PENGEMBANGAN PEMUKIMAN NELAYAN
DI SEGARA ANAKAN CILACAP
Landasan Konsepsual Perancangan
Oleh :
£quavpi Satfii^uda
No. Mhs : 87340052
N I R M : 870051013116120050
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN
PERENCANAAN JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
DI SEGARA ANAKAN CILACAP
Landasan Konsepsual Perancangan
Diajukan Kepada Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam
Indonesia Sebagai Syarat Untuk
Meraih Gelar Sarjana
Teknik Arsitektur
Oleh :
Sffiiarpi Sati'ii/uda
No. Mhs : 87340052 N I R M : 870051013116120050
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN
PERENCANAAN JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing Utama
4
( Ir. Chuffran Pasaribu )
Pembimbing Pembantu
( Ir. H. Munichy. B. Edress. M. Arch )
tua Jurusan Arsitektur
rsitas Islam Indonesia/
kepada
bapak ibuku tercinta
yang telah memberiku segalanya
kepada
kakak dan adik-adikku sayang
kepada
i s t r i k u terkasih
yang slalu memberiku 'tantangan
RATA PENGANTAR
Pu j i dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah
S.W.T. yang karena dengan ridhaNya, laporan ini dapat
kami selesaikan.
Laporan Perencanaan dan Perancangan ini disusun
untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam rangka
menyelesaikan Tugas Akhir di Jurusan Arsitektur Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam
Indonesia. Pada dasarnya, penyusunan laporan ini
dilakukan dan disesuaikan dengan tuntutan yang sebagian
besar bersifat akadeiuis. Hal berarti ini sangat
tergantung kepada kemampuan akademis penyusun sendiri.
Karena kemampuan yang terbatas, maka laporan ini
dapat diselesaikan berkat bantuan beberapa pihak. Untuk
itu, pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak turut
membantu baik ssecara langsung mapun tidak langsung
dalam proses penyelesaian laporan ini, yaitu :
- Ir. H. Munichy BE. March, selaku Ketua Jurusan
Arsitektur UII dan sebagai dosen Pembimbing Pembantu.
- Ir. Chuffran Pasaribu, selaku dosen Pembimbing Utama.
- Ir. Wiryono Raharjo, selaku dosen Pembimbing
Pendamping.
- Staf dan Dosen dan Karyawan di Jurusan Arsitektur UII.
- Pihak-pihak dan rekan-rekan yang tidak dapat kami
langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian
laporan ini.
Penyusun menyadari adanya keterbatasan kemampuan
baik yang bersifat akademis maupun non akademis yang
menyebabkan laporan ini terasa masih jauh dari sempurna.
Untuk itu, kritik dan saran selalu penyusun harapkan.
Akhir kata, penyusun mengharapkan semoga Laporan
Perencanaan dan perancangan ini dapat bermanfaat
sebagaimana mestinya, terutama bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Yogyakarta, November 1994
penyusun
DAFTAR ISI
him.
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah l
1.2. Permasalahan 3
1.3. Tujuan Perencanaan 6
1.4. Lingkup Pembahasan 7
1.5. Metoda Pembahasan 8
1.6. Sistematika 9
BAB II TINJAUAN TENTANG PEMUKIMAN DESA NELAYAN
2.1. Pengertian 12
2.2. Kondisi Sosial Ekonomi 14
2.3. Potensi Fisik 15
2.4. Kondisi Fisik Lingkungan Perumahan.. 16
2.5. Kebijaksanaan dan Program 17
BAB III TINJAUAN SEGARA ANAKAN CILACAP
3.1. Gambaran Umum Kampung-kampung Nelayan di
Segara Anakan, Cilacap 20
3.1.1. Faktor Manusia 20
3.1.2. Faktor Fisik 23
3.1.3. Faktor Eksternal 26
3.2. Gambaran Umum Desa Panikel 30
3.2.3. Faktor Eksternal 3g BAB IV ANALISA 4.1. Faktor Manusia 4q 4.2. Faktor Fisik 43 4.2.1. Tata Ruang 43 4.2.2. Rancangan Bangunan 50 4.2.3. Prasarana Lingkungan 52
4.2.4. Proses dan Organisasi Membangun 59
4.3. Faktor Eksternal qq
BAB
V
KESIMPULAN
62
BAB
VI PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
6.1. Lingkup Besaran Wilayah^ 64 6.2. Pendekatan Interaksi Kegiatan 64^
6.3. Pendekatan Peruangan 66^
6.4. Pendekatan Tata Ruang
73 „
6.5. Pendekatan Tata Lingkungan Desa Nelayan di '
Segara Anakan
76
6.6. Pendekatan Sistem Struktur dan ^
Environment Bangunan 81
BAB VII KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
7.1. Konsep Dasar Pemikiran 84
7.2. Konsep Tata Ruang Makro 85
7.3. Konsep Dasar Tata Lingkungan 90 7.4. Konsep Dasar Penampilan Fisik Bangunan 90
7.5. Konsep Dasar Sistem Struktur
91
DAFTAR PUSTAKA
94
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Segara Anakan merupakan daerah kuala (muara) yang berbentuk danau dipinggir laut (estuarine lagoon) dimana
kondisi
lingkungan
setempat
(geologis,
geografis,
meteorologis, hidrologis) sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan laut di sekitarnya (Samudra Indonesia).
Kawasan perairan ini merupakan perkampungan nelayan tradisional yang terletak dalam jalur transportasi air yang menghubungkan Kali Pucang (Jawa Barat) dan kota Cilacap (Jawa Tengah). Wilayah ini
termasuk dalam kecamatan Kawunganten, Kabupaten Cilacap.
