• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Bab LATAR BELAKANG"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

alaman

1

Kick Off Secara Resmi Dibuka Oleh Bpk Walikota Banjarbaru

Bab 1

1.1 LATAR BELAKANG

Akses terhadap air bersih dan sanitasi telah diakui PBB sebagai hak asasi manusia melalui deklarasi dalam Sidang Umum PBB yang berlangsung pada akhir bulan Juli 2010. Deklarasi ini semakin mempertegas dan memperluas pengakuan tentang betapa pentingnya akses terhadap air bersih dan sanitasi. Sebelumnya pada tahun 2000, para pemimpin dunia juga bersepakat untuk memasukkan akses terhadap air bersih dan sanitasi sebagai salah target dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang harus dicapai pada tahun 2015.

(2)

alaman

2

Pengakuan sanitasi sebagai hak asasi manusia dan salah satu target MDGs mengindikasikan adanya keprihatinan dunia akan persoalan sanitasi yang setidaknya didasarkan atas fakta bahwa masih banyak penduduk dunia (terutama penduduk miskin) yang tidak memiliki akses terhadap sanitasi. Menurut WHO (2010), sampai dengan tahun 2008 sedikitnya 2,6 milyar penduduk dunia belum memiliki akses terhadap sanitasi. WHO juga menambahkan bahwa penyakit diare yang biasanya terjadi akibat kondisi air bersih dan sanitasi yang buruk menjadi penyakit kedua terbesar di dunia.

Hasil riset kesehatan dasar (riskesdas) 2007 menunjukkan, meski 71 persen penduduk Indonesia usia 10 tahun ke atas sudah berperilaku benar dalam buang air besar (BAB), 29 persen atau sekitar 70 juta penduduk Indonesia masih belum berperilaku benar BAB sehingga menimbulkan penyakit diare. Tak hanya diare, penyakit demam tifus, hepatitis A, dan polio juga menghantui masyarakat akibat mikroba yang terbawa oleh perilaku tidak sehat masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki persoalan yang serius dalam sektor sanitasi.

Menyikapi kondisi tersebut, Pemerintah Indonesia telah menegaskan komitmennya dalam pembangunan sanitasi dengan mencanangkan beberapa target penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010- 2014 Bidang Permukiman dan Perumahan. Beberapa target penting yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS) nasional hingga akhir tahun 2014, baik di perkotaan maupun di perdesaan melalui pemicuan perubahan perilaku BABS dengan target sesuai Renstra 2010-2014 masing-masing Kementerian/Lembaga;

2. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 persen rumah tangga hingga tahun 2014; dan

3. Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan.

Disisi lain, buruknya kondisi sanitasi bukan saja disebabkan terbatasnya akses penduduk pada dan kualitas fasilitas sanitasi yang tersedia, tetapi juga disebabkan masih rendahnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang isu- isu sanitasi dan kesehatan. Masih terbatasnya kapasitas untuk membuat perencanaan pelayanan sanitasi yang komprehensif, multisektor, dan tanggap kebutuhan juga menjadi salah satu kendala pembangunan sanitasi. Saat ini tidak banyak kota/kabupaten yang memiliki rencana strategis, master plan, dan dokumen proyek untuk perbaikan layanan sanitasi. Akibatnya akses pada sumber- sumber pendanaan pun menjadi terbatas.

(3)

alaman

3

Dengan potret seperti itu, pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota serta masyarakat, tidak bisa lagi memandang persoalan sanitasi sebagai business as usual, penanganan sanitasi tidak dapat dilakukan secara parsial. Perencanaan yang tumpang tindih, tidak tepat sasaran, dan tidak berkelanjutan tidak boleh terulang lagi. Sanitasi harus ditangani secara multistakeholder dan komprehensif.

Pembangunan sektor sanitasi tidak hanya memerlukan penyediaan sarana fisik, tetapi juga ada masalah-masalah sosial yang perlu dipecahkan bersama agar sarana fisik tersebut bermanfaat secara optimal dan berkelanjutan. Oleh karenanya pembangunan sektor sanitasi membutuhkan dukungan banyak pihak, dan masyarakat juga harus bisa melakukan perubahan untuk diri sendiri dan lingkungannya.

