• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Angkutan Umum

a. Pengertian Angkutan Umum

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaran Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa, angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ketempat lain dengan menggunakan kendaraan diruang lalu lintas jalan.

Angkutan adalah sarana untuk memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau berbagai tempat yang dikehendaki, atau mengirimkan barang dari tempat asal ketempat tujuan. Proses tersebut dapat dilakukan menggunakan sarana angkutan berupa kendaraan atau tanpa kendaraan (diangkut oleh orang).

Angkutan Umum adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Termasuk dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus, dsb), kereta api, angkutan air dan angkutan udara (Warpani, 1990: 9).

Angkutan umum merupakan salah satu media transportasi yang digunakan masyarakat secara bersama-sama dengan membayar tarif. Angkutan umum merupakan lawan kata dari kendaraan pribadi. Sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat, banyak orang yang mampu membeli kendaraan pribadi. Banyak alasan untuk memiliki kendaraan pribadi, antara lain karena masalah privasi dan kenyamanan. Namun dibalik kebaikannya, kepemilikan kendaraan pribadi terlalu banyak juga menimbulkan banyak masalah.

(2)

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum, ada beberapa kriteria yang berkenaan dengan angkutan umum. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran baik langsung maupun tidak langsung. Trayek adalah lintasan kendaraan untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak terjadwal.

Tujuan utama keberadaan angkutan umum penumpang adalah menyelenggarakan pelayanan angkutan yang baik dan layak bagi msyarakat.

Ukuran pelayanan yang baik adalah pelayanan yang aman, cepat, murah dan lapangan kerja. Ditinjau dengan kacamata perlalu-lintasan, keberadaan angkutan umum penumpang mengandung arti pengurangan tingkat lalu lintas kendaraan pribadi, hal ini dimungkinkan karena angkutan umum penumpang bersifat angkutan massal sehingga biaya angkut dapat dibebankan kepada lebih banyak orang atau penumpang. Banyaknya penumpang menyebabkan biaya penumpang dapat ditekan serendah mungkin (Warpani, 1990: 23).

b. Jenis-jenis Angkutan Umum

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan bahwa pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum terdiri dari:

a) Angkutan antar kota yang merupakan pemindahan orang dari suatu kota ke kota lain;

b) Angkutan kota yang merupakan pemindahan orang dari suatu kota ke kota lain;

c) Angkutan perdesaan yang merupakan pemindahan orang dalam dan/atau antar wilayah perdesaan;

(3)

d) Angkutan lintas batas negara yang merupakan angkutan orang yang melalui lintas batas negara lain.

c. Peranan Angkutan Umum Penumpang

Angkutan Umum berperan dalam memenuhi kebutuhan manusia akan pergerakan ataupun mobilitas yang semakin meningkat, untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat lain yang berjarak dekat, menengah ataupun jauh.

Angkutan umum juga berperan dalam pengendalian lalu lintas, penghematan bahan bakar atau energi, dan juga perencanaan dan pengembangan wilayah (Warpani, 1990: 39).

Esensi dari operasional angkutan umum adalah memberikan layanan angkutan yang baik dan layak bagi masyarakat dalam menjalankan kegiatannya, baik untuk masyarakat yang mampu memiliki kendaraan pribadi sekalipun (Choice), dan terutama bagi masyarakat yang terpaksa harus menggunakan angkutan umum (Captive). Ukuran pelayanan angkutan umum yang baik adalah pelayanan yang aman, cepat, murah, dan nyaman (Warpani, 1990: 41).

Pola dalam pengembangan kota, perubahan gaya hidup dan pertumbuhan kepemilikan kendaraan pribadi dapat mengurangi sumbangan angkutan umum bagi mobilitas suatu kota, namun bus dan kereta rel masih memainkan peran yang amat penting dalam kehidupan kota maupun hubungan antar kota. Untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi, orang memerlukan angkutan untuk mencapai tempat kerja, untuk berbelanja, untuk berwisata dan lain sebagainya.