Segara Anakan juga dapat dikatakan sebagai daerah
pesisir mengingat suatu batasan yang mengatakan bahwa :
Wilayah Pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dengan laut ; kearah darat wilayah pesisir
meliputi bagian daratan (baik kering ataupun terendam air) yang masih dipengaruhi sifat-sifat
pasang-surut laut, angin laut dan perembesan air
asin. Sedangkan kearah laut wilayah pesisir
meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat
seperti penggundulan hutan dan pencemaran.2^
Penduduk setempat masih membawa pola kebudayaan
air yang mewarnai perilaku kelompok serta mendasari
terbentuknya pola hunian diatas air yang bertahan hingga saat ini.
Akibat gejala perubahan alam yang tak bisa di
hindari, Segara Anakan yang dahulu merupakan lingkungan perairan seluruhnya, sekarang telah menjadi lingkungan setengah daratan (semi terestrial). Pendangkalan terjadi dimana-mana akibat endapan (hasil erosi) yang dibawa
sungai-sungai yang bermuara di kawasan ini, terutama
bawaan sungai Citanduy yang mempunyai andil cukup besar.
Proses perubahan lingkungan yang terjadi ini telah
membawa pengaruh pada segala aspek kehidupan masyarakat
Kampung Laut.
Dewasa ini pemukiman air di Segara Anakan di
hadapkan pada pilihan yang tidak mudah sehubungan dengan
gejala perubahan alam yang terjadi.
a. Berkurangnya luas perairan sebagai ladang usaha
mereka.
b. Beberapa kelompok pemukiman terisolir dan tidak mempunyai akses terutama pada saat permukaan air surut/turun.
c. Tidak adanya sarana dan prasarana lingkungan yang terencana dengan baik.
2)Pedoman Ujaiua Pengelolaan dan. Pengemhangan
Wilavah
dan sebagainya.
Hal ini mengakibatkan turunnya kondisi fisik dan
non fisik pemukiman setempat, yang telah menjadi
stereotype kebanyakan pemukiman air di Indonesia.
Eksistensi masyarakat setempat terancam dengan
keadaan ini. Pindah ke tempat lain/darat atau
transmigrasi sampai saat ini belum dapat memberikan
pemecahan yang tepat, pilihan yang pada prinsipnya belum
dapat diterima oleh mereka.
Alternatif lain, sebagai thesis proyek ini adalah
pengembangan pola kehidupan yang ada sekarang dengan menyertakan proses perubahan alam yang terjadi sebagai kendala yang dominan dalam perencanaan dan perancangan.
Pemecahan ini dituangkan dalam bentuk rencana dan
rancangan pola lingkungan fisik yang dapat menunjang
pengembangan sumber daya alam dan manusia itu sendiri.
Sehingga pengembangan pemukiman yang diusulkan tidak saja bertahan melainkan juga mampu memenuhi dan mengimbangi
standar-standar pemukiman yang diinginkan pemerintah.
1.2. Pernasalahan
Pemukiman sebagai wadah kehidupan manusia, bukan
hanya menyangkut aspek fisik saja, tetapi juga aspek sosial, ekonomi dan budaya dari penghuninya. Atau dengan kata lain meliputi : tempat tinggal/rumah, tempat kerja,
berbelanja, bersantai, wahana untuk bepergian dan
wisma, marga, karya, suka dan penyempurnaan.^)
Pemukiman yang dimaksud disini mempunyai
pengertian sesuai dengan tujjuan perencanaan yaitu :
Suatu tempat atau daerah dimana penduduk berkumpul
atau hidup bersama, dimana mereka dapat
menggunakan lingkungan setempat untuk
mempertahankan, melangsungkan dan mengembangkan
kehidupan mereka.^)
Masalah pemukiman manusia merupakan masalah yang
pelik, karena begitu banyaknya faktor-faktor yang saling
berkaitan dan tumpang tindih didalamnya. Oleh sebab itu dalam perencanaan dan perancangan pengembangan suatu pemukiman, diperlukan suatu perencanaan yang bersifat
menyeluruh (holistik), dalam arti banyak disiplin ilmu
yang terlibat didalamnya.
Sesuai dengan tujuan perencanaan yang ingin
dicapai dan bidang arsitektur yang penulis dalami, maka
dalam proyek tugas akhir ini tidak semua hal yang
tersebut diatas dapat dilaksanakan. Untuk itu ada beberapa batasan masalah yang di pegang dalam hal ini antara lain :
A. Unun
1. Kondisi sosial ekonomi, budaya dan kemampuan
3 )
Pola Tata D_ejsa., Laporan Akhir Penerapan Test
Plan 1978/1979, Bandung, Lembaga Penelitian Planologi,
Jurusan Planologi ITB,hlm.25.
4) Bintarto, Gecgrafi Desa, U.P. Spring, Yogyakarta,
pengembangannya dianggap sebagai latar belakang
yang melandasi perencanaan dan perancangan
arsitektur.
2. Faktor yang dominan dari perencanaan dan perancangan diambil dari kondisi perubahan alam yang terjadi, ekologis dan penerapan teknologi
tepat guna, yang dikaitkan dengan salah satu sarana
pengembangan masyarakat.
Dari sisi lain, kekurangan biaya merupakan salah
satu masalah dalam usaha pembangunan. Kemampuan
pemerintah terbatas dalam penyediaan dana/biaya. Oleh sebab itu dalam perencanaan dan perancangan proyek akhir
ini faktor biaya merupakan salah satu kendala.
