• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu. Variabel Penelitian. Alat Analisis Data Analisis linier berganda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu. Variabel Penelitian. Alat Analisis Data Analisis linier berganda"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu Peneliti/

Tahun

Variabel Penelitian

Alat Analisis

Data

Hasil Penelitian

(Rahayu, 2019), Jurnal Akuntansi &

Keu

Ukuran perusahaan (X1), struktur modal (X2), likuiditas (X3), kinerja keuangan (Y)

Analisis linier berganda

Terdapat pengaruh ukuran perusahaan (X1) struktur permodalan (X2) dan likuiditas (X3) secara

simultan atau parsial terhadap kinerja keuangan (Y) pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia e (BEI) (Sunardi &

Sasmita, 2019), Jurnal Sekuritas

Likuiditas (X1), leverage (X2), growth (X3), kinerja keuangan (ROA) (Y)

Regresi panel mengguna kan ordinary least square (OLS)

Secara parsial likuiditas berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan dengan tingkat keyakinan sebesar 0.807086 atau 80,71 %, sedangkan leverage berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan dengan tingkat keyakinan sebesar 0.859375 atau 85,94 %, dan growth berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan (Amir et al.,

2015), Center Of Economic Students Journal

Likuiditas (X1), struktur modal (X2), profitabilitas (Y)

Analisis regresi liner berganda

Current Ratio berpengaruh positif terhadap Return on Assets,sedangkan Debt to Equity Rasio secara parsial memiliki pengaruh Positif dan signifikan terhadap Return on Assets.

(2)

Peneliti/

Tahun

Variabel Penelitian

Alat Analisis

Data

Hasil Penelitian

(Sinurat, 2017), Jurnal Akuntansi

Likuiditas (X1), struktur modal (X2), profitabilitas (Y)

Regresi linier berganda

Likuiditas dan struktur modal berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas pada Perusahaan Sub Sektor Makanan dan Minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia baik secara simultan maupun parsial.

(Lestari, 2020), Jurnal Pendidikan &

Ilmu Ekonomi Akuntansi

Likuiditas (X1), struktur modal (X2), firm size (X3), asset turnover (X4), kinerja keuangan (Y)

Analisis linear berganda

Struktur modal berpengaruh terhadap kinerja keuangan sebesar 15,8%. Sementara likuiditas, firm size dan asset turnover tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan. Dan 84,2%

dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

(Amalia, 2020), Jurnal Ilmu

Keguruan dan

Pendidikan

Dewan Komisaris independen (X1), kepemilikan Manajerial (X2), kinerja keuangan (Y)

Regresi linier berganda

Dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan, sedangkan kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan.

(Setiawan &

Setiadi, 2020), Jurnal Ilmiah Akuntansi

Komisaris independen (X1), komite audit (X2), kepemilikan institusional (X3), kepemilikan manajerial (X4), kinerja keuangan (Y

Analisis regeresi linier berganda

GCG yang terdiri dari komisaris independen

berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan (ROA), komite audit tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA),

kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan (ROA), dan

(3)

Peneliti/

Tahun

Variabel Penelitian

Alat Analisis

Data

Hasil Penelitian

kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA).

(Aziz et al., 2021), Journal of Economics and Business

Good corporate governance (X1), modal intelektual (X2), ukuran Perusahaan (X3), kinerja keuangan (Y)

Analisis regregsi linier berganda

Dewan komisaris

berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA), komisaris independen tidak

berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA), dan komite audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA) dan kepemilikan institusional.

Tidak ada pengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA), kepemilikan manajer tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA), dan ukuran komite juga berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA). Selain indikator tata kelola perusahaan yang baik, modal intelektual tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA), dan ukuran perusahaan juga berpengaruh terhadap kinerja keuangan (Risza Putri

Elburdah, 2021), Jurnal Ilmiah Media Bina

Kepemilikan manajerial (X1), komisaris independen (X2), resiko bisnis (X3), kinerja keuangan (Y)

Analisis regresi linier berganda

Kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan.

Sedangkan komisaris

independen dan risiko bisnis tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan.

(Hidayatus Solikhah, 2021), E-

Komite audit (X1), dewan komisaris

Analisis regresi linier berganda

Secara parsial komite audit berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja

(4)

Peneliti/

Tahun

Variabel Penelitian

Alat Analisis

Data

Hasil Penelitian

Proceeding senriabadi

independen (X2), kepemilikan institusional (X3), Ukuran Perusahaan (X4), kinerja keuangan (Y)

keuangan (ROA), dewan komisaris independen

berpengaruh positif signifikan terhada kinerja keuangan (ROA), kepemilikan institusional berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja keuangan (ROA) dan ukuran

perusahaan

berpengaruh positif signifikan terhada kinerja keuangan (ROA).

(Afdal Mazni, 2020), Jurnal Manajemen Diversifikasi

Manajemen laba (X), kinerja keuangan (Y)

Analisis regresi linier sederhana

Manajemen laba berpengaruh signifikan terhadap return on asset dapat dilihat dari nilai thitung sebesar 2,436 dan t- tabel 2,179 yang berarti t- hitung lebih besar dari t-tabel.

Sehingga dapat dijelaskan bahwa manajemen

berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan (Aminah &

Gunakan, 2015), jurnal Akuntan&

Keuangan

Manajemen laba (X) dan kinerja keuangan (Y)

Regresi linier sederhana

Manajemen laba berpengaruh positif terhadap ROA secara signifikandan manajemen laba berpengaruh negatif terhadap DER secara tidak signifikan.

