ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
II-1
BAB
2.1 Konsep Perencanaan dan Pelaksanaan Program Ditjen Cipta Karya
Untuk mencapai permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, berbagai target
pembangunan bidang Infrastruktur Permukiman dihadapkan pada beberapa tuntutan, baik
amanat nasional, amanat penataan ruang, amanat perwujudan Cipta Karya dan isu-isu
strategis lainnya maupun permasalahan potensi daerah.
Untuk mewujudkan hal tersebut Direktorat Jendral Cipta Karya menyusun kebijakan
keterpaduan pembangunan bidang Cipta Karya. Pendekatan ini di dorong untuk mengisi
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) khususnya wilayah-wilayah yang termasuk dalam
Strategis Nasional. Konsep Perencanaan dan Pelaksanaan Program Ditjen Cipta Karya
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1
Konsep Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
II
ARAHAN PERENCANAAN
ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
II-2
2.2 Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya
2.2.1 RPJP Nasional 2005-2025
Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
disusun sebagai penjabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam bentuk visi, misi dan arah
pembangunan nasional.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025
disebutkan mengenai kondisi umum yang berkaitan dengan program Direktorat Jenderal
Cipta Karya (DJCK), beberapa poin dalam Kondisi Umum RPJM menyebutkan kondisi
berkaitan dengan ke-Cipta-Karya-an dan Arah Pembangunan Jangka Panjang tentang
uraian yang mengarahkan pada program Cipta Karya.
Sebagaimana juga tercantum dalam Visi dan Misi Pembangunan Nasional Tahun
2005 -2025, bahwa rencana pembangunan jangka panjang disusun untuk mencapai tujuan
pembangunan sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan mengacu pada
arah pembangunan yang disebutkan pada poin 2 dan 3 sebagai berikut :
1. Pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan memperhatikan hak warga Negara
serta kewajibannya untuk berperan dalam pembangunan.
2. Dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan pembangunan, pelaksanaan
pemerintahan daerah didasarkan pada otonomi yang luas. Pelaksanaan otonomi di
daerah diupayakan untuk mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan
dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan.
Dalam Arah Pembangunan Jangka Panjang, kerangka perwujudan Indonesia Yang
Maju dan Mandiri, terdapat beberapa sasaran pokok berkaitan dengan ke-Cipta-Karya-an
yang tercermin pada ketersediaan sumber daya air dan pembangunan infrastruktur
diarahkan pada pencapaian sasaran pokok diantaranya :
Tersusunnya jaringan infrastruktur yang terintegrasi satu sama lain, khususnya pelabuhan, lapangan terbang, kereta api, dan jalan raya dalam sistem jaringan inter
dan antar-moda, baik antar negara tetangga maupun dalam dan antar wilayah NKRI
dengan tingkat keselamatan, jaminan kelaikan prasarana dan sarana sesuai dengan
ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
II-3
Terwujudnya konservasi sumber daya air yang mampu menjaga berkelanjutan fungsi
sumber daya air; terwujudnya pendayagunaan sumber daya air yang adil untuk
berbagai kebutuhan masyarakat yang memenuhi kualitas dan kuantitas; dan
terwujudnya pengendalian daya rusak air yang mampu melindungi keselamatan jiwa
dan harta benda penduduk.
2.2.2 RPJM Nasional 2010-2014
Kinerja pembangunan Pemerintah terutama dalam bidang infrastruktur dapat dilihat
dari rencana yang sudah disusun oleh Pemerintah sesuai dengan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ke-1 tahun 2004 - 2009 dan RPJMN ke-2 tahun
2010 - 2014. Sesuai dengan RPJMN 2010 - 2014, pembangunan infrastruktur bidang Cipta
Karya diarahkan untuk mewujudkan peningkatan akses penduduk terhadap lingkungan
permukiman yang berkualitas. Sebagai baseline dalam pelaksanaan RPJMN 2010 - 2014,
diidentifikasikan beberapa isu strategis unfuk mewujudkan kawasan permukiman yang layak
huni dan berkelanjutan. Isu-isu strategis tersebut diantaranya yaitu rendahnya layanan air
minum, rendahnya layanan sanitasi, meluasnya kawasan kumuh, dan penanggulangan
kemiskinan.
Dalam rangka mengatasi isu-isu strategis tersebut, Pemerintah memberikan fasilitasi
pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman seperti air minum, sanitasi, jalan
lingkungan dan peningkatan kualitas permukiman serta penyediaan rumah susun sederhana
sewa (Rusunawa). Pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman
tersebut juga dilaksanakan dengan model pemberdayaan yang melibatkan masyarakat
sejak perencanaan sampai pemeliharaan intrastruktur.
