• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kota berasal dari kata urban yang berarti mengandung makna kekotaan dan perkotaan. Kekotaan berarti sifat-sifat yang melekat pada kota dalam arti fisik, ekonomi dan budaya. Sedangkan perkotaan lebih mengacu pada suatu area yang memiliki suasana penghidupan maupun kehidupan modern dan pemerintah kota memiliki kewenangan dalam mengaturnya. Sebagai sistem jaringan kehidupan manusia, kota ditandai dengan penduduk yang padat dan strata sosial ekonomi yang heterogen serta bercorak matrealistis (Bintarto, 1983). Selain itu, kota memiliki intensitas tinggi dan merupakan tempat pelayanan umum (Marbun, 1992). Kawasan perkotaan sendiri merupakan wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang).

Kawasan perkotaan memiliki daya tarik yang kuat bagi penduduk untuk datang dan mencari peradaban dengan tersedianya segala bentuk kebutuhan hidup. Dampaknya kota akan semakin berkembang seiring dengan pertambahan penduduk dari kawasan suburban maupun rural ke kota untuk mencari pekerjaan, tujuan pendidikan maupun bertempat tinggal. Fenomena seperti ini sering disebut dengan urbanisasi. Menurut Harjoko dalam Harahap (2013), urbanisasi diartikan sebagai suatu proses perubahan dari wilayah non-urban menjadi urban dan menyebabkan pemanfaatan ruang menjadi kurang proporsional. Selain itu Nas dalam Harahap (2013) mengemukakan bahwa urbanisasi dianggap sebagai suatu proses pembentukan kota yang digerakkan oleh perubahan struktural dalam masyarakat sehingga daerah-daerah yang dulu merupakan pedesaan dengan mata pencaharian sebagai petani, lambat laun memperoleh sifat kehidupan kota. Masuknya penduduk kota ke daerah pinggiran telah banyak mengubah tata guna lahan terutama yang langsung berbatasan dengan kota. Daerah hijau sudah jarang

(2)

ditemui akibat perubahan menjadi permukiman dan bangunan (Bintarto, 1983). Menurut informasi dari media online, Indonesia memiliki tingkat populasi urbanisasi tertinggi kedua di ASEAN sebesar 54,2 persen atau tertinggi kedua setelah Malaysia sebesar 73,4 persen (Metronews, 2015).

Urbanisasi dinilai wajar sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan kehidupan. Namun arus urbanisasi yang tidak terkendali merusak strategi rencana pembangunan kota yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang, sehingga terjadi pergeseran fungsi-fungsi kekotaan ke daerah pinggiran atau disebut dengan urban sprawl. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian hingga terjadinya proses densifikasi di pinggiran kota. Upaya untuk membatasi urban sprawl dapat dilakukan dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Konsep tersebut menekankan pada tiga aspek yaitu Economy, Environment dan Social Equity (Ohta dalam Kusumantoro 2007). Terdapat tujuh pendekatan dalam menentukan bentuk kota yang paling berkelanjutan dan telah menghasilkan konsep compact city sebagai model pengembangan kota yang efisien dalam pemanfaatan ruang (Jabareen dalam Kusumantoro 2007). Compact city atau kota kompak merupakan suatu strategi kebijakan kota yang memiliki prinsip mencapai sinergi kepadatan penduduk yang ideal, kegiatan ekonomi dan sosial yang terkonsentrasi di kota, intensifikasi transportasi umum dan kesejahteraan penduduk dari taraf dan kualitas hidup yang lebih baik. Prinsip tersebut dapat diadaptasi untuk optimalisasi urban compactness sebagai solusi dari pembangunan yang menyebar atau urban sprawl.

