• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Beton merupakan bahan yang banyak digunakan dalam industri konstruksi,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Beton merupakan bahan yang banyak digunakan dalam industri konstruksi,"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Beton merupakan bahan yang banyak digunakan dalam industri konstruksi, baik untuk bangunan gedung, jalan, jembatan, saluran, bendungan, pelabuhan dan lainnya. Hal ini dikarenakan beberapa keunggulan yang dimiliki diantaranya adalah mutu dapat direncanakan, mudah dibentuk, relatif tahan terhadap lingkungan agresif dan suhu tinggi, dapat diproduksi secara prabrikasi dan cor setempat, bahan baku terdapat dimana-mana, dan sebagainya (Lasino, 2007).

Dalam pembuatan beton, bahan utama yang digunakan adalah semen/Portland Cement (PC). Produksi semen dunia tahun 2011 telah mencapai 3,4 juta ton (USGS, 2012) dengan penambahan sebesar 5% per tahun. Lima sampai delapan persen dari semua karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan manusia berasal dari industri beton dan diantara gas-gas rumah kaca yang lain, karbon dioksida (CO2) menyumbang 65% dari pemanasan global (Vijay, dkk, 2012).

Beton geopolimer dikembangkan sebagai alternatif dalam pembuatan beton yang ramah lingkungan dalam rangka mengurangi pemanasan global dan emisi CO2. Geopolimer didefinisikan sebagai nama dari bahan alkali-activated alumino- silicates yang merupakan bahan pengikat hasil dari reaksi pengikatan polimerisasi bahan sumber yang banyak mengandung silika (Si) dan aluminium (Al) dicampur dengan larutan alkali (Davidovits, 2002 dalam Rudi, 2011).

(2)

commit to user

Beton geopolimer dengan bahan dasar low-calcium fly ash memiliki kuat tekan yang baik, mengalami penyusutan kering dan creep yang kecil, memiliki ketahanan terhadap sulfat yang baik dan dapat digunakan dalam berbagai macam aplikasi infrastruktur (Hadjito dan Rangan, 2005). Beton geopolimer dengan perawatan panas (heat-cured) memiliki penyusutan kering secara teratur sebesar 100 micro strain setelah umur satu tahun, serta memiliki ketahanan terhadap sulfat yang baik dan tidak ada peningkatan yang signifikan pada kuat tekan beton geopolimer dengan fly ash yang dirawat dengan pemanasan (heat-cured) terhadap umur beton, beton geopolimer yang dirawat pada suhu ruang mengalami peningkatan kuat tekan sejalan dengan pertambahan umur beton (Wallah dan Rangan, 2006).

Untuk mendapatkan bahan beton geopolimer dengan tingkat keramahan lingkungan (greeness) dan durabilitas yang tinggi, maka diperlukan adanya bahan tambahan. Dampak lingkungan dari Ordinary Portland Cement (OPC) sangat signifikan karena produksinya mengahasilkan emisi CO2 yang tinggi. Selain itu durabilitas OPC terbatas karena tingkat kerapuhannya (britleness), maka dengan menggunakan bahan tambahan semen untuk meningkatkan keramahan lingkungan suatu bahan (material greeness) atau menghasilkan pengikat alternatif seperti geopolimer sangatlah penting (Sakulich, 2011). Hal ini diikuti dengan peninjauan upaya terakhir untuk meningkatkan daya tahan melalui pemakaian serat (fiber).

Saat ini geopolimer komposit merupakan isu yang sedang berkembang karena material tersebut memiliki tingkat keramahan lingkungan (greeness) dan daya

(3)

commit to user

tahan (durabiliy) yang tinggi. Hal tersebut lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Ringkasan kasar dari material greeness vs. Durability dari berbagai alternatif sistem binder (Sakulich, 2011)

Beton serat didifinisikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen, agregat, ari, dan sejumlah serat yang disebar secara random. Ide dasar beton serat adalah menulangi beton dengan fiber yang disebarkan secara merata ke dalam adukan beton, dengan orientasi random sehingga dapat mencegah terjadinya retakan-retakan beton yang terlalu dini di daerah tarik baik akibat panas hidrasi maupun akibat pembebanan (Soroushian dan Bayashi, 1987, dalam Fatmawati, 2011).

Penambahan serat (fiber) dapat meningkatkan durabilitas beton baik beton normal maupun beton geopolimer. Beberapa penelitian mengenai penambahan serat (fiber) dalam beton antara lain:

(4)

commit to user a) Serat Gelas (glass fibre)

Vijai, dkk, (2012); Kumar, dkk, (2012) menyebutkan bahwa penambahan volume sebesar 0,03% glass fiber dalam campuran Geopolymer concrete composites (GCC) dapat meningkatkan sifat mekanis GCC. Hasil dari tes ultrasonic pulse velocity (UPV) dan hammer test membuktikan bahwa Glass fibre reinforced geopolymer concrete memiliki kualitas yang bagus. Berat jenis geopolymer concrete composites hampir setara dengan beton konvensional.

