• Tidak ada hasil yang ditemukan

SATUAN PEMUKIMAN 1 MAKARTI NAULI KECAMATAN KOLANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SATUAN PEMUKIMAN 1 MAKARTI NAULI KECAMATAN KOLANG"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

KEHIDUPAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN SUKU JAWA DESA SATUAN PEMUKIMAN 1 MAKARTI NAULI KECAMATAN KOLANG KABUPATEN TAPANULI TENGAH 1996-2005

Skripsi Sarjana Dikerjakan

O L E H

MHD ARDIYANSYAH NIM: 120706017

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dikerjakan sebagai bentuk tanggung jawab penulis dalam merekonstruksi masa lalu untuk dijadikan pelajaran masa sekarang dan masa yang akan dating. Di samping itu skripsi ini juga sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan perkuliahan penulis di Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Judul dari skripsi ini adalah, “Kehidupan Masyarakat Transmigran Suku Jawa Desa Satuan Pemukiman 1 Makarti Nauli Kecamatan Kolang Kabupaten Tapanuli Tengah 1996-2005”. Tulisan ini menguraikan perjalanan sejarah Desa SP 1 Makarti Nauli mulai dari latar belakang historisnya yang terbentuk pada tahun 1996, dinamika yang terjadi selama periode 1996-2005. Dalam skripsi ini juga menguraikan bagaimana cara masyarakat transmigran suku Jawa mempertahankan kemandirian ekonomi dan eksistensi mereka dalam meningkatkan taraf hidup mereka.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan, kekhilafan, dan perbaikan dalam tulisan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik membangun dari pembaca demi perbaikan tulisan sederhana ini. Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.

Penulis

Muhammad Ardiyansyah

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji bagi Allah SWT Rabb semesta alam, berkat rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam selalu tercurah kepada tauladan sepanjang masa, Muhammad SAW. Begitu besar gelombang tantangan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan skripsi ini. Tak jarang penulis terbentur dalam perdebatan diri yang menghasilkan pertanyaan- pertanyaan baru yang hampir tidak terjawab. Peran besar maupun kecil dari orang- orang di sekitar penulis dirasa sangat berharga sehingga semakin memantapkan kepercayaan diri dalam menyelesaikan tulisan ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada mereka :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan wakil dekan, beserta seluruh staf dan pegawai Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara beserta Dra. Nina Karina M. SP., selaku sekretaris Program Studi Ilmu Sejarah yang telah membantu lancarnya penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Farida Hanum Ritonga, M.SP., selaku dosen wali dan dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis serta selalu memberikan bantuan, dorongan, semangat, dan do’a kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih atas nasihat yang telah diberikan. Juga seluruh dosen, staf pengajar, serta pegawai administrasi di Program Studi Ilmu Sejarah,

(6)

terimakasih penulis ucapkan atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan selama ini, semoga membuahkan hasil kesuksesan bagi penulis.

4. Kepada kedua orang tua penulis, harta terindah dalam hidup penulis, Ayahanda Rutiman Kutin dan Ibunda M. Limbong yang telah mendidik, membesarkan, serta memberikan kasih sayang yang tidak terhingga dari penulis lahir hingga menapaki proses akhir perkuliahan. Terima kasih atas dukungan, didikan, nasehat, do’a-do’a, dan segala kasih sayang yang telah diberikan kepada saya. Hanya Allah SWT yang dapat membalas jasa-jasa mereka.

5. Terima kasih kepada adik-adik penulis tercinta Dodiek Hutriazi, Intan Lestari, dan Natijah Ulya atas dukungan kalian kepada penulis. Kebersamaan, kenyamanan, dan persaudaraan yang kalian berikan selalu memberikan semangat kepada penulis. Semoga kalian lebih baik dari penulis dan tetaplah meraih mimpi-mimpi kita yang tertunda.

6. Kepada seluruh informan yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dan memperoleh data dan fakta. Juga seluruh perangkat dan masyarakat di Desa SP 1 Makarti Nauli yang telah membantu penulis untuk memberikan informasi guna mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-temanku di stambuk 2012 Ilmu Sejarah, Surya, Putri, Harapan, Roy, Jakob, Arief, Pradana, Jefri, Daniel, dan yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu. Salah satu masa yang paling berharga bisa mengenal, bersahabat, bercengkrama, dan berada dalam satu kelas dengan kalian. Dalam

(7)

kebersamaan kita selama menjalani perkuliahan yang tak akan pernah dilupakan oleh penulis dalam suka maupun duka, kalian selalu berada di hati penulis, kalian merupakan teman terindah. Canda serta tawa yang selalu kita kenang walaupun akhirnya kita berpisah dalam perkuliahan tetapi kalian adalah sahabat terhebat bagi penulis.

8. Kepada keluarga besar Himpunan Mahasiswa Ilmu Sejarah USU, yang telah banyak mengajarkan solidaritas dan diskusi-diskusi hangat tentang aspek kesejarahan khusunya dalam penulisan skripsi ini. Semoga selalu sama rata dan sama rasa.

9. Kepada Keluarga Besar Hijau Hitam Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FIB USU, yang telah banyak mengajarkan dinamika perkuliahan dikampus, menciptakan wadah-wadah diskusi, dan sudah mengajarkan bagaimana rasa persaudaraan itu dari bukan apa-apa, bukan siapa-siapa, menjadi saudara.

Tetap yakin usaha sampai !

10. Teman-teman Pengurus HMI Cabang Medan Periode 2016-2017 yang turut membantu dalam memberikan dukungan moril terhadap penulis.

11. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman dan senior di dalam Pengurus Karang Taruna Provinsi Sumatera Utara Periode 2016-2021, yang turut membantu dan memberikan semangat dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

12. Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.Mhd Ardiyansyah

1.

(8)

ABSTRAK

Desa Satuan Pemukiman 1 (SP 1) merupakan daerah pedalaman yang berada di Kabupaten Tapanuli Tengah. Dalam upaya menjaga serta mempertahankan keberadaan dan eksistensi mereka, rasa solidaritas di antara sesama, kemanidiran ekonomi adalah kuncinya, di tambah lagi oleh tradisi dan budaya yang merupakan nilai keluhuran masyarakat yang masih terjaga. Keterbukaan dan hubungan sosial yang terjalin, menjadi faktor utama keharmonisan masyarakat desa.

Skripsi ini meneliti tentang Kehidupan Masyarakat Transmigran Suku Jawa Desa Satuan Pemukiman 1 (SP 1) Makarti Nauli Kecamatan Kolang Kabupaten Tapanuli Tengah 1996-2005, yang dapat digolongkan kedalam sejarah sosial ekonomi pedesaan.

Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimana kondisi Desa SP 1 Makarti Nauli sebelum kedatangan para transmigran suku Jawa tahun 1996-2005, (2) Bagaimana dinamika kehidupan transmigran suku Jawa di Desa SP 1 Makarti Nauli tahun 1996-2005, dan (3) Apakah dengan adanya transmigrasi ke Desa SP 1 Makarti Nauli menimbulkan perubahan bagi kehidupan para transmigran suku Jawa.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Menjelaskan kondisi Desa SP 1 Makarti Nauli sebelum kedatangan para transmigran suku Jawa tahun 1996-2005, (2) Menjelaskan dinamika yang terjadi pada transmigran suku Jawa di Desa SP 1 Makarti Nauli sejak 1996-2005, dan (3) Menguraikan perubahan terhadap kehidupan masyarakat transmmigran suku Jawa yang bertransmigrasi ke Desa SP 1 Makarti Nauli 1996- 2005.

Kajian ini menggunakan metode sejarah melalui heuristik, kritik, interppretasi, dan historiografi dalam penelitiannya.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa motif utama para transmigran suku Jawa yang bertransmigrasi ke Desa SP 1 Makarti Nauli adalah motif ekonomi untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera. Perubahan dalam segi ekonomi membawa arti yang besar bagi transmigran suku Jawa. Selain itu dalam menjaga eksistensi dan keberlangsungan hidup, masyarakat transmigran suku Jawa sangat gigih dalam proses kemandirian ekonomi dan menjaga harmonisasi serta nilai luhur kebudayaan mereka.

