BAB 7
Rencana Pembangunan
Infrastruktur Bidang Cipta Karya
Rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya mencakup
empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan
dan lingkungan, pengembangan air minum dan pengembangan
penyehatan lingkungan permukiman (sub sektor air limbah, persampahan
dan drainase). Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor
dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran
kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan
dan tantangan yang harus diantisipasi. Dilanjutkan dengan tahapan
analisis kebutuhan dan kajian terhadap program-program sektoral dengan
mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian
dilakukan perumusan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.
7.1 Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
239
mempunyai sarana, prasarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang
kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan
permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.
Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari
pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas
permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan
permukiman perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman
perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan serta desa tertinggal.
Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia.
Pemerintah wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat
memperoleh permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan
berkeadilan sosial. Pengembangan permukiman ini meliputi
pengembangan prasarani pusat berawalnya kegiatan yang
keberadaanya serni menjadia dan sarana dasar perkotaan,
pengembangan permukiman yang terjangkau, khususnya bagi
masyarakat berpenghasilan rendah, proses penyelenggaraan lahan,
pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial budaya di
perkotaan. Adapun penyediaan permukiman tersebut baik dilakukan oleh
Pemerintah Kota Bandar Lampung sendiri maupun dengan keikutsertan
dari pihak swasta dalam memenuhi kebutuhan pemukiman tersebut.
7.1.1 Kondisi Eksisting
Peraturan perundangan-undangan di Kota Bandar Lampung terkait
peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan walikota maupun
pembangunan dan pemanfaatan pembangunan permukiman diuraikan
pada masing-masing sektor pelaksanaan program di Bidang Cipta Karya.
i. Kondisi Eksisting Kawasan Kumuh
Lokasi perumahan dan permukiman kumuh di Kota Bandar
Lampung sudah ditetapkan dalam Keputusan Walikota Bandar
Lampung Nomor 406/III.24/HK/2016 tanggal 29 Maret Tahun 2016
tentang Penetapan Lokasi Perumahan dan permukiman Kumuh Kota
Bandar Lampung. Dalam keputusan tersebut telah ditetapkan
perumahan dan permukiman kumuh di Kota Bandar Lampung seluas
4.365,26 ha, dimana 44,55 Ha Kumuh Berat, 2.073,05 Ha Kumuh
Sedang dan 2247,66 Ha Kumuh Ringan. Permukiman kumuh terdapat
pada 67 kelurahan. Selengkapnya lokasi perumahan dan
permukiman kumuh di Kota Bandar Lampung serta peta sebaran
lokasi permukiman kumuh Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 7.1 Penetapan Lokasi Perumahan Dan Permukiman Kumuh Di Kota Bandar Lampung
BARU 28,32 17,75 0,00 12,90 4,85
2 KEDATON KEDATON 103,87 82,73 0,00 46,87 35,87
3 WAY HALIM GUNUNG
SULAH 96,35 77,70 0,00 77,70 0,00
4 WAY HALIM JAGABAYA II 98,35 74,95 0,00 74,95 0,00
5 SUKARAME WAYDADI 252,20 84,00 0,00 84,00 0,00
6 SUKARAME WAY DADI
BARU 229,90 118,00 0,00 74,00 44,00
7 SUKARAME KORPRI JAYA 186,80 67,00 0,00 67,00 0,00
8 SUKABUMI SUKABUMI 268,90 133,20 0,00 124,70 8,50
9 SUKABUMI CAMPANG
241
12 SUKABUMI WAY GUBAK 562,17 112,32 6,65 105,67 0,00
13 TELUKBETUNG TIMUR KOTA KARANG
RAYA 22,00 21,20 0,00 21,20 0,00
14 TELUKBETUNG TIMUR KOTA KARANG 35,30 33,30 0,00 33,30 0,00 15 TELUK BETUNG BARAT N O GADING 109,00 74,20 0,00 74,20 0,00 16 TELUK BETUNG BARAT BATU PUTU 313,21 39,16 17,66 21,50 0,00
17 PANJANG KETAPANG
KUALA 89,65 50,09 21,10 28,99 0,00
18 PANJANG KETAPANG 89,20 37,65 8,82 26,93 1,90
19 PANJANG SRENGSEM 397,06 101,82 12,47 89,35 0,00
20 PANJANG PANJANG
SELATAN 94,29 82,17 6,66 75,51 0,00
21 PANJANG PANJANG
UTARA 116,19 112,38 21,43 85,70 5,25
22 PANJANG PIDADA 315,60 105,59 13,68 85,83 6,08
23 PANJANG KARANG
MARITIM 35,01 28,93 2,09 25,93 0,91
24 PANJANG WAY LUNIK 275,15 205,99 76,95 123,54 5,50
25 BUMI WARAS BUMI WARAS 73,00 56,76 12,28 44,47 0,00
26 BUMI WARAS KANGKUNG 30,00 27,70 11,94 15,76 0,00
27 BUMI WARAS GARUNTANG 109,24 64,41 2,70 60,17 1,55
28 BUMI WARAS SUKARAJA 79,00 11,53 2,90 7,68 0,94
29 BUMI WARAS BUMI RAYA 83,00 55,32 7,22 48,10 0,00
30 TELUK BETUNG SELATAN PESAWAHAN 63,00 55,94 1,83 44,91 9,20
31 TELUK BETUNG SELATAN TALANG 45,00 34,56 0,78 32,92 0,86
32 TELUK BETUNG SELATAN TELUK BETUNG 18,93 16,95 5,27 11,13 0,56 33 TELUK BETUNG SELATAN GEDONG
PAKUON 36,00 23,89 5,55 18,34 0,00
34 TELUK BETUNG SELATAN GUNUNG MAS 124,00 85,40 43,83 41,57 0,00 35 TELUK BETUNG SELATAN SUMUR PUTRI 92,00 47,49 7,89 39,60 0,00
36 TELUKBETUNGUTARA GULAK GALIK 72,42 56,05 8,99 46,05 1,00
37 TELUKBETUNGUTARA SUMUR BATU 88,09 53,03 3,03 47,49 2,51
38 TANJUNGKARANGBARA T
SUKA JAWA
36,99 26,62 2,75 23,87 0,00
39 TANJUNGKARANGBARA T
SUKA JAWA
BARU 55,00 9,00 0,00 9,00 0,00
40 TANJUNG KARANG TIMUR
KEBONJERUK
25,01 17,91 6,33 10,38 1,20
41 TANJUNG KARANG TIMUR
KOTA BARU
122,98 79,75 1,00 59,25 19,50
42 TANJUNG KARANG TIMUR
SAWAH BREBES
31,00 23,82 0,84 18,96 4,02
43 TANJUNG KARANG TIMUR
SAWAH LAMA
12,46 9,31 0,50 6,25 2,56
44 KEDAMAIAN TANJUNG
AGUNG RAYA 15,00 4,41 0,00 3,50 0,91
45 KEDAMAIAN BUMI
KEDAMAIAN 144,01 40,80 6,00 23,30 11,50
46 KEDAMAIAN KEDAMAIAN 171,98 25,68 1,50 19,57 4,61
47 KEDAMAIAN TANJUNG BARU 144,50 82,00 0,00 82,00 0,00
48 TANJUNGSENANG TANJUNG
SENANG 151,83 103,20 7,40 82,30 13,50
49 KEMILING KEMILING
PERMAI 79,00 53,28 0,00 23,42 29,86
50 KEMILING KEMILING RAYA 267,00 99,31 4,73 91,70 2,88
51 KEMILING BERINGIN JAYA 240,36 129,83 0,00 129,83 0,00
52 KEMILING SUMBER
AGUNG 498,00 125,45 27,83 97,62 0,00
53 KEMILING KEDAUNG 576,95 145,21 24,76 120,45 0,00
54 KEMILING PINANG JAYA 194,98 40,08 1,24 38,84 0,00
55 TANJUNG KARANG PUSAT
GOTONG
ROYONG 41,63 32,75 0,00 29,50 3,25
56 TANJUNG KARANG PUSAT
DURIAN
PAYUNG 108,74 74,27 0,00 67,43 6,85
57 TANJUNG KARANG PUSAT
PALAPA
32,59 23,10 0,00 20,21 2,89
58 TANJUNG KARANG PUSAT
KELAPA TIGA
118,46 44,06 1,12 41,42 1,52
59 TANJUNG KARANG PUSAT
PASIR GINTUNG
60 TANJUNG KARANG PUSAT
KALIAWI
49,05 36,21 12,22 23,99 0,00
61 TANJUNG KARANG PUSAT
KALIAWI
PERSADA 22,00 14,83 1,78 11,06 1,98
62 ENGGAL TANJUNG
KARANG 28,00 24,10 4,41 19,69 0,00
63 ENGGAL GUNUNG SARI 21,00 16,70 2,00 9,10 5,60
64 RAJABASA GEDONG
MENENG 194,00 57,50 0,00 54,50 3,00
65 RAJABASA RAJABASA
NUNYAI 147,01 74,00 6,27 64,63 3,10
66 RAJABASA RAJABASA
RAYA 358,00 98,40 6,20 87,20 5,00
67 RAJABASA RAJABASA
JAYA 359,00 69,22 16,40 52,82 0,00
JUMLAH 10318.52 4365.234365.23 483.01483.013617.983617.98264.24 264.24
Sumber: SK Walikota Bandar Lampung Nomor 406/III.24/HK/2016 tanggal 29 Maret Tahun 2016
Berdasarkan hasil verifikasi dan konstelasi lokasi kawasan
permukiman kumuh, maka dapat disusun profil permukiman kumuh di Kota
Bandar Lampung. Dalam penyusunan profil permukiman kumuh ini
didasarkan pada data base line Kotaku tahun 2015 menyangkut: luas
kawasan kumuh, persebaran kawasan kumuh, permasalahan utama, data
tentang bangunan, legalitas lahan, sosial ekonomi, jalan lingkungan,
drainase lingkungan, air minum, air limbah, persampahan, proteksi
kebakaran. Dalam profil tersebut dilengkapi dengan peta serta dokumen
foto kondisi kawasan permukiman kumuh.