2.2.3 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI)
Dalam upaya mendorong percepatan pembangunan infrastruktur melalui Master Plan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), 3 (tiga) pilar utama
pembangunan yang menjadi fokus perhatian adalah meningkatkan konektivitas, sumber
daya manusia dan IPTEK, serta kelembagaan yang kondusif sehingga diharapkan dapat
menghasilkan pertumbuhan eknomi nasional dan regional yang berkualitas.
Pada sisi lain, pembangunan infrastruktur juga diprioritaskan pada upaya
ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
II-4
melalui penataaan sistem transportasi umum perkotaan, penataan lingkungan perumahan
dan permukiman masyarakat, serta pembangunan prasarana pengendali banjir. Hal
terse-but dilaksanakan dalam rangka meningkatkan ketahanan pelayanan Infrastruktur yang
merespon upaya mitigasi bencana dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.
2.2.4 Masterplan Percepatan dan Perluasan Penanggulangan Kemiskinan Indonesia
(MP3KI)
Strategi penanggulanan kemiskinan perlu diperkuat melalui strategi pengembangan
penghidupan yang berkelanjutan bagi penduduk miskin; disamping dukungan strategi
perbaikan pelayanan dasar dan perlindungan sosial. Untuk itu, dibutuhkan upaya yang lebih
komprehensif dan terpadu serta berbagai program terobosan agar dapat mempercepat
pengurangan kemiskinan di semua wilayah. Dalam konteks inilah perlunya penyusunan
suatu dokumen prencanaan penanggulangan kemiskinan yang komprehensif berupa Master
Plan Percepatan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI).
Penggalian dan penemukenalan akar persoalan kemiskinan dilakukan di
lokasi-lokasi yang menghasilkan identifikasi penanganan kongkret yang perlu dilakukan oleh
berbagai pihak untuk melengkapi berbagai bantuan penanggulanan kemiskinan.
Permasalahan Umum yang terkait dengan bidang Ke-Cipta Karya-an adalah :
1. Infrastruktur dasar tidak memadai seperti infrastruktur jalan, air minum.
2. Perumahan yang tidak layak huni.
3. Kurangnya Pemahanan tentang hidup sehat.
2.2.5 Kawasan Ekonomi Khusus
UU no. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah
kawa-san dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perkenomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan
geostrategic dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan
ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping
zona ekonomi , KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja.
Ditjen Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman
ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
II-5
2.2.6 Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan
Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian,
Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang
meliputi Program Pro Rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs.
Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat
terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatan kehidupan masyarakat
perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam
peningkatan akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan
permukiman kumuh.
2.3 Peraturan Perundangan Terkait Bidang PU/CK
Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi peraturan
perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, peraturan perundangan tersebut
adalah sebagai berikut :
Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
Peraturan Pemerintah ini merupakan pengaturan tentang pengelolaan sampah rumah
tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang meliputi :
a. Kebijakan dan strategi pengelolaan sampah;
b. Penyelenggaraan pengelolaan sampah;
c. Konpensasi;
d. Pengembangan dan penerapan teknologi;
e. Sistem informasi;
f. Peran masyarakat; dan
g. Pembinaan.
Undang undang no. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional
Arahan RPJMN Tahan 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian
yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus
meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman
ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
II-6
Undang Undang ini juga mengatur bahwa pembangunan dan penyediaan air minum dan
sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta
kebutuhan sektor sektor lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata dan
jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Undang-undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan
kawa-san permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan
peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman juga memberikan
amanat bahwa penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan
perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya
pe-ngembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat
yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 ini juga diamanatkan
pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan
dalam penggunaan, penguasaan, pemilikanyang tercantum pada rencana rinci tata ruang
dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
Undang Undang no. 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus
dan rumah susun Negara merupakan tanggung jawab pemerintah.
Peraturan Presiden No. 15 tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang
diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
II-7
Mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dalam Bidang Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap
warga secara minimal.
Mengamanatkan tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem
Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan
terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari).
Mensyaratkan tersedianya sistem air limbah setempat yang memadai dan
tersedianya sistem air limbah skala komunitas/ kawasan/kota.
Mensyaratkan tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam dan tidak lebih dari
2 kali setahun.
Mensyaratkan tersedianya fasiltas pengurangan sampah di perkotaan dan sistem penanganan sampah di perkotaan sebagai persyaratan minimal yang harus dipenuhi
oleh Pemerintah/Pemda.