Selain itu pemerintah tidak lagi sebagai penyedia dana yang dominan, akan tetapi lebih tertuju pada usaha mendukung, membantu memberikan fasilitas serta kemudahan kepada masyarakat. Sehingga mereka dapat menentukan dan membangun perumahan mereka secara swadaya dalam suatu
arah pembangunan terencana.
Untuk mencapai tujuan tersebut dan berdasarkan
atas kendala yang ada maka studi yang dilakukan
meliputi :
a. penyusunan program.
b. pengumpulan data dari : literatur, studi banding,
survey lapangan, interview dll.
d. analisa permasalahan.
e. p e r e n c a n a a n .
f. desain : - skematik desain
- pra rancangan
B. Khusus
1. Bagaimana merencanakan tata ruang dan tata letak bangunan yang terencana dengan baik agar tidak memberikan kesan slum/kumuh pada pemukiman nelayan.
2. Bagaimana merancang bangunan/rumah nelayan agar
sehat dan baik.
3. Bagaimana merencanakan tata bangunan yang baik
sehingga dapat memberikan ruang gerak yang
optimum.
4. Bagaimana merencanakan akses bagi pemukiman nelayan
di Segara Anakan.
1.3. Tujuan Perencanaan
Suatu desain arsitektur dikatakan berhasil, dalam
arti yang optimal digunakan harus akrab dengan pemakai.
Anggapan ini terjadi karena setting yang ada sesuai
dengan kehendak, aspirasi, adat dan tatacara hidup
pemakai dengan segenap dinamikanya.
Bila dikaitkan dengan judul yang diusulkan, maka
perilaku kelompok masyarakat dan pola perubahan
lingkungan alam setempat menjadi kriteria perancangan
arsitektur yang mendasar.
Untuk itu salah satu tujuan dari tahapan
kegiatan dan kecenderungan perubahan dan perkembangannya, yang dikaitkan dengan fenomena perubahan alam yang
terjadi, yang menjadi pedoman perancangan dan berupa
syarat, kebutuhan serta kriteria perencanaan.
Sesuai dengan thesis yang dipilih dalam proyek
akhir ini, maka tujuan utama dari perencanaan dan
perancangan proyek akhir ini dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Merencanakan pemukiman nelayan yang memungkinkan
penyesuaian dengan gejala perubahan alam yang terjadi
serta dapat pula memanfaatkan secara optimum potensi
(alam dan manusia) yang ada.
2. Merencanakan pemukiman nelayan yang dapat
memanfaatkan daya dukung lingkungan bagi perkembangan lingkungan fisik dan non fisik kearah pengembangan
sektor sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat.
Kemudian memberikan wadahnya sehingga proses tersebut
dapat berlangsung.
3. Merencanakan tata letak perumahan dan hubungannya
dengan wadah kegiatan tersebut yang dapat meningkatkan
kualitas ruang, sehingga dapat pula memacu taraf dan kualitas kehidupan pemakai.
1.4. Lingkup Pembahasan
Sebelum survey dilapangan dan pengumpulan data
empirik, dilakukan studi literatur untuk mendapatkan
8
faktor eksternal/luar.**)
Untuk mendapatkan optimasi program maka dilakukan
klasifikasi informasi yang dibutuhkan, hal ini
dimaksudkan untuk memperoleh gambaran dari lingkup
permasalahan dan dukungan data yang diperlukan.
Klasifikasi informasi sesuai dengan pengkategorian yang dilakukan berupa :
a. faktor manusia :
aktifitas, perilaku, tujuan, organisasi, policy, interaksi dan preferensi.
b. faktor fisik :
lokasi, bangunan (fasilitas), fungsi-fungsi, kondisi
tapak, sirkulasi, lingkungan, struktur dan material. c. faktor eksternal :
sebagai kontrol yang berpengaruh dalam perencanaan dan perancangan antara lain, peraturan, keadaan a,lam, sumber energi dan pengelola.
1.5. Metoda Pembahasan
Pada prinsipnya rangkaian survey dan telaah-telaah
penunjang bertujuan memperoleh gambaran permasalahan
kampung-kampung nelayan setempat pada saat ini, kecenderungan perkembangan permasalahan, proses perubahan
yang terjadi sebelumnya sebatas toleransi dilakukan.
Pengamatan dan pengumpulan data untuk lingkungan
5)
Mickey
A Palmer,
The.
architect's
Gjiidjs.
£&
Facility. Programing, Architectural record Books, New
Segara
Anakan
secara
umum,
dan
secara
khusus
untuk
kelompok
masyarakat
nelayan
yang
diusulkan
sebagai
kelompok
sasaran.
Dalam laporan
ini
hasil
pengamatan
lapangan
secara umum untuk lingkungan Segara
Anakan
di
kemukakan
secara
terbatas
sesuai
dengan
lingkup
permasalahan itu sendiri.
Kerangka
pemaparan
dan
telaah
yang
dilakukan,
terutama bersumber pada pengkategorian faktor-faktor yang
mempengaruhi
perencanaan yaitu : faktor manusia,
faktor
fisik
dan faktor eksternal, seperti yang diusulkan
oleh
Palmer.