Untuk itu perencanaan pembangunan sektor sanitasi harus disusun secara lebih terintegratif, aspiratif, inovatif dan sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat. Tahapan-tahapan proses perencanaan harus dilaksanakan secara berurutan, bertahap dan berkelanjutan, sehingga solusi yang ditawarkan juga akan tepat, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Kesadaran inilah yang akhirnya mendorong terjadinya kesepakatan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dengan melahirkan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP).

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan kondusif yang mendukung terciptanya percepatan pembangunan sanitasi melalui advokasi, perencanaan strategis, dan implementasi yang komprehensif dan terintegrasi. Program ini mempunyai tujuan mensinergikan kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terkait dengan sanitasi dalam satu wadah untuk memperbaiki kinerja dan konsep pembangunan sanitasi dalam skala kota.

Sebagaimana halnya daerah lain di Indonesia, pembangunan sektor sanitasi di Kota Banjarbaru pada tahun-tahun sebelumnya masih dianggap sebagai urusan

“belakang”, sehingga acapkali termarjinalkan dari urusan-urusan yang lain. Di sisi lain, pelaksanaan pembangunan sanitasi yang tengah berjalan masih dilakukan secara parsial dan belum terintegrasi dalam suatu “skenario besar”

dengan sasaran yang komprehensif serta dengan jangka waktu yang lebih panjang. Masih kuatnya

(4)

alaman

4

ego-ego sektoral menyebabkan sering terjadi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang tumpang tindih, tidak tepat sasaran, dan lebih buruknya lagi tidak berkelanjutan. Keterbatasan kemampuan keuangan daerah juga menyebabkan pemerintah daerah harus lebih fokus pada untuk menangani peresoalan-persoalan yang sedang dihadapi, sehingga belum optimal menyiapkan perencanaan yang bersifat jangka panjang dan terintegrasi antar sektor.

Seiring dengan tuntutan peningkatan standart kualitas hidup masyarakat, semakin tingginya tingkat pencemaran lingkungan dan keterbatasan daya dukung lingkungan itu sendiri menjadikan sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan yang harus diperhatikan. Menindak lanjuti hal tersebut, Pemerintah Kota Banjarbaru telah menegaskan komitmennya terhadap pengelolaan lingkungan, termasuk di dalamnya sektor sanitasi, dengan mencantumkan persoalan pengelolaan lingkungan di dalam RPJMD Tahun 2011-2015. Sasaran pembangunan yang dimaksud adalah Banjarbaru menjadi kota hijau yang bersih, sehat dan ramah lingkungan.

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) menjadi wahana yang diharapkan dapat membantu Pemerintah Kota Banjarbaru menyiapkan road map pembangunan sanitasi yang komprehensif, yang dapat menjawab tantangan perkembangan kota yang terus tumbuh dengan cepat.

Sebagai sebuah kota yang terus berkembang, tingkat pertumbuhan penduduk di Kota Banjarbaru dapat dikategorikan sangat tinggi yaitu rata-rata 2,45% pada periode 2005-2010. Pertumbuhan jumlah penduduk ini tentunya berdampak langsung pada pertumbuhan kawasan-kawasan permukiman serta meningkatnya tuntutan akan penyediaan infrastruktur yang layak termasuk sarana sanitasi.

Volume sampah dan limbah rumah tangga lainnya yang terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk tentunya harus segera diantisipasi oleh para pemangku kepentingan di Kota Banjarbaru, demikian juga dengan fenomena semakin meluasnya daerah genangan air sebagai akibat dari semakin berkurangnya daerah-daerah resapan dan tangkapan air yang terjadi karena beralih fungsinya lahan-lahan terbuka menjadi kawasan-kawasan permukiman.

Sebagai dasar pijakan untuk menyusun sebuah strategi yang komprehensif dan terintegrasi secara multisektoral, dan yang terpenting tepat sasaran sebagaimana kebutuhan riil masyarakat, tentunya diperlukan data dasar yang esensial mengenai struktur dan situasi sanitasi di seluruh wilayah Kota Banjarbaru, baik menyangkut aspek teknis mapun non teknis. Dalam konteks ini Buku Putih merupakan prasyarat utama dan dasar bagi penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK).

