DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……… i
UCAPAN TERIMAKASIH………..……… ………. iii
ABSTRAK……… vi
ABSTRACT……… vii
DAFTAR ISI……….. viii
DAFTAR TABEL………. . xii
DAFTAR GRAFIK……… xiv
DAFTAR BAGAN………. xv
DAFTAR LAMPIRAN……… xvi
BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang………. 1
B Rumusan dan Batasan Masalah………. 14
1. Rumusan Masalah………. 14
2. Pembatasan Masalah………. 16
C Pertanyaan Penelitian……… 17
D Definisi Operasional……….. 18
1. Model Siklus Belajar (Learning Cycle)……… 19
2. Penguasaan Aplikasi Konsep……… 19
E Tujuan Penelitian……….. 20
F Manfaat Penelitian……… 21
1. Manfaat Teoritis……….. 21
2. 2. Manfaat Praktis………. 21
G Kerangka Konseptual……… 22
BAB II KURIKULUM DAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN SAINS A Konsep Kurikulum dan Pembelajaran……… 23
1. Konsep Kurikulum………. 23
2. Konsep Pembelajaran……… 26
B Landasan Pembelajaran di Sekolah Dasar... 27
1. Landasan Filosofis Pembelajaran di Sekolah Dasar………. 27
2. Landasan Psikologis Pembelajaran di Sekolah Dasar……… 28
3. Landasan Yuridis Pembelajaran di Sekolah Dasar…………. 29
4. Landasan Sosiologis……….. 29
5. Landasan Teknologis Pembelajaran di Sekolah Dasar……. 30
C Teori Piaget dan Aplikasinya di Sekolah Dasar……… 30 D Aplikasi Teori Dasar Perkembangan Kognitif di SD……… 32 1. Faktor-faktor Penunjang Perkembangan Kognitif…………. 35
2. Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif……… 38
E Hakikat, Fungsi, Ruang Lingkup dan Prinsip Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar………. 1. Hakikat Sains di Sekolah Dasar……….. 42
Dasar………..
F Prinsip Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar……… 45
G Karakteristik Anak dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar……… 46 H Pembelajaran Sains yang efektif di SD………. 52
I Penilaian Pembelajaran Sekolah Dasar……….. 58
1. Penilaian menurut kurikulum 2006……….. 58
2. Penilaian dalam Pembelajaran Sains di SD……….. 65
J Pendekatan Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar………….. 66
1. Pendekatan Konstruktivis………. 66
a. Pengertian Pembelajaran Konstruktivis……….. 66
b. Hakikat Anak Menurut Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme……….. 74
c. Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme……….. d. Dalam Konstruktivisme: Belajar adalah Perubahan Konseptual……… 78 80 e. Strategi Mengubah Konsepsi Siswa……… 82
2. Pendekatan Kontekstual………. 85
3. Pendekatan Keterampilan Proses 88 K Model-model Pembelajaran... 93
Model Pembelajaran Berdasarkan Teori……… 93
1. Model Interaksi Sosial……… 93
2. Model Pemrosesan Informasi……… 95
3. Model Personal……….. 96
4. Model Modifikasi Tingkah Laku (Behavioral ) …………. 97
L Model Siklus Belajar (Learning Cycle)………. 98
1. Pengertian Siklus Belajar……….. 98
2. Peran Medel siklus Belajar Dalam mengatasi Miskonsepsi 110 3. Pengajaran Profesional dan Siklus Belajar………. 114
M Landasan Filsafat Model Siklus Belajar………. 119
Landasan Psikologi Model Siklus Belajar... ... 119
Psikologi Piaget……….. 119
Psikologi Vygotsky………. 121
Psikologi Bruner………. 122
N Penelitian yang Relevan………. 123
BAB III METODE PENELITIAN A Jenis Penelitian……….. 126
B Prosedur Penelitian………. 129
1. Studi Pendahuluan………. 131
2. Proses Pengembangan Model……… 132
3. Validasi Model……….. 134
C Lokasi dan Subjek Penelitian………. 135
1. Lokasi dan Subjek Penelitian Prasurvei……… 136
2. Lokasi dan Subjek Penelitian Untuk Uji Coba Terbatas……..
137
3. Lokasi dan Subyek Penelitian Kegiatan Uji Coba yang lebih Luas………..
4. Lokasi dan Subjek Penelitian dan Uji Validasi Model Pembelajaran………
138
D Teknik Pengumpulan Data 140
1. Pengamatan (observasi) ……….. 2. Wawancara dan Angket………
140 141
3. Analisis Dokumen………. 142
4. Tes………. 143
E Teknik Analisa Data 1. Analisis Data Tahap Pendahuluan………. 144
2. Analisis Data Tahap Pengembangan dan Uji Coba Model 145 3. Analisis Data Tahap Validasi Model……….. 147
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A Hasil Pendahuluan……… 149
1. Kondisi Sekolah Dasar pada Kegiatan Prasurvei…………. 149
2. Pelaksanaan Manajemen Sekolah Dasar ……….. 150
3. Kurikulum Mata Pelajaran Sains di Sekolah Dasar………… 155
4. Fungsi dan Tujuan Kurikulum Sains di Sekolah Dasar…….. 157
5. Ruang Lingkup Kurikulum Sains di Sekolah Dasar……… 158 6. Standar Kompetensi Bahan Kajian Sains di Sekolah Dasar 159 7. Kondisi Pendidikan Guru SD pada Kegiatan Prasurvei…… 159
8. Proses Belajar Mengajar Sains di SD………. 160
9. Evaluasi Hasil Belajar Sains………. 164
10. Keadaan Siswa SD pada Kegiatan Prasurvei……….. 165
B Interpretasi Hasil Studi Pendahuluan………. 167
C Hasil Uji Coba Terbatas………. 184
1. Deskripsi……… 2. Hasil belajar Setelah Uji Coba Terbatas……… 3. Interpretasi Hasil Uji Coba Skala Terbatas……….. 4. Perbaikan Model Pembelajaran……….. 184 216 217 219 D Hasil Uji Coba yang Lebih Luas………. 224
1. Deskripsi……… 224
2. Interpretasi Hasil Uji Coba Luas………. 245
E Hasil Uji Validasi Model Pembelajaran………. 261
1. Deskripsi………. 261
2. Hasil Uji Validasi……… 263
3. Interpretasi Hasil Penelitian Uji Validasi……….. 275
a. Hubungan Pencapaian Hasil Pembelajaran dengan Sikap, Usaha, dan Gaya Mengajar Guru……….. 280
b. Hubungan antara Proses Pembelajaran dengan Hasil Pembelajaran……….. 281
c. Keterkaitan antara Perencanaan Pembelajaran dengan Implementasi Pembelajaran……… 283
2. Karakteristik MPSB……… 290 3. Disain MPSB Sebagai Hasil Pengembangan………. 393
a. Desain Perencanaan Pembelajaran MPSB………. 294
b. Model Implementasi MPSB dalam Pembelajaran Sains…… c. Model Desain Evaluasi MPSB dalam Pembelajaran Sains di
Sekolah Dasar………
295
300
d. Hasil Implementasi MPSB………. 301
e. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan
MPSB……… 304
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A Kesimpulan………. 309
B Implikasi ……… 317
C Dalil-Dalil Hasil Penelitian ……… 318
D Rekomendasi………
DAFTAR PUSTAKA……… LAMPIRAN-LAMPIRAN………
319 323 331
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Dua hal yang melatarbelakangi penelitian ini. Pertama, tantangan bagi pendidikan dasar dan menengah sebagai suatu lembaga formal menengah yang sangat penting dan perlu mendapatkan prioritas dalam pengambilan kebijakan. Pendidikan dasar dan menengah merupakan pendidikan untuk mengembangkan kualitas minimal yang harus dimiliki oleh setiap manusia Indonesia sesuai dengan tuntutan perubahan-perubahan kehidupan lokal, nasional dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan.
