7 BAB II
LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka
1. Beban Kerja Fisik
a. Pengertian Beban Kerja Fisik
Beban kerja fisik adalah beban kerja yang berhubungan langsung dengan fisiologis seperti mengangkat dan mengangkut dimana setiap aktivitas fisik lebih banyak dalam menggunakan kekuatan otot tubuh sehingga memerlukan energi fisik sebagai sumber tenaga. Saat melakukan pekerjaan fisik, konsumsi energi menjadi faktor utama sebagai penentu berat atau ringannya suatu pekerjaan.
Aktivitas kerja fisik yang dilakukan akan mengakibatkan terjadinya perubahan fungsi faal pada fisiologis manusia, yang dapat diketahui dari beberapa indikator seperti konsumsi oksigen, denyut jantung, peredaran udara paru – paru, temperatur tubuh, konsentrasi asam laktat dalam darah, komposisi kimia dalam darah dan jumlah air seni, serta tingkat penguapan melalui keringat. Semakin berat pekerjaan fisik yang dikerjakan maka semakin banyak jumlah energi yang dikeluarkan (Kurniawan et al., 2018).
b. Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja Fisik
Beban kerja dan kapasitas kerja seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal (Tarwaka, 2014).
commit to user
1) Faktor eksternal a) Tugas (task)
Tugas yang dapat diterima seseorang dapat berupa tugas fisik dan tugas mental. Semakin banyak tugas yang harus dikerjakan maka semakin tinggi beban kerja bagi pekerja (Febriyani, 2019).
b) Organisasi kerja
Aspek organisasi kerja yang dapat berpengaruh terhadap beban kerja yaitu lama kerja, durasi istirahat, shift kerja, lembur kerja, metode pengupahan, dan pelimpahan tugas. Pekerja yang menerima pelimpahan tugas lebih banyak dari biasanya dan dituntut untuk menyelesaikan tepat waktu serta harus sesuai dengan yang diharapkan atasan akan menambah beban kerja bagi pekerja (Setyowati et al., 2019) c) Lingkungan kerja
Lingkungan kerja dapat menjadi beban kerja tambahan bagi pekerja, seperti lingkungan kerja fisika, kimia, biologi, dan psikologi. Lingkungan kerja yang tidak kondusif, panas, berisik, dan ruangan kerja terlalu padat dapat menambah beban kerja bagi pekerja sehingga membuat pekerja mudah lelah, sulit untuk berkonsetrasi, dan menurunnya produktivitas (Tjibrata et al., 2017).
commit to user
2) Faktor internal
Faktor internal dibedakan menjadi dua yaitu faktor somatis (jenis kelamin, usia, status gizi, ukuran tubuh, kondisi kesehatan) dan faktor psikis (motivasi, keinginan, kepercayaan, persepsi, kepuasan).
c. Pengukuran Beban Kerja Fisik
Pengukuran beban kerja fisik dengan metode denyut nadi merupakan metode pengukuran secara tidak langsung dengan cara menghitung denyut nadi selama bekerja. Pada saat melakukan aktivitas fisik, akan terjadi perubahan terhadap kecepatan denyut nadi dan konsumsi oksigen. Saat seseorang melakukan pekerjaan, denyut nadi dan tingkat konsumsi oksigen akan meningkat sesuai kebutuhan, sedangkan ketika berhenti bekerja kecepatan denyut nadi dan tingkat konsumsi oksigen akan menurun kembali secara perlahan sampai keadaan normal. Semakin berat beban kerja fisik seseorang maka semakin berat pula kerja jantung yang dapat diketahui dari meningkatnya denyut nadi (Juniar et al., 2017).
Penilaian denyut nadi saat bekerja merupakan metode yang digunakan untuk mengukur cardiovasculair strain. Menghitung denyut jantung/ nadi dapat dilakukan dengan metode suara denyut jantung (alat stethoscope), mengukur denyut nadi, dan telemetri dengan rangsangan Electro Cardio Graph (ECG). Alat sederhana yang dapat digunakan untuk menghitung denyut nadi yaitu
commit to user
menggunakan pulse oximeter yang dijepitkan pada jari telunjuk dimana terdapat aliran pembuluh darah representasi dari frekuensi denyut nadi. Setiap denyut nadi akan mengubah jumlah cahaya infrared yang terdeteksi sensor photodiode yang dalam pengoperasiannya menggunakan mikrokontroler. Dengan proses interpretasi sinyal secara visual, sinyal akan diproses dalam waktu 2 ms looping dan akan muncul hasil pengukuran denyut nadi dan SpO2
pada layar pulse oximeter setelah proses perhitungan sinyal selesai (Limantara Sidam et al., 2016).