Kata Kunci :Kehidupan Transmigran, Jawa

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………... I ABSTRAK ………... II DAFTAR ISI ………. III BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ……… 1

1.2 Rumusan Masalah ……….. 7

1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian ………... 8

1.4 Tinjauan Pustaka ……… 9

1.5 Metode Penelitian ……….. 11

BAB II TERBENTUKNYA DESA SATUAN PEMUKIMAN 1 MAKARTI NAULI 2.1 Letak Geografis dan Kondisi Alam ……….. 13

2.2 Latar Belakang Sejarah Terbentuknya Desa SP 1 Makarti Nauli …….. 17

2.2.1 Masyarakat Transmigran Suku Jawa Sebelum Transmigrasi ke Desa SP 1 Makarti Naulli ……… 19

2.2.2 Proses Terbentuknya Desa SP 1 Makarti Nauli ………....… 23

2.3 Awal Kehidupan Masyarakat Transmigran Suku Jawa Desa SP 1 Makarti Nauli ……….. 25

2.3.1 Agama .………... 27

2.3.2 Mata Pencaharian ……… 28

2.3.3 Pendidikan ……….. 29

(10)

BAB III DINAMIKA KEHIDUPAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN SUKU JAWA DESA SP 1 MAKARTI NAULI

3.1 Kehidupan Sosial ……… 31

3.1.1 Interaksi Masyarakat Transmigran Suku Jawa Desa SP 1 Makarti Nauli ……… 32

3.1.2 Hubungan Ikatan Sosial Yang Terjalin ……….. 34

3.2 Ekonomi dan Budaya ………. 36

3.2.1 Kehidupan Ekonomi ……….. 36

3.2.2 Kehidupan Budaya Masyarakat Transmigran Suku Jawa Desa SP 1 Makarti Nauli ……… 38

A. Bahasa Jawa ……… 38

B. Kesenian dan Tradisi ………... 39

BAB IV EKSISTENSI DAN KEBERADAAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN SUKU JAWA DESA SP 1 MAKARTI NAULI 4.1 Faktor Internal ……….. 44

4.1.1 Kemandirian dan Nilai Keluhuran Masyarakat Ttransmigran Suku Jawa Desa SP 1 Makarti Nauli ……….. 45

A. Kemandirian dalam Bidang Sosial dan Budaya …………... 45

B. Kemandirian Bidang Ekonomi ………. 48

4.1.2 Keterbukaan Masyarakat Transmigran Suku Jawa Desa SP 1 Makarti Nauli ……….. 52

4.2 Faktor Eksternal ……… 54

4.2.1 Peranan Pemerintah ………. 54

(11)

4.2.2 Peranan Masyarakat Luar ……… 57 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ……… 59 5.2 Saran ……….. 61 DAFTAR PUSTAKA ………. 62 DAFTAR INFORMAN ………..………. IV LAMPIRAN ………. V

(12)

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Terbentuknya sebuah pemukiman dapat dijelaskan melalui proses dimana awalnya manusia berkumpul dan tinggal bersama pada tempat-tempat tertentu.

Seiring dengan berjalannya waktu tempat-tempat tersebut menjadi perkampungan (suatu area hunian yang kemudian tumbuh menjadi pemukiman dan berkembang menjadi perkampungan).1 Proses terbentuknya daerah tempat tinggal manusia terjadi melalui proses yang panjang. Proses ini menjelaskan bahwa sejarah mempunyai peran penting dan sejarah akan selalu terikat pada kronologis peristiwa, artinya selalu ada kesinambungan antara kejadian sebelumnya dengan kejadian selanjutnya. Sejarah melihat penting sebuah proses terbentuknya sebuah area hunian karena dalam pembentukan area hunian pasti melibatkan dimensi ruang, waktu, dan manusia.

Ketiga unsur tersebut merupakan bagian terpenting dalam penulisan sejarah yang analitis.

Pada umumnya, manusia cenderung mencari tempat tinggal yang aman, nyaman, dan teratur. Jelas sekali sebagai proses untuk bertahan hidup manusia menghindari ancaman-ancaman dari alam berupa bahaya banjir, letusan gunung, gempa, dan lain-lain. Selain itu ada juga faktor seperti kesuburan tanah atau

1 Benny Octofrayana Yousca Marpaung dan Madya Alip Bin Rahim, Fenomena Terbentuknya Kampung Kota oleh Masyarakat Pendatag Spontan, Medan, CV Suryaputra Panca Mandiri, 2009 hal. 3

(13)

kurangnya sumber daya alam yang memaksa manusia untuk meninggalkan tempat tinggalnya dan pindah serta membentuk tempat tinggal yang baru. Dalam proses membentuk ruang sebagai wujud usaha terciptanya pemukiman, manusia melewati banyak permasalahan maupun tantangan. Namun hambatan-hambatan ini yang memaksa manusia untuk terus belajar dari waktu ke waktu bagaimana agar dapat bertahan hidup. Transmigrasi merupakan salah satu solusi yang dianggap mampu menyelesaikan masalah tersebut.

Transmigrasi merupakan salah satu program kependudukan yang telah lama dicanangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Transmigrasi juga pernah ditawarkan oleh poilitikus Belanda C.Th. van Deventer melalui konsep Trias van Deventernya dalam kebijakan Politik Etis Belanda tahun 1900 yang menitik beratkan

kepada tiga hal yaitu, Edukasi, Irigasi, dan Transmigrasi. Secara kontekstual tujuan pelaksanaan transmigrasi adalah untuk penyebaran penduduk secara merata di Indonesia. Pemanfaatan sumber daya alam di daerah yang masih jarang penduduknya dengan menggunakan sumber daya yang berasal dari daerah luar. Dengan demikian maka diharapkan kesejahteraan masyarakat lokal dapat meningkat. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa program transmigrasi memiliki tujuan yang mulia bagi kemanuiaan di Indonesia secara umum. Dilihat dalam konteks kebangsaan, sepertinya program transmigrasi yang dilaksanakan semenjak masa pemerintahan presiden Soekarno merupakan usaha dalam mempersatukan bangsa Indonesia melalui bidang

(14)

sosial dan budaya.2 Sejak dahulu, yang menjadi objek dalam pelaksanaan program transmigrasi adalah masyarakat dari Pulau Jawa yang kebanyakan memang merupakan suku Jawa itu sendiri. Ditinjau dari keadaan pulau Jawa yang penduduknya sangat padat dibandingkan dengan pulau – pulau lain di Indonesia, maka tidak terlalu mengherankan apabila memang selama ini program transmigrasi selalu dilaksanakan dari pulau Jawa ke pulau – pulau lainnya di luar pulau Jawa seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan sebagainya. Dan dalam penelitian kali ini menitik beratkan kepada masyarakat transmigran suku Jawa sebagai obejek penelitian. Tidak menutup kemungkinan juga transmigrasi dilakukan oleh masyarakat dari selain Pulau Jawa dan dari suku selain Jawa, semua tergantung tujuan bertransmigrasi yang mereka lakukan. Adanya program transmigrasi memungkinkan perubahan yang terjadi di daerah tempat tujuan transmigrasi mulai dari persoalan sosial, budaya, ekonomi, bahkan dalam aspek politik. Hal ini disebabkan karena kedatangan suku Jawa yang sebagai transmigran akan mempengaruhi kehidupan sosial seperti interaksi sosial, perubahan sosial dan sebagainya bagi penduduk lokal.

Begitu pula dalam aspek budaya. Tidak sedikit terjadi akulturasi bahkan asimilasi budaya antara suku Jawa sebagai Transmigran dan suku – suku lainnya sebagai penduduk asli yang telah lama menempati daerah yang menjadi tujuan transmigrasi.

Perubahan – perubahan dalam aspek ekonomi dan juga politik kemungkinan besar akan terjadi pula di daerah yang menjadi tujuan transmigrasi tersebut.

2 Joan Hardjono, Transmigrasi Dari Kolonisasi Sampai Swakarsa, Jakarta: PT Gramedia, 1997 hal. 102

(15)

Menurut Jefta Leibo, Transmigrasi adalah perpindahan penduduk ke daerah yang masih jarang penduduknya, tapi masih dalam wilayah satu negara.3 Kebijaksanaan transmigrasi untuk meratakan penyebaran jumlah penduduk ke seluruh wilayah tanah air, dengan sasaran yang dituju terutama ke daerah di luar pulau Jawa. Konsep Transimigrasi yang dilakukan pemerintah ada tiga macam, yaitu transmigrasi umum yang ditangani serius oleh pemerintah sendiri. Transmigrasi spontan adalah atas kemauan kelompok masyarakat tertentu yang sadar akan keadaaannya sendiri dan berkeinginan untuk memperbaiki kehidupan mereka ditempat yang lain. Kemudian transmigrasi ABRI yang mana mereka adalah yang sudah purnawirawan. Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan peneliti ini, adalah pembahasan tentang transmigrasi yang akan difokuskan pada permasalahan mengenai transmigrasi umum.

Manusia memiliki banyak kebutuhan yang perlu dipenuhi. Kebutuhan tersebut dapat berupa barang dan jasa. Kebutuhan timbul karena adanya tuntutan fisik dan psikis agar dapat hidup layak sebagai manusia. Dalam hal ini kebutuhan manusia beraneka ragam and tidak dapat di puaskan oleh kareana manusia mempunyai sifat selalu merasa kurang. Semakin banyak sarana yang dimiliki, semakin banyak kebutuhan yang dirasa kurang dipenuhi, kemudian semakin tinggi tingkat pendapatan maka akan semakin banyak atau bertambah pula kebutuhan. Selain itu, alam tempat manusia berada mendorong manusia untuk bertindak menyesuaikan diri dengan lingkungannya mau tidak mau. Ikut transmigrasi pun dinilai sangat menguntungkan bagi masyarakat yang ikut melakukan program tesebut, karena transmigrasi yang

3 Jefta Leibo, Sosiologi Pedesaan, Yogyakarta: Andi Offset, 1990 hal. 8

(16)

banyak adalah dari daeah Jawa dan sekitar Pulau Jawa walaupun mereka harus meninggalkan daerah asal dan akan memulai hidup didaerah tujuan transmigrasi yang baru. Hal ini dikarenakan pentingnya perubahan perekonomian yang harus dilakukan guna menuju kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Kesempatan itu sangat terbentang luas dihadapan mereka yang ikut program ini karena mereka mencoba pemukiman, suasana, dan harapan baru.