Peningkatan kuat tekan sebesar 10% and 20% untuk GPCC1 and GPCC2 dibandingkan dengan Geopolymer Concrete (GPC). Peningkatan kuat tarik sebesar 18% dan 29% untuk GPCC1 and GPCC2 dibandingkan dengan Geopolymer Concrete (GPC).

b) Serat Baja (steel fibre)

Vijay, dkk (2011) melakukan penelitian mengenai sifat mekanik beton geopolimer komposit yang mengandung 90% fly ash (FA), 10% Ordinary Portland Cement (OPC), larutan alkali dan serat baja (steel fibre). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan, kuat tarik belah, dan kuat lentur meningkat seiring dengan persentase penambahan steel fibre (berdasarkan volume).

c) Serat Polypropylene (PP fiber)

Zu-hua, dkk (2009) melakukan penelitian mengenai penggunaan polypropylene fiber pada campuran geopolimer dengan bahan dasar fly ash-kaolin yang telah dikalsinasi. Larutan alkali aktivator yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sodium hidroksida (NaOH) dan larutan sodium silikat. Perawatan yang

(5)

commit to user

digunakan yaitu steam curing (SC) pada suhu 80 ˚C dan perawatan udara (AC) pada suhu 20 ˚C untuk 1, 3 dan 6 hari. Pengujian yang dilakukan adalah kuat tekan, dan modulus kompresibilitas beton, serta untuk melihat mekanisme perkuatan serat, penampakan retak dan permukaan bidang tekan menggunakan alat Scanning Electron Microscopy (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan geopolimer yang mengandung 33,3% fly ash dengan steam curing (SC) selama 6 hari meningkat sebesar 35,5%. Kuat tekan, kuat lentur dan impak energi dari geopolimer yang mengandung 0,05% PP fiber meningkat sebesar 67,8%, 36,1% dan 6,25%, sedangkan penyusutan dan modulus kompresibilitas mengalami penurunan masing-masing sebesar 38,6% dan 31,3%. Hasil pemindaian SEM dan penampakan dari perkembangan retak dapat dipastikan bahwa PP fiber dapat memberikan efek yang menjebatani pori-pori berbahaya dan cacat dan mengubah perkembangan retak, sehingga menghasilkan peningkatan kekuatan dan kekerasan.

Mollaahmadi, dkk (2011) melakukan penelitian mengenai pengaruh polypropylene (PP) fiber pada sifat mekanik beton. Variabel penggunaan PP fiber meliputi tiga jenis panjang untuk jenis PP fiber halus dan dua jenis panjang untuk jenis PP fiber yang tebal. Hasil menunjukkan bahwa kuat lentur sampel meningkat seiring dengan peningkatan panjang PP fiber. Tetapi sebaliknya penambahan PP fiber halus, kuat lentur mengalami penurunan seiring dengan peningkatan panjang. Disisi lain, penambahan PP fiber pada beton tidak terlalu efektif dalam meningkatkan beban retak pada beton, tetapi PP fiber yang tebal dapat

(6)

commit to user

meningkatkan beban ultimit setelah retak dan kapasitas penyerapan energi dari beton.

Kusuma dan Surbakti (2012) melakukan penelitian pengaruh SikaFibre®

terhadap balok beton bertulang. Penelitian ini dilakukan dengan membuat 2 (dua) buah balok beton bertulang, dimana 1 buah balok beton bertulang biasa dan 1 buah balok bertulang dengan penambahan fiber. Dari hasil pengujian didapat penambahan fiber dapat mengurangi lendutan sebesar 25% dan pengurangan panjang retak total sebesar 53%. Hal ini menandakan bahwa fiber dapat membantu meningkatkan kinerja balok beton bertulang.

Dari beberapa jenis fiber yang digunakan dalam pembuatan beton baik beton normal maupun beton geopolimer, serat polypropylene dapat meningkatkan sifat mekanis dan kinerja balok pada beton bertulang, serta PP fiber dapat memberikan efek yang menjebatani pori-pori berbahaya dan cacat dan mengubah perkembangan retak, sehingga menghasilkan peningkatan kekuatan dan kekerasan. Selain itu jenis serat ini memiliki berat jenis yang kecil dibandingkan serat baja ataupun serat gelas (glass fiber).

