1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu ciri interaksi belajar menurut Titin dalam Holil (2009)
adalah unsur penilaian. Unsur penilaian adalah unsur yang amat penting,
karena berhubungan dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Untuk
mengetahui ketercapaian dari tujuan proses belajar-mengajar (interaksi
edukatif), diperlukan suatu kegiatan penilaian. Unsur penilaian inilah yang
biasa kita sebut dengan ujian. Ujian merupakan salah satu cara untuk
mengevaluasi proses belajar. Dalam dunia pendidikan ujian dimaksudkan
untuk mengukur taraf pencapaian suatu tujuan pengajaran oleh peserta didik,
sehingga peserta didik dapat mengetahui tingkat kemampuannya dalam
memahami mata peserta didikan tertentu. Bila ternyata hasilnya belum
maksimal, maka proses belajar harus ditingkatkan baik kualitas maupun
kuantitas.
Dalam usaha untuk meraih keberhasilan mendapatkan nilai yang baik
dalam ujian, ada peserta didik yang belajar dengan tekun dan ada pula peserta
didik yang tidak belajar , akan tetapi mengandalkan teman atau berbuat curang,
misalnya menyontek saat mengikuti ujian. Curang menurut Hartoto (2009),
adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan
yang sah atau terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau
dunia pendidikan adalah menyontek. Menyontek menurut Sujiana dan Ratna
(dalam Sukarsih, 1998) merupakan tindak kecurangan dalam tes melalui
pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah.
Beberapa aspek perbuatan yang dapat dikategorikan dalam perilaku
menyontek pada saat ujian menurut Deighton dalam Alhadza (2004), yaitu
meniru pekerjaan teman, bertanya langsung pada teman ketika sedang
mengerjakan ujian, membawa catatan pada kertas pada anggota badan atau
pada pakaian ke ruang ujian, menerima jawaban dari pihak luar, saling
bertukar jawaban, menyuruh atau meminta bantuan orang lain dalam
menyelesaikan tugas ujian di kelas atau tugas penulisan paper dan take home
test.
Kebiasaan menyontek ini berdampak negatif pada peserta didik,
karena dengan menyontek peserta didik tidak dapat mengetahui seberapa
besar kemampuan dirinya dalam memahami atau menguasai mata pelajaran
yang sudah diajarkan (Hamalik, 2005:105). Selain hal tersebut, dampak
menyontek dapat mempengaruhi masa depan peserta didik itu sendiri yaitu
ketika berada di dunia kerja peserta didik yang sering menyontek saat sekolah
akan mengalami kemerosotan kehidupan moralnya terutama dalam
berkurangnya nilai kejujuran, kerja keras dan kemandirian, serta wawasan
yang berguna dalam kehidupan nyata.
Berdasarkan survei yang telah dilakukan Andi (2007) Survei Litbang
Media Group menunjukkan mayoritas anak didik, baik di bangku sekolah dan
menyontek. Demikian yang terungkap dalam Survei Litbang Media Group
yang dilakukan 19 April 2007 di enam kota besar di Indonesia yaitu:
Makassar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, jakarta, dan Medan. Survei
dilakukan dengan wawancara terstruktur dengan kuisioner melalui pesawat
telepon kepada masyarakat di enam kota besar di Indonesia. Mencakup 480
responden dewasa. Survei dilakukan untuk mencoba menguak maraknya
kecurangan akademik di institusi pendidikan. Selain itu, survei dilakukan
untuk menjawab pertanyaan yang akhir-akhir ini muncul adanya kecurangan
sebelum dan setelah Ujian Nasional (UN). Hasil survei menyebutkan hampir
70% responden yang ditanya apakah pernah menyontek ketika masih sekolah
atau kuliah menjawab pernah. Berarti, mayoritas responden pernah melakukan
kecurangan akademik berupa menyontek.
Perilaku menyontek dipengaruhi oleh banyak variabel seperti yang
dikemukakan oleh Haryono dkk (2001) bahwa peserta didik menyontek
karena berbagai alasan. Ada yang menyontek karena malas belajar, ada yang
takut karena mengalami kegagalan, ada pula yang dituntut orang tuanya untuk
memperoleh nilai yang baik. Oleh sebab itu para peserta didik hanya
memfokuskan pada nilai yang baik, seperti yang dikemukakan oleh Coleman
(dalam Sarwono, 2000) bahwa ada beberapa kelompok peserta didik yang
menekankan pada prestasi sekolah. Di kelompok ini ditemukan bahwa nilai
yang dominan di antara mereka adalah nilai-nilai ulangan semata. Terjadi
persaingan untuk mendapat nilai bagus dan hanya yang terbaik dalam angka
Sundari dalam Supriyantini (2010:9), membagi macam-macam
kecemasan menjadi tiga, yaitu:
1. Kecemasan karena merasa berdosa atau bersalah. Misalnya seseorang
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya atau
keyakinannya. Seorang peserta didik menyontek, pada waktu pengawas
ujian lewat di depannya, ia berkeringat dingin karena takut diketahui.
Kecemasan ini dirasakan oleh peserta didik yang tidak siap dalam
menghadapi ujian, bisa jadi karena malas belajar, atau alasan lainnya yang
menyebabkan dia tidak siap dalam pelaksanaan ujian. Berbeda dengan
peserta didik yang memiliki persiapan dalam pelaksanaan ujian, dia tidak
akan merasa cemas atau takut dengan pengawasan seketat apapun.
2. Kecemasan karena akibat melihat dan mengetahui bahaya yang
mengancam dirinya. Misalnya kendaraan yang dinaiki remnya macet,
menjadi cemas kalau terjadi tabrakan beruntun dan ia sebagai
penyebabnya.
3. Kecemasan dalam bentuk yang kurang jelas, apa yang ditakuti tidak
seimbang, bahkan yang ditakuti itu hal/benda yang tidak berbahaya.
Phobia adalah rasa takut yang sangat atau berlebihan terhadap sesuatu
yang tidak diketahui lagi penyebabnya.
Hartoto (2010) menjelaskan bahwa ada empat faktor yang menjadi
penyebab kecurangan dalam ujian yaitu: (1) Faktor individual atau pribadi, 2)
faktor lingkungan atau pengaruh kelompok, (3) faktor sistem evaluasi dan, (4)
Berkenaan dengan faktor tersebut, ditegaskan bahwa yang terpenting
dalam pendidikan moral adalah bagaimana menciptakan faktor kondisional
yang dapat mengundang dan memfasilitasi seseorang untuk selalu berbuat
secara moral dalam ujian (tidak melakukan kecurangan) maka caranya adalah
mengkondisikan keempat faktor tersebut ke arah yang mendukung untuk
mereduksi kecurangan, yaitu sebagai berikut:
1. Faktor pribadi dari (peserta didik yang melakukan kecurangan)
a. Bangkitkan rasa percaya diri
b. Arahkan self consept mereka ke arah yang lebih proporsional
c. Biasakan mereka berpikir lebih realistis dan tidak ambisius
d. Tumbuhkan kesadaran hati nurani yang mampu mengontrol naluri
beserta desakan logis rasionalitas jangka pendek yang bermuara
kepada perilakunya.
2. Faktor lingkungan dan kelompok
Ciptakan kesadaran disiplin dan kode etik kelompok yang sarat dengan
pertimbangan moral.
3. Faktor sistem evaluasi
a. Buat instrumen evaluasi yang valid dan reliable (yang tepat dan tetap)
b. Terapkan cara pemberian skor yang benar-benar objektif
c. Lakukan pengawasan yang ketat
d. Bentuk soal disesuaikan dengan perkembangan kematangan peserta
didik dan dengan mempertimbangkan prinsip pedagogi serta prinsip
4. Faktor tenaga pendidik (Guru/ Dosen)
a. Berlaku objektif dan terbuka dalam pemberian nilai.
b. Bersikap rasional dan tidak melakukan kecurangan dalam memberikan
tugas ujian/tes.
c. Tunjukkan keteladanan dalam perilaku moral.
d. Berikan umpan balik atas setiap penugasan.
Seiring dengan semakin majunya perkembangan teknologi, maka
untuk menghindari dan mereduksi tingkat kecurangan dalam ujian, sekaligus
untuk meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan ujian, maka dibutuhkanlah
sebuah media evaluasi pembelajaran yang bisa menjawab kebutuhan peserta
didik dan tenaga pendidik dalam pelaksanaan ujian. Menurut Soeparno
(1987:8) menyebutkan ada beberapa alasan memilih media dalam proses
belajar mengajar, yaitu:
1. Ada berbagai macam media yang mempunyai kemungkinan dapat kita
pakai di dalam proses belajar mengajar.
2. Ada media yang mempunyai kecocokan untuk menyampaikan informasi
tertentu.
3. Ada perbedaan karakteristik setiap media.
4. Ada perbedaan pemakai media tersebut.
5. Ada perbedaan situasi dan kondisi tempat media dipergunakan.
Penggunaan media pembelajaran yang berbasis TIK merupakan hal
yang tidak mudah. Dalam menggunakan media tersebut harus memperhatikan
maksimal dan tidak menyimpang dari tujuan media tersebut, Sadiman
(1996:83) mengatakan bahwa :
Ditinjau dari kesiapan pengadaannya, media dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu media jadi karena merupakan komoditi perdagangan yang terdapat di pasaran luas dalam keadaan siap pakai ( media by utilization ) dan media rancangan yang perlu dirancang dan dipersiapkan secara khusus untuk maksud dan tujuan pembelajaran tertentu.
Dari pernyataan Sadiman (1996:83) tersebut dapat dikategorikan
bahwa media komputer merupakan media rancangan yang mana di dalam
penggunaannya sangat diperlukan perancangan khusus dan didesain
sedemikian rupa agar dapat dimanfaatkan.
Walter (2006) menyebutkan bahwa hampir setiap negara sedang
mempertimbangkan ujian secara online, setidaknya beberapa bagian dari
program penilaian K-12 (setara dengan tahun pertama di Universitas).
Penelitian pendidikan di K-12 menunjukkan bahwa siswa menggunakan
komputer di sekolah mereka untuk kegiatan pembelajaran mereka sehari-hari
(US Department of Commerce, 2002). Selain itu, kesenjangan akses komputer
di kalangan K-12 siswa telah terbukti diabaikan selama lima tahun terakhir
(Peak 2005). Oleh karena itu, diprediksi kedepannya hampir setiap aspek
pendidikan akan mempergunakan dan memanfaatkan teknologi, termasuk
pengujian secara online.
Rully Handri (2010), mahasiswa Fakultas Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam jurusan Ilmu Komputer Universitas Pendidikan
Indonesia, merancang dan mengembangkan sebuah software untuk mereduksi
dikenal dengan sistem ujian online yang teroptimalisasi oleh remote desktop
(SUOT-RD), dengan beberapa fitur utama yaitu sebagai berikut:
1. Soal akan disajikan secara Shuffle & Various type (Soal Random &
Banyak Tipe ) sehingga antara satu peserta didik dengan peserta didik lain
sangat kecil kemungkinan akan mendapatkan soal yang sama persis. Fitur
ini dapat mereduksi kecurangan pada ujian.
2. Skoring dimana masing-masing soal mempunyai bobot nilai, selain itu
juga akan dipakai ketercapaian batas lulus dengan keterangan
LULUS/TIDAK LULUS. Peserta didik tidak perlu menunggu lama untuk
mengetahui nilai dari hasil ujiannya, sehingga penilaian lebih objektif.
Menurut Nur (2010), benar ujian dilakukan dengan objektif, yaitu soal
objektif, koreksi awal (nilai mentah juga objektif, karena dikoreksi silang),
namun itu saja tidak menjamin nilai akhirnya akan objektif. Hal itu bisa
terjadi jika tenaga pendidik tidak berlaku objektif dalam memutuskan nilai
akhir anak.
3. Sistem ujian akan dapat melakukan sinkronisasi kelas dengan remote
desktop untuk mewujudkan Classroom Layout, selain fungsi utamanya
sebagai pengawasan/pemantauan siswa. Tenaga pendidik tidak melakukan
pengawasan dengan cara berkeliling kelas untuk mengamati peserta
didiknya karena SUOT-RD ini menyediakan sebuah fitur agar tenaga
pendidik dapat mengamati kegiatan apa saja yang dilakukan peserta didik
di komputernya masing-masing selama pelaksanaan ujian. Fitur ini juga
tingkat kecemasan peserta didik karena tenaga pendidik tidak perlu lagi
lalu lalang di depan peserta didik dalam pengawasan ujian.
Sistem ujian online terintegrasi (SUOT) bukanlah hal baru di dunia
pendidikan, beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia sudah ada yang
menggunakan SUOT dalam pelaksanaan ujian seperti di Universitas
Muhammadiyah Malang jurusan Teknik Informatika dan Universitas
Pendidikan Indonesia jurusan Ilmu Komputer, dan beberapa Universitas
lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa SUOT mulai digunakan untuk
mengatasi keterbatasan dan mengoptimalkan pelaksanaan ujian yang masih
dilakukan secara konvensional. Dengan adanya SUOT, dapat memudahkan
tenaga pendidik untuk mengkoreksi ujian dan mengawasi ujian, serta
mengurangi penggunaan kertas dalam pelaksanaan ujian.
Pada tanggal 20 Desember 2010, telah dilakukan uji coba SUOT-RD di
SMA Pasundan 3 Bandung kepada 39 peserta didik. Dari hasil uji coba
tersebut diperoleh informasi bahwa peserta didik rata-rata memperoleh nilai di
bawah Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) yang telah ditetapkan
yaitu 60. Apakah ketidaktuntasan peserta didik ini berkaitan dengan teknologi
yang digunakan, atau memang dari diri peserta didiknya yang tidak siap dalam
pelaksanaan ujian pada saat itu? Hal inilah yang mendorong penulis untuk
melakukan kajian berkenaan dengan bagaimana tingkat penerimaan peserta
didik terhadap penggunaan SUOT-RD pada pelaksanaan ujian tersebut. Kajian
ini perlu dilakukan mengingat keberadaan SUOT-RD sebagai suatu bentuk
dapat diterima oleh penggunanya, dalam hal ini peserta didik sebagai
pembelajar yang membutuhkan media evaluasi pembelajaran yang baik serta
sesuai dengan kebutuhannya.
Penerimaan pengguna didefinisikan sebagai keinginan sebuah grup
pengguna dalam memanfaatkan teknologi informasi yang dirancang untuk
membantu pekerjaan mereka (Dillon 2001) sehingga penerimaan pengguna
akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi dari suatu
teknologi yang diterapkan, dalam hal ini SUOT-RD.
Dalam Standards for Technological Literacy (ITEA, 2007) dijelaskan
bahwa terdapat 3 ciri orang yang paham teknologi yaitu dapat memahami,
menggunakan, dan mengelola teknologi yang ada. Seseorang akan menjadi
paham teknologi apabila ia sudah memahami konsep teknologi serta dapat
menggunakan dan mengelola teknologi yang ada. Hal ini dapat dicapai jika ia
mulai membiasakan diri untuk menerima dan menggunakan teknologi sesuai
dengan fungsi dan tujuan penggunanaannya.
Sikap (attitude) pengguna dalam hal ini peserta didik merupakan salah
satu aspek yang mempengaruhi perilaku individual mereka terhadap teknologi
yang digunakan. Sikap tersebut terdiri dari cara pandang (cognitive), afektif
(affective), dan komponen-komponen yang berkaitan dengan perikalu
(behavioral component). Tingkat penggunaan suatu teknologi oleh pengguna
dapat diprediksi dari sikap perhatiannya terhadap teknologi tersebut misalnya
keinginan menambah peripheral pendukung, motivasi untuk tetap
akan merasa puas menggunakan suatu teknologi jika mereka meyakini bahwa
teknologi tersebut mudah digunakan dan akan meningkatkan produktivitas
mereka.
Menurut studi Interaksi Manusia Komputer (IMK) user-user yang
berbeda akan membentuk konsepsi-konsepsi atau model-model mental yang
berbeda mengenai cara mereka berinteraksi, belajar dan menyimpan
pengetahuan serta keahlian. Oleh karena itu perlu diketahui sikap dan perilaku
pengguna terhadap suatu teknologi yang digunakan. Berikut ini konsep dasar
dari model penerimaan pengguna yang diungkapkan Venkatesh (2003) :
Gambar 1.1 Konsep Dasar User Acceptance Model
Penelitian mengenai penerimaan pengguna terhadap teknologi
informasi telah dikenal sejak pertengahan tahun 1980-an, karena penerimaan
teknologi merupakan prasyarat dalam penggunaan teknologi. Berbagai uji
coba dan teori dikembangkan dalam mempelajari penerimaan teknologi ini
seperti Innovation Diffusion Theory, Model Pemanfaatan PC (The PC
Utilization Model), dan Social Cognitive Theory. Dari berbagai teori
penerimaan teknologi, teori-teori yang paling penting dan berpengaruh serta Sikap terhadap
tekonologi Informasi
(Individual reaction to using Information Technology)
Minat untuk menggunakan teknologi informasi
(Intention to use Information Technology) Perilaku nyata penggunaan tekonologi Informasi
banyak digunakan adalah TRA (Theory of Reasoned Action), TAM
(Technology Accepted Model), TAM2 (Extended Theory Accepted Model ).
Mengingat pentingnya mengetahui tingkat penerimaan pengguna
terhadap suatu teknologi maka penelitian sejenis ini sudah mulai dilakukan
oleh beberapa pihak yang ingin mengetahui apa saja yang mempengaruhi
seseorang untuk menggunakan suatu teknologi guna mencari inovasi dan
pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Dalam penelitian ini
peneliti akan menerapkan media SUOT-RD dalam pelaksanaan ujian
kemudian meneliti penerimaan peserta didik terhadap SUOT-RD tersebut.
Teori yang akan digunakan untuk mengetahui penerimaan penggunaan
SUOT-RD dalam pelaksanaan ujian pada penelitian ini adalah Technology Accepted
Model (TAM). Berikut ini konsep dasar dari Technology Accepted Model
tersebut menurut Davis att. al (1989), Venkantesh et. Al (2003) :
Gambar 1.2 Model Technology Accepted Model Persepsi Kegunaan (Perceived Usefulness) PU Persepsi Kemudahan Penggunaan (Perceived Easy to
Use) PEOU
Sikap terhadap penggunaan teknologi (Attitude Towards Using Technology) ATU
Minat perilaku menggunakan
teknologi (Behavioral Intention to Uses) BITU
Penggunaan teknologi sesungguhnya
(Actual Technologi
Model tersebut akan digunakan dalam penelitian sehingga konstruksi
dari TAM ini akan dianggap sebagai faktor-faktor penerimaan teknologi
SUOT-RD, data yang diperolah akan digunakan untuk melihat tingkat
penerimaan pengguna teknologi tersebut. Penelitian ini dilakukan di SMA
Pasundan 3 Bandung.
TAM merupakan salah satu model penerimaan pengguna terhadap
teknologi yang paling sesuai sampai sekarang, hal ini dikemukakan oleh
Davis dalam Khosrow-Pour (2006: 209). Penelitian-penelitian yang ada
menunjukkan bahwa kebenaran TAM atas berbagai macam sistem
penggunaan teknologi informasi pada berbagai jenis instansi dan perusahaan
telah diakui oleh para peneliti di dunia (Vaidyanathan, 2005).
TAM menganggap bahwa tingkat penggunaan nyata atau penerimaan
pemakai atas suatu teknologi dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu persepsi
kegunaan, persepsi kemudahan penggunaan, serta sikap dan minat untuk
menggunakannya. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan antara satu dengan
yang lainnya dan TAM digunakan untuk mengetahui faktor mana yang paling
berpengaruh.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan memfokuskan pada
pemanfaatan TAM sebagai kerangka teoritis untuk menyelidiki pengaruh
faktor atau konstruksi TAM terhadap penerimaan media SUOT-RD dalam
1.2 Perumusan Masalah
Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah SUOT-RD. Peneliti
menerapkan media ini dalam pelaksanaan ujian siswa Sekolah Menengah Atas
(SMA) kelas X dalam mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi,
lalu bagaimana penerimaan peserta didik sebagai pengguna teknologi tersebut.
Pertanyaan-pertanyaan penelitiannya dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Apa bentuk pengaruh dari faktor-faktor TAM terhadap penggunaan
SUOT-RD sebagai salah satu media evaluasi pembelajaran?
2. Bagaimana bentuk hubungan faktor-faktor TAM yang mempengaruhi
penerimaan SUOT-RD sebagai salah satu media evaluasi pembelajaran?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
penerimaan SUOT-RD sebagai salah satu media evaluasi pembelajaran.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh TAM dalam penggunaan SUOT-RD sebagai salah
satu media evaluasi pembelajaran.
2. Mengetahui hubungan antara faktor-faktor TAM yang mempengaruhi
1.4 Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara
lain :
1. Bagi peserta didik (pengguna)
Diharapkan SUOT-RD ini dapat mereduksi tingkat kecurangan peserta
didik dalam pelaksanaan ujian. Sehingga peserta didik dituntut untuk
selalu siap dalam setiap pelaksanaan ujian.
2. Bagi Tenaga pendidik (pengguna)
Diharapkan SUOT-RD ini dapat menjadi solusi untuk memberikan
kemudahan kepada tenaga pendidik dalam pelaksanaan ujian yang selama
ini mengalami kendala dalam hal kecurangan peserta didik dan proses
penilaian yang tidak objektif. Sehingga dengan pemanfaatan SUOT-RD ini
pelaksanaan ujian menjadi lebih optimal.
3. Bagi Peneliti lain
Mengetahui kelebihan, kekurangan dan rekomendasi penggunaan
SUOT-RD, dan mengetahui sejauh mana dampak pengembangan dan tingkat
penerimaan SUOT-RD ini mampu mengoptimalkan pelaksanaan ujian.
4. Bagi dunia pendidikan, diharapkan hadirnya SUOT-RD ini mampu
mengoptimalkan pelaksanaan ujian terutama dalam mereduksi tingkat
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Peneliti akan menganalisis perilaku pengguna (user) terhadap penggunaan
teknologi dalam pelaksanaan ujian. Dalam hal ini pengguna (user) yang
dimaksud adalah peserta didik yang mendapat perlakuan penggunaan
media SUOT-RD dan teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan ujian
tersebut adalah SUOT-RD rancangan Rully Handri (2010) Mahasiswa
FPMIPA jurusan Ilmu Komputer Universitas Pendidikan Indonesia.
2. Konstruksi penerimaan yang digunakan adalah konstruksi murni dari
Technology Accepted Model tanpa ditambahkan variabel baru dan peneliti
akan menguji kecocokan model tersebut dalam kasus penggunaan
SUOT-RD dalam pelaksanaan ujian.
3. Software SUOT-RD yang digunakan sebagai media dalam pelaksanaan
ujianini terbatas hanya pada soal yang bersifat objektif (pilihan ganda).
4. Software SUOT-RD beroperasi dengan baik dengan kebutuhan spesifikasi
minimum hardware adalah sebagai berikut :
a. Processor Intel Pentium 4 1.50 GHz
b. RAM 512 MB
1.6 Hipotesis
Hipotesis adalah alat yang kuat dalam mengambil informasi ilmiah.
Hal ini memungkinkan penelitian menghubungkan antara teori ke observasi
dan observasi ke teori (Abied 2010).
Hipotesis dari penelitian ini adalah faktor-faktor dari model
penerimaan yang digunakan berpengaruh secara signifikan terhadap
penerimaan pengguna SUOT-RD sebagai salah satu media evaluasi
pembelajaran.
Pengembangan hipotesis berdasarkan kostruksi-konstruksi Technology
Accepted Model (TAM) adalah sebagai berikut :
H1,1 = kemudahan penggunaan (PEOU) berpengaruh terhadap persepsi
kegunaan (PU)
H2,1 = kemudahan penggunaan (PEOU) berpengaruh terhadap sikap
penggunaan (ATU)
H3,1 = persepsi kegunaan (PU) berpengaruh terhadap sikap penggunaan
(ATU)
H4,1 = sikap penggunaan (ATU) berpengaruh terhadap minat penggunaan
(BITU)
H5,1 = sikap penggunaan (BITU) berpengaruh terhadap minat penggunaan
1.7 Penjelasan Istilah
Supaya tidak terjadi perbedaan persepsi, maka akan dijelaskan
beberapa istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini,yaitu sebagai berikut:
1. Sistem ujian online terintegrasi adalah sistem ujian yang dibangun secara
komputerisasi, dimana peserta uji langsung mendapat dan menjawab soal
ujian melalui komputer. Pemeriksaan ujian dilakukan langsung oleh sistem,
dan peserta akan mendapatkan laporan hasil ujian secara langsung. Untuk
selanjutnya sistem ujian online terintegrasi ini disingkat menjadi SUOT.
2. Sistem ujian online terintegrasi yang teroptimalisasi oleh remote desktop
adalah sistem ujian yang dibangun secara komputerisasi dimana peserta uji
langsung mendapat dan menjawab soal ujian melalui komputer. Pemeriksaan
ujian dilakukan langsung oleh sistem, dan peserta akan mendapatkan laporan
hasil ujian secara langsung. Sistem ujian online terintegrasi yang
dikolaborasikan dengan remote desktop ini berperan untuk optimalisasi dalam
ujian online untuk melakukan pemantuan/pengamatan langsung kepada
peserta didik. Remote Desktop dapat mengendalikan komputer dan
menampilkan salinan gambar yang diterima dari tampilan layar komputer
yang dikendalikan itu. Untuk selanjutnya sistem ujian online terintegrasi yang
teroptimalisasi oleh remote desktop ini disingkat menjadi SUOT-RD.
3. Technology Acceptance Model (TAM) merupakan salah satu model yang
dibangun untuk menganalisis dan memahami faktor faktor yang
mempengaruhi diterimanya penggunaan teknologi. TAM memiliki lima buah
didefinisikan sebagai sejauh mana seorang percaya bahwa menggunakan suatu
teknologi akan bebas dari usaha. Persepsi kegunaan (perceived usefulness),
didefinisikan sebagai sejauh mana seorang percaya bahwa menggunakan suatu
teknologi akan meningkatkan kinerjanya. Sikap terhadap penggunaan
teknologi (attitude toward using technology), didefinisikan sebagai evaluasi
dari pemakai tentang ketertarikannya dalam menggunakan teknologi. Minat
perilaku menggunakan teknologi (behavioral intention to use), didefinisikan
sebagai minat (keinginan) seseorang untuk melakukan perilaku tertentu.
Penggunaan teknologi sesungguhnya (actual use) dapat diukur melalui
kepuasan pengguna serta jumlah waktu yang digunakan untuk berinteraksi
dengan teknologi atau frekuensi penggunaan teknologi tersebut.
4. Structural Equation Model (SEM) adalah sebuah model statisik yang
memberikan perkiraan perhitungan dari kekuatan hubungan hipotesis di antara
variabel dalam sebuah model teoritis, baik secara langsung atau melalui
variabel antara (intervening or mediating variables). SEM adalah model yang
memungkinkan penyajian sebuah rangkaian yang relatif rumit. SEM
merupakan teknik analisis multivariat yang dikembangkan guna menutupi
keterbatasan yang dimiliki oleh model-model analisis sebelumnya yang telah
digunakan secara luas dalam penelitian statistik. Model-model yang dimaksud
diantaranya dalah regression analysis (analisis regresi), path analysis (analisis
20
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Interaksi Belajar Mengajar
Belajar merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu
(Sudjana, 1989:28). Dalam keseluruhan proses pendidikan dan pengajaran di
sekolah berlangsung interaksi tenaga pendidik dan peserta didik dalam proses
belajar mengajar yang merupakan kegiatan paling pokok. Jadi proses belajar
mengajar merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi
yakni peserta didik sebagai pihak yang belajar dan tenaga pendidik sebagai
pihak yang mengajar. Menurut Titin dalam Holil (2009), dalam proses
interaksi tersebut dibutuhkan komponen pendukung (ciri-ciri interaksi
edukatif) yaitu (1) Interaksi belajar mengajar memiliki tujuan : yakni untuk
membantu anak dalam suatu perkembangan tertentu. Interaksi belajar
mengajar sadar tujuan, dengan menempatkan peserta didik sebagai pusat
perhatian peserta didik mempunyai tujuan, (2) Ada suatu prosedur (jalannya
interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah
dilaksanakan. Dalam melakukan interaksi perlu adanya prosedur, atau
langkah-langkah sistematik yang relevan, (3) Interaksi belajar mengajar
ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus. Materi didesain
sehingga dapat mencapai tujuan dan dipersiapkan sebelum berlangsungnya
interaksi belajar mengajar, (4) Ditandai dengan adanya aktivitas peserta didik.
merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi belajar mengajar, (5)
Dalam interaksi belajar mengajar tenaga pendidik berperan sebagai
pembimbing. Tenaga pendidik memberikan motivasi agar terjadi proses
interaksi dan sebagai mediator dan proses belajar mengajar, (6) dalam
interaksi belajar mengajar membutuhkan disiplin. Langkah-langkah yang
dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan, (7) Ada batas
waktu. Setiap tujuan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu harus dicapai, (8)
Unsur penilaian. Untuk mengetahui apakah tujuan sudah tercapai melalui
interaksi belajar mengajar. Unsur penilaian adalah unsur yang amat penting,
karena berhubungan dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Untuk
mengetahui ketercapaian dari tujuan proses belajar-mengajar (interaksi
edukatif), diperlukan suatu kegiatan penilaian. Unsur penilaian inilah yang
biasa kita sebut dengan ujian.
2.2. Ujian
Seperti yang diungkapkan Shalidy dalam Supriyantini (2010), bahwa
ujian merupakan suatu pemeriksaan mengenai pengetahuan, keahlian, atau
kecerdasan seseorang (peserta didik) untuk diperkenankan atau tidak dalam
mengikuti pendidikan tingkat tertentu. Ujian merupakan salah satu cara untuk
mengevaluasi proses belajar. Dalam dunia pendidikan ujian dimaksudkan
untuk mengukur taraf pencapaian suatu tujuan pengajaran oleh peserta didik,
sehingga peserta didik dapat mengetahui tingkat kemampuannya dalam
maksimal, maka proses belajar harus ditingkatkan baik kualitas maupun
kuantitas.
2.2.1 Model Pelaksanaan Ujian
Dimas (2009) membagi model pelaksanaan ujian menjadi tiga, yaitu:
1. Ujian Tradisional
Ujian tradisional atau ujian manual ini sudah diterapkan puluhan tahun
yang lalu, ujian jenis ini menggunakan alat tulis sebagai media ujian yaitu
berupa kertas, pensil, pena dan alat tulis umum lainnya untuk pelaksanaan
ujian.Soal ujian dan jawaban yang harus dijawab semuanya dilakukan dengan
tulisan tangan.
2. Ujian modern
Ujian modern penerapannya hampir sama dengan ujian tradisional.
Perbedaannya adalah dimana ujian modern sudah menggunakan alat ketik
untuk penulisan soal dan mesin fotocopy untuk memperbanyak jumlah soal.
Pemeriksaan ujianpun sudah dipermudah dengan adanya scanner yang bisa
memeriksa hasil ujian secara komputerisasi. Biasanya ujian ini bersifat
Objektif, sampai saat sekarang metode ini masih diapakai seperti pada UN,
SMPTN, TOEFL dan lain lain.
3. Ujian online
Ujian online sudah tidak lagi menggunakan media kertas atau alat tulis
sebagai media ujian. Sistem ujian ini dibangun secara komputerisasi, dimana
peserta uji langsung mendapat dan menjawab soal ujian melalui komputer.
mendapatkan laporan hasil ujian secara langsung. Ujian ini dipakai seperti
pada Seritifikasi MICROSOFT, TryOut Online dan lain lain.
2.2.2 Kecemasan Dalam Menghadapi Ujian
Sundari dalam Supriyantini (2010:9), membagi macam-macam
kecemasan menjadi tiga, yaitu:
1. Kecemasan karena merasa berdosa atau bersalah. Misalnya seseorang
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya atau
keyakinannya. Seorang peserta didik menyontek, pada waktu pengawas
ujian lewat di depannya, ia berkeringat dingin karena takut diketahui.
Kecemasan ini dirasakan oleh peserta didik yang tidak siap dalam
menghadapi ujian, bisa jadi karena malas belajar, atau alasan lainnya yang
menyebabkan dia tidak siap dalam pelaksanaan ujian. Berbeda dengan
peserta didik yang memiliki persiapan dalam pelaksanaan ujian, dia tidak
akan merasa cemas atau takut dengan pengawasan seketat apapun.
2. Kecemasan karena akibat melihat dan mengetahui bahaya yang
mengancam dirinya. Misalnya kendaraan yang dinaiki remnya macet,
menjadi cemas kalau terjadi tabrakan beruntun dan ia sebagai
penyebabnya.
3. Kecemasan dalam bentuk yang kurang jelas, apa yang ditakuti tidak
seimbang, bahkan yang ditakuti itu hal/ benda yang tidak berbahaya.
Phobia adalah rasa takut yang sangat atau berlebihan terhadap sesuatu
Kecemasan merupakan manifestasi emosi yang bercampur baur dan
dialami oleh individu sebagai suatu reaksi terhadap ancaman, tekanan,
kekhawatiran yang mempengaruhi fisik dan psikis. Salah satu yang dapat
menimbulkan ancaman, tekanan, dan kekhawatiran pada peserta didik adalah
ujian, karena ujian merupakan suatu proses pemerikasaan mengenai
pengetahuan dan keahlian peserta didik sebagai akibat dari suatu proses
belajarnya selama menjalani pendidikan, sekaligus menjadi tolak ukur bagi
keberhasilan peserta didik dalam menempuh proses pendidikannya selama ini.
Menurut Soejanto dalam Supriyantini (2010), beragam reaksi
emosional yang diperlihatkan siswa dalam menghadapi ujian antara lain
adalah rasa cemas. Bagi sebagian dari mereka menganggap ujian merupakan
suatu hal yang sudah selayaknya dilakukan, namun sebagian lagi menganggap
suatu hal yang dirasakan sebagai paksaan.
Dapat disimpulkan bahwa kecemasan dalam menghadapi ujian
merupakan suatu manifestasi emosi yang bercampur baur dan dialami oleh
seorang individu sebagai reaksi dalam menghadapi ujian yang dapat
mempengaruhi fisik dan psikisnya.
2.2.3 Perilaku Menyontek dalam Ujian
Perilaku menyontek adalah salah satu fenomena pendidikan yang
sering muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar. Kurangnya
perhatian mengenai perilaku menyontek disebabkan karena kebanyakan orang
menganggap masalah menyontek sebagai sesuatu yang sifatnya sepele,
Seperti yang dikemukakan oleh Sudrajat (2008) bahwa banyak orang
menduga bahwa maraknya korupsi di Indonesia sekarang ini memiliki korelasi
dengan kebiasaan menyontek yang dilakukan oleh pelakunya pada saat dia
mengikuti pendidikan, dan yang lebih mengerikan justru tindakan nyontek
dilakukan secara terencana antara peserta didik dengan tenaga pendidik,
tenaga kependidikan atau pihak-pihak lainnya yang berkepentingan dengan
pendidikan, seperti yang terjadi pada saat Ujian Nasional.
Sedangkan menurut Ceppy (2007) perilaku menyontek yang dilakukan
peserta didik pada hakikatnya merupakan perbuatan membohongi diri sendiri.
Jika dibiarkan maka banyak pihak yang di rugikan, rekan yang di contek
tentunya telah terampas kemampuanya. Tindakan tersebut patut dicontoh
karena perilaku menyontek adalah perilaku yang berakibat buruk untuk waktu
jangka pendek dan jangka panjang bagi diri pelajar dan bangsa. Peserta didik
yang sering menyontek akan terbiasa mengambil jalan pintas untuk mencapai
tujuannya dan setelah terjun ke dunia kerja maka akan melakukan hal yang
sama yaitu suka mencari jalan pintas untuk memenuhi tujuannya. Jika
seseorang di sekolah saja tidak jujur, maka pada saat bekerja dalam bidang
apapun apakah menjadi tenaga pendidik, anggota MPR/DPR, menteri,
pengusaha, wartawan, bahkan dosen sekalipun akan mudah dan ringan saja
melakukan ketidakjujuran, kecurangan, korupsi dan lain-lain. Tidaklah
mengherankan apabila Indonesia berada dalam urutan ketiga negara paling
korup diantara dua negara yang diteliti oleh lembaga penelitian Political and
Harmaini, 1996.
Oleh Burt (dalam Alhadza, 2004) ada tiga faktor yang berpengaruh
pada tingkah laku manusia, yaitu faktor G (General), yakni dasar yang dibawa
sejak lahir, faktor S (specific) yang dibentuk oleh pendidikan dan faktor C
(Common/Group) yang didapatkan dari pengaruh kelompok. Jika
dihubungkan dengan perbuatan menyontek, maka aktivitas menyontek itu
adalah merupakan pengaruh dari faktor C. Lebih lanjut dikatakan bahwa
Faktor C lebih luas atau lebih kuat daripada faktor S. Dengan demikian,
perilaku menyontek banyak diakibatkan oleh pengaruh kelompok dimana
orang cenderung berani melakukan karena melihat orang lain dikelompoknya
juga melakukan.
Dikaitkan dengan teori Sigmund Freud (dalam Atkinson,1996)
didapatkan penjelasan bahwa perilaku menyontek adalah tindak lain dari hasil
pertarungan antara Das Ich melawan Das Uber Ich, yaitu pertarungan antara
dorongan-dorongan yang realistis rasional dan logis melawan prinsip-prinsip
moralitas dan pencarian kesempurnaan. Lebih jauh ditegaskan bahwa dalam
pertarungan antara Das Es, Das Ich, dan Das Uber Ich akan timbul
ketegangan. Ketegangan yang dihadapi akan menuntut perlunya ada cara-cara
untuk mengatasi, misalnya dengan cara indentifikasi atau memindahkan objek
(object displacement) atau dengan mekanisme pertahanan diri (self
mechanism).
Alasan menyontek menurut Darohim (2007) berkaitan dengan budaya
belajar mereka. Bagi mereka menyontek adalah sebuah kecurangan yang jika
dipelihara akan tumbuh menjadi sebuah kejahatan. Seperti praktik menyontek
yang terkadang dibuat secara sistematis. Misalnya, pembocoran soal ujian
Sipenmaru (UMPTN) atau EBTANAS (Ujian Nasional) yang dilakukan oleh
orang dalam atau bahkan oleh tenaga pendidik. Mereka itu memanfaatkan
peluang budaya curang yang melekat di kalangan para peserta didik kita.
Perilaku menyontek dipengaruhi oleh banyak variabel seperti yang
dikemukakan oleh Haryono dkk (2001) bahwa pelajar menyontek karna
berbagai alasan. Ada yang menyontek karna malas belajar, ada yang takut
karna mengalami kegagalan, ada pula yang dituntut orang tuanya untuk
memperoleh nilai yang baik. Oleh sebab itu para peserta didik hanya
memfokuskan pada nilai yang baik, seperti yang dikemukakan oleh Coleman
(dalam Sarwono, 2000) bahwa ada beberapa kelompok peserta didik yang
menekankan pada prestasi sekolah. Di kelompok ini ditemukan bahwa nilai
yang dominan di antara mereka adalah nilai-nilai ulangan semata. Terjadi
persaingan untuk mendapat nilai bagus dan hanya yang terbaik dalam angka
ulangan yang mendapat penghargaan dari kawan-kawannya.
2.3 Penggunaan Media dalam Evaluasi Pembelajaran
Hartoto (2010) menjelaskan bahwa ada empat faktor yang menjadi
penyebab kecurangan dalam ujian yaitu: (1) Faktor individual atau pribadi, 2)
faktor lingkungan atau pengaruh kelompok, (3) faktor sistem evaluasi dan, (4)
Berkenaan dengan faktor tersebut, ditegaskan bahwa yang terpenting
dalam pendidikan moral adalah bagaimana menciptakan faktor kondisional
yang dapat mengundang dan memfasilitasi seseorang untuk selalu berbuat
secara moral dalam ujian (tidak melakukan kecurangan) maka caranya adalah
mengkondisikan keempat faktor tersebut ke arah yang mendukung untuk
mereduksi kecurangan, yaitu sebagai berikut:
1. Faktor pribadi dari (peserta didik yang melakukan kecurangan)
a. Bangkitkan rasa percaya diri
b. Arahkan self consept mereka ke arah yang lebih proporsional
c. Biasakan mereka berpikir lebih realistis dan tidak ambisius
d. Tumbuhkan kesadaran hati nurani yang mampu mengontrol naluri
beserta desakan logis rasionalitas jangka pendek yang bermuara
kepada perilakunya.
2. Faktor lingkungan dan kelompok
Ciptakan kesadaran disiplin dan kode etik kelompok yang sarat dengan
pertimbangan moral.
3. Faktor sistem evaluasi
a. Buat instrumen evaluasi yang valid dan reliable (yang tepat dan tetap)
b. Terapkan cara pemberian skor yang benar-benar objektif
c. Lakukan pengawasan yang ketat
d. Bentuk soal disesuaikan dengan perkembangan kematangan peserta
didik dan dengan mempertimbangkan prinsip paedagogi serta prinsip
4. Faktor tenaga pendidik (Guru/ Dosen)
a. Berlaku objektif dan terbuka dalam pemberian nilai.
b. Bersikap rasional dan tidak melakukan kecurangan dalam
memberikan tugas ujian/tes.
c. Tunjukkan keteladanan dalam perilaku moral.
Berikan umpan balik atas setiap penugasan.
Seiring dengan semakin majunya perkembangan teknologi, maka
untuk menghindari dan mereduksi tingkat kecurangan dalam ujian, sekaligus
untuk meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan ujian, maka dibutuhkanlah
sebuah media evaluasi pembelajaran yang bisa menjawab kebutuhan peserta
didik dan tenaga pendidik dalam pelaksanaan ujian. Menurut Soeparno
(1987:8) menyebutkan ada beberapa alasan memilih media dalam proses
belajar mengajar, yaitu:
1. Ada berbagai macam media yang mempunyai kemungkinan dapat kita
pakai di dalam proses belajar mengajar.
2. Ada media yang mempunyai kecocokan untuk menyampaikan informasi
tertentu.
3. Ada perbedaan karakteristik setiap media.
4. Ada perbedaan pemakai media tersebut.
5. Ada perbedaan situasi dan kondisi tempat media dipergunakan.
Penggunaan media pembelajaran yang berbasis TIK merupakan hal
yang tidak mudah. Dalam menggunakan media tersebut harus memperhatikan
maksimal dan tidak menyimpang dari tujuan media tersebut. Sadiman
(1996:83) menyatakan bahwa media komputer merupakan media rancangan
yang mana di dalam penggunaannya sangat diperlukan perancangan khusus
dan didesain sedemikian rupa agar dapat dimanfaatkan.
Walter (2006) menyebutkan bahwa hampir setiap negara sedang
mempertimbangkan ujian secara online, setidaknya beberapa bagian dari
program penilaian K-12 (setara dengan tahun pertama di Universitas).
Penelitian pendidikan di K-12 menunjukkan bahwa siswa menggunakan
komputer di sekolah mereka untuk kegiatan pembelajaran mereka sehari-hari
(US Department of Commerce, 2002). Selain itu, kesenjangan akses komputer
di kalangan K-12 siswa telah terbukti diabaikan selama lima tahun terakhir
(Peak 2005). Oleh karena itu, diprediksi kedepannya hampir setiap aspek
pendidikan akan mempergunakan dan memanfaatkan teknologi, termasuk
pengujian secara online.
2.4 Sistem Ujian Online Terintegrasi
Prihanto (2009) menyebutkan bahwa dalam konteks sistem informasi,
sistem terintegrasi (integrated system) merupakan sebuah rangkaian proses
untuk menghubungkan beberapa sistem-sistem komputerisasi dan software
aplikasi baik secara fisik maupun secara fungsional. Sistem terintegrasi akan
menggabungkan komponen sub-sub sistem ke dalam satu sistem dan
Sistem terintegrasi merupakan tantangan menarik dalam software
development karena pengembangannya harus terus mengacu pada konsistensi
sistem, agar sub-sub sistem yang sudah ada dan tetap dimanfaatkan secara
operasional masih tetap berfungsi sebagaimana mestinya baik ketika proses
mengintegrasikan sistem maupun setelah terintegrasi. Tantangannya adalah
bagaimana merancang sebuah mekanisme mengintegrasikan sistem-sistem
tersebut dengan effort paling minimal – bahkan jika diperlukan, tidak harus
melakukan refactoring atau re-developing lagi sistem-sistem yang sudah ada.
SUOT-RD yang digunakan dalam penelitian merupakan sistem ujian
online berbasis WEB yang dikolaborasikan dengan remote desktop dalam
jaringan dengan menggunakan tipe koneksi Wireless Ad-hoc.
Agar sistem ujian online dapat dimaksimalkan, maka dipilih beberapa
fitur seperti penyajian tipe soal, jawaban dan skoring yang tepat sehingga
sistem ujian yang nantinya tercipta akan dapat mereduksi kecurangan dalam
ujian. Fitur-fitur tersebut adalah:
1. Soal akan disajikan secara Shuffle & Various type (Soal Random &
Banyak Tipe )
2. Pilihan jawaban akan disajikan secara multiple choice
3. Skoring dimana masing-masing soal mempunyai bobot nilai, selain itu
juga akan dipakai ketercapaian batas lulus dengan keterangan
4. Sistem ujian akan dapat melakukan sinkronisasi kelas dengan remote
desktop untuk mewujudkan Classroom Layout, selain fungsi utamanya
[image:32.595.118.510.210.624.2]sebagai pengawasan/ pemantauan siswa.
Gambar 2.1 Arsitektur Jaringan Sistem Ujian Online Terintegrasi Yang Teroptimalisasi Oleh Remote Desktop
2.4.1 Remote desktop
Remote Desktop berperan untuk optimalisasi sistem ujian online untuk
melakukan pemantuan/pengamatan langsung kepada peserta didik. Remote
desktop dapat mengendalikan komputer dan menampilkan salinan gambar
yang diterima dari tampilan layar komputer yang dikendalikan itu.
Salinan layar diperbarui pada interval waktu tertentu, perangkat lunak
remote control pada komputer mentransmisikan dan mengendalikan keyboard
atau aktivitas mouse ke komputer yang dikendalikan. Komputer yang
oleh server pada komputer tersebut. Dalam banyak kasus layar lokal dan
perangkat input dapat dinonaktifkan sehingga sesi remote tidak dapat dilihat
atau mengganggu (Wikipedia, 2007).
Kualitas, kecepatan dan fungsi dari setiap protokol remote desktop
didasarkan pada layer desktop grafis sistem. Software seperti PC Anywhere,
VNC dan yang lainnya menggunakan layer perangkat lunak untuk
mengekstrak dan mengkompres gambar antarmuka grafis untuk transmisi.
Produk lainnya seperti Microsoft RDP, Graphon GO-Global dan yang lainnya
menggunakan tingkat driver kernel untuk membangun remote desktop untuk
[image:33.595.117.512.231.611.2]melakukan transmisi (Wikipedia, 2010).
Gambar 2.2 Remote Desktop
Sistem ujian online terintegrasi ini menggunakan iTalc Remote
Desktop. iTalc tergolong kedalam Virtual Network Computing VNC. iTalc
dapat melakukan remote pada sebuah komputer melalui protokol Remote
Frame Burffer (RFB). Dalam pemanfaatannya, iTalc mempunyai kemampuan
mengirimkan Frame dan Event dari komputer lain. Sebagai contoh iTalc dapat
interval waktu tertentu. Selain itu iTalc juga mempunyai keunggulan khuus.
Diantaranya tenaga pendidik dapat merepresentasikan classroom layout,
sehingga pada sistem ini dapat dibuat suatu kelas, yang mana suatu kelas
tersebut terdiri atas beberapa atau banyak peserta didik, seperti halnya kelas di
dunia nyata. iTalc juga memiliki fungsi lain, seperti mengunci layar peserta
didik, sehingga mereka tidak mampu bekerja lebih jauh, hal ini bertujuan agar
[image:34.595.118.511.244.629.2]tenaga pendidik mendapat perhatian penuh (Wikipedia, 2010).
Gambar 2.3 Tampilan Antarmuka iTalc
Dalam pengembangannya iTalc mempunyai banyak fitur yang sangat
bermanfaat sekali, terutama dalam pengajaran berbasis komputer didalam
Tabel 2.1 Fitur Perangkat Lunak iTalc
Fitur Manfaat
Overview digunakan untuk mengamati, apa yang ada dilayar siswa
Demo memfasilitasi agar guru/ pembimbing dapat melakukan presentasi langsung dari komputer guru, sehingga akan ditampilkan secara langsung ke komputer siswa
Fullscreen Demo hampir sama dengan fasilitas Demo, tetapi dengan fitur ini demo dilakukan Fullscreen dan tidak dapat diinterrupt oleh siswa
LockAll fitur ini dapat melakukan penguncian kepada komputer siswa, sehingga siswa tidak dapat melakukan kegiatan apapun.
TextMessage memungkinkan Guru/ Pembimbing dapat mengirimkan pesan ke banyak atau perorangan siswa. PoweOn Fitur yang dapat menghidupkan komputer dari komputer guru/ pembimbing
PoweOff Fitur yang dapat mematikan komputer dari komputer guru/ pembimbing
Logon memungkinkan untuk login kekomputer siswa dengan menggunakan username dan password
AdjustAlign mempermudah dalam pengaturan tampilan layar-layar siswa pada komputer Guru/ Pembimbing
AutoView fitur ini dapat melakukan pengaturan tampilan layer-layer siswa secara automatis pada komputer Guru/ Pembimbing.
Support atau remotecontrol memungkinkan guru/ pembimbinga untuk langsung mengambil alih komputer siswa
2.4.2 Web Server
Web server adalah server yang mampu melayani koneksi transfer data dalam
protokol HTTP. Web server dirancang untuk melayani bahasa jenis data, mulai dari text,
melayani data dalam bentuk file HTML. WebServer bisa dipasang secara online(Internet)
ataupun secara standalone(localhost) (Admin, 2009).
2.4.3 Aplikasi Program Berbasis WEB
Banyak situs internet yang memiliki halaman dengan sifat statis seperti
profil perusahaan, artikel, dan keterangan-keterangan lain. Situs ini
mempunyai dokumen dengan teks yang sederhana, image dan hyperlinks ke
dokumen yang dimilikinya. Untuk mengembangkan situs yang bersifat statis,
kita menggunakan teknologi client side. HTML dan Cascading Style Sheet
(CSS) dapat digunakan untuk mengatur struktur dan menampilkan halaman
isi. Seandainya ingin diperindah dapat ditambahkan script yang sifatnya client
side, seperti JavaScript, Jscript ataupun VBScript (Aswandi, 2006).
Dengan berkembangnya internet, situs yang ada di internet tidak hanya
berfungsi untuk mempresentasikan content tetapi cenderung berupa aplikasi
yang kebanyakan terhubung ke suatu basis data. Pada tahapan ini situs akan
bersifat dinamis, karena content yang dipresentasikan akan bervariasi dan
berubah-ubah sesuai dengan data yang diminta dan action dari user. Untuk
mengembangkan situs yang dinamis diperlukan teknologi server side seperti
PHP, ASP, Perl dan CGI yang lain. Dengan teknologi server side kita dapat
mengembangkan suatu aplikasi berbasis internet yang dapat mengahsilkan dan
menampilkan content secara dinamis (Puspa, 2010).
Pada saat ada suatu request dari browser, server web akan melakukan
langkah – langkah :
1. Membaca request yang dikirim dari browser.
3. Menterjemahkan perintah yang diberikan oleh bahasa program server-side
menjadi halaman HTML.
4. Mengirim halaman yang diminta melalui internet ke browser.
Perbedaan utama antara HTML dengan bahasa server side adalah
HTML diterjemahkan oleh client browser, tidak dieksekusi di server (Taufan,
2010).
Dengan membuat kode yang dapat di eksekusi pada server, kita dapat
menciptakan banyak sekali aplikasi yang bersifat dinamis dan dapat
dikendalikan oleh user melalui browser.
Beberapa kelebihan teknologi server side dibandingkan dengan HTML :
1. Memberikan kemudahan untuk mengedit suatu content suatu halaman
web, pengeditan dapat dilakukan dengan meng-update content dalam
suatu basis data dan tidak lagi pada kode HTML nya.
2. Dapat membuat halaman yang dapat di kostumisasi penampilannya sesuai
dengan keinginan user.
3. Dapat menampilkan dan melakukan perubahan data pada basis data yang
dapat dilakukan melalui halaman web itu sendiri.
4. Memperoleh feedback dari user yang mengembalikan informasi
berdasarkan isian yang disediakan untuk user.
Technology Acceptance Model (TAM) merupakan salah satu model
yang dibangun untuk menganalisis dan memahami faktor faktor yang
mempengaruhi diterimanya penggunaan teknologi komputer, TAM
diperkenalkan pertama kali oleh Fred Davis pada tahun 1986. TAM
merupakan hasil pengembangan dari Theory of Reasoned Action (TRA), yang
lebih dahulu dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen pada tahun 1980. TRA
menjelaskan tingkah laku manusia secara nyata sebagai hasil pengaruh dua
kategori kepercayaan yang signifikan - yaitu tingkahlaku (behavioral) dan
normatif (normative) (Tery, 1993: 207).
Menurut Abdalla (2005) TAM memiliki lima buah konstruksi yaitu
Persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use), didefinisikan
sebagai sejauh mana seorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi
akan bebas dari usaha. Persepsi kegunaan (perceived usefulness), didefinisikan
sebagai sejauh mana seorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi
akan meningkatkan kinerjanya. Sikap terhadap penggunaan teknologi (attitude
toward using technology), didefinisikan sebagai evaluasi dari pemakai tentang
ketertarikannya dalam menggunakan teknologi. Minat perilaku menggunakan
teknologi (behavioral intention to use), didefinisikan sebagai minat
(keinginan) seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Penggunaan
teknologi sesungguhnya (actual use) dapat diukur melalui kepuasan pengguna
serta jumlah waktu yang digunakan untuk berinteraksi dengan teknologi atau
Konstruksi-konstruksi tersebut saling berhubungan, konstruk perceived
ease of use dianggap akan berpengaruh terhadap konstruk perceived
usefulness. Di lain pihak ke dua konstruk tersebut (perceived ease of use dan
perceived usefulness) sama-sama memiliki pengaruh terhadap konstruk
attitude toward using. Selain itu, konstruk behavioral intention juga akan
dipengaruhi konstruk attitude toward using dan sekaligus akan mempengaruhi
konstruk actual use.
TAM bertujuan untuk menjelaskan dan memperkirakan penerimaan
(acceptance) pengguna terhadap suatu teknologi atau sistem informasi. TAM
menyediakan suatu basis teoritis untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan terhadap suatu teknologi dalam suatu organisasi.
TAM menjelaskan hubungan sebab akibat antara keyakinan (akan manfaat
suatu sistem informasi dan kemudahan penggunaannya) dan perilaku,
tujuan/keperluan, dan penggunaan aktual dari pengguna/user suatu teknologi
atau sistem informasi.
Hubungan antar konstruksi dalam TAM dapat dilihat pada Gambar 2.4
Gambar 2.4 Technology Accepted Model (TAM)
Davis mendefinisikan perceived usefulness (PU) atau persepsi
kegunaan sebagai :
“the degree of which a person believes that using a particular system would
enhance his or her job performance”
dan perceived ease of use (PEU) atau persepsi kemudahan penggunaan
sebagai :
“the degree of which a person believes that using a particular system would
be free of effort.” (Chee-Kit, 2005: 372).
Reaksi dan persepsi pengguna Teknologi Informasi (TI) akan
mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan terhadap teknologi tersebut. Salah
satu faktor yang dapat mempengaruhinya adalah persepsi pengguna terhadap
kemanfaatan dan kemudahan penggunaan TI sebagai suatu tindakan yang
beralasan dalam konteks pengguna teknologi. Sehingga alasan seseorang
dalam melihat manfaat dan kemudahan penggunaan TI menjadikan Kegunaan (Perceived Usefulness) PU Persepsi Kemudahan Penggunaan (Perceived Easy of
Use) PEOU Sikap terhadap penggunaa n teknologi (Attitude Towards Using Technolog) ATU Minat perilaku menggunakan teknologi (Behavioral Intention to Uses) BITU Penggunaan teknologi sesungguhny
a (Actual Use)
tindakan/perilaku manusia tersebut sebagai tolok ukur dalam penerimaan
sebuah teknologi.
TAM sudah banyak digunakan dalam penelitian untuk memahami
sikap dan minat seseorang dalam menggunakan suatu teknologi. Pada tahun
1999 Yogesh Malhotra dari BRINT Research Institute dan Dennis F. Galletta
dari University of Pittsburgh dalam hasil penelitiannya menyampaikan bahwa
sebuah teknologi baru harus lebih dari sekedar simpel tetapi juga memiliki
efektifitas kerja yang tinggi, pengembang harus dapat mempertimbangkan apa
yang mungkin menyebabkan teknologi tersebut tidak diterima masyarakat.
Trend terbaru yang berkembang di masyarakat serta peningkatan fleksibilitas
penggunaan teknologi menjadi hal yang penting untuk diperhatikan, mereka
juga menyampaikan bahwa teori pengaruh sosial akan memberikan
pemahaman yang baik bagi pengembang mengenai sikap dan karakter
pengguna ketika pengembang akan mengimplementasikan suatu teknologi
baru.
Di tahun 2004 Natalia Tangke, Staf Pengajar Fakultas Ekonomi,
Jurusan Akuntansi – Universitas Kristen Petra menggunakan TAM untuk
menganalisis Penerimaan Penerapan Teknik Audit Berbantuan Komputer
(TABK) Pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Penelitian ini berhasil
membuktikan bahwa faktor yang mempengaruhi penerimaan penerapan
TABK di BPK RI adalah persepsi pengguna tentang kegunaan dan secara
tidak langsung oleh persepsi pengguna tentang kemudahan dalam
tidak mempengaruhi keputusan auditor BPK RI untuk menerima penerapan
TABK dan sikap pengguna terhadap penggunaan TABK tidak dipengaruhi
oleh persepsi pengguna tentang kegunaan TABK tersebut.
Arief Hermawan dari Universitas Yogyakarta pada tahun 2006
melakukan penelitian menganai penerimaan penggunaan internet peserta
didik program studi manajemen informatika DIII Universitas Teknologi
Yogyakarta. Ia menemukan konstruksi lain yang dianggap berpengaruh dalam
penggunaan internet di kalangan peserta didik yakni konstruk keyakinan diri
untuk menggunakan teknologi internet tersebut.
Tahun 2008 Manon Bertrand, Stéphane Bouchard, dari Université du
Québec en Outaouais (Canada) menggunakan TAM untuk menganalisis para
pengguna VR (Virtual Reality) dalam bidang kesehatan, VR menjadi sebuah
alat terapi kesehatan dan pengobatan permasalahan kesehatan jiwa/mental.
Dari hasil penelitian diketahui sikap pengguna teknologi ini hanya
dipengaruhi oleh persepsi kegunaan dari teknologi tersebut, meskipun pada
penelitian ditambahkan faktor biaya namun ternyata tidak berpengaruh secara
signifikan.
Sung Youl Park dari Universitas Konkuk Seoul, Korea Selatan pada
tahun 2009 menggunakan TAM untuk memahani sikap dan minat peserta
didik untuk menggunakan e-learning karena di tahun tersebut e-learning
berkembang pesat di Korea Selatan. Ia menyatakan bahwa TAM merupakan
teori yang baik untuk memahami penerimaan pengguna e-learning, dari
konstruk atau faktor yang paling mempengaruhi penerimaan penggunaan
e-learning.
Di tahun yang sama Dr. Munir, M.IT juga mengkaji penggunaan
Learning Management System (LMS) di perguruan tinggi, studi kasus di
Universitas Pendidikan Indonesia, hasilnya menunjukkan bahwa semakin
mudah LMS digunakan maka semakin meningkat kemanfaatan LMS tersebut
dan juga berdampak terhadap keinginan untuk menggunakan LMS.
Selain itu masih banyak lagi penelitian-penelitian yang dilakukan
dengan menggunakan TAM sebagai model penerimaan suatu teknologi seperti
Imam Yuadi dari Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan yang
melakukan analisis Technology Acceptance Model terhadap Perpustakaan
Digital. Arief Wibowo dari Universitas Budi Luhur menggunakan TAM untuk
melakukan kajian tentang perilaku pengguna sistem informasi.
2.6 Structural Equation Model
SEM (Struktural Equetion Model) atau model persamaan struktural yang
digunakan dalam berbagai cabang ilmu seperti psikologi, pendidikan dan
cabang ilmu lainnya. SEM banyak digunakan dalam penelitian-penilitian
ilmiah karena memiliki keunggulan dibanding analisis asosiasi lainya seperti
regresi atau analisis jalur. Maruyama (1998) menyebutkan bahwa SEM adalah
sebuah model statisik yang memberikan perkiraan perhitungan dari kekuatan
hubungan hipotesis di antara variabel dalam sebuah model teoritis, baik secara
langsung atau melalui variabel antara (intervening or mediating variables).
relatif rumit. SEM merupakan teknik analisis multivariat yang dikembangkan
guna menutupi keterbatasan yang dimiliki oleh model-model analisis
sebelumnya yang telah digunakan secara luas dalam penelitian statistik.
Model-model yang dimaksud diantaranya adalah regression analysis (analisis
regresi), path analysis (analisis jalur), dan confirmatory factor
analysis (analisis faktor konfirmatori) (Hox dan Bechger, 1998).
Analisis regresi menganalisis pengaruh satu atau beberapa variabel
bebas terhadap variabel terikat. Analisis pengaruh tidak dapat diselesaikan
menggunakan analisis regresi ketika melibatkan beberapa variabel bebas,
variabel antara, dan variabel terikat. Penyelesaian kasus yang melibatkan
ketiga variabel tersebut dapat digunakan analisis jalur.Analisis jalur dapat
digunakan untuk mengetahui pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung,
dan pengaruh total suatu variabel bebas terhadap variabel terikat.
Analisis lebih bertambah kompleks lagi ketika melibatkan latent
variable (variabel laten) yang dibentuk oleh satu atau beberapa
indikator observed variables (variabel terukur/teramati). Analisis variabel
laten dapat dilakukan dengan menggunakan analisis faktor, dalam hal ini
analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analysis). Analisis pengaruh
semakin bertambah kompleks lagi ketika melibatkan beberapa variabel laten
dan variabel terukur langsung. Pada kasus demikian, teknik analisis yang lebih
tepat digunakan adalah pemodelan persamaan struktural (Structural Equation
menggabungkan model pengukuran (analisis faktor konfirmatori) dengan
model struktural (analisis regresi, analisis jalur).
Menurut Widodo (2006) SEM tidak digunakan untuk menghasilkan
model namun untuk mengkonfirmasi suatu bentuk model, hubungan kausalitas
diantara variabel tidak ditentukan oleh SEM, namun dibangun oleh teori yang
mendukungnya, SEM tidak digunakan untuk menyatakan suatu hubungan
kausalitas, namun untuk menerima atau menolak hubungan sebab akibat
secara teoritis melalui uji data empiris, studi yang mendalam mengenai teori
yang berkaitan menjadi model dasar untuk pengujian aplikasi SEM. Aplikasi
utama Structrual Equation Model, meliputi :
1. Model sebab akibat (causal modeling) atau disebut juga analisis jalur (path
analysis), yang menyusun hipotesis hubungan-hubungan sebab akibat
(causal relationship) diantara variable-variable dan menguji model-model
sebab akibat (causal models) dengan menggunakan sistem persamaan
linier. Model-model sebab akibat dapat mencakup variabel-variabel
manifest (indikator), variabel-variabel laten atau keduanya.
2. Analisis faktor penegasan (confirmatory factor analysis), suatu teknik
kelanjutan dari analisis faktor dimana dilakukan pengujian
hipotesis-hipotesis struktur factor loadings dan interkorelasinya.
3. Analisis faktor urutan kedua (second order factor analysis), suatu variasi
dari teknik analisis faktor dimana matriks korelasi dari faktor-faktor
tertentu (common factor) melakukan analisis terhadap faktornya sendiri
4. Model-model regresi (Regresion Models). Suatu teknik lanjutan dari
analisis regresi linear dimana bobot regresi dibatasi agar menjadi sama
satu dengan yang lainnya, atau dilakukan spesifikasi pada nomor
numeriknya.
5. Model-model struktur covariance (Covariance structure models). Model
ini menghipotesiskan bahwa matrix covariance memiliki bentuk tertentu.
Sebagai contoh, kita dapat menguji hipotesis yang menyusun semua
variabel yang memiliki varian yang sama dengan menggunakan prosedur
yang sama.
6. Model terstruktur korelasi (correlation structure models). Model ini
47 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian survei yang
merupakan suatu teknik pengumpulan informasi yang dilakukan dengan cara
menyusun daftar pertanyaan yang diajukan pada responden. Dalam penelitian
survei, peneliti meneliti karakteristik atau hubungan sebab akibat antar
variabel tanpa adanya intervensi peneliti (Wikipedia, 2010). Penelitian survei
adalah penelitian yang mengambil sample dari satu populasi dan
menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok
(Singarimbun, 1998). Survei merupakan studi yang bersifat kuantitatif yang
digunakan untuk meneliti gejala suatu kelompok atau perilaku individu, yang
digunaan untuk penyelidikan informasi yang berhubungan dengan prevalensi,
distribusi dan hubungan antar variabel dalam suatu populasi (Basirun 2009).
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplanatif, yaitu penelitian untuk
menemukan penjelasan tentang mengapa suatu gejala terjadi, hasil akhirnya
berupa gambaran mengenai sebab akibat. Tujuan dari penelitian eksplanatif
adalah untuk menghubungkan pola-pola yang berbeda namun memiliki
keterkaitan, menguji berbagai hipotesa tertentu dengan maksud membenarkan
atau memperkuat hipotesa itu, mencari sebab-musabab dari suatu gejala,
menentukan sifat dari hubungan antara satu atau lebih gejala atau variabel
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Technology Acceptance
Model (TAM), suatu model yang dibangun untuk menganalisis dan
memahami faktor faktor yang mempengaruhi diterimanya penggunaan
teknologi. Menurut Abdalla (2005) TAM memiliki lima buah konstruksi yaitu
Persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use), didefinisikan
sebagai sejauh mana seorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi
akan bebas dari usaha. Persepsi kegunaan (perceived usefulness), didefinisikan
sebagai sejauh mana seo