VII - 1
Bab VII
Keterpaduan Strategi
Pengembangan
Kota Palopo
7.1 Arahan Rencana Rencana Tata Ruang Kota Palopo
Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang, maka disusun kebijakan
penataan ruang. Kebijakan Penataan Ruang Kota Palopo, meliputi :
Sinkronisasi antar produk tata ruang/antar program pembangunan dan
menjaga konsistensi dan kesinambungan antar kebijaksanaan/program
pembangunan;
Menyiapkan perwujudan dengan melaksanakan dan mengakomodasi
program-program pembangunan;
Mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktip dan
berkelanjutan.
Menciptakan keharmonisan keserasian antara lingkungan alam dan
buatan
Terjaganya fungsi lindung dalam upaya mendukung keseimbangan
ekosistem wilayah
Strategi penataan ruang wilayah kabupaten merupakan penjabaran
kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten ke dalam langkah-langkah
operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Adapun strategi
penataan ruang wilayah Kota Palopo meliputi :
Strategi perwujudan pusat kegiatan yang memperkuat kegiatan
agroindustri, perdagangan dan jasa, serta pariwisata dan kegiatan kota lainnya
VII - 2
Mengembangkan pusat kegiatan pergudangan dan pusat layanan
transportasi (pelabuhan laut, stasiun kereta, termional angkutan
penumpang regional dan terminal angkutan barang) untuk mendukung
kegiatan industri yang berbasis agroindustri dan mewujudkan Kota Palopo
sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) bagian utara Provinsi Sulawesi
Seatan dan sebagai pusat pelayanan Kawasan Andalan Palopo dan
sekitarnya.
Mengembangkan kegiatan komersial (perdagangan dan jasa) skala
regional dan jasa transportasi (terminal regional dan pelabuhan laut serta
station KA) yang mendukung fungsi Kota Palopo sebagai PKW dan
sebagai pusat pelayanan Kawasan Andalan Palopo serta kegiatan
pariwisata dan mudah dijangkau
Membagi wilayah kota menjadi 1 PPK dan 5 Sub PPK , masing-masing
dilayani oleh pusat-pusat pelayanan dan menetapkan peran, fungsi dan
struktur kegiatan utama secara spesifik;
Mengembangkan dan menetapkan pusat-pusat pelayanan kota secara
khirarki yang terdiri dari Pusat Pelayanan Kota (Pusat Kota), Sub Pusat
Pelayanan Kota (SPPk) dan sub Sub Pusat Pelayanan Kota (Pusat
Lingkungan) sebagai bagian sub pusat pelayanan kota secara
proporsional dan merata;
Melengkapi pengembangan fasilitas sosial ekonomi skala lingkungan;
Membentuk pusat kegiatan kawasan perdagangan dan jasa , pusat
kegiatan pariwisata, dan pusat kegiatan pelayanan umum secara
berhirarki, menata koridornya, merevitalisasi pasar yang tidak tertata dan
menurun kualitasnya sekaligus mengembangkan menjadi pasar modern,
dan meningkatkan sarana dan prasarana penunjang perdagangan dan
jasa.
Menyediakan ruang untuk kegiatan perdagangan dengan cara
VII - 3
pertanian dan holtkultura (pusat agrobisnis/pasar komuditas) , serta pasar
higienis (pasar ikan).
Mengembangkan dan menetapkan kawasan-kawasan wisata terpadu
yang mendukung terwujudnya pusat-pusat kegiatan wisata budaya,
sejarah, pendidikan, peneilitian, lingkungan, pantai, kuliner dan belanja;
Mengendalikan wilayah yang produktif sebagai kawasan pertanian untuk
mendukung pengembangan pertanian berkelanjutan pada Sub Wilayah
Kota (SWK) (wilayah kecamatan) yang memiliki lahan pertanian irigasi
teknis; dan
Mengembangkan RTH publik skala kota, Sub Wilayah Kota (SWK) dan
lingkungan.
Strategi peningkatan aksesbilitas dan transportasi yang dapat
mengarahkan peningkatan fungsi dan keterkaitan antar pusat kegiatan dan
sistem sirkulasi kota yang optimal. Menentukan hierarki pusat kegiatan
pelayanan skala regional dan lokal meliputi pusat kegiatan pelayanan dan
komersial dan pusat kegiatan wisata meliputi :
Mengembangkan prasarana jaringan jalan lingkar timur yang
menghubungkan langsung kawasan industry dengan sengtra-sentar
produksi pertanian kawasan andalan Palopo dan sekitarnya, kawasan
pergudangan, pelabuhan laut Tanjung Ringgit, Terminal Regional Tipe A
dan stasiun KA, untuk mendukung proses aliran barang dan jasa dari dan
ke kaswasan industri
Meningkatkan kapasitas jaringan jalan yang mendorong interaksi kegiatan
antar Sub Wilayah Kota (SWK) dan pusat-pusat pelayanan kota, serta
memudahkan pergerakan dan distribusi barang dan jasa, serta hasil
produksi pertanian, holtikultura dan perikanan, baik antar kawasan dalam
wilayah kota maupun antar sub kawasan dalam system Kawasan Andalan
Palopo dan sekitarnya .
Mengembangkan dan meningkatkan aksesibilitas dan transportasi Kota
VII - 4
dan keterkaitan antar pusat-pusat kegiatan kota, optimalisasi sistem
sirkulasi kota dan optimalisasi fungsi pelayanan Kota Palopo sebagai
PKW dengan daerah sekitarnya sebagi sentra produksi pertanian.
Menyempurnakan dan meningkatkan tingkat pelayanan jaringan
transportasi yang mendukung tumbuh dan berkembangnya pusat – pusat
pelayanan dan kegiatan perdagangan dan jasa serta pariwisata skala
kota dan regional, serta pusat pelayanan lokal dan kegiatan lainnya,
Mengembangkan jalan lingkar timur dan barat untuk mendukung arus
barang dan jasa dari dan ke Pelabuhan Laut Tanjung Ringgit Palopo ,
Kawasan Industri dan Pergudangan Palopo serta mendukung percepatan
pertumbuhan pusat-pusat pelayanan kota baru pada daerah
pengembangan baru;
Mengembangkan terminal angkutan umum regional, dan terminal
angkutan umum dalam kota, serta halte yang fungsi kota sekaligus
sebagai terminal pergerakan rute wisata;
Mengembangkan terminal barang secara tepat dan bersinergi dengan
pusat kegiatan industri dan agribisnis serta peternakan;
Mengembangkan pelabuhan Laut Tanjung Ringgit untuk mendukung
fungsi Kota Palopo sebagai PKW.
Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sarana dan
prasarana yang dapat mendorong perkembangan kegiatan dan terwujudnya
lingkungan permukiman kota yang nyaman dan aman meliputi :
Mendistribusikan fasilitas sosial dan ekonomi secara merata di setiap
pusat kegiatan sesuai fungsi kawasan dan hirarki pelayanan;
Mengembangkan prasarana wilayah dengan peningkatan kualitas dan
jangkauan pelayanan dan sumber daya air;
Mengembangkan infrastruktur perkotaan yang terpadu dan merata di
seluruh wilayah kota;
Meningkatkan kapasitas jaringan jalan melalui pembangunan dan
VII - 5
Menyediakan fasilitas parkir yang memadai dan terintegrasi dengan
pusat-pusat kegiatan;
Mengembangkan sistem jaringan telekomunikasi dan informasi pada
wilayah yang memiliki potensi tumbuhnya kegiatan ekonomi baru;
Pengembangan prasarana wilayah dengan peningkatan kualitas dan
jangkauan pelayanan energi;
Meningkatakan pemerataan pelayanan air minum di wilayah kota;
Mengembangkan parasana pengolahan air bersih untuk dapat dikonsumsi
secara langsung (langsung diminum) dari jaringan (kran);
Mengurangi volume sampah yang akan dibuang ke tempat pemrosesan
akhir (TPA) dengan cara pengolahan setempat per-wilayah melalui
teknik-teknik yang berwawasan lingkungan;
Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan prasarana air limbah;
Menata jaringan drainase yang terpadu dan saling terkoneksi
Mengembangkan jalur pejalan kaki dengan dilengkapi jalur berjalan bagi
penyandang cacat;
Mengembangkan jalur evakuasi bencana sebagai bagian upaya mitigasi
bencana di Kota Palopo; dan
Menyediakan jalur evakuasi bencana serta menyediakan lapangan
terbuka untuk zona penyangga dan gedung-gedung pemerintah sebagai
titik evakuasi/pengumpulan pengungsi
7.1.1 Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Palopo
7.1.1.1 Rencana Sistem Perkotaan Wilayah Kota Palopo
1. Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan
a. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
Pusat-pusat pelayanan di dalam wilayah Kota palopo terdiri dari pusat
VII - 6
masyarakat, melayani wilayah kota dan regional bahkan nasional. Dalam
pembagian pusat-pusat kegiatan perkotaan dalam sistem tata ruang nasional
(RTRW Nasional) dan propinsi Sulawesi Selatan (RTRW Propinsi Sulawsei
Selatan), Kota Palopo ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
bersama Kota Watampone Parepare, Barru, Pangkajene, jeneponto dan
Bulukumba. Selain itu, Kota Palopo juga ditetapkan sebagai pusat utama
pengembangan Kawasan Andalan Palopo dan sekitarnya. Dalam hal ini sebagai
Pusat Pengembangan Ekonomi bagian utara Propinsi Sulawesi Selatan.