Selain itu dapat dilakukan secara manual memakai stopwatch dengan metode 10 denyut. Cara pengukurannya yaitu dengan menekan tombol on pada stopwatch bersamaan dengan denyut pertama, hentikan stopwatch pada saat denyut ke 10 dan lihat waktunya. Denyut nadi dapat dihitung dengan rumus:
Tabel 2.1 Kategori beban kerja berdasarkan denyut nadi Kategori Beban Kerja Denyut /menit
Ringan 75 – 100
Sedang 101 – 125
Berat 126 – 150
Sangat Berat 151 – 175
Sangat Berat Sekali >176
Sumber: Tarwaka, 2014
Pengukuran beban kerja fisik menggunakan denyut nadi mempunyai berbagai keuntungan yaitu mudah, cepat, murah karena dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana, dan hasilnya
Denyut Nadi (denyut/menit) = 10 denyut
waktu perhitungan (detik) 𝑥 60
commit to user
reliabel.
d. Dampak dan Pengendalian Beban Kerja Fisik
Pekerjaan dengan beban kerja fisik dapat menimbulkan dampak negatif bagi pekerja. Beban kerja fisik yang sangat berat dapat menimbulkan adanya kelelahan fisik yang berlebihan, stres kerja, serta keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) hampir pada keseluruhan tubuh sehingga pekerja akan sangat cepat merasa lelah, kualitas kerja menurun, dan tidak mampu untuk bekerja dalam waktu yang lama (Octaviana, 2019). Pekerjaan dengan beban kerja berat akan menimbulkan kelelahan fisik yang tidak terlalu berlebihan dan keluhan MSDs yang dirasakan hanya pada bagian tertentu. Sedangkan pekerjaan dengan beban kerja fisik sedang menimbulkan kelelahan sedang dan adanya rasa sedikit bosan bagi pekerja, berbeda dengan beban kerja fisiki yang sedikit atau rendah berdampak pada timbulnya kebosanan dan rasa yang monoton (Kusgiyanto et al., 2017).
Dampak positif beban kerja fisik yang berat dapat berfungsi sebagai sarana dalam melatih otot – otot tubuh sehingga dengan menjalankan pekerjaan yang memiliki beban kerja fisik seperti mengangkat akan menurunkan kandungan lemak dan menjaga serta meningkatkan komposisi otot dan tulang dalam tubuh. Sedangkan dampak positif pekerjaan dengan beban kerja rendah dapat membuat seseorang dalam bekerja lebih serius dan berhati – hati sehingga
commit to user
pekerjaan yang dikerjaan selesai dengan baik dan tepat (Sukahar et al., 2017).
Mengurangi beban kerja yang berlebih dapat dikendalikan dengan menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan, kapasitas kerja, dan waktu istirahat tidak terlalu rendah ataupun tinggi sehingga dapat mengurangi adanya kelelahan dan reaksi stres pada pekerja. Beban kerja juga dapat dikendalikan dengan menjaga lingkungan kerja agar tetap kondusif untuk menghindari terjadinya stres kerja (Rohmah, 2018). Selain itu, dapat dilakukan dengan mendesain tempat dan peralatan kerja yang ergonomis agar dapat mengurangi adanya beban kerja dan keluhan musculoskeletal karena apabila peralatan kerja tidak ergonomis maka akan menambah adanya beban kerja, sehingga perlu sekali adanya aspek ergonomis dalam tempat dan peralatan kerja (Notoatmodjo, 2014).
2. Beban Kerja Mental
a. Pengertian Beban Kerja Mental
Beban kerja mental adalah beban kerja yang berhubungan dengan kondisi psikologis tenaga kerja. Setiap pekerjaan dilakukan dengan memerlukan pemikiran untuk dapat menyelesaikan tugas dan tanggungjawab. Beban kerja mental merupakan beban kerja yang diterima oleh pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan dengan melibatkan aktivitas mental seperti pengambilan keputusan dengan tanggungjawab besar, pekerjaan yang memiliki kesiapsiagaan tinggi,
commit to user
dan pekerjaan yang bersifat monoton. Beban kerja mental yang berlebihan akan mengakibatkan stres kerja (Paramitha, 2019).
b. Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja Mental
Faktor – faktor yang mempengaruhi beban kerja mental seseorang terkait dengan pekerjaan diantaranya yaitu sebagai berikut (Rohmah, 2018):
1) Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan yang memiliki tingkat stres tinggi akan menguras banyak pikiran dan perhatian sehingga dapat meningkatkan beban kerja mental pada pekerja. Jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan kapasitas pekerja akan menambah beban kerja mental bagi pekerja (Made, 2015).