Kelemahan lain dari beton gepolimer dengan bahan dasar fly ash adalah lambatnya waktu pengikatan dan kebutuhan perawatan dengan panas (heat curing). Untuk memperbaiki kelemahan tersebut, Vijai, dkk (2012) melakukan penelitian dengan mengganti 10% dari fly ash dengan Ordinary Portland Cement (OPC) pada campuran beton geopolimer untuk meningkatkan kekuatan pada campuran Geopolymer Composite Concrete (GCC). Penggantian 10% dari fly ash dengan OPC juga dapat meningkatkan kuat tekan, kuat tarik belah dan kuat lentur

(7)

commit to user

sebesar 73%, 128%, dan 17% dari campuran beton geopolimer normal sebagai kontrol.

2.2. Landasan Teori

2.2.1 Bahan Pembentuk Beton

Beton merupakan bahan yang diperoleh dengan mencampurkan beberapa bahan baku seperti semen, agregat, air dan atau tanpa bahan tambahan lainnya di bentuk sedemikian rupa sehingga didapatkan suatu masa yang kompak, padat, kuat dan stabil.

Secara rinci bahan pembentuk beton dapat diuraikan sebagai berikut:

 Produk hidrasi

 Semen yg tidak terhidrasi Pasta

 Rongga gel Semen Mortar

 Rongga kapiler Beton

 Rongga udara

 Agregat halus

 Agregat kasar

Keseragaman mutu beton dalam suatu produk dalam industri konstruksi sangat diharapkan untuk menjaga stabilitas konstruksi secara menyeluruh. Hal ini untuk menjaga adanya perlemahan pada salah satu bagian/elemen yang dapat mengakibatkan keruntuhan pada struktur tersebut.

(8)

commit to user 1. Semen Portland

Semen sebagai bahan pengikat (bonding materials) dalam pembuatan beton, memegang peranan penting karena selain akan menentukan karakteristik beton yang dihasilkan juga dapat memberikan indikasi apakah beton cukup tahan terhadap lingkungan agresif, pengaruh cuaca, dan sebagainya.

Untuk tujuan tersebut, maka semen Portland dibedakan atas 5 jenis selain juga terdapat produk semen lainnya seperti semen portland pozolan, mixed Portland cement, semen alumina, dan lainnya. Masing-masing jenis tersebut memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda sehingga dalam penggunaannya perlu disesuaikan jenis konstruksi dan kondisi lingkungan dimana bangunan akan didirikan sehingga tidak terjadi kesalahan teknis yang dapat merugikan.

Karena semen merupakan hasil pembuatan pabrik dengan pengendalian mutu yang ketat, maka untuk menjaga kualitas dilapangan yang perlu diperhatikan adalah cara penyimpanan yang baik dengan jangka waktu tertentu sehingga belum terjadi perubahan sifat akibat pengaruh lembab. Sebagai acuan dalam pengendalian mutu sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dan standard lainnya yang berkaitan dengan semen portland seperti:

 SNI 15-2049-1994 tentang mutu dan cara uji Semen Portland

ASTM C-150-95, BS-812-92 ATAU JIS R-5210 tentang Specification for Portland cement.

 SNI 15-0302-1989 tentang mutu dan cara uji Semen Portland Pozolan (PPC).

 SNI 15-7064-2004 tentang mutu dan cara uji Semen Portland Komposit (PCC).

(9)

commit to user

 SNI 15-3500-2004 tentang mutu dan cara uji Semen Portland Campur.

2. Agregat

Agregat sebagai bahan pengisi dalam pembuatan beton mempunyai peranan penting karena beberapa fungsi yang dimiliki diantaranya adalah untuk menambah kekuatan, mengurangi penyusutan, dan mengurangi penggunaan semen. Mutu agregat sangat menentukan kualitas beton yang dihasilkan, oleh karena itu harus dilakukan pengendalian mutu (quality control) sebelum digunakan sebagai bagian dari jaminan mutu (quality assurance) terhadap beton yang akan dihasilkan.

Klasifikasi agregat dapat dibedakan atas beberapa kriteria misalnya berdasarkan besar butirnya, berat jenis atau sumbernya. Berdasarkan besar butir, agregat dibagi atas 2 jenis yaitu:

 Agregat halus, dengan ukuran butir antara 0,075 s/d 4,8 mm

 Agregat kasar dengan ukuran butir antara 4,8 s/d 40 mm.

Berdasarkan sumbernya, agregat dibagi atas 3 jenis yaitu:

 Agregat alam, adalah hasil desintegrasi batuan alam

 Agregat pecah adalah hasil pemecahan batuan alam

 Agregat buatan yaitu hasil suatu proses pembakaran, dll.