b. Sub Wilayah Kota (SWK)
Dalam RTRW Kota Palopo terdapat pembagian wilayah Kota Palopo ini
dalam sub-sub wilayah kota disebut sebagai Sub Wilayah Kota (SWK) sesuai
penamaan dalam Permen PU Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penyusunan RTRW Kota.
Untuk mewujudkan struktur ruang kota wilayah Kota Palopo, dibagi dalam
5 (lima) Sub Wilayah Kota (SWK) yang masing-masing dilayanioleh satu sub
pusat pelayanan kota serta sesuai dengan karakteristik dan fungsi
pengembangannya masing-masing. Pembagian SWK tersebut diharapkan dapat
mewujudkan pelayanan sarana prasarana yang efektif dan efisien, yang
persebarannya disesuaikan dengan jenis dan tingkat kebutuhan yang ada.
Pembagian wilayah kota ini adalah sebagai berikut:
• SWK I, mencakup seluruh Wilayah Kecamatan Wara dan Wara Timur, terdiri dari Kelurahan Amassangeng, Boting, Tompotikka, Lagaligo, Dabgerakko,
Pajelesang, Benteng, Malatunrung, Surutanga, SalekoE, Salotellue, Pontap
dan Ponjalae
SWK II, mencakup seluruh Wilayah Kecamatan Wara Selatan dan Sendana, meliputi Kelurahan Sampoddo, Songka, Takkalalla , Binturu,Kelurahan Peta,
Mawa, Purangi dan Sendana
SWK III, mencakup seluruh Wilayah Kecamatan Wara Utara dan Bara, meliputi Kelurahan Palopopasi, Penggoli, Sabbamparu, Luminda, Salobulo ,
VII - 7
SWK IV, mencakup seluruh Wilayah Kecamatan Mungkajang dan sebagian Kecamatan Wara Barat, terdiri dari Kelurahan Mungkajang, Murante,
Latuppa, Kambo, Tomarunndung. Lebang, Battang, dan Battang Barat.
SWK V, mencakup seluruh Wilayah Kecamatan Telluwanua dan sebagian Kecamatan Wara Barat, terdiri dari Kelurahan Mancani, Palopo Walenrang,
Maroangin, Pentojangan, Jaya, Salubattang, Sumarambu dan Padang
Lambe.
c. Pusat Pelayanan Wilayah (PPW)
Merupakan pusat pelayanan sosial, budaya,ekonomi, dan/atau
administrasi masyarakat yang melayani wilayah kota dan regional, yang
meliputi:
a. pusat pelayanan kota, melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional
b. sub pusat pelayanan kota, melayani Sub-wilayah kota
c. pusat lingkungan, melayani skala lingkungan wilayah kota
1. Pusat Pelayanan Kota (Pusat Kota)
2. Sub Pusat Pelayanan Kota (SPPk)
3. Pusat Lingkungan (PL)
4. Pusat Pelayanan kota (Pusat Kota)adalah pusat pelayanan ekonomi
dan sosial dan/atau administrasi yang melayani seluruh wialayah
kota dan/atau regional.
5. Sub Pusat Pelayanan Kota (SPPk) adalah pusat pelayanan ekonomi
dan sosial dan/atau administrasi yang melayani seluruh Sub Wilayah
kota (SWK).
6. Pusat Lingkunganadalah pusat pelayanan ekonomi, sosial dan/atau
adminsitarsi lingkungan kota.
2. Kriteria-kriteria Sistem Perkotaan
a. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
VII - 8
untuk pelayanan masyarakat, melayani wilayah kota dan regional
bahkan nasional.
b. Sub Wilayah Kota (SWK)
Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan perdagangan dan jasa yang melayani skala kawasan yang
meliputi beberapa kecamatan.
c. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL)
Merupakan pusat pelayanan sosial, budaya,ekonomi, dan/atau
administrasi masyarakat yang melayani wilayah kota dan regional,
yang meliputi:
pusat pelayanan kota, melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional
sub pusat pelayanan kota, melayani Sub-wilayah kota pusat lingkungan, melayani skala lingkungan wilayah kota
7.2 Arahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Ditetapkannya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, mengamanatkan bahwa setiap daerah
harus menyusun rencana pembangunan daerah secara sistematis, terarah,
terpadu, dan tanggap terhadap perubahan (Pasal 2 Ayat 2), dengan jenjang
perencanaan jangka panjang (25 tahun), jangka menengah (5 tahun), dan jangka
pendek atau tahunan (1 tahun). Selain itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, Bab VII Pasal 150 bahwa daerah wajib
memiliki dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD),
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Dengan melihat perkembangan lingkungan strategis dalam Rencana
VII - 9
mendasar untuk dijadikan landasan dalam perumusan program untuk
mendukung keberadaan agenda utama pembangunan lima tahun yang akan
datang adalah :
- Program pembangunan jalan dan jembatan;
- Program pembangunan saluran drainase/plat duicker;
- Program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan;
- Program tanggap darurat jalan dan jembatan;
- Program pembangunan sistem informasi/data base jalan dan jembatan;
- Program peningkatan sarana dan prasarana kebinamargaan;
- Program perencanaan pembangunan jaringan irigasi dan pintu-pintu air;
- Program normalisasi saluran;
- Program rehabilitasi/pemeliharaan jaringan irigasi, pintu-pintu air dan
normalisasi saluran;
- Program optimalisasi fungsi jaringan irigasi yang telah dibangun;
- Program pemberdayaan petani pemakai air;
- Program pembangunan prasarana pengambilan dan saluran pembuang;
- Program pembangunan sumur-sumur air tanah;
- Program peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air dan
distribusi air baku;
- Program penyediaan sarana dan prasarana air minum bagi masyarakat
berpenghasilan rendah;
- Program penyediaan sarana dan prasarana air limbah;
- Program pengembangan teknologi pengelolaan air minum dan air
limbah;
- Program pengembangan sistem distribusi air minum;
- Program rehabilitasi sarana dan prasarana pengelolaan air minum dan
air limbah;
- Program pembangunan saluran drainase/gorong-gorong;
- Program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah;
VII - 10 - Program pengembangan perumahan;
- Program lingkungan sehat perumahan;
- Program pemberdayaan komunitas perumahan;
- Program perbaikan perumahan akibat bencana alam/sosial;
- Program perencanaan tata ruang;
- Program pemanfaatan ruang;
- Program pengendalian pemanfaatan ruang;
- Program peningkatan kinerja pengelolaan sampah;
- Program pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH).
Peningkatan kualitas pembangunan yang dilakukan berdasarkan rencana
tata ruang agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi dan berkelanjutan
dengan program-program sebagai berikut :
- Program perencanaan tata ruang;
- Program pemanfaatan ruang;
- Program pengendalian pemanfaatan ruang;
- Program kerjasama pemanfaatan ruang;
Pembangunan infrastruktur lebih difokuskan pada pembangunan dan
peningkatan kualitas serta kuantitas infrastruktur jalan dan jembatan, perumahan
dan pemukiman serta sumber daya air.