Kedua, proses belajar dan mengajar di sekolah dasar masih sangat statis, sekedar mengejar target pencapaian kurikulum yang telah ditentukan. Siswa kurang diajak berpartisipasi secara aktif, baik secara phisik maupun secara mental. Dengan situasi pembelajaran yang statis interaksi guru dengan siswa, serta siswa dengan lingkungan belajarnya menjadi kurang optimal. Masalah mata pelajaran Sains di sekolah dasar yaitu tidak dapat mengembangkan kemampuan anak untuk berpikir kritis dan sistematis, serta siswa kurang mampu mengaplikasikan konsep Sains dalam kehidupan sehari-hari, karena strategi pembelajaran berpikir tidak digunakan secara baik dalam proses pembelajaran
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
Penerapan aspek-aspek inovatif meliputi model pembelajaran, seperti inquiri, konstruktivis, kontekstual, tematik, kreatif produktif, dan berpikir tingkat tinggi. Artinya pembelajaran yang inovatif adalah pembelajaran Sains yang dapat memfasilitasi siswa mampu menguasai materi sesuai dengan kompetensi yang hendak dicapai.
Pembelajaran Sains di SD merupakan sarana yang sangat baik untuk memahami teknologi, karena teknologi dan Sains mempunyai kaitan yang erat. Prinsip Sains merupakan dasar dalam pengembangan teknologi akan membantu para ahli untuk melakukan proses Sains sehinga ditemukan produk-produk Sains yang baru. Oleh karena itu kualitas pendidikan Sains di sekolah dasar merupakan awal dari pembinaan masyarakat yang melek Sains dan Teknologi. Dengan Sains dan Teknologi diharapkan dapat dicapai peningkatan pemahaman siswa terhadap produk Sains, pengembangan keterampilan proses Sains, keterampilan berpikir siswa.
1. Tantangan Pendidikan Dasar dalam Kehidupan Lokal, Nasional dan
Global
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
mutu pendidikan yang telah diusahakan merupakan tujuan utama pembangunan pendidikan.
Dengan sistem pendidikan yang baik dan bermutu dalam keseluruhan unsur, jenis, jalur dan jenjangnya, serta berlandaskan tata nilai dan pokok-pokok kebijaksanaan sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. “Pendidikan Nasional tersebut bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang di atur dengan undang-undang”.
Upaya untuk mencapai cita-cita nasional itu digariskan pula dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai berikut:
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
Dalam kondisi sekarang ini dunia pendidikan menemui berbagai tantangan, hambatan, dan masalah–masalah yang tak dapat dipecahkan. Masalah- masalah tersebut menyebabkan munculnya, gagasan-gagasan atau konsep baru untuk menghadapi dan berusaha memecahkan masalah pendidikan, baik yang menyangkut masalah mutu, relevansi, efisiensi, dan efektifitas, maupun masalah-masalah lainnya. Masalah lain tersebut berkenaan dengan pemerataan pendidikan, manajemen pendidikan, sistem ketenagaan, profesionalisme, dan lain sebagainya. Masalah-masalah di atas masih menjadi masalah utama dari sistem pendidikan secara keseluruhan dan secara simultan terus diperbaiki dan dicari jalan pemecahannya.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003, salah satu jenjang pendidikan yang diberikan perhatian khusus oleh pemerintah adalah pendidikan dasar. Perhatian tersebut dirumuskan pada pasal 17 yang menyatakan bahwa “Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah” Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Sumantri (2007:1113), yang menyatakan bahwa:
“Pendidikan dasar dan menengah adalah jenis pendidikan formal untuk peserta didik usia 7 sampai dengan 18 tahun merupakan persyaratan dasar bagi pendidikan yang lebih tinggi. Esensi pendidikan dasar adalah ‘paspor’ bagi peserta didik untuk mengembangkan dirinya di masa depan dan bekal dasar untuk dapat hidup layak dalam masyarakat di manapun di dunia ini.”
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
Misi pendidikan dasar dan menengah ialah menyiapkan landasan-landasan nilai, pengetahuan, dan keterampilan yang kuat bagi setiap peserta didik. Landasan-landasan itu merupakan modal manusia (human capital) yang diperlukan untuk memperoleh pengetahuan baru, nilai baru, keterampilan dan keahlian baru yang diperlukan untuk hidup bersama dan membangun masyarakatnya. Pengetahuan dan keahlian-keahlian itu berkembang sedemikian cepat seiring dengan tahap perubahan dan perkembangan mayarakat yang membutuhkannya.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional khususnya pendidikan dasar dan menengah pada setiap satuan pendidikan. Usaha yang dilakukan pemerintah tersebut antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru yang dimulai dari sekolah dasar sampai pada perguruan tinggi. Perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, pembaharuan metode dan pendekatan pengajaran, selain itu juga diadakan penyempurnaan kurikulum dari kurikulum 1975 sampai dengan kurikulum 2006. Namun mutu pendidikan masih perlu peningkatan secara signifikan. Sebagian kecil sekolah menunjukkan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan.
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia yang di survei, dan posisi Indonesia berada di bawah Vietnam dalam Suseno (http://www.mii.fmipa.ugm.ac.id/). Data yang dilaporkan The World Economic
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
yang berjudul Mutu Pendidikan di Indonesia menyatakan bahwa “Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia.“
Dengan keadaan yang rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 dalam Suseno (http://www.mii.fmipa.ugm.ac.id/) menyatakan bahwa “ siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi Sains.
2. Pembelajaran Sains Saat ini
Secara global, dimensi yang hendak dicapai oleh serangkaian tujuan pendidikan Sains SD dalam kurikulum Sains SD tahun 2006 adalah mendidik anak, agar memahami konsep Sains, memiliki keterampilan ilmiah, bersifat imiah dan religius. Keilmiahan dan tujuan pendidikan Sains tersebut sudah barang tentu tidak serta merta dapat dicapai oleh materi pelajaran Sains, melainkan cara melibatkan siswa ke dalam kegiatan pembelajaran
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Carin & Sund (1989: 5) Sains terdiri dari tiga unsur pokok yaitu “produk, proses, dan sikap”. Unsur-unsur Sains tersebut dapat dikembangkan di
dalam pembelajaran Sains sejak di sekolah dasar. Sains merupakan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah.
Sesuai dengan tujuan pembelajaran Sains di SD, maka pendidikan Sains di
sekolah dasar harus bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan
alam sekitar.
Garlon dan Harlen (1990: 2) menyarankan “kebermaknaan pembelajaran Sains sangat ditentukan oleh kegiatan-kegiatan nyata”. Hal ini disebabkan karena siswa SD berada pada tingkat perkembangan intelektual operasi konkrit. Karakteristik siswa yang berada pada taraf operasi konkrit ini mempunyai kemampuan logis jika dihadapkan pada objek-objek nyata. Siswa sekolah dasar masih sulit menghubungkan alasan yang bersifat hipotesis tetapi dapat melaksanakan secara mental apa yang sebelumnya dilakukan secara phisik. Guru dalam proses pembelajaran Sains di SD sebaiknya menghadirkan benda-benda konkrit sebagai media pembelajaran.
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri. Dalam pembelajaran guru menempati kedudukan sentral, sebab peranannya sangat menentukan. Oleh karena itu, kualitas guru sangat menentukan akan hasil pembelajaran yang diharapkan.
Pembelajaran Sains di sekolah sebaiknya melakukan kegiatan percobaan, dengan melakukan kegiatan percobaan bearti siswa aktif melakukan kegiatan pembelajaran. Belajar harus berpusat pada siswa (student centered), sehingga fungsi guru sebagai fasilitator. Penggunaan peralatan Sains selain untuk memberikan pengalaman nyata juga dimaksudkan untuk menghindari verbalisme.
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
Kenyataannya lapangan dewasa ini proses pembelajaran Sains di sekolah masih belum sesuai dengan harapan. Masih banyak guru-guru yang kurang kreatif dalam menggunakan berbagai media pembelajaran karena berbagai alasan, seperti faktor ketersediaan alat dan bahan, dana dan waktu. Kenyataan lapangan menunjukkan bahwa mata pelajaran Sains seringkali dianggap momok yang menakutkan bagi sebagian besar siswa sekolah, sehingga nilai Sains yang diperoleh siswa di sekolah dasar masih rendah.