(Rahmawati et al., 2021), Bata Ilyas Educational Manajement

Good corporate governance (X1), manajemen laba (X2) dan kinerja keuangan (Y)

Analisis regresi linier berganda

Dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan, komisaris

independen tidak

berpengaruh terhadap kinerja keuangan, komite audit tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan, manajemen laba berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan.

(5)

Peneliti/

Tahun

Variabel Penelitian

Alat Analisis

Data

Hasil Penelitian

(Suparman, 2019), Journal Unigres

Manajemen laba (X1), good corporate governane (X2) , kinerja keuangan perusahaan (Y)

Analisis regresi linier berganda

Tidak ada pengaruh manajemen laba terhadap kinerja keuangan, good corporate governance berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan

(Ramadani &

Muslih, 2020), e- Proceeding of Management

Dewan komisaris independen (X1), komite audit (X2), leverage (X3) Manajemen laba (X4), dan kinerja keuangan perusahan (Y)

Analisis data panel

Secara parsial, dewan komisaris independen tidak berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan, komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan, leverage tidak berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan dan manajemen laba berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan

Berdasarkan penelitian terdahulu dapat diketahui persamaan dan perbedaan pada penelitian ini. Persamaan secara keseluruhan pada penelitian sebelumnya dengan penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan kinerja keuangan sebagai variabel dependen. Penelitian ini terdapat beberapa variabel independen yang sama dengan penelitian sebelumnya yaitu, likuiditas, good corporate governance, dan manajemen laba sebagai indikator yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Penelitian ini terdapat beberapa persamaan objek dan alat analisis data dengan penelitian sebelumya. Perbedaan

(6)

penelitian ini dengan penelitian sebelumya terdapat pada beberapa objek, variabel independen dan alat analisis data.

B. Landasan Teori

1. Teori Agency (Teori keagenan)

Teori keagenan dikemukakan oleh Jensen dan Meckling, 1976 bahwa teori keagenan (agency theory), dijelaskan mengenai hubungan antara pemegang saham dan manajemen badan usaha yang digambarkan dalam hubungan prinsipal dan agen. Teori keagenan adalah teori yang membahas isu-isu yang berkaitan dengan hubungan prinsipal dan agen, serta adanya pemisahan kepemilikan (ownership) dan pengendalian (control) dalam badan usaha. Konsep teori agensi adalah hubungan agensi ada ketika salah satu pihak prinsipal menyewa pihak lain agen untuk melaksanakan suatu jasa dan, dalam melakukan hal itu, mendelegasikan wewenang untuk membuat keputusan kepada agen tersebut (Meckling, 1976).

Suatu korporasi pemegang saham merupakan prinsipal dan agen.

Pemegang saham mempekerjakan agen untuk bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal. Salah satu elemen kunci dari teori agensi ialah bahwa prinsipal dan agen memiliki preferensi atau tujuan yang berbeda. Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Pihak prinsipal termotivasi

(7)

mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas perusahaannya yang selalu meningkat.

Teori keagenan menganalisis kepentingan dan perilaku dari pihak yang bertindak sebagai pembuat keputusan bagi pihak lain yang bertindak sebagai pemberi wewenang kepada pihak pertama dengan maksud agar pihak pertama bertindak dan membuat keputusan sesuai dengan kepentingannya selaku pemberi wewenang. Hubungan keagenan (agency relationship) sebagai kontrak di mana satu atau lebih orang (pemilik atau prinsipal) mengikat orang lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa atas kepentingannya dan melibatkan pendelegasian beberapa otoritas pembuat keputusan kepada agen (Meckling, 1976). Asumsi yang mendasari teori keagenan adalah pihak manajemen digaji tetap dengan kurangnya aktivitas pengawasan (monitoring) serta kurangnya kesediaan agen membatasi aktivitasnya agar sesuai kontrak (Effendi, 2016).

Agen secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para prinsipal, namun disisi kepentingan pribadi. Agen juga mempunyai kepentingan memaksimumkan kesejahteraan mereka.

Sehingga ada kemungkinan besar agen tidak selalu bertindak sejalan dengan kepentingan terbaik prinsipal. Konflik kepentingan yang mungkin terjadi karena perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen dapat menyebabkan timbulnya biaya keagenan. Terdapat tiga jenis biaya keagenan (Meckling, 1976), yaitu:

(8)

a. Biaya pengawasan (monitoring cost)

Biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi agen sehingga dapat membatasi aktivitas yang menyimpang dari agen yang disebabkan perbedaan kepentingan antara agen dan prinsipal.

b. Biaya yang mengikat (bonding cost)

Sumber daya perusahaan yang dibelanjakan agen untuk menjamin bahwa agen tidak akan bertindak yang dapat merugikan prinsipal atau untuk meyakinkan bahwa prinsipal akan memberikan kompensasi jika dia benar-benar melakukan tindakan tersebut.

c. Biaya residu (residual cost)

Nilai uang yang ekuivalen dengan pengurangan kesejahteraan yang dialami prinsipal jika terjadi divergensi antara keputusan-keputusan yang dapat memaksimalkan kesejahteraan agen.

Agen sebagai pihak yang menghasilkan laporan keuangan memiliki keinginan untuk mengoptimalisasi kepentingannya, sehingga dapat dimungkinkan agen melakukan manipulasi data atas kondisi perusahaan.