Adapun program yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut :
- Program pembangunan jalan dan jembatan;
- Program pembangunan saluran drainase/plat duicker;
- Program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan;
- Program tanggap darurat jalan dan jembatan;
- Program pembangunan sistem informasi/data base jalan dan jembatan;
- Program peningkatan sarana dan prasarana kebinamargaan;
- Program perencanaan pembangunan jaringan irigasi dan pintu-pintu air;
VII - 11
- Program rehabilitasi/pemeliharaan jaringan irigasi, pintu-pintu air dan
normalisasi saluran;
- Program optimalisasi fungsi jaringan irigasi yang telah dibangun;
- Program pemberdyaan petani pemakai air;
- Program pembangunan prasarana pengambilan dan saluran pembuang;
- Program pembangunan sumur-sumur air tanah;
- Program peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air dan
distribusi air baku;
- Program penyediaan sarana dan prasarana air minum bagi masyarakat
berpenghasilan rendah;
- Program penyediaan sarana dan prasarana air limbah;
- Program pengembangan teknologi pengelolaan air minum dan air
limbah;
- Program pengembangan sistem distribusi air minum;
- Program rehabilitasi sarana dan prasarana pengelolaan air minum dan
air limbah;
- Program pembangunan saluran drainase/gorong-gorong;
- Program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah;
- Program pembangunan infrastruktur pedesaan;
- Program pengembangan perumahan;
- Program lingkungan sehat perumahan;
- Program pemberdayaan komunitas perumahan;
- Program perbaikan perumahan akibat bencana alam/sosial;
- Program perencanaan tata ruang;
- Program pemanfaatan ruang;
- Program pengendalian pemanfaatan ruang;
- Program peningkatan kinerja pengelolaan sampah;
VII - 12
Peningkatan kualitas pembangunan yang dilakukan berdasarkan rencana
tata ruang agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi dan berkelanjutan
dengan program-program sebagai berikut:
- Program perencanaan tata ruang;
- Program pemanfaatan ruang;
- Program pengendalian pemanfaatan ruang;
- Program kerjasama pemanfaatan ruang.
7.3 Arahan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung
Penyusunan Perda Bangunan Gedung diamanatkan pada Peraturan
Pemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 28 tahun
2002 tentang Bangunan Gedung, yang menyatakan bahwa pengaturan
dilakukan oleh pemerintah daerah dengan penyusunan Peraturan Daerah
tentang Bangunan Gedung berdasarkan pada peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi kabupaten/kota setempat serta
penyebarluasan peraturan perundang-undangan, pedoman, petunjuk, dan
standar teknis bangunan gedung dan operasionalisasinya di masyarakat.
Perda Bangunan Gedung mengatur tentang persyaratan administrasi dan
teknis bangunan gedung. Salah satunya mengatur persyaratan keandalan
gedung, seperti keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
Persyaratan ini wajib dipenuhi untuk memberikan perlindungan rasa aman bagi
pengguna bangunan gedung dalammelakukan aktifitas di dalamnya dan sebagai
landasan operasionalisasi penyelenggaraan bangunan gedung di daerah.
Utamanya untuk daerah rawan bencana, Perda Bangunan Gedung sangat
penting sebagai payung hukum di daerah dalam menjamin keamanan dan
keselamatan bagi pengguna.Ketersediaan Perda BG bagi kabupaten/kota
merupakan salah satu prasyarat dalam prioritas pembangunan bidangCipta
VII - 13
7.4 Arahan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) Kota
Palopo
Sejalan dengan peran Pemerintah Pusat sebagai fasilitator dalam era
otonomi daerah dan dalam kaitan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pemerintah telah menerbitkan produk
pengaturan setingkat peraturan pemerintah yang memberikan pedoman, baik
kepada pemerintah kabupaten/kota dan pihak lainnya yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan air minum maupun kepada masyarakat sebagai
pengguna layanan air minum, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005
tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Adapun
wewenang dan tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan SPAM
adalah meliputi: (i) menetapkan kebijakan dan strategi nasional; (ii) menetapkan
norma, standar, pedoman, dan manual (NSPM); (iii) memfasilitasi pemenuhan
kebutuhan air baku.
Penyediaan air minum merupakan salah satu kebutuhan dasar dan hak
sosial ekonomi masyarakat yang hares dipenuhi oleh Pemerintah, baik itu
Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat. Ketersediaan air minum
merupakan salah satu penentu peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang
masih diharapkan dengan ketersediaan air minum dapat meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, dan dapat mendorong peningkatan produktivitas
masyarakat, sehingga dapat terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi
masyarakat. Oleh karena itu, penyediaan sarana dan prasarana air minum
menjadi salah satu kunci dalam pengembangan ekonomi wilayah.
Menilik dari permasalahan tumpang tindihnya program pengembangan
sarana dan prasarana air minum yang terjadi di masa lampau, memberi suatu
pemikiran untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara sistemik. Di sisi
lain, kondisi geografis, topografis dan geologis dan juga aspek sumber daya
manusia yang berbeda di setiap wilayah di Indonesia, menyebabkan
ketersediaan air baku dan kondisi pelayanan air minum yang berbeda dapat
masing-VII - 14
masing wilayah. Untuk itu dibutuhkan suatu konsep dasar yang kuat guna
menjamin ketersediaan air minum bagi masyarakat sesuai dengan tipologi dan
kondisi di daerah tersebut. Rencana Induk Air Minum merupakan jawaban bagi
dasar pengembangan air minum suatu wilayah. Diharapkan, dengan adanya
Rencana Induk Air Minum, dapat menjadi dasar tersusunnya suatu program
pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum wilayah yang berkelanjutan
(sustainable) dan terarah.
7.5 Arahan Strategi Sanitasi Kota (SSK) Kota Palopo
Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting
dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan
kesehatan, pola hidup sehat, kondisi lingkungan permukiman serta kenyamanan
dalam kehidupan sehari-hari. Sanitasi seringkali dianggap sebagai urusan
“sekunder”, sehingga sering terpinggirkan dari urusan-urusan yang lain, namun seiring dengan tuntutan peningkatan standart kualitas hidup masyarakat,
semakin tingginya tingkat pencemaran lingkungan dan keterbatasan daya
dukung lingkungan itu sendiri menjadikan sanitasi menjadi salah satu aspek
pembangunan yang harus diperhatikan.
Di sisi lain, masih terdapat pelaksanaan pembangunan sanitasi yang
berjalan secara parsial dan belum terintegrasi dalam suatu “grand design” yang
sifatnya integratif dan memiliki sasaran secara menyeluruh serta jangka waktu
yang lebih panjang. Hal tersebut dapat dilihat dari aspek jenis kegiatannya
maupun dari aspek kewilayahan. Untuk itu perlu disusun suatu perencanaan
sanitasi secara lebih integratif, aspiratif, inovatif dan sesuai dengan kebutuhan
real masyarakat.
Selanjutnya program dan kegiatan Percepatan Pembangunan Sanitasi
Permukiman diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan,
meningkatkan produktifitas dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam
pelaksanaan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP),
VII - 15
Putih Sanitasi merupakan dokumen yang berisi kondisi (existing) sanitasi saat ini.
Dokumen Buku Putih Sanitasi berfungsi sebagai data dasar (baseline data)
kondisi sanitasi kabupaten/kota dalam penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK),
monitoring dan evaluasi sanitasi.
Kegiatan Buku Putih Sanitasi merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan
dari semangat kegiatan nasional seiring saat sekarang bangsa Indonesia sedang
berpacu dengan waktu untuk mencapai target yang disepakati bersama yaitu
meratifikasi Milenium Development Goals (MDGs) yang dihasilkan pada
Johanesburg Summit pada tahun 2002, dengan salah satu kesepakatannya
adalah mengurangi separuh penduduk pada tahun 2015 yang tidak
mendapatkan akses air minum yang sehat serta penanganan sanitasi dasar.
Ruang lingkup sanitasi dapat dilihat dalam beberapa tinjauan sebagai berikut :
Air limbah domestik, dibagi dalam 2 jenis :
Black water : air buangan jamban (urin, tinja, dan air gelontoran)
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan
tinja (kotoran) manusia yang tediri atas tempat jongkok atau tempat
duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (jamban cemplung)
yang dilengkapi dengan unti penompang kotoran dan air untuk
membersihkannya. Kementerian kesehatan telah menetapkan syarat
dalam bentuk jamban sehat, yaitu : Tidak mencemari air, tidak
mencemari tanah permukaan, bebas dari serangga, tidak
menimbulkan baud an nyaman digunakan, aman digunakan oleh
pemakainya, mudah dibersihkan dan menimbulkan pandangan kurang
sopan. Jamban merupakan sanitasi dasar penting yang harus dimiliki
setiap masyarakat. Sebenarnya masyarakat sadar dan mengerti arti
pentingnya mempunyai jamban, namun nilai kesadaran masih rendah
dalam hal penerapan pola hidup sehat (PHBS).