Peranan angkutan umum penumpang amat dirasakan manfaatnya, hal ini disebabkan oleh meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang tidak mungkin diikuti terus menerus dengan pembangunan jaringan jalan, oleh sebab itu hal tersebut mendorong banyak kota menggalahkan penggunaan angkuatan umum penumpang.

(4)

2. Tinjauan Umum tentang Transportasi a. Pengertian Transportasi

Pengertian transportasi diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Sehingga dengan kegiatan tersebut maka terdapat tiga hal yaitu adanya muatan yang diangkut, tersedianya kendaraan sebagai alat angkut, dan terdapatnya jalan yang dapat dilalui (Nasuiton, 1996:

50).

Proses pemindahan dari gerakan tempat asal, dimana kegiatan pengangkutan dimulai dan ke tempat tujuan dimana kegiatan diakhiri. Untuk itu dengan adanya pemindahan tersebut, maka transportasi merupakan salah satu sektor yang dapat menunjang kegiatan ekonomi (the promoting sector) dan pemberi jasa (the servicing sector) bagi perkembangan ekonomi (http://lontar.ui.ac.id/file?file=digi-tal/132635-T%2027840-Analisis%20faktor Tinjauan%20literatur.pdf. diakses pada tanggal 15 Desember 2017, pukul 18.53).

Kegiatan ekonomi dan transportasi memiliki keterkaitan yang sangat erat, dimana keduanya dapat saling mempengaruhi. Pertumbuhan ekonomi memiliki keterkaitan dengan transportasi, karena akibat pertumbuhan ekonomi maka mobilitas seseorang meningkat dan kebutuhan pergerakannya pun menjadi meningkat melebihi kapasitas prasarana transportasi yang tersedia.

Pentingnya peran sektor transportasi bagi kegiatan ekonomi mengharuskan adanya sebuah sistem transportasi yang handal, efisien, dan efektif. Transportasi yang efektif memiliki arti bahwa sistem transportasi yang memenuhi kapasitas yang angkut, terpadu atau terintegrasi dengan antar moda transportasi, tertib, teratur, lancar, cepat, tepat, selamat, aman, nyaman dan biaya terjangkau secara ekonomi. Sedangkan efisien dalam arti beban publik sebagai pengguna jasa transportasi menjadi rendah dan memiliki utilitas yang tinggi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa transportasi dan perekonomian memiliki keterkaitan yang erat.

(5)

b. Klasifikasi Transportasi Publik

Klasifikasi transportasi dapat ditinjau dari empat unsur transportasi, yaitu jalan, alat angkut, tenaga penggerak, dan terminal. Sebelum mengklasifikasikan menurut cara dengan unsur-unsur ini, terlebih dahulu dijelaskan pengertian masing-masing unsur transportasi tersebut:

a) Jalan

Jalan merupakan suatu kebutuhan yang paling esensial dalam transportasi. Tanpa adanya jalan tidak mungkin disediakan jasa transportasi bagi penggunanya. Jalan ditujukan dan disediakan sebagai basis bagi alat angkutan untuk bergerak dari tempat asal ke tempat tujuan. Unsur jalan dapat berupa jalan raya, jalan kereta api, jalan air dan jalan udara.

b) Alat angkutan

Kendaraan dan alat angkutan pada umumnya merupakan unsur transportasi yang paling penting. Perkembangan dan kemajuan jalan dan alat angkutan merupakan dua unsur yang saling memerlukan atau saling berkaitan dengan yang lain. Alat angkutan ini dapat dibagi dalam jenis- jenis alat angkutan jalan darat, alat angkutan jalan air dan alat angkutan jalan udara. Alat angkutan jalan darat berupa gerobak, pedati, sepeda, sepeda motor, mobil, bus, truk, kereta api dan lain-lain.

c) Tenaga Penggerak

Tenaga penggerak adalah tenaga atau energi yang digunakan untuk menggerakkan alat angkutan tersebut. Untuk keperluan ini dapat digunakan tenaga manusia, tenaga binatang, tenaga uap, batubara, BBM, tenaga diesel, tenaga listrik.

d) Terminal

Terminal adalah tempat dimana suatu perjalanan transportasi dimulai maupun berhenti atau berakhir sebai tempat tujuannya. Karena itu di terminal disediakan fasilitas pelayanan penumpang, bongkar muat dan

(6)

penyimpanan barang. Terlebih lagi untuk terminal yang dibuat seperti stasiun kereta api, stasiun bus, bandara udara, dan pelabuhan (Al Rasyid Harun, 2001: 13).