Sedangkan berdasarkan beratnya, agregat dibagi atas 3 jenis yaitu:

 Agregat ringan dengan berat jenis s/d 1,8

 Agregat normal dengan berat jenis 1,8 s/d 2,7 dan

 Agregat berat dengan berat jenis diatas 2,7

(10)

commit to user A). Agregat Halus/Pasir

Agregat halus dapat berupa pasir alami atau pasir buatan dari proses pemecahan batuan dengan kehalusan butir lolos saringan 4,8 (5,0) mm. Pasir harus memenuhi syarat SNI No. 03-1750-1990 dengan bagian yang lolos saringan 0,3 mm tidak kurang dari 15% agar dapat berfungsi dengan baik terhadap sifat workabilitas dan kepadatan adukan. Agregat halus harus bersih dari kotoran organik dengan kandungan lumpur maksimum 5,0%, mempunyai gradasi yang baik, keras, kekal dan stabil. Beberapa standar lainnya yang dapat digunakan sebagai acuan adalah:

 ASTM C-33-93, tentang Specification for concrete aggregate;

 JIS A-1102, tentang Specification for concrete aggregate;

 BS-882-92, tentang Specification for concrete aggregate;

 Dan standar padanan lainnya.

B). Agregat Kasar/Kerikil

Agregat kasar dapat berupa kerikil alami atau pecah dari proses pemecahan batu gunung dengan kehalusan butir lolos saringan 38 (40,0) mm. Kerikil harus memenuhi syarat SNI No. 03-1750-1990 tentang spesifikasi agregat untuk beton, dengan kadar lumpur maksimum 1,0%. Agregat kasar harus mempunyai gradasi yang baik, keras, kekal dan stabil. Beberapa standar lainnya yang dapat digunakan sebagai acuan adalah:

ASTM C-33-93, tentang Specification for concrete aggregate;

JIS A-1102, tentang Specification for concrete aggregate;

BS-882-92, tentang Specification for concrete aggregat;

(11)

commit to user

 Dan standar padanan lainnya.

3. Air

Air yang dimaksud disini adalah air sebagai bahan pembantu dalam konstruksi bangunan yang meliputi kegunaannya untuk pembuatan dan perawatan beton, pemadaman kapur, pembuatan adukan pasangan dan plesteran dan sebagainya. Air harus memenuhi persyaratan SK SNI No. S-04-1989-F yang meliputi:

 Air harus bersih, dengan PH antara 6 – 8,

 Tidak mengandung Lumpur, minyak dan bahan terapung lainnya yang dapat dilihat secara visual,

 Tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gr/lt,

 Tidak mengandung garam yang dapat merusak beton, seperti Cl maks. 500 ppm dan SO4 maks. 1.000 ppm,

 Kuat tekan mortar dari air contoh minimum 90 % dari kuat tekan mortar yang menggunakan air suling,

 Khusus untuk beton pratekan, kadal Cl maksimum 50 ppm.

 Semua jenis air yang meragukan harus diperiksa di laboratorium.

4. Bahan Tambahan

Bahan tambahan untuk beton dapat berupa bahan kimia (chemical admixtures) atau bahan mineral (mineral admixtures) yang dicampurkan kedalam adukan beton untuk memperoleh sifat-sifat khusus dari beton seperti kemudahan

(12)

commit to user

pengerjaan, waktu pengikatan, pengurangan air pencampur, peningkatan keawetan dan sifat lainnya.

A). Bahan Tambahan Kimia (chemical admixtures)

Bahan kimia pembantu dapat diklasifikasikan menjadi 5 jenis, yaitu:

 Jenis A : Untuk mengurangi jumlah air yang dipakai,

 Jenis B : Untuk memperlambat proses pengerasan,

 Jenis C : Untuk mempercepat proses pengerasan,

 Jenis D : Gabungan dari jenis A dan B.

 Jenis E : Gabungan dari jenis A dan C.

Pemakaian bahan kimia pembantu harus hati-hati dan disesuaikan dengan kebutuhan yang cocok, agar tidak mengakibatkan kerusakan terhadap beton.

