkap.

d. KPP menerbitkan surat pengukuhan PKP paling lama 3 hari kerja berikutnya setelah pelaporan beserta persyaratannya diterima secara lengkap.

e. Dalam hal WP melakukan pendaftaran sekaligus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, maka kartu NPWP, surat keterangan terdaftar, dan surat pengukuhan PKP diterbitkan secara bersamaan paling lama 3 hari kerja berikutnya setelah permohonan pendaftaran dan pelaporan beserta persyaratannya diterima secara lengkap.

Selain dari kesadaran WP untuk mendaftarkan dirinya dalam memperoleh NPWP, DJP juga berhak menerbitkan NPWP secara jabatan apabila WP yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.

Kewajiban perpajakan bagi wajib pajak yang diterbitkan NPWP secara jabatan dimulai sejak saat WP memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undang perpajakan, paling lama 5 tahun sebelum diterbitkannya NPWP.

(10)

Untuk mendaftarkan diri dalam memperoleh NPWP maka ada beberapa dokumen yang harus dilampirkan dalam pendaftaran NPWP, syarat-syarat tersebut antara lain :

1) Syarat-syarat kelengkapan pendaftaran WP orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas :

a) Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau paspor.

b) Surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi orang asing.

2) Syarat-syarat kelengkapan pendaftaran WP orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas :

a) Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau paspor.

b) Surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi orang asing.

c) Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa.

3) Syarat-syarat kelengkapan pendaftaran WP badan :

a) Fotokopi akte pendirian dan perubahan terakhir atau surat penunjukan dari kantor pusat bagi Badan Usaha Tetap (BUT).

b) Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau paspor.

c) Surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi orsang asing, dari salah seorang pengurus aktif.

(11)

d) Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa.

4) Syarat-syarat kelengkapan pendaftaran bendaharawan sebagai WP pemungut atau pemotong :

a) Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan.

b) Fotokopi KTP bendaharawan.

5) Syarat-syarat kelengkapan pendaftaran untuk join operation sebagai WP pemungut atau pemotong :

a) Fotokopi perjanjian kerjasama sebagai join operation.

b) Fotokopi NPWP masing-masing join operation.

c) Fotokopi KTP bagi penduduk bagi penduduk Indonesia atau paspor.

d) Surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi orang asing dari salah seorang pengurus join operation.

Catatan :

a) Bagi pemohon berstatus cabang, orang pribadi pengusaha tertentu atau wanita kawin tidak pisah harta harus melampirkan fotokopi surat keterangan terdaftar kantor pusat atau domisili atau suami.

b) Apabila permohonan ditandatangani oleh orang lain harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus.

(12)

c) Dalam hal formulir dan persyaratannya belum lengkap kepada WP untuk dilengkapi.

5. Pendaftaran NPWP dan PKP Melalui Elektronik

Pada jaman modern ini internet bukanlah hal yang asing lagi bagi masyarakat, hampir setiap orang menggunakan internet karena pesatnya kemajuan teknologi yang semakin canggih. Sebagai pemanfaatan dalam penggunaan teknologi dan mempermudah WP dalam memperoleh NPWP maka pendaftaran NPWP oleh wajib pajak tidak hanya dapat dilakukan secara manual akan tetapi juga dapat dilakukan melalui elektronik. Berikut langkah-langkah untuk mendaftarkan NPWP melalui internet atau electronic registration :

a. Cari situs Direktorat Jenderal Pajak di internet dengan alamat www.pajak.go.id.

b. Selanjutnya anda memilih menu e-reg (electronic registration).

c. Pilih menu “buat account baru” dan isilah kolom sesuai yang diminta.

d. Setelah itu anda akan masuk ke menu “formulir registrasi WP orang prbadi”. Isilah sesuai dengan KTP anda.

e. Anda akan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sementara yang berlaku selama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran dilakukan.

Cetak SKT sementara tersebut beserta formulir registrasi WP orang pribadi sebagai bukti anda sudah terdaftar sebagai WP.

f. Tandatangani formulir registrasi, kemudian kirimkan atau sampaikan langsung bersama SKT sementara serta persyaratan lainnya ke KPP

(13)

seperti yang tertera pada SKT sementara anda. Setelah itu anda akan menerima kartu NPWP dan SKT asli.

6. Sanksi Tidak Mendaftarkan Diri untuk Memperoleh NPWP

Kewajiban untuk memiliki NPWP itu hukumnya wajib karena jelas sudah diatur dengan perundang-undangan, apabila tidak mendaftarkan diri dalam memperoleh NPWP dan telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif maka akan dikenai sanksi sesuai undang-undang. Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila sesorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling

(14)

sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan (Mardiasmo, 2013).