Undang Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Peraturan ini mengatur penyelenggaraan pengelolaan sampah yang mencakup pembagian
kewenangan pengelolaan sampah, pengurangan dan penanganan sampah, maupun sanksi
terhadap pelanggaran pengelolaan sampah. Pasal 20 disebutkan bahwa pemerintah dan
pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan penyelenggaraan pengelolaan sampah
sebagai berikut :
- Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu
tertentu;
- Menfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
- Memfasilitasi penerapan tabel produk yang ramah lingkungan;
- Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan
- Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
Pasal 44 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesas akhir
sampah (TPA) yang dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping)
paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak diberlakukannya Undang-Undang 18 tahun 2008
ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
II-8
Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana tata Bangunan dan
Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL,
maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun
pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru
berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana,
serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun
kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan
Air Minum
Mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah permukiman secara terpadu
dengan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum. Pengembangan SPAM adalah
kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik
(teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum)
dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat
menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas
penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan,
kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian,
serta transparansi dan akuntabilitas. Peraturan Pemerintah ini juga mengamanatkan bahwa
dalam rangka peningkatan pelayanan/penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan
SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik
dan non fisik dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada
masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.
PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksananaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 tahun 2005 tentang
peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan
gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran
masyarakat dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini
ditekankan pentingya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Banguna dan
Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembagan
ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
II-9
Undang-Undang no. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatkan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum
rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM).
Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab pemerintah
dan pemerintah daerah. Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan pentingnya pengaturan
prasarana dan sarana sanitasi dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.
UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan
secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya
persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1998 tentang Pedoman
Peneta-pan Baku Mutu Lingkungan
Mengamanatkan bahwa Pengolahan yang dilakukan terhadap air buangan dimaksudkan
agar air buangan tersebut dapat dibuang ke badan air penerimaan menurut standar yang
diterapkan, yaitu standar aliran (stream standard) dan standar efuen (effuent standard).
2.4 Amanat Internasional
2.4.1 Agenda Habitat
Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi Habitat II
sebagai kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun 1976. Konferensi tersebut
menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan sasaran
pembangunan permukiman yang menjadi panduan bagi negara-negara dunia dalam
menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan.
Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk
Indonesia, adalah penyediaan tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa
terkecuali, serta meningkatkan akses air minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama
bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.
2.4.2 Konferensi Rio+20
Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT Pembangunan
Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi tersebut menyepakati
ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
II-10
berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman
pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan
penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan dengan memperkuat
penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation 2002.
Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan
berke-lanjutan dan pengentasan kemiskinan, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan
pemba-ngunan berkelanjutan tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable
Development Goals (SDGs) post -2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan
secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium Development Goals (MDGs).
Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan rencana
pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(2005-2025).
2.4.3 Millenium Development Goals
Pada tahun 2000, Indonesia bersama 189 negara lain menyepakati Deklarasi
Millenium sebagai bagian dari komitmen untuk memenuhi tujuan dan sasaran pembangunan
millennium (Millenium Development Goals). Konsisten dengan itu, Pemerintah Indonesia
telah mengarusutamakan MDGs dalam pembangunan sejak tahap perencanaan sampai
pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 serta Rencana
Kerja Tahunan berikut dokumen penganggarannya.
Sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen Cipta Karya memiliki kepentingan dalam
pemenuhan target 7C yaitu menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa
akses berkelanjutan terhadap sumber air minum layak dan fasilitas sanitasi dasar layak
hingga tahun 2015. Di bidang air minum, cakupan pelayan air minum saat ini (2013)
ada-lah 61,83%, sedangkan target cakupan pelayanan adaada-lah 68,87% yang perlu dicapai pada
tahun 2015. Di samping itu, akses sanitasi yang layak saat ini baru mencapai 58,60%, masih
kurang dibandingkan target 2015 yaitu 62,41%. Selain itu, Ditjen Cipta Karya juga turut
berperan serta dalam pemenuhan target 7D yaitu mencapai peningkatan yang signifikan
ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
II-11
2020. Pemerintah Indonesia menargetkan luas permukiman kumuh 6%, padahal data
terakhir (2009) proporsi penduduk kumuh mencapai 12,57%.
Untuk memenuhi target MDGs di bidang permukiman, diperlukan perhatian khusus
dari seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Oleh karena itu,
pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan optimalisasi kegiatan penyediaan infrastruktur