1.6. Sistenatika
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Permasalahan
1.3. Tujuan Perencanaan 1.4. Lingkup Pembahasan 1.5. Metoda Pemabahasan
1.6. Sistematika
BAB II. TINJAUAN TENTANG PEMUKIMAN DESA NELAYAN
2.1. Pengertian
2.2. Kondisi Sosial Ekonomi 2.3. Potensi Fisik
2.4. Kondisi Lingkungan Fisik Perumahan 2.5. Kebijaksanaan dan Program
BAB III. TINJAUAN SEGARA ANAKAN CILACAP
10
di Segara Anakan, Cilacap 3.2. Gambaran Umum Desa Panikel
BAB IV. ANALISA
4.1. Faktor Manusia
4.2. Faktor Fisik
4.2.1. Tata Ruang
4.2.2. Rancangan Bangunan
4.2.3. Prasarana Lingkungan
4.2.4. Proses Dan Organisasi Membangun 4.3. Faktor Eksternal
BAB V. KESIMPULAN
BAB VI. PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN
PERANCANGAN
6.1. Lingkup Besaran Wilayah
6.2. Pendekatan Interaksi Kegiatan
6.3. Pendekatan Peruangan
6.4. Pendekatan Tata Tuang
6.5. Pendekatan Tata Lingkungan Desa
Nelayan di Segara Anakan
6.6. Pendekatan Sistem Struktur dan
Environment Bangunan
BAB VII. KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
7.1. Konsep Dasar Pemikiran
7.2. Konsep Dasar Tata Ruang
7.3. Konsep Dasar Tata lingkungan
7.5. Konsep Dasar Sistem Struktur 7.6. Konsep Dasar Environment
BAB II
TINJAUAN TENTANG PEMUKIMAN DESA NELAYAN
2.1. Pengertian.
Desa nelayan merupakan salah satu type dari beberapa desa yang terdapat di Indonesia, seperti desa pertanian, desa perkebunan, desa perladangan, desa daerah
kehutanan dan desa pinggir kota.
Pada umumnya desa nelayan relatif lebih rendah
keadaan lingkungan hidupnya, baik di lihat dari kondisi
prasarana perumahan, kesehatan lingkungan hidupnya, dan
pendidikan.
Adapun pengertian desa nelayan yang lebih khusus
adalah
desa
yang
berbatasan
dengan
laut/sungai
(desa
yang
mempunyai
garis
pantai),
ataupun
yang
terletak diperairan karena itu desa nelayan ini tidak sama dengan keadaan sosial ekonominya dengan desa-desa
lain
dan jenis pekerjaan yang menjadi
pekerjaan
pokok,
antara lain :
a. desa
nelayan
yang
kegiatan
pokok
penduduknya
mengarungi lautan/melaut untuk mencari ikan.b. desa
nelayan
yang kegiatan
pokok
penduduknya
mengarungi lautan dalam kegiatan perdagangan.
c. desa nelayan yang mempunyai garis pantai, tetapi
kegiatan pokok hidupnya adalah menanam tanaman
bahan makanan.
d. desa
nelayan
yang
kegiatan
pokok
hidup
penduduknya berkaitan dengan kegiatan melaut
seperti : membuat ikan asin, terasi, membuat perahu, penangkap ikan dan sebagainya.
Ditinjau
dari
dasar kehidupan
masyarakat
yang
berbeda tersebut diatas, menyebabkan perbedaan pendapatan
perkeluarga dan keadaan sosial ekonominya. Mengingat desa
nelayan
yang berlokasi di daerah perkotaan
maupun
yang
berlokasi di daerah pedesaan pada umumnya mempunyai
ciri-ciri yang sama yaitu :
1. Pemukiman menempati lahan di tepi laut.
Hal ini dapat di mengerti karena :
a. dekat dengan tempat penambatan perahu.
b. dekat dengan laut, tempat pencaharian nafkah hidup.
c. dekat dengan tempat pengolahan dan pemasaran
ikan,
yang
biasanya
diletakkan
ditepi
pantai.
2. Lahan pemukiman pada umumnya landai.
Hal
ini disebabkan karena lahan di
tepi
pantai
tersebut
seringkali
terbentuk
dari
endapan
lumpur
dan pasir yang terbawa oleh arus
sungai,
tertimbun dimuara atau delta sungai, semakin lama semakin luas dan semakin padat sehingga dapat
14
3. Akibat dari landainya lahan permukiman
tersebut,
timbulah masalah mengenai tidak lancarnya aliran air buangan pada drainage. Hal ini dapat di
jumpai
pada hampir semua desa-desa nelayan
yang
berlahan landai.2.2. Kondisi Sosial Ekononi.
Secara umum kemampuan yang dimiliki oleh
masyarakat nelayan jauh lebih rendah di bandingkan dengan
masyarakat non nelayan. Pada umumnya penduduknya relatif
padat,
serta
lingkungan
tidak
sehat
ditambah
lagi
dengan
angkatan kerja yang kecil dari jumlah
tanggungan
angkatan
kerja. Banyak kasus putus sekolah
(drop
out)
pada
tingkat sekolah dasar, sedangkan mereka yang
dapat
menyelesaikan
sekolahnya
yang lebih
tinggi,
cenderung
lebih suka meninggalkan desanya untuk pergi ke
kota-kota (urbanisasi).
Adanya
struktur
pendapatan yang
tidak
seimbang
karena sistem bagi hasil yang tidak baik antara
pemilik,
nelayan dan buruh nelayan, sehingga pendapatan uang cukup
tinggi hanya
dinikmati oleh minoritas yang justru
bukan
masyarakat nelayan.Naik
turunnya
pendapatan
atau
penghasilan
masyarakat nelayan yang sangat berpengaruh terhadap sikap
dan kebiasaan mereka. Pengaruh naik turunnya
(fluktuasi)
penghasilan
tersebut sangat kuat terasa pada cara
hidup
berupa pemborosan (konsumtif) di musim panen besar dan meningkatnya pinjaman-pinjaman di musim paceklik.