Beberapa standar yang digunakan sebagai acuan dalam penggunaan bahan tambahan adalah:

ASTM C-494-92, BS.5075-1, JAAS.5.T-401, tentang Specification for chemical admixtures for concrete,

ASTM C- 260-95, BS.5075-2, tentang Specification for air-entraining admixtures for concrete,

BS 5075-3, tentang Specification for super plasticizing admixture

B). Bahan Tambahan Mineral (mineral admixtures)

Bahan tambahan mineral yang telah umum digunakan misalnya Fly ash dan Mikrosilika (Silica Fume). Bahan ini berbentuk bubukan halus (powder) dengan kandungan utamanya adalah silica yang reaktif terhadap kapur sehingga akan menangkap kapur bebas dalam adukan beton dan membentuk permukaan yang

(13)

commit to user

padat, kompak dan kedap air sehingga beton dengan tambahan bahan tersebut akan lebih awet karena susah ditembus oleh bahan perusak beton. Mikrosilika merupakan produk sampingan dari suatu proses industri “Silikon Metal” sebagai hasil pembakaran Quartz (>99% SiO2) dalam tungku listrik, dengan bahan pembantu charcoal berkualitas. Bila ditambahkan dalam adukan beton bubukan tersebut akan tersebar dalam pori-pori beton membentuk struktur dalam beton menjadi padat, kompak sekaligus meningkatkan daya lekat antara pasta semen dengan agregat sehingga porositas beton menjadi kecil.

Reaksi mikrosilika dalam adukan beton dapat diilustrasikan pada Gambar 2.2:

C2S – C3S + H2O CSH – Gel + Ca (OH)2 Semen

SiO2 + Ca (OH2) 3 CaO.2SiO2.3H2O Kalsium-silikat hidrat

Gambar 2.2. Reaksi mikrosilika dalam adukan beton 2.2.2 Geopolimer

Menurut Davidovits, 2002 dalam Rudi, 2011, Geopolimer didefinisikan sebagai nama dari bahan alkali-activated alumino-silicates yang merupakan bahan pengikat hasil dari reaksi pengikatan polimerisasi bahan sumber yang banyak mengandung silika (Si) dan aluminium (Al) dicampur dengan larutan alkali.

Bahan sumber tersebut dapat berupa mineral alam, seperti kaolin dan metakaolin.

Alternatif lain dapat dipakai hasil limbah industri seperti fly ash, slag, abu sekam padi, dan silica fume. Semen Portland biasa (OPC) dapat digantikan seluruhnya oleh geopolimer dalam campuran beton. Semakin besar rasio perbandingan Si/Al,

(14)

commit to user

maka karakter polimer semakin terbentuk kuat. Reaksi pembentukan material geopolimer ditunjukkan dalam persamaan (1) dan (2) pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Reaksi pembentukan material geopolimer

Beton geopolimer yang masih segar memiliki waktu setting 10 jam pada suhu -20 oC dan antara 7–60 menit pada suhu 20 oC, penyusutan selama setting kurang dari 0,05%, dan kehilangan massa dari beton segar menjadi beton keras kurang dari 0,1%. Beton geopolimer yang sudah keras dapat memiliki sifat kuat tekan lebih besar dari 90 Mpa pada umur 28 hari, kuat tarik sebesar 10 – 15 Mpa pada umur 28 hari, dan penyerapan air kurang dari 3%.

1. Bahan Dasar

Menurut Wallah dan Rangan (2006), ada dua jenis bahan pembentuk geopolimer, yaitu bahan dasar dan larutan alkali. Geopolimer dengan bahan dasar alumino-silikat harus kaya akan silikon (Si) dan alumunium (Al). Bahan tersebut dapat berasal dari mineral alam seperti kaolinite, micas, andalousit, spinel, dan bahan lain yang secara empiris memiliki formula mengandung Si, Al, dan oksigen (O) (Davidovits, 1988c dalam Wallah dan Rangan, 2006). Bahan limbah seperti fly ash, silica fume, slag, abu sekam padi, dan lain-lain dapat digunakan sebagai

(15)

commit to user

bahan dasar geopolimer. Bahan dasar beton geopolimer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu abu terbang (fly ash) yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Abu terbang (fly ash) berupa bubuk halus yang merupakan sisa pembakaran batu bara yang dipisahkan dengan aliran gas. Bahan ini mempunyai sifat pozolanik, yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen saat proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat mengikat dengan adanya air. Standar ASTM 618 Standard Specification for Coal Fly ash and Raw or Calcined Natural Pozzolan for Use as a Mineral Admixture in Concrete mencantumkan klasifikasi fly ash seperti dalam Tabel 2.1 dan Tabel 2.2. Beberapa keuntungan atas penggunaan fly ash dalam campuran beton antara lain faktor kehalusan dapat meningkatkan workability, meningkatkan kuat tekan beton, meningkatkan durabilitas beton, dan meningkatkan kepadatan beton. Komposisi fly ash sebagian besar terdiri dari silikat dioksida (SiO2), aluminium (Al2O3), besi (Fe2O3), dan kalsium (CaO) sedangkan magnesium, potasium, sodium, titanium, dan sulfur juga ada tetapi dalam jumlah lebih sedikit. Sebagian besar komposisi kimia dari fly ash tergantung dari tipe batubara.