Rendahnya prestasi siswa tercermin dari masih relatif rendahnya rata-rata nilai UAN yang dicapai siswa dalam mata pelajaran Sains dan Matematika, termasuk di Propinsi Bengkulu dalam tiga tahun terakhir (tahun 2002-tahun 2005) rata-rata untuk Matematika (4,4) dan (5,05) untuk Sains. (Dinas Pendidikan Nasional Kota Bengkulu, 2008). Nilai UANSB untuk mata pelajaran Sains tahun 2009 yaitu sebesar 6,67 (Mendiknas, 2009). Kalau dibandingkan dengan nilai UASBN di atas nilai Sains di kota Bengkulu masih jauh di bawah nilai standar nasional.
Kenyataan yang terjadi saat ini adalah bahwa pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan merupakan seperangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Sebagian besar siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menghubungkan apa yang telah mereka pelajari dengan aplikasinya pada situasi baru. Pendidikan Sains juga mengalami hal serupa, hasil penelitian secara umum mengungkapkan bahwa proses pembelajaran Sains terperangkap pada proses menghapal yang hanya menyentuh pengembangan kognitif tingkat rendah.
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
“Proses pembelajaran yang terjadi di sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran Sains, terlalu ditekankan pada proses menghafalkan materi pelajaran, yang bersumber pada buku paket. Proses pembelajaran seperti itu sangat tidak sesuai dengan hakikat Sains sebagai proses”
Proses pembelajaran yang lebih mengarahkan siswa kepada kemampuan untuk menghafal informasi, hanya memaksa otak siswa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi, tanpa dituntut untuk memahami informasi tersebut dan tidak berupaya untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika peserta didik lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi miskin dalam aplikasi.
Kedua, hasil penelitian Jaenudin (2003: 65) terhadap pembelajaran di SD
di Palembang menyatakan bahwa:
“Praktek penilaian di SD pada umumnya dilakukan dengan lebih menekankan pada aspek penguasaan pengetahuan. Guru melakukan penilaian dengan lebih menekankan pada aspek pengulangan materi dengan cara menghafalkan sejumlah konsep. Sistem penilaian yang dilakukan dan di kembangkan masih mengandalkan tes sebagai satu-satunya alat penilaian. Penilaian terhadap kinerja siswa dalam bentuk penugasan cendrung diabaikan dan tidak diperhatikan sebagai penilaian alternatif yang lebih bermakna”.
Ketiga, Kesimpulan hasil penelitian Mustafa (1999: 65) tentang
pembelajaran Sains menyatakan:
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
Selanjutnya Mustafa mengemukakan bahwa pembelajaran yang menggunakan Lembar Kerja Rumah dengan melakukan kegiatan percobaan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan meningkatkan penguasaan aplikasi konsep siswa.
Kempat, penelitian yang dilakukan Yasbiati (2001: 1) tentang
pembelajaran IPA di SD TasikMalaya di Bandung. Menyatakan bahwa:
“diketahui bahwa pengajaran Sains yang dilakukan guru belum secara optimal mempertimbangkan karakteristik Sains, seperti yang tertuang dalam kurikulum pendidikan dasar dan karakteristik anak SD sebagaimana mestinya. Penyajian pengajaran Sains masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab, serta kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan benda-benda kongktit. Keberhasilan pembelajaran Sains di SD masih pada taraf siswa trampil mengerjakan soal-soal tes yang terdapat dalam buku ajar serta soal-soal sumatif dan soal-soal UAN”.
Dengan kata lain kegiatan belajar mengajar Sains di SD pada umumnya telah mereduksi hakikat Sains sebagai proses, produk dan sikap ilmiah menjadi sekedar pemindahan dan perolehan fakta-fakta yang kemudian menjadi hafalan bagi siswa.
Kelima, penelitian yang dilakukan Karlimah (2005: 22) pada
pembelajaran Sains siswa kls V SD di TasikMalaya. Menyatakan bahwa:
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
Di Propinsi Bengkulu, hasil observasi awal yang pernah penulis lakukan (Juni 2009-Maret 2010) pada proses pembelajaran Sains di Kota Bengkulu memperlihatkan hal yang tidak jauh berbeda apa yang diungkapkan dari hasil-hasil penelitian di atas. Pembelajaran yang berpusat pada guru masih nampak mewarnai proses pembelajaran Sains di SD. Siswa kebanyakan menerima informasi langsung dari guru. Situasi kelas sangat formal, siswa kurang mendapat kesempatan untuk membentuk sendiri pengetahuannya. Pembelajaran yang mengutamakan kegiatan untuk mendapatkan pengalaman langsung semestinya dapat dilakukan dengan menggunakan benda-benda konkrit yang ada di sekitar lingkungan siswa agar pembelajaran Sains lebih bermakna tetapi hal ini tidak digunakan.
Untuk melakukan pembelajaran yang bermakna, pengajaran harus disesuaikan agar siswa menyadari pengetahuan mereka sebelumnya, bekerja secara kooperatif dalam lingkungan belajar yang positif dan aman, dan membandingkan ide-ide baru dengan pengetahuan sebelumnya. Selain dari itu pendidik juga harus menghubungkan gagasan baru dengan apa yang sudah diketahui siswa, membangun pengetahuan baru dan mengaplikasikan pengetahuan baru tersebut dalam situasi yang berbeda dengan saat dipelajari.
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
mengurangi keunggulan komparatif yang telah dimiliki bangsa kita. Pendidikan Sains di SD diharapkan mampu menghadapi perubahan yang cepat dan sangat besar dalam tantangan pasar bebas, dengan melahirkan manusia-manusia yang berdaya saing tinggi dan tangguh. Sebab diyakini, daya saing yang tinggi inilah agaknya yang akan menentukan tingkat kemajuan, efisiensi dan kualitas bangsa untuk dapat memenangi persaingan era pasar bebas yang ketat tersebut. Pendidikan dasar dan menengah diharapkan dapat menciptakan SDM yang tangguh, SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), juga membina penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang nyatanya sangat berperan dalam membantu dunia usaha dalam upaya meningkatkan perekonomian nasional. (2) rendahnya kualitas pembelajaran Sains di SD yang berorientasi pada penguasaan konsep yang berbentuk hafalan, dengan pembelajaran yang masih sangat konvensional, yang dikhawatirkan menyebabkan siswa bisa menguasai teori tapi miskin pada aplikasi konsep, sehingga akan berdampak pembelajaran Sains akan tetap menjadi mata pelajaran yang menakutkan bagi siswa di sekolah dimulai dari sekolah dasar.
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010 B.Rumusan dan Batasan Masalah
1. Rumusan Masalah
Penelitian ini bertolak dari adanya masalah yang berkenaan dengan pembelajaran Sains yang belum optimal. Pembelajaran yang selama ini diterapkan belum memberikan kontribusi terhadap hasil belajar Sains siswa yang mencerminkan kompetensi sebagaimana yang diharapkan, yakni siswa yang dapat memahami aplikasi konsep Sains secara baik dan memenuhi standar kemampuan.
Terdapat sejumlah aspek atau variabel yang terkait dengan model pembelajaran Sains, yang berkenaan dengan penguasaan aplikasi konsep Sains siswa sekolah dasar yang berkenaan dengan aspek raw input, berupa siswa sekolah dasar, instrument input seperti kurikulum, materi, model pembelajaran, metode, dan teknik pembelajaran, media pembelajaran, kondisi siswa, kondisi dan kinerja guru dan lain lain, maupun yang berkenaan dengan Environmental input, seperti lingkungan belajar, keluarga, masyarakat, sarana prasarana, dan lain sebagainya.
Bertolak dari asumsi tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini dapat disusun dalam bentuk umum sebagai berikut: “Model Pembelajaran yang bagaimanakah yang dapat meningkatkan kemampuan penguasaan aplikasi konsep Sains siswa sekolah dasar?”
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
Va
Bagan 1.1
Model Pembelajaran di Kelas (Diadopsi dari Dunkin & Biddle, 1975).
Menurut Dunkin & Biddle (1975: 38), komponen-komponen pembelajaran terdiri dari sejumlah variable yaitu presage variable, instrumental variable,
process variable, context variable, dan variable product. Presage variable adalah
variabel yang berkenaan dengan raw input dimana latar belakang kemampuan guru mengajar dan latar belakang kemampuan siswa ada di dalamnya.