2) Waktu penyelesaian
Tubuh seseorang memiliki batas kemampuannya dalam melakukan pekerjaan. Tubuh memiliki waktu kerja dan waktu untuk istirahat yang berpengaruh terhadap kondisi fisik dan psikis seseorang. Pekerjaan yang harus diselesaikan dengan waktu yang cepat dan tepat dapat membuat seseorang menjadi tertekan sehingga dapat menimbulkan beban kerja mental bagi seseorang (Kasmarani, 2012).
3) Situasi kerja
Setiap hari pekerja akan mendapatkan berbagai tugas atau kegiatan baik itu tugas tunggal maupun tugas berganda. commit to user
Pekerja yang menerima tugas berganda harus menyelesaikan beberapa tugas tersebut dalam satu waktu dengan karakter tugas yang berbeda akan mempengaruhi timbulnya beban kerja mental bagi pekerja (Made, 2015).
4) Faktor individu
Hal yang termasuk dalam faktor individu yaitu tingkat motivasi, keahlian seseorang, kelelahan, kejenuhan dan kebosanan, serta performansi (Zetli, 2019).
c. Pengukuran Beban Kerja Mental
Pengukuran beban kerja mental dapat dilakukan dengan metode subjektif yaitu pengukuran dengan dasar persepsi subjektif responden yang akan diukur. Pengukuran dengan metode subjektif dapat dilakukan dengan kuesioner NASA TLX (Mariawati et al., 2017).
Kuesioner NASA TLX terdiri dari 6 dimensi yaitu tuntutan mental (mental demand), tuntutan fisik (physical demand), tuntutan waktu (temporal demand), performansi (performance), tingkat usaha (effort), dan tingkat frustasi (frustration demand). Adapun langkah – langkah dalam pengukuran beban kerja mental dengan kuesioner NASA TLX yaitu sebagai berikut (Tarwaka, 2014):
1) Tahap pembobotan
Tahap pembobotan adalah tahapan dimana responden harus memilih salah satu dari dua dimensi yang dirasa paling dominan commit to user
menimbulkan beban kerja mental terhadap pekerjaan tersebut.
Kuesioner yang diberikan dalam tahap pembobotan terdiri dari 15 perbandingan pasangan (Diniaty dan Muliyadi, 2016).
Tabel 2.2 Pembobotan NASA TLX
No Indikator Beban Mental
1 Tingkat Usaha Atau Performansi 2 Tuntutan Waktu Atau Tingkat Usaha 3 Performansi Atau Tingkat Frustasi 4 Tuntutan Fisik Atau Performansi 5 Tingkat Frustasi Atau Tingkat Usaha 6 Performansi Atau Tuntutan Waktu 7 Tuntutan Mental Atau Tuntutan Fisik 8 Tingkat Frustasi Atau Tuntutan Mental 9 Tuntutan Waktu Atau Tingkat Frustasi 10 Tuntutan Fisik Atau Tingkat Frustasi 11 Tuntutan Fisik Atau Tuntutan Waktu 12 Ttuntutan Waktu Atau Tuntutan Mental 13 Performansi Atau Tuntutan Mental 14 Tuntutan Mental Atau Tingkat Usaha 15 Tingkat Usaha Atau Tuntutan Fisik Sumber: Human Performance Research Group (1988) dalam Tarwaka (2014)
1) Tahapan Peringkat/ Rating
Responden memberikan peringkat terhadap ke enam dimensi. Skala yang diberikan yaitu 0 atau rendah hingga 100 atau tinggi (Putri dan Handayani, 2014).
Tabel 2.3 Penjelasan dimensi skala peringkat/ rating commit to user
No. Dimensi Deskripsi Skala Rating 1. Tuntutan
Mental (Mental Demand)
Seberapa besar tuntutan aktivitas mental dan perseptual yang dibutuhkan dalam pekerjaan (contoh:
berfikir, memutuskan, menghitung, mengingat, melihat, mencari). Apakah pekerjaan tersebut sulit, sederhana atau kompleks, longgar atau ketat?