Optimalisasi kepentingan baik prinsipal maupun agen yang tidak sesuai dapat menimbulkan terjadinya asimetri informasi. Asimetri informasi dan konflik kepentingan ini mendorong agen untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada prinsipal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan kinerja agen. Hal ini memacu agen untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk

(9)

memaksimalkan kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan agen tersebut adalah agen tersebut adalah yang disebut sebagai manajemen laba. Konsep manajemen laba tidak terlepas dari teori keagenan (agency theory). Teori keagenan menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara manajemen (agen) dan pemilik (prinsipal) yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai dan mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya. Adanya perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemilik tersebut dapat dipengaruhi kebijakan yang diputuskan manajemen.

Teori keagenan ini merupakan Grand Theory yang digunakan dengan adanya hubungan antara prinsipal dan agen yang memiliki kepentingan sendiri-sendiri telah menimbulkan konflik. Keterkaitan teori keagenan dengan variabel penelitian ini dimana kinerja keuangan akan tergambar dari keuntungan yang diperoleh perusahaan di periode tertentu, membuat pemilik perusahaan ingin meningkatkan laba yang sebesar-besarnya sehingga kinerja keuangan perusahaannya akan baik dimata masyarakat dan investor. Pendelegasian wewenang atas keinginan para pemilik perusahaan kepada agen atau menejer di perusahaan tersebut diberikan.

Para manejer perusahaan yang menjalankan dan mengambil keputusan terhadap kegiatan perusahaan diperiode tertentu memiliki keinginan dan kepentingan yang berbeda pula, sedangkan manejer perusahaan memiliki informasi lebih banyak dan lebih dulu dibandingkan

(10)

pemilik perusahaan atas perusahaan terebut. Sehingga asimetri informasi ini dan kepentingan yang berbeda oleh masing-masing pihak menimbulkan kecurangan atau manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh pihak manejer selaku pembuat keputusan atas laporan keuangan tersebut menimbulkan kerugian terhadap perusahaan yang dikelola.

Good corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan (agency theory), diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima kembali atas dana yang telah mereka investasikan.

Good corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri dan menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer (Effendi, 2016).

2. Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan adalah penentuan ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan untuk mendapatkan keuntungan.

Pada dasarnya analisis rasio bisa dikelompokkan ke dalam lima kategori yaitu (Kasmir, 2019):

a. Rasio likuiditas: rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya

(11)

b. Rasio aktivitas: rasio yang mengukur sejauh mana efektivitas penggunaan aset dengan melihat tingkat aktivitas aset

c. Rasio solvabilitas: rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya

d. Rasio profitabilitas: rasio yang melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba (profitabilitas).

e. Rasio keuangan bank: rasio ini melihat kinerja bank secara periodik.

Pengukuran kinerja keuangan dilakuakan untuk dapat mengetahui keadaan dan perkembangan finansial dari perusahaan dan akan dapat diketahui hasil-hasil yang dicapai dari waktu-waktu yang lalu dan waktu yang sedang berjalan (Kasmir, 2019). Perkembangan dalam pengukuran kinerja keuangan semakin beragam dan mempunyai keunggulan serat kelemahannya masing-masing. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. Faktor-faktor tersebut ada yang berada dalam kendali pihak manajemen ada pula yang berada diluar kendalinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan yaitu:

a. Faktor Internal

1) Manajemen personalia. Berkaitan dengan SDM agar dapat didayagunakan seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan perusahaan secara manusiawi.

(12)

2) Manajemen pemasaran. Berkaitan dengan program-program yang ditujukan untuk mencapai tujuan perusahaan.

3) Manajemen produksi. Berkaitan dengan faktor-faktor produksi agar barang dan jasa yang dihasilkan sesuai yang diharapkan.

4) Manajemen keuangan. Berkaitan dengan perencanaan, mencari dan memanfaatkan dana untuk memaksimalkan efisiensi perusahaan.

b. Faktor eksternal

1) Kondisi perekonomian. Kondisi yang dipengaruhi kebijakan pemerintah, keadaan dan stabilitas politik ekonomi, sosial dan lain-lain.

2) Kondisi industri, meliputi tingkat persaingan, jumlah perusahaan dan lain-lain.

Faktor internal merupakan implementasi kinerja keuangan dari likuiditas, faktor tersebut berasal dari dalam perusahaan yang mengelola dan memanfaatkan dana perusahaan dan good corporate governance faktor tersebut berasal dari dalam perusahaan berupa organ perusahaan yang mengelola dan mengawasi kegiatan operasional perusahaan. Faktor internal dan eksternal merupakan implementasi kinerja keuangan dari manajemen laba faktor tersebut berasal dari manajemen melakukan manajemen laba untuk meningkatkan kualitas laba. Kesulitan dan

(13)

ketidakpastian pengembalian dana, fluktuasi mata uang, kondisi politik dan sosial menyebabkan kualitas laba kurang andal (Subramanyam, 2010).

Rasio profitabilitas adalah rasio yang paling sering dilihat karena dapat menunjukkan keberhasilan bisnis dalam menghasilkan keuntungan.

Rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan menggunakan sumber-sumber yang dimiliki perusahaan, seperti aktiva, modal atau penjualan perusahaan. Rasio profitabilitas menunjukkan gambaran tentang tingkat efektivitas pengelolaan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (Kasmir, 2019).

Rasio ini sebagai pengukur apakah pemilik atau pemegang saham dapat memperoleh tingkat pengembalian yang pantas atas investasinya. Beberapa jenis rasio profitabilitas yang digunakan untuk meninjau kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba diantaranya:

a. Return on Asset (ROA)

Return on Asset (ROA) adalah salah satu rasio profitabilitas.