2.3. Potensi Fisik.
Dilihat dari segi geografis menunjukkan bahwa
desa-desa nelayan merupakan daerah-daerah yang mempunyai potensi hasil ikan yang cukup tinggi. Adapun kegiatan penangkapan ikan tersebut hasilnya hasilnya dipasarkan untuk konsumsi lokal dan juga dipasarkan ke luar jawa.
Dan apabila dilihat dari strategi, desa nelayan
merupakan
daerah
yang rawan
dan
perlu
dikembangkan
untuk meningkatkan taraf hidup dan berarti pula untuk
meningkatkan ketahanan Nasional.
Adapun kondisi lingkungannya mempunyai pola
tertentu, dengan unsur-unsur utama berupa : - tempat tambat perahu.
- tempat penjualan/pelelangan ikan.
- tempat pemukiman/perumahan masyarakat nelayan.
Kondisi tersebut masing-masing berbeda, hal ini
berkaitan
dengan
pembinaan
suatu
daerah.
Disamping
potensi tersebut juga terdapat areal untuk tambak/budi
daya perikanan, udang dan kepiting.
Namun
demikian perlu perlu diketahui
bahwa
para
nelayan/petani ikan dalam melakukan kegiatan sehari-hari masih "tradisional" , dimaksud disini adalah masih
tergantung
sekali
pada gejala alam
sehingga
dampaknya
terlihat
pada
siklus
kehidupannya
yang
khas
bagi
masyarakat nelayan.Mengingat bahwa pola berpikir para nelayan yang
16
ketrampilan
serta rendahnya tingkat pendapatan
keluarga
nelayan pada umumnya dan ketrampilan untuk melaksanakan pemugaran rumah dan lingkungannya agak kurang. Hal ini di
karenakan sulitnya diperoleh bahan/material bangunan yang
dapat digunakan untuk pembangunan/pemugaran rumah dan lingkungan , mengakibatkan kondisi pemukiman desa
nelayan tidak sehat dan tidak teratur tata letak bangunannya.
2.4. Kondisi Fisik Lingkungan Perunahan.
Sebagian besar lokasi desa nelayan di pulau Jawa terletak di sebelah utara pulau Jawa sepanjang Laut Jawa
dan
sebagian
lagi terdapat pada pesisir
selatan
pulau
Jawa di sepanjang Laut Hindia (Indonesia).
Dilihat dari topografi merupakan daerah pesisir, hal ini akan mempengaruhi drainage lingkungan. Secara
umum
kondisi
perumahan dan lingkungannya
masih
sangat
sederhana serta tata letak perumahan yang masih mengelompok, hal ini juga dikarenakan kepadatan penduduk sangat tinggi.
Kesadaran
masyarakat akan kesehatan masih
sangat
kurang hal ini dapat dilihat dari keadaan sanitasi
lingkungan
perumahan
yang masih kurang
baik
dan
juga
penyediaan air bersih, kakus, pembuangan air limbah dan
sampah kurang diperhatikan.
Penghijauan di lingkungan perumahan masih kurang
mendukung sebagai jantung lingkungan, hal ini disebabkan
mengeringkan ikan.
Jalan lingkungan kondisinya kurang baik dan
kondisi jalan setapak atau jalan kampung yang fungsinya sebagai penghubung rumah ke rumah sangat buruk terbuat
dari timbunan tanah liat dan jalur papan seadanya.6^ Jalan tersebut tidak dilengkapi dengan saluran-saluran
pembuangan.
2.5. Kebijaksanaan dan Program ^
Kebijaksanaan dan program pembinaan perumahan
nelayan di dasarkan atas 3 (tiga) kelompok typologi desa sebagai berikut :
2.5.1. Kelompok Desa Nelayan yang
Terbelakang/Kritis.
Kondisi sosial, ekonomi dan masyarakat
nelayan ini pada umumnya adalah rendah sekali dan keadaan fisik perumahan dan
lingkungannya tidak memenuhi syarat baik
teknik maupun kesehatan.
Disamping itu adanya partisipasi masyarakat
untuk untuk pembangunan sangat rendah atau tidak memungkinkan sama sekali.
6 ^
Jalur tanah liat terdapat pada desa nelayan yang telah menjadi daratan ataupun semidaratan dengan cara
menimbun dengan tanah liat tanpa pengerasan. Sedangkan jalur papan hanya terdapat pada pemukiman nelayan yang masih menjadi perairan.
7)
Lnka. Karva Pembinaan Perumahan Neiavan.
Direktorat Perumahan Dirjen Cipta Karya 18-19 Desember, 1984.
18
Desa nelayan yang terbelakang/kritis
ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian
yaitu :
a. Keadaan ladang perikanannya tidak memungkinkan lagi untuk dikembangkan. Dalam hal ini maka pembinaan perumahannya perlu dikaitkan dengan
program transmigrasi atau program
pemukiman kembali yaitu dengan
memindahkan atau memukimkan kembali penduduknya pada daerah-daerah dimana
sumber perikanannya dapat memungkinkan
bagi masyarakat nelayan untuk
meningkatkan taraf kehidupan mereka ke
arah yang lebih baik.
b. Keadaan ladang perikanannya masih baik,
dan dapat dikembangkan. Untuk itu
pembinaan perumahan dapat dikembangkan dan diarahkan pada program perbaikan prasarana lingkungan.