Rendah/
Tinggi (High/
Low)
2. Tuntutan Fisik (Physical Demand)
Seberapa besar tuntutan aktivitas fisik yang dibutuhkan dalam pekerjaan (contoh:
mendorong, menarik, memutar, mengontrol, menjalankan, dan lainnya).
Apakah pekerjaan tersebut mudah atau sulit, pelan atau cepat, tenang atau buru – buru?
Rendah/
Tinggi (High/
Low)
3. Tuntutan Waktu (Temporal Demand)
Seberapa besar tekanan waktu yang diraskan selama pekerjaan atau elemen pekerjaan berlangsung? Apakah pekerjaan perlahan dan santai, atau cepat dan melelahkan?
Rendah/
Tinggi (High/
Low)
4. Performansi (Own
Performence
Seberapa keberhasilan di dlama mencapai tingkat pekerjaan? Seberapa puas performansi di dalam mencapai target tersebut?
Rendah/
Tinggi (High/
Low) 5. Tingkat
Usaha (Effort)
Seberapa besar usaha yang dikeluarkan secara mental dan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai level performansi?
Rendah/
Tinggi (High/
Low) commit to user
6. Tingkat Frustasi (Frustation)
Seberapa besar rasa tidak aman, putus asa, tersinggung, stress, dan terganggu disbanding dengan perasaan aman, puas, cocok, nyaman, dan kepuasan diri yang dirasakan selama mengerjakan pekerjaan tersebut?
Rendah/
Tinggi (High/
Low)
Sumber: Human Performance Research Group (1988) dalam Tarwaka (2014).
commit to user
Adapun lembar kerja penilaian yaitu (Hidayat et al., 2013):
a) Tuntutan Mental (Mental Demand)
Berapa banyak aktivitas mental dan persepsi yang diperlukan (seperti: berfikir, memutuskan, menghitung, mengingat, melihat, mencari, dsb)? Apakah pekerjaan tersebut mudah atau sulit; sederhana atau kompleks; pasti atau perlu penafsiran?
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Low High
b) Tuntutan Fisik (Physical Demand)
Berapa banyak aktivitas fisik yang diperlukan (seperti:
mendorong, menarik, memutar, mengontrol, dsb)? Apakah pekerjaan tersebut mudah atau sulit; pelan atau cepat; statis atau dinamis; terus – menerus atau ada waktu istirahat?
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Low High
c) Tuntutan Waktu (Temporal Demand)
Berapa banyak tekanan waktu yang dirasakan selama bekerja? Apakah pekerjaan tersebut dilakukan dengan pelan dan waktu istirahat atau cepat dan tidak ada jeda istirahat?
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Low High
commit to user
d) Tingkat Performansi (Own Performance)
Seberapa sukses anda berfikir untuk dapat menyelesaikan serangkaian pekerjaan? Apakah anda merasa puas dengan performansi anda di dalam penyelesaian pekerjaan?
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Low High
e) Tingkat Usaha (Effort)
Seberapa keras usaha ada untuk bekerja (secara mental dan fisik) untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan performansi?
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Low High
f) Tingkat Frustasi
Apakah anda merasa tidak aman, merasa tidak diperhatikan, stress, dan terganggu?; atau justru anda merasa aman, diperhatikan, nyaman, rileks, dan menikmati pekerjaan yang anda lakukan?
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Low High
2) Tahap Pengolahan Data
Menurut Ramadhania dan Parwati (2015), tahap pengolahan data dari kuesioner NASA TLX, yaitu:
a) Menghitung hasil kuesioner tahap pembobotan yaitu dari commit to user
setiap dimensi terpilih.
b) Menghitung produk dengan mengalikan antara pembobotan dan peringkat dari setiap dimensi.
c) Menghitung Weighted Workload (WWL)
d) Menghitung skor beban kerja mental/ rata – rata WWL
e) Interpretasi hasil nilai skor
Tabel 2.4 Kategori beban kerja mental berdasarkan NASA TLX
Kategori Skor
Sangat Rendah 0 – 20
Rendah 21 – 40
Sedang 41 – 60
Tinggi 61 – 80
Sangat Tinggi 81 – 100
Sumber: Diniaty dan Muliyadi, 2016 d. Dampak dan Pengendalian Beban Kerja Mental
Beban kerja mental yang tinggi dapat berdampak negatif yang akan berpengaruh terhadap aktivitas saraf pusat yang akan memicu rangsangan terhadap saraf otonom. Saraf parasimpatik akan tertekan dan saraf simpatik menjadi aktif yang kemudian akan merangsang medulla adrenal hingga menimbulkan reaksi pada tubuh seperti perasaan cemas yang berlebih, ketakutan, pusing, dan mual.