Urban compactness merupakan optimalisasi dari konsep compact city yang mampu memberikan kelebihan bagi ruang kota dan meminimalisir pembangunan pada lahan perkotaan atau meningkatkan luas kawasan konservasi, memberikan kelengkapan fasilitas di pusat kota yang mudah dijangkau, efisiensi waktu dan biaya dalam menjangkau fasilitas kota dan mengurangi emisi karbon. Namun, terdapat kelemahan yang muncul dari optimalisasi urban compactness terhadap kondisi over density pada kota yang telah kompak. Keadaan tersebut dapat menimbulkan gangguan psikologi seperti menyebabkan perasaan sesak atau crowding yang mampu mengancam kesejahteraan penduduk yang rentan terhadap

(3)

stress. Selain itu juga mampu mempengaruhi reaksi emosional, fikiran, fisiologis dan perilaku penduduknya. Hal tersebut membuktikan bahwa terdapat interaksi antara lingkungan dan manusia yang menyebabkan perilaku manusia pada lingkungan itu sendiri (Helmi, 1999). Menurut pernyataan Jenks et al (1997) mengenai kepadatan yang tinggi sebagai berikut.

“The higher densities in the core of developing country cities appear to have a little effect on urban containment, and can lead to environmental degradation.” (Jenks et al, 2000:7)

Namun terdapat ahli yang berpendapat sebaliknya bahwa higher densities would mean less space is consumed per capita and more land is saved for agriculture and for open space. Bus and rail better serve densers settlements and there could be less reliance on the automobile. Higher densities reduce society’s environmental footprint and slow the consumption of non-renewable resource (Ewing dalam Jenks et al, 2000:65).

Urban compactness sejatinya menyediakan berbagai fasilitas kota yang mudah untuk diakses baik menggunakan transportasi umum maupun sepeda dibanding penduduk suburban atau rural yang harus menempuh jarak cukup jauh untuk menjangkau fasilitas yang ada di kota. Optimalisasi urban compactness dirasa mampu meningkatkan fungsi ruang kota sebagai pusat pelayanan dan jasa yang akan mempengaruhi kualitas hidup penduduknya sehingga mampu mencapai kesejahteraan masyarakat.

Fokus kesejahteraan pada masyarakat baru-baru ini digunakan sebagai konsep pembangunan yang dilakukan oleh banyak negara maju seperti Jerman, Inggris, Dubai, Korea Selatan hingga Uni Emirat Arab (UEA). Konsep pembangunan ini menilai kesejahteraa bukan hanya dari sisi kekayaan penduduknya saja, namun melalui indeks yang secara progresif memiliki nilai yang lebih tinggi terhadap kondisi lingkungan yang rendah akibat eksploitasi lahan untuk mendukung kegiatan perekonomian. Indeks dirancang untuk mengimbangi PDB dan IPM yang belum mengusung konsep pembangunan berkelanjutan (World Happiness Report, 2015). Konsep pengukuran kebahagiaan

(4)

(happiness index) telah diusung oleh beberapa organisasi seperti pengukuran kebahagiaan menurut Happy Planet Index (HPI), Office for National Statistics (ONS), Gross National Happiness (GNH), World Happiness, Badan Pusat Statistik, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan Happy City Index (HCI). Pengukuran kebahagiaan dilakukan baik di skala nasional maupun regional dengan prinsip menilai kebahagiaan secara subjektif dan mengukur kondisi dari beberapa aspek seperti kesehatan, pemerintahan, pendidikan, kebudayaan, lingkungan maupun ekonomi. Prinsip tersebut digunakan sebagai dasar dalam menghasilkan kebijakan yang mementingkan kesejahteraan masyarakatnya.

Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang mengalami perkembangan pesat karena daya tarik Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan, Kota Budaya maupun Kota Wisata. Pada tahun 1970 Kota Yogyakarta masih memiliki batas administrasi yang jelas dengan kawasan pinggiran kota berupa sawah atau pertanian. Kemudian tahun 1990 barulah Kota Yogyakarta mengalami perkembangan yang pesat hingga meluber kepinggiran kota yang terjadi hingga saat ini. Kondisi tersebut mempengaruhi transformasi spasial tidak hanya di daerah urban, namun sub urban dan rural mengalami pergeseran fungsi dan berdampak pada penyebaran sifat fisik kekotaan dan dikenal dengan Kawasan Perkotaan Yogyakarta. Menurut Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010, kawasan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta yang selanjutnya disebut Kawasan Perkotaan Yogyakarta meliputi Kota Yogyakarta, sebagian Kabupaten Sleman yaitu Kecamatan Kasihan, Sewon dan Banguntapan, serta sebagian Kabupaten Sleman yaitu Kecamatan Depok, Ngaglik, Mlati, Godean, Gamping dan Ngemplak. Dalam RTRW Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009 – 2029, Kawasan Perkotaan Yogyakarta termasuk kedalam kawasan strategis pertumbuhan ekonomi pada skala nasional dan provinsi. Melihat hal tersebut, Kawasan Perkotaan Yogyakarta membutuhkan pembangunan yang tidak hanya meningkatkan nilai ekonomi namun juga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalamnya.

(5)

Berdasarkan hasil pengukuran urban compactness yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya, menurut Kusumawati (2015), tingkat urban compactness Kota Yogyakarta pada tahun 2013 memiliki nilai sebesar 65,93. Jika dikonversikan ke dalam segmentasi ruang, Kota Yogyakarta terbagi menjadi dua segmentasi yaitu pusat kota dan urban dengan tingkat urban compactness tertinggi terdapat pada segmentasi ruang pusat kota. Selama kurun waktu 10 tahun, tingkat urban compactness Kota Yogyakarta mengalami penurunan pada beberapa atributnya seperti densifikasi penduduk, konsentrasi aktivitas dan intensifikasi transportasi umum. Selain itu, identifikasi pada kawasan pinggiran kota membuktikan bahwa terjadinya tingkat urban sprawl yang tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin keluar dari pusat kota tingkat urban compactness semakin rendah. Oleh sebab itu, penelitian ini akan mengidentifikasi perbandingan tingkat urban compactness secara lebih luas di Kawasan Perkotaan Yogyakarta, dengan membaginya kedalam tiga segmentasi ruang pusat kota, urban dan suburban. Kemudian dilakukan identifikasi hubungan tingkat urban compactness dengan happiness index untuk melihat kebahagiaan penduduknya pada tingkat kekompakan tertentu pada masing-masing segmen ruang. Sehingga akan muncul segregasi melalui perbandingan tingkat kekompakan kota tersebut.

Urban compactness sebagai cara untuk meminimalisir perkembangan kota yang menyebar, diterapkan untuk mempertahankan kesesuaian struktur dan pola ruang agar tidak memunculkan masalah menurunnya kualitas hidup yang berdampak pada kesejahteraan penduduknya. Melalui prinsip peningkatan aksesibilitas untuk kemudahan penduduk dalam menjangkau seluruh fasilitas kota, seharusnya mampu memberikan kualitas hidup yang lebih baik dan meningkatkan kebahagiaan bagi penduduknya.

1.2 Rumuasan Masalah

Kota sebagai pusat pelayanan seharusnya mampu memberikan fasilitas terhadap kebutuhan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Namun, pada kenyataannya banyak kota yang mengalami penurunan fungsi akibat ketidak siapan dalam memberikan pelayanan. Permasalahan muncul dari kota itu sendiri

(6)

dengan daya tarik yang kuat dan berkaitan dengan fenomena urbanisasi yang tak terkendali. Fenomena ini akrab dengan permasalahan kota lainnya seperti kemacetan hingga urban sprawl yang menyebabkan rusaknya strategi pembangunan kota. Hadirnya konsep pembangunan compact city sebagai bentuk dari pembangunan kota berkelanjutan dianggap mampu melepaskan satu-persatu permasalahan yang kerap kali dikaitkan dengan kota.

Compact city merupakan salah satu konsep yang digunakan dalam strategi pembangunan kota dengan menekankan pada densifikasi penduduk, penggunaan transportasi umum dan mixed use melalui tiga aspek keberlanjutan yaitu sosial, lingkungan dan ekonomi. Perwujudan compact city dapat dilakukan melalui optimalisasi urban compactness yang akan mendekatkan masyarakat dengan fasilitas pelayanan yang dibutuhkan melalui proses densifikasi. Kondisi ini dapat meningkatkan kualitas pelayanan kota dan berpengaruh terhadap kebahagiaan atau kesejahteraan masyarakat yang tinggal didalamnya untuk melakukan pergerakan yang minim dan menghemat biaya perjalanan. Namun, terdapat kekhawatiran bahwa compact city dapat meningkatkan stress pada penduduknya karena kondisi kota yang dapat mencapai over density akan meningkatkan kebisingan, kepadatan lalu lintas dan polusi udara yang akan mempengaruhi kesehatan mental maupun fisik hingga interaksi sosial. Penelitian ini akan mengidentifikasi perbandingan tingkat urban compactness pada masing-masing segmen ruang di Kawasan Perkotaan Yogyakarta dan hubungannya dengan tingkat happiness index penduduknya.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana perbandingan tingkat urban compactness pada segmen ruang di Kawasan Perkotaan Yogyakarta ?

2. Bagaimana perbandingan tingkat happiness index pada segmen ruang di Kawasan Perkotaan Yogyakarta ?

3. Bagaimana perbandingan hubungan urban compactness dengan happiness index pada segmen ruang di Kawasan Perkotaan Yogyakarta ?

(7)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengidentifikasi perbandingan tingkat urban compactness pada setiap segmen ruang di Kawasan Perkotaan Yogyakarta.

2. Untuk mengidentifikasi perbandingan tingkat happiness index pada segmen ruang di Kawasan Perkotaan Yogyakarta.

3. Untuk mengidentifikasi perbandingan hubungan urban compactness dan happiness index pada segmen ruang di Kawasan Perkotaan Yogyakarta.

1.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah semakin ke pusat kota tingkat urban compactness akan semakin tinggi yang diikuti dengan meningkatnya happiness index penduduknya. Penelitian ini akan membahas pembuktian dari kebenaran hipotesis tersebut melalui perhitungan kedua variabel pada masing-masing segmentasi ruang yaitu pusat kota, urban dan suburban.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat luas, pemangku kepentingan maupun ilmu pengetahuan untuk dapat mengarahkan pembangunan kota ke arah sustainable development. Manfaat penelitian lebih lengkapnya adalah sebagai berikut :

1. Manfaat bagi masyarakat luas untuk lebih memahami aspek penataan ruang untuk dikembangkan tidak hanya dari aspek ekonomi saja, akan tetapi terdapat hal yang lebih penting yaitu konsep pembangunan yang mampu memberikan kebahagiaan dan kesejateraan bagi penduduk yang tinggal di ruang tersebut dengan keseimbangan dari aspek sosial dan lingkungan.

2. Manfaat bagi pemangku kepentingan untuk lebih baik dalam mebuat kebijakan terutama dalam pemanfaatan ruang-ruang kota dan aspek lain yang saling berkaitan dalam optimalisasi urban compactness untuk mencegah terjadinya urban sprawl ke daerah suburban bahkan rural di Kawasan Perkotaan Yogyakarta.

(8)

3. Manfaat bagi ilmu pengetahuan untuk memberikan kontribusi untuk pembaharuan ilmu terkait bidang Perencanaan Wilayah dan Kota, khususnya mengenai urban compactness dan hubungannya dengan happiness index yang sedang gencar digunakan sebagai alat ukur kemajuan sosial dan tujuan kebiajakan publik.

1.7 Batasan Penelitian 1.7.1 Batasan Spasial

Penelitian ini memiliki batasan wilayah berupa Kawasan Perkotaan Yogyakarta yang terbagi kedalam tiga segmen ruang yaitu pusat kota, urban dan suburban yang terdiri dari tiga kabupaten atau kota yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul. Pengkategorian kecamatan di Kawasan Perkotaan Yogyakarta ke dalam segmen ruang dapat dilihat pada bab selanjutnya.

1.7.2 Batasan Substansial

Penelitian ini memiliki batasan materi berupa performa urban compactness dan hubungannya dengan happiness index yang dibandingkan melalalui nilai segmen ruang pusat kota, urban dan suburban di Kawasan Perkotaan Yogyakarta.

1.7.3 Batasan Waktu

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data urban compactness tahun 2013 (menggunakan data penelitian Sani Roychansyah pada tahun 2013) dan data happiness index tahun 2015.

1.8 Keaslian Penelitian

Penelitian dengan judul “Hubungan Urban Compactness dengan Happiness Index pada Segmen Ruang di Kawasan Perkotaan Yogyakarta” berfokus pada pembuktian hubungan urban compactness dengan kebahagiaan dan kesejahteraan penduduk kota nya diukur melalui happiness index melalui perbandingan segmen ruang di Kawasan Perkotaan Yogyakarta. Berdasarkan

(9)

studi literatur penulis, telah dilakukan penelitian mengenai urban compactness di dalam negeri seperti di Yogyakarta, Semarang dan Jabodetabek. Selain itu penelitian diluar negeri juga telah dilakukan di India, Cina dan Melbourne.

Penelitian yang penulis lakukan memiliki fokus yang berbeda dengan peneliti lain. Kusumawati (2015) melakukan penelitian mengenai pengaruh urban compactness terhadap transformasi spasial yang telah di lakukan di Yogyakarta sedangkan Lathinka (2014) juga pernah melakukan penelitian terkait dengan urban compactness di Yogyakarta namun dengan keterkaitannya terhadap pola pergerakan penduduknya. Bardan et al (2015) melalui jurnalnya melakukan penelitian untuk menilai derajat hubungan bentuk kota kompak dengan kualitas hidup di India.

Dari beberapa literatur di atas, belum terdapat fokus yang menilai hubungan urban compactness dengan happiness index yang dirasa mampu untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk di kota. Selain itu, gambaran tingkat urban compactness dapat diketahui melalui literatur tersebut, sehingga penelitian ini sebagai penelitian lanjutan yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Roychansyah (2013) dan Kusumawati (2015).

(10)

Tabel 1.1 Daftar Penelitian Terkait

No Nama (Tahun) Jenis

Penelitian Judul Fokus Lokus

Metode Penelitian 1. Indah Tiara Kusumawati (2015) Skripsi UGM Pengaruh Urban Compactness terhadap Transformasi Spasial di Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta

Membuktikan bahwa urban compactness dapat meminimalisisr

transformasi spasial di wilayah peri urbannya.

Kawasan Perkotaan Yogyakarta

(Kabupaten Sleman, Bantul dan Kota Yogyakarta)

Deduktif - kuantitatif

2. Lanthika Atianta (2014) Skripsi UGM

Pengaruh Urban Compactness terhadap Pola Pergerakan Penduduk Kota Yogyakarta Mengetahui pengaruh urban compactness terhadap pola pergerakan (jarak tempuh pergerakan keluar kecamatan dan penggunaan moda transportasi) penduduk Kota Yogyakarta.

Kota Yogyakarta Kuantitatif Deduktif -

3. Rijawanda Raflamadina (2015) Skripsi UGM Hubungan Tingkat Daya Hidup (Livability) dengan Tingkat Daya Saing (Competitiveness) Kota-kota di Pulau Jawa

Mengetahui hubungan antara tingkat daya hidup (livability) dengan tingkat daya saing

(competitiveness) di 34 kota-kota administratif di

Pulau Jawa. Kota-Kota di Pulau Jawa Kuantitatif Deduktif -

4. Tervian Febri Skripsi UI Kemungkinan Membahas mengenai Rasuna Epicentrum Deduktif - Bersambung…

(11)

No Nama (Tahun) Jenis

Penelitian Judul Fokus Lokus

Metode Penelitian (2012) Penerapan Konsep Compact City di Kawasan Jabodetabek kemungkinan penerapan serta dampak positif dan negatif dari penerapan konsep compact city bagi perkotaan di Indonesia.

Kualitatif

5.

Faradina Ilma dan Anita Ratnasari Rakhmatulloh (2014) Jurnal Planologi Undip Pembentukan Struktur Ruang Kompak di Kawasan Banyumanik Kota Semarang Mengkaji karakteristik compactness struktur ruang Kawasan Banyumanik, elemen-elemen yang mempengaruhinya, serta mengkaji trend perkembangannya berdasarkan pendapat pakar.

Kota Semarang Deduktif - Kuantitatif

6.

Fitri Ramdhani

Harahap (2013) Jurnal Sosial

Dampak Urbanisasi bagi Perkembangan Kota di Indonesia Mendiskusikan dampak urbanisasi yang

ditimbulkan oleh kota yang berkembang pesat.

DKI Jakarta Deduktif – Kuantitatif Bersambung…

(12)

No Nama (Tahun) Jenis

Penelitian Judul Fokus Lokus

Metode Penelitian

7.

Ronita Bardhan, Kiyo Kurisu dan Keisuke Hanaki (2015)

Cities Journal

Does compact urban forms relate to good quality of life in high density cities of India? Case of Kolkata

Menilai derajat hubungan antara compact urban form (UF) dengan urban quality of life (UQoL) yang lebih baik di skala neighbourhood pada kasus Kolkata sebagai

perkembangan kota dengan kepadatan tinggi di India.

Kolkata, India Deduktif – Kuantitatif 8. Yong Liu, Yu Song dan Xiaodong Song (2014) Habitat International Journal An empirical study on the relationship between urban

compactness and CO2 effieciency in China

Menganalisis hubungan antara urban compactness

dan efisiensi CO2. China Deduktif –

Kuantitatif

10. Mirjam Schindler dan Geoffrey Caruso (2014) Computers, Environment and Urban Systems Journal Urban compactness and the trade-off between air pollution emission and exposure : Lesson from a

spatially explicit theoretical model

Mengeksplor hubungan antara struktur perkotaan (urban compactness) dan polusi udara dari

perspektif lingkungan, kesehatan dan sosial.

Kawasan Perkotaan di Seluruh Dunia

Deduktif – Kuantitatif

11. Prem Chhetri, Jung Hoon Han, Shobhit Chandra dan Jonathan Corcoran (2013) City, Culture and Society Journal Mapping urban residential density patterns: Compact city model in Melbourne, Australia

Meneliti secara empiris database kadaster yang berisi rincian setiap perlengkapan untuk menangkap perubahan Melbourne, Australia Deduktif – Kuantitatif Bersambung… Lanjutan Tabel 1.1

(13)

No Nama (Tahun) Jenis

Penelitian Judul Fokus Lokus

Metode Penelitian pola kepadatan perumahan

perkotaan di Melbourne, Australia menggunakan teknik geospasial dan pembahasan realisasi aspek kepadatan dalam kebijakan pelaksanaan kota kompak pada rencana Melbourne 2030. 12. Muhammad Sani Roychansyah (2006) Jurnal Arsitektur dan Perencanaan Paradigma Kota Kompak: Solusi Masa Depan Tata Ruang Kota ?

Mengeksplorasi

pemanfaatan ide melalui model kota kompak sebagai solusi tata ruang kota di masa depan.

Inggris dan Jepang Deduktif - Kualitatif 13.

Haiyan Chen, Beisi Jia dan S.S.Y. Lau (2008)

Habitat International

Journal

Sustainable urban form for Chinese compact cities: Challenges of a rapid urbanized economy

Mengevaluasi secara kuantitatif mengenai cost benefit dari kekompakkan kota dalam konteks negara China dari perspektif lingkungan, khususnya yang peduli terhadap ketersediaan fasilitas, efisiensi infrastruktur, transportasi publik, energy domestic dan konsumsi energy dan eksternalitas lingkungan.

China Kuantitatif Deduktif -

Bersambung… Lanjutan Tabel 1.1

(14)

No Nama (Tahun) Jenis

Penelitian Judul Fokus Lokus

Metode Penelitian 14. Scott Cloutier, Jenna Jambeck dan Norman Scott (2013) Ecological Indicators Journal The Sustainable Neighborhoods for Happiness Index (SNHI): A metric for assessing a community’s sustainability and potential influence on happiness Mendeskripsikan pengembangan sustainable neighbourhood for happiness index (SNHI) sebagai perangkat dalam menilai dan

membandingkan kondisi masyarakat dalam skala kota, lingkungan dan komunitas dalam menjalankan praktik sustainable dan keterkaitan praktik tersebut untuk di terjemahkan oleh penduduk sebagai kesempatan mencapai kebahagiaan. Athens, Georgia, New York and San Fransisco.

Deduktif – Kuantitatif

15. Sri rum Giyarsih (2001) Jurnal PWK

Gejala Urban Sprawl sebagai Pemicu Proses Densifikasi

Permukimam di Daerah Pinggiran Kota (Urban Fringe Area)

Membuktikan bahwa gejala urban sprawl memicu terjadinya

densifikasi permukiman di Pinggiran Kota

Yogyakarta.

Kota Yogyakarta dan Pinggiran Kota Yogyakarta Deduktif - Kuantitatif 16. Iwan P. Kusumantoro Jurnal PWK Menggagas Bentuk Ruang Kota Alternatif:

Mengeksplorasi dampak tata ruang atau bentuk

Kawasan Metro Bandung, Semarang Deduktif - Kualitatif Lanjutan Tabel 1.1 Bersambung…

(15)

No Nama (Tahun) Jenis

Penelitian Judul Fokus Lokus

Metode Penelitian (2007) Upaya mereduksi Intensitas Pergerakan Lalu Lintas perkotaan untuk menginduksi pola perjalanan. dan Cilegon 17.

Reid Ewing, Gail Meakins, Shima Hamidi dan Arthur C. Nelson (2013) Health and Place Journal Relationship between urban sprawl and physical activity, obesity and morbidity – Update and refinement

Memodelkan beberapa hasil kesehatan dan perilaku dalam memperbaharui, menyaring dan

perhitungan compactness atau sprawl yang sesuai.

United States Deduktif – Kuantitatif

Sumber : Penulis (2015) Lanjutan Tabel 1.1

(16)

1.9 Sistematika Penelitian

Gambaran penelitian ini dapat dilihat dari sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini peneliti memberikan gambaran penelitian yang akan dilakukan secara keseluruhan terkait dengan judul penelitian “Hubungan Urban Compactness terhadap Happiness Index pada Segmen Ruang Kota Yogyakarta”, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini peneliti menyampaikan teori-teori sebagai landasan penelitian beserta kerangka teorinya. Dalam tinjauan pustaka, membahas mengenai teori kota, compact city, urban compactness, happiness index, dan segmen ruang kota Yogyakarta.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini peneliti menyampaikan metode yang digunakan dalam melakukan penelitian, yaitu deduktif – kuantitatif dan variable yang digunakan untuk analisis. BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

Pada bab ini peneliti mengkaji deksripsi wilayah penelitian yaitu Kawasan Perkotaan Yogyakarta meliputi Kota Yogyakarta dan kawasan pinggiran Kota Yogyakarta untuk memberi gambaran pembaca, baik wilayah penelitian secara administrasi, fisik, kependudukan, ekonomi, sosial maupun budaya.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti menyampaikan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dan menjawab seluruh pertanyaan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini peneliti melakukan penarikan kesimpulan dan memberikan saran untuk konsep pembangunan Kota Yogyakarta melalui optimalisasi urban compactness untuk menciptakan kondisi masyarakat yang bahagia dan sejahtera melalui

Gambar

Tabel 1.1 Daftar Penelitian Terkait  No  Nama (Tahun)  Jenis

Referensi

Dokumen terkait

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk

Kemudian batasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana pengembangan modul pembelajaran yang baik pada mata kuliah praktikum Kelistrikan Otomotif

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, sumber segala kebenaran, sang kekasih tercinta yang tidak terbatas pencahayaan cinta-Nya bagi hamba-Nya, Allah Subhana Wata‟ala

Melalui kegiatan observasi di kelas, mahasiswa praktikan dapat. a) Mengetahui situasi pembelajaran yang sedang berlangsung. b) Mengetahui kesiapan dan kemampuan siswa dalam

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

Pendekatan dapat diartikan sebagai metode ilmiah yang memberikan tekanan utama pada penjelasan konsep dasar yang kemudian dipergunakan sebagai sarana

Audit, Bonus Audit, Pengalaman Audit, Kualitas Audit. Persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik yang semakin ketat, keinginan menghimpun klien sebanyak mungkin dan harapan agar

Perbandingan distribusi severitas antara yang menggunakan KDE dengan yang menggunakan suatu model distribusi tertentu dilakukan untuk melihat secara visual, manakah dari