Rasa tidak ingin meninggalkan kampung halaman selalu menjadi polemik karena mereka tidak ada pekerjaan lain dan merubah nasib didaerah tujuan transmigrasi yang muncul dalam progam perpindahan ini sekalipun yang dilakukannya adalah untuk mengubah hidupnya sendiri dan mencari lahan yang baru.

Karena kampung yang diibaratkan seperti orang yang ingin terjun ke medan peperangan sembari melawan perasaan rindu akan tanah kelahiran.

Salah satu wilayah program penempatan transmigrasi ke Pulau Sumatera adalah Provinsi Sumatera Utara. Di Provinsi Sumatera Utara, kepadatan penduduk rendah dan penyebaran penduduk tidak merata merupakan persoalan yang cukup menonjol. Rendahnya tingkat kepadatan penduduk tersebut menyulitkan usaha pembangunan potensi dan pembangunan ekonomi masing-masing wiayah. Sehingga kebjakan transmigrasi merupakan pilihan yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut dengan melalui pembangunan pusat-pusat pemukiman.

(17)

Terletak di kecamatan Kolang desa Satuan Pemukiman 1 (SP1) Makarti Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah tujuan transmigrasi.

Ibukota kecamatan ini terletak di kelurahan Kolang Nauli. Kecamatan Kolang terdiri atas desa Untemungkur 1, Untemungkur 2, Untemungkur 3, Untemungkur IV, SP41 Makarti Nauli, SP2 Rawa Makmur, Trans SP3, Satahi Nauli, PO'Hurlang (kelurahan), Kolang Nauli (kelurahan), Parhambingan, Sibio-bio, Siabal-abal, Hubu, Pamalian.

Daerah ini kaya akan sumber daya alam pertanian, perkebunan, dan laut. Kolang didiami oleh mayoritas suku Batak Toba dan Mandailing, selain itu juga ada suku Nias dan Jawa tentunya.

Dari uraian diatas maka penelitian yang berjudul, “KEHIDUPAN TRANSMIGRAN SUKU JAWA DI DESA SATUAN PEMUKIMAN 1 MAKARTI NAULI KECAMATAN KOLANG KABUPATEN TAPANULI TENGAH 1996-2005” ini tentulah sangat menarik untuk dikaji. Alasannya dikarenakan penelitian tentang Sejarah Transmigran Suku Jawa masih jarang dikaji, dan untuk wilayah Tapanuli Tengah khususnya di desa tersebut belum pernah dikaji.

Selain itu daerah yang akan dijadikan tempat penelitian sama-sama diketahui bahwa mayoritas suku yang menghuni daerah tersebut bukanlah daerah suku Jawa.

Adapun alasan temporal dalam menentukan periodesasi penelitian yang akan dilakukan adalah mulai dari tahun 1996, hal ini dikarenakan pada tahun tersebut gelombang pertama transmigrasi ke Desa SP1 Makarti Nauli, Kecamatan Kolang Kabupaten Tapanuli Tengah dari Pulau Jawa dilaksanakan. Walaupun sistem administrasi dan kedudukan mereka belum terlalu jelas dan masih membutuhkan

4 SP (Satuan Pemukiman)

(18)

adaptasi dengan wilayah mereka yang baru. Untuk informasi dan pembahasan mengenai fasilitas dan akomodasi untuk transmigran dari daerah asal ke daerah yang akan mereka tempati nantinya, penulis belum membahas dikarenakan penulis belum melakukan penelitian kelapangan. Adapun batasan waktu dari penelitian yang akan dilakukan ini adalah tahun 2005. Alasannya karena pada tahun tersebut masyarakat transmigran Jawa di Desa SP1 Makarti Nauli, Tapanuli Tengah sudah mengalami peningkatan taraf ekonomi walaupun belum terlalu maksimal, dan pada tahun tersebut eksistensi masyarakat transmigran suku Jawa di Desa SP1 Makarti Nauli, Kabupaten Tapanuli Tengah sudah mulai tersosialisasikan sebagai daerah pemukiman dengan adanya pembangunan-pembangunan di Desa tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang di atas, maka dibuatlah suatu perumusan mengenai masalah yang hendak diteliti sebagai landasan utama dalam penelitian sekaligus menjaga ketertarikan dalam uraian penelitian. Untuk mempermudah penulisan dalam upaya menghasilkan penelitian yang objektif, maka pembahasannya dirumuskan terhadap masalah-masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi Desa SP 1 Makarti Nauli sebelum kedatangan para transmigran suku Jawa tahun 1996-2005?

2. Bagaimana dinamika kehidupan Transmigran Suku Jawa di Desa SP1Makarti Nauli tahun 1996-2005?

3. Apakah dengan adanya Transmigrasi ke Desa SP1 Makarti Nauli menimbulkan perubahan bagi kehidupan para Transmigran Suku Jawa ?

(19)

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Setelah memperhatikan apa yang menjadi permasalahan yang akan dikaji maka langkah selanjutnya adalah menentukan apa yang menjadi tujuan penelitian, serta manfaat yang didapatkan dari hasil penulisan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Menjelaskan kondisi Desa SP1 Makarti Nauli sebelum kedatangan para transmigran suku Jawa tahun 1996-2005.

2. Menjelaskan dinamika yang terjadi pada transmigran suku Jawa di Desa SP1 Makarti Nauli sejak 1996-2005.

3. Menguraikan perubahan terhadap kehidupan masyarakat transmigran suku Jawa yang bertransmigrasi ke Desa SP1 Makarti Nauli 1996-2005.

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini nantinya adalah sebagai berikut :

1. Menambah pengetahuan sekaligus motivasi dalam menghasilkan karya- karya historiografi serta memberikan refrensi literature yang berguna terhadap dunia akademis, terutama dalam studi Ilmu Sejarah guna membuka ruang penulisan sejarah yang berikutnya.

2. Menjadi suatu deskripsi yang berguna bagi pemerintah dan masyarakat dalam menyelenggarakan proses pembangunan sarana dan prasarana dibidang sosial ekonomi.

3. Menambah wawasan pembaca mengenai Sejarah Transmigrasi Suku Jawa Desa SP1 Makarti Nauli di Kabupaten Tapanuli Tengah.

(20)

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam kajian ini selain akan melakukan penelitian ke lapangan, peneliti juga menggunakan beberapa literatur kepustakaan berupa buku-buku dan laporan sebagai bentuk studi kepustakaan yang akan dilakukan selama penelitian.

Buku yang berjudul “Transmigrasi Di Indonesia 1905-1985 (1986) ” ditulis oleh Edi Swasono dan Masri Singarimbun. Menerangkan bahwa Transmigrasi merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mencapai keseimbangan penyebaran penduduk, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan produksi dan meningkatkan pendapatan. Transmigrasi berfungsi untuk mempercepat perubahan pengelompokan dan penggolongan manusia dan membentuk jalinan hubungan sosial dan interaksi sosial yang baru. Transmigrasi yang biasa digunakan di Indonesia adalah transmigrasi umum (transmigrasi yang biayanya di tanggung pemerintah ditujukan untuk penduduk yang memenuhi syarat) dan (transmigrasi swakarsa yang seluruh pembiayaanya di tanggung sendiri). Pemerintah hanya menyediakan lahan pertanian dan rumah. Pola transmigrasi yang digunakan dibagi menjadi beberapa variabel menurut bidang usahanya, menurut pembiayaannya, dan menurut tipe dan lokasi.

Walaupun transmigrasi sudah berjalan lama, transmigrasi tetap memicu timbulnya pengaruh-pengaruh terhadap daerah transmigran. Pengaruh tersebut bisa berupa pengaruh baik maupun pengaruh buruk bagi masyarakat asli dan pendatang.

Berkurangnya kesempatan kerja bagi masyarakat asli, benturan budaya antara masyarakat asli dan pendatang, dan konflik yang terjadi atas kepemilikan lahan. Hal tersebut tidak hanya dirasakan dalam bidang ekonomi, namun juga dibidang politik.

(21)

Ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk penelitian tentang transmigrasi yang ada di Desa SP 1 Makarti Nauli.

Buku berjudul “Kearifan Lingkungan Budaya Jawa (2008)” ditulis oleh Nasrudin Anshoriy. Membahas mengenai tingkah laku serta tata cara hidup masyarakat Jawa yang tetap memegang sistem kekerabatan dan mudah diterima dalam masyarakat ataupun lingkungan luar karena masyarakat Jawa selalau mengutamakan kebersamaan, mementingkan kesopanan. Kesamaan keadaan inilah yang ada di masyarakat desa SP 1 Makarti Nauli sebagai masyarakat yang bertransmigrasi dari Pulau Jawa ke Tapanuli Tenngah yaitu Desa SP 1 Makarti Nauli.

