• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Karya sastra adalah ciptaan yang disampaikan oleh penulis secara komunikatif sehingga memiliki intensi untuk mengarah kepada sebuah estetika yang menggunakan bahasa menjadi media dengan suatu harmonisasi, seperti halnya penyusunan bahasa yang anggun dan menarik serta bagaimana cara untuk mengekspresikan nilai-nilai kebajikan yang tertulis didalamnya. Karya sastra juga memiliki definisi suatu kreativitas yang mendominasi apabila dilihat dari segi keindahan karena menempatkan beragam ihwal perihal kehidupan manusia, karya sastra pun dipandang sebagai hasil budaya yang memiliki keistimewaan dan keunikan sehingga mampu bertahan sepanjang abad. Keelokan karya sastra dianggap peran salah satu ciri-cirinya lantaran memuat banyak ilmu pengetahuan yakni nasihat, pedoman, suri tauladan, dan ajaran-ajaran budi pekerti (Ratna, 2014: 173).

Karya sastra berpotensi memiliki beraneka ragam genre yang berbeda seperti narasi, sebuah karya prosa, novel, maupun cerita pendek, selain itu karya sastra juga tersedia berbentuk tulisan misalnya buku, media cetak yang berisi cerita tanpa adanya transisi, dan berbentuk lisan misalnya mitos, legenda, maupun dongeng yang ceritanya dituturkan dari mulut ke mulut, diwariskan dari generasi ke genarasi mendatang, kemudian sering terjadi peralihan dari waktu ke waktu.

Kesusastraan lazimnya dibagi berdasarkan bahasa dan wilayah geografis, oleh karena itu yang tergolong pada bagian sastra adalah novel, cerita rakyat (tulis atau lisan), syair, pantun, drama, lukisan, ataupun kaligrafi.

Cerita rakyat merupakan komponen dari folklore serta wujud manifestasi budaya suatu masyarakat melalui bahasa tutur yang berhubungan langsung dengan berbagai aspek dan tatanan nilai-nilai sosial, pada masa silam cerita rakyat diwariskan bahkan disebarluaskan secara lisan yang kemudian turun-temurun, dari generasi satu ke generasi berikutnya dengan varietas yang berbeda-beda.

(2)

Cerita rakyat begitu banyak sekali mengandung unsur-unsur kebudayaan yang tersemat makna-makna moralitas sehingga dapat dikaji dengan sebuah antropologi sastra. Antropologi memandang segala fase budaya manusia sebagai kubu yang saling berinteraksi, sedangkan sastra sendiri merupakan cermin sebagai refleksi kehidupannya.

Antropologi adalah penelitian tentang umat manusia yang berusaha menyusun generalisasi agar bermanfaat bagi manusia lainnya sebagai acuan perilaku terpuji serta makrifat keanekaragaman budaya. Sastra sebagai ciri identitas suatu bangsa dan representasi kehidupan manusia secara simbolis, disamping itu untuk rekaman budaya sastra layak dipahami melalui antropologi sastra. Antropologi sastra memiliki dua keperluan yaitu (1) sebagai pembanding kajian lain dan (2) sebagai pertimbangan bahwa kekayaan budaya patut dipertimbangkan guna sebuah pewarisan demi kemajuan ilmu sastra.

Masyarakat dan kebudayaan menggambarkan suatu konsep yang berlainan, tetapi tidak dapat dipisahkan. Sulit dibayangkan bagaimana masyarakat tanpa adanya kebudayaan dan sebaliknya. Dengan kata lain, kebudayaan tidak akan pernah muncul tanpa masyarakat pendukungnya. Fungsi kebudayaan sangatlah vital dalam sebuah masyarakat karena digunakan sebagai pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku. Kebudayaan meruak dipengaruhi oleh elemen geografis dan kesejarahan, lantaran kondisi geografis dan kesejarahan yang berbeda pada gilirannya akan menghasilkan kebudayaan yang berbeda pula.

Kebudayaan berusaha merealisasikan suatu integrasi dimana sebuah sistem saling berbaur sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh serta memiliki keserasian fungsi karena seringkali menimbulkan faktor-faktor yang bertentangan.

Koentjaraningrat (2009: 165) mengatakan bahwa ada tujuh unsur-unsur kebudayaan serta isi pokok yang dapat ditemukan pada semua bangsa didunia yaitu (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi sosial, (4) sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) sistem mata pencaharian hidup, (6) sistem religi, dan (7) kesenian.

Dewasa ini, otonomi daerah seluruh kabupaten harus menggali kapasitas dari aspek sumber daya manusia dan sosial budaya. Pacitan merupakan salah satu dari

(3)

38 kabupaten di provinsi Jawa Timur yang terletak pada bagian selatan barat daya dengan jumlah penduduk 553,4 jiwa. Kabupaten Pacitan juga dijuluki oleh masyarakatnya sebagai The Hidden Paradise of Java karena memang banyak memiliki tempat-tempat wisata mengagumkan dan dibermanfaatkan utilitas pendapatan daerah. Selain itu, Kabupaten Pacitan mengenyam beraneka rupa tradisi dan kebudayaan yang khas berasal dari 12 kecamatan dengan rumpun yang berbeda untuk umpan daya tarik tersendiri, salah satunya adalah cerita rakyat.