Buku Putih Sanitasi merupakan pemetaan situasi sanitasi kota atau kabupaten berdasarkan kondisi aktual. Pemetaan tersebut mencakup aspek teknis dan aspek non-teknis, yaitu aspek keuangan, kelembagaan, pemberdayaan masyarakat, perilaku hidup bersih dan sehat, dan aspek-aspek lain seperti

(5)

alaman

5

keterlibatan para pemangku kepentingan secara lebih luas. Buku Putih merupakan

“database sanitasi kota atau kabupaten” yang paling lengkap, mutakhir, aktual, dan disepakati seluruh SKPD dan pemangku kepentingan terkait pembangunan sanitasi.

1.2 LANDASAN GERAK

Pengertian sanitasi dari beberapa sumber adalah sebagai berikut :

 Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap semua faktor lingkungan fisik manusia yang mempengaruhi atau mungkin mempengaruhi sehingga merugikan pertumbuhan fisik, kesehatan dan kelangsungn hidupnya (WHO)1.

 Sedangkan pengertian sanitasi menurut panduan TTPS Sanitasi juga diartikan sebagai usaha untuk memastikan pembuangan kotoran manusia, cairan limbah, dan sampah secara higienis yang akan berkontribusi pada kebersihan dan lingkungan hidup yang sehat baik di rumah maupun lingkungan sekitarnya.

Ruang lingkup penanganan Sanitasi dalam program PPSP adalah sebagai berikut:

1. Pengolahan On Site menggunakan sistem septik-tank dengan peresapan ke tanah dalam penanganan limbah rumah tangga.

2. Pengelolaan Off Site adalah pengolahan limbah rumah tangga yang dilakukan secara terpusat.

3. Penanganan persampahan atau limbah padat yaitu penanganan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat, baik yang berasal dari rumah tangga, pasar, restoran dan lain sebagainya yang ditampung melalui TPS atau transfer depo ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

4. Penanganan drainase kota adalah memfungsikan saluran drainase sebagai penggelontor air kota dan memutuskan air permukaan.

5. Penyediaan air bersih adalah upaya pemerintah untuk menyediakan air bersih bagi masyarakat baik melalui jaringan PDAM maupun non PDAM yang bersumber dari air permukaan maupun air tanah.

Buku Putih Sanitasi menyediakan data dasar yang esensial mengenai struktur, situasi dan kebutuhan sanitasi Kota Banjarbaru. Buku Putih Sanitasi Kota Banjarbaru ini diposisikan sebagai acuan perencanaan strategis pembangunan sanitasi skala kota. Buku Strategi Sanitasi Kota yang memuat rencana pembangunan sanitasi kota dikembangkan atas dasar permasalahan yang dipaparkan dalam Buku Putih Sanitasi. Setiap tahun data yang ada akan dibuat

“Laporan Sanitasi Tahunan” yang merupakan gabungan antara laporan Tahunan SKPD dan status proyek sanitasi. Laporan Sanitasi Tahunan menjadi Lampiran Buku

1 Victor M. Ehler dan Ernest W. steel Municipal and Rural Sanitation, Tata Mc Graw Hill Publishing Company LTD, New Dehli, Edition 1976 hal 2

(6)

alaman

6

Putih Sanitasi dan setelah 3 tahun (seiring dengan berakhirnya RPJMD 2011 - 2015), semua informasi tersebut dirangkum dalam Revisi Buku Putih Sanitasi.

Berdasarkan visi, misi kabupaten/kota berdasarkan RPJMD kota Banjarbaru Tahun 2011 – 2015, serta tujuan penataan ruang sebagaimana tercantum dalam RTRW kota Banjarbaru tahun 2012 – 2032 maka di jelaskan sebagai berikut : a) Visi kota Banjarbaru:

"MANDIRI DAN TERDEPAN DALAM PELAYANAN"

Visi tersebut mengandung pengertian bahwa kondisi Kota Banjarbaru yang ingin diwujudkan dalam lima tahun mendatang adalah Banjarbaru yang terdepan karena pelayanan aparatur publiknya dalam pelayanan pendidikan, pelayanan ekonomi (jasa, industri dan perdagangan), pelayanan pemukiman dan pelayanan pemerintahan.