7. Penghapusan NPWP

NPWP juga dapat dihapus karena berbagai hal yang menyebabkan DJP dapat menghapus atau menonaktifkan NPWP. Menurut peraturan Direktur Jenderal Pajak pasal 9 ayat 1 PER-20/PJ/2013, penghapusan NPWP boleh dilakukan terhadap WP yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai perundang-undangan perpajakan, termasuk penghapusan NPWP karena meninggal dunia, penghapusan NPWP orang asing yang telah kembali ke negara asalnya atau penghapusan NPWP istri yang memilih ikut suami. Menurut Mardiasmo (2013) penghapusan NPWP dilakukan Direktur Jenderal Pajak apabila :

a. Wajib pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan.

b. Wajib pajak orang pribadi yang telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

c. Wajib pajak bendahara pemerintah yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai wajib pajak dan sudah tidak lagi melakukan pembayaran.

(15)

d. Wajib pajak yang memiliki lebih dari 1 NPWP, untuk menentukan NPWP yang digunakan sebagai sarana administratif pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya.

e. Wajib pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang saham atau pemilik dan pegawai yang diberikan NPWP, melalui pemberi kerja atau bendahara pemerintah dan penghasilan nettonya tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

f. Wajib pajak badan kantor perwakilan perusahaan asing yang tidak mempunyai kewajiban pajak penghasilan badan dan telah menghentikan kegiatan usahanya.

g. Wanita yang memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya.

h. Wanita menikah yang memiliki NPWP berbeda dengan NPWP suami dan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suami.

i. Anak belum dewasa yang telah memiliki NPWP.

j. Wajib pajak BUT yang telah menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia dan wajib pajak badan selain perseroan terbatas dengan status tidak aktif yang tidak mempunyai kewajiban pajak penghasilan dan tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha.

(16)

Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk WP orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk WP badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan penghapusan NPWP dianggap dikabulkan.

C. Ekstensifikasi

1. Pengertian Ekstensifikasi

Ekstensifikasi pajak merupakan suatu kegiatan mencari WP yang tersembunyi, dalam hal ini WP memiliki potensi yang tinggi dalam hal pembayaran pajak serta memperluas objek pajak di wilayah administrasi DJP. Ekstensifikasi pajak dilakukan guna menambah jumlah WP yang terdaftar dengan tujuan untuk meningkatkan penerimaan pajak.

Salah satu upaya yang dilakukan dalam kegiatan ekstensifikasi adalah pemberian NPWP kepada WP orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang saham/pemilik dan pegawai, maupun WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/atau memiliki tempat usaha di pusat perdagangan dan/atau pertokoan, pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai pemungut PPN maupun badan. Ekstensifikasi wajib pajak merupakan salah satu program yang digunakan sebagai ujung tombak dalam penambahan WP yang dikeluarkan berdasarkan UU

(17)

Perpajakan dan peraturan DJP. Dari pernyataan diatas dikuatkan lagi dengan beberapa pengertian ekstensifikasi wajib pajak menurut peraturan perundang-undangan maupun surat edaran DJP.

a. Berdasarkan surat edaran Direktorat Jenderal Pajak SE-06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak, ekstensifikasi wajib pajak adalah kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah wajib pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

b. Menurut peraturan Direktorat Jendral Pajak PER-35/PJ/2013 tentang Tata Cara Ekstensifikasi Pajak menyatakan bahwa ekstensifikasi adalah upaya proaktif yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka pemberian NPWP dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Dalam surat edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-51/PJ/2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-35/PJ/2013 tentang Tata Cara Ekstensifikasi, maksud dan tujuan diterbitkannya surat edaran Direktur Jenderal Pajak ini untuk memberikan pedoman pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak bagi kantor pelayanan pajak dan kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan bertujuan untuk memberikan penjelasan dan penegasan mengenai hal-hal yang masih bersifat umum dalam peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 35/PJ/2013, serta memberikan panduan agar ekstensifikasi dapat dilakukan sesuai prosedur.

(18)

2. Ruang Lingkup Pelaksanaan Kegiatan Ekstensifikasi Wajib Pajak

Mengingat kegiatan ekstensifikasi pajak merupakan salah satu program yang difokuskan oleh DJP dalam rangka pengamanan penerimaan pajak selain intensifikasi. Maka langkah pertama dari kegiatan ekstensifikasi pajak adalah menentukan ruang lingkup dalam rangka menetapkan sasaran dan prioritas kegiatan. Terdapat beberapa ruang lingkup kegiatan ekstensifikasi pajak, berdasarkan surat edaran SE-06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak maka ruang lingkup dari pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi pajak meliputi :

a. Pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP, termasuk pemberian NPWP secara jabatan terhadap Wajib Pajak PPh orang pribadi yang berstatus sebagai karyawan perusahaan, orang pribadi yang bertempat tinggal di wilayah atau lokasi pemukiman atau perumahan, dan orang pribadi lainnya (termasuk orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan), yang menerima atau memperoleh penghasilan melebihi batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

b. Pemberian NPWP dilokasi usaha, termasuk pengukuhan sebagai PKP, terhadap orang pribadi pengusaha tertentu yang mempunyai lokasi usaha di sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau kawasan industri atau sentra ekonomi lainnya.