Sehubungan dengan keempat unsur transportasi tersebut, maka transportasi dapat diklasifikasikan dari sudut jalan atau permukaan jalan yang digunakan, alat angkutan yang dipakai dan tenaga penggerak yang digunakan. Klasifikasi transportasi ini adalah sebagaimana dikemukakan berikut ini :

a) Transportasi Darat. Transportasi darat terdiri atas 2, yaitu : (1) Transportasi Jalan Raya

Transportasi jalan raya ini meliputi transportasi yang menggunakan alat angkutan berupa manusia, binatang, pedati sepeda, sepeda motor, becak, bus, truk, dan kendaraan bermotor lainnya.

(2) Transportasi Jalan Rel

Transportasi jalan rel ini digunakan alat angkutan berupa kereta api, yang terdiri atas lokomotif, gerbong, tangki, boks khusus, trailer dan kereta penumpang. Jalan yang digunakan berupa rel baja, baik dua rel maupun mono rel.

b) Tranportasi Melalui Air

Tranportasi melalui air dapat dibagi antara lain :

(1) Transportasi air pedalaman adalah yang menggunakan alat angkutan berupa sampan, kano, motor boat dan kapal.

(2) Transportasi Laut adalah yang menggunakan alat angkutan perahu, kapal uap, kapal mesin.

(3) Transportasi Udara merupakan alat angkutan mutakhir dan tercepat.

Transportasi udara ini menggunakan pesawat udara sebagai alat angkutan dan udara atau angkasa sebagai jalannya. Yang dilengkapi dengan navigasi dan alat telekomunikasi.

(7)

c. Klasifikasi Transportasi Daring / Online

Transportasi online adalah suatu penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berjalan dengan mengikuti serta memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan berbasis aplikasi dan online baik untuk pemesanan maupun pembayaran. Beberapa contoh sarana transportasi online di Indonesia yaitu :

a) Go-Jek

Prinsip dari aplikasi Go-Jek bekerja dengan mempertemukan permintaan angkutan ojek dari penumpang dengan jasa tukang ojek yang beroperasi di sekitar wilayah penumpang tersebut. Cukup dengan mengunduh aplikasinya dari Google Play Store, maka kita bisa memesan jasa layanan tersebut. Tarif angkutannya disesuaikan dengan jarak tempuh yang akan dicapai. Selain jasa angkutan penumpang, ada juga layanan antar barang dan belanja.

b) Grabbike

Hampir mirip dengan Go-Jek, hanya saja layanan Grabbike belum memiliki layanan antar barang atau belanja. Saat ini, Grabbike telah beroperasi di 3 kota di kawasan Asia Tenggara yang mengalami persoalan kemacetan, seperti Ho Chi Min City dan Hanoi di Vietnam, serta di Jakarta.

c) Grabtaxi

Grabtaxi merupakan aplikasi pemesanan taksi dengan induk perusahaan dari Malaysia. Dengan aplikasi ini, masyarakat bisa memesan taksi untuk keperluan antar jemput dengan tarif standar yang ditetapkan sesuai argo. Layanan antar jemput bisa lebih cepat karena pemesanan dilakukan melalui aplikasi yang sudah diunduh di smartphone.

d) Uber

Uber adalah perusahaan jaringan transportasi dari Amerika yang menggunakan aplikasi di smartphone untuk pemesanan mobil. Bedanya, armada mobil yang digunakan bukan transportasi publik plat kuning,

(8)

melainkan mobil pribadi bernomor polisi hitam dengan logo khusus Uber.

Jika menggunakan jasa ini tidak bisa membayar tunai, tapi secara online atau kartu kredit. Tarif yang ditetapkan adalah Rp30.000,- (tiga puluh ribu rupiah) sebagai tarif minimal dan selanjutnya dikenakan tarif perjalanan berdasar waktu dan jarak yang ditempuh. Jenis mobil yang digunakan adalah Toyota Innova, Alphard dan Hyundai Sonata.

3. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Keselamatan Kerja a. Pengertian Tenaga Kerja

Perlindungan kerja bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Untuk ini pengusaha wajib melaksanakan ketentuan perlindungan tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Lingkup perlindungan terhadap pekerja atau buruh menurut Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003, meliputi :

a) Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja atau buruh untuk berunding dengan pengusaha;

b) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja;

c) Perlindungan khusus bagi pekerja atau buruh perempuan, anak, dan penyandang cacat; dan

d) Perlindungan tentang upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja.

Secara yuridis dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yaitu memberikan perlindungan bahwa setiap tenaga kerja berhak dan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat.

Sedangkan dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, mewajibkan para pengusaha untuk memberikan hak dan kewajiban pekerja atau

(9)

buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik.

Menurut Soepomo bahwa perlindungan tenaga kerja menjadi dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :

a) Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerja diluar kehendaknya;

b) Perlindungan sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi;

c) Perlindungan teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja (Soepomo, 2003: 61).

b. Keselamatan Kerja

Perkembangan industrialisasi, mekanisme, dan modernisasi, maka dalam kebanyakan hak berlangsung pulalah peningkatan intesitas kerja operasional dan tempat kerja para pekerja. Hal ini memerlukan pengerahan tenaga kerja secara intensif pula dari para pekerja. Kelelahan, kurang perhatian akan hal-hal ini, kehilangan keseimbangan dan lain-lain merupakan akibat dari padanya dan sebab terjadinya kecelakaan maka perlu dipahami perlu adanya pengetahuan keselamatan kerja yang tepat, selanjutnya dengan peraturan yang maju akan dicapai keamanan yang baik dan realistis yang merupakan faktor yang sangat penting dalam memberikan rasa tentram, kegiatan dan kegairahan bekerja pada tenaga kerja yang bersangkutan dalam hal ini dapat mempertinggi mutu pekerjaan, peningkatan produksi dan produktivitas kerja.

Menurut Thanwadee Chinda pengertian occupatiobal safety, yaitu:

“Behavioral safety is a process that creates a safety partnership between management and the workforce by continually focusing everyone’s attention and actions on their own, and that of others, safety behavior. It typically involves creating a systematic, ongoing process that clearly

(10)

defines a finite set of behaviors that reduce the risk of injury within an organization, collects data on the frequency and consistency of those behaviors, and then ensures feedback and reinforcement to ensure support of those behaviors (Thanwadee Chinda, 2014, 213-225).”

Yang diterjemahkan secara bebas:

“Perilaku keamanan adalah proses yang menciptakan sebuah keselamatan kemitraan antara manajemen dan tenaga kerja dengan terus memfokuskan semua perhatian dari orang lain dan tindakan mereka sendiri serta perilaku yang aman. Ini biasanya melibatkan pembuatan proses yang sistematis dan berkelanjutan yang jelas mendefinisikan suatu perilaku yang mengurangi risiko cedera dalam suatu organisasi dan kemudian memastikan adanya timbal balik dan penguatan untuk memastikan dukungan dari perilaku yang aman tersebut” (Thanwadee Chinda, 2014, 213-225).

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Obyek keselamatan kerja adalah segala tempat kerja, baik didarat, didalam tanah, dipermukaan air, didalam air maupun di udara.

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, dijelaskan tentang adanya 3 (tiga) unsur :

a) Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi sesuatu usaha;

b) Adanya tenaga kerja yang bekerja disana;

c) Adanya bahaya kerja ditempat itu.

Menurut Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:

a) keselamatan dan kesehatan kerja;

(11)

b) moral dan kesusilaan; dan

c) perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama (Lalu Husni, 2009: 64).

Penyelenggara program jaminan sosial dan asuransi sosial tenaga kerja merupakan pelaksanaan sebagian dari tugas pokok pemerintah dibidang ketenagakerjaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, khususnya Pasal 10 dan Pasal 15 (Sendjun H. Manulang, 1995: 129).