1. Pelayanan Pendidikan. Kota Banjarbaru sebagai kota yang bertumpu pada sumber daya manusia yang handal dan terampil dengan disertai nilai-nilai agama dan budaya leluhur. Kreatifitas dan ketrampilan penduduk kota Banjarbaru menjadi nilai tambah yang sangat berarti bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat kota Banjarbaru.

2. Pelayanan ekonomi (Jasa, Industri dan Perdagangan). Sebagai sebuah kota yang akan banyak menyandarkan perekonomiannya pada pergerakan barang dan terutama jasa, maka peningkatan sarana dan prasarana yang menunjang kelancaran ekonomi sangat diperlukan, kualitas jalan yang bagus dan angkutan yang layak misalnya Kota Banjarbaru menghubungkan ibukota provinsi Kalimantan Selatan dengan dengan 13 (tiga belas) kabupaten/kota lainnya di Kalimantan Tengah dan dan Kalimantan Timur adalah sebuah keuntungan dalam pengembangannya sebagai kota jasa dan perdagangan. Dalam pembangunan kota, pengembangannya lebih banyak diarahkan pada sektor yang mempunyai kontribusi besar pada barang dan jasa. Iklim usaha juga menjadi penting dalam mendorong perkembangan sektor industri di Kota Banjarbaru yang dapat menyerap banyak tenaga kerja.

3. Pelayanan Pemukiman. Perkembangan Kota Banjarbaru telah menyebabkan peningkatan permintaan perumahan bagi penduduk. Implikasinya, peranan tata ruang kota dan kepastian hukum bagi status kepemilikan lahan menjadi sangat penting sehingga tidak terjadi kekacauan manajemen kota (urban sprawl) di masa depan. Peningkatan kualitas pemukiman yang layak huni, representatif dan berwawasan lingkungan serta adanya kepastian hukum bagi kepemilikan lahan menjadi agenda jangka panjang pembangunan Kota Banjarbaru.

(7)

alaman

7

4. Pelayanan Pemerintahan. Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan. Sebagai kota pelayanan publik harus bertumpu pada good governance/tata kelola pemerintahan yang baik. Sebagai syarat mencapai itu, diperlukan aparat yang terampil, handal dan berakhlak mulia dan menjunjung tinggi hak-hak dasar manusia dengan mengedepankan asas demokrasi dan keadilan sosial.

Dengan terdepannya Banjarbaru dalam pelayanan publiknya, maka akan menimbulkan multi effect bagi pembangunan daerah, terutama dari sisi ekonomi.

Karena diharapkan dalam lima tahun ke depan Banjarbaru menjadi pusat investasi di Kalimantan Selatan.

b) Misi kota Banjarbaru

Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka misi pembangunan daerah tahun 2011-2015 adalah :

“MEWUJUDKAN BANJARBARU YANG BERDAYA SAING DAN SEJAHTERA”

BERDAYA SAING

Mengandung makna terjadi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, peningkatan pelayanan kemasyarakatan, pemerintahan dan pembangunan yang dilakukan secara rasional dan obyektif dengan mempertimbangan aspek keterbukaan, partisipasi publik dan kesamaan, dengan demikian menjamin adanya partisipasi masyarakat, transparansi, akuntabel sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku.

SEJAHTERA

Mengandung makna dalam lima tahun ke depan akan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang diindikasikan dengan meningkatnya pendapatan perkapita penduduk Banjarbaru yang berdampak pula pada menurunnya angka kemiskinan, serta peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai guna mendukung pertumbuhan ekonomi di Banjarbaru

c) Tujuan Tata Ruang dalam RTRW kota Banjarbaru

“Mewujudkan penataan ruang Kota Banjarbaru yang indah, damai, nyaman dan dinamis sebagai kota yang terdepan dalam pelayanan pendidikan, perdagangan dan jasa, industri, pemerintahan, dan permukiman dengan mempertahankan kelestarian lingkungan hidup bagi pembangunan berkelanjutan”

(8)

alaman

8

Sebagai wujud dari penataanan ruang maka RTRW Kota Banjarbaru dijadikan pedoman dalam :

a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang;

b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah;

c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah Kota Banjarbaru;

d. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah serta keserasian antarsektor;

e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;

f. Penataan ruang kawasan strategis;

g. Penataan ruang wilayah Kota Banjarbaru.