(19)

c. Pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP terhadap Wajib Pajak badan yang berdasarkan data yang dimiliki atau diperoleh ternyata belum terdaftar sebagai Wajib Pajak dan atau PKP baik di domisili atau lokasi.

d. Penentuan jumlah angsuran PPh Pasal 25 dan atau jumlah PPN yang harus disetor dalam tahun berjalan, dimulai sejak bulan Januari tahun yang bersangkutan.

e. Penentuan jumlah PPN yang terutang atas transaksi penjualan dalam tahun berjalan, khususnya untuk PKP pedagang eceran, yang mempunyai usaha di sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau sentra ekonomi lainnya.

3. Unit Organisasi Pelaksanaan Kegiatan Ekstensifikasi Wajib Pajak

Untuk melakukan kegiatan ekstensifikasi perlu adanya suatu kerja sama antar unit dalam KPP Pratama. Hal ini dikarenakan antara satu bagian dengan bagian yang lain saling berkaitan dan saling membutuhkan dalam hal pemenuhan program ekstensifikasi. Dalam pelaksanaannya, ekstensifikasi dilaksanakan oleh berbagai unit diantaranya :

a. Seksi ekstensifikasi dan seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) pada KPP serta kantor penyuluhan pajak yang berada diluar kota kedudukan KPP.

b. Dalam hal kegiatan ekstensifikasi WP dan intensifikasi pajak dimaksudkan untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, kepala

(20)

KPP dapat menunjuk petugas pada seksi PPh, seksi PPN dan pajak tidak langsung lainnya, serta seksi lainnya di KPP untuk diperbantukan pada seksi PDI dan atau kantor penyuluhan pajak.

c. Khusus untuk pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi WP dan intensifikasi pajak dalam tahun 2001, dilakukan oleh tim atau satuan tugas yang dikoordinir oleh Kepala KPP dengan pengarahan dan pengawasan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (KaKanWil DJP).

4. Petugas Pelaksana yang Melaksanakan Kegiatan Ekstensifikasi Wajib Pajak

Berdasarkan SE-06/PJ.9/2001 petugas pelaksana yang melaksanakan kegiatan ekstensifikasi WP dan intensifikasi pajak adalah petugas yang memenuhi kualifikasi sebagai pelaksana kegiatan ekstensifikasi wajib pajak dan intensifikasi pajak, meliputi:

a. Petugas yang ditunjuk oleh Kepala KPP.

b. Petugas kantor penyuluhan pajak yang ditunjuk oleh Kepala KPP.

c. Petugas lain yang ditunjuk oleh Kakanwil DJP.

5. Data yang Digunakan untuk Pelaksanaan Kegiatan Ekstensifikasi Wajib Pajak

Salah satu faktor penting dalam rangka menunjang keberhasilan pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi adalah tersedianya data. Data yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi WP meliputi data intern dan data ekstern. Tanpa adanya data yang akurat pelaksanaan

(21)

ekstensifikasi tidak akan berjalan dengan baik, sebab ekstensifikasi berpedoman pada data yang digunakan sebagai batasan untuk pemenuhan syarat objek pajak dan sasaran subjek pajak guna pemberian NPWP.

Berdasarkan surat edaran DJP nomor SE-06/PJ.9/2001, data yang digunakan dalam ekstensifikasi meliputi data intern dan data ekstern antara lain :

a. Pelanggan listrik untuk rumah tinggal dengan daya 6.600 watt atau lebih.

b. Pelanggan telkom dengan pembayaran pulsa rata-rata perbulan Rp 300.000 atau lebih.

c. Pemilik mobil dengan nilai Rp 200.000.000 atau lebih, atau pemilik motor dengan nilai Rp 100.000.000 atau lebih.

d. Pemegang paspor Indonesia, kecuali pemegang paspor haji dan pemegang paspor tenaga kerja Indonesia (tidak termasuk awak pesawat terbang atau kapal laut).

e. Tenaga kerja asing (expatriate) yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.

f. Karyawan lokal kedutaan besar asing atau organisasi internasional.

g. Pemilik tanah dan atau bangunan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Rp.1.000.000.000 atau lebih berdasarkan data kartu jalan atau peta blok atau DHR atau data SPOP.