Jaminan sosial tenaga kerja ialah jaminan yang menjadi hak tenaga kerja berbentuk tunjangan berupa uang, pelayanan dan pengobatan yang merupakan pengganti penghasilan yang hilang atau berkurang sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, meninggal dunia, dan menganggur (Sendjun H. Manulang, 1995: 131).

4. Tinjauan Umum Tentang Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda tau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya (Tarwaka, 2012: 20).

Setiap proses produksi, peralatan atau mesin dan tempat kerja yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk, selalu mengandung potensi bahaya tertentu yang bila tidak mendapatkan perhatian secara khusus akan dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Potensi bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja dapat berasal dari berbagai kegiatan aktivitas dalam pelaksanaan operasi atau juga berasal dari luar proses kerja. Identifikasi potensi bahaya di tempat kerja yang beresiko menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah tersebut dibawah ini (Tarwaka, 2012: 32-33) :

(12)

1) Kegagalan komponen, antara lain berasal dari:

a) Rancangan komponen pabrik termasuk peralatan atau mesin dan tugas-tugas yang tidak sesuai dengan kebutuhan pemakai;

b) Kegagalan yang bersifat mekanis;

c) Kegagalan sistem pengendalian;

d) Kegagalan sistem pengaman yang disediakan;

e) Kegagalan operasional peralatan kerja yang digunakan; dll.

2) Kondisi yang menyimpang dari suatu perkerjan, yang dapat terjadi akibat:

a) Kegagalan pengawasan atau monitoring;

b) Kegagalan manual suplai dari bahan baku;

c) Kegagalan pemakaian dari bahan baku;

d) Kegagalan dalam prosedur shut-down dan start-up;

e) Terjadinya pembentukan bahan atara, bahan sisa dan sampah yang berbahaya; dll.

3) Kesalahan manusia dan organisasi, seperti:

a) Kesalahan operator atau manusia;

b) Kesalahan system pengaman;

c) Kesalahan dalam menyampur barang produksi berbahaya;

d) Kesalahan komunikasi;

e) Kesalahan atau kekurangan dalam upaya perbaikan dan perawatan alat;

f) Melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak sah atau tidak sesuai prosedur kerja aman; dll.

4) Pengaruh kecelakaan dari luar, yaitu terjadinya kecelakaan dalam suatu industry akibat kecelakaan lain yang terjadi di luar pabrik, seperti:

a) Kecelakaan pada waktu pengangkutan produk;

b) Kecelakaan pada stasiun pengisian bahan;

c) Kecelakaan pada pabrik disekitarnya; dll.

(13)

5) Kecelakaan akibat adanya sabotase, yang bisa dilakukan orang lain ataupun dari dalam pabrik, biasanya hal ini sulit untuk diatasi atau dicegah namun faktor ini frekuensinya sangat kecil dibandingkan dengan faktor penyebab lainnya.

Sedangkan dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dijelaskan bahwa kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan atau wajar dilalui.

5. Tinjauan Umum tentang Tanggung Jawab Hukum

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab adalah kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan. Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya (Andi Hamzah, 2005: 22).

Menurut hukum tanggung jawab adalah suatu akibat atas konsekuensi kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu perbuatan (Soekidjo Notoatmojo, 2010: 18).

Menurut Titik Triwulan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggungjawabannya (Titik Triwulan, 2010: 48).

Menurut Howard Zehr, pengertian Responsibility, yaitu:

“Respectful relationships imply a responsibility for our actions and for each other. This goes beyond passive responsibility, as when we accept a judgment that we have done something wrong. Rather, it calls for what John Braithwaite and others have called “active” responsibility to put things right, an approach to justice as promoting a better future. Thus the three R’s

(14)

– respect, responsibility, relationship - are intertwined,( Howard Zehr, 2017:4).

Yang diterjemahkan secara bebas:

“Hubungan yang saling menghargai menyiratkan tanggung jawab atas tindakan kita dan satu sama lain. Tanggung jawab pasif, seperti ketika kita menerima penilaian bahwa kita telah melakukan sesuatu yang salah.