VII - 16
Jadi, cakupan air limbah domestik (rumah tangga) juga mencakup
pembuangan air mandi dan cuci. Beberapa faktor yang mempengaruhi
kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan pencemar,
dan frekuensi pembuangan limbah. Untuk mengatasi hal ini diperlukan
pengolahan dan penanganan limbah menurut tingkat perlakuan dan
karakteristik limbah.
Pengelolaan persampahan yaitu kegiatan sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Termasuk dalam sanitasi berupa sampah rumah tangga dan sampah
sejenis rumah tangga. Layanan persampahan. Layanan ini diawali dengan
pewadahan sampah dan pengumpulan sampah. Pengumpulan dilakukan
dengan menggunakan gerobak atau truk sampah. Layanan sampah juga
harus dilengkapi dengan tempat pembuangan sementara (TPS), tempat
pembuangan akhir (TPA), atau fasilitas pengolahan sampah lainnya.
Drainase lingkungan/tersier merupakan sistem saluran awal yang
melayani kawasan kota tertentu, seperti kompleks perumahan, area
pasar, areal industry, dan perkantoran. Layanan drainase lingkungan
adalah penanganan limpasan air hujan menggunakan saluran drainase
(selokan) yang akan menampung limpasan air tersebut dan
mengalirkannya ke badan air penerima.
PHBS adalah aspek non-teknis dari sanitasi yang meliputi promosi
kesehatan, perubahan, perilaku, dan sanitasi rumah tangga. Perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi
perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka
jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui
Pendampingan (Advokasi), bina suasana (Social Support) dan
pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Dengan demikian
VII - 17
terutama dalam tatanan masing-masing, dan masyarakat dapat
menerapkan cara - cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan
meningkatkan kesehatannya.
Sektor sanitasi merupakan salah satu pelayanan publik yang mempunyai
kaitan erat dengan kemiskinan. Pembangunan sektor sanitasi di beberapa
daerah di Indonesia, seringkali kurang menjadi prioritas dibanding sektor lainnya.
Tidak memadainya pembangunan sektor sanitasi akan berdampak pada
penurunan kualitas kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan pada
umumnya.
Sanitasi di Indonesia didefinisikan sebagai upaya membuang limbah cair
domestik dan sampah untuk menjamin kebersihan dan lingkungan hidup sehat,
baik di tingkat rumah tangga maupun di lingkungan perumahan (TTPS, 2010).
Pengertian yang lebih teknis dari sanitasi adalah upaya pencegahan
terjangkitnya dan penularan penyakit melalui penyediaan sarana sanitasi dasar
(jamban), pengelolaan air limbah rumah tangga (termasuk sistem jaringan
perpipaan air limbah), drainase dan sampah (Bappenas, 2003).
Wilayah kajian penyusunan buku putih (BPS) dan penyusunan Strategi
Sanitasi Kota (SSK) mencakup wilayah yang termasuk kategori kawasan
perkotaan berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Daerah (RTRW).
Kebijakan ini telah dicermati dan diskusikan dengan mensejajarkan sejumlah
kebijakan daerah RPJPD, RP4D, RPJMD, RTBL dan RPI2JM Bidang
Keciptakaryaan Kota Palopo yang memberi referensi kawasan resiko sanitasi
tinggi dan sangat tinggi di Kota Palopo.
Kota Palopo telah menyetujui program PPSP. Pemerintah Kota Palopo
sebelumnya telah melakukan kegiatan untuk mempromosikan hidup sehat
dengan sanitasi yang baik. Berikut adalah data ringkasan indikasi kebutuhan
VII - 18
Tabel 7.1 Tahapan ringkasan indikasi kebutuhan biaya dan pembiayaan pengembangan
sanitasi untuk 5 tahun Kota Palopo
No Komponen Sanitasi
Indikasi Biaya (juta rupiah) Sumber Pendanaan/Pembiayaan (juta rupiah) 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah KAB. PROV. APBN SWAS/
Tabel di atas memberikan gambaran kebutuhan dan pembiayaan
pengembangan sanitasi untuk lima tahun kedepan yang ada di Kota Palopo.
Tabel 7.2 Pengembangan Persampahan Kota Palopo
B. KOMPONEN PERSAMPAHAN 2015 2019 Jumlah KOTA PROV. APBN SWAS/CSR MASY B. PENGELOLAAN SAMPAH DARI SUMBERNYA
1. Penyuluhan tentang persampahan kepada masyarakat dan kelompok masyarakat 0 100 100 100 0 0 0 5 C. PENGELOLAAN SAMPAH DARI STASIUN ANTARA SAMPAI TPA
1. TPS Biasa 0 0
1.1. Pembangunan TPS 0 200 200 200 0 0 250 50 2. Landasan Kontainer 0 0
VII - 19
D. TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA)
1. Pembangunan Zona 4 TPA 0 0
1.1. Pembangunan Fisik Zona 4 TPA 0 0
1.1.1. Sosialisasi Rencana pembangunan zona 4 TPA kepada
masyarakat sekitarnya 50 0 50 50 0 0 0 0 1.1.2. Penyusunan AMDAL pembangunan zona 4 TPA 0 0 0 0 0 0 0 0 1.1.3. Perencanaan Detail (DED) pembangunan zona 4 TPA 100 0 100 100 0 0 0 0 1.1.4. Supervisi dan Pelaksanaan Pekerjaan pembangunan
zona 4TPA 0 0 0 0 0 2.000 0 0 1.2. Pengadaan Fasilitas Operasional TPA (Alat Berat) 0
1.2.1. Pengadaan Bulldozer 0 0 0 0 0 2.000 0 0
Jumlah Pembiayaan / Pendanaan Komponen Persampahan
Domestik 1.665 2.470 4.135 4.135 1.600 8.500 3.350 55
Sumber : SSK Kota Palopo
Tabel diatas memberikan gambaran tentang pengelolaan sampah di Kota
Palopo.
7.6 Arahan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kota Palopo
semestinya disusun dengan memperhatikan Pedoman Penataan Bangunan dan
Lingkungan serta berbagai Peraturan Pemerintah atau dokumen perencanaan
lain yang relevan. Sesuai dengan konsep dan proses penyusunan maka
VII - 20
Laporan Antara. Secara garis besar Buku Laporan ini berisi Antara, struktur dan
sistematika dokumen, kondisi wilayah perencanaan dan arsitektur kawasan,
serta arahan pengembangan menurut rencana tata ruang yang sudah ada.
RTBL ini digunakan lebih lanjut sebagai pedoman dalam penataan bangunan
dan lingkungan di Kota Palopo.
Berdasarkan hal tersebut yang menjadi tolok ukur dalam pembangunan
dan pengembangan perkotaan yang di dalamnya adalah peningkatan kualitas
kawasan permukiman sehingga akan terwujud harmonisasi dan sinkronisasi
kawasan perkantoran dengan lingkungan sekitarnya yang merupakan kawasan
dengan kegiatan perdagangan dan permukiman. Tujuannya agar pelayanan
terhadap masyarakat lebih efisien dan efektif.
Dalam rangka perwujudan strategi tersebut, maka program kegiatan
terkait pembangunan kawasan dan permukiman yang dimaksud dapat
diwujudkan melalui :
a. Pembangunan dan peningkatan jalan-jalan lokal dan lingkungan
permukiman
b. Pemasangan sheet pile dan bronjong pada tepian kawasan Reklamasi
c. Pembuatan pertamanan dan pedestrian
d. Pembuatan ruang terbuka non-hijau dan elemen pelengkapnya
e. Pembangunan kawasan kuliner
Perkembangan ruang kota di Kota Palopo tidak akan terlepas dari
permasalahan perkotaan pada umumnya. Berbagai permasalahan yang mungkin
timbul perlu diantisipasi dan ditata dalam sebuah Rencana Ketataruangan.
Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi yang telah
mengalami kemajuan yang pesat seiring dengan berkembangnya potensi-potensi
yang dimilikinya. Potensi sumber daya alam yang melimpah dan didukung oleh
posisi yang strategis mengakibatkan kegiatan perekonomian diprovinsi ini
semakin berkembang. Kondisi Provinsi Sulawesi Selatan yang berkembang
VII - 21
baik, pelayanan kepada masyarakat yang lebih profesional, dan pelaksanaan
pembangunan yang transparan dan merata dengan tujuan terciptanya
kesejahteraan masyarakat yang seutuhnya dan menyeluruh. Sehingga
potensi-potensi daerah baik potensi-potensi sumber daya manusia, sumber daya alam, dan
sebagainya, bisa lebih dioptimalkan untuk peningkatan kualitas hidup
masyarakat.
Dari gambaran selintas mengenai lokasi dan kondisi geografis Kota
Palopo, memberi penjelasan bahwa secara geografis, Kota Palopo memang
sangat strategis dilihat dari sisi kepentingan ekonomi maupun politik. Dari sisi
ekonomi, Kota Palopo menjadi simpul jasa distribusi ke daerah utara yang
tentunya akan lebih efisien dibandingkan daerah lain.
Berbagai permasalahan yang mungkin timbul perlu diantisipasi dan ditata
dalam sebuah Rencana Ketataruangan. Apabila berbagai kegiatan ini dibiarkan
tanpa kendali akan memberikan dampak pembangunan yang kurang terarah,
termasuk juga faktor kelestarian dan kenyamanan lingkungan. Kerangka
pengembangan (urban guidelines) amatlah diperlukan di Kota Palopo untuk
mengantisipasi pembangunan yang kurang tertib, munculnya ketidakselarasan
lingkungan, serta perangkat pengendali perkembangan kota. Diharapkan melalui
melalui upaya penataan dengan disiapkannya kerangka pengembangan dalam
bentuk dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dapat
mencapai kualitas lingkungun yang lebih baik, serta memberi arahan terhadap
pemanfaatan lahan sesuai Tata Ruang yang berlaku. RTBL tersebut juga
merupakan arahan arsitektur lingkungan setempat yang melengkapi peraturan
bangunan yang ada.
Mengingat potensi serta kecenderungan pertumbuhan fisik secara cepat
sering terjadi diruang yang dialokasikan sebagai kawasan pengembangan
pembangunan, maka prioritas penanganan penataan terutama dilakukan pada
kawasan yang padat, kawasan tumbuh cepat, daerah pusat perdagangan,
kawasan dengan fungsi campuran, atau pada kawasan dengan kondisi geografis
VII - 22
terhadap lokasi setempat misal daerah tepian air atau waterfront, perbukitan dan
sebagainya.
Gagasan ideal ruang perkotaan merupakan satu kesatuan sistem
organisasi yang mampu mengakomodasi kegiatan sosial ekonomi, budaya,
memiliki citra fisik maupun non fisik yang kuat, keindahan visual serta terencana
dan terancang secara terpadu seimbang dengan upaya pelestarian lingkungan.
Untuk meningkatkan pemanfaatan ruang kota disatu sisi dan sekaligus sebagai
pengendalian, tata ruang kota harus dilengkapi dengan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Hal tersebut sebagai bagian dari pemenuhan
terhadap persyaratan Tata Bangunan seperti tercantum dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/N/2007.
Dalam peraturan tersebut tercantum pengertian RTBL yaitu panduan
rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk
mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta
memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana
umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian
rencana dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan
lingkungan/kawasan.
RTBL diperlukan sebagai kerangka pengendali pertumbuhan serta
memberi panduan terhadap wujud bangunan dan lingkungan pada suatu
kawasan. RTBL disusun setelah suatu produk perencanaan tata ruang kota di
sah kan oleh Pemerintah Daerah setempat sebagai Peraturan Daerah (Perda).
Dalam lingkup kawasan yang lebih terinci Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan merupakan hasil dari proses identifikasi, perencanaan dan
perancangan suatu lingkungan/kawasan. Termasuk didalamnya adalah
identifikasi dan apresiasi kontek lingkungan, program peran masyarakat dan
pengelolaan serta pemanfaatan aset properti kawasan.
Dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang Kota yang berlaku,
VII - 23
ruang dan menindaklanjuti Rencana Detil atau Rencana Rinci Tata Ruang, serta
sebagai panduan rancangan kawasan dalam rangka perwujudan kualitas
bangunan gedung dan lingkungannya. Dengan demikian RTBL akan
memberikan arahan terhadap wujud pemanfaatan lahan, langgam arsitektural
pada bangunanbangunan sebagai hasil rencana teknis rancang bangunan
(buildingdesign), terutama pada kawasan tertentu yang memiliki karater khas
seperti dimaksud di atas.
Dengan arahan tersebut, perencana kawasan dan bangunan yaitu urban
designer dan arsitek akan mempunyai kejelasan menyangkut kebijaksanaan
pembangunan fisik dari Pemerintah Daerah setempat, termasuk di dalamnya
yang menyangkut kepentingan umum, citra, dan jati diri lokasi yang perlu
dikemukakan. Pada gilirannya seluruh tatanan bangunan dan lingkungan yang
dirancang akan memberikan kontribusi positif terhadap kawasan.
Di dalam proses penyusunan RTBL harus memperhatikan dan memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1. Kepentingan umum atau aspirasi masyarakat
2. Pemanfaatan sumber daya setempat
3. Kemampuan daya dukung lahan yang optimal
Memperhatikan kriteria diatas, maka RTBL harus memuat hal sebagai
berikut:
1. Pedoman Rencana Teknik dalam bentuk arahan desain tiga
dimensional
2. Program Tata Bangunan dan Lingkungan
3. Pedoman-pedoman untuk mengendalikan perwujudan bangunan
(Urban/environmelital building design and development guidelines)
Sebagai arahan rinci maka RTBL dilengkapi dengan paket investasi yang
menunjukkan prioritas pengembangan kawasan, fungsi kawasan serta perkiraan
VII - 24
Maksud penyusunan RTBL Kota Palopo adalah menghasilkan panduan
umum yang menyeluruh dan memiliki kepastian hukum tentang perencanaan
tata bangunan dan lingkungan di kecamatan tersebut sesuai dengan arahan
pengembangan dan fungsi kawasan yang diemban. Tujuan dari kegiatan
Penyusunan RTBL Kota Palopo adalah untuk memberikan :
a. Pengendalian dalam penyelenggaraan penataan bangunan dan
lingkungan untuk suatu lingkungan atau kawasan agar memenuhi
kriteria perencanaan tata bangunan dan lingkungan yang
berkelanjutan;
b. Kriteria pemenuhan bagi persyaratan tata bangunan dan lingkungan;
c. Arahan peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat di dalam
Kawasan Desa Baruga melalui perbaikan kualitas lingkungan dan
ruang publik;
d. Perwujudan perlindungan terhadap lingkungan hidup;
e. Peningkatan vitalitas ekonomi lingkungan.
Sasaran dari kegiatan Penyusunan RTBL, Kota Palopo adalah :
1. Tersusunnya Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan
untuk mengarahkan jalannya pembangunan sejak dini di kawasan
tersebut;
2. Mewujudkan pemanfaatan ruang secara efektif, tepat guna, spesifik
setempat dan konkret sesuai dengan rencana tata ruang wilayah;
3. Melengkapi peraturan daerah tentang bangunan gedung;
4. Mewujudkan kesatuan karakter dan meningkatkan kualitas bangunan
gedung dan lingkungan/kawasan;
5. Mengendalikan pertumbuhan fisik lingkungan/kawasan;
6. Menjamin implementasi pembangunan agar sesuai dengan aspirasi
dan kebutuhan masyarakat dalam pengembangan lingkungan /
VII - 25
7. Menjamin terpeliharanya hasil pembangunan karena dukungan dan
rasa memiliki dari masyarakat sebagai efek positif pelibatan
masyarakat dalam proses penyusunan RTBL.
Sehingga diharapkan Kegiatan Kawasan Kota Palopo, dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui:
1. Perwujudan kualitas lingkungan yang layak huni (liveable); sangat
berkaitan dengan kualitas ruang-ruang fungsional (functional quality).
2. Perwujudan kualitas lingkungan yang berjatidiri (imageable); sangat
berkaitan dengan kualitas visual dari suatu ruang (visual quality).