Selain itu buku: “Pengaruh Hubungan Antara Suku Bangsa Terhadap Integrasi Nasional (2005)“ ditulis oleh Usman Pelly. Menyatakan bahwa dalam

proses penyesuaian antara transmigran dengan penduduk setempat masing-masing sistem sosial mengalami perubahan. Dalam asimilasi terjadi suatu proses antara penetrasi dan fusi dimana seseorang atau kelompok lain dengan keterlibatan kehidupan bersama. Penyesuaian transmigran di daerah tujuan, bila sistem sosial budaya masyarakat tuan tanah lebih dominan, maka ada kecendrungan sistem sosial masyarakat pendatang berubah mengikuti sistem sosial masyarakat tuan rumah.

Pertemuan sistem sosial ini mengakibatkan terjadinya pembauran dan adaptasi antara sistem sosial yang ada pada masyarakat yang mengalaminya. Buku ni dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk penelitian tentang bagaimana interaksi dan penyesuaian diri antara transmigran dan penduduk asli disekitar Desa SP 1 Makarti Nauli.

(22)

1.5 Metode Penelitian

Karya sejarah tanpa memanfaatkan teori dan metodologi dikatakan sejarah naratif (narrative history), sedangkan karya sejarah yang memanfaatkan teori dan metodologi adalah sejarah analitis (analytical history).5 Ada beberapa tahapan yang harus dilalui dalam melakukan penulisan sejarah yang deskriptif analitis. Tahap pertama adalah heuristic (pengumpulan sumber) yang sesuai dan mendukung dengan objek yang diteliti. Pada tahap heuristik ini digunakan dua cara yaitu penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan beberapa buku, majalah, arikel-artikel, skripsi dan karya tulis yang pernah ditulis sebelumnya dan berkaitan dengan judul yang dikaji. Selanjutnya penelitian lapangan dilakukan dengan menggunakan metode wawancara terhadap informan-informan yang dianggap mampu memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan ini.

Tahap kedua yang dilakukan adalah kritik sumber. Maksudnya dalam tahapan ini kritik dilakukan terhadap sumber yang telah terkumpul untuk mencari kesahihan sumber, yaitu dengan cara menganalisis sejumlah sumber tertulis. Hal ini ditujukan agar kerja intelektual dan rasional yang mengikuti metodologi sejarah guna mendapatkan objektivitas suatu kejadian.6 Kritik yang mengacu terhadap kredibilitas sumber, yang artinya apakah isi dokumen ini terpercaya atau tidak dimanipulasidinamakan kritik intern, sedangkan kritik yang mengacu pada usaha

5 Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2010, hal.

110

6 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan dari Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, 1985, hlm. 32

(23)

mendapatkan otensitas sumber dengan melakukan penelitian fisik dinamakan kritik ekstern.

Tahapan ketiga ialah interpretasi atau penafisiran, dalam tahapan ini data yang diperoleh dianalisis sehingga melahirkan satu analisis baru yang sifatnya lebih objektif dan ilmiah dari objek yang diteliti. Objek kajian yang cukup jauh ke belakang serta minimnya data dan fakta yang ada membuat interpretasi menjadi sangat vital dan dibutuhkan keakuratan serta analisis yang tajam agar mendapatkan fakta sejarah yang objektif. Hal ini juga akan menjadi penting karena tanpa penafsiran dari seorang sejarawan, data tidak akan dapat berbicara.

Tahap terakhir adalah historiografi, yakni penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya tersebut menjadi suatu kisah atau kajian yang menarik dan selalu berusaha memperhatikan aspek kronologisnya. Metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah deskriptif analitis. Yaitu dengan menganalisis setiap data dan fakta yang ada untuk mendapatkan penulisan sejarah yang objektif dan ilmiah.

(24)

BAB II

Terbentuknya Desa Satuan Pemukiman 1 Makarti Nauli

2.1 Letak Geografis dan Kondisi Alam

Desa Satuan Pemukiman (SP) 1 Makarti Nauli adalah salah satu daerah pemukiman transmigran suku Jawa yang letaknya berada di daerah Kabupaten Tapanuli Tengah yang terletak dipesisir Pantai Barat Pulau Sumatera dengan panjang garis pantai ±200 km dan wilayahnya sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera, dan sebagian lainnya di pulau-pulau kecil dengan luas wilayah ±2.188 km.

Ibu kota dari Kabupaten Tapanuli Tengah adalah Pandan. Letak geografis Kabupaten Tapanuli Tengah berada pada kordinat: 1º.11’.00”-2º.22’.0” Lintang Utara dan 98º.07’-98º.12’ Bujur Timur. Kemudian topografi Kabupaten Tapanuli Tengah sebagian besar berbukit-bukit dengan ketinggian 0-1.266 meter diatas permukaan laut. Dari seluruh wilayah Tapanuli Tengah, 43,90% berbukit dan bergelombang.

Kabupaten Tapanuli Tengah secara administrasi mempunyai batas wilayah sebagai berikut:

 Utara : Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan

 Selatan : Samudera Indonesia

 Barat : Kabupaten Aceh Singkil (Provinsi NAD)

 Timur : Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Selatan

(25)

Secara administrasi Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah terdiri atas 20 kecamatan, 24 kelurahan dan 154 desa. Secara umum mayoritas penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah adalah suku Batak Toba dan Mandailing, akan tetapi suku di Tapanuli Tengah beragam mulai dari Batak, Mandailing, Nias, Jawa, bahkan ada suku dari keturunan Arab dan Cina. Penduduk asli wilayah kabupaten Tapanuli Tengah adalah suku Batak Pesisir, disebut juga sebagai suku Pasisi atau Pesisi. Suku ini adalah salah satu suku yang terdapat di kabupaten Tapanuli Tengah.7 Masyarakat suku Batak Pesisir ini, hidup disepanjang pesisir pantai sebelah barat kabupaten Tapanuli Tengah.

Suku Batak Pesisir ini merupakan akulturasi antara suku Batak Toba, Mandailing dan Angkola yang telah menetap di Tapanuli Tengah, sejak beratus-ratus tahun yang lalu. Setelah sekian lama terjadi pembaruan dari ketiga suku Batak ini, maka datanglah suku Minangkabau dan Melayu dari pesisir Timur Sumatera, kemudian terjadi perkawinan campur dan akulturasi budaya anatara suku Batak Toba, Mandailing, Angkola, Minangkabau dan Melayu. Dari percampuran ke 5 suku bangsa ini lah terbentuk suatu komunitas yang disebut sebagai suku Batak Pesisir. Pada awalnya mereka berbicara menggunakan bahasa Batak, tetapi setelah berabad-abad tercampur dengan budaya Minang dan Melayu, maka akhirnya bahasa merekapun berganti menjadi bahasa Pesisir.8

7 Usman Pelly, Pengaruh Hubungan Antara Suku Bangsa Terhadap Integrasi Nasional, Medan, Unimed Press, 2005, hal. 52

8 Ibid., 54

(26)

Desa Satuan Pemukiman (SP) 1 Makarti Nauli berada di kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah, dengan jarak ± 30 km dari Ibu kota Tapanuli Tengah yakni kota Pandan. Kecamatan Kolang merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Tapanuli Tengah dengan luas wilayah ± 400,65 km² dan memiliki 10 Desa dan 2 Kelurahan. Perjalanan menuju Desa SP 1 Makarti Nauli jika ditempuh dari kota Pandan akan melewati beberapa pemukiman-pemukiman masyarakat yang di dominasi oleh masyarakat Pesisir, perjalanan ini dalam prosesnya akan membelah kota Madya Sibolga dan pinggiran pantai.

Desa Satuan Pemukiman (SP) 1 Makarti Nauli awalnya bernama Desa Rawa Kolang 1 kemudian pada tahun 1998 warga yang diwakili oleh tokoh-tokoh masyarakat staf Kepala Unit Pemukiman Transmigrasi (KUPT), berkumpul di rumah Pak Sumardi Syam salah satu warga transmigran mengadakan musyawarah dan bermufakat untuk mengganti nama desa dengan harapan desa ini akan lebih maju sesuai dengan harapan masyarakat transmigran etnis Jawa. Nama yang diambil adalah nama dari salah satu produk barang yaitu drum plastik dengan merek Makarti yang berarti berusaha/bekerja dan ditambah Nauli yang berarti indah/cantik. Jadi Makarti Nauli dapat diartikan berusaha menjadi yang indah.

Akses menuju Desa SP 1 Makarti Nauli diawal-awal pembangunan belum memiliki jalan yang jelas, karena jalan-jalan yang dilewati merupakan jalan perkebunan dan jalan menuju PLTU Labuhan Angin yang kebetulan berada satu arah dengan jalan Desa SP 1 Makarti Nauli dan jalan ini sengaja dibuka hanya untuk kepentingan perkebunan dan PLTU saja. Akses jalan satu-satunya itupun hanya jalan setapak bekas timbunan rawa gambut yang kalau hujan, jalan akan penuh lumpur dan

(27)

becek. Keadaan ini membuat transmigran sedikit kesusahan apabila ingin berinteraksi dan beraktifitas seperti menjual hasil kebun, bekerja, bersekolah ke luar desa. Baru kemudian sekitar tahun 2001 pembangunan jalan aspal beton di mulai untuk mempermudah aktifitas perkebunan dan PLTU. Itupun pengaspalan jalan masih belum sepenuhnya sampai ke jalan-jalan desa9.