Sebaliknya, itu menyerukan apa yang disebut tanggung jawab "aktif" untuk meletakkan segala sesuatunya benar, suatu pendekatan terhadap keadilan sebagai sarana untuk mempromosikan masa depan yang lebih baik dengan rasa hormat, tanggung jawab, hubungan baik yang telah terjalin, ( Howard Zehr, 2017:4).

Menurut hukum perdata dasar pertanggungjawaban dibagi menjadi dua macam, yaitu kesalahan dan risiko. Dengan demikian dikenal dengan pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (lilability without based on fault) dan pertanggungjawaban tanpa kesalahan yang dikenal (lilability without fault) yang dikenal dengan tanggung jawab risiko atau tanggung jawab mutlak (strick liabiliy) (Titik Triwulan, 2010: 49).

Prinsip dasar pertanggung jawaban atas dasar kesalahan mengandung arti bahwa seseorang harus bertanggung jawab karena ia melakukan kesalahan karena merugikan orang lain. Sebaliknya prinsip tanggung jawab risiko adalah bahwa konsumen penggugat tidak diwajibkan lagi melainkan produsen tergugat langsung bertanggung jawab sebagai risiko usahanya.

6. Tinjauan Umum tentang Ragam Teori Keadilan 1) Teori Utilitarianisme

Utilitarianisme lahir sebagai bentuk filsafat moral dan politik yang matang dibidangi oleh Jeremy Bentham (1748-1832). Paham ini hadir untuk

(15)

mengkritisi tradisi hukum kodrat (natural law) yang berkibar di Inggris Raya pada saat itu (Ian Shapiro, 2006: 14-15). Natural law merupakan sistem hukum yang merujuk pada aturan yang dianggap berasal dari Tuhan dan hal- hal metafisika lainnya yang menurut Bentham, produk-produk hukumnya bertentangan dengan kebutuhan empiris manusia.

Menurut Bentham, manusia pada dasarnya dipimpin oleh dua penguasa yang berdaulat kesenangan (pleasure) dan penderitaan (pain) (Jeremy Bentham, 2000: 14). Manusia selalu menghindari penderitaan dan terus mengejar kesenangan. Itulah kebutuhan empiris manusia. Moralitas dan hukum harus disandarkan pada kenyataan itu. Oleh sebab itu moral dan produk hukum harus memiliki tujuan memaksimalkan kesenangan dan kebahagiaan manusia secara luas. Filsafat moral dan politik utilitarianisme tidak bersandar pada keberadaan tuhan, roh-roh dan hal-hal metafisis lainnya.

Kebutuhan manusialah yang menjadi pusat pertimbangan pembentukan hukum dan moralitas.

2) Teori Libertarianisme

Teori hak libertarian dirumuskan secara memikat oleh Nozick dalam Anarchy, State, and Utopia (1974). Setelah mengkritisi pandangan kaum anarkis yang menolak eksistensi Negara (Robert Nozick, 1974: 18). Nozick menguraikan secara panjang lebar pandangannya tentang hak-hak individu sebagai basis bagi keadilan (Robert Nozick, 1974: 133). Menurut Nozick, keadilan mengandaikan adanya hak. Mustahil membayangkan keadilan tanpa hak. Adil bersesuaian dengan hak-hak yang terdapat pada setiap orang.

Nozick mengritik pendekatan normatif yang berorientasi pada tujuan (goals) dan menawarkan pendekatan normatif berbasis kekangan (constraints).

Menurut Nozick, hak bukanlah tujuan yang harus direalisasikan oleh suatu tatanan sosial, tetapi aksioma dari tatanan sosial yang bersifat aktif dan mengekang berbagai bentuk tindakan yang hendak melanggarnya (Robert Nozick, 1974: 28-30).

(16)

3) Teori Liberalisme

Karya pertama Rawls yang berjudul A Theory of Justice dianggap telah menjadi solusi bagi ketegangan-ketegangan di antara kebebasan dan kesetaraan di negara yang menganut paham Liberal saat itu. Sedangkan pada karyanya yang kedua yaitu Political Liberalisme, John Rawls menekankan pada konsepsi teori keadilan hendaknya dapat dipahami sebagai sebuah konsepsi politik yang diakarkan secara mendalam pada budaya masyarakat liberal, yaitu budaya yang melihat dokrin-dokrin komprehensif sebagai ancaman baik terhadap kedamaian sosial maupun kebebasan individual (Joseph Losco, Leonard William, 2005: 992 ).