3. Perwujudan kualitas lingkungan yang produktif (enduring); sangat
berkaitan terutama dengan kualitas lingkungan dari suatu ruang
(environmental quality).
Sesuai dengan kandungan materinya maka kedudukan RTBL bisa
diwujudkan dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:
1. Rencana kegiatan komunitas atau community action plan.
2. Rencana penataan lingkungan atau neighbourhood development plan.
3. Panduan rancangan kota atau urban design guidelines.
Seluruh rencana, rancangan, aturan, dan mekanisme dalam penyusunan
dokumen RTBL harus merujuk pada pranata pembangunan yang lebih tinggi,
baik pada lingkup kawasan, kota, maupun wilayah. Kedudukan RTBL dalam
pengendalian bangunan gedung dan lingkungan sebagaimana digambarkan
VII - 26
Gambar 7.1.
Kedudukan RTBL dalam Pengendalian Bangunan Gedung dan Lingkungan
Sesuai dengan ketentuan yang tercantum di dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 35 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor
20 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung pasal 27 ayat (2).
Secara umum Dokumen RTBL berisi Program Bangunan dan Lingkungan.
Program bangunan dan lingkungan merupakan penjabaran lebih lanjut dari
perencanaan dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan untuk kurun waktu
tertentu. Program tersebut memuat jenis, jumlah, besaran dan luasan bangunan
gedung, serta kebutuhan ruang terbuka hijau, fasilitas umum, fasilitas sosial,
prasarana aksesibilitas, sarana pencahayaan, dan sarana penyehatan
lingkungan, baik berupa penataan prasarana dan sarana yang sudah ada
maupun yang baru. Penyusunan program bangunan dan lingkungan dilakukan
melalui analisis kawasan dan wilayah perencanaan termasuk mengenai
VII - 27
berbasis peran masyarakat, yang menghasilkan konsep dasar perancangan tata
bangunan dan lingkungan. Secara konseptual disajikan dalam gambar berikut ini.
Gambar 7.2. Struktur dan Sistematika Dokumen RTBL
Analisis kawasan dan wilayah perencanaan merupakan proses
mengidentifikasi, menganalisis, memetakan dan mengapresiasikan konteks
lingkungan dan nilai lokal dari kawasan perencanaan dan wilayah sekitarnya.
Manfaat analisis kawasan dan wilayah perencanaan adalah:
1. Mendapatkan gambaran kemampuan daya dukung fisik dan
lingkungan serta kegiatan sosial ekonomi dan kependudukan yang
tengah berlangsung.
2. Mendapatkan kerangka acuan perancangan kawasan yang memuat
rencana pengembangan program bangunan dan lingkungan, serta
dapat mengangkat nilai kearifan dan karakter khas lokal sesuai
VII - 28
Analisis secara sistematis meninjau aspek sebagai berikut :
1. Perkembangan Sosial-Kependudukan. Merupakan gambaran
kegiatan sosial kependudukan dengan memahami beberapa aspek
antara lain: tingkat pertumbuhan penduduk, Jumlah keluarga,
Kegiatan sosial penduduk, Tradisi-budaya lokal, dan perkembangan
yang ditentukan secara kultur-tradisional.
2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi. Merupakan gambaran sektor
pendorong perkembangan ekonomi, kegiatan usaha, prospek
investasi pembangunan dan perkembangan penggunaan tanah,
produktivitas kawasan, dan kemampuan pendanaan pemerintah
daerah.
3. Daya Dukung Fisik dan Lingkungan. Merupakan analisis
kemampuan fisik, lingkungan dan lahan potensial bagi pengembangan
kawasan selanjutnya. Beberapa aspek yang harus dipahami antara
lain: kondisi tata guna lahan, kondisi bentang alam kawasan, lokasi
geografis, sumber daya air, status-nilai tanah, ijin lokasi, dan
kerawanan kawasan terhadap bencana alam.
4. Aspek Legal Konsolidasi Lahan Perencanaan. Menunjukkan
kesiapan administrasi dari lahan yang direncanakan dari segi legalitas
hukum.
7. Daya Dukung Prasarana dan Fasilitas Lingkungan. Menganalisis
kemampuan pelayanan infrastruktur, jenis infrastruktur, jangkauan
pelayanan, jumlah penduduk yang terlayani, dan kapasitas pelayanan.
6. Kajian Aspek Signifikansi Historis Kawasan. Berkaitan dengan
kedudukan nilai historis kawasan pada konteks yang lebih besar,
misalnya sebagai aset pelestarian pada skala regional bahkan skala
VII - 29
Prinsip analisis kawasan dan wilayah perencanaan salah satunya dengan
metode SWOT, dijelaskan sebagai berikut:
1. Kekuatan atau Potensi (Strength) yang dimiliki wilayah perencanaan,
yang selama ini tidak atau belum diolah secara maksimal, atau pun
terabaikan keberadaannya.
2. Kelemahan atau Permasalahan (Weakness) internal yang selama ini
dihadapi dalam kawasan perencanaan.
3. Prospek atau Kesempatan (Opportunity) pengembangan yang lebih
luas pada skala perkotaan atau perdesaan pada masa mendatang.
4. Kendala atau Hambatan (Threat) yang dihadapi wilayah
perencanaan, terutama yang berasal dari faktor eksternal.
Hasil analisis kawasan dan wilayah perencanaan mencakup indikasi
program bangunan dan lingkungan yang dapat dikembangkan pada kawasan
perencanaan, termasuk pertimbangan dan rekomendasi tentang indikasi potensi
kegiatan pembangunan kawasan atau lingkungan yang memiliki dampak besar
dan penting serta yang memerlukan penyusunan AMDAL sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Selain hal tersebut, Pembangunan berbasis peran masyarakat
community-based development) adalah pembangunan dengan orientasi yang
optimal pada pendayagunaan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak
langsung, masyarakat diberikan kesempatan aktif beraspirasi dan berkontribusi
untuk merumuskan program bangunan dan lingkungan yang sesuai dengan
tingkat kebutuhan.
Manfaat analisis pembangunan berbasis peran masyarakat sebagai
berikut :
1. Memupuk pemahaman dan kesadaran masyarakat akan hak,
kewajiban dan peranannya di dalam proses pembangunan, sehingga
tumbuh rasa memiliki dan tanggungjawab yang kuat terhadap hasil
VII - 30
2. Meminimalkan konflik, sehingga mempercepat proses kegiatan secara
keseluruhan, serta terbangunnya suatu ikatan di masyarakat.
3. Efisiensi dan efektivitas. Keputusan yang diambil akan bersifat efisien
dan efektif jika sesuai dengan kondisi yang ada, baik kebutuhan,
keinginan, maupun sumber daya di masyarakat.
4. Memberdayakan masyarakat setempat, terutama dalam hal
membentuk dan membangun kepercayaan diri, kemampuan
bermasyarakat dan bekerjasama.
Prinsip utama analisis pembangunan berbasis peran masyarakat sebagai
berikut:
1. Berdasarkan kesepakatan dan hasil kerjasama. Kesepakatan yang
dicapai adalah hasil dialog dan negosiasi berbagai pihak yang terlibat
atau pun pihak yang terkena dampak perencanaan.
2. Sesuai dengan aspirasi publik. Perencanaan disesuaikan dengan
kebutuhan, keinginan dan kondisi yang ada di masyarakat.
3. Kejelasan tanggung jawab. Adanya sistem monitoring, evaluasi dan
pelaporan yang transparan dan terbuka bagi publik. Terbuka
kemungkinan untuk mengajukan keberatan dan gugatan melalui
instansi yang berwenang menangani gugatan kepada pemilik,
pengelola, dan atau pengguna atas penyelenggaraan bangunan
gedung dan lingkungannya.
4. Kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam proses
pembangunan. Setiap anggota masyarakat atau pemangku
kepentingan (stakeholders), terutama yang akan terkena dampak
langsung dari suatu kegiatan pembangunan, memiliki akses dan
VII - 31
Dalam Tahapan Perencanaan Partisipatif, Peran serta dan keterlibatan
masyarakat dalam penyusunan rencana dilaksanakan dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Persiapan. Berisi pengenalan program yang akan dilakukan kepada
masyarakat, pembentukan kelompok, pendefinisian pihak terkait,
penentuan pendekatan pihak terkait, dan penyusunan strategi
pengumpulan informasi.