Dalam laporan keuangan, rasio ini paling sering diamati, karena dapat menunjukkan keberhasilan bisnis dalam menghasilkan laba.

ROA mampu mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan di masa lalu kemudian diproyeksikan ke masa depan. Aset atau aktiva yang dimaksud adalah seluruh harta perusahaan, yang didapatkan dari modal sendiri atau modal asing yang telah diubah perusahaan menjadi aset yang digunakan untuk

(14)

kelangsungan hidup perusahaan. ROA (Return on Asset) dapat dirumuskan sebagai berikut (Brigham, 2018):

Return on Asset = Laba bersih Total aset

b. Return on Equity (ROE)

Return on Equity (ROE) menunjukkan tingkat efisiensi tim manajemen perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dari dana yang diinvestasikan pemegang saham. Semakin ROE semakin besar keuntungan yang didapatkan dari dana yang terlah diinvestasikan, maka dari itu dapat menunjukkan tingkat kesehatan keuangan perusahaan. ROE dapat dirumuskan sebagai berikut (Brigham, 2018):

Return on equity = Laba bersih Ekuitas

c. Net Profit Margin

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih dari penjualan yang dilakukan perusahaan.

Rasio ini mencerminkan efesiensi seluruh bagian, yaitu produksi, personalia, pemasaran dan keuangan yang ada dalam perusahaan.

Semakin tinggi net profit margin berarti semakin tinggi pula laba bersih yang dihasilkan dari penjualan bersih. Hal ini disebabkan karena tingginya laba sebelum pajak penghasilan. Berikut ini adalah

(15)

rumus yang digunakan untuk menghitung net profit margin (Hery, 2016):

Net profit margin = Laba bersih penjualan

d. Operating Profit Margin

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak dengan penjualan yang dicapai perusahaan. Rasio ini menunjukkan efisiensi bagian produksi, personalia, serta pemasaran dalam menghasilkan laba.

Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung Operating Profit Margin (Hery, 2016):

Operating Profit Margin = laba bersih sebelum pajak Penjualan

e. Gross Profit Margin

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba kotor dengan penjualan yang dilakukan perusahaan.Rasio ini menggambarkan efisiensi yang dicapai bagian produksi. Semakin tinggi gross profit margin berarti semakin tinggi pula laba kotor yang dihasilkan dari penjualan bersih. Hal ini dapat disebabkan karena tingginya harga jual dan rendahnya harga pokok penjualan. Sebaliknya, semakin rendah gross profit margin berarti semakin rendah pula laba kotor yang dihasilkan dari penjualan bersih. Hal ini disebabkan karena rendahnya harga jual dan tingginya

(16)

harga pokok penjualan. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung gross profit margin (Hery, 2016):

Gross Profit Margin = Laba kotor

penjualan

3. Likuiditas

Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas dalam jangka pendek guna memenuhi kewajibannya, tergantung pada arus kas perusahaan serta komponen aset dan kewajiban lancarnya (Subramanyam, 2010). Likuidasi adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat. Likuidasi juga merupakan perbandingan antara aktiva lancar dan kewajiban lancar. Rasio yang terbaik antara aktiva lancar dengan hutang lancar kira-kira 2:1.

Jumlah ini tidak mutlak, rasio ini dapat ditentukan sesuai dengan jenis usaha dan kebijakan keuangan masing-masing.

Rasio likuiditas (liquidity ratio) adalah rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar utang jangka pendek (Kasmir, 2019). Likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar utang yang jatuh tempo. Likuiditas sangat penting untuk mempertimbangkan dampak ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Perusahaan yang tidak dapat memenuhi kewajibannya saat ini dapat menyebabkan penjualan paksa investasi dan aset, tetapi tidak akan menyebabkan kebangkrutan. Suatu

(17)

perusahaan gagal memenuhi kewajibannya saat ini, kelangsungan usahanya akan dipertanyakan.

Pengukur likuiditas digunakan sebagai ukuran kinerja perusahaan, dan kemudian perusahaan yang likuiditas rendah membutuhkan lebih banyak informasi jelaskan secara rinci untuk kinerja yang rendah untuk dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki rasio likuiditas yang tinggi. Jenis rasio likuiditas yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengukur kemampuannya, yaitu current ratio (rasio lancar), quick ratio (rasio cepat), dan cash ratio (rasio kas) (Kasmir, 2019).

a. Current ratio (rasio lancar)

Current ratio (rasio lancar) merupakan ukuran kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat semua tagihan diterbitkan. Seberapa besar aset lancar yang dapat digunakan untuk membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang akan jatuh tempo (Kasmir, 2019).

Sedangkan definisi lain dari current ratio (rasio lancar) merupakan jumlah aktiva lancar dibandingkan dengan jumlah kewajiban lancar.

Rasio lancar dapat dirumusukan dengan (Brigham, 2018):

Current ratio = Aktiva lancar Hutang Lancar

Perhitungan rasio lancar dapat dilihat 1:1 atau 100%, aset lancar dapat menutupi semua kewajiban lancar atau hutang lancar.

(18)

Rasio lebih tinggi dari 1 atau lebih tinggi dari 100% rasionya lebih aman, yang berarti aset lancar akan mampu membayar hutang lancar sehingga tidak mempengaruhi operasional perusahaan, sehingga semakin besar perbandingan aset lancar semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya, dan apabila rasionya kurang dari 1 maka perusahaan bisa kesulitan membayar utang jangka pendek tepat waktu kepada kreditor.