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN

Buku Putih Sanitasi Kota yang disusun oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kota Banjarbaru ini dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi dan karakteristik sanitasi Kota Banjarbaru saat ini (kondisi existing). Pemetaan kondisi dan profil sanitasi (sanitation mapping) dilakukan untuk menetapkan zona sanitasi prioritas yang penetapannya berdasarkan urutan potensi resiko kesehatan lingkungan (priority setting). Dalam Buku Putih ini, priority setting dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang tersedia, hasil studi Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment) atau EHRA, dan persepsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Banjarbaru yang menangani secara langsung pembangunan dan pengelolaan sektor sanitasi di Kota Banjarbaru.

Maksud penyusunan Buku Putih Sanitasi Kota Banjarbaru untuk menggambarkan profil sanitasi (sanitation mapping) atau gambaran secara lebih lengkap yang menggambarkan kondisi sanitasi kota/kabupaten dengan cara melakukan beberapa studi, antar lain Studi Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assesment/ EHRA)

Tujuan dari penyusunan dokumen Buku Putih Sanitasi ini adalah :

1) Melakukan analisis dari kondisi dan potensi yang ada di Kota Banjarbaru serta melakukan identifikasi strategi dan langkah pelaksanaan kebijakan dalam sektor sanitasi.

2) Menghasilkan kebijakan daerah terkait sanitasi yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan Pemerintah Daerah berdasarkan kesepakatan seluruh lintas pelaku (stakeholder) AMPL-BM Kota Banjarbaru.

3) Sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan dan pengorganisasian

(9)

alaman

9

pelaksanaan pembangunan sanitasi secara efektif, efisien, sistematis, terpadu dan berkelanjutan.

1.4 METODOLOGI

Mempertimbangkan bahwa secara administratif Kota Banjarbaru hanya terdiri dari 20 kelurahan yang tersebar merata di 5 kecamatan, maka penulisan Buku Putih Sanitasi Kota Banjarbaru ini akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan populasi. Populasi atau seluruh kelurahan akan digunakan sebagai sumber data dalam penulisan Buku Putih Sanitasi Kota Banjarbaru. Jadi yang menjadi target pendekatan penelitian ini adalah populasi. Metodologi ;

a) Metode pengumpulan data :

• desk study (kajian literature, data sekunder, browsing, internet, dll)

• field Research (observasi, wawancara responden)

• FGD dan indepth interview.

b) Metode analisis : Deskriptif kualitatif dan kuantitatif

Koleksi data merupakan tahapan yang penting dalam penulisan Buku Putih Sanitasi ini. Data-data yang diperlukan meliputi data sekunder dan data primer.

Data-data sekunder ini diperoleh dari laporan atau publikasi yang dikeluarkan oleh SKPD terkait dalam lingkup Pemerintah Kota Banjarbaru maupun publikasi yang diterbitkan oleh BPS. Sedangkan data primer diperoleh dari hasil survey terkait dengan pengelolaan sanitasi seperti Enviromental Health Risk Assessment (EHRA). Selanjutnya dalam tahap penentuan area beresiko, kedua jenis data tersebut akan dikompilasi dengan persepsi masing-masing SKPD pada masing- masing wilayah yang dinilai.

Penyusunan buku putih sanitasi ini dilaksanakan secara partisipatif yang melibatkan para pemangku kepentingan, transaparan dan akuntabel. Sebutkan bentuk partisipatif apa yang dilakukan oleh masing-masing stakeholder di kab/kota. Pendekatan yang dilakukan antara lain, berupa :

• Pendekatan partisipatif

• Pendekatan berbasis kebutuhan (demand responsive approach)

• Pendekatan berbasis fakta/masalah (evidence-based approach)

(10)

alaman

1 0

1.5 DASAR HUKUM DAN KAITANNYA DENGAN DOKUMEN PERENCANAAN LAIN

Buku Putih Sanitasi Kota Banjarbaru Tahun 2012 ini diposisikan sebagai acuan perencanaan strategis bagi penyusunan strategi sanitasi (SSK) tingkat kota/kabupaten dengan tetap berbasis pada dokumen perencanaan yang sudah ada antara lain RPJPD, RPJMD, Renstra dan RTRW.