Apresiasi masyarakat terhadap cerita rakyat biasanya ditunjukkan sebagai contoh adanya bentuk festival upacara adat tradisional Ceprotan yang diagendakan setiap tahunnya pada bulan Dzulqaidah serta dihadiri para pejabat pemerintah beserta jajarannya.

Peran cerita rakyat sungguh berlimpah pelajaran berharga. Namun, kini semakin berkurang gaungnya, tidak terdengar, dan tidak berkarib dengan penikmatnya. Aspek pembangunan dalam berbagai bidang dan berkembangnya pesat ilmu pengetahuan serta kemajuan teknologi dirasakan, sebagai muslihat yang dipandang berakibat kurangnya minat terhadap cerita rakyat. Cepat atau lambat konstruksi ini akan menimbulkan pergeseran kultur-kultur tertentu, mempengaruhi dalam mempercepat punahnya sastra lisan suatu daerah.

Generasi kita saat ini hampir semua lebih menggemari tayangan hiburan televisi, internet, game online, layar lebar, dan alat modern lainnya yang belum tentu membawa manfaat positif. Pertanda seperti inilah yang perlu direnungkan, sehingga perlunya filter dan pengawasan orang tua berhati-berhati agar tidak terserap sisi negatif oleh putra putri mereka. Kekhawatiran seperti ini tercermin dalam gugatan atau klaim atas sebuah sinyalemen bahwa dunia anak-anak telah kehilangan tradisi tutur kata lisan. Sosialisasi sastra dalam wilayahnya dirundung mengalami kepunahan, sebentuk fakta yang langka dan sulit ditemukan kembali.

Kebudayaan terdahulu merupakan mata rantai di era globalisasi sekarang. Hal ini tidak dapat dipungkiri, cerita rakyat sebagai warisan budaya bangsa menyimpan berbagai misteri sejarah yang harus diperhitungkan eksistensinya.

Sangatlah bijak apabila bangsa Indonesia tercinta segera memulai untuk meneliti dan membukukan cerita rakyat agar tidak di renggut oleh bangsa lain dan

(4)

menafsirkan isi yang bukan semestinya. Perlu digarisbawahi bahwa cerita rakyat sangat erat hubungannya dengan pencerita atau pawang cerita, nyaris disetiap daerah mereka semakin luntur disebabkan ada yang sudah meninggal dunia dan masyarakatnya sendiri tidak memberikan perhatian lebih pada cerita rakyat yang dimilikinya. Dalam masyarakat Jawa tradisi sastra lisan berupa cerita rakyat telah mengakar di hati mereka seperti kebanyakan mitos, legenda, dan dongeng.

Penelitian yang dilakukan saat ini lebih fokus dan menitikberatkan pada kajian antropologi sastra yang ada pada cerita rakyat Kabupaten Pacitan. Selain tinjuan antropologi sastra, peneliti juga menganalisis nilai pendidikan karakter dalam cerita rakyat Kabupaten Pacitan karena paling dominan dan wajib kita terapkan didalam kehidupan sehari-hari khususnya dunia pendidikan yang direlevansikan pada pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Kegiatan pembelajaran sastra seperti cerita rakyat sebagai bahan materi ajar di lingkungan Sekolah Menengah Pertama (SMP) luar biasa bermaslahat. Hal tersebut tampak bahwa cerita rakyat tidak hanya sebagai bacaan semata, akan tetapi cerita rakyat butuh direalisasikan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia yang termuat dalam silabus kelas VII sesuai kompetensi inti dan kompetensi dasar.

Adapun penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Djirong (2014) berjudul “Kajian Antropologi Sastra Cerita Rakyat Datumuseng dan Maipa Deapati”, penelitian tersebut membahas lebih spesifik tentang cerita rakyat berupa mitos di Kota Makassar yang dikaji dengan teori antropologi sastra sehingga menghasilkan empat unsur-unsur kebudayaan didalamnya.

Penelitian sejalan juga dilakukan oleh Hilmiyatun dan Satrya (2015) berjudul

“Dewi Rengganis (Kajian Antropologi Sastra Levi-Strauss)”, penelitian tersebut membahas lebih spesifik tentang cerita rakyat berupa legenda di Pulau Lombok yang dikaji dengan teori antropologi sastra serta menggunakan pendekatan analisis teks.