2.5.2. Kelompok Desa Sedang/Menengah/Transisi.
Kondisi sosial, ekonomi fisik lingkungan desa ini lebih baik dari pada kondisi desa
terbelakang/kritis, kondisi perumahan,
prasarana lingkungannya dan fasilitas
lingkungan pada umumnya telah ada akan
disamping itu partisipasi
masyarakat
pada
typologi desa ini dinilai cukup baik,
baik
dari
segi tenaga, biaya
ataupun
lainnya.
Oleh
karena
itu
dalam
rangka
pembinaan/penataan
perumahan
nelayan
di
desa
diusulkan
berupa
program
perbaikan
rumah
dan
program
perbaikan
prasarana
lingkungan.
2.5.3. Kelompok Desa Maju.
Kondisi
sosial,
ekonomi
dan
fisik
lingkungan
desa
ini
cukup
baik,
tetapi
dalam
perkembangan masih
perlu
diarahkan
dan dikembangkan. Dan untuk pembinaan
desa
maju
ini
perlu
percontohan
rumah
dan
prasarana lingkungan sehat atau pembangunan
rumah-rumah
baru
(rumah
inti
dan
sub
BAB III
TINJAUAN SEGARA ANAKAN CILACAP
3.1 Gambaran
Unum
Kanpung-Kanpung
Nelayan
di
Segara
Anakan, Cilacap.
3.1.1. Faktor Manusia
Jumlah
penduduk
Segara Anakan
lebih
kurang
8000
jiwa,
belum
termasuk
gerumbul/sub
kampung
Majingklak
yang
terletak dimuara
Citanduy.
Jumlah
penduduk
Gerumbul Majingklak yang termasuk
propinsi
Jawa
Barat diperkirakan sekitar 2500 jiwa.
Sebagian
besar penduduk berusia muda, kira-kira 35% dibawah 15
tahun,
51
dari populasi
adalah
wanita.
Komposisi
keluarga
kira-kira
5,1
orang
mendekati
rata-rata
nasional. ^
Penduduk
dapat
dikatakan
homogen,
hanya
sebagian kecil saja pendatang, terutama yang
berasal
dari
Jawa
Barat. Ikatan kekeluargaan
sangat
erat,
dengan
semangat gotong-royong yang tinggi.
Semangat
gotong-royong
tersebut termasuk suatu
potensi
yang
baik
dalam
bidang
sosio
ekonomi,
terutama
dalam
perintisan usaha produksi lanjutan.
Dinas Statistik Kabupaten Cilacap, 1984-1985
Hampir
90%
penduduk memeluk
agama
Islam,
sisanya
menganut agama Kristen dan kemudian Budha. Ajaran
agama yang dianut belum sepenuhnya dijalankan secara
baik,
karena selain unsur relegius
magis
(takhyul,
tabu-tabu
khusus, sesajen dsb) yang masih
menguasai
hampir segala aspek kehidupan mereka, juga
kurangnya
sarana ibadah dan pendidikan agama.Kepercayaan dan rasa memiliki tanah/kawasan tersebut sangat kuat. Masyarakat Segara Anakan
percaya bahwa kehidupan yang lebih baik akan
diperoleh
bilamana
pulau Jawa
dan
Nusa
Kambangan
bersatu. Hal tersebut menyebabkan mereka bertahan dan enggan pindah/bertransmigrasi ke daerah lain.
Melalui program SD Inpres Pemerintah Pusat
telah memberikan minimal satu Sekolah Dasar untuk
tiap
gerumbul.
Sekolah lanjutan pertama
tidak
ada,
jumlah
Droup Out
Sekolah dasar relatif
tinggi.
Hal
ini disebabkan anak-anak harus meninggalkan sekolah guna membantu orang-tua mereka dan gadis-gadis menikah pada usia muda.
Hanya
beberapa
lulusan
Sekolah
Dasar
yang
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi.
Ada
beberapa
alasan;
pertama
sekolah
lanjutan
tersebut hanya ada di Kawunganten dan Cilacap atau
tempat-tempat
lain yang jaraknya cukup jauh.
Kedua;
mayoritas dari orang tua cukup miskin, sehingga tidak sanggup membiayai sekolah anak mereka. Hanya beberapa22
anak
saja
dari keluarga mampu
atau
yang
mendapat
beasiswa dapat melanjutkan sekolahnya.
Perikanan merupakan mata pencaharian utama
kehidupan
penduduk
daerah
ini.
Lebih
dari
90%
penduduk
adalah
nelayan.
Namun
karena
kualitas
ekologi
lagoon memburuk, dan
fasilitas
penangkapan
serta
teknologi yang digunakan kurang
memadai,
maka
produktifitasnya
berkurang. Produktifitas
dari
10%
penduduk
yang bekerja di sektor non
perikanan
juga
rendah, tetapi agak lebih tinggi dari nelayan-nelayan
tersebut. Produktifitas yang rendah dari sektor non
perikanan
ini adalah akibat pendidikan yang
rendah,
disamping
juga disebabkan oleh
fasilitas
pendukung
yang kurang dan kelangkaan modal.
Pada
musim
angin
barat
biasanya
terjadi
penurunan di sektor nelayan, dan pekerjaan pengganti
antara
lain
adalah menjual kayu bakar
dan
barang-barang produksi hasil rumah tangga (terasi,
tenunan,
membuat
perahu
dan
sebagainya).