Produk = Pembobotan x Peringkat
WWL = ∑ produk
= ∑ (pembobotan x Peringkat
SKOR = 𝑊𝑊𝐿
15
= ∑(𝑃𝑒𝑚𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑥 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡) 15
commit to user
Pekerjaan dengan beban kerja mental sedang dapat menimbulkan perasaan cemas yang tidak terlalu berlebih dan pusing. Sedangkan beban kerja mental yang rendah dapat menimbulkan adanya kebosanan dan rasa monoton yang dapat membuat kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga dapat menimbulkan potensi bahaya bagi pekerja (Rohmah, 2018).
Dampak positif dari beban kerja mental bahwa dengan adanya tuntutan tugas yang banyak dan harus diselesaikan tepat pada waktunya akan membuat pekerja termotivasi untuk segera menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat waktu. Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap peningkatan prestasi dan keadisiplinan. Beban kerja mental yang tinggi akan menambah motivasi pekerja untuk segera menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan tepat (Anita et al., 2013).
Adapun langkah pengendalian yang dapat diambil untuk mengurangi beban kerja mental yaitu dengan menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuannya. Seseorang yang bekerja tidak sesuai dengan kemampuannya akan menambah beban kerja bagi seseorang tersebut (Suma’mur, 2013).
3. Tindakan Tidak Aman (Unsafe Action)
a. Pengertian Tindakan Tidak Aman (Unsafe Action)
Tindakan tidak aman yaitu suatu tindakan membahayakan yang dikarenakan oleh kegagalan dalam mengikuti prosedur kerja
commit to user
maupun persyaratan yang berkaitan dengan prinsip keselamatan sehingga dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja (Winarsunu dalam Septiana, 2014).
b. Faktor yang Mempengaruhi Tindakan Tidak Aman (Unsafe Action) Menurut Pratiwi (2012), faktor – faktor yang mempengaruhi tindakan tidak aman dibedakan menjadi 3 faktor, yaitu:
1) Tingkat manajemen
Manajemen berpengaruh terhadap terjadinya tindakan tidak aman seperti kurangnya impementasi K3 yang dapat dilakukan dengan adanya sistem pengawasan pada pekerja sampai ke pemeliharaan alat serta lingkungan kerja.
2) Lingkungan kerja
Terdapat tiga faktor dalam lingkungan kerja yaitu fisik, psikologis, dan sosiologis. Pengaruh dari lingkungan kerja fisik seperti penerangan, kebisingan, panas, dan desain peralatan kerja.
Sedangkan aspek dari lingkungan psikologis dan sosiologis yaitu norma kelompok, komunikasi antar pekerja, dan semangat kerja.
3) Karakteristik individu a) Usia
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saragih et al., (2014) menunjukkan bahwa kelompok usia muda ≤ 35 tahun lebih banyak berperilaku tidak aman sebesar 47,6%
daripada berperilaku aman. Hal ini dikarenakan usia muda commit to user
cenderung lebih ceroboh dan kurang berhati – hati dalam melakukan pekerjaan dibandingkan dengan usia yang lebih tua.
b) Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan termasuk dalam faktor predisposisi yaitu faktor mendasar seseorang dalam berperilaku. Tingkat pendidikan menentukan luasnya tingkat pengetahuan seseorang dan bagaimana seseorang bertindak maupun bersikap. Tingkat pendidikan rendah akan membuat seseorang dalam melakukan tindakan yang tidak aman begitupun sebaliknya (Saragih et al., 2014).
c) Motivasi dan kepuasan
Tindakan dari setiap individu tidak terlepas oleh adanya motivasi dan kepuasan kerja. Motivasi kerja dapat menjadi pendorong bagi seseorang dalam melaksanakan pekerjaan. Semakin tinggi motivasi kerja seseorang maka semakin tinggi kesadaran untuk berperilaku aman dan sebaliknya (Surbakti et al., 2018).