Instrumental Variable -Kurikulum -Program pembelajaran -Model Pembelajaran -Metode Pembelajaran -Materi, media/sumber pembelajaran
-Guru dan lain-lain
Process Variable Prilaku guru di kelas
Product Variable Dampak segera: Subject matter, sikap thd mata pelajaran,
Dampak jngk. Panjang, Pertumbuhan keterampilan lain, kematangan, kepribadian dewasa, keterampilan profesional atau pekerjaan Presage Variable Latar Belakang Guru . Kelas sosial
. Umur . Jenis Kelamin
Pengalaman Pelatihan Guru . Pendidikan PT
. Program Pelatihan
. Pengalaman praktek mengajar Kemampuan Guru Mengajar . ieterampilan mengajar . Intelegensi . Motivasi . iepribadian Perubahan Prilaku yang diamati Context Variabel . Latar Belakang siswa: . Kelas sosial
. Umur
. Prilaku Jenis Kelamin . Keadaan siswa . Kemampuan . pengetahuan . Sikap . ieterampilan
Kontek sekolah dan Komunitas . Iklim (suasana)
. Budaya
. Banyaknya siswa Konteks Kelas . Ukuran ruang kelas
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
Keterampilan guru mengajar, sikap dan motivasi serta intelegensi dan lain-lain merupakan faktor yang dominan dalam proses pembelajaran. Demikian juga dengan kemampuan awal siswa baik yang berkenaan dengan pengetahuan dan sikap, motivasi dan lain sebagainya. Variabel instrumental (Instrumental
Variable) berkenaan dengan aspek-aspek yang terdiri atas kurikulum, program
pembelajaran, model pembelajaran, materi, sumber-sumber pembelajaran, media dan lain sebagainya yang semuanya dapat mempengaruhi variabel proses pembelajaran (process Variable)
Variabel konteks (Context Variabel) berkenaan dengan aspek lingkungan (Environmental input), yang juga dapat mempengaruhi variabel proses pembelajaran. Sedangkan variable product berkenaan dengan aspek output (keluaran) yang diharapkan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
2. Pembatasan Masalah
Penelitian ini berkenaan dengan model pembelajaran pada mata pelajaran Sains di sekolah dasar. Asumsi pembatasan masalah tersebut di dasarkan pada tujuan pembelajaran Sains di sekolah dasar adalah supaya siswa mampu menguasai konsep dasar Sains dan mampu mengaplikasikan konsep Sains tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini dilaksakan di sekolah dasar di Kota Bengkulu, di kelas lima sekolah dasar sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku.
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
jelas gambaran penelitian ini, variabel-variabel penelitian secara operasional dapat dipetakan sebagai berikut:
Bagan 1.2
(Skema Pembatasan Variabel-variabel Penelitian Model Pembelajaran Sains) C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kondisi pelaksanaan pembelajaran Sains di sekolah dasar pada saat ini?
2. Model Pembelajaran yang bagaimanakah yang dapat meningkatkan penguasaan aplikasi konsep Sains ditinjau dari:
a. desain pembelajaran
Instrumental Input
. KTSP Sains SD . Sumber belajar di SD
Proses Pembelajaran
(Pengembangan Model Pembelajaran Sains ) Raw Input
Siswa SD
Output Penguasaan Aplikasi
ionsep Sains
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
b. implementasi pembelajaran c. evaluasi yang dilakukan.
3. Apakah faktor-faktor pendukung dan penghambat yang dapat mempengaruhi Model Pembelajaran Sains yang di kembangkan?
4. Bagaimanakah efektifitas Model Pembelajaran yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan penguasaan aplikasi konsep di bandingkan dengan model pembelajaran yang selama ini di gunakan pada pembelajaran Sains di sekolah dasar?
D.Definisi Operasional
Sebagai upaya menyamakan persepsi tentang variabel yang digunakan dalam penelitian ini ada dua hal pokok yang perlu didefinisikan, yakni beberapa istilah dalam variabel penelitian di atas mencakup dua istilah yaitu pengembangan model siklus belajar dan aplikasi konsep. Model pembelajaran Sains di sekolah dasar menurut Sulistyrini (2007: 7) adalah:
“kegiatan merancang atau memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka mencapai kompetensi dasar”.
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010 1. Model Siklus Belajar (Learning Cycle)
Model Siklus Belajar adalah sebuah model pembelajaran yang menganut pada pandangan konstruktivis yang merupakan suatu model dinamis dan interaktif dari bagaimana manusia belajar. (Bybee, 1997: 176). Pandangan konstruktivis berasumsi bahwa siswa harus dengan aktif dilibatkan dalam belajar, konsep yang di dapatkan bukan di transmisi dari guru kepada siswa tetapi dibangun sendiri oleh siswa. Model Siklus Belajar adalah model yang menyediakan pengalaman belajar aktif bagi siswa. (National Science Education Standards (National
Research Council, 1996).
Model siklus belajar dalam penelitian ini adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Siklus belajar merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat berperan aktif dan akhirnya dapat meningkatkan penguasaan aplikasi konsep sains di SD.
Model Siklus Belajar (Learning Cycle) yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah model Siklus Belajar yang dikemukan oleh Barnes (1976), Driver (1986), Karplus (1978), Ericson (1979), Nussbaum dan Novic (1981), Renner (1982), dan Rowell dan Dawson, (1983). Model Siklus Belajar yang akan dikembangkan disesuaikan dengan kondisi dan keadaan yang ditemui dilapangan.
2. Penguasaan Aplikasi Konsep
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
afektif, dan psikomotor. Penilaian proses pembelajaran dilakukan dengan observasi kegiatan percobaan, Lembar Kerja Siswa, presentasi kelompok, sedangkan penguasaan aplikasi konsep dijaring dengan tes objektif.
E.Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada pertanyaan penelitian di atas maka tujuan umum yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu Model Pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan penguasaan aplikasi konsep Sains siswa di sekolah dasar. Dengan mengacu pada tujuan umum tersebut, selanjutnya dijabarkan dalam tujuan khusus:
Mengidentifikasi mengenai kondisi/karakteristik guru, siswa, materi pelajaran, sumber pembelajaran, model pembelajaran dan sarana/fasilitas dalam pembelajaran Sains saat ini
Menemukan bentuk Model Pembelajaran sebagai alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan penguasaan aplikasi konsep Sains, mencakup desain, implementasi dan evaluasi pembelajaran Sains.
Mengidentifikasi tentang faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam Model Pembelajaran Sains yang dikembangkan
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat secara teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menemukan prinsip-prinsip atau dalil-dalil mengenai model pembelajaran yang berkenaan dengan kemampuan penguasaan aplikasi konsep Sains siswa sekolah dasar. Hal ini semakin urgen bagi keperluan kajian teoritis mana kala dihubungkan dengan kurangnya bahan atau referensi bahan pengembangan model pembelajaran untuk mengimplementasikan kurikulum Sains di sekolah dasar.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi guru dan siswa serta sekolah.
a. Bagi guru, penelitian ini bisa dijadikan salah satu alternatif pegangan model pembelajaran dalam melaksanakan proses pembelajaran Sains di sekolah dasar untuk meningkatkan kemampuan penguasaan aplikasi konsep Sains siswa.
b. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penguasaan aplikasi konsep siswa dalam pembelajaran Sains
c. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam upaya pengembangan kurikulum pembelajaran Sains di sekolah dasar.
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010 G. Kerangka Konseptual Penelitian
Bagan 1.3.
Kerangka Konseptual Penelitian
Kurikulum Sains Kelas V
Kinerja Guru
Aplikasi Konsep Sains
Siswa Kondisi Siswa
Kondisi Guru
Model Pembelajaran Untuk Meningkatkan Penguasaan Aplikasi
Konsep Siswa Prasarana-sarana
Iklim sosial
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010 BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bahagian ini dikemukakan beberapa pembahasan mengenai: Jenis penelitian, prosedur penelitian, lokasi dan subjek penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.
A.Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode research and
development (R&D), yakni suatu penelitian proses yang digunakan untuk
mengembangkan dan memvalidasi data produk-produk pendidikan. Salah satu produk yang dikembangkan adalah model pembelajaran. Model research and
development dalam bidang pendidikan ini dikemukakan oleh Borg & Gall (1989:
773) sebagai “a process used to develop and validate educational something”, yaitu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Maka tujuan penelitian ini adalah menghasilkan produk tertentu yakni suatu model pembelajaran Sains di SD untuk meningkatkan penguasaan aplikasi konsep Sains dan menguji keefektifan model tersebut.