2. Identifikasi aspirasi dan analisis permasalahan. Berisi penyusunan
tujuan, kebutuhan, dan kepentingan semua pihak, pelibatan seluruh
pemangku kepentingan (stakeholders), penciptaan dan sosialisasi
mekanisme, serta analisis kebutuhan dan sumber daya
pengembangan kawasan.
3. Analisis perilaku lingkungan. Terutama berisi interaksi kawasan
perkotaan yang sudah memiliki struktur kota yang solid pada kawasan
perencanaan.
4. Rencana pengembangan. Pedoman utama, arahan pengembangan,
kepentingan prioritas, identifikasi hambatan, identifikasi sumber daya,
dan visi pengembangan kawasan.
5. Strategi pengembangan dan publikasi. Berisi perencanaan
tahapan, monitoring dan evaluasi, persetujuan legal, strategi
kerjasama dengan wakil komunitas, penyebaran informasi dan
publikasi program.
6. Penerapan rencana. Berisi publikasi rencana pelaksanaan, adaptasi
perubahan, peninjauan dan kaji ulang (review) berkala bersama
dengan komunitas dan seluruh masyarakat.
Rencana umum dan panduan rancangan merupakan ketentuan tata
bangunan dan lingkungan pada suatu lingkungan atau kawasan yang memuat
rencana peruntukan lahan makro dan mikro, rencana perpetakan, rencana tapak,
rencana sistem pergerakan, rencana aksesibilitas lingkungan, rencana prasarana
VII - 32
Panduan rancangan bersifat melengkapi dan menjelaskan secara lebih
rinci tentang rencana umum yang telah ditetapkan sebelumnya, meliputi ketntuan
dasar implementasi rancangan dan prinsip-prinsip pengembangan rancangan
kawasan.
Rencana umum merupakan ketentuan rancangan tata bangunan dan
lingkungan yang bersifat umum dalam mewujudkan lingkungan atau kawasan
perencanaan yang layak huni, berjatidiri, produktif dan berkelanjutan. Manfaat
Rencana Umum adalah sebagai berikut:
1. Memberi arahan lugas dan sistematis bagi implementasi ketentuan
dasar dari perancangan tata bangunan dan lingkungan.
2. Memberi gambaran simulasi bangunan secara keruangan atau tiga
dimensional sebagai model penerapan seluruh arahan materi pokok
rencana tata bangunan dan lingkungan.
3. Memudahkan pengembangan desain sesuai dengan visi dan arahan
karakter lingkungan yang telah ditetapkan.
4. Memudahkan pengelolaan, pengendalian pelaksanaan dan
pengoperasian kawasan sesuai dengan visi dan arahan karakter
lingkungan yang telah ditetapkan.
5. Mencapai intervensi desain kawasan yang berdampak baik, terarah
dan terukur pada suatu kawasan yang direncanakan.
6. Mencapai integrasi elemen desain yang berpengaruh pada
perancangan kawasan.
Materi rencana umum mempertimbangkan potensi serta mengakomodasi
komponen rancangan kawasan sebagai berikut: 1) Struktur Peruntukan Lahan;
2) Intensitas Pemanfaatan Lahan; 3) Tata Bangunan; 4) Sistem Sirkulasi dan
Jalur Penghubung; 5) Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau; 6) Tata Kualitas
Lingkungan; dan 7) Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan.
Struktur Peruntukan Lahan adalah komponen rancang kawasan yang
VII - 33
guna lahan yang telah ditetapkan dalam kawasan perencanaan tertentu
berdasarkan ketentuan dalam rencana tata ruang wilayah. Komponen Struktur
Peruntukan Lahan terdiri dari beberapa hal sebagai berikut:
a. Peruntukan Lahan Makro. Merupakan rencana alokasi penggunaan
dan pemanfaatan lahan pada suatu wilayah. Peruntukan lahan makro
disebut juga dengan tata guna lahan. Peruntukan ini bersifat mutlak
karena telah diatur pada ketentuan dalam rencana tata ruang wilayah.
b. Peruntukan Lahan Mikro. Merupakan peruntukan lahan yang
ditetapkan pada skala keruangan yang lebih rinci termasuk secara
vertikal berdasarkan prinsip keragaman yang seimbang dan saling
menentukan. Hal yang diatur adalah peruntukan lantai dasar, lantai
atas, maupun lantai basement serta peruntukan lahan tertentu.
Peruntukan lahan tertentu berkaitan dengan konteks lahan
perkotaan-perdesaan, konteks bentang alam atau lingkungan konservasi, ataupun konteks
tematikal pengaturan pada spot ruang bertema tertentu. Dalam penetapan
peruntukan lahan mikro masih terbuka kemungkinan untuk melibatkan berbagai
masukan desain hasil interaksi berbagai pihak seperti perancang atau penata
kota, pihak pemilik lahan, ataupun pihak pemakai atau pengguna atau
masyarakat untuk melahirkan lingkungan dengan ruang yang berkarakter sesuai
dengan konsep struktur perancangan kawasan. Penetapan ini tidak berarti
mengubah alokasi tata guna lahan pada aturan rencana tata ruang wilayah yang
ada, namun berupa tata guna yang diterapkan dengan skala keruangan yang
lebih rinci.
Dalam penataan struktur peruntukan lahan, prinsip penataan strukturnya
adalah sebagai berikut:
1. Secara fungsional meliputi:
a. Keragaman tata guna yang seimbang saling menunjang (compatible)
VII - 34
b. Pola distribusi jenis peruntukan yang mendorong terciptanya
interaksi aktivitas;
c. Pengaturan pengelolaan area peruntukan;
d. Pengaturan kepadatan pengembangan kawasan dengan
pertimbangan daya dukung dan karakter kawasan serta variasi atau
pencampuran peruntukan.
2. Secara fisik meliputi:
a. Estetika , karakter, dan citra kawasan;
b. Skala ruang yang manusiawi dan berorientasi pada pejalan kaki
serta aktivitas yang diwadahi;
c. Dari sisi lingkungan meliputi keseimbangan kawasan perencanaan
dengan sekitarnya, keseimbangan peruntukan lahan dengan daya
dukung lingkungan, serta kelestarian ekologis kawasan.
Tata Bangunan adalah produk dari penyelenggaraan bangunan gedung
beserta lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi berbagai
aspek termasuk pembentukan citra atau karakter fisik lingkungan, besaran, dan
konfigurasi dari elemen blok, kaveling atau petak lahan, bangunan, serta
ketinggian dan elevasi lantai bangunan. Elemen tersebut ditata untuk
menciptakan dan mendefinisikan berbagai kualitas ruang kota yang akomodatif
terhadap keragaman kegiatan yang ada, terutama yang berlangsung dalam
ruang publik.
Tata bangunan juga merupakan sistem perencanaan bagian dari
penyelenggaraan bangunan gedung beserta lingkungannya termasuk sarana
prasarana pada suatu lingkungan binaan sesuai dengan peruntukan lahan yang
diatur dengan aturan tata ruang yang berlaku dalam RTRW Kabupaten / Kota
VII - 35 Komponen Tata Bangunan yaitu:
1. Pengaturan Blok Lingkungan yaitu perencanaan pembagian lahan
dalam kawasan menjadi blok dan jalan, dimana blok terdiri atas petak
lahan atau kaveling dengan konfigurasi tertentu.
2. Pengaturan Kaveling atau Petak Lahan yaitu perencanaan
pembagian lahan dalam blok menjadi sejumlah kaveling atau petak
lahan dengan ukuran, bentuk, pengelompokan dan konfigurasi
tertentu. Pengaturan ini terdiri atas: a) bentuk dan ukuran kaveling, b)
pengelompokan dan konfigurasi kaveling; dan c) ruang terbuka dan
tata hijau.
3. Pengaturan Bangunan, yaitu perencanaan pengaturan massa
bangunan dalam blok atau kaveling. Pengaturan ini terdiri atas: a)
pengelompokna bangunan; b) letak dan orientasi bangunan; c) sosok
massa bangunan; dan d) ekspresi arsitektur bangunan.
4. Pengaturan Ketinggian dan Elevasi Lantai Bangunan yaitu
perencanaan pengaturan ketinggian dan elevasi bangunan baik pada
skala bangunan tunggal maupun kelompok bangunan pada
lingkungan yang lebih makro (blok atau kawasan). Pengaturan ini
terdiri atas: a) ketinggian bangunan; b) komposisi garis langit
bangunan; dan c) ketinggian lantai bangunan.