Dalam
usaha
meningkatkan
taraf hidup mereka, beberapa
penduduk,
terutama
penduduk
kampung
Ujung
Alang
(Motehan,
Klaces) telah memulai menukar/menggabungkan pekerjaan
mereka
dari
nelayan ke
petani
dengan
menggunakan
kira-kira 400 hektar tanah timbul akibat
sedimentasi
untuk sawah atau tambak. Areal ini terletak sepanjang
utara pantai Nusakanbangan. Namun karena
diperolehpun masih kurang.
Tingkat kesehatan masyarakat rendah, hal ini
berkenaan dengan kekurangan gizi, kondisi hunian yang
buruk,
sistem sanitasi yang tidak
baik,
penyediaan
air
bersih
yang tidak cukup,
dan
ditambah
dengan
tidak adanya fasilitas balai pengobatan. Keadaan
ini
seperti yang telah diterangkan sebelumnya,
merupakan
salah satu faktor yang mengakibatkan turunnya kualitas
lingkungan setempat.3.1.2 Faktor Fisik
Segara Anakan telah menjadi kawasan
perkampungan air
selama beratus-ratus tahun.
Menurut
legenda
setempat,
nenek
moyang
masyarakat
Segara
Anakan
berasal
dari
prajurit-prajurit
kerajaan
Mataran.
Oleh
karena
itu
rasa
persaudaraan
dan
kebersamaan antar penduduk sangat erat.
Segara Anakan terletak sekitar 12.5 kilometer
sebelah
Cilacap Jawa Tengah. Perairan ini
merupakan
rawa payau terbesar di pulau Jawa. Hanya karena
terhalang
pulau Nusakambangan yang
menjadi
benteng
terhadap
kekuatan mekanis Samudra
Indonesia
dengan
ombaknya yang terkenal ganas perairan disini
relatif
tenang.
Kampung Laut, sebagaimana yang disebutkan
penduduk setempat, terdiri atas 3 desa utama :
- Ujung Alang, - Ujung Gagak dan
24
- Panikel.
Tiap
desa
utama dibagi
lagi
atas
beberapa
gerumbul. Ujung Alang terdiri atas Motehan dan
Kleces, Ujung Gagak dibagi menjadi Cibeureum dan
Karang Anyar, dan Panikel sendiri dibagi atas
Bugel,
Muara Dua dan Panikel.
Kawasan ini dulu termasuk wilayah kecamatan
kota
Cilacap. Namun sejak Kota Administrasi
Cilacap
terbentuk
tahun
1983,
ketiga
desa
yang
ada,
dimasukkan ke wilayah kecamatan Kawunganten Kabupaten
Daerah tingkat II Cilacap.
Masyarakat perairan di Segara Anakan mempunyai
preferensi
dalam
orientasi,
diwaktu
perkampungan
terapung
di
atas
perairan ke
semua
arah.
Dengan
terbentuknya
daratan-daratan
baru
(pendangkalan)
orientasi tersebut berubah kearah jalur lalu lintas
air yang utama.
Kontak
antara
penduduk
kota
(daerah
lain)
dengan
penduduk setempat pada saat sekarang
terjadi
di
sektor
perdagangan
dan
berlangsung
dipusat
niaga/perbelanjaan dapat dikatakan belum memenuhi
syarat dengan skala penduduk yang ada pada saat ini.
Namun didesa Ujung Alang dan Ujung Gagak,
sarana-sarana pelayanan lingkungan telah cukup baik. Selain
sarana-sarana Transportasi dan komunikasi ke
gerumbul-gerumbul yang ada didesa tersebut lebih mudah dibandingkan dengan gerumbul-gerumbul lain.
Untuk pusat perniagaan, sebagai tempat menjual
hasil produksi dan membeli kebutuhan pokok penduduk,
tidak ada untuk skala Segara Anakan. Untuk melakukan
kegiatan ini mereka harus pergi ke kota Cilacap,
Kawungaten atau Kalipucang yang pencapaian dan jarak
tempuhnya cukup lama.
Untuk kampung-kampung diperairan Segara Anakan
tidak dikenal sanitasi. Pengadaan air bersih
merupakan suatu permasalahan yang cukup serius dan permanen didaerah ini. Tidak ada mata air didesa-desa
tersebut kecuali di Klaces. Pada musim Hujan penduduk
Segara Anakan menampung dan menyimpan air untuk digunakan sehari-hari. Sedangkan pada musim kemarau
mereka harus mengambil air dari Nusakambangan, yang jaraknya cukup jauh. Sehingga sulit dicapai dengan
perahu biasa atau dapat juga dengan membelinya.
Bangunan-bangunan hunian umumnya bersifat sementara dengan sistem konstruksi dan penggunaan
bahan seadanya, yang rawan terhadap bencana alam.9) Sedangkan pada desa Ujung Alang dan Ujung Gagak
sebagian besar bangunan hunian sudah lebih
baik/permanen.
Pola pengadaan tenaga (energi) hanya
mengandalkan sumber sekali pakai. Aliran listrik
9 )
Dari serangkaian wawancara dengan masyarakat setempat, bencana angin sering melanda daerah tersebut, mengakibatkan sebagian besar bangunan yang ada rusak
T^Slffi
26
secara umum belum dikenal (kecenderungan akhir
memperlihatkan beberapa nelayan mampu membeli diesel untuk pemakaian secara kolektif), sebagian penduduk kampung perairan menggunakan petromaks atau pelita
untuk penerangan pada malam hari.