Gagasan atau pemikiran Rawls mengenai teori tentang keadilan dan politik liberal, menegaskan kembali kepada konsep kehidupan masyarakat yang terdapat nilai-nilai kebebasan dan kesetaraan yang di dapat melalui cara cara yang adil. Kehidupan masyarakat yang ideal dalam demokrasi liberal adalah masyarakat yang dijamin kebebasan individualnya, kesetaraanya dalam hak politik, dan keadilannya yang sama dimata hukum, yang kemudian juga didistribusikan secara merata kepada seluruh masyarakat, guna mencapai suatu standar kehidupan yang baik. Keadilan sebagai fairness menjelaskan posisi asli kesetaraan menyesuaikan diri dengan keadaan alami dalam teori kontrak sosial tradisional. Selain itu ciri dari keadilan sebagai fairness juga memikirkan pihak-pihak dalam situasi awal sebagai rasional dan sama-sama tidak mementingkan diri sendiri (Joseph Losco, Leonard William, 2005:

1001-1003).

4) Teori Komunatarian

Komunitarianisme adalah nama yang diberikan pada sebentuk gaya berpikir yang menolak paham universalisme teori moral kantian, seperti yang dikembangkan oleh Rawls, Habermas, Ronald Dworkin, ataupun Karl-Otto Apel. Para pemikir komunitarian tersebut menentang pretensi universal dari pemikiran-pemikiran tersebut, dan mereka pun mengorientasikan dirinya pada

(17)

filsafat yang dikembangkan oleh Aristoteles. Bisa dikatakan bahwa semua pemikir komunitarian adalah neo-Aristotelian, tapi tidak semua pemikir neo- Aristotelian adalah komunitarian (Seyla Benhabib, 1989: 322-333).

Secara garis besar, seperti sudah disinggung diatas, komunitarian adalah para pemikir beraliran neo-aristotelian yang menolak pandangan universalisme deontologis Kantian. Aliran pemikiran ini dikaitkan langsung dengan nama-nama seperti Alasdair MacIntyre, Michael J. Sandel, Michael Walzer, Bernard Williams, dan Charles Taylor. Para pemikir komunitarian ini sepakat bahwa pemikiran khas pencerahan yang formalistik, individualistis, dan ahistoris itu telah membawa krisis nilai dalam komunitas-komunitas politis yang ada (Bur Rasuanto, 2005: 101).

Secara historis, nama komunitarian lahir dan menjadi populer setelah terbit buku A Theory of Justice karya John Rawls, yang kemudian memicu adanya debat liberalisme-komunitarianisme. Banyak ahli yang beranggapan bahwa penamaan semacam itu adalah salah kaprah. Salah satu ahli yang menolak penamaan tersebut adalah Charles Taylor. Dia mendesak agar polarisasi semacam itu harus segera dihentikkan. Karena, polarisasi semacam itu telah memberikan kesan seakan-akan hanya ada satu isu disini, yakni bahwa posisi seseorang atas sesuatu hal menentukan pendapatnya secara keseluruhan (Charles Taylor, 1991: 163).

5) Teori Amartya Sen

Berbicara tentang keadilan harus dilakukan bukan dengan tujuan untuk mendapatkan konsep yang abstrak tentang apa itu masyarakat yang adil, melainkan dengan tujuan untuk menyingkirkan atau paling sedikit mengurangi ketidak adilan. Amartya Sen memberikan satu pendekatan baru yang lebih praktis, dengan memperhatikan keadilan yang dipraktikkan daripada teori- teori tentang keadilan yang condong bermuara pada institusionalisme. Dia menulis dalam bukunya The Idea of Justice bahwa keadilan akhirnya terkait