Prinsip pengendalian tata bangunan adalah sebagai berikut:
1. Secara fungsional meliputi optimalisasi dan efisiensi, kejelasan
pendefinisian ruang yang diciptakan, keragaman fungsi dan aktivitas
yang diwadahi, skala dan proporsi ruang yang berorientasi pada
pejalan kaki, fleksibilitas, pola hubungan atau konektivitas, kejelasan
orientasi dan kontinuitas, kemudahan layanan dan menghindari
eksklusivitas.
2. Secara fisik dan non-fisik meliputi pola, dimensi dan standar umum;
estetika, karakter dan citra kawasan; kualitas fisik; dan ekspresi
VII - 36
3. Dari Sisi Lingkungan meliputi keseimbangan kawasan perencanaan
dengan sekitar, keseimbangan dengan daya dukung lingkungan,
kelestarian ekologis kawasan, dan pemberdayaan kawasan.
Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau merupakan komponen rancang
kawasan, yang tidak sekedar terbentuk sebagai elemen tambahan ataupun
elemen sisa setelah proses rancang arsitektural diselesaikan, melainkan juga
diciptakan sebagai bagian integral dari suatu lingkungan yang lebih luas.
Penataan sistem ruang terbuka diatur melalui pendekatan desain tata hijau yang
membentuk karakter lingkungan serta memiliki peran penting baik secara
ekologis, rekreatif dan estetis bagi lingkungan sekitarnya, dan memiliki karakter
terbuka sehingga mudah diakses sebesar-besarnya oleh publik.
Komponen penataan sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau adalah
sebagai berikut:
1. Sistem ruang terbuka umum (kepemilikan publik aksesibilitas publik);
2. Sistem ruang terbuka pribadi (kepemilikan pribadi aksesibilitas
pribadi);
3. Sistem ruang terbuka privat yang dapat diakses oleh umum
(kepemilikan pribadi aksesibilitas publik);
4. Sistem pepohonan dan tata hijau;
5. Bentang alam meliputi pantai dan laut, sungai, lereng dan perbukitan,
puncak bukit dan pegunungan;
6. Area jalur hijau meliputi kawasan sepanjang sisi dalam daerah milik
jalan, sepanjang bantaran sungai, sisi kiri kanan jalur kereta,
sepanjang area dibawah jaringan listrik tegangan tinggi, jalur hijau
yang diperuntukkan sebagai jalur taman kota.
Prinsip penataan sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau adalah sebagai
berikut:
1. Secara fungsional meliputi: pelestarian ruang terbuka kawasan;
VII - 37
proporsi ruang yang manusiawi dan berorientasi bagi pejalan kaki;
sebagai pengikat lingkungan atau bangunan; sebagai pelindung,
pengaman dan pembatas lingkungan atau bangunan bagi pejalan
kaki.
2. Secara Fisik dan Non-Fisik meliputi: peningkatan estetika, karakter
dan citra kawasan; kualitas fisik; kelengkapan fasilitas penunjang
lingkungan.
3. Dari sisi lingkungan meliputi: keseimbangan kawasan perencanaan
dengan sekitar; keseimbangan dengan daya dukung lingkungan;
kelestarian ekologis kawasan; dan pemberdayaan kawasan.
Tata Kualitas Lingkungan merujuk pada upaya rekayasa elemen kawasan
yang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu kawasan atau sub-area dengan
sistem lingkungan yang informatif, berkarakter khas, dan memiliki orientasi
tertentu. Komponen penataan kualitas lingkungan terdiri dari:
1. Konsep identitas lingkungan, yaitu perancangan karakter lingkungan
yang dapat diwujudkan melalui pengaturan dan perancangan elemen
fisik dan non-fisik lingkungan atau subarea tertentu. Pengaturan ini
terdiri dari: tata karakter bangunan atau lingkungan; tata penanda
identitas bangunan atau lingkungan; dan tata kegiatan pendukung
secara formal dan informal (supporting activities).
2. Konsep orientasi lingkungan, yaitu perancangan elemen fisik dan
non-fisik guna membentuk lingkungan yang informatif sehingga
memudahkan pemakai untuk berorientasi dan bersirkulasi.
Pengaturan ini terdiri atas: sistem tata informasi (directory signage
system) dan sistem tata rambu pengarah (directional signage system).
3. Wajah Jalan yaitu perancangan elemen fisik dan non-fisik guna
membentuk lingkungan berskala manusia pemakainya pada suatu
ruang publik berupa ruas jalan yang akan memperkuat karakter suatu
blok perancangan yang lebih besar. Pengaturan ini terdiri atas: wajah
VII - 38
dan ruang bagi pejalan kaki (pedestrian); tata hijau pada penampang
jalan; elemen tata informasi dan rambu pengarah pada penampang
jalan; dan elemen papan reklame komersial pada penampang jalan.
Prinsip penataan tata kualitas lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Secara Fungsional meliputi informatif dan kemudahan orientasi;
kejelasan identitas; iIntegrasi pengembangan skala mikro terhadap
makro; keterpaduan atau integrasi desain untuk efisiensi; konsistensi;
mewadahi fungsi dan aktivitas formal maupun informal yang beragam;
skala dan proporsi pembentukan ruang yang berorientasi pada pejalan
kaki; dan perencanaan tepat bagi pemakai yang tepat.
2. Secara fisik dan non-fisik meliputi: penempatan pengelolaan dan
pembatasan yang tepat dan cermat; pola, dimensi dan standar umum;
peningkatan estetika, karakter dan citra kawasan; kontekstual dengan
elemen penatan lain; kualitas fisik menyangkut kenyamanan pejalan
kaki, kenyamanan sirkualsi udara, sinar matahari dan klimatologi; dan
kelengkapan fasilitas penunjang lingkungan seperti street furniture
berupa kios, tempat duduk, lampu, material, perkerasan dan
sebagainya.
3. Secara lingkungan meliputi: keseimbangan kawasan perencanaan
dengan sekitar; pemberdayaan berbagai kegiatan pendukung
informal.
4. Dari sisi pemangku kepentingan meliputi: kepentingan bersama antar
pelaku kota dan berorientasi pada kepentingan publik.
Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik
suatu lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat
beroperasi dan berfungsi sebagaimana mestinya. Sistem prasarana dan utilitas
lingkungan mencakup jaringan air bersih dan air limbah, jaringan drainase,
jaringan persampahan, jaringan listrik, jaringan telepon, sistem pengamanan
VII - 39
Komponen Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan antara lain
mencakup sektor berikut ini:
1. Sistem jaringan air bersih yaitu sistem jaringan dan distribusi
pelayanan penyediaan air agi penduduk suatu lingkungan, yang
memenuhi persyaratan bagi operasionalisasi bangunan atau
lingkungan, dan terintegrasi dengan jaringan air bersih secara makro
dari wilayah regional yang lebih luas.
2. Sistem jaringan air limbah dan air kotor yaitu sistem jaringan dan
distribusi pelayanan pembuangan atau pengolahan air buangan
rumah tangga, lingkungan komersial, perkantoran, dan bangunan
umum lainnya yang berasal dari manusia, binatang atau
tumbuh-tumbuhan untuk diolah dan kemudian dibuang dengan cara
sedemikian rupa sehingga aman bagi lingkungan, termasuk
didalamnya buangan industri dan buangan kimia.
3. Sistem jaringan drainase yaitu sistem jaringan dan distribusi
drainase suatu lingkungan yang berfungsi sebagai pematus bagi
lingkungan yang terintegrasi dengan sistem jaringan drainase makro
dari wilayah regional yang lebih luas.
4. Sistem jaringan persampahan yaitu sistem jaringan dan distribusi
pelayanan pembuangan atau pengolahan sampah rumah tangga,
lingkungan komersial, perkantoran dan bangunan umum lainnya, yang
terintegrasi dengan sistem jaringan pembuangan sampah makro dari
wilayah regional yang lebih luas.
5. Sistem jaringan listrik yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan
penyediaan daya listrik dan jaringan sambungan listrik bagi penduduk
yang memenuhi persyaratan bagi operasionalisasi bangunan atau
lingkungan dan terintegrasi dengan jaringan instalasi listrik makro dari
wilayah regional yang lebih luas.
6. Sistem jaringan telepon yaitu sistem jaringan dan distribusi