Menurut Mutia et al., (2017), kepuasan kerja seseorang dapat menimbulkan reaksi terlebih dahulu seperti menurunnya motivasi kerja. Seseorang yang merasa kebutuhannya tidak terpenuhi akan merasa tidak puas.
commit to user
Ketidakpuasan kerja dan menurunnya motivasi dapat memicu seseorang untuk bertindak tidak aman.
d) Beban kerja
Beban kerja dibedakan menjadi dua yaitu beban kerja fisik dan beban kerja mental. Beban kerja yang berlebih akan menimbulkan kelelahan fisik maupun kelelahan mental yang dapat menurunkan produktivitas dan konsentrasi dalam bekerja. Hal tersebut membuat seseorang bertindak secara tidak aman saat melakukan pekerjaan. Semakin berat beban kerja maka akan semakin tinggi risiko tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja (Syamtinningrum, 2017).
e) Pelatihan K3
Pelatihan K3 merupakan bentuk proses pendidikan yang digunakan untuk memperoleh pengalaman bagi pekerja. Pelatihan K3 yang difokuskan biasanya yaitu mengenai penggunaan APD dan SOP. Pelatihan K3 kepada pekerja perlu dilakukan dan ditingkatkan untuk meningkatkan keterampilan pekerja dan mendorong pekerja untuk berperilaku aman (Sangaji et al., 2018).
f) Stres kerja dan kelelahan kerja
Aktivitas fisik dan mental yang berlebih akan membuat seseorang merasa kelelahan sehingga dapat
commit to user
menurunkan konsentrasi dan tingkat kewaspadaan pekerja.
Hal tersebut dapat memicu adanya kelalaian dalam bekerja atau bertindak tidak aman saat pekerja dan dapat menyebabkan kecelakaan kerja (Syamtinningrum, 2017).
c. Bentuk Tindakan Tidak Aman (Unsafe Action)
Menurut Pratiwi (2012) yang melakukan penelitian di PT. X yang bergerak dalam bidang elektronik menyebutkan bahwa bentuk dari tindakan tidak aman yang ada antara lain:
1) Mengoperasikan alat tanpa wewenang.
2) Gagal dalam memberikan peringatan.
3) Mengoperasikan peralatan dengan kecepatan tinggi.
4) Pengamanan yang ada pada peralatan tidak berfungsi dengan baik.
5) Menggunakan alat yang patah.
6) Tidak menggunakan alat pelindung diri (APD).
7) Menggunakan peralatan yang rusak.
8) Menggunakan peralatan secara tidak benar.
9) Mengangkat dan meletakkan secara tidak tepat.
10) Membawa sesuatu denga tidak benar.
11) Posisi kerja salah.
12) Memperbaiki mesin yang berputar.
Sedangkan bentuk tindakan tidak aman berdasarkan kondisi yang ada di industri gamelan Desa Wirun, yaitu: commit to user
1) Tidak menggunakan APD saat bekerja.
2) Menggunakan peralatan yang tidak sesuai/ rusak.
3) Posisi kerja yang tidak ergonomis.
4) Gagal dalam pengamanan.
5) Gagal dalam peringatan.
6) Manual handling yang tidak benar.
7) House keeping yang buruk.
d. Penilaian Tindakan Tidak Aman
Tindakan tidak aman dapat diukur dengan menggunakan kuesioner tindakan tidak aman. Penelitian ini menggunakan kuesioner yang dibuat oleh peneliti yang sudah diuji validitas dan reliabilitas dengan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,955. Kuesioner tindakan tidak aman yang digunakan mengadopsi kuesioner yang pernah digunakan di penelitian sebelumnya oleh Hafrida (2015) dengan sampel pekerja di PT Inti Benua Perkasatama bagian perebusan kelapa sawit yang bersumber dari lembar observasi tindakan tidak aman perusahaan.
Tabel 2.5 Indikator kuesioner tindakan tidak aman Hafrida (2015)
Indikator Unfavorable Total
Tidak mematuhi prosedur kerja dengan benar
1, 3, 14, 15 4
Gagal peringatan 2, 1
Gagal pengamanan 4, 5, 6 3
Peralatan tidak sesuai 7, 8 2
Beban kerja berlebih commit to user 9 1
Tidak menggunakan APD 10 1
Kurangnya penerapan 5R 1 1
Bekerja tidak ergonomis 12, 13 2
Kondisi fisik tidak baik 16 1
TOTAL 16 16
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 15 pernyataan dan diisi menggunakan skala likert yang berjumlah 4 skala. Penilaian skor tergantung pada jawaban yang dipilih oleh responden. Adapun pilihan jawabannya yaitu tidak pernah diberi nilai 1, kadang – kadang diberi nilai 2, sering diberi nilai 3, dan sangat sering diberi nilai 4.