Rasio lancar yang tinggi dapat menunjukkan bahwa ada terlalu banyak kas dibandingkan dengan tingkat permintaan, atau ada unsur likuiditas rendah dari aset lancar (seperti persediaan) yang berlebihan. Rasio lancar yang tinggi dapat dilihat dari perspektif kreditur, tetapi tidak dari perspektif pemegang saham kurang menguntungkan karena penggunaan aktiva lancar yang tidak efisien.

Rasio lancar yang rendah lebih berisiko, tetapi ini menunjukkan manajemen secara efektif mengelola aset lancar. Minimalkan saldo kas berdasarkan kebutuhan dan perputaran Piutang dan maksimum persediaan.

b. Quick Ratio (rasio cepat)

Rasio yang juga digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

Penghitungan quick ratio dengan mengurangkan aktiva lancar dengan persediaan. Hal ini dikarenakan persediaan merupakan unsur

(19)

aktiva lancar yang likuiditasnya rendah dan sering mengalami fluktuasi harga serta menimbulkan kerugian jika terjadi likuiditas.

Rasio cepat ini merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu menutupi hutang lancar (Kasmir, 2019).

Rasio ini merupakan rasio uji cepat yang menunjukkan kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan persediaan karena persediaan memerlukan waktu relatif lebih lama untuk diuangkan disbanding asset lain. Quick asset ini terdiri dari piutang dan surat-surat berharga yang dapat direlisir menjadi uang dalam waktu relatif pendek. Jadi semakin besar rasio ini semakin baik. Quick ratio dapat dirumuskan dengan (Brigham, 2018):

Quick ratio = Aktiva lancar −persedian Hutang lancar

c. Cash Ratio (rasio kas)

Rasio kas atau cash ratio merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari tersedianya dana kas atau setara dengan kas seperti rekening giro atau tabungan di bank (yang dapat ditarik setiap saat). Dapat dikatakan rasio ini menunjukkan kemampuan sesungguhnya bagi perusahaan untuk

(20)

membayar utang- utang jangka pendeknya (Kasmir, 2019). Cash ratio dapat dirumuskan dengan (Hery, 2016):

Cash Ratio = 𝐾𝑎𝑠+𝑏𝑎𝑛𝑘

𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟

4. Good Corporate Governance

Good Corporate Governance (GCG) adalah prosedur tata kelola perusahaan yang baik yang diperkenalkan oleh pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF), dengan harapan dapat melindungi pemegang saham dan kreditur sehingga mereka dapat memperoleh kembali investasinya. Good corporate governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder (Sutedi, 2012).

Indonesia mulai mengimplementaskani prinsip-prinsip GCG sejak menandatangani letter of intent (LOI) dengan IMF, salah satu komponen penting di antaranya adalah dimasukkannya program peningkatan pengelolaan perusahaan di Indonesia. Sejalan dengan itu, Komite Nasional Corporate Governance (KNCG) meyakini bahwa perusahaan-perusahaan Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menerapkan standar GCG yang telah diterapkan oleh standar internasional (Effendi, 2016).

GCG pada dasarnya merupakan suatu mekanisme yang mengatur tentang tata cara pengelolaan perusahaan berdasarkan aturan-aturan yang menaungi perusahaan tersebut, seperti aturan-aturan tentang perusahaan

(21)

dan aturan-aturan yang mengatur tentang kegiatan perusahaan dalam menjalankan usahanya. Tata kelola perusahaan sendiri dapat diartikan secara khusus dan umum. Secara khusus, istilah tersebut mengacu pada hubungan antara pejabat, direktur, auditor, dan pemegang saham, sedangkan secara umum istilah tata kelola perusahaan dapat mencakup kombinasi hukum, peraturan, dan praktik pribadi yang meningkatkan bisnis menarik modal, memiliki efisiensi kinerja, menghasilkan keuntungan, serta memenuhi harapan masyarakat pada umumnya dan kewajiban hukum Keberadaan badan-badan tersebut memiliki fungsi dan tanggung jawab terkait dengan pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik.

Good Corporate Governance merupakan suatu prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para pemegang saham khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan kinerja Perusahaan.

Penerapan tata kelola perusahaan yang baik pada gilirannya nanti diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan para Pemegang Saham perusahaan terhadap pengelolaan perusahaan. Sehubungan dengan hal itu, didalam melakukan kegiatannya perusahaan selalu berusaha untuk menerapkan prinsip-prinsip dasar tata kelola perusahaan yang baik secara konsisten dan berkesinambungan, serta terus berusaha menjadikannya

(22)

sebagai landasan operasional. Adapun prinsip dasar dari tata kelola perusahaan adalah (Effendi, 2016):

a. Prinsip Keterbukaan

Diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Dalam mewujudkan prinsip ini perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu, bagi berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan.

b. Prinsip Akuntabilitas

Diartikan sebagai kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggung jawaban setiap organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

c. Prinsip Tanggung Jawab

Adalah kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku, termasuk masalah pajak, hubungan industrial, keselamatan kerja, standar penggajian, perlindungan lingkungan hidup, dll.

d. Prinsip Kemandirian

Adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan

(23)

dari pihak-pihak manapun yang tidak sesuai dengan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

e. Prinsip Kewajaran

Adalah perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak- hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Kewajaran juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum, dan penegakan peraturan untuk melindungi hak- hak investor, khususnya pemegang saham minoritas dari berbagai bentuk kecurangan.