(22)

h. Data orang pribadi atau badan selaku penjual atau pembeli tanah dan atau bangunan dari laporan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau informasi dari notaris dengan nilai Rp.60.000.000 atau lebih.

i. Pemilik telepon seluler pasca bayar.

j. Pemegang kartu kredit.

k. Pemegang polis atau premi asuransi.

l. Pemegang kartu keanggotaan Golf.

m. Artis.

n. Pemilik atau penyewa ruang apartemen atau kondominium.

o. Pemilik kapal pesiar atau yacht, speed boat, dan pesawat terbang.

p. Pemilik saham yang diperdagangkan di pasar bursa.

q. Pemilik rumah sewa dan kos.

r. Pemegang saham, komisaris, direktur, dan penerima dividen.

s. Pemilik atau penyewa atau pengguna dan pengelola ruangan pada sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau kawasan industri atau sentra ekonomi lainnya.

t. Subjek pajak yang berdasarkan data pada lampiran Surat Pemberitahuan (SPT), telah memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak, tetapi belum mempunyai NPWP.

u. Data yang ditemukan pada pelaksanaan kegiatan Pemeriksaan Standar Lapangan (PSL).

(23)

6. Dasar Hukum Pelaksanaan Ekstensifikasi Pajak

Kaitannya dengan pelaksanaan program ekstensifikasi pajak maka terdapat landasan hukum yang mengatur pelaksanaan ekstensifikasi tersebut agar apa yang dilaksanakan berada dalam perlindungan undang- undang sehingga tercipta rasa aman bagi para pelaksana program ekstensifikasi, sebab apa yang mereka lakukan berdasarkan ketetapan peraturan dan perundang-undangan. Dasar hukum dalam pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak sebagai berikut :

a. UU No 16 Tahun 2009 Bab II tentang Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Surat Pemberitahuan, dan Tata Cara Pembayaran Pajak.

b. PER-35/PJ/2013 tentang Tata Cara Ekstensifikasi.

c. SE-06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak.

d. SE-51/PJ/2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-35/PJ/2013 tentang Tata Cara Ekstensifikasi.

e. PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan.

(24)

D. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan mengacu pada beberapa penelitian sejenis yang terkait dengan pelaksanaan ekstensifikasi dalam melakukan pemberian NPWP untuk meningkatkan jumlah WP yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam menyusun Tugas Akhir ini.

Saudiana Widya Maryati (2015) meneliti tentang pelaksanaan ekstensifikasi pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi pada KPP Pratama Surakarta. Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan yang dilakukan penulis adalah pada tempat penelitian.

Dalam penelitian terdahulu, penelitian dilakukan di Kota Surakarta, sedangkan penelitian yang penulis lakukan adalah di Kabupaten Boyolali.

Selain itu juga terdapat perbedaan dalam pembahasan yang penulis lakukan. Penelitian terdahulu membahas tentang analisa pelaksanaan ekstensifikasi pemberian NPWP orang pribadi pada KPP Pratama Surakarta, sedangkan yang penulis lakukan adalah membahas mengenai pelaksanaan program ekstensifikasi pemberian NPWP terhadap peningkatan jumlah WP baru di KPP Pratama Boyolali.

Apabila dilihat dari kelengkapan pembahasan, penelitian yang penulis lakukan lebih lengkap dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini, penulis tidak hanya membahas peningkatan WP baru orang pribadi saja, melainkan juga membahas keseluruhan peningkatan WP baru yang terdaftar baik WP orang pribadi, WP badan maupun WP pemungut

(25)

dari setiap kecamatan di Kabupaten Boyolali secara lebih detail dari tahun 2012-2016. Selain itu, penulis juga membahas upaya yang dilakukan KPP Pratama Boyolali dalam mengatasi hambatan yang mucul dalam pelaksanaan ekstensifikasi tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi penting sebuah transistor adalah kemampuannya untuk menggunakan sinyal yang sangat kecil yang masuk dari satu terminal transistor tersebut untuk

Pada akhir perkulihan ini mahasiswa akan dapat memahami konsep kesehatan masyarakat, konsep epidemiologi, Issue kesehatan lingkungan yang berpengaruh terhadap

Perbedaan skripsi ini dengan skripsi yang penulis bahas adalah skripsi di atas hanya menjelaskan tentang kecocokan teori al-Qur‘an dengan teori biologi, tapi

Gambar Alat Prototype Kontrol Temperatur Pada Sebuah Inkubator

Dalam aktifitas ini manager purchasing akan melakukan proses approval untuk pesanan ke supplier yang telah melewati tahap negosiasi dari Staff purchasing Aktifitas

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Penelitian ini dilakukan di LAZ PT Semen Padang dnagan tujuan untuk mengetahui : (1) Untuk mengetahui pelaksanaan dari pengelolaan serta pengunaan dana yang

Dari hasil analisis data didapatkan bahwa nilai r = .476 (p< .001), yang berarti bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara empati dengan kepuasan