Brog and Gall (1989) mengemukakan ada sepuluh langkah pelaksanaan strategi penelitian.
1. Research and information collecting (penelitian dan pengumpulan data).
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
mengembangkan produk, memberikan gambaran hasil penelitian terdahulu sebagai bahan perbandingan untuk mengembangkan;
2. Planning (perencanaan).
Berdasarkan studi pendahuluan, dibuat perencanaan/rancangan produk mencakup: a) tujuan penggunaan produk; b) siapa pengguna produk tersebut; c) deskripsi komponen produk dan penggunaannya. Dalam pengembangan produk, dirumuskan: penentuan produk, penyusunan produk awal, uji coba produk awal di lapangan, penyempurnaan draft, uji coba draft yang sudah disempurnakan, pengujian produk akhir sampai dengan distribusi dan deseminasi produk yang dihasilkan. Dirumuskan juga: subjek dan lokasi uji coba, dan sarana pendukung lain dilakukan studi lapangan disebut sebagai pengukuran kebutuhan dan penelitian dalam skala kecil. Pengembangan produk, didasari pengukuran kebutuhan (need assessment,);
3. Development of preliminary form of product (pengembangan produk awal).
Pengembangan produk awal merupakan draft kasar dari produk yang akan dibuat, draft produk tersebut disusun selengkap dan sesempurna mungkin;
4. Preliminary field testing,(testing uji coba pendahuluan)
Draft atau produk awal, dikembangkan oleh peneliti, bekerja sama atau meminta bantuan para ahli dan atau praktisi, yang sesuai dengan bidang keahliannya. (uji coba diatas meja/ desk try out atau desk evaluation
5. main product revision (revisi produk utama)
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
lapangan akan mendapatkan kelayakan secara mikro, kasus demi kasus untuk kemudian ditarik kesimpulan secara umum atau digeneralisasi;
6. Main field testing (uji coba utama).
Setelah uji coba diatas meja, maka dilakukan uji coba lapangan di sekolah ataupun di laboratorium. Selama pelaksanaan uji coba di lapangan, peneliti mengadakan pengamatan secara intensif dan mencatat hal-hal penting yang dilakukan oleh responden yang akan dijadikan bahan untuk penyempurnaan produk awal tersebut
7. Operasional product revision (revisi untuk menghasilkan produk utama). Selama pelaksanaan uji coba di lapangan, peneliti mengadakan pengamatan secara intensif dan mencatat hal-hal penting, yang dilakukan oleh responden yang akan dijadikan bahan untuk penyempurnaan produk awal tersebut;
8. Operational field testing (uji coba operasional).
Penyempurnaan produk awal difokuskan kepada pengembangan dan penyempurnaan materi produk, belum memperhatikan kelayakan dalam konteks populasi. Pada tahap ini, uji coba dan penyempurnaan dilakukan dalam jumlah sampel yang lebih besar.
9. Final product revision (revisi produk akhir).
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
Pengujian produk akhir, untuk menguji apakah suatu produk pendidikan layak dan memiliki keunggulan dalam tataran praktek, produk diasumsikan sudah sempurna. Pengujian produk akhir, dilakukan pada sekolah yang sama dengan tahap ujicoba kedua atau berbeda dengan jumlah sampel yang sama. Dalam pengujian produk akhir, digunakan kelompok kontrol dalam bentuk desain eksperimen. Model desainnya adalah Pascates Berpasangan (Randomized Pretest-Posttest Control Group Dessign) (Sukmadinata, 2007: 207)
10. Dissemination and implementation (diseminasi dan penerapan).
Setelah dihasilkan suatu produk final yang sudah teruji keampuhannya, langkah selanjutnya adalah desiminasi, implementasi, dan institusionalisasi. Desiminasi dari suatu produk, yang dikembangkan membutuhkan sosialisasi yang cukup panjang dan lama. Biasanya proses desiminasi dan implementasi berhadapan dengan berbagai masalah kebijakan, legalitas, pendanaan, dll.
Menurut Sukmadinata (2007: 184) secara garis besar langkah penelitian dan pengembangan ini terdiri atas tiga tahap (1) studi pendahuluan; (2) pengembangan model dan (3) validasi model.
B.Prosedur Penelitian
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010 Bagan 3.1
Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan Model Pembelajaran Survei lapangan
•••• Kondisi Pembelajaran Sains di SD dan faktor
pendukungnya
•••• Pelaksanaan Pembelajaran Sains di SD •••• Persepsi Siswa
terhadap Pembelajaran Sains
•••• Keadaan Guru dan siswa SD •••• Keadaan Sarana,
! "
# $ % %
# $ % %
&
"
"
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
Dalam proses pelaksanaannya, pendekatan penelitian dan pengembangan ini membentuk suatu siklus, yang diawali dengan melakukan studi pendahuluan untuk menemukan suatu produk pendidikan, kemudian produk tersebut dikembangkan dalam suatu situasi tertentu, kemudian diuji coba terbatas, direvisi dan diuji kembali pada uji luas, sampai pada akhirnya ditemukan produk akhir yang dianggap sempurna yang selanjutnya produk tersebut di uji validitasnya. Apabila produknya sudah teruji, diharapkan produk tersebut dapat diterapkan untuk memperbaiki proses pendidikan dalam upaya menghasilkan hasil (out put) yang lebih baik.
Langkah-langkah penelitian dan pengembangan dalam penelitian ini dapat di jelaskan sebagai berikut:
1. Studi Pendahuluan
Pada kegiatan studi pendahuluan meliputi kajian pustaka dan prasurvei. Kajian pustaka ditujukan untuk mempelajari landasan-landasan teori mengenai pendekatan pembelajaran Sains dan Model Pembelajaran Siklus Belajar (MPSB) yang dikembangkan serta mengkaji hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan MPSB tersebut.
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
mengajar Sains di sekolah dasar, juga menghimpun sarana, dan fasilitas, suasana, kelas, keadaan siswa, serta iklim sekolah secara keseluruhan.
2. Proses Pengembangan Model
Kegiatan pada proses pengembangan meliputi sejumlah kegiatan yaitu: a. Menyusun Draf Model.
Draf Model Pembelajaran Siklus Belajar (MPSB) disusun berdasarkan landasan teori hasil kajian kepustakaan serta memadu kesesuaian karakteristik model yang dikembangkan dengan karakteristik pembelajaran Sains dan kondisi siswa sekolah dasar yang menjadi tempat penggunaan draf awal. Draf awal dikaji ulang melalui diskusi dengan guru Sains dan teman sejawat serta pakar dalam bidang kurikulum dan metode pembelajaran. Selesai kegiatan studi pendahuluan dilakukan uji coba.
b. Uji Coba Terbatas
Setelah mendapatkan draf awal dari MPSB maka dilakukan uji coba terbatas. Pada uji terbatas MPSB yang dikembangkan diuji cobakan pada satu sekolah dasar negeri kategori sedang yaitu SD Negeri 89 Kota Bengkulu, sebelum uji coba terbatas dilakukan, maka:
(1) disusun Rencana Pelaksanan Pembelajaran (RPP) dengan melibatkan guru Sains di sekolah dasar tersebut. Kerangka RPP mengikuti ketentuan yang berlaku di sekolah tetapi langkah yang dikembangkan sesuai langkah-langkah pembelajaran model draf awal yang dikembangkan;
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
sama peneliti dan guru Sains. Selama kegiatan pembelajaran peneliti melakukan pengamatan, mencatat hal-hal yang penting dilakukan guru. Kebaikan, kekurangan, kesalahan dan penyimpangan serta aktifitas siswa, interaksi siswa dengan guru, interaksi siswa dengan siswa dan respon siswa terhadap model yang sedang diuji cobakan. Selesai pertemuan diadakan diskusi antara guru dan peneliti terhadap kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan, terutama kekurangan dan kelemahan serta penyimpangan yang terjadi dari rencana yang sudah dilakukan;
(3) berdasarkan masukan guru, mengadakan perbaikan terhadap satpel atau langkah-langkah model pembelajaran yang dikembangkan peneliti, memberikan catatan yang harus disesuaikan dengan draf awal model yang sudah disusun dan yang dikembangkan. Selesai pelaksanaan pembelajaran guru dan peneliti mengadakan pertemuan-pertemuan membicarakan hasil atau temuan dari uji coba dan terus berusaha mengadakan penyempurnaan terhadap model yang ingin di kembangkan;
(4) guru dan peneliti melakukan diskusi secara kontinyu sehingga rencana pelaksanaan pembelajaran yang di buat guru untuk berikutnya disesuaikan dengan perubahan yang dilakukan;
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
dasar, untuk membahas segala sesuatu temuan-temuan yang didapatkan selama uji coba terbatas dan melakukan penyempurnaan terakhir sebelum uji coba secara luas.