Berbagai ungkapan yang dikemukakan oleh ahli di atas, dapat dipahami bahwa tujuan pembelajaran sastra baik untuk kepentingan ilmu pengetahuan umum dan spesifik pada ranah pendidikan. Mengenai cerita rakyat Kabupaten

(5)

Pacitan yang akan di telaah lebih komprehensif antara lain (1) “Ngambu Pancer”

di Kecamatan Pacitan, (2) “Sentono Genthong" di Kecamatan Pringkuku, (3)

“Goa Kalak” di Kecamatan Donorojo, dan (4) “Cungkup Ngunut” di Kecamatan Bandar. Memandang fenomena yang sudah diuraikan, sangatlah penting untuk mengkaji, menilai, mendeskripsikan, menginventarisasi, dan mengidentifikasi cerita rakyat Kabupaten Pacitan hendaknya membangkitkan karya sastra kian meluas.

B. Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah cerita rakyat Kabupaten Pacitan berupa mitos, legenda, dan dongeng yang akan dikaji menggunakan interdisiplin ilmu antropologi sastra dengan pendekatan etnografi berdasarkan sisi unsur-unsur kebudayaan dan pendidikan karakter yang akan direalisasikan dalam lingkup pendidikan sebagai relevansi pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Maka peneliti mengangkat judul “Kajian Antropologi Sastra dan Nilai Pendidikan Karakter dalam Cerita Rakyat Kabupaten Pacitan serta Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Pertama (SMP)”.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah unsur-unsur kebudayaan yang terkandung dalam cerita rakyat Kabupaten Pacitan?

2. Bagaimanakah nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam cerita rakyat Kabupaten Pacitan?

3. Bagaimanakah relevansi nilai pendidikan karakter dalam cerita rakyat Kabupaten Pacitan dengan pembelajaran sastra di SMP?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan dan menjelaskan unsur-unsur kebudayaan yang terkandung dalam cerita rakyat Kabupaten Pacitan.

(6)

2. Mendeskripsikan dan menjelaskan nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam cerita rakyat Kabupaten Pacitan.

3. Mendeskripsikan dan menjelaskan relevansi nilai pendidikan karakter dalam cerita rakyat Kabupaten Pacitan dengan pembelajaran sastra di SMP.

E. Manfaat Penelitian

Terdapat dua manfaat penelitian dalam penelitian ini, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat tersebut sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan bisa menambah khazanah pengetahuan sastra baik lisan maupun tulisan.

b. Menambah khazanah pustaka Indonesia agar nantinya dapat digunakan sebagai penunjang kajian yang relevan dan bahan perbandingan bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Memberi sumbangan yang bermakna bagi pengembangan antropologi sastra dan nilai pendidikan karakter religius di Indonesia. Oleh karena itu, kajian antropologi sastra dan nilai pendidikan karakter perlu dikaji secara intensif dan terus di galakkan terutama antropologi sastra terhadap kepengarangan sastrawan-sastrawan Indonesia di bidang sastra.

b. Kajian penelitian dapat memberikan fatwa kepada peneliti lain, khususnya program bahasa dan sastra dalam menyelisik antropologi sastra. Kajian penelitian ini juga berkaitan dengan pembelajaran Bahasa Indonesia yaitu: mengenai kebudayaan dan sastra lisan cerita rakyat yang tertanam nilai pendidikan karakter sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan tumpuan bagi peneliti lain yang beratensi untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai antropologi sastra dan nilai pendidikan karakter.

Referensi

Dokumen terkait

Penafsiran model sejarah tersebut dapat diterapkan dalam ilmu antropologi, seni pertunjukan, studi agama, filologi, arkeologi dan ilmu sastra (Priyadi,2011:

Minimnya ketertarikan dan minat membaca cerita dongeng pada anak, sedikitnya produksi buku cerita anak-anak di Indonesia, kurang dikenalnya fauna Indonesia dan

Untuk menghadirkan pengalaman baru bagi penikmat cerita rakyat, Penulis membuat cara penceritaan sedemikian rupa sehingga buku cerita rakyat tersebut nantinya akan

Suatu metode pengumpulan data versi tulis dengan cara mencari buku- buku, dokumen yang relevan dengan cerita rakyat Kyai Ageng Sutawijaya, membaca buku hasil

Seperti halnya mitos cerita rakyat masyarakat Sape di Bima yang terdiri dari tujuh cerita rakyat yang semuanya memiliki kekuatan mitos sehingga banyak masyarakat Sape

Legenda ini dipilih karena AMDT merupakan salah satu legenda yang terkenal. dan memiliki unsur naratif yang cocok untuk dikaji menggunakan

Pada fokus ini untuk tujuan menemukan titik persinggungan antara berlakunya hukum publik dan hukum privat pada Persero, maka juga akan dikaji konsep-konsep hukum privat

Bab ini berisi bentuk dan asal-usul cerita rakyat, upacara tradisional bersih dusun, pertunjukan seni tayub dalam upacara tradisional bersih dusun di dusun Dalungan desa