Desa SP 1 Makarti Nauli dikelilingi oleh perkebunan pribadi milik warga transmigran, perkebunan ini ditanami karet dan juga sawit yang merupakan salah satu komoditas dari desa tersebut. Selain itu terdapat juga tanaman seperti kakao atau cokelat, kelapa, padi, serta tanaman palawija dan holtikultura. Setiap orang yang datang memasuki desa harus terlebih dahulu melewati jalan setapak bekas timbunan lahan gambut bercampur tanah merah dan kayu. Jalan-jalan di areal desa yang menghubungkan rumah-rumah warga masih menggunakan jalan setapak, jalan-jalan ini terlihat bergelombang karena kondisi tanah diperkampungan yang pada dasarnya tidak rata karena bekas timbunan. Ditengah-tengah desa banyak ditemukan parit-parit besar bekas galian rawa yang digunakan sebagai saluran pembuangan dan menjadi batas antara desa yang satu dengan desa yang lainnya.

Hamparan alam Desa SP 1 Makarti Nauli yang masih didominasi warna hijau memberi kenyamanan tersendiri bagi orang-orang yang rindu akan kehidupan tradisional pedesaan. Desa SP 1 Makarti Nauli memang merupakan desa transmigran, namun desa ini masih tetap memegang kearifan lokal dan nilai-nilai luhur kebudayannya. Sebagai desa swakarya, Desa SP 1 Makarti Nauli memiliki ciri-ciri umum yaitu: penduduknya relatif bermata pencaharian di sektor pertanian dan

9 Wawancara Subagyo, Desa SP 1 Makarti Nauli, 17 Agustus 2017

(28)

perkebunan, perbandingan antara lahan dan penduduk relatif besar biasanya luas lahan lebih besar dari pada jumlah penduduk (Desa SP 1 Makarti Nauli 70% : 30 %), hubungan antar warga relatif akrab (gotong-royong), interaksi dengan desa lain terjalin melalui penjualan produksi desa, pada umumnya kebudayaan dan tradisi leluhur masih di pegang kuat misalnya Suroan, Kuda Lumping, Wayang Kulit, dan Karawitan.

2.2 Latar Belakang Sejarah Terbentuknya Desa SP 1 Makarti Nauli

Dalam perjalanan sejarah, transmigrasi di Indonesia sudah mencapai satu abad sejak mulai dilaksanakan pada jaman pemerintahan kolonial Belanda tahun 1905 hingga saat ini, telah melalui berbagai masa pemerintahan dan kekuasaan yang berbeda. Walaupun secara demografis pengertian umum dari transmigrasi ini tetap sama dari masa ke masa, yaitu perpindahan penduduk dari wilayah yang padat penduduknya ke wilayah yang kurang atau jarang penduduknya, tetapi dalam pelaksanannya didasarkan pada latar belakang, tujuan, dan kebijakan yang berbeda- beda, baik yang tertulis secara resmi maupun yang terselubung.

Transmigrasi merupakan salah satu bentuk mobilitas spasial atau migrasi penduduk horizontal atas inisiatif pemerintah yang khas Indonesia, dan telah menjadi program yang sudah diimplementasikan sejak lama. Tidak ada satupun negara lain yang menerapkan program transmigrasi.10 Namun demikian, pengertian transmigrasi telah berkembang menjadi beberapa varian misalnya, ada istilah transmigrasi lokal

10 Suwartapradja, O. S. “Transmigrasi Lokal: Potensi dan Tantangan”, Jurnal Kependudukan, Vol. 4 No 2 (Juli 2002), hlm. 122

(29)

yaitu pemindahan penduduk di dalam suatu pulau. Transmigrasi juga telah dilaksanakan dari pulau di luar Jawa yang dapat dikatakan berpenduduk padat seperti pulau Lombok dan Bali ke pulau-pulau lainnya.

Meningkatnya jumlah penduduk akibat aktivitas ekonomi yang terus menerus berkembang, sehingga dapat mendorong pertambahan kebutuhan lahan yang dijadikan untuk daerah pemukiman ataupun lahan usaha sehingga dapat menciptakan suatu daerah pemukiman tersebut bersifat sebaran, dan lebih banyak berkaitan dengan faktor-faktor ekonomi, sejarah dan faktor budaya beserta dampaknya. Keberadaan Desa SP 1 Makarti Nauli sendiri merupakan pemukiman yang ada akibat sebaran penduduk yang di latarbelakangi karena faktor ekonomi. Perpindahan masyarakat transmigran suku Jawa dari Pulau Jawa ke daerah lain khususnya dalam hal ini ke daerah pedalaman di Tapanuli Tengah pastinya melewati kronologis sejarah, perpindahan ini mengubah wajah belantara menjadi pemukiman yang menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang baru. Masyarakat transmigran suku Jawa sendiri merupakan pelaku terpenting dalam proses terbentuknya Desa Satuan Pemukiman 1 (SP 1) Makarti Nauli.

Ditempat yang baru ini kelak mereka mendapatkan kehidupan yang lebih sejahtera dengan peningkatan taraf hidup yang lebih tinggi dibandingkan sebelum mereka melakukan transmigrasi. Didalam proses transmigrasi ini, para transmigran akan mendapatkan jatah sembako yang akan didistribusikan selama setahun pertanggal mereka tinggal di tempat yang baru dan akan mendapat perpanjangan waktu subsider selama setengah tahun. Selain jatah sembako, ditempat yang baru para

(30)

transmigran juga akan mendapatkan jatah lahan seluas 2 hektar ditambah jatah untuk anak setengah hektar.

2.2.1 Masyarakat Transmigran Suku Jawa Sebelum Transmigrasi ke Desa Satuan Pemukiman (SP 1) Makarti Nauli

Pasca kolonialisme, Indonesia telah menjadi sebuah negri yang merdeka dan berdiri sendiri semenjak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, keadan ekonomi, politik, dan kebudayaan di Indonesia tidak mengalami perubahan secara mendasar.

Keterbelakangan ekonomi banyak terjadi di pedesaan yang merupakan tempat dimana mayoritas rakyat Indonesia berada khusus untuk pulau Jawa. Pengangguran juga meluas di pedesaan sebagai akibat sempitnya lapangan pekerjaan dan sempitnya lahan-lahan potensial untuk di kelola. Umumnya masyarakat di daerah pedesaan menumpukkan ekonominya pada sektor pertanian, namun mayoritas kaum tani adalah kaum yang tidak memiliki lahan. Kalaupun ada yang memiliki lahan, maka kepemilikan lahan tersebut dalam jumlah yang sangat terbatas sehingga hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Keadaan in terjadi karena lahan-lahan yang ada di desa rata-rata dikuasai oleh “toke/tuan” tanah yang tentu akan sangat sulit bersaing dengan mereka. Sehingga sedikit sekali kaum tani yang dapat memanfaatkan tanah bagi keberlangsungan hidup mereka.

Kemiskinan di pedesaan inilah yang menjadi salah satu sebab utama mengapa banyak penduduk desa terutama yang berusia muda melakukan migrasi baik ke desa- desa lain, kota-kota besar, bahkan migrasi internasional ke negara-negara lain sebagai buruh migran. Alasan utama mereka adalah tentu karena sedikitnya jumlah tanah yang mereka miliki, mengingat banyak para penduduk desa yang menggantungkan

(31)

hidupnya dari tanah sebagai motif ekonomi dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Kebutuhan akan lahan untuk usaha maupun pemukiman merupakan alasan utama yang memicu perpindahan transmigrasn suku Jawa yang merasa kesusahan hidup di kampungnya sendiri, sehingga mereka melakukan perpindahan dan bertransmigrasi dengan tujuan dasarnya untuk memperbaki taraf hidup yang lebih baik.

Transmigrasi suku Jawa yang berasal dari Pulau Jawa telah dilakukan secara terorganisir, perpindahan ini telah dimulai sejak jaman kolonial pada awal abad ke 19 untuk mengurangi kepadatan pulau Jawa dan memasok tenaga kerja untuk perkebunan di pulau Sumatera. Kemudian program ini perlahan memudar pada tahun- tahun terakhir masa penjajahan Belanda (1940-an), lalu dijalankan kembali setelah Indonesia merdeka untuk manangkal kelangkaan pangan dan bobroknya ekonomi pada masa pemerintahan Ir. Soekarno dua puluh tahun setelah Perang Dunia 2.