c. Uji Coba Luas
Setelah dilakukan uji coba terbatas dilanjutkan dengan uji coba lebih luas. Uji coba luas dilakukan pada tiga sekolah dengan urutan sekolah kategori baik, sedang, dan kurang. Yaitu SD Negeri 71 Kota Bengkulu sekolah kategori baik, SD Negeri 6 Kota Bengkulu untuk sekolah kategori sedang dan SD Negeri 42 sekolah kategori kurang. Hasil uji coba secara luas dikaji dan direvisi secara bersama-sama dengan guru yang bersangkutan.
d. Model Final Hipotetik
Setelah uji luas dari MPSB yang di kembangkan kemudian didapatkan model hipotetik
3. Validasi Model.
Uji validasi model dilakukan pada 3 sekolah dasar yang terdiri dari sekolah dalam kategori baik, sedang dan kurang. Masing-masing sekolah terdiri dari 2 kelas yaitu kelas 5 sekolah dasar. Pemilihan kelompok sekolah baik, sedang dan kurang ditentukan berdasarkan hasil penilaian Dinas Pendidikan Nasional setempat.
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
kelopok kontrol berdasarkan pertimbangan sekolah yang sudah mempunyai guru berpengalaman, sarana, fasilitas. Desain eksperimen yang gunakan adalah disain
Randomized Pretest-Posttest Control Group Design (Sukmadinata, 2007: 204)
Di Kelas eksperimen, guru mengajar menggunakan MPSB yang sudah dikembangkan. Di kelas kontrol guru mengajar menggunakan pembelajaran biasa (konvensional). Pokok bahasan yang diajarkan, buku sumber dan alat bantu adalah relatif sama. Sebelum pembelajaran dimulai dilakukan pretest yang sama dan setelah selesai pembelajaran juga diberikan posttest yang sama pula.
Pada kelompok eksperimen tidak ada perbaikan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), model yang di cobakan adalah model yang sudah dikembangkan. Setelah selesai eksperimen maka dilakukan posttest, dilakukan analisis statistik uji perbedaan dengan menggunakan uji t-test. Efektifitas MPSB diketahui melalui rata-rata peningkatan gain score antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
C.Lokasi dan Subjek Penelitian
Sesuai dengan masalah penelitian seperti yang telah dikemukakan pada bab pendahuluan, penelitian ini dilakukan di sekolah dasar yang ada di kota Bengkulu yang tersebar di 4 kecamatan
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010 1. Lokasi dan Subjek Penelitian Prasurvei
[image:37.595.112.513.244.687.2]Kegiatan prasurvei dilakukan pada Sekolah Dasar (SD) yang ada di Kota Bengkulu. Di Kota Bengkulu memiliki 90 SD Negeri dan 14 SD swasta. Semuanya terletak pada empat kecamatan, yaitu kecamatan Teluk Segara, kecamatan Gading Cepaka, kecamatan Slebar dan kecamatan Muara Bangkahulu. Kegiatan prasurvei dilakukan pada 9 SD, sekolah yang dipilih untuk prasurvei adalah sekolah kategori baik, sedang dan kurang sesuai dengan petunjuk Dinas Pendidikan Nasional Kota Bengkulu. Sekolah yang dijadikan objek dalam prasurvei dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3.1.
Sekolah Dasar Kegiatan Prasurvei
No Nama Sekolah Alamat Sekolah Kategori
sekolah
1 SD Negeri No 1 Kota Bengkulu.
Jln. Prof.Dr Hazairin. Teluk Segara
Baik 2 SD Negeri No 37 Kota
Bengkulu
Jalan Jitra Teluk segara Baik 3 SD Negeri No 66 kota
Bengkulu
Jalan Pancor Mas Kec Slebar
Baik 4 SD Negeri No 6 Kota
Bengkulu
Jalan Prapto Teluk Segara Sedang 5 SD Negeri No 27 Kota
Bengkulu
Jln Cempaka Ratu Samban Sedang 6 SD Negeri No 35 kota
Bengkulu
Jln Titiran Gading Cempaka Sedang 7 SD Negeri No 12 Kota
Bengkulu
Jln Suprapto Kurang
8 SD Negeri No 42 Kota Bengkulu
Jln Rambutan Gading Cempaka
Kurang 9 SD Negeri No 85 Kota
Bengkulu
Jln Makmur Muara Bangkahulu
Kurang
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010 2. Lokasi dan Subjek Penelitian Uji Coba Terbatas
Dari 9 SD yang ditentukan sebagai lokasi prasurvei, selanjutnya di tetapkan satu sekolah untuk uji coba terbatas model pembelajaran. Dalam penetapan sekolah ini digunakan purposive sampling. Menurut Sudjana (1989) teknik ini di gunakan apabila peneliti punya pertimbangan tertentu dalam menetapkan sampel sesuai dengan tujuan penelitian.
Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan sekolah yang dijadikan lokasi penelitian untuk uji coba terbatas ini adalah, (1) adanya keinginan dan motivasi yang tinggi dari pihak sekolah (kepala sekolah dan guru) untuk bekerja sama dengan peneliti dalam hal pengembangan model. Pertimbangan semacam ini di anggap sangat penting sebab keberhasilan pengembangan model dapat ditentukan oleh motivasi dan keseriusan guru sebagai subjek penelitian, (2) tersedianya fasilitas yang secara standar memadai sesuai dengan kebutuhan pengembangan, karakteristik siswa, keadaan kelas, dan keadaan lingkungan sekolah. Sekolah yang dianggap memenuhi kriteria tersebut adalah SD Negeri 89 Jalan Korpri Raya, Kota Bengkulu.
3. Lokasi dan Subjek Penelitian Kegiatan Uji Coba lebih Luas
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
Sekolah yang dijadikan lokasi uji coba yang lebih luas ditetapkan sekolah yang berada pada kelompok baik, sedang dan kurang yaitu SD Negeri 71 Kota Bengkulu, SD Negeri No 6 Kota Bengkulu, SD Negeri No 42 Kota Bengkulu. Sesuai dengan lokasi penelitian tersebut maka yang menjadi subjek penelitian adalah guru dan siswa kelas 5 sekolah yang bersangkutan.
4. Lokasi, Subjek Penelitian dan Uji Validasi Model Pembelajaran
Uji validasi dilakukan dengan menggunakan desain eksperimen yang digunakan adalah Desain Pascates Berpasangan (Randomized Pretest-Posttest
Control Group Dessign) (Sukmadinata, 2007: 207) dengan pola sebagai berikut;
Kelompok Prates Perlakuan Pascates Acak A (Kel, Eks) 0 X 0
Acak B (Kel, Kont 0 0
Bagan 3.2 Desain Eksperimen
Pada desain ini kedua kelompok diberi tes awal (pretest) dengan tes yang sama. Kemudian kelompok eksperimen diberikan perlakuan, yakni dilakukan pembelajaran dengan menggunakan MPSB, sedangkan kelompok kontrol di beri pembelajaran konvensional. Setelah dilakukan proses pembelajaran kedua kelompok di test dengan test yang sama sebagai tes akhir (posttest).
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
eksperimen dan kelompok kontrol. Analisis statistik uji perbedaan tersebut di atas di lakukan pada sekolah dengan kategori baik, sedang maupun kurang.
Penetapan kriteria sekolah kategori baik, sedang dan kurang dilakukan, berdasarkan hasil wawancara dengan dengan pihak yang berwewenang (Dinas Pendidikan Nasional Kota Bengkulu). Secara formal tidak ada sekolah baik sedang dan kurang. Semua sekolah di Kota Bengkulu di anggap memiliki katagori yang sama.