Data baseline permukiman kumuh merupakan Data Dasar yang
digunakan untuk mengidentifikasi lokasi permukiman kumuh. Data baseline
didapat melalui pelaksanaan survey lapang (form isian, wawancara,
observasi) menggunakan metode proxy di tingkat basis (RT) dan Kelurahan
yang disinkronisasi dengan Dokumen-dokumen Pemerintah Kota Bandar
Lampung yang ada (RTRW, RDTR, RTBL, Data Statistik, Data IMB, Peta-Peta
Wilayah).
Dasar pelaksanaan mengikuti Surat Edaran Direktorat Jenderal Cipta
Karya nomor 40 tahun 2016 tentang pedoman umum Kota Tanpa Kumuh
243
Untuk lebih jelasnya profil permukiman kumuh di Kota Bandar
lampung dapat dilihat pada tabel 3.15 sampai 3.35.
Profil Kelembagaan dalam rangka Penanganan Perumahan dan
Permukiman Kumuh Lembaga/Dinas yang menangani perumahan dan
permukiman kumuh khususnya di Pemerintah Daerah Kota Bandar
Lampung menyangkut:
Tabel 7.2 Profil Kelembagaan Dalam Rangka Penanganan Perumahan Dan Pemukiman Kumuh
No Lembaga/Dinas Aspek Penanganan
1 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah • Perencanaan makro yang terkait dengan infrastruktur
perumahan dan permukiman kumuh
2 Dinas Pekerjaan Umum • Jaringan Jalan
• Jaringan Drainase • Air limbah
• Infrastruktur lainnya
3 Dinas Perumahan dan Permukiman • Bangunan rumah RTLH • Perencanaan detail
tata ruang kawasan permukiman kumuh
4 Dinas Pertanian • Penyediaan Bibit untuk
penghijauan serta peningkatan ekonomi masyarakat
5 Dinas Pariwisata • Peningkatan daya tarik
wisata serta Promosi wisata yang ada di Kawasan Permukiman
6 Dinas Kesehatan • Kesehatan dan
7 Dinas Lingkungan Hidup • Penanganan kualitas lingkungan
menyangkut: air minum yang layak dan air limbah dan sampah • Air limbah
• Persampahan
• RTH
8 Dinas Sosial • Kegiatan santuan
kepada masyarakat penyandang cacat dan manula
9 Dinas Tenaga Kerja • Pelatihan dan
pemberdayaan tenaga kerja bagi masyarakat
berpenghasilan rendah
10 Dinas Koperasi dan UKM • Pemberdayaan
ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah
11 Dinas Pemberdayaan Masyarakat • Pemberdayaan dan sosialisasi pengelolaan air minum,
persampahan dan sanitasi lingkungan
12 Dinas Perikanan dan Kelautan • Pengelolaan laut dan pantai
13 Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana • Kampung KB • Pemberdayaan
perempuan dalam penanganan perumahan dan permukiman kumuh
14 PDAM Way Rilau • Jaringan air bersih
245
A. Identifikasi Sebaran dan Penetapan Lokasi Kawasan Kumuh
Proses Identifikasi sebaran kumuh di Permukiman dilaksanakan
berdasarkan formulasi penghitungan kekumuhan lokasi permukiman
mengacu pada Lampiran 2 Peraturan Menteri PUPR nomor 02 tahun
2016 tentang Peningkatan Kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh. Penetapan lokasi kumuh didasarkan atas dasar
formulasi data baseline yang telah dilakukan sebagaimana terlihat
pada tabel 4 berikut ini :
Tabel 7.3 Rekap Data Baseline 67 Kelurahan
Sumber data Baseline 2015 (126 kelurahan)
B. Verifikasi Lokasi dan Delinasi Kawasan Permukiman Kumuh
Dalam penentuan kawasan verifikasi kumuh digunakan Tools
untuk menentukan klasifikasi kumuh yaitu sesuai dengan Peraturan
No. 02/PRT/m/2016 tentang peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh, yang dapat
menentukan klasifikasi kumuh serta penanganan yang akan
dilakukan. Dalam penentuan kawasan verifikasi kumuh terdapat 7
Aspek (Indikator) fisik yaitu :
1. Bangunan Gedung
2. Drainase Lingkungan
3. Proteksi Kebakaran
4. Jalan Lingkungan
5. Pengelolaan Air Limbah
6. Penyediaan Air Minum
7. Pengelolaan Persampahan
Dari beberapa aspek tersebut akan dijelaskan tentang kriteria,
247
249
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 02/prt/m/2016 tentang peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukim
an kumuh
Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan berdasarkan formula penilaian
tersebut di atas, selanjutnya lokasi perumahan dan permukiman kumuh
dapat dikelompokkan dalam berbagai klasifikasi sebagaimana ditunjukkan
Tabel 7.5 Formulasi Hasil Penilaian Penentuan Klasifikasi dan Skala Prioritas Penanganan
Berdasarkan tools tersebut dilakukan pengolahan data baseline kotaku
sehingga dapat diketahui klasifikasi kumuh dimasing-masing kelurahan
serta luasan permukiman kumuhnya. dari hasil verifikasi lokasi permukiman
kumuh dapat dijelaskan bahwa:
• Dalam SK Walikota Bandar Lampung tahun 2016 tentang
permukiman kumuh menjelaskan lokasi permukiman kumuh
berjumlah 67 kelurahan. Hasil verifikasi yang telah dilakukan
berjumlah 67 Kelurahan.
• Luasan permukiman kumuh berdasarkan SK kumuh adalah 4.365,25
ha, dimana kumuh berat seluas 483 ha, kumuh sedang 3.618 ha serta
kumuh ringan 264,25 ha. Hasil verifikasi dari SK kumuh menunjukkan
hasil yang sama yaitu seluas 4.365,25 ha. Namun demikian untuk
masing-masing klasifikasi kumuh terdapat perbedaan antara SK
251
berat seluas 44,55 ha, kumuh sedang 2.073,05 ha sedangkan kumuh
ringan 2.247,66 ha.