Setelah kemerdekaan Indonesia diakui dibawah pemerintahan Ir. Soekarno, program transmigrasi dilanjutkan dilanjutkan dan diperluas cakupannya sampai Papua. Pada puncaknya antara tahun 1979 dan 1984 ada 535.000 keluarga (hampir 2,5 juta jiwa pindah tempat tinggal melalui program transmigrasi.11 Selanjutnya program transmigrasi ini dilanjutkan oleh presiden Soeharto melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) ke II tahun 1974-1979 yang bertujuan meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain Jawa, Bali, dan Madura. Kemudian berlanjut pada periode setelah reformasi karena pelaksanaan transmigrasi yang telah dilaksanakan hingga jaman orde baru dianggap belum memberikan pengaruh yang

11 Swasono, Sri Edi dan Masri Singarimbun, Transmigrasi Di Indonesia 1905-1985, Jakarta:

UI Press, 1986

(32)

merata, baik ditinjau dari sisi mikro yaitu tingkat perkembangan UPT/Desa, maupun makro yaitu pada percepatan pertumbuhan wilayah. Pembangunan transmigrasi pun belum berhasil menjadi pendorong pembangunan, karena belum dapat memberikan kontribusi yang optimal dalam pembangunan wilayah.12

Masyarakat transmigran suku Jawa yang menjadi pemeran utama dari pembukaan Desa Satuan Pemukiman 1 (SP 1) mengawali kedatangan mereka dengan bertransmigrasi dari Pulau Jawa ke Sumatera Utara tepatnya di daerah Kecamatan Kolang Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 1996. Motif transmigrasi ini dilakukan secara sadar diputuskan oleh masyarakat itu sendiri dengan harapan mendapatkan kehidupan yang lebih layak dan sejahtera di tempat yang baru.

Transmigrasi ini juga perlu lebih lanjut dijelaskan pada tahun 1996, kira-kira 300 kk yang banyak diantaranya berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Barat. Untuk wilayah Jawa Tengah, transmigran banyak berasal dari Kabupaten Sukoharjo, Kudus, dan Surakarta. Sedangkan untuk wilayah Jawa Barat transmigran berasal dari Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Subang.13

Alur mekanisme transmigrasi yang dilakukan oleh masyarakat transmigran suku Jawa Desa SP 1 Makarti Nauli, diawali dengan mengikuti sosialisasi program transmigrasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan ditujukan kebeberapa tempat di seluruh Indonesia di luar pulau Jawa. Kemudian calon transmigran mendaftar ke kantor kepala desa setempat dan mengikuti serangkain proses yang telah ditetapkan,

12 Departemen Transmigrasi dan PPH, Visi, Misi,dan Paradigma Baru Pembangunan Transmigrasi, makalah Seminar Ketransmigrasian, Bandung, Puslit Kependudukan Unpad, 19 Mei 1999, hlm. 3

13 Data BPS Profinsi Jawa Barat, 1995

(33)

termasuk proses seleksi dan pembinaan. Untuk daerah tujuan transmigrasi dalam hal ini yang menentukan adalah pemerintah daerah, transmigran hanya mengikut saja kemana mereka akan dimigrasikan. Adapun syarat-syarat transmigrasi yang diberlakukan oleh pemerintah pada saat itu adalah :

1. Merupakan Warga Negara Indonesia yang berdomisili di wilayah Negara Republik Indonesia.

2. Rumah yang terdapat didalamnya lebih dari satu keluarga.

3. Berkeluarga dibuktikan dengan Surat Nikah dan Kartu Keluarga.

4. Memiliki Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku.

5. Mempunyai keterampilan sesuai kebutuhan untuk mengembangkan potensi sumber daya yang tersedia di lokasi tujuan.

6. Lulus seleksi.

7. Menandatangani Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa sanggup melaksanakan transmigrasi.14

Setelah proses penyeleksian dilaksanakan, dilakukanlah pembinaan dan pembekalan terhadap para transmigran yang akan mengikuti program transmigrasi.

Selepas itu ketika rangkaian proses pembinaan dan pembekalan dilaksanan, para transmigran akan diberangkatkan ke daerah yang telah ditentukan. Dalam proses transmigrasi ini, para transmigran akan mendapatkan jatah sembako yang akan didistribusikan selama setahun pertanggal mereka tinggal di tempat yang baru dan akan mendapat perpanjangan waktu subsider selama setengah tahun. Selain jatah

14 Wawancara Nasrul, Desa SP 1 Makarti Nauli, 20 Agustus 2017

(34)

sembako, ditempat yang baru para transmigran juga akan mendapatkan jatah lahan seluas 2 hektar ditambah jatah untuk anak setengah hektar.

Tak jarang ditemukan dalam program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah pusat, banyak para transmigran yang hanya mengaharapkan jatah dan fasilitas saja. Setelah mereka ikut bertransmigrasi dari daerah asal ke daerah yang baru dan mendapatkan jatah atau fasilitas, mereka kemudian ikut mendaftar lagi menjadi peserta transmigrasi untuk daerah lain hanya untuk mendapatkan jatah atau fasilitas tersebut. Hal ini terjadi karena belum ketatnya seleksi yang dilakukan oleh pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat. Termasuk beberapa transmigran di Desa SP 1 Makarti Nauli.15

2.2.2 Proses terbentuknya Desa SP 1 Makarti Nauli

Adanya program transmigrasi memungkinkan perubahan yang terjadi, baik di daerah tempat tujuan dan terhadap transmigran itu sendiri. Perubahan tersebut bisa saja melingkupi perubahan sosial, budaya, ekonomi, bahkan dalam aspek politik. Hal ini disebabkan karena kedatangan transmigran suku Jawa yang dalam hal ini sebagai transmigran akan mempengaruhi kehidupan sosial seperti interaksi sosial, perubahan sosial, dan sebagainya bagi penduduk lokal. Begitu pula dalam aspek budaya. Tidak sedikit terjadi akulturasi bahkan asimilasi budaya antara suku Jawa sebagai transmigran dan suku-suku lainnya sebagai penduduk asli yang telah lama menempati daerah yang menjadi tujuan transmigrasi. Perubahan-perubahan dalam aspek ekonomi

15 Wawancara Wak Nasrul, Desa SP 1 Makarti Nauli, 20 Agustus 2017

(35)

dan juga politik kemungkinan besar akan terjadi pula di daerah yang menjadi tujuan transmigrasi tersebut.

Kesejahteraan adalah hal yang utama bagi para masyarakat transmigran, tujuan masyarakat trasnmigran sendiri dengan melakukan migrasi atau perpindahan cenderung lebih mengarah kepada peningkatan taraf hidup atau motif ekonomi.

Masyarakat transmigran suku Jawa yang sudah tidak memiliki lahan, perkerjaan, ataupun yang menjadi buruh lepas merasa sangat jauh dari tujuan-tujuan tersebut, belum lagi harus bersaing di Pulau Jawa yang padat penduduknya, tentunya mereka akan merasa sulit untuk meningkatkan taraf hidup atau hanya sekedar mencari lapangan pekerjaan disana. Keterpurukan ekonomi yang melanda mereka kemudian menghadapkan kepada pilihan yang sulit. Pilihan yang ada pada saaat itu mengharuskan mereka untuk segera mengambil keputusan demi kelangsungan hidup mereka.

Pada awalnya lokasi untuk tempat tinggal transmigran merupakan lahan gambut kosong yang diberikan oleh pemerintah untuk dibuka sebagai desa transmigran. Keputusan untuk menyediakan lahan sebagai tempat tinggal yang merupakan tuntutan masyarakat transmigran yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1972 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Transmigrasi. Dimana dalam pasal 8 berbunyi, “ Hak-hak transmigran untuk mendapatkan bantuan, bimbingan dan pembinaan diatur dengan pemerintah”.16 Lebih lanjut mengenai tujuan masyarakat suku Jawa yang bertransmigrasi selain untuk

16 Presiden Republik Indonesia, “Undang-undang RI Nomor 3 Tahun 1972 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Transmigrasi” hal. 4

(36)

meningkatkan kesejahteraan, mereka memilih pilihan untuk berpindah tempat tinggal dan membuka lahan karena pemerintah dalam mendukung program transmigrasi memberikan fasilitas-fasilitas bagi para transmigran pada masa itu.

Kawasan yang menjadi tempat tinggal masyarakat transmigran ini memiliki luas 1080 Ha. Status daerah tempat tinggal masyarakat transmigran yang dirujukkan ini merupakan Tanah Bebas Negara dan tanah masyarakat disekitar Kecamatan Kolang yang dibeli oleh Pemerintah untuk dialokasikan ke lahan pemukiman transmigran.17 Setelah berhasil mengurus segala sesuatu kebutuhan bagi masyarakat transmigran yang akan membuka tempat tinggal di daerah Kolang tersebut, termasuk di dalamnya segala urusan izin tanah dan administrasi maka dengan demikian terjadilah transmigrasi masyarakat suku Jawa dari Pulau Jawa ke Tapanuli Tengah tepatnya di Desa Satuan Pemukiman 1 (SP 1) Makarti Nauli.