Tabel 2.1. Klasifikasi fly ash berdasarkan sifat kimia

Class

N F C

Silicon dioxide (SiO2) plus alumunium oxide (Al2O3) plus iron oxide (Fe2O3), min, %

70.0 70.0 50

Sulfur troxide (SO3), max, % 4.0 5.0 5.0

Moisture content, max, % 3.0 3.0 3.0

Loss on ignition, max, % 10.0 6.0^ 6.0

^The use of Class F pozzolan containing up to 12.0% loss on ignition may be approved by the user if either acceptable performance records or laboratory test results are made available

Sumber: ASTM C618

(16)

commit to user

Tabel 2.2. Klasifikasi fly ash berdasarkan sifat fisis

Class

N F C

Fineness:

Amount retained when wet-sieve on 45 µm (No. 325) sieve, max, %A

34 34 34

Strength activity index.B

With portland cement, at 7 days, min, Percent of control 75C 75C 75C With portland cement, at 28 days, min, Percent of control 75C 75C 75C

Water requirement, max, Percent of control 115 105 105

Soundness:D

Autoclave expantion or contraction. Max, % 0,8 0,8 0,8

Uniformity requirements:

The density and fineness of individual samples shall not vary from the average established by the ten preceding tests if the number is less than ten, by more than:

Density, max Variation from average, % 5 5 5

Percent retained on 45 µm (No. 325), max variation, percentage points from average

5 5 5

Acare should to be taken to avoid the retaining of agglomerations of extremely fine material

Bthe strength activity index with portland cement is not to be considered a measure of compressive strength of concrete containing the fly ash or natural pozzolan. The mass of fly ash or natural pozzolan specified for the test to determine the strength activity index with portland cement is not considered to be the proportion recomended for the concrete to be used in th work. T he optimum amount of fly ash or natural pozzoland for any specific project is determined by the required properties o the concrete and other constituents of the concrete and is to be established by testing. Strength activity index with portland cement is a measure of reactivity with a given cement and may vary as to the source of both the fly ash or natural pozzolan and the cement.

Cmeeting the 7 day or 28 day strength activity index will indicate specification compliance

Dif the fly ash or natural pozzolan will constitute more than 20% by weight of the cementious material in the project mix design, the tes specimens for autoclave expantion shall contain that anticipated percentage. Excessive autoclave expantion is highly significant in cases where water to fly ash or natural pozzolan and cement ratios are low, for example, in block or shortcrete mixes.

Sumber: ASTM C618

Gambar 2.4. Difraktogram abu terbang PLTU Suryalaya (Diana, 2011)

(17)

commit to user

Seperti terlihat pada Gambar 2.3, Diana (2011) menyebutkan bahwa abu terbang PLTU Suralaya memiliki fasa amorf dengan quartz dan mullite sebagai mineral utamanya. Hal tersebut terlihat dengan adanya puncak-puncak dengan intensitas tinggi yang berarti masih adanya mineral pada fasa kristalin. Mineral quartz (Q) dengan intensitas tertinggi ditunjukkan pada 2θ=26,66o, puncak dengan 2θ=20,89o; 36,56o; 42,47o; 50,13o; 54,79o; dan puncak-puncak kecil lainnya (PDF 46-1045 dan 05-0490). Sedangkan mineral mullite (M) pada 2θ=16,47o; 30,97o; 33,25o; 35,24o; 40,89o; 53,83o; 57,44o; dan puncak-puncak kecil lainnya (PDF 02- 1160). Mineral Silicon Oxide (SO) pada 2θ=39,36o. Mineral Gibbsite (G) pada 2θ=43,29o.

2. Larutan Alkali Aktivator

Larutan alkali yang paling banyak digunakan dalam proses geopolimerisasi yaitu kombinasi antara sodium hidroksida (NaOH) atau Potassium hidroksida (KOH) dan sodium silikat atau potassium silikat (Hardjito dan Rangan, 2005).

Menurut Palomo, dkk (1999) dalam Hardjito dan Rangan (2005) menyimpulkan bahwa tipe larutan alkali berperan penting dalam proses polimerisasi, reaksi yang tinggi terjadi saat larutan alkali yang mengandung larutan silikat, baik sodium atau potassium silikat, dibandingkan dengan yang hanya menggunakan alkali hidroksida saja.