Rencana pembangunan sanitasi dikembangkan atas dasar permasalahan yang dipaparkan dalam Buku Putih Sanitasi. Setiap tahun data yang ada akan dibuat “Laporan Sanitasi Tahunan” yang merupakan gabungan antara laporan Tahunan SKPD dan status proyek sanitasi. Laporan Sanitasi Tahunan menjadi Lampiran Buku Putih Sanitasi 2012 dan setelah 3 tahun, semua informasi tersebut dirangkum dalam Revisi Buku Putih Sanitasi.

Didalam penyusunan Buku Putih Sanitasi Kota Banjarbaru berpijak pada beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku di tingkat nasional atau pusat, propinsi maupun daerah. Kegiatan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) di Kota Banjarbaru didasarkan pada aturan-aturan dan produk hukum yang meliputi:

A. UNDANG-UNDANG

 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1966 Tentang Hygiene;

 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alami Hayati dan Ekosistemnya;

 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman;

 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air;

 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;

 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang;

 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolan Sampah;

 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;

B. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1982 tentang Pengaturan Air;

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air;

(11)

alaman

1 1

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai;

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum;

C. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014

D. KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.

 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 123 Tahun 2001 Tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air.

 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2002 Tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 123 Tahun 2001 Tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air

E. KEPUTUSAN MENTERI

 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 35/MENLH/7/1995 tentang Program Kali Bersih;

 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha dan atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL;

 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik;

 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1205/Menkes/Per/X/2004 tentang Pedoman Persyaratan Kesehatan Pelayanan Sehat Pakai Air (SPA);

 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/Menkes/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum;

F. PERATURAN METERI

 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No: 21/PRT/2006 tentang kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP);

 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No: 16/PRT/2008 tentang kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah

(12)

alaman

1 2

Permukiman (KSNP-SPALP)

G. PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU

 Peraturan Daerah Kota Banjarbaru No … Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Banjarbaru 2011-2015;

 Peraturan Daerah Kota Banjarbaru No … Tahun 2011 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Kedudukan dan Tugas Lembaga Teknis Daerah

H. PETUNJUK TEKNIS

 Petunjuk Teknis Nomor KDT 616.98 Ped I judul Pedoman Teknis Penyehatan Perumahan.

 Petunjuk Teknis Nomor KDT 636.728 Pet. I judul Petunjuk Teknis Spesifikasi Kompos Rumah Tangga, Tata cara Pengelolaan Sampah Dengan Sistem Daur Ulang Pada Lingkungan, Spesifikasi Area Penimbunan Sampah Dengan Sistem Lahan Urug Terkendali Di TPA Sampah.

 Petunjuk Teknis Nomor KDT 363.72 Pet B judul Petunjuk Teknis Pembuatan Sumur Resapan.

 Petunjuk Teknis Nomor KDT 361.728 Pet I judul Petunjuk Teknis Penerapan Pompa Hidran Dalam Penyediaan Air Bersih.

 Petunjuk Teknis Nomor KDT 361.728 Pet I judul Petunjuk Teknis Pengomposan Sampah Organik Skala Lingkungan.

 Petunjuk Teknis Nomor KDT 361.728 Pet I judul Petunjuk Teknis Spesifikasi Instalasi Pengolahan Air Sistem Berpindah – pindah (Mobile) Kapasitas 0.5 Liter/detik.

 Petunjuk Teknis Nomor KDT 627.54 Pan I judul Panduan Dan Petunjuk Praktis Pengelolaan Drainase Perkotaan.

 Petunjuk Teknis Nomor KDT 363.728 Pet D judul Pedoman Teknis Tata Cara Sistem Penyediaan Air Bersih Komersil Untuk Permukiman.