2.3 Awal Kehidupan Masyarakat Transmigran Suku Jawa Desa SP 1 Makarti Nauli

Tahun 1996 masyarakat transmigran suku Jawa telah bermukim di pedalaman Kabupaten Tapanuli Tangah melalui program transmigrasi. Perpindahan masyarakat ini dipimpin oleh kepala rombongan bernama Nasrul dan Mulkan. Aktivitas perpindahan yang terproses dan terorganisir ini telah memberikan dampak yang begitu besar terhadap perkembangan masyarakat transmigran suku Jawa dari segala aspek kehidupan mereka. Alasan utama mereka melakukan transmigrasi adalah tidak lain didasari oleh motif perekonomian dan kesejahteraan. Awalnya jumlah

17 Wawancara Sulkan, Desa Sp 1 Makarti Nauli, 20 Agustus 2017

(37)

masyarakat transmigran suku Jawa yang ikut dalam proses transmigrasi dan tinggal di Desa SP 1 Makarti Nauli berjumlah 300 kepala keluarga, namun seperti yang telah dijelaskan diatas jumlah ini berkurang menjadi 150 kepala keluarga. Hal ini disebabkan karena, akibat belum ketatnya proses penyeleksian dan aturan program transmigrasi banyak masyrakat transmigran suku Jawa yang ikut dalam proses transmigrasi ini hanya untuk mengambil keuntungan saja atau mengambil jatah transnmigran yakni: 2 Ha lahan, jatah sembako selama 18 bulan, bibit tanaman dan ternak. Selain itu, banyak juga transmigran yang tidak kerasan (betah) di tempat mereka yang baru dikarenakan mereka menganggap tempat yang baru tidak sesuai dengan keinginan mereka sehingga mereka kembali ke daerah asal. Dalam proses awal kehidupan masyarakat transmigran, kegiatan pertama-tama yang mereka lakukan adalah gotong-royong pembersihan lahan-lahan di sekitar lokasi perumahan dari sampah sisa pembangunan pemukiman. Selain itu dalam aktivitas perekonomian, para transmigran banyak yang melakukan pengelolaan lahan hibah dari pemerintah untuk ditanami sayur mayur, jadub (tanaman keras), dan menjadi buruh pencari kayu bakar.

Di masa awal-awal kehidupan masyarakat transmigran suku Jawa, banyak permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi, tantangan dan kesulitan pada awal proses bermukimnya masyarakat transmigran suku Jawa ini sangat terasa bagi masyarakat sejak di awal bermukim. Permasalahan yang paling utama yaitu masalah pengelolaan lahan. Lahan yang tersedia merupakan lahan yang hanya bisa ditanami oleh tanaman keras (jadub) dan proses panen atau produksinya dapat memakan waktu bertahun-tahun. Pengelolaan lahan dilaksanakan dengan alat seadanya dan masih

(38)

secara tradisional. Sedangkan untuk menanam sayur mayur, hanya jenis sayur mayur tertentu yang dapat tumbuh yaitu kacang panjang. Tak jarang para transmigran suku Jawa untuk sekedar menambah pemasukan, menjajakan kacang panjang dengan menggunakan sepeda ontel berkeranjang kesekitar Desa SP 1 Makarti Nauli.

Permasalahan lain yaitu permasalahan akses menuju Desa SP 1 Makarti Nauli.

Masyarakat transmigran suku Jawa banyak yang mengeluhkan akses menuju desa mereka karena susah untuk dilalui, apa lagi di saat cuaca hujan. Banyaknya tantangan hidup yang berdatangan tak membuat sebagian masyarakat transmigran suku Jawa menyerah dan putus asa, walaupun memang tak bisa dipungkiri ada juga beberapa masyarakat transmigran yang balik kembali ke daerah asal atau mengikuti program transmigrasi ke daerah lainnya. Bahkan di masa awal-awal tinggal di Desa SP 1 Makarti Nauli masyarakat transmigran berusaha mengutamakan beberapa aspek yang menunjang peningkat kehidupan masyarakat dengan motif ekonomi.

2.3.1 Agama

Masyarakat transmigran suku Jawa yang tinggal dan menetap di Desa SP 1 Makarti Nauli beragama Islam dan Kristen. Dari total 150 kepala keluarga, terdapat 32 kepala keluarga yang beragama Kristen. Walaupun mereka mempunyai keyakinan yang berbeda, pada dasarnya masyrakat transmigran suku Jawa sangat menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi diantara mereka. Contohnya dalam proses pembangunan masjid atau rumah ibadah, masyarakat yang beragama Islam dan Kristen selalu bergotong royong dengan melibatkan seluruh anggota masyarakat. Dimana setiap anggota masyarakat yang terdiri dari orang tua dan anak mengambil bagiannya

(39)

masing-masing dalam pengerjaan masjid atau rumah ibadah. Anak muda umumnya membawa bahan baku pembangunan, baik perempuan maupun laki-laki saling bahu membahu membantu pembangunan masjid atau rumah ibadah.18 Keadaan ini menunjukkan solidaritas masyarakat yang masih sangat kental dalam sistem kepercayaan di tengah-tengah kehidupan masyarakat transmigran pada masa awal berdirinya Desa SP 1 Makarti Nauli.

Masyarakat taransmigran Desa SP 1 Makarti Nauli juga masih memegang teguh nilai-nilai leluhur. Mereka masih menjalankan adat dan tradisi seperti Suroan, Kebudayaan Kuda Lumping, Wayang Kulit dan Karawitan. Kegiatan tersebut dilakukan dengan maksud sebagai hiburan dan kegiatan religius yang masih dipertahankan oleh masyarakat transmiran. Selain itu, untuk menjalin silaturrahmi masyarakat transmigran juga membentuk perwiritan dan remaja masjid.

2.3.2 Mata Pencaharian

Pada dasarnya masyarakat transmigran Desa SP 1 Makarti Nauli adalah masyarakat dengan mata pencaharian sebagai petani. Mereka memperjuangkan kehidupan bertumpu pada hasil perkebunan yang mereka olah. Hal ini pula yang tercermin dari kehidupan masyarakat transmigran Desa SP 1 Makarti Nauli dimana mereka mengusahakan penghidupannya dengan bercocok tanam.

Pada masa awal kehidupan masyarakat transmigran, dapat dikatakan bahwa mereka yang tinggal di dalamnya bertarung dengan waktu. Mereka dalam pengerjaan lahan yang dibagi kesetiap kepala keluarga umumnya menanami lahan ini dengan

18 Wawancara Nasrul, Desa SP 1 Makarti Nauli 20 Agustus 2017

(40)

tanaman keras (jadub) seperti sawit dan karet. Dalam proses penanamannya tanaman karet dan sawit merupakan tanaman tahunan, sehingga masyarakat transmigran dituntut untuk mengolah lahan tapi juga harus mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mereka mensiasati keadaan ini dengan menanami lahan secara bersamaan dengan tanaman palawija sebagai sumber penghasilan sementara hingga tanaman keras itu menghasilkan nantinya. Seiring berjalannya waktu, selain bermatapencaharian sebagai petani, masyarakat transmigran di Desa SP 1 Makarti Nauli juga ada yang bermata pencaharian sebagai pedagang, pegawai negri sipil, dan buruh harian lepas.

2.3.3 Pendidikan

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana dalam usaha mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pentingnya pendidikan dalam kehidupan bermasyarakat merupakan hal yang sangat menunjang dalam peningkatan sumberdaya manusia yang berfungsi pada peningkatan sumber daya alam nantinya.

Pendidikan termasuk dalam permasalahan yang sangat dicemaskan oleh masyarakat transmigran di masa awal-awal berdirinya Desa SP 1 Makarti Nauli.

Belum adanya sekolah menjadi penghalang bagi anak-anak untuk belajar. Adapun sekolah yang ada letaknya jauh dari desa, di mana faktor geografis Desa SP 1 Makarti Nauli dinilai cukup menyulitkan untuk akses bersekolah. Umumnya anak-anak di

(41)

masa awal-awal terbentuknya desa, pekerjaannya hanyalah membantu orang tuanya berladang atau berkebun. Sampai akhirnya para orang tua berinisiatif mencari solusi untuk permasalahan pendidikan di Desa SP 1 Makarti Nauli di pilihlah balai desa sebagai tempat kegiatan belajar mengajar yang resmi khusus bagi daerah transmigran.

Dengan jumlah murid kurang lebih 70 murid setingkat sekolah dasar dan tenaga pengajar yang diangkat juga merupakan masyarakat transmigran Desa SP 1 Makarti Nauli yang dianggap mampu untuk mengajarkan pengetahuan sekolah dasar dengan honorarium ditanggung oleh Departemen Transmigrasi Kabupaten Tapanuli Tengah.

Dengan visi pemenuhan pendidikan dasar untuk anak-anak transmigran dan materi pengajaran disesuaikan dengan sekolah dasar negri yang tentunya dibantu oleh Departemen Pendidikan Kabupaten Tapanuli Tengah. Kemudian pada tahun 1999 secara resmi dibangun gedung sekolah dasar pertama oleh pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah di Desa SP 1 Makarti Nauli dan terdaftar di pemerintahan dengan status SD negri yaitu SDN 10206591 Makarti Nauli.

Untuk sekolah di tingkat SMP dan SMA, anak-anak Desa SP 1 Makarti Nauli melanjutkan ke luar desa mengingat di desa hanya ada satu sekolah dan itupun sekolah tingkat dasar. Sekolah yang dibangun pada masa di awal berdirinya Desa SP 1 Makarti Nauli secara nyata menunjukkan bentuk pemikiran maju masyarakat transmigran. Hingga keadaan menjadi baik dan akses yang memungkinkan, baru masyarakat tranmsigran ini menyekolahkan anak-anak mereka keluar kampung.