Sanjaya, dkk (2006) melakukan penelitian mengenai komposisi alkalin aktivator dan fly ash untuk beton geopolimer mutu tinggi. Parameter yang digunakan adalah perbandingan sodium silikat dan sodium hidroksida, konsentrasi

(18)

commit to user

sodium hidroksida, penggunaan superplasticiser, persiapan alkaline aktivator yang digunakan, faktor air-fly ash, kekuatan beton berdasarkan umur, perbandingan fly ash dan pasir, dan pengamatan terhadap pola keruntuhan yang terjadi. Hasilnya menunjukan bahwa perbandingan sodium silikat:sodium hidroksida yang paling efektif adalah 2,5. Konsentrasi sodium hidroksida yang menghasilkan kuat tekan beton tertinggi dalam penelitian ini adalah 8 Molar. Kuat tekan beton geopolymer yang dihasilkan paling optimum dalam penelitian ini adalah 75.77 MPa.

Dany, dkk (2012) meneliti mengenai pengaruh penambahan serbuk gergaji pada pembuatan mortar ringan geopolimer. Bahan-bahan yang digunakan meliputi abu terbang, serbuk gergaji akasia mangium, pasir, agregat ringan, larutan sodium hidroksida (NaOH) 8M dan larutan sodium silicate. Perbandingan semen – pasir dan abu terbang – pasir yaitu 1 : 2 (berdasarkan berat) dengan rasio w/c sebesar 0,25; 0,3 dan 0, 35. Komposisi antara larutan sodium hidroksida dan larutan sodium silicate adalah 1 : 2 (berdasarkan volume). Variasi kadar serbuk gergaji yang dipakai adalah 10%; 20%, 30% dan 40%. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggantian semen Portland dengan abu terbang serta penambahan larutan Natrium hidroksida dan larutan Natrium Silikat ke dalam campuran dapat meningkatkan kuat tekannya sampai 19,7 MPa dibandingkan dengan kuat tekan mortar kontrol sebesar 15,3 MPa. Sedangkan penambahan kadar serbuk gergaji ternyata menurunkan kuat tekan menjadi 8,1 MPa.

(19)

commit to user 3. Serat Polypropylene (PP fiber)

Polypropylene adalah salah satu jenis plastik yang paling banyak digunakan sebagai bahan serat dalam campuran beton dan memiliki tegangan tarik yang tinggi (John S. Scott, 2001 dalam Denny dan Nanang, 2006).

Dalam penelitian ini digunakan serat polypropylene produksi Sika dengan nama dagang Sikafibre®. Jenis serat ini didesain untuk mengurangi terjadinya retak pada beton akibat plastic shrinkage. Berdasarkan petunjuk penggunaan produk, Sikafibre® dapat digunakan sebanyak 0,6 kg untuk 1 m3 adukan beton.

Spesifikasi teknis Sikafibre® dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Spesifikasi teknis Sikafibre®

Colour Natural

Specific Gravity 0,91 g/cm3

Fibre Length 12 mm

Fibre Diameter 18 micron Tensile Strength 300 – 400 MPa Elastic Modulus 6000 – 9000 N/mm2 Water absorption Nil

Softening Point 160 °C Packaging 0,6 kg / bag

Sumber: Technical Data Sheet Edition 3, 2005 Sik aFibre

2.2.3 Sifat Mekanik dan Durabilitas Beton

1. Kuat Tekan Beton

Kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu, yang dihasilkan oleh mesin tekan. Tujuan pengujian ini untuk memperoleh nilai kuat tekan beton dengan benda uji berbentuk silinder yang dibuat dan dimatangkan (curing) di laboratorium maupun di lapangan.

(20)

commit to user

Pemeriksaan kuat tekan beton biasanya pada umur 3 hari, 7 hari, dan 28 hari. Hasil pemeriksaan diambil nilai rerata dari minimum 2 buah benda uji. Pengujian ini dilakukan berdasarkan pada SNI 03-1974-1990 tentang Metode Pengujian Kuat Tekan Beton. Rumus umum untuk menghitung kuat tekan beton yaitu:

Kuat tekan beton = (MPa) ... (2.1)

P = Beban tekan maksimum (N)

A = Luas permukaan bidang tekan benda uji (mm2)

2. Modulus of Rupture (MOR) Beton

Modulus of Rupture merupakan kuat tarik maksimum yang secara teoritis dicapai pada serat bagian bawah dari sebuah balok uji (Neville, 1997 dalam Fatmawati, 2011). Nilai modulus of rupture bergantung pada dimensi dan balok uji dan susunan beban. Untuk memperoleh nilai modulus of rupture digunakan metode third point loading. Benda uji balok beton yang digunakan adalah benda uji dengan ukuran 10 x 10 x 40 cm. Pengujian ini dilakukan berdasarkan SNI 03- 4431-1997, tentang metode pengujian kuat lentur beton normal dengan dua titik pembebanan.