• Kesimpulan bahwa : kumuh berat berdasarkan SK kumuh seluas 483
ha, sedangkan hasil verifikasi 44,55 ha jadi lebih sedikit luasannya
dibandingkan SK kumuh, perbedaannya 438,45 ha. Untuk kumuh
sedang berdasarkan SK kumuh seluas 3.618 ha, sedangkan hasil
verfikasi seluas 2.073,05 ha jadi lebih sedikit dibandingkan dengan SK
kumuh, perbedaannya 1.544,95 ha. Adapun kumuh ringan
berdasarkan SK kumuh seluas 264,25 ha, sedangkan hasil verifikasi
seluas 2.247,66 ha jadi lebih besar dibandingkan SK kumuh,
perbedaannya 1,983,41 ha.
Untuk lebih jelasnya perbandingan SK kumuh dengan hasil
253
Sumber : Hasil Verifikasi, Tahun 2016
ii. Kondisi Eksisting Permukiman
Berdasarkan SK Walikota Bandar Lampung Nomor 406/III.24/HK/2016
tentang lokasi permukiman kumuh, hasil verifikasi lokasi, Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung serta kondisi fisik,
berdasarkan kalsifikasi Tipologi Lampiran 2 PERMEN PUPR nomor : 2
Tahun 2016, yaitu :
Tabel 7.7 Konstelasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota Bandar Lampung
NO TIPOLOGI LOKASI
1 Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh di Atas Air Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh yang berada di atas air, baik
2 Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh di Tepi Air Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh yang berada di tepi badan air,
(sungai, pantai, danau, waduk, dan sebagainya), namun berada diluar garis sempadan badan.
3 Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh di Dataran Rendah
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh yang berada di daerah dataran rendah dengan kemiringan lereng < 10 %.
4 Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh di Perbukitan
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh yang berada di daerah dataran tinggi dengan kemiringan lereng > 10 % dan < 40 %.
5 Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh di Daerah Rawan Bencana
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh yang terletak di daerah rawan bencana alam, khususnya bencana alam tanah longsor, gempa bumi dan banjir.
Maka dapat dirumuskan tipologi kawasan permukiman kumuh di Kota
255
257
Sumber: Hasil Konstelasi Kawasan Permukiman Kumuh POKJA PKP Nuwo Berseri, Tahun 2016
Sesuai dengan hasil verifikasi lokasi serta deliniasi kawasan kumuh
berdasarkan tipologinya, dapat disatukan dalam satu kawasan
berdasarkan konstelasi permukiman kumuh. Secara kosepsual konstelasi
permukiman kumuh mempertimbangkan struktur kota meliputi kesatuan
jaringan infrastruktur seperti jaringan jalan, drainase dan jaringan lainnya.
Disamping itu, menyangkut intensitas peruntukan lahan kawasan tersebut
seperti instensitas peruntukan lahan untuk perumahan maupun peruntukan
lahan lainnya. Hasil dari konstelasi antar lokasi permukiman kumuh,
didapatkan jumlah kawasan permukiman kumuh yang perlu dilakukan
penanganan. Luas wilayah konstilasi antar kawasan permukiman kumuh
adalah 714,74 Ha, untuk lebih jelasnya kawasan permukiman kumuh
berdasarkan konstelasi di Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel
259
Tabel 7.9 Luas Kawasan Konstelasi Permukiman Kumuh Kota Bandar Lampung
NAMA KAWASAN LUAS KONSTILASI (Ha)
Negeri Alam 76.68
Negeri Baru 24.07
Negeri Baruna 20.18
Negeri Ceria 18.57
Negeri Hijau 6.07
Negeri Kail 25.33
Negeri Kalpataru 78.48
Negeri Kedamaian 101.47
Negeri Kuala 2.62
Negeri Mandiri 19.45
Negeri Mina 28.5
Negeri Niaga 0.65
Negeri Pandai 72.55
Negeri Pemimpin 15.98
Negeri Permai 35.75
Negeri Ragom 110.11
Negeri Rintis 5.46
Negeri Sejarah 6.51
Negeri Teluk Mas 0.67
Negeri Tiga 25.9
Konstilasi 3 Kawasan (Negeri Kuala – Negeri Hijau – Negeri Tiga)
40.74
7.1.2 Sasaran Program Sektor Pengembangan Permukiman
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan
permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.
Pengembangan permukiman kawasan Perkotaan terdiri dari :
1) Pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk
pembangunan Rusunawa serta
2) Peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.
Sedangkan untuk pengembangan kawasan Perdesaan terdiri dari :
1) Pengembangan kawaan permukiman pedesaan untuk kawasan
potenisal (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta
perbatasan dan pulau kecil,
2) Pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program
PISEW (RISE),
3) Desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.
Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan
permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan SPPIP
dan RPKPP ataupun review bilamana diperlukan.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan
• Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
• Infrastruktur permukiman RSH
• Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya
Pembangunan Kawasan Permukiman Perdesaan
• Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial
261
• Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil
• Infrastruktur kawasan permukiman kegiatan ekonomi dan sosial
(PISEW)
• Infrastruktur perdesaan PPIP
• Infrastruktur RIS PNPM
Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar
dalam gambar berikut:
Gambar 7.2 Alur Fungsi dan Program Pengembangan Permukiman
Gambar 7.2 Alur Program Pengembangan Permukiman
a. penyusunann kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan ;
b. pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangankawasan permukiman di perkotaandan pembangunan kawasanperdesaan potensial ;
c. pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh terma- suk peremajaan kawasan dan pem-bangunan rumah susun sederhana ;
d. pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertiggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusakan sosial ;
e. penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman ; dan
f. pelaksanaan tata usaha dan Direktorat
Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang
menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut .
1. Umum
•Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
•Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.
•Kesiapan lahan (sudah tersedia)
•Sudah tersedia (DED).
•Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (SPPIP, RPKPP,
Masterplan Kawasan Agropolitan, Metropolitan dan KSK)
•Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUUB) dan dana
daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem
bisa berfungsi.
•Ada unit pelaksanaan kegiatan.
•Ada lembaga pengelola pasca kontruksi.
2. Khusus
Rusunawa
•Kesedian Pemda untuk penandatanganan MoA
•Dalam Rangka penangananKawasan Kumuh
•Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum,
dan PSD lainnya
•Ada calon Penghuni
Selain kriteria kesiapan seperti diatas terdapat beberapa kriteria yang
harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan
permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan.
263
kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana,
sarana, dan utiltas umum (3) penurunan kualitas umum, serta (4)
pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut
diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya
meliputi sebagai berikut :
1. Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai
legalitas kawasan dalam ruang kota.
b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh
memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permikiman
kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas
bangunan yang terdapat didalamnya.
c. Kondisi kependudukan dalam kawasan permukimman kumuh
yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan
kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan
kepadatan penduduk.
2. Vitalitas Ekonomi Kawasan
a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada
wilayah kota, apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.
b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana
ketekaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan
pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang
ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah
pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar,
c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian
penduduk kawasan permukiman kumuh.
3. Status Kepemilikan Tanah
a. Stastus pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman
b. Status sertifikat tanah yang ada
4. Keadaan Prasaran dan Sarana
a. Kondisi Jalan
b. Drainase
c. Air bersih
d. Air limbah
5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggraan penanganan
kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan
mekanisme kelembagaan penangannya.
b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya
rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk
(master plan) kawasan dan lainnya.