[image:40.595.113.517.252.627.2]Untuk uji validasi Model Pembelajaran Siklus Belajar yang dikembangkan dilakukan di tiga sekolah dasar yang terdiri dari enam kelas seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 3.2.
Sekolah Dasar sebagai Lokasi Uji Validasi Model
No. Kelompok
Sekolah
Kelompok Ekperimen
Kelompok Kontrol
Katagori Sekolah 1. SD N 65 Kota Bengkulu Kelas A Kelas B Baik 2. SD N 7 Kota Bengkulu Kelas A Kelas B Sedang 3. SD N 12 Kota Bengkulu Kelas A Kelas B Kurang
5. Waktu Penelitian
[image:41.595.105.515.112.606.2]
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
Tabel 3.3
Pelaksanaan dan Tahapan Penelitian
Tahap Kegiatan Jenis kegiatan Tanggal kegiatan Studi Pendahuluan Kajian pustaka
Kondisi akademis
Pemahaman kondisi subjek Pemahaman objek penelitian
Maret – April 2009
Pengembangan model Draf awal
Uji-coba terbatas Uji-coba luas
April -Agustus 2009
Validasi Model Eksperimen model September 2009
D.Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah, (1) pengamatan (observasi), (2) wawancara dan angket, (3) analisis dokumen (4) test.
1. Pengamatan (observasi)
Observasi digunakan untuk mengukur tingkah laku individu maupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat di amati baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan (Nana Sudjana, 1989)
Dalam penelitian ini pengamatan (observasi) dilakukan pada setiap tahap penelitian baik pada tahap prasurvei, tahap pengembangan maupun tahap uji coba yang lebih luas. Pada tahap prasurvei observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang pola pembelajaran selama ini yang dilakukan oleh guru dan siswa didalam kelas, serta fasilitas laboratorium dan perlengkapannya, serta penggunaannya dalam proses pembelajaran Sains.
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
Pembelajaran Siklus Belajar (MPSB) yang di kembangkan. Fokus pengamatan adalah proses dan hasil dari penerapan draf awal MPSB yang di kembangkan untuk membantu mengumpulkan data melalui observasi ini maka disusun alat observasi (terlampir).
Beberapa alasan pengunaan observasi sebagai alat pengumpul data khususnya dalam proses pengembangan model diantaranya, (1) teknik observasi yang di dasarkan kepada pengalaman langsung dianggap sebagai alat yang paling ampuh untuk mengetahui kebenaran atau untuk melihat kenyataan yang sebenarnya. (2) teknik pengamatan dengan melihat dan mengamati sendiri tentang kemampuan dan penampilan guru yang sebenarnya memungkinkan untuk memperoleh data secara obyektif. (3) melalui pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa atau kejadian penting sebagai bahan masukan untuk memperbaiki penampilan guru. (4) dengan teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu mengerti situasi yang rumit dan kompleks
2. Wawancara dan Angket
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
proses pembelajaran Sains, evaluasi pembelajaran sains, sarana dan prasarana, iklim sosial sekolah serta kurikulum di sekolah dasar.
Pada tahap pengembangan dan uji coba MPSB untuk mendapatkan informasi dalam rangka penyempurnaan model yang sedang dikembangkan dilakukan wawancara. Jenis wawancara yang di lakukan dalam penelitian ini adalah wawancara yang menghendaki jawaban terbuka. Hal ini di maksudkan agar sumber data dapat mengemukakan pandangannya sesuai dengan pendapatnya sendiri secara bebas. Oleh karena itu dalam proses pengumpulan data, untuk mendapatkan informasi yang lengkap peneliti terlebih dahulu menentukan pertanyaan sesuai dengan topik masalah dalam bentuk pedoman wawancara. Demikian juga hal nya dengan angket. Alat pengumpul data ini disusun secara bervariasi. Artinya selain diberikan kemungkinan jawaban juga di sediakan tempat yang memungkinkan responden untuk menjawab sesuai dengan pendapatnya. Bentuk seperti ini di anggap efektif untuk menjaring data sesuai dengan pertanyaan penelitian.
3. Analisis Dokumen
Analisis dokumen digunakan untuk mengumpulkan berbagai informasi, kususnya untuk melengkapi data dalam rangka studi pendahuluan, yaitu untuk menjawab pertanyaan penelitian yang berhubungan dengan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran Sains yang selama ini berlangsung.
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
pengumpulan data seperti ini di anggap perlu, sebab dengan analisis dokumen peneliti dapat lebih memahami hal yang sesungguhnya.
4. Tes
Instrumen tes digunakan untuk menjaring data tentang hasil belajar peserta didik. Tes sebagai alat pengumpul data secara garis besarnya yaitu tes objektif, yang dilakukan sebelum pembelajaran (pretes) dan setelah pembelajaran (postes). Tes digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya pengaruh penggunaan Model Pembelajaran Siklus Belajar (MPSB) terhadap penguasaan aplikasi konsep siswa di bandingkan dengan model pembelajaran yang selama ini di gunakan oleh guru dalam pembelajaran Sains. Maka tes dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan Uji coba terbatas dan uji coba yang lebih luas serta uji validasi model.
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010 E.Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh pada studi pendahuluan meliputi: (1) hasil telaah dokumen dan kajian pustaka; (2) hasil observasi mengenai latar, penelitian dan pengajaran Sains di sekolah dasar. Data yang didapatkan dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data yang bersifat kuantitatif dianalisis menggunakan perhitungan statistik. Uji t digunakan untuk signifikansi perbedaan perhitungan hasil yang didapatkan, analisis data statistik di sesuaikan dengan data kuantitatif atau data yang dikuantifikasikan dalam bentuk bilangan atau angka.
1. Analisis Data Tahap Pendahuluan
Data yang diperoleh pada tahap pendahuluan adalah (1). hasil telaah dokumen serta kajian pustaka; (2) hasil observasi mengenai latar, dan pembelajaran Sains yang biasa dilaksanakan di Sekolah Dasar; (3) hasil wawancara dengan guru Sains mengenai pembelajaran Sains dianalisis melalui beberapa tahap sebagai berikut:
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
mendukung pengembangan MPSB yang dikembangkan serta proses pembelajaran yang biasa dilakukan. Keempat, melakukankan analisis komparatif yaitu membandingkan aspek-aspek yang terkait dengan pengembangan MPSB dalam pembelajaran Sains yang didasarkan atas data dari dokumen yang ada dengan hasil telaah kepustakaan. Hasil analisis komparatif kemudian dipadukan dengan deskripsi mengenai latar penelitian sehingga dapat ditemukan landasan teoritis serta metode yang tepat untuk dijadikan sebagai dasar pengembangan MPSB.
2. Analisis Data Tahap Pengembangan dan Uji Coba Model
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
proses pengambilan intisari dari sajian data yang teah terorganisir kedalam bentuk pernyataan singkat yang mengadung pengertian lebih luas. Kesimpulan yang diambil kemudian akan didiskusikan dengan guru dan teman sejawat. Penarikan kesimpulan dalam hal ini diarahkan untuk mengungkapkan prinsip-prinsip dasar yang dapat dijadikan dasar dalam implementasi MPSB dalam pembelajaran Sains.
Pada uji-coba terbatas dan uji-coba luas pada setiap pertemuan meliputi skor tes awal (pretest) yang dilaksanakan sebelum model pembelajaran Sains diterapkan dan skor test akhir (postest) yang dilaksanakan setelah model diterapkan. Data tersebut selanjutnya akan dianalisis dengan Uji-t untuk mengetahui perbedaan secara signifikan skor pretest dan nilai posttest. Dengan hipotesis sebagai berikut:
Ho:µa=µi, Tidak terdapat perbedaan antara rata-rata skor pretest (µa) dengan skor
Posttest (µi).
H1:µa<µi , Terdapat perbedaan antara rata-rata pretest (µa) dengan skor posttest (µi); rata-rata skor pretest (µa) lebih kecil dari pada rata-rata skor
posttest (µi).
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010 3. Analisis Data Tahap Validasi Model.