Untuk pengujian dimana patahnya benda uji ada di daerah pusat pada 1/3 jarak titik perletakan pada bagian tarik dari beton maka kuat lentur dihitung dengan rumus:

... (2.2)

(21)

commit to user

Untuk pengujian dimana patahnya benda uji ada di luar pusat (di luar saerah 1/3 jarak titik perletakan) dibagian tarik beton, dan jarak antara titik pusat dan titik patah kurang dari 5% dari panjang titik perletakan, maka kuat lentur beton dihitung dengan rumus:

... (2.3) Dimana:

P = Beban maksimum (N);

L = Jarak (bentang) antara dua garis perletakan (mm);

b = Lebar tampang lintang patah arah horisontal (mm);

h = Lebar tampang lintang patah arah vertikal (mm);

a = Jarak rata-rata antara tampang lintang patah dan tumpuan luar yang terdekat, diukur pada 4 tempat pada sisi tarik dari bentang (mm).

Untuk benda uji yang patahnya di luar 1/3 lebar pusat pada bagian tarik beton dan jarak antara titik pembebanan dan titik patah lebih dari 5% bentang, hasil pengujian tidak dipergunakan.

3. Susut Kering (Drying Shrinkage) Beton

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya penyusutan pada beton. Pengujian ini dilakukan berdasarkan ASTM C 157-03, Standard Test Method for Length Change of Hardened Hydraulic-Cement Mortar and Concrete.

Benda uji berupa balok beton dengan ukuran 7,5x7,5x28,5 cm3. Pengujian ini menggunakan alat Demountable Mechanical Strain Gauge seperti terlihat pada Gambar 2.5.

(22)

commit to user

Gambar 2.5. Demountable Mechanical Strain Gauge

4. Pengujian Porositas Beton

Pengujian porositas beton dilakukan berdasarkan standar ASTM C 642-97 tentang standard test method for density, absorption, and voids in hardened concrete. Pengujian porositas dilakukan pada benda uji berbentuk kubus beton dengan ukuran 5x5x5 cm.

5. Pengujian X-Ray Difraction (XRD)

Pengujian XRD dilakukan untuk mengetahui karakterisasi mineral suatu bahan dengan analisis fasa dan kandungan mineral dilakukan pada serbuk benda uji dengan kehalusan butir lolos saringan no. 100. Hasil analisis berupa intensitas dan sudut difraksi (2θ), lalu dikarakterisasi jenis mineralnya dengan cara mencocokkan sudut difraksi dengan pola difraktogram standar pada database Software Expert Graphic and Identify dengan metode Search and Match.

6. Pengujian Mikrostruktur dengan SEM

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui mikrostruktur benda uji dengan menggunakan alat Scanning Electron Microscopy (SEM), dimana bentuk dan

(23)

commit to user

ukuran partikel penyusun secara mikroskopik dari beton dapat diidentifikasikan berdasarkan micrograph data (Maidayani, 2009).

2.3. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka terhdap penelitian terdahulu dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Dengan penambahan PP fiber dalam campuan beton geopolimer dapat meningkatkan sifat mekanis (kuat tekan dan MOR dan meningkatkan durabilitas (menurunkan porositas dan drying shinkage) beton geopolimer.

2. Penggantian 10% fly ash dengan semen PCC pada campuran beton geopolimer memiliki sifat mekanis (kuat tekan dan MOR) lebih baik dengan penggantian 10% fly ash dengan semen OPC yang telah dilakukan oleh Vijay, 2012.

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan Syukur dengan menyebut nama Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “PENGARUH

Secara umum pengorganisasian adalah memutuskan cara terbaik untuk kegiatan dan sumber daya organisasi jadi, pengorganisasian berkaitan dengan cara- cara terbaik guna

Perbedaan nyata baru terlihat se- telah 16 MSPT, dimana perlakuan P yaitu pemakaian media tanam campuran serat sabut kelapa dengan arang kayu dan pemberian konsentrasi pupuk Gaviota

Dokumen Rencana Operasional Politeknik Kesehatan Kemenkes Ternate Tahun 2014-2018 merupakan penjabaran dari Rencana Stretegis Politeknik Kesehatan Kemenkes Ternate

Bersama ini kami sampaikan jadwal assessment bagi para Peserta yang telah lulus administrasi Seleksi Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Badan Ekonomi Kreatif Tahun

Analisis sensistivitas bertujuan untuk mengetahui kelayakan investasi jika terjadi perubahan pada variabel investasinya. Analisis sensitivitas dilakukan pada tiga

Sehubungan dengan belum adanya peserta sayembara yang mendaftar pada Sekretariat ULP Kabupaten Flores Timur maupun melalui email Pokja III ULP Kabupaten Flores

Persepsi mutasi keluar jawa yang dilaksanakan dalam penelitian ini memang mempengaruhi motivasi kerja prajuritn namun hasilnya menurut peneliti masih kurang