Tabel 2.6 Kategori penilaian tindakan tidak aman
Kategori Skor Keterangan
Rendah 15 – 26,24 Hampir tidak pernah melakukan tindakan tidak aman
Sedang 26,25 – 37,49 Kadang – kadang melakukan tindakan tidak aman
Tinggi 37,5 – 48,74 Sering melakukan tindakan tidak aman
Sangat tinggi 48,75 – 60 Sangat sering melakukan tindakan tidak aman
Sumber: Hamid, 2011
e. Dampak dan Pengendalian Tindakan Tidak Aman
Tindakan tidak aman memiliki dampak negatif secara langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung yaitu apabila pekerja melakukan tindakan tidak aman maka dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan kerugian, commit to user
cidera, bahkan sampai kematian. Sedangkan dampak tidak langsung dari adanya tindakan tidak aman akan dirasakan pada kurun yang relatif lama seperti penyakit akibat kerja. Semakin tinggi tindakan tidak aman yang dilakukan maka semakin tinggi kemungkinan risiko terjadinya kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja dan sebaliknya (Swastiko, 2017).
Dampak positif tindakan tidak aman yaitu mendorong pihak perusahaan untuk melakukan peningkatan program keselamatan dan kesehatan kerja seperti pengadaan prosedur kerja, pengawasan, inspeksi peralatan dan APD, upaya pendekatan dengan program safety talk, pelatihan K3, dan manajemen K3 sebagai bentuk upaya
pengendalian untuk mengurangi tindakan tidak aman agar dapat meminimalisir angka kecelakaan kerja. Semakin tinggi tindakan tidak aman yang dilakukan maka manajemen yang dilakukan oleh pihak perusahaan akan lebih tinggi dan lebih maksimal (Syamsyiar, 2014).
4. Hubungan Beban Kerja Fisik dengan Tindakan Tidak Aman
Beban kerja fisik yang berlebih akan membuat tarikan nafas seseorang menjadi pendek dan konsumsi oksigen meningkat sehingga asupan oksigen ke otak berkurang. Keadaan tersebut dapat berefek pada meningkatnya kerja jantung dalam memompa darah dan membuat denyut nadi menjadi lebih cepat sehingga metabolisme anaerobik terganggu. Hal tersebut membuat produksi asam laktat meningkat dan menimbulkan kelelahan bagi seseorang (Ganong dalam Rohmah, 2018). commit to user
Kondisi lingkungan kerja yang panas pada pekerjaan yang dilakukan secara manual dan bersifat repetitif dapat meningkatkan beban kerja fisik dan membuat pekerja untuk bertindak tidak aman sehingga dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja seperti keluhan musculoskeletal dan kelelahan (Oesman, 2014).
Beban fisik yang berlebih akan mengarah pada kelelahan fisik yang dapat menurunkan produktivitas seseorang yang ditandai dengan menurunnya tingkat kewaspadaan dan konsentrasi seseorang, timbulnya rasa jenuh, dan hilangnya rasa kepedulian sehingga hal tersebut dapat melatar belakangi seseorang dalam melakukan tindakan tindak aman (Sofiantika dan Susilo, 2020).
Teori tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Londok et al., (2020) tentang hubungan beban kerja fisik dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja bongkar muat bahwa ada hubungan yang signifikan antara beban kerja fisik dengan kejadian kecelakaan kerja (p=
0,035).
Berdasarkan teori di atas, beban kerja fisik yang berlebih akan membuat denyut nadi seseorang meningkat sehingga terjadi adanya kelelahan yang dapat menurunkan tingkat produktivitas pekerja, menurunkan tingkat konsentrasi dan kewaspadaan, dan memicu seseorang melakukan tindakan tidak aman.
5. Hubungan Beban Kerja Mental dengan Tindakan Tidak Aman commit to user
Beban kerja mental yang berat merupakan beban kerja yang diasumsikan pada proses dalam sistem saraf pusat dan dapat merangsang sistem saraf otonom. Saraf parasimpatik akan tertekan dan saraf simpatik menjadi aktif sehingga akan merangsang medula adrenal yang dapat memberikan reaksi pada tubuh seperti timbulnya rasa cemas, takut, pusing, dan mual. Keadaan tersebut dapat membuat pekerja untuk melakukan tindakan tidak aman (Paramitha, 2019).