Model final yang merupakan hasil revisi dan penyempurnaan pada tahap pengembangan diuji validitasnya melalui desain eksperimen, data yang diperoleh pada saat eksperimen meliputi skor tes awal (pretest) yang dilaksanakan sebelum model diterapkan dan skor test akhir (posttest) yang dilaksanakan setelah model diterapkan. Data tersebut selanjutnya akan dianalisis untuk mengetahui perbedaan pembelajaran dengan MPSB dalam meningkatkan kemampuan penguasaan aplikasi konsep Sains siswa sekolah dasar dibandingkan dengan pembelajaran yang dilakukan secara konvensional dengan uji t-tes. Validitas model diuji pada tiga kelompok sekolah yaitu “baik” “sedang” dan “kurang”, masing-masing kategori dipilih secara acak satu kelompok belajar sebagai kelompok eksperimen dan satu kelompok sebagai kelompok kontrol.
Perbedaan MPSB dengan model pembelajaran yang digunakan guru selama ini (konvensional) untuk peningkatan penguasaan konsep Sains siswa sekolah dasar diuji secara statistik dengan membandingkan dengan rata-rata skor
posttest kontrol dengan skor posttest eksperimen dapat diketahui melalui uji-t.
Hipotesis statistik yang akan diuji untuk mengetahui perbedaan tersebut dirumuskan sebagai berikut:
Ho:µa=µi, Tidak terdapat perbedaan antara rata-rata skor posttest kelas kontrol (µa) dengan skor posttest kelas eksperimen (µi).
H1:µa<µi, Terdapat perbedaan antara rata-rata skor posttest kelas kontrol (µa) dengan skor posttest kelas eksperimen
(µi); rata-rata skor posttest kontrol (µa) lebih kecil dari pada rata-rata skor posttest eksperimen (µi).
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
bahwa Model Pembelajaran Siklus Belajar memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan model pembelajaran yang digunakan guru selama ini (konvensional) untuk peningkatan penguasaan konsep Sains siswa sekolah dasar sebaliknya penerimaan H0 dan penolakan H1 menunjukkan bahwa Model Pembelajaran Siklus Belajar tidak memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan model pembelajaran yang digunakan guru selama ini (konvensional) untuk peningkatan penguasaan konsep Sains siswa sekolah dasar
Efektivitas Model Pembelajaran Siklus Belajar di uji secara statistik dengan membandingkan rata-rata peningkatan (gain) skor pada kelompok eksperimen dengan rata (gain) skor pada kelompok kontrol. Perbedaan rata-rata (gain) skor kelompok eksperimen dengan (gain) skor kelompok kontrol dapat diketahui melalui uji-t. Hipotesis statistik yang diujikan untuk mengetahui perbedaan tersebut dirumuskan sebagai berikut:
Ho:µa=µi , Tidak terdapat perbedaan antara rata-rata gain skor kelas kontrol (µa)
dengan gain rata-rata skor kelas eksperimen (µi).
H1:µa<µi, Terdapat perbedaan antara rata-rata skor gain kelas kontrol (µa) dengan skor rata-rata gain kelas eksperimen (µi); rata-rata skor gain kelas kontrol (µa) lebih kecil dari pada rata-rata skor gain kelas ekperimen (µi).
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian, di bawah ini di paparkan simpulan penelitian sesuai dengan fokus masalah dan pertanyaan penelitian.
Pertama, kondisi objektif pembelajaran Sains saat ini di SD adalah sebagai
berikut:
1. Guru SD, selama ini berpandangan bahwa mata pelajaran Sains di SD memiliki materi yang padat, dan siswa datang ke sekolah tanpa memiliki pengetahuan awal tentang konsep yang akan diberikan. Oleh sebab itu guru siap memindahkan pengetahuannya kepada siswa. Guru tidak memandang pentingnya menggunakan lingkungan sebagai alat belajar secara kontektual yang menggunakan benda-benda konkrit. Proses belajar mengajar yang digunakan dalam pembelajaran Sains masih dominan menggunakan metode yang konvensional yaitu metode ceramah dan penugasan di samping metode diskusi dan percobaan. Dalam pemilihan metode atau pun model pembelajaran guru jarang menekankan untuk peningkatan kemampuan aplikasi konsep siswa. Implikasi dari pandangan di atas dalam proses belajar mengajar Sains belum dilakukan secara maksimal
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
besar kurang menekankan pada peningkatkan kemampuan aplikasi konsep siswa.
4. Dalam melaksanakan penilaian hasil belajar Sains, guru lebih dominan melakukan penilaian aspek kognitif saja. Sebahagian kecil guru yang melakukan penilaian aspek afektif dan psikomotor terhadap siswa. Tes yang dilakukan guru pada pembelajaran Sains di SD dalah tes formatif dan tes sumatif
5. Siswa dalam pembelajaran Sains mempunyai minat yang sangat tinggi. Sebagian besar siswa sangat menyenangi pelajaran Sains, sangat senang dengan kegiatan percobaan dan senang jika guru menggunakan metode diskusi. Nilai Sains siswa menurut guru berdasarkan hasil belajar selama ini berada pada kategori cukup (rata-tara kelas 6)
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
personalianya. Secara umum sekolah telah melaksanakan manajemen sesuai dengan ketentuan dan petunjuk yang sudah ditetapkan. Sekolah telah melaksanakan program pengembangan personil guru, melalui penataran, lokakarya, seminar. Sedangkan program pelaksanaan pengembangan personil guru yang dilakukan sekolah dalam bentuk kerjasama dengan perguruan tinggi sudah berjalan walaupun belum maksimal. Untuk program kerjasama dengan masyarakat, semua SD yang di prasurvei telah memiliki komite sekolah, komite sekolah telah berfungsi secara efektif. Diketahui sekolah telah melaksanakan program pemerintah yaitu tidak memungut SPP kepada siswanya.
Kedua, bentuk Model Pembelajaran Siklus Belajar (MPSB) yang
dikembangkan untuk meningkatkan penguasaan aplikasi konsep Siswa.
1. Desain Model Pembelajaran Siklus Belajar
Desain perencanaan proses pembelajaran MPSB meliputi (1) Tujuan Pembelajaran, yang didalamnya terkandung (a) standar kompetensi, (b) kompetensi dasar, (c) indikator, (2) materi pokok, (3) kegiatan pembelajaran, (4)
Sumber, Alat dan Media, (5) Penilaian
Rosane Medriati/Disertasi/PPS-UPI2010
dengan menggunakan benda-benda konkrit sebagai media pembelajaran. Kemudian tahap inti terdiri dari fase aksplorasi, ekspanasi, latihan dan aplikasi konsep. Kegiatan yang dilakukan siswa menekankan pada pengalaman langsung bagi siswa untuk menemukan konsep, melatih dan mengaplikasikan konsep yang dipelajari untuk memecahkan masalah sehari-hari. Tahap penutup, merupakan langkah untuk mengkonsolidasian hasil belajar melalui kegiatan penyimpulan bersama hasil pembelajaran dan tindak lanjut. Kegiatan pembelajaran di dukung dengan sumber, alat dan media berupa buku pelajaran Sains, alat-alat sederhana yang ada di lingkungan yang relevan dengan materi pelajaran, LKS, LDS. Penilaian pembelajaran menekakankan pada penilaian proses dan hasil.
2. Implementasi Model Pembelajaran Siklus Belajar
MPSB Sebagai upaya meningkatkan penguasaan aplikasi konsep Sains siswa terdiri dari tiga tahap, yakni pendahuluan, tahap inti dan tahap penutup.
Pertama, tahap pendahuluan dimulai dengan penjelasan kompetensi kepada siswa,
selanjutnya diikuti dengan kegiatan orientasi dan motivasi. Pada langkah ini guru menjelaskan kepada siswa tentang kompetensi dan pentingnya kompetensi itu dipelajari serta hasil belajar apa yang harus di capai. Selanjutnya diikuti dengan penggalian konsep awal yang dimiliki siswa tentang konsep yang akan dipelajari, dengan mengaitkan konsep-konsep yang sudah dimiliki siswa. Guru memotivasi siswa dengan menggunakan media yang menarik. Media yang digunakan yang berhubungan dengan fenomena yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Kedua
tahap inti, fase eksplorasi, pada fase ini merupakan kesempatan untuk menguji
Rosane Medriati/Disertasi