Secara sistematis sistem infrastruktur permukiman di Kota Bandar
Lampung yang diusulkan dalam prioritas program infrastruktur permukiman
adalah sebagai berikut:
Tabel 7.10Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kota Bandar Lampung
No Program/Kegiatan Kondisi Saat Ini Kondisi Yang
Diinginkan
1. Penataan dan Peremajaan Kawasan
Masih banyaknya kawasan-kawasan kumuh yang belum tertangani
Meningkatnya
kehidupan masyarakat di kawasan
265
No Program/Kegiatan Kondisi Saat Ini Kondisi Yang
Diinginkan
layak dan menempati tanah-tanah ilegal
Kondisi PSD RSH masih banyak yang kurang memadai
Meningkatnya kapasitas pelayanan PSD RSH baik skala lingkungan, kota dan wilayah
4. Peningkatan Kualitas Permukiman
Masih rendahnya kualitas permukiman di Kota Bandar Lampung
Sumber : Analisis RPIJM Kota Bandar Lampung 2015 – 2019
Usulan program dan kegiatan pengembangan permukiman di Kota
Bandar Lampung secara rinci seperti tertera pada tabel berikut.
Masing-masing proyek disusun dengan memperhatikan fungsionalisasi
proyek yang akan dilaksanakan, disusun berdasarkan urutan prioritas
penanganan, sehingga diperoleh paket-paket proyek fungsional.
7.1.3 Usulan Kebutuhan Program
7.2 Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
Penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan di Kota
Bandar Lampung diperkuat dengan adanya peraturan daerah dan
peraturan lainnya.
Tabel 7.11Peraturan Daerah/Peraturan Walikota terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kota Bandar Lampung
No
1 Peraturan Daerah - Ranperda Bangunan Gedung 2 Peraturan Lainnya - Izin Mendirikan
Bangunan
Sumber : Bappeda Kota Bandar Lampung, 2015
Penggunaan lahan di Kota Bandar Lampung secara eksisting sampai
saat ini secara garis besar terdiri dari kawasan lindung dan kawasan
budidaya. Kegiatan reklamasi pantai di Kota Bandar Lampung secara
eksisting juga telah menambah luas daratan Kota Bandar Lampung, jika
pada tahun 2003 luas Kota Bandar Lampung hanya 19.218 Ha, maka saat
ini akibat adanya kegiatan tersebut luas Kota Bandar Lampung sudah
berjumlah 19.722 Ha. Secara umum jumlah lahan terbangun sampai saat
ini telah berjumlah 10.870,93 Ha atau sekitar 55,12 % dari seluruh luas Kota
Bandar Lampung, sedangkan lahan yang belum terbangun saat ini
memiliki luas sekitar 8.851,07 Ha atau sekitar 44,88 %. Untuk lebih jelasnya
267
Mengenai kebersihan dan keindahan Kota Bandar Lampung dalam
beberapa tahun terakhir dapat dikatakan mengalami penurunan. Salah
satu penyebabnya adalah bertambahnya pedagang kaki lima dan
kantong-kantong permukiman kumuh.Bertambahnya jumlah penduduk
dan perilaku penduduk yang kurang peduli terhadap lingkungan
berakibat terhadap seringnya terjadi banjir apabila terjadi hujan. Banjir
hampir merata terjadi di beberapa lokasi akibat banyaknya penumpukan
sampah dan Lumpur, sistem drainase dan gorong-gorong yang tidak
berfungsi dengan baik.
Hal penting yang perlu mendapat perhatian dalam memelihara
kondisi lingkungan hidup Kota Bandar Lampung adalah mengintegrasikan
fungsi sungai yang ada sebagai pengendali banjir, pengaturan
pemanfaatan kawasan gunung dan berbukit sebagai daerah resapan,
penataan ruang terbuka hijau dan pengelolaan kawasan pantai/pesisir.
A. Penataan Lingkungan Permukiman
Seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan
berbagai kegiatan perkotaan, kondisi permukiman semakin lama semakin
menurun. Beberapa lokasi permukiman mengalami penurunan kualitas
lingkungan akibat perkembangan kegiatan yang terjadi disekitarnya.
Sementara beberapa lokasi lainnya sejak awal berada dibawah standar
lingkungan perkotaan yang sehat dan nyaman akibat lokasi rumah yang
kurang memadai.
B. Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Pemerintah Kota Bandar Lampung melalui Dinas Tata Kota
mengeluarkan suatu prosedur tentang perizinan kepada seluruh warga
pembangunan/menggunakan lahan dan hak atas tanah/sertifikat
diharuskan memiliki ijin peruntukan penggunaan tanah (Keterangan
Tabel 7.12Penataan Lingkungan Permukiman di Kota Bandar Lampung
Kawasan
Tradisional/Bersejarah RTH Pemenuhan SPM Penanganan Kebakaran
Nama Kawasan
Dukungan Infrastruktur
CK
Lokasi/Nama RTH Luas RTH % Luas
RTH
Tabel 7.13 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara di Kota Bandar Lampung
No Jumlah bangunan Kondisi Bangunan Kepemilikan Fungsi
1 136 unit Baik RR RB Milik Pemerintah
Daerah
Perkantoran dan pertamanan
97 27 12
271
Untuk menjamin keberlanjutan pelaksanaan penataan kawasan kumuh
salah satu upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandar
Lampung adalah peningkatan peran serta masyarakat didalam aktivitas
penataan kawasan kumuh baik yang berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan (konstruksi) maupun pasca konstruksi.
Pemerintah Kota Bandar Lampungdalam menata lingkungan kumuh
berbasis komunitas dengan menciptakan kemandirian masyarakat telah
mencanangkan program “Gema Tapis Berseri”, yaitu suatu program yang
direncanakan oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Program ini tidak
hanya menangani masalah kebutuhan penanganan infrastruktur
melainkan juga program bantuan pengembangan ekonomi masyarakat.
Program ini dimulai sejak tahun 2005 dengan alokasi dana Rp. 120.000.000
per kelurahan setiap tahunnya. Selain program daerah tersebut, di Kota
Bandar Lampung juga terdapat nasional untuk pemberdayaan
masyarakat yakni NUSSP, P2KP dan PKPS-BBM. Di tahun 2014 ini terdapat 98
lokasi sasaran P2KP yang tersebar di Kota Bandar Lampung dengan total
pembiayaan Rp 18.382.500.000,-.
Tabel 7.14Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kota Bandar Lampung
No. Kecamatan Kegiatan PNPM Perkotaan
(P2KP)
Kegiatan Pemberdayaan Lainnya
1 Teluk Betung Barat BLM P2KP di Sukamaju, Keteguhan, Kota Karang, Perwata, Bakung, Kuripan, Negeri Olok Gading, Sukarame 2
-2 Teluk Betung Selatan BLM P2KP Gedong Pakuon, Talang, Pesawahan, Teluk Betung, Kangkung, Bumi Waras, Pecoh Raya, Sukaraja, Garuntang, Way Lunik,
-No. Kecamatan Kegiatan PNPM Perkotaan (P2KP)
Kegiatan Pemberdayaan Lainnya
Ketapang
3 Panjang BLM P2KP Srengsem, Panjang Selatan, Panjang Utara, Pidada, Way Laga, Way Gubak, Karang Maritim
-4 Tanjung Karang Timur
BLM P2KP Rawa Laut, Kota Baru, Tanjung Agung, Kebon Jeruk, Sawah Lama, Sawah Brebes, Jagabaya 1, Kedamaian, Tanjung Raya, Tanjung Gading, Campang Raya
-5 Teluk Betung Utara BLM P2KP Kupang Kota, Gunung Mas, Kupang Teba, Kupang Raya, Pahoman, Sumur Batu, Gulak Galik, Pengajaran, Sumur Putri, Batu Putu
-6 Tanjung Karang Pusat
BLM P2KP Durian Payung, Gotong Royong, Enggal, Pelita, Palapa, Kaliawi, Kelapa Tiga, Tanjung Karang, Gunung Sari, Pasir Gintung, Penengahan
-7 Tanjung Karang Barat
BLM P2KP Susunan Baru, Sukadanaham, Suka Jawa, Gedong Air, Segala Mider, Gunung Terang
-8 Kemiling BLM P2KP Sumber Agung, Kedaung, Pinang Jaya, Beringin Raya, Sumber Rejo, Kemiling Permai, Langkapura
-9 Kedaton BLM P2KP Sukamenanti,
Sidodadi, Surabaya, Perumnas Way Halim, Kedaton, Labuhan Ratu, Kampung Baru, Sepang Jaya
-10 Rajabasa BLM P2KP Gedong Meneng, Rajabasa, Rajabasa Raya,
-273
No. Kecamatan Kegiatan PNPM Perkotaan
(P2KP)
Kegiatan Pemberdayaan Lainnya
Tanjung Senang, Way Kandis, Perumnas Way Kandis
12 Sukarame BLM P2KP Gunung Sulah, Way Halim Permai, Sukarame, Way Dadi, Harapan Jaya
-13 Sukabumi BLM P2KP Jagabaya 2, Jagabaya 3, Tanjung Baru, Kalibalau Kencan, Sukabumi Indah, Sukabumi
-14 Kota Bandar Lampung
- NUSP-2
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung, 2015
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan
yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan
ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan
maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan
lingkungan.
Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya
bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri,
sedangkan misinya adalah: i) Memberdayakan masyarakat dalam
penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, berjati diri, serasi dan
selaras, ii) Memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan
lingkungan yang produktif dan berkelanjutan.
Dalam penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa
permasalahan dan tantangan yang antara lain:
Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan
kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah
rawan bencana
Kurangnya prasarana dan sarana hidran kebakaran, bahkan
banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian
Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung serta
rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan
2. Permasalahan dan tantangan di Bidang Gedung dan Rumah Negara
Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi
persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang
tertib dan efisien
Masih banyaknya asset Negara yang tidak teradministrasi dengan
baik
3. Permasalahan dan tantangan di bidang Penataan Lingkungan
Permukiman kumuh bantaran sungai di Kota Bandar Lampung yang
terdapat pada Kecamatan Teluk Betung Barat, Teluk Betung Selatan,
Kedaton, Panjang, Tanjung Karang Timur, Teluk Betung Utara,
Tanjung Karang Pusat, Sukarame dan Sukabumi dengan total 2.487
unit rumah (PU Kota Bandar Lampung)
Permukiman lereng bukit di Kota Bandar Lampung terdapat pada
Kecamatan Teluk Betung Barat, Teluk Betung Selatan, Panjang,
Tanjung Karang Timur, Teluk Betung Utara, Tanjung Karang Pusat,
Tanjung Karang Barat, Kemiling dan Kedaton. Total rumah yang ada
di kawasan ini adalah 7.028 unit.
275
Tanjung Karang Pusat, Kedaton, Rajabasa. Total rumah yang ada di
kawasan ini adalah 2.035 unit.
Permukiman penduduk di daerah SUTET terdapat di Kecamatan
Teluk Betung Selatan dengan jumlah rumah 8 unit.
Permukiman kumuh di kawasan pantai, sebagian besar terdiri dari
perkampungan nelayan yang berada di Kecamatan Telukbetung
Barat, Telukbetung Selatan, dan Panjang dengan total jumlah rumah
1.918 unit.
Kurang diperhatikannya permukiman-permukiman tradisional dan
bangunan gedung bersejarah, padahal mempunyai potensi wisata
Terjadinya degradasi kawasan strategis, padahal punya potensi
ekonomi untuk mendorong pertumbuhan kota
Sarana lingkungan hijau/open spaceataupublic space, sarana olah
raga, dan lain-lain
4. Permasalahan dan tantangan di bidang Pemberdayaan Masyarakat di
Perkotaan
Belum mantapnya kelembagaan komunitas untuk meningkatkan
peran masyarakat
Belum dilibatkannya masyarakat secara aktif dalam proses
perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan di
wilayahnya
Rencana tata bangunan dan lingkungan pada dasarnya bertitik tolak
kepada peraturan perundang-undangan maupun kebijakan yang
berlaku. Peraturan dan perundangan maupun kebijakan yang perlu diacu
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
2. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan
3. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Tata Ruang Wilayah
Kota Bandar Lampung 2011-2030
Pokok-pokok permasalahan dan tantangan dalam penataan
lingkungan di Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut:
1. Menurunnya daya dukung lingkungan diantaranya dengan
meningkatnya lingkunngan permukiman kumuh
2. Kondisi fisik dan lingkungan yang tidak memenuhi persyaratan teknis
dan kesehatan karena tidak tersedianya prasarana dan sarana
permukiman yang memadai
3. Tata letak bangunan tidak teraturdan kondisi bangunan sangat buruk,
bahan bangunan yang digunakan bersifat semi permanent
4. Kurangnya ketersediaan taman-taman dan ruang terbuka hijau di
beberapa lingkungan permukiman
5. Bukit-bukit yang dapat dikembangkan sebagai ruang terbuka hijau
telah di eksploitasi untuk kegiatan penambangan dan kegiatan
pembangunan lainnya
6. Hutan kota di wilayah Sukarame belum optimal berfungsi sebagai ruang
terbuka hijau karena kondisi tanaman yang tidak terpelihara dengan
baik
7. Masih sangat kurangnya pohon-pohon peneduh dan pohon untuk
mengurangi polusi di sepanjang jalan-jalan utama kota dan di sekitar
wilayah industri
Tabel 7.15Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kota Bandar Lampung
No. Aspek PBL Permasalahan
yang Dihadapi
Tantangan
Pengembangan Alternatif Solusi
277
No. Aspek PBL Permasalahan
yang Dihadapi
2 Aspek Kelembagaan Rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan 3 Aspek Pembiayaan Pembiayaan penataan lingkungan
permukiman masih belum maksimal 4 Aspek Peran Serta
Masyarakat/Swasta
Belum dilibatkannya masyarakat secara aktif dalam proses perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan di wilayahnya B Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
1 Aspek Teknis Tata letak bangunan tidak teratur dan kondisi bangunan sangat buruk, bahan bangunan yang digunakan bersifat semi permanent
Rehabilitasi bangunan gedung negara
2 Aspek Kelembagaan Kurang
ditegakkannya
3 Aspek Pembiayaan Pembiayaan penyelenggaraan bangunan gedung terutama pengaturan perizinan masih belum maksimal
4 Aspek Peran Serta Masyarakat/Swasta
Belum dilibatkannya masyarakat secara aktif dalam proses perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan di wilayahnya
5 Aspek Lingkungan Permukiman
Kurangnya ketersediaan taman-taman dan ruang terbuka hijau di beberapa lingkungan permukiman
Percontohan aksesibilitas pada bangunan gedung dan lingkungan C Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
No. Aspek PBL Permasalahan yang Dihadapi
Tantangan
Pengembangan Alternatif Solusi
aktif dalam proses perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan di wilayahnya 2 Aspek Kelembagaan Belum mantapnya kelembagaan
komunitas untuk meningkatkan peran masyarakat
3 Aspek Pembiayaan Pembiayaan pemberdayaan masyarakat masih belum maksimal 4 Aspek Peran Serta
Masyarakat/Swasta
Belum dilibatkannya masyarakat secara aktif dalam proses perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan di wilayahnya
5 Aspek Lingkungan Permukiman
Masih diperlukan penanganan terhadap jumlah penduduk miskin
Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan
Sumber : Analisis RPIJM Kota Bandar Lampung, 2014
7.2.2 Sasaran Program Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
Program-program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari :
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman ;
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara ;
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan
Kemiskinan
Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan
Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan
(Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci,
279
pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur
dibangun.
Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah
:
Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung
Kriteria Khusus :
•Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda
Bangunan Gedung ;
•Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG.
Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis
Komunitas
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan
Permukiman Berbasis Komunitas :
•Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;
•Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah
ada PJM Pronangkis-nya;
•Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;
•Ada rencana pengembangandan investasi Pemda, swasta, dan
masyarakat ;
•Kesepian pengelolaan oleh stakeholder setempat
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) :
Kriteria Lokasi :
•Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006;
•Kawasan terbangun yang memerlukan penataan ;
•Kawasan yang dilestarikan/heritage;
•Kawasan rawan bencana;
•Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus,
•Kawasan strategis menurut RTRW kabupaten/kota;
•Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi
Pemerintah daerah, swasta, masyrakat yang terintegrasi dengan
rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;
•Kesiapan pengelolaan olehstakeholdersetempat;
•Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat;
Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan,Ruang Terbuka
Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Rencana tindak berisikan program bangunan dan lingkungan
termasuk elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan
pengendalian rencana dan pelaksana serta DAED/DED.