3.1.3 Faktor Eksternal
Segara Anakan merupakan muara dari banyak sungai. Dibagian barat Sungai Citanduy yang menjadi batas alam antara propinsi Jawa Barat dan propinsi Jawa Tengah. Dibagian barat terdapat celah yang disebut Teluk Maurizt yang memisahkan ujung barat
Pulau Nusakambangan dengan ujung timur Jawa Barat baagian selatan. Sedangkan sebelah timur dihubungkan dengan Kali Kembang Kuning yang akhirnya bermuara di perairan Cilacap. Jika boleh dibandingkan, pengaruh
air laut lebih besar didapat melalui celah barat.
Masalah pendangkalan Segara Anakan disebabkan
oleh sungai-sungai yang bermuara di perairan ini. Aliran sungai ke kawasan itu membawa hasil erosinya, sehingga mempercepat proses pendangkalan, terutama bawaan sungai Citanduy sejak terjadinya letusan gunung Galunggung yang berkepanjangan pada bulan
April 1982.
Pasangannya Samudra Indonesia mengakibatkan masuknya air laut melalui celah barat dan celah
timur. Saat itu merupakan periode masuknya mikrobiota
Karena pengaruh air laut lebih banyak melaui celah
barat, maka diperkirakan lebih banyak mikrobiota yang
masuk melalui celah ini.
Tetapi masuknya air laut sebagai pengaruh
pasang tidak selalu menguntungkan. melalui celah
Barat, air laut yang masuk ke Segara Anakan bergerak
melalui timur Majingklak kemudian terus bergerak
hampir sejajar garis pantai utara sampai disekitar
muara sungai cibeureum. Suatu arah arus yang sama
dialami diperairan Klaces ( kampung nelayan dipulau
Nusakambangan ) dan perairan Karang Anyar, kampung
yang serupa di tengah Segara Anakan.
Pada saat inilah, menurut penelitian Marto
Datun dari Fakultas Teknik Geologi Universitas Gadjah
Mada, terjadinya pelumpuran di Segara Anakan.
Material yang berasal dari Sungai Citanduy akan disebarkan ke arah timur dan timur laut, sedang dari
sungai Cibeureum akan disebarkan ke arah utara, timur
dan timur laut Segara Anakan yakni disekitar
Cibeureum, Bugel, Muara Dua, karang Anyar dan timur Klaces.
Sebaliknya pada saat surut, arus air di
perairan Segara Anakan bergerak melewati Kampung Laut terus memasuki Kali Kembang Kuning, daerah yang
letaknya sebelah tenggara. Pada bagian lain arus yang
lebih deras begerak ke arah Barat Daya melalui celah
28
dari daerah hulu dibawa ke muara sungai tersebut dan
kemudian dilepaskan ke laut bebas.10^
Poal pelumpuran seperti ini diperkirakan sudah
berlangsung paling tidak sejak setengah abad yang lalu.
Penelitian Hervey F. Ludwing Dr. Eng dkk,
mengungkapkan bahwa luas perairan Segara Anakan pada
tahun 1943 tercatat 51 km2 namun pada tahun 1971
tinggal 43 km=. Lima tahun kemudian akibat
pendangkalan yang tak terkendali, luas Segara Anakan
tinggal 32 km2. Pada tahun 1980 luas Segara Anakan
dilaporkan tinggal 28,5 km2.11)
Dengan melihat perkembangan selama 40 tahun,
para ahli menyimpulkan paling ekstrem memperkirakan
tinggal 55,5 km2, itupun hanya terbatas pada
daerah-daerah yang sangat dipengaruhi arus pasang naik dan arus pasang surut/alur-alur air utama.
Pendangkalan di Segara Anakan dipercepat pula
dengan perangkap-perangkap butir endapan yang berupa hutan bakau tumbuh, alat-alat yang digunakan pada
penangkapan ikan, pola perkampungan nelayan, dan
reklamasi yang dilakukan masyarakat pada perkampungan
mereka secara swadaya. Analogi ini penulis gunakan
' Segara Anakan, Segara Penderitaan. Kompas 13
Juli 1986, Hal. 2.
n)
Harvey
F.
Ludwig,
et
al,
££gJLr_a.
anaJLan
Environmental Monitoring and. Optimal Use. Planing Project. IHE ARD, Bandung, 1985, bab 5 hal. 4.
sebagai salah satu cara untuk mempercepat pendaratan
rancangan pemukiman yang diusulkan.
Hasil penelitian Purwito Marto Subroto Msc,
dan Ir. Achmad Sudrajat (1973) menunjukan bahwa
perairan Segara Anakan dengan kondisi penuh hutan
bakau, mempunyai potensi yang cukup besar di sektor
perikanan. Terutama perikanan udang, kepiting dan
beberapa jenis ikan tertentu seperti, belanak dan
lele dumbo.
Produksi ikan terutama ikan belanak, udang dan
kepiting pada kawasan ini menduduki tingkat produksi
paling tinggi. Selain itu kegiatan industri rumah
tangga menghasilkan terasi dengan bahan baku dari
hasil peikanan.
Curah hujan dikawasan ini cukup tinggi terutama pada
bulan Agustus hingga Februari. Kelembaban udara
berkisar 80% sampai dengan 85%, kecepatan angin cukup
tinggi, terutama pada musim barat banyak rumah yang
rusak karenanya.
Hutan-hutan yang ada di kawasan ini merupakan
cadangan/sumber baku bahan bangunan dan energi yang
boleh dikatakan belum dimanfaatkan secara maksimal
(hutan bakau, sagu, kayu, dan kelapa). Meskipun
demikian diperlukan suatu peraturan preventif untuk
menjaga keseimbangan ekologi setempat.
Dengan pengembangan sebagian kawasan Sagara
30
diperkenalkan sistem sanitasi dan buangan untuk