Penerapan corporate governance terdapat dua mekanisme, yaitu mekanisme internal dan mekanisme eksternal. Mekanisme internal merupakan cara mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal seperti rapat umum pemegang saham, dewan komisaris, dewan direksi, komite audit. Sedangkan mekanisme eksternal merupakan cara mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses eksternal yang ada di luar perusahaan baik ekonomi, hukum, dan sosial untuk mengontrol jalannya perusahaan agar sesuai dengan keinginan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Elemen Good Corporate Governance terdiri dari: dewan direksi, komisaris independen, komite audit (Effendi, 2016).

(24)

a. Dewan direksi

Dewan direksi merupakan organ perusahaan yang fungsi utamanya adalah memberi perhatian secara bertanggung jawab atas pengelolaan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan.

Sebagai organ perusahaan yang memberikan perhatian secara bertanggung jawab, dewan direksi seharusnya menjadi role model bagi anggota-anggota lain perusahaan dan pemangku kepentingan dalam menerapkan kode etik dan corporate governance yang berkualitas (Effendi, 2016). Dewan direksi diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2014 sebagai berikut:

1) Dewan direksi paling kurang terdiri dari 2 (dua) orang anggota direksi. Satu diantara anggota direksi diangkat menjadi direktur utama atau presiden direktur.

2) Anggota direksi dapat diangkat untuk masa jabatan tertentu dan dapat diangkat kembali. Satu periode masa jabatan direksi paling lama 5 (lima) tahun atau sampai dengan penutupan RUPS tahunan pada akhir 1 (satu) periode masa jabatan.

3) Anggota direksi adalah orang yang memenuhi persyaratan pada saat diangkat dan selama menjabat: mempunyai akhlak, moral, dan integritas yang baik, cakap melakukan perbuatan hukum, memiliki komitmen untuk memenuhi

(25)

peraturan perundang-undangan, memiliki pengetahuan dan keahlian dibidang yang dibutuhkan perusahaan.

b. Komisaris independen

Komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris yang tidak mempunyai hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan hubungan keluarga dengan anggota komisaris lain, direksi atau pemegang saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak dalam cara Independen. Peran komisaris independen harus mampu mendorong penerapan prinsip dan praktik GCG di perusahaan publik di Indonesia, termasuk BUMN. Kriteria komisaris independen menurut KNKG adalah sebagai berikut:

1) Komisaris independen bukan merupakan anggota manajemen.

2) Komisaris independen bukanlah pemegang saham mayoritas, dan juga bukan pejabat yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas perusahaan.

3) Selama tiga tahun terakhir, komisaris independen tidak diangkat dalam kapasitasnya sebagai eksekutif pada perusahaan lain atau perusahaan dari kelompok usaha yang

(26)

sama dan tidak diangkat sebagai komisaris setelah berhenti dari jabatan tersebut.

4) Komisaris independen bukanlah konsultan profesional dari perusahaan atau perusahaan lain yang tergabung dalam kelompok yang sama dengan perusahaan tersebut.

5) Komisaris independen bukanlah pemasok atau pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari suatu perusahaan atau perusahaan afiliasi lainnya, juga tidak memiliki hubungan langsung atau tidak langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut.

6) Komisari independen tidak memiliki hubungan kontraktual dengan perusahaan yang satu kelompok yang sama selain komisaris dari perusahaan.

7) Komisaris independen harus bebas dari semua kepentingan dan urusan atau hubungan lain yang dapat, atau secara wajar dianggap sebagai campur tangan secara material dengan kemampuannya sebagai komisaris untuk bertindak demi kepentingan perusahaan.

Keberadaan komisaris independen telah diatur Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000 (BEJ, 2004).

Perusahaan yang terdaftar di Bursa harus mempunyai komisaris independen yang secara proporsional sama dengan jumlah saham

(27)

yang dimiliki pemegang saham yang minoritas bukan pengendali pemegang saham. Persyaratan jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh anggota dewan komisaris (Otoritas Jasa Keuangan, 2017). Komisaris independen dalam penelitian ini dihitung dengan membagi jumlah komisaris independen dengan jumlah total komisaris dirumuskan sebagai berikut (Effendi, 2016):

DKI = Jumlah dewan komisaris independen Jumlah total dewan komisaris

c. Komite audit

Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan. Selain itu komite audit dituntut untuk dapat bertindak secara independen. Independensi komite audit tidak dapat dipisahkan moralitas yang melandasi integeritasnya. Hal ini perlu disadari karena komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian. Menurut Peraturan IX.I.5 Lampiran Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor:

KEP-643/BL/2012, komite audit Perseroan minimal berjumlah 2 orang. Komite audit memiliki tugas terpisah dalam membantu dewan komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh (Otoritas Jasa Keuangan, 2015).