Kriteria Umum :
•Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi
perencanaan RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau;
•Turunan dari Tata Ruang atau masuk dalam skenario pengembanan
wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha) ;
•Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi
Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi
dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan
wilayahnya;
•Kesiapan pengelolaan olehstakeholdersetempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan
Revitalisasi Kawasan :
•Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;
•Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas ;
•Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota ;
281
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka
Hijau :
•Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia
dengan taman (RTH Publik) ;
•Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaanya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik
alamiah maupun ditanam (UU No. 26/2007 tentang Tata Ruang );
•Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal
20% dari luas wilayah kota;
•Kesiapan pengelolaan olehstakeholdersetempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman
Tradisional Bersejarah :
•Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat
(kota/kabupaten) ;
•Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang
khas dan estetis;
•Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tindak memadai ;
•Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan
masyarakat ;
•Kesiapan pengelolaan olehstakeholdersetempat.
Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
(RISPK) :
•Ada Perda Bangunan Gedung ;
•Kota/kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang ;
•Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko
tinggi ;
•Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP NO. 26/2008
•Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan
masyarakat ;
•Kesiapan pengelolaan olehstakeholdersetempat.
Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH dan
Permukiman Tradisional/Gedung Bersejarah :
•Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/permukiman
Tradisional Bersejarah ;
•Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya ;
•Ada DDUB ;
•Dukungan Pemerintah Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun
anggaran ;
•Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman
tradisional, diuatamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang
publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh unsur
tradisionalnya ;
•Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan
masyarakat ;
•Kesiapan pengelolaan olehstakeholdersetempat.
Krteria Dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran
•Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah
(minimal Sk/peraturan bupati/walikota) ;
•Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan
dengan DPRD) ;
•Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun ;
•Ada lahan yang disediakan Pemda ;
•Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta , dan
masyarakat ;
283
Krteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan
•Bangunan gedung negara/kantor pemerintah ;
•Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat
peribadatan, terminal, stasiun, bandara) ;
•Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitasnya
sosial masyarakat (taman, alun-alun) ;
•Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
7.2.3 Usulan Kebutuhan Program Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
Usulan dan Prioritas Program dalam penataan bangunan dan
lingkungan di Kota Bandar Lampung diprioritaskan pada kawasan yang
sudah mengalami degradasi fungsi, peranan dan kualitas kawasan, baik
melalui bantuan teknis maupun program pemberdayaan masyarakat
yang selama ini masyarakat sangat mendukung setiap program/ kegiatan
yang masuk di wilayahnya.
Usulan dan prioritas program Penataan Bangunan dan Lingkungan di
Kota Bandar Lampung selengkapnya seperti tertera pada tabel berikut.
7.3 Sektor Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
7.3.1 Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM
Secara umum sistem penyediaan air minum dan air bersih di Kota
Bandar Lampung mencakup sistem penyediaan air minum dengan sistem
perpipaan dan non perpipaan. Sedangkan sistem pengelolaannya
pengelolaan air minum oleh pemerintah daerah di selenggarakan oleh
PDAM Way Rilau.
Kondisi alam dan topografi kota Bandar Lampung yang terletak pada
ketinggian 0 – 500 meter di atas permukaan air laut dengan kondisi daerah
merupakan dataran berbukit hingga bergunung, berombak hingga
bergelombang, dataran alluvial, daerah rawa pasang surut dan River
Basinsecara tidak langsung berpengaruh terhadap sistem penyediaan air
minum dan air bersih guna memenuhi kebutuhan masyarakat kota Bandar
Lampung. Keadaan topografi daerah perlu menjadi perhatian dalam
pengembangan SPAM perpipaan. Sedangkan kondisi daerah yang
merupakan rawa pasang surut dan River Basin berpengaruh terhadap
kualitas sumber air baku yang ada.
Sistem penyediaan air minum dan air bersih non perpipaan dikelola
oleh swadaya masyarakat dengan membuat sumur – sumur dangkal dan
sumur dalam di rumah – rumah dan juga fasilitas – fasilitas umum. Sistem
non perpipaan ini memanfaatkan sumber air tanah. Cakupan pelayanan
SPAM non perpipaan hampir menjangkau 70 – 80 % masyarakat kota
Bandar Lampung. Permasalahan yang muncul dari sistem SPAM non
perpipaan adalah kuantitas dari air tanah yang digunakan sebagai
sumber air baku terutama pada saat musim kemarau.
Untuk SPAM dengan perpipaan yang dikelola oleh PDAM Way Rilau,
cakupan pelayanan yang ada masih rendah yaitu hanya sekitar 20 – 30 %
dari jumlah penduduk kota Bandar Lampung. Untuk memenuhi kebutuhan
air minum dan air bersih, PDAM Way Rilau menggunakan beberapa
285
Tabel 7.16 Data Sumber Mata Air PDAM Way Rilau
No. Sumber Air Elevasi
(Mdpl)
1. Intake Way Kuripan 23 1987
2. IPA I 80 1987 180
1992 200 225
IPA II 80 1996 220 225
2. MA. Tanjung Aman 1 366 1972 5 10
MA. Tanjung Aman 2 366 2002 8 10
MA. Tanjung Aman 3 5 10
3. MA. Way Rilau 237 1937 10 15
4. MA. Batu Putih 1 227 1986 10 15
MA. Batu Putih 2 227 1997 10 20
5. MA. Pancuran 1 234 1986 10 15
MA. Pancuran 2 234 1997 10 20
6. MA.Way Linti 1 & 3 247 1981 10 15
7. MA.Way Gudang 250 1987 5 10
8. MA. Egaharap 1 255 1920 2 5
14 Sumur bor Egaharap 2010 4 6
15 Sumur bor Polda II 2011 5 10
16 Sungai Umbul Kunci 2011 15 20
T O T A L 550 665
Sumber data : Tahun 2011
PDAM “Way Rilau” sebagai pengelola penyediaan air minum kota
Bandar Lampung dinilai masih belum mampu memenuhi kebutuhan air
minum bagi masyarakat kota Bandar Lampung. Cakupan layanan PDAM
masih dibawah 30% dengan daerah pelayanan PDAM dibagi 7 zone
distribusi, total sambungan 34.245 sambungan (2012) atau sekitar ± 200.000
jiwa terlayani. Sumber air yang dimanfaatkan berasal dari mata air, air
tanah dalam dan air permukaan dengan total kapasitas produksi 530 lpd.
Pasokan air ke pelanggan yang tidak kontinu, kualitas air yang terdistribusi
menggunakan sumber air tanah untuk kebutuhan air bersih, baik berupa
sumur dangkal, maupun sumur dalam. Di bawah ini disajikan jumlah
pemakaian air dan perkembangan jumlah sambungan PDAM selama 6
tahun terakhir, sebagai berikut
287
Sistem Non Perpipaan
a. Aspek Teknis
Pengambilan air tanah secara terus menerus guna memenuhi
kebutuhan air bersih dan air minum menyebabkan penurunan muka air
tanah, sehingga dimungkinkan bahwa debit air tanah yang ada tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan air minum bagi
masyarakat. Hal tersebut menjadi permasalahan bagi SPAM non
perpipaan di kota Bandar Lampung yang secara dominan memanfaatkan
air tanah sebagai sumber air baku.
Dari segi kuantitas, kondisi SPAM non perpipaan di Kota Bandar
Lampung cukup menjadi persoalan yang perlu penanganan serius.
Demikian juga dari segi kontinuitas, ketersediaan sumber air dalam jumlah
yang cukup bagi kebutuhan air bersih dan air minum kota Bandar
Lampung belum dapat dipenuhi secara terus menerus sepanjang tahun.
Bahkan terdapat beberapa daerah yang merupakan daerah rawan air,
terutama pada saat musim kemarau.