Menurut penelitian sebelumnya oleh Mapanawang et al., (2017), tentang hubungan beban kerja dengan kejadian tertusuk jarum suntik bahwa ada hubungan signifikan antara beban kerja dengan kejadian tertusuk jarum suntik (p= 0,007).
Penelitian ini lebih condong ke dalam beban kerja mental dikarenakan berhubungan dengan tuntutan pekerjaan yang berlebih dengan waktu penyelesaian yang singkat.
6. Hubungan Beban Kerja Fisik dan Beban Kerja Mental dengan Tindakan Tidak Aman
Beban kerja fisik dan mental disebabkan oleh penyebab yang sama yaitu adanya tuntutan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kemampuan fisik, kognitif, dan kapasitas yang dimiliki oleh pekerja. Hal tersebut dapat menyebabkan adanya gangguan fisiologis maupun psikologis. Beban kerja fisik terjadi akibat aktivitas fisik yang berlebih seperti pekerjaan yang dikerjakan secara manual misalnya angkat angkut dan berulang secara terus menerus sehingga dapat menimbulkan kelelahan commit to user
fisik bagi pekerja (Londok et al., 2020). Tuntutan tugas yang melebihi kapasitas dan kemampuan pada pekerja dengan waktu kerja yang singkat dan hasilnya harus sesuai dengan harapan, dapat menimbulkan beban kerja mental yang berlebihan bagi pekerja sehingga dapat memicu terjadinya tindakan tidak aman (Mapanawang et al., 2017).
Beban kerja fisik dan mental yang berlebih dapat menurunkan produktivitas pada pekerja akibat adanya kelelahan yang ditandai dengan penurunan konsentrasi dan kewaspadaan pada pekerja, timbulnya kejenuhan, rasa cemas, dan takut sehingga hal tersebut dapat melatar belakangi pekerja untuk bertindak tidak aman dan dapat berdampak pada terjadinya kecelakaan kerja (Tarwaka, 2017).
Berdasarkan teori di atas dapat diketahui bahwa beban kerja mental memiliki pengaruh lebih besar terhadap tindakan tidak aman karena setiap pekerja selalu dituntut untuk menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu dan sesuai dengan yang diharapkan. Hal itu sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada teori di atas bahwa terdapat hubungan antara beban kerja mental dengan tindakan tidak aman dengan p value 0,007. Sedangkan untuk beban kerja fisik, ada hubungan dengan tindakan tidak aman dengan p value 0,035.
Hubungan ketiga variabel sejalan dengan penelitian terdahulu oleh Bancin (2017) faktor-faktor yang memengaruhi tindakan tidak aman (unsafe action) pada pekerja di PT. Kharisma Cakranusa Rubber Industri
commit to user
Tahun 2016 bahwa terdapat pengaruh signifikan dari beban kerja dengan tindakan tidak aman (p= 0,044).
commit to user
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Tindakan Tidak Aman Produktivitas menurun Faktor yang mempengaruhi:
1. Tingkat manajemen 2. Aspek ingkungan kerja
fisik, psikologis, sosiologis
3. Karakteristik individu a. Usia
b. Tingkat pendidikan c. Pelatihan K3
d. Motivasi dan kepuasan e. Stres dan kelelahan
kerja
Penurunan konsentrasi dan kewaspadaan Denyut nadi
meningkat Beban Kerja Fisik
Konsumsi O2
meningkat Jantung memompa
darah lebih cepat
Metabolisme anaerobik terganggu
Produksi asam laktat meningkat
Penumpukan asam laktat Kelelahan fisik Faktor yang
mempengaruhi:
1. Faktor eksternal (tugas, organisasi kerja, lingkungan kerja) 2. Faktor
internal a. Somatis:
usia, jenis kelamin b. Psikis:
motivasi
Faktor yang mempenga- ruhi:
1. Jenis pekerjaan 2. Waktu dan
situasi kerja 3. Faktor
individu:
motivasi, kelelahan.
Karakteristik individu:
Beban kerja
Beban Kerja Mental
Impuls saraf pusat Saraf otonom
merangsang medula adrenalin Reaksi tubuh dan reaksi emosional
commit to user
Sumber: (Sofiantika dan Susilo, 2020), (Intani, 2013), (Tarwaka, 2017), (Rohmah, 2018)
Keterangan:
: Diteliti : Tidak diteliti
C. Hipotesis
Ada hubungan beban kerja fisik dan mental dengan tindakan tidak aman pekerja gamelan Desa Wirun, Sukoharjo.
commit to user