(18)

dengan cara orang menjalani kehidupan, bukan hanya dengan dunia institusi yang melingkupi mereka (Amartya Sen dalam buku karya Benyamin, 2011: 1) Melihat pendekatan terhadap keadilan yang lebih bersifat teoritis Amartya Sen melakukan pendekatan baru. Konsep Amartya Sen tentang keadilan dalam bukunya The Idea of Justice telah menjadi satu pendekatan yang menarik. Selain tindakan yang dilakukan tanpa tujuan jelas hanya akan berakhir pada satu konsep yang bagus tetapi tidak bermanfaat untuk memperbaiki nasib manusia. Maka Sen mengajak untuk kembali melihat keadilan tanpa melepaskan diri dari tujuan, yakni tidak sekadar menemukan apa itu keadilan, melainkan membuatnya menjadi sesuatu yang terwujud dan bermanfaat untuk kepentingan masyarakat manusia.

Dinyatakan dengan jelas bahwa “Apa yang disajikan di sini adalah teori tentang keadilan dalam pengertian yang luas. Tujuannya adalah untuk mengklarifikasi bagaimana kita dapat terus maju dan mengajukan pertanyaan tentang meningkatkan keadilan dan menggusur ketidakadilan, dan bukannya menawarkan resolusi atas pertanyaan menyangkut sifat dan keadilan yang paripurna” (Amartya Sen, 2009: 2).

Amartya Sen tidak mendekati keadilan dari berbagai teori melainkan berhadapan dengan praktik. Itu berarti akan berhadapan dengan berbagai praktik keadilan yang tentu saja sangat beragam.

(19)

B. Kerangka Pemikiran

1. Skema Kerangka Pemikiran Premis Mayor

a. Teori Keadilan

b. Peraturan Perundang-undangan 1) Undang-undang Dasar 1945

2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

4) Undang-Undang Nomr 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

5) Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2017 Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek

6) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum.

7) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja Dan Jaminan Kematian

Gambar 1.1 Skema Kerangka Pemikiran Fakta Hukum

 Hubungan hukum antara PT.

GO-JEK dengan pengemudi GO-JEK

Premis minor

 Hubungan hukum yang ada pada PT. GO-JEK dengan pengemudi GO-JEK

Simpulan

 Preskripsi hubungan hukum antara PT. GO-JEK dengan pengemudi GO-JEK

(20)

2. Penjelasan Kerangka Pemikiran

Angkutan Umum berperan dalam memenuhi kebutuhan manusia dalam pergerakan ataupun mobilitas yang semakin meningkat, sebagai alat berpindah dari suatu tempat ke tempat lain yang berjarak dekat, menengah ataupun jauh.

Angkutan umum juga berperan dalam pengendalian Lalu Lintas, penghematan bahan bakar atau energi, dan juga perencanaan dan pengembangan wilayah.

Transportasi online adalah suatu penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berjalan dengan mengikuti serta memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan (teknologi) berbasis aplikasi dan online baik untuk pemesanan maupun pembayaran. Namun penulis disini mengambil GO-JEK sebagai bahan penelitian.

Transportasi di Indonesia diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenahi Tenaga Kerja, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Undang- undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2017 Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum.

Peraturan perundang-undangan tersebut merupakan landasan dalam pelaksanaan transportasi di Indonesia.

Hubungan hukum antara PT. GO-JEK dengan pengemudi GO-JEK tergantung dari peraturan perusahaan PT GO-JEK itu sendiri apakah sudah atau belum adanya aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara keduanya. Dengan demikian, penulis ingin mengkaji dan menganalisis mengenai bagaimana hubungan hukum antara PT GO-JEK dengan pengemudi GO-JEK.

Referensi

Dokumen terkait

Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse). 3) PSP

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang

a) Menyusun program kegiatan seksi kesejahteraan sosial sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. b) Menjabarkan perintah atasan melalui pengkajian permasalahan

sahamnya yang diatur dalam anggaran dasar PT sesuai dengan ketentuan. peraturan

Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri (Kementerian Kesehatan RI,

Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-Undang

Peraturan Perundang-Undangan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok- Pokok Agraria Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 5

Peraturan Perundang-undangan: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria Undang-Undang