Kondisi kualitas air tanah di kota Bandar Lampung cukup baik, namun
kualitas air tanah tersebut dari waktu ke terus mengalami penurunan.
Terutama di kawasan daerah pesisir dimana air tanah yang digunakan
oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan air minum
telah terkena instrusi air laut yang menyebabkan air tanah menjadi payau.
b. Aspek Pendanaan
Sebagian besar masyarakat kota Bandar Lampung masih
289
Dari aspek pendanaan, masyarakat yang belum mendapat
pelayanan PDAM Way Rilau telah mampu menyediakan sarana dan
prasarana berupa sumur pada tiap rumah, sumur dan MCK umum dan
hidran umum. Namun pada daerah-daerah yang merupakan kawasan
permukiman kumuh dan di daerah pesisir dimana komunitas mayoritas
merupakan masyarakat berpenghasilan rendah dengan tingkat ekonomi
rendah, kondisi sarana air bersih masih buruk. Masyarakat masih kesulitan
dalam menyediakan sarana air bersih untuk tiap-tiap rumah. Faktor
kualitas, kuantitas dan kontinuitas sumber air yang ada menyebabkan
masyarakat harus mengeluarkan costyang relatif cukup tinggi dalam
memenuhi kebutuhannya.
c. Aspek Kelembagaan dan Peraturan
Sebagaimana disebutkan di atas, pengelolaan SPAM non perpipaan
dikelola secara swadaya oleh masyarakat. Dengan demikian, dalam
penyelenggaraannya belum ada lembaga/instansi yang secara khusus
membidangi dan mengatur pengelolaan SPAM non perpipaan bagi
pemenuhan kebutuhan air bersih dan air minum masyarakat kota Bandar
Lampung. Peraturan-peraturan daerah (Perda) yang mengatur
penggunaan sumber-sumber air dalam penyediaan air bagi masyarakat
kota antara lain:Surat Keputusan Walikota Nomor 26 Tahun 2004 tentang
Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air dan Peraturan Gubernur
Lampung Nomor 17 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air.
Sistem Perpipaan
a. Aspek Teknis
PDAM Way Rilau merupakan institusi pemerintah daerah bertugas
sebagai pengelola penyediaan air bersih untuk kebutuhan masyarakat
PDAM Way Rilau masih rendah yaitu kurang dari 30 % atau kurang dari
target yang ingin dicapai yaitu 80% dari total penduduk kota Bandar
Lampung.
PDAM Way Rilau melayani kebutuhan air bersih bagi penduduk Kota
Bandar Lampung. Distribusi air bersih dilakukan melalui sistem perpipaan
yang dibagi menjadi tujuh zone pelayanan. Pembagian berdasarkan zone
ini memudahkan Bagian Distribusi untuk mengatur jam pelayanan air bersih
karena PDAM Way Rilau belum mampu memberikan pelayanan air bersih
selama 24 jam kepada masyarakat Kota Bandar Lampung. Daerah
pelayanan PDAM WayRilau Kota Bandar Lampung saat ini dibagi dalam 7
zona pelayanan dan 2 zona khusus air minum (ZAM) yang didasarkan
pada elevasi reservoir distribusi yang tercakup pada wilayah pelayanan.
Zone daerah pelayanan PDAM Way Rilau dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 7.18Zone Daerah Pelayanan PDAM Way Rilau
No Sistem
Jaringan
Daerah Pelayanan Tingkat Pelayanan Sumber Air
291
7. Zone 75 Panjang,
Tl. Betung
Sumber: PDAM Way Rilau, 2013
Dari data PDAM Way Rilau tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah
penjualan air dari pipa distribusi PDAM ke pelanggan adalah mencapai
7.295.063 meter kubik per bulan dari total pelanggan 34.325 sambungan
rumah dengan 190 hidran umum. Dengan demikian pemakaian / konsumsi
air per pelanggan per bulan adalah sebesar 18 m3.
Tingkat pelayanan SPAM oleh PDAM Way Rilau belum memenuhi 80%
kebutuhan penduduk Kota Bandar Lampung. Salah satu faktor yang
menyebabkan hal tersebut adalah tingkat kehilangan air distribusi yang
cukup tinggi. Kehilangan air distribusi disebabkan kebocoran pada pipa
distribusi. Pada tahun 2007 jumlah produksi air PDAM Way Rilau mencapai
16.936.330 m3, sedangkan jumlah penjualan air adalah 9.675.310 m3.
Sumber-sumber air yang digunakan oleh PDAM antara lain dapat
berupa mata air dan air permukaan yaitu sungai-sungai dan bendungan.
Lokasi sumber mata air yang dimanfaatkan PDAM Way Rilau adalah
tersebar di sebagian wilayah kota Bandar Lampung dan ada juga yang
terdapat di Kabupaten Lampung Selatan.
Sumber air permukaan yang juga dimanfaatkan oleh PDAM Way Rilau
adalah bersumber dari air permukaan Sungai Way Kuripan. Debit air sungai
sebesar 1200/900 (max/min) liter/detik, adapun debit air sungai yang
dimanfaatkan sebesar 450 liter/detik yaitu sebesar kapasitas IPA.
Prasarana dan sarana yang dimemiliki PDAM Way Rilau yang terdapat di
sumber air Way Kuripan adalah sebagai berikut:
1. Bangunan Intake Way Kuripan
Bangunan intake dibangun pada tahun 1987 berada pada elevasi ± 23
m.dpl, dilengkapi dengan bangunan bendung dan perlengkapannya,
menyatu dengan rumah pompa dan rumah genset. Rumah pompa
yang ada dilengkapi dengan pompa air baku jenis vertikal turbin dan
centripugal untuk memasok dua bangunan pengolahan air yang
berada pada elevasi ± 80 m.dpl. Pipa transmisi air baku dengan
diameter 450 mm masing – masing sepanjang 1.100 m ke lokasi instalasi
pengolahan.
2. Bangunan Pengolahan Air Minum
Bangunan instalasi pengolahan air (IPA) W1A dibangun pada tahun
1987 dengan konstruksi baja dengan kapasitas sebesar 180 liter / det.
Melalui bantuan program BLUDP, pada tahun 1992 dibangun IPA
dengan kapasitas 45 liter / det dan pada tahun 1996 dibangun lagi IPA
dari konstruksi beton dengankapasitas 225 liter / det, sehingga total
293
Sumber air tanah dalam yang dimanfaatkan PDAM Way Rilau untuk
mensuplai daerah layanan yang kesulitan menerima air bersih yaitu
daerah – daerah layanan yang merupakan perumahan seperti
perumahan Way Kandis, perumahan Way Halim Permai dan perumahan
Bukit Kemiling. Sistem yang digunakan ada yang langsung dari sumur bor
ke pelanggan dan ada yang dari sumur bor ditampung di reservoar seperti
di perumahan Bukit Kemiling. Kedalaman sumur bor / sumur dalam berkisar
antara 120 – 160 m.
Tabel 7.19Kondisi Sumur Bor PDAM Kota Bandar Lampung
b. Aspek Pendanaan
Secara garis besar pendanaan untuk operasional SPAM PDAM Way Rilau
diperoleh dari pendapatan usaha dan pendapatan di luar usaha.
Pendapatan usaha meliputi pendapatan penjualan air dan pendapatan
penjualan non air. Sedangkan pendanaan dari sektor pendapatan di luar
usaha yaitu berasal dari pinjaman dan bantuan dana dari pemerintah,
Kondisi keuangan dan pendanaan PDAM Way Rilau Bandar Lampung
adalah sebagai berikut:
1. Pendapatan Penjualan Air
Pendapatan atas penjualan air pada tahun 2011 dan tahun 2012
terlihat peningkatan yang cukup baik, peningkatan pendapatan
disebabkan atas bertambahnya jumlah sambungan pelanggan serta
penyesuaian tarif pada tahun 2011, sehingga pada tahun 2012
pendapatan menjadi meningkat.