(42)

BAB III

Dinamika Kehidupan Masyakat Transmigran Suku Jawa Desa SP 1 Makarti Nauli

3.1 Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial masyarakat transmigran suku Jawa Desa SP 1 Makarti Nauli pada dasarnya sangat lekat terpengaruh oleh ajaran agama, gotong royong, dan ikatan kekerabatan dari leluhur. Kehidupan mereka pada umumnya cenderung lebih terbuka, lebih tentram dengan adanya sistem kekerabatan yang saling terikat satu sama lain untuk menuju keharmonisan, dan lebih menghindari perdebatan dalam menyelesaikan permasalahan/konflik. Dalam hal keterbukaan, masyarakat transmigran suku Jawa Desa SP 1 Makari Nauli dapat menerima setiap perkembangan yang datang melalui tahapan penyaringan terlebih dahulu. Jika dianggap perkembangan itu berdampak positif terhadap mereka maka mereka akan menerimanya dan memadukan dengan kehidupan mereka sehari-harinya. Begitu juga sebaliknya, jika perkembangan yang datang dianggap membawa dampak yang negatif, maka mereka akan secara terang- terangan menolak perkembangan tersebut karena dianggap dapat mengganggu kehidupan sosial, tatanan hidup, dan eksistensi mereka.

Dari sistem bermasyarakatnya, masyarakat transmigran suku Jawa Desa SP 1 Makarti Nauli memegang kuat sistem kekeluargaan yang bersifat agamais dan didasari sikap gotong royong. Mereka meyakini bahwa dalam bermasyarakat tidak ada perbedaan antara yang satu dengan yang lain, selama setiap penduduk masih memegang teguh nilai agama, toleransi, dan sikap gotong royong. Hal inilah yang

(43)

menjadi pegangan kuat masyarakat transmigran Desa SP 1 Makarti Nauli dalam hal bermasyarakat baik antara sesama masyarakat transmigran Desa SP 1 Makarti Nauli maupun dengan masyarakat yang lain

Dalam hubungan bermasyarakat, para transmigran suku Jawa Desa SP 1 Makarti Nauli lebih cenderung menghindari pertikaian atau perdebatan dalam setiap penyelesaian permasalahan. Khususnya kalau ada permasalahan dengan masyarakat yang berada di luar desa. Masyarakat transmigran lebih bersifat rendah hati dalam menyikapi dan menyelesaikan setiap permasalahannya. Sebagai contoh, masyarakat transmigran suku Jawa Desa SP 1 Makarti Nauli akan menerima dengan ikhlas setiap kebijakan yang ada dalam ruang lingkup masyarakat jika memang kebijakan tersebut tidak merugikan pihak masyarakat transmigran Desa SP 1 Makarti Nauli. Jikapun dianggap merugikan, kebijakan tersebut akan dipertanyakan kembali dengan cara bermusyawarah, bukan dengan cara kasar melainkan dengan jalan yang lebih kooperatif untuk mencapai keputusan bersama yang lebih baik.

3.1.1 Interaksi Masyarakat Transmigran Suku Jawa Desa SP 1 Makarti Nauli Sikap terbuka, rendah hati, gotong royong dan menghindari konflik yang dimiliki oleh masyarakat transmigran suku Jawa Desa SP 1 Makarti Nauli adalah alat yang sangat kuat bagi mereka dalam melakukan interaksi sosial disana. Dengan sikap tersebut, mereka dapat bertahan dan bahkan semakin berkembang. Hubungan interaksi yang terjalin antara masyarakat transmigran suku Jawa memiliki keterikatan satu dengan yang lain. Tujuan keterikatan hubungan tersebut adalah untuk menjaga keharmonisan mereka dalam bermasyarakat. Masyarakat transmigran mampu

(44)

menerima kedatangan pendatang ataupun tamu yang ingin bermukim di Desa SP 1 Makarti Nauli walaupun dengan perbedaan budaya yang ada. Dalam hal berinterksi mereka tidak pernah membedakan antara suku yang satu dengan yang lain.

Masyarakat transmigran suku Jawa di Desa SP 1 Makarti Nauli yang notabenenya memang merupakan masyarakat Desa SP 1 Makarti Nauli selalu menerapkan sistem yang terbuka, rendah hati, gotong royong, dan menghindari konflik dalam keberlangsungan kehidupan sehari-hari. Adanya persaingan dalam bidang ekonomi di antara masyarakat transmigran, tidak menyebabkan hubungan sosial di antara mereka menjadi tidak harmonis. Hal ini didasarkan pada latar belakang budaya mereka yang memiliki kesamaan dan dari satu wilayah yang sama.

Interaksi masyarakat transmigran suku Jawa Desa SP 1 Makarti Nauli dapat berjalan dengan harmonis dikarenakan seluruh masyaraka desa dapat saling menghargai antara satu dengan yang lain. Hal inilah yang mengakibatkan hampir tidak pernah terjadi pergesekan di antara masyarakat, mereka hidup saling berdampingan dan saling terikat satu sama lain untuk mencapai kelompok masyarakat yang harmonis.

Dalam urusan aktivitas, masyarakat transmigran suku Jawa Desa SP 1 Makarti Nauli cukup aktif dalam melakukan kegiatan-kegiatan di desa. Diantaranya yang tercakup dalam aktivitas peremajaan desa adalah, perkerasan jalan dari tanah dasar gambut menjadi sirtu dan perbaikan irigasi-irigasi desa. Untuk bidang pemberdayaan masyarakat, masyarakat transmigran suku Jawa Desa SP 1 Makarti Nauli melakukan Bimbinga Teknis Sistem Keuangan Desa, kegiatan Pelatihan dan Pendidikan Formal, dan kegiatan Penyulahan Hukum. Dalam urusan keagamaan, masyarakat transmigran yang beragama Islam melakukan pengajian rutin yang dilakukan pada malam Jum’at

(45)

untuk laki-laki dan hari Jum’at untuk perempuan di setiap minggunya. Kemudian untuk masyarakat transmigran yang beragama Kristen melakukan aktivitas kerohanian di setiap hari minggu dan tentunya aktivitas ini dibalut dengan rasa damai dan di dasari oleh sikap toleransi yang tinggi.

3.1.2 Hubungan Ikatan Sosial yang Terjalin

Dengan adanya interaksi sosial akan memacu terjalinnya hubungan dan ikatan sosial dalam masyarakat. Interaksi sosial yang berpusat pada sikap saling menghargai telah melahirkan hubungan dari sisi emosional di antara masyarakat yang ada di Desa SP 1 Makarti Nauli. Nilai penghargaan tersebut dapat dilihat saat pembangunan gereja di Desa SP 1 Makarti Nauli yang dibantu oleh warga yang beragama Islam dan warga yang beragama Kristen tidak sungkan-sungkan untuk turut membantu membersihkan masjid.

Hubungan sosial masyarakat juga terjadi dari segi ekonomi, di mana sesama anggota masyarakat tanpa terkecuali akan saling membantu satu dengan yang lain.

Masyarakat transmigran suku Jawa Desa SP 1 Makari Nauli akan memberikan bantuan uang kepada sesama mereka atau masyarakat diluar mereka yang benar- benar membutuhkan. Selain itu mereka juga akan membantu masyarakat yang membutuhkan dalam hal pengelolaan lahan perkebunan jika memang dianggap belum mampu dalam mengolah lahan perkebunannya. Hubungan sosial masyarakat yang lain akan sangat terlihat jelas dengan adanya kelompok perwiridan bagi kaum ibu-ibu dan bapak-bapak, bagi remaja terdapat kelompok remaja masjid di Desa SP 1 Makarti Nauli. Selain itu terdapat juga organisasi Forum Komunikasi Warga Jawa (FKWJ)

(46)

sebagai sebagai wadah mereka untuk meningkatkan silaturrahmi, ikatan sosial dan komunikasi bagi mereka, ada juga Serikat Tolong Menolong (STM) untuk kegiatan duka dan kemalangan, dan Paguyuban Sari Asih (PSA) wadah kegiatan arisan yang bertujuan untuk membantu masyarakat dalam memenuhi kegiatan seremonial, misalnya acara pernikahan.

Hubungan sosial yang telah terjalin antara masyarakat yang ada di Desa SP 1 Makarti Nauli bertujuan untuk menjadikan Desa SP 1 Makarti Nauli sebagai daerah yang aman, tentram, toleran dan harmonis. Hubungan yang terjalin akhirnya mengakibatkan tidak adanya pergesekan dari segala aspek. Dengan kata lain, hubungan yang dijalin dari sebuah proses interaksi masyarakat telah melahirkan nilai- nilai moral yang tinggi di kalangan masyarakat Desa SP 1 Makarti Nauli walaupun terkadang ditemukan adanya persaingan dari segi ekonomi guna peningkatan taraf hidup masyarakat demi pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih layak lagi. Dengan demikian seluruh masyarakat dapat menjalankan setiap aktifitasnya baik aktifitas budaya, seni, dan ekonominya masing-masing tanpa ada rasa takut karena setiap masyarakat yang ada telah menanamkan nilai-nilai saling menghargai di antara mereka yang ada di sana.

Gambar

Gambar 1. Simpang Desa SP 1 Makarti Nauli.
Gambar 3. Jalan Desa SP 1 Makarti Nauli yang belum diaspal  (Dokumentasi Pribadi)
Gambar 5. Perkebunan Karet milik masyarakat transmigran suku Jawa Desa SP 1  Makarti Nauli

Referensi

Dokumen terkait