 Petunjuk Teknis Nomor KDT 363.728 Pet D judul Petunjuk Teknis Tata Cara

 Pengoperasian Dan Pemeliharaan Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga Non Kakus.

 Petunjuk Teknis Nomor KDT 307.14 Man P judul Manual Teknis Saluran Irigasi.

 Petunjuk Teknis Nomor KDT 307.14 Man P judul Manual Teknis MCK

1.6 KAITAN BUKU PUTIH DENGAN DOKUMEN PERENCANAAN LAINNYA

1) Hubungan Buku Putih Sanitasi (BPS) dengan RPJMD

RPJMD sebagai penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dipergunakan sebagai sumber dasar bagi penyusunan Buku Putih

(13)

alaman

1 3

Sanitasi. Oleh karena itu, BPS ini merupakan penjabaran operasional dari RPJMD khususnya yang berkaitan dengan pembangunan sanitasi yang bersifat lintas sektor, komprehensif, berkelanjutan dan partisipatif sesuai dengan konsep dasar pemikiran RPJMD.

2) Hubungan BPS dengan Renstra SKPD

Renstra SKPD sebagai penjabaran dari RPJMD juga dipergunakan sebagai bahan penyusunan BPS. Mengingat bahwa Renstra SKPD hanya mengatur tentang rencana sektor sanitasi secara parsial dan sektoral, maka dalam BPS dilakukan sinergitas rencana sektor sanitasi dalam sebuah kondisi sanitasi yang saling berkait, simultan dan berkesinambungan. Karena Renstra SKPD dipergunakan sebagai dasar dari penyusunanBPS ini maka implementasi pembangunan sanitasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan SKPD yang terkait dengan sanitasi.

• Hubungan BPS dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

RTRW dipergunakan sebagai salah satu bahan dasar bagi penyusunan BPS, dimana perkiraan jumlah penduduk dan volume sector sanitasi diperhitungkan sesuai dengan perkiraan dan prediksi dalam RTRW. BPS mengarah pada operasionalisasi teknis urusan khusus sanitasi dari RTRW, agar pada saat pengendalian pemanfaatan ruang wilayah terlaksana pula implementasi dari BPS.

GAMBAR 1.1 KEDUDUKAN BUKU PUTIH SANITASI

• Hubungan BPS dengan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)

BPS diharapkan dapat menjadi bahan dasar bagi RKPD dalam penyusunan rencana pembangunan tahunan daerah khususnya dalam bidang sanitasi.

Dengan demikian dapat diharapkan adanya kebijakan penetapan pagu anggaran untuk sanitasi setiap tahun anggaran mulai tahun 2014 sampai dengan 2019 sesuai dengan rencana yang ditetapkan dalam BPS ini.

Gambar

GAMBAR 1.1 KEDUDUKAN BUKU PUTIH SANITASI

Referensi

Dokumen terkait

Ruang lingkup substansi, yakni berfokus pada lahan pemakaman yang terdapat di kota Yogyakarta dengan batasan pengamatan pada pengelolaan tanah pemakaman

Secara lebih khusus, rencana pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut tercermin dalam Rencana Tata Ruang (RTR) wilayah Kabupaten Batang Hari yang menempatkan Kota

Bagaimana wujud rancangan tata ruang luar dan tata ruang dalam Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta yang bersuasana rekreatif dan edukatif yang dapat

Baik dari segi lokasi, letak permukiman, kepadatan penduduk, kepemilikan lahan, mata pencaharian, peruntukan tata ruang sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan yang ditarik yaitu: mendeskripsikan landasan konseptual perancangan tata ruang luar, tata ruang

Pebedaan ini terletak pada (i) parameter yang digunakan (penelitian ini akan memperhitungkan pula aspek kepemilikan lahan, kebergantungan terhadap lahan, dan kekuatan

Dua hal yang perlu diperhatikan terkait dengan kualitas Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Parigi Moutong, yaitu: (1) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Parigi

Status Penguasaan/ Kepemilikan Lahan* Penggunaan Lahan Luas Lahan Ha 18 Ruang Kuliah EK 4 FEKON UNTAG, JL Ir... Status Penguasaan/ Kepemilikan Lahan* Penggunaan Lahan