2. Biaya Operasional
Selama tahun 2011 dan 2012 PDAM sudah dapat melakukan efisiensi
biaya-biaya terutama pada biaya langsung berupa biaya sumber,
biaya pengelolaan air, dan biaya transmisi distribusi, akan tetapi dari
sudut biaya administrasi PDAM belum menstabilkan biaya ini.
3. Tarif Dasar dan Tarif Rata-Rata
Tarif PDAM Way Rilau saat ini sebesar Rp. 600 sedangkan tarif rata-rata
PDAM saat ini mencapai Rp. 1.460 per m3. Jika dibandingkan dengan
biaya operasional yang dikeluarkan PDAM mencapai RP. 2.100 per m3,
maka PDAM harus melakukan penyesuaian tarif agar tidak mengalami
kerugian.
4. Saldo Kas
Kondisi kas PDAM Way Rilau setiap tahun mengalami peningkatan
cukup signifikan, dimana pada tahun 2012 mencapai 20 miliar. Seluruh
dana kas tersebut tersedia/tersimpan pada kas/bank dan deposito.
c. Aspek Kelembagaan dan Peraturan
295
Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum dengan nama ‘Way Rilau’.
Dengan adanya perubahan nama Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjung
Karang-Teluk Betung menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar
Lampung, sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 1983, maka
PDAM Way Rilau berubah menjadi PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung.
Struktur Organisasi PDAM Way Rilau terdiri:
1) Badan Pengawas
2) Direktur Utama
3) Direktur Bidang Umum yang membawahi Bagian Keuangan, Bagian
Umum, Bagian Personalia, dan Bagian Hubungan Langganan.
4) Direktur Bidang Teknik yang membawahi Bagian Perencanaan Teknik,
Bagian Produksi, Bagian Distribusi, dan Bagian Perawatan Peralatan.
5) Satuan Pengawas Intern yang terdiri dari Sub Pengawas Keuangan,
Administrasi Umum dan Kepegawaian dan Sub Pengawas Operasional
Teknik.
6) Badan Penelitian, Pengembangan dan LAN yang terdiri dari Sub Badan
Administrasi Umum, Sub Badan Teknik, Sub Badan LAN.
Organisasi dan Tata Kerja PDAM diatur di dalam Keputusan Menteri
Dalam Negeri Otonomi Daerah No.8 Tahun 2000 tanggal 10 Agustus 2000
tentang Pedoman Akuntansi Perusahaan Daerah Air Minum. Sesuai
dengan Pasal 3 ayat (3) dan Pasal 6 ayat (1) penggolongan PDAM
didasarkan pada jumlah sambungan pelanggan berdasarkan tipe-tipe
sebagai berikut:
1) Tipe A adalah PDAM yang jumlah pelanggannya sampai dengan
10.000 sambungan pelanggan yang organisasinya terdiri dari satu
Direktur dan dua Kepala Bagian yang membidangi Bagian Administrasi
dan Keuangan serta Bagian Teknik;
2) Tipe B adalah PDAM yang jumlah pelanggannya sebanyak 10.001
terdiri dari satu Direktur dan tiga Kepala Bagian yang membidangi
Bagian Administrasi dan Keuangan, Bagian Teknik serta Bagian
Hubungan Pelanggan.
3) Tipe C adalah PDAM yang jumlah pelanggannya sebanyak 30.001
sampai dengan 50.000 sambungan pelanggan yang organisasinya
terdiri dari satu Direktur Utama dan dua Direktur yaitu Direktur
Administrasi dan Keuangan serta Direktur Teknik dan memiliki enam
Kepala Bagian.
4) Tipe D adalah PDAM yang jumlah pelanggannya sebanyak 50.001
sampai dengan 100.000 sambungan pelanggan yang organisasinya
terdiri dari satu Direktur Utama dan dua Direktur yaitu Direktur
Administrasi dan Keuangan serta Direktur Teknik dan memiliki tujuh
Kepala Bagian.
5) Tipe E adalah PDAM yang jumlah pelanggannya lebih dari 100.000
sambungan pelanggan. PDAM tipe ini dapat mengembangkan struktur
organisasinya sendiri dengan dasar pertimbangan terdiri dari satu
Direktur Utama dan tiga Direktur.
Dengan demikian PDAM Way Rilau dikelompokkan ke dalam type C.
Permasalahan menyangkut SPAM sistem non perpipaan:
1. Kondisi sumber air
Kondisi sumber-sumber air baku, baik air tanah maupun air permukaan
yang ada di Kota Bandar Lampung yang digunakan untuk pemenuhan
SPAM non perpipaan saat ini terus mengalami penurunan. Debit air
tanah terus mengalami penurunan dari waktu ke waktu sementara
kebutuhan air terus meningkat.
297
tidak akan dapat memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat kota
Bandar Lampung.
Permasalahan menyangkut SPAM sistem perpipaan:
1. Kondisi dan ketersediaan sumber air baku.
Dalam pengelolaan SPAM perpipaan, PDAM Way Rilau mengalami
permasalahan dalam hal pengembangan sumber air baku guna
mengantisipasi kebutuhan terhadap air bersih dan air minum
masyarakat kota Bandar Lampung. PDAM Way Rilau membutuhkan
sumber-sumber air baku baru untuk mencukupi kebutuhan air bersih
dan air minum masyarakat kota Bandar Lampung. PDAM kesulitan
untuk mengembangkan sumber air baku.
2. Cakupan pelayanan belum mencapai 80% kebutuhan masyarakat
Bandar Lampung.
Cakupan pelayanan air bersih yang dilakukan oleh PDAM Way Rilau
belum memenuhi 80% kebutuhan penduduk Kota Bandar Lampung.
Berdasarkan data produksi serta distribusi diketahui bahwa faktor-faktor
yang menghambat pencapaian 80% cakupan pelayanan air bersih
sebagai berikut:
Tingkat kehilangan air yang cukup tinggi
Tingkat kehilangan air dapat dihitung dari jumlah air yang
diproduksi,didistribusikan dan ditagihkan kepada pelanggan.
Selama Tahun 2006 dan 2007(s.d bulan Juni) tingkat kehilangan air
dalam proses pengolahan masih di bawahtoleransi yaitu
masing-masing sebesar 4,18% dan 4,7% dari debit air baku yangdigunakan.
Dan dalam proses pendistribusian air, tingkat kehilangan air diatas
toleransiyaitu Tahun 2006 sebesar 39,08% dan Tahun 2007 (s.d bulan
Besarnya tingkat kehilangan air dalam proses distribusi antara lain
disebabkanoleh bocornya pipa-pipa distribusi. Pipa-pipa dalam
jaringan distribusi air PDAMWay Rilau merupakan pipa-pipa yang
terpasang sejak tahun 1971 sampai dengantahun 2003. Selain itu,
PDAM Way Rilau belum memiliki metode/alat untukmemantau
kebocoran pipa dan hanya mengandalkan
laporan/pengaduanmasyarakat mengenai adanya kebocoran
pipa.
Terbatasnya sumber air baku
PDAM Way Rilau memiliki dua unit Instalasi Pengolahan Air (IPA)
yangbersumber dari air permukaan Sungai Way Kuripan. Debit air
sungai sebesar1200/900 (max/min) liter/detik, adapun debit air
sungai yang dimanfaatkansebesar 450 liter/detik yaitu sebesar
kapasitas IPA. Selain itu, PDAM Way Rilaumenggunakan sumber air
baku berupa mata air dengan kapasitas sebagai berikut:
• Tanjung Aman = 30 lt/det
• Way Rilau = 25 lt/det
• Batu Putih = 20 lt/det
• Way Pancuran I dan II = 10 lt/det
• Way Linti I dan II = 30 lt/det
• Way Linti III = 10 lt/det
• Way Gudang = 5 lt/det
• Egaharap = 5 lt/det
PDAM Way Rilau tidak secara rutin memantau debit air
padamasing-masing mata air karena lokasi mata air yang berjauhan. Namun
debit air baku yang berasal dari mata air makin berkurang.