(28)

Sebagai contoh, komite audit memiliki wewenang untuk melaksanakan dan mengesahkan penyelidikan terhadap masalahmasalah di dalam cakupan tanggung jawabnya (FCGI, 2008). Komite audit dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Effendi, 2016):

Komite Audit = Total Angka Jumlah Komite Audit

The Institute of Internal Auditors (IIA) merekomendasikan bahwa setiap perusahaan publik harus memiliki komite audit yang diatur sebagai komite tetap. IIA juga menganjurkan dibentuknya komite audit di dalam organisasi lainnya, termasuk lembaga-lembaga non profit dan pemerintahan. Komite audit agar beranggotakan komisaris independen, dan terlepas dari kegiatan manajemen sehari- hari dan mempunyai tanggung jawab utama untuk membantu dewan komisaris dalam menjalankan tanggung jawabnya terutama dengan masalah yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem pelaporan keuangan. Pada umumnya, Komite Audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu;

1) Laporan Keuangan (Financial Reporting)

2) Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) dan 3) Pengawasan Perusahaan (Corporate Control)

(29)

5. Manajemen Laba

Manajemen laba merupakan suatu kegiatan intervensi dengan tujuan tertentu dalam pelaporan keuangan eksternal untuk mendapatkan keuntungan. Manajemen laba merupakan suatu tindakan manajemen untuk melaporkan jumlah laba yang akan memaksimalkan kepentingan pribadi atau kepentingan perusahaan dengan memakai kebijakan penggunaan metode akuntansi (Scott, 2003). Sedangkan definisi operasional dari manajemn laba adalah potensi penggunaan manajemen akrual dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi.

Manajemen laba dilakukan dengan menggunakan kebijakan akrual.

Akrual adalah asas dalam pengakuan pendapatan dan biaya yang menyatakan bahwa pendapatan diakui pada saat hak kesatuan usaha timbul lantaran penyerahan barang atau jasa ke pihak luar dan biaya diakui pada saat kewajiban timbul lantaran penggunaan sumber ekonomik yang melekat pada barang dan jasa yang diserahkan tersebut.

Manajemen laba merupakan suatu tindakan manajer yang memilih kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan yang spesifik, kebijakan akuntansi yang dimaksud adalah penggunaan accrual dalam menyusun laporan keuangan. Manajemen laba dalam penelitian ini diukur dengan mengidentifikasi/mengukur discretionary accrual dengan menggunakan Modified Jones Model. Discretionary accrual dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Liza, Yeni, 2011):

(30)

TACit = NIit – CFOit Keterangan:

TACit = Total accrual perusahaan i pada periode t NIit = Laba bersih periode t

CFOit = Arus kas operasi periode t

Nilai total accrual (TA) diestimasi dengan persamaan regresi linear berganda yang berbasis ordinary least square (OLS) sebagai berikut:

TACit/Ait-1 = β1 (1/Ait-1) + β2 (ΔREVit/Ait-1) + β3 (PPEit/Ait-1) + ɛ Keterangan:

TACit = Total akrual perusahaan i pada periode t Ait-1 = Total aset perusahaan i pada periode t-1

ΔREVit = Pendapatan perusahaan i pada periode t dikurangi dengan pendapatan perusahaan i pada periode t-1

PPEit = Total aset tetap perusahaan i pada periode t

ɛ = Error

Menggunakan koefisien regresi di atas nilai non discretionary accruals (NDA) dapat dihitung dengan rumus:

NDAit = β1 (1/Ait-1) + β2 (ΔREVit/Ait-1 – ΔRECit/Ait-1) + β3 (PPEt /Ait-1)

Keterangan:

NDAit = Non discretionary acrruals perusahaan i pada periode t Ait-1 = Total aset perusahaan i dalam periode t-1

(31)

ΔREVit = Pendapatan perusahaan i pada periode t dikurangi dengan pendapatan perusahaan i pada periode t-1

ΔRECit = Piutang usaha perusahaan i pada periode t dikurangi dengan pendapatan perusahaan i pada periode t-1

PPEit = Total aset tetap perusahaan i pada periode t

Selanjutnya discretionary accrual (DA) dapat dihitung sebagai berikut:

DAit = TAit / Ait-1 – NDAit Keterangan:

DAit = Discretionary acrruals perusahaan i pada periode t Tait = Total akrual perusahaan i pada periode t

Ait-1 = Total aset perusahaan i pada periode t-1

NDAit = Nondiscretionary acrruals perusahaan i pada periode t Discretionary berarti kebijakan, akrual secara teknis merupakan selisih laba dengan kas. Akrual muncul karena aturan-aturan akuntansi seperti depresiasi, cadangan kerugian, dan lain sebagainya, sehingga discretionary acrruals adalah akrual yang yang timbul akibat kebijakan manajemen. Discretionary Acrruals (DA)<0 berarti manajemen menurunkan laba akrualnya (income decreasing accrual), Discretionary Acrruals (DA)>0 berarti manajemen menaikkan laba akrualnya (income increasing accrual), dan apabila Discretionary Acrruals (DA)=0 berarti

(32)

manajemen tidak merubah laba akrualnya atau tidak melakukan manajemen laba (Liza, Yeni, 2011).

Nondiscretionary acrruals adalah bagian akrual yang variasinya dapat dijelaskan oleh variasi fenomena ekonomik perusahaan. Ketika aset makin besar maka akrual terkait aset (misal depresiasi) juga akan makin besar. Menggunakan model Jones maka ada 3 fenomena ekonomik yang dianggap berpengaruh pada Nondiscretionary Acrruals yaitu aset, perubahan pendapatan, dan properti, dan equipment (PPE).

Manajemen laba diduga muncul atau dilakukan oleh manajer atau para pembuat laporan keuangan dalam proses pelaporan keuangan suatu organisasi karena mereka mengharapkan suatu manfaat dari tindakan yang dilakukan. Manajer melakukan manajemen laba dengan mengubah laba berupa menaikkan atau menurunkan laba akrual mengharapkan nilai yang baik di mata investor terhadap kinerja keuangan perusahaan.

C. Kerangka Pikir

Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu yang sudah diuraikan, maka dapat disajikan kerangka pikir untuk menggambarkan hubungan variabel independen yaitu, Likuiditas (X1), Good Corporate Governance (X2), dan Manajemen Laba (X3) terhadap variabel dependen yaitu Kinerja Keuangan (Y). Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah:

(33)

1. Likuiditas terhadap kinerja keuangan

Likuidasi adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya, atau kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat penagihan (Kasmir, 2019).

Likuiditas sangat penting untuk mempertimbangkan dampak ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pengaruh likuiditas terhadap kinerja keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh (Rahayu, 2019), (Amir et al., 2015), dan (Sinurat, 2017), mengenai pengaruh likuiditas terhadap kinerja keuangan menemukan hasil analisis yang membuktikan bahwa likuiditas berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan.

2. Good corporate governance terhadap kinerja keuangan

Good corporate governance (GCG) adalah prosedur tata kelola perusahaan sehat yang diperkenalkan oleh pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF). Good corporate governance (GCG) yang diukur dengan dewan komisaris independen dan komite audit.

Pengaruh dewan komisaris independen terhadap kinerja keuangan.

Penelitian yang dilakukan oleh (Amalia, 2020), (Setiawan & Setiadi, 2020), dan (Hidayatus Solikhah, 2021) Menemukan hasil bahwa komisaris independen memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Dan Hasil penelitian yang dilakukan (Aziz et al., 2021) dan (Ramadani & Muslih, 2020) menemukan hasil bahwa komite audit

(34)

memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan (ROA).

3. Manajemen Laba terhadap kinerja keuangan

Manajemen laba merupakan suatu tindakan yang dilakukan para manajer untuk memaksimumkan, meminimumkan, ataupun melakukan perataan laba perusahaan. Manajemen laba merupakan suatu aktivitas intervensi dengan tujuan eksklusif pada proses pelaporan keuangan eksternal, buat memperoleh beberapa keuntungan (Liza, Yeni, 2011).

Manajemen laba menggunakan akrual saat menyusun laporan keuangan.

Pengaruh manajemen laba terhadap kinerja keuangan. Hasil penelitian yang dilakukan (Aminah & Gunakan, 2015) dan, (Afdal Mazni, 2020), dan (Rahmawati et al., 2021), menemukan hasil bahwa manajemen laba berpengaruh positif terhadap ROA secara signifikan.

H1 H2 H3

Gambar 2. 1 Kerangka Pikir Penelitian Good Corporate

Governance

Manajemen Laba

Kinerja Keuangan Likuiditas

(35)

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap perumusan masalah (Sugiyono, 2012). Karena sifatnya masih sementara maka perlu dibuktikan kebenarannya melalui analisis data yang terkumpul. Hipotesis sementara dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Hubungan likuiditas dengan kinerja keuangan hal ini didukung dengan hasil penelitian dilakukan oleh (Rahayu, 2019), (Amir et al., 2015), dan (Sinurat, 2017), mengenai pengaruh likuiditas terhadap kinerja keuangan menemukan hasil analisis yang membuktikan bahwa likuiditas berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. Sehingga hipotesis yang diajukan pada penelitian ini sebagai berikut:

H1: Likuiditas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan makanan dan minuman.

2. Hubungan Good Corporate Governance dengan kinerja keuangan hal ini didukung dengan hasil penelitian oleh (Amalia, 2020), (Setiawan & Setiadi, 2020), dan (Hidayatus Solikhah, 2021) Menemukan hasil bahwa komisaris independen memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Dan Hasil penelitian yang dilakukan (Aziz et al., 2021) dan (Ramadani & Muslih, 2020) menemukan hasil bahwa komite audit memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan (ROA). Sehingga hipotesis yang diajukan pada penelitian ini sebagai berikut:

(36)

H2: Good Corporate Governance berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan makanan dan minuman.

3. Hubungan manajemen laba dengan kinerja keuangan, hal ini didukung dengan hasil penelitian (Aminah & Gunakan, 2015) dan, (Afdal Mazni, 2020), dan (Rahmawati et al., 2021), menemukan hasil bahwa manajemen laba berpengaruh positif terhadap ROA secara signifikan. Sehingga hipotesis yang diajukan pada penelitian ini sebagai berikut:

H3: Manajemen Laba berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan makanan dan minuman.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh pengawasan dan disiplin kerja terhadap kinerja pegawai. Penelitian ini dilakukan pada Dinas Perhubungan

Lakukan penggantian mesin EDC apabila langkah sebelumnya tidak berhasil (silahkan hubungi petugas BRI di kantor terdekat) 4 Display Error Tampilan menu EDC tidak. normal

Hasil penelitian menunjukkan faktor risiko yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian campak anak usia sekolah dasar pada peristiwa KLB adalah riwayat

Hasil analisa data dengan menggunakan ANAVA dua jalan antara siswa yang diberi penilaian bentuk performance pada kelompok siswa yang diberi variasi mengajar gaya

Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara ruangan, daftar tilik, alat-alat KKD, apakah alat KKD mencukupi, apakah setiap mahasiswa dapat melakukan KKD, apakah

MoU antara Pemerintah Kabupaten Jombang dengan Yayasan Kesejahteraan Warga Kesehatan Kabupaten Mojokerto tentang Kerjasama Penggunaan Wilayah Kabupaten Jombang

Maka, rancangan wadah tersebut terlihat pada pengolahan elemen arsitektur seperti tata ruang dalam yang mampu medorong para animator dan calon animator untuk berimajinasi,

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah yaitu bagaimana pengaruh variasi komposisi mol Barium (Ba) dan Strontium (Sr)