KABUPATEN SOLOK SELATAN
OLEH
TAUFIQ EKA PERSADA
0810221018
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar BelakangKaret merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di
Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan
kontribusi yang signifikan sebagai salah satu sumber devisa non-migas, pemasok
bahan baku karet, dan berperan penting dalam mendorong pertumbuhan
sentra-sentra ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangan karet (Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, 2007).
Indonesia memiliki perkebunan karet terluas di dunia, pada tahun 2007 luas
areal perkebunan karet Indonesia adalah sekitar 3,4 juta Ha dengan produksi
mencapai 2,76 juta ton. Pada tahun 2007 produksi karet alam Indonesia
memberikan kontribusi sebesar 28% dari total produksi karet alam dunia (9,9 juta
ton). Meskipun Indonesia mempunyai areal terluas di dunia, namun Indonesia
masih merupakan produsen karet alam terbesar kedua setelah Thailand (Direktorat
Jenderal Perkebunan, 2008).
Rendahnya produksi karet alam Indonesia antara lain disebabkan oleh
sistem agribisnis karet yang belum optimal. Menurut Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (2007) mayoritas atau sebesar 85% perkebunan karet
nasional merupakan perkebunan karet rakyat dengan produktivitas yang masih
rendah akibat tingginya proporsi areal tanaman karet yang telah tua dan tidak
produktif. Disamping itu adanya keterbatasan petani untuk menggunakan dan
mendapatkan bibit unggul serta sarana produksi lainnya. Dari sisi pengolahan
hasil dan pemasaran juga menunjukkan kondisi yang belum optimal, dimana
bahan olah karet rakyat (bokar) yang dihasilkan umumnya masih bermutu rendah.
Pada sebagian lokasi harga yang diterima petani masih relatif rendah akibat
kurang efisiennya sistem pemasaran.
Pengembangan agribisnis karet Indonesia ke depan memerlukan
perencanaan yang lebih terarah dengan sasaran yang lebih jelas serta
mempertimbangkan berbagai permasalahan, peluang dan tantangan yang sudah
mewujudkan agribisnis karet yang berdaya saing dan berkelanjutan serta
memberikan manfaat yang optimal bagi pelaku usahanya (Badan penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 2007).
Sesuai dengan potensi sumberdaya alam yang dimiliki Provinsi Sumatera
Barat, pengembangan kegiatan perkebunan masih merupakan salah satu prioritas
dalam proses pembangunan daerah. Kondisi lahan yang subur, topografi yang
mendukung serta pengalaman yang memadai merupakan modal dasar untuk
pengembangan kegiatan perkebunan tersebut. Komoditi perkebunan mempunyai
peranan yang sangat penting dalam aspek kehidupan masyarakat Provinsi
Sumatera Barat baik ekonomi, sosial maupun ekologi. Dari aspek ekonomi,
perkebunan telah menghasilkan devisa negara. Dari aspek sosial, perkebunan
dapat mengatasi pengangguran dengan kemampuannya menyerap tenaga kerja.
Sedangkan dari aspek ekologi mampu menjaga dan mempertahankan kelestarian
alam. Secara keseluruhan perkebunan mampu mempercepat pembangunan dan
ketertinggalan suatu daerah (Dinas Perkebunan Sumatera Barat, 2006).
Pada tahun 2011, produksi perkebunan karet di Provinsi Sumatera barat
yaitu sebesar 137.193,00 ton. Jumlah produksi tersebut mengalami peningkatan
dari tahun sebelumnya dan luas lahan perkebunan karet juga meningkat
(Lampiran 1). Perkebunan Karet di Provinsi Sumatera Barat tersebar di beberapa
kabupaten dan kota, diantaranya Kabupaten Dharmasraya, Sijunjung, Pasaman,
Solok Selatan dan Kabupaten/Kota lainnya. Perkebunan karet di Kabupaten Solok
Selatan merupakan salah satu daerah yang mengembangkan karet terbesar di
Provinsi Sumatera Barat, namun perkebunan karet yang dikembangkan tersebut
adalah perkebunan karet rakyat yang sering menghadapi berbagai masalah yang
tidak mampu diselesaikan oleh petani yang mayoritas adalah petani dengan
perekonomian menengah ke bawah (BPS Provinsi Sumatera Barat, 2011).
Menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan tahun
2011, perkebunan karet merupakan komoditi perkebunan rakyat yang menjadi
primadona (unggulan) di Kabupaten Solok Selatan, maksudnya perkebunan karet
lebih banyak dibudidayakan dibandingkan dengan komoditi perkebunan lainnya,
produksi karet di Kabupaten Solok Selatan mencapai 9.504 ton/tahun dengan luas
Perkebunan Kabupaten Solok Selatan tahun 2010-2015 menjelaskan bahwa dari
tahun 2011 pengembangan luas lahan dan pemeliharaan tanaman karet ditargetkan
bertambah 125 Ha tiap tahunnya, berarti total pengembangan luas lahan karet
sampai tahun 2015 ditargetkan bertambah 675 Ha dengan total anggaran dana
sebesar Rp 4.250.000.000,- (Lampiran 3). Jumlah luas lahan karet yang
ditargetkan tersebut lebih besar dibandingkan dengan luas lahan komoditi
perkebunan lain (Kelapa Sawit dan Kakao) yang juga menjadi target kinerja
program dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan dan juga
diharapkan sektor perkebunan dapat meningkatkan kontribusinya terhadap PDRB
Kabupaten Solok Selatan. Maka dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa
komoditi karet merupakan komoditi perkebunan yang diunggulkan di Kabupaten
Solok Selatan. Selain itu, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kabupaten Solok Selatan tahun 2010-2015 juga menjadikan sektor
perkebunan menjadi prioritas pembangunan daerah, yaitu untuk pembangunan
ekonomi melalui pembinaan dan pelatihan petani tentang metode pemilihan bibit,
perawatan dan pengolahan hasil pertanian serta perkebunan dan juga
pengembangan kelembagaan usaha bisnis agroindustri dengan pola kemitraan.
B. Rumusan Masalah
Kecamatan Sangir Batanghari merupakan salah satu daerah di Kabupaten
Solok Selatan yang dijadikan sebagai daerah pengembangan kawasan
agropolitan di sektor perkebunan, karena di daerah tersebut merupakan daerah
yang banyak membudidayakan komoditi karet, yaitu pada tahun 2011 dengan luas
lahan sebesar 4.558 Ha dan produksi sebesar 2.897 ton (Lampiran 4). Perkebunan
karet di Kecamatan Sangir Batanghari tersebar di beberapa nagari, salah satunya
di Kenagarian Abai yang merupakan pusat pemerintahan Kecamatan Sangir
Batanghari dan menurut Kasi Perkebunan Solok Selatan dan Penyuluh Pertanian
setempat, masyarakat di Nagari Abai sebagian besar adalah petani karet. Namun,
pada umumnya pembangunan perkebunan karet di hadapkan pada berbagai
permasalahan. Permasalahan umum karet tersebut menurut Kasi Perkebunan
Solok Selatan yaitu: (1) Sebagian besar petani masih mempunyai pengetahuan dan
di bidang usaha perkebunan, (3) Lemahnya akses petani ke sumber modal, (4)
Masih rendahnya kualitas karet, serta (5) Produktifitas lahan yang masih rendah.
Permasalahan pada subsistem agribisnis hulu, dalam pengadaan bibit
unggul, dimana petani telah ada yang menggunakan bibit unggul jenis PB 260 dan
IRR 112. Bibit unggul tersebut merupakan bantuan dari dinas perkebunan yang
diberikan kepada petani melalui kelompok tani. Jadi, hanya petani yang
mendapatkan bantuan bibit yang menggunakan bibit unggul di daerah penelitian
tersebut, karena petani yang tidak tergabung ke dalam kelompok tani tidak
mendapatkan bantuan berupa bibit unggul. Berdasarkan informasi dari informan
kunci, masih banyak petani di daerah penelitian yang menggunakan bibit lokal
(non-unggulan) dan peranakan dari tanaman karet, alasan utama petani
menggunakan bibit lokal adalah harga dari bibit tersebut jauh lebih murah
dibandingkan dengan bibit unggul.
Pada subsistem agribisnis on-farm, teknik budidaya yang dilakukan sudah
tergolong ke dalam semi intensif atau mulai teratur dari pengaturan jarak tanam,
pemupukan serta pembersihan lahan yang dilakukan satu kali dalam setahun.
Namun budidaya karet masih dilakukan secara tradisional, yaitu dengan
menggunakan alat sadap karet berupa pisau sadap, penampung getah karet berupa
tempurung kelapa yang kebersihan dari peralatan tersebut sering terabaikan,
sehingga kualitas karet menjadi kurang baik.
Pada subsistem agribisnis hilir adalah masih rendahnya mutu produk. Selain
itu harga jual getah karet yang selalu berfluktuasi. Sedangkan pada pemasarannya,
pengembangan agribisnis karet juga menghadapi masalah seperti harga ditentukan
oleh pedagang, sedangkan petani hanya sebagai penerima harga, sehingga
membuat petani berada pada posisi tawar yang paling rendah. Hal ini dikarenakan
pada umumnya petani membutuhkan biaya yang besar agar bisa menjual hasil
karet lebih mahal ke daerah lain daripada menjual kepada pedagang pengumpul
terdekat.
Selanjutnya pada subsistem agribisnis penunjang seperti teknologi semakin
melengkapi faktor penghambat pengembangan agribisnis karet ini, karena sampai
saat ini belum ada teknologi baru untuk budidaya karet, sehingga petani hanya
penanaman bibit, perawatan maupun pemanenan karet. Sedangkan dari sisi
kelembagaan untuk pengembangan karet, seperti bantuan bibit dari dinas
perkebunan sangat membantu meringankan beban petani dalam membudidayakan
karet dan peran penyuluh juga membantu menambah pengetahuan petani tentang
karet. Selain itu, peran lembaga keuangan seperti koperasi tidak ada terlihat ikut
serta dalam pengembangan karet di daerah penelitian, sehingga petani mengalami
kesulitan dalam mendapatkan tambahan modal untuk mengembangkan
perkebunan karet mereka.
Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa agribisnis karet tersebut masih terdapat
beberapa kendala di setiap subsistem agribisnis karet. Saragih (2001)
mengibaratkan pembangunan agribisnis sebagai sebuah iring-iringan suatu
konvoi. Laju iring-iringan suatu konvoi ditentukan oleh komponen yang paling
lambat pergerakannya, yaitu subsistem hilir atau sering juga disebut sebagai
kegiatan agroindustri.
Fenomena yang selama ini terjadi pada kalangan petani karet adalah jika
harga karet rendah, maka petani tidak akan mempedulikan tanaman karet mereka,
dan lebih memilih melakukan pekerjaan lain yang lebih produktif. Dengan kata
lain tidak ada produksi karet, dan sebaliknya jika harga naik maka akan banyak
petani karet yang berproduksi.
Untuk mengatasi permasalahan agribisnis karet di Kenagarian Abai,
Kacamatan Sangir Batanghari, Kabupaten Solok Selatan, maka diperlukan suatu
identifikasi dan pemilihan strategi yang tepat dalam mengembangkan agribisnis
karet ini, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem agribisnis karet di Kenagarian Abai, Kecamatan
Sangir Batanghari, Kabupaten Solok Selatan?
2. Apa strategi yang tepat dalam usaha pengembangan agribisnis karet di
Kenagarian Abai, Kecamatan Sangir Batanghari, Kabupaten Solok
C. Tujuan
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
diatas yang merupakan masalah yang akan diteliti. Adapun tujuan dari penelitian
ini antara lain:
1. Mendeskripsikan sistem agribisnis karet di Kenagarian Abai, Kecamatan
Sangir Batanghari, Kabupaten Solok Selatan.
2. Merumuskan strategi pengembangan agribisnis karet di Kenagarian Abai,
Kecamatan Sangir Batanghari, Kabupaten Solok Selatan.
D. Manfaat
Dengan adanya penelitian ini, maka diharapkan hasilnya dapat berguna dan
bermanfaat untuk:
1. Bagi petani, yaitu sebagai masukan dan informasi sehingga dapat
membantu mereka dalam mengelola usahataninya dan membantu dalam
menghadapi masalah sehubungan dengan pengembangan perkebunan
karet.
2. Bagi pemerintah, yaitu sebagai bahan pertimbangan mengenai perluasan
lahan karet dan masalah yang dihadapi petani, sehingga membantu dalam
perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan pertanian yang
berkelanjutan.
3. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi mahasiswa lain
STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KARET DI KENAGARIAN ABAI KECAMATAN SANGIR BATANGHARI KABUPATEN SOLOK
SELATAN
Abstrak
Studi kasus ini bertujuan untuk mendeskripsikan sistem agribisnis karet dan merumuskan strategi pengembangan agribisnis karet di Kenagarian Abai, Kecamatan Sangir Batanghari, Kabupaten Solok Selatan. Informan kunci yang dipilih secara purposive terdiri dari Ketua dan Sekretaris Kelompok Tani, 3 orang Pedagang Komoditi, 2 orang Pedagang Saprodi, 1 orang Kasi Perkebunan dan 1 orang Penyuluh Pertanian. Selain itu juga dipilih informan yang terdiri dari 10 orang petani, yakni 5 orang anggota kelompok tani dan 5 orang yang bukan anggota kelompok tani. Data dianalisis secara kualitatif menggunakan Matriks IFE, EFE dan SWOT. Hasil penelitian memperlihatkan kondisi agribisnis karet di daerah penelitian, yaitu: (1) Pada subsistem hulu, bibit unggul yang digunakan hanya dari bantuan pemerintah, petani menggunakan bibit lokal karena tidak memiliki uang untuk membeli bibit unggul, (2) Pada subsistem usahatani (on farm), lahan milik sendiri, tenaga kerja banyak, namun produktivitas masih rendah, (3) Pada subsistem hilir, rantai pemasaran pendek, namun harga karet berfluktuasi, dan (4) Pada subsistem jasa penunjang, sudah ada penyuluhan dan pelatihan tentang karet. Berdasarkan analisis SWOT didapat strategi pengembangan agribisnis karet di daerah penelitian adalah (1) Optimalisasi sumberdaya pertanian, (2) Memperbaiki manajemen usahatani, (3) Penyediaan akses kredit bagi petani, (4) Memperbaiki teknik penyuluhan dan pelatihan budidaya karet, (5) Peningkatan kualitas karet, (6) Optimalisasi jasa penunjang. Berdasarkan hasil diskusi partisipatif dengan ekspertis, yakni pejabat pemerintah terkait, penyuluh, ketua dan sekretaris kelompok tani didapat strategi yang tepat untuk diterapkan yaitu Strategi 1, 2,5 dan 6.
AGRIBUSINESS DEVELOPMENT STRATEGY OF RUBBER IN ABAI VILLAGE, SUB-DISTRICT OF SANGIR BATANGHARI,
SOUTH SOLOK REGENCY
ABSTRACT
This case study aims to describe agribusiness system of rubber and to formulate the strategy for developing rubber agribusiness system in Abai Village, Sub-district of Sangir Batanghari, South Solok Regency. Key informants who were chosen purposively consisted of the chairman and secretary of farmers organization, 3 persons of the commodities trader, 2 persons of merchants the means of production, 1 person of head division of the estate and 1 person of agricultural extension officers. In addition, 5 members of the farmers organization and 5 farmers who were not member of farmer groups were also chosen as informants. The data were analyzed qualitatively using Matrix IFE, EFE and SWOT. Research results showed the following conditions of rubber agribusiness system in the study site; (1) On the upstream subsystem, the superior seeds could only be obtained from government assistance, and therefore farmers used local variety seed because they had no money to buy superior seeds, (2) On the farming (on farm) subsystem, land was self owned, labor were sufficiently available, but productivity was still low, (3) On the downstream subsystem, the marketing chain was short, but the rubber prices fluctuated and (4) On the supporting services subsystem, there were extensions and trainings on rubber farming system. Based on a SWOT analysis the following strategies were obtained to develop rubber agribusiness system in the area of study namely; (1) Optimization of agricultural resources, (2) Improving the management of farming, (3) The provision of access to credit for farmers, (4) Improving the training of extension programs on cultivation technique of rubber, (5) Improvement the quality of rubber, (6) Optimization of supporting services. Based on discussions with experts from related government officials, agricultural extension officers, chairman and secretary of the farmers organization, it was concluded that the appropriate strategies to apply in the study site were strategy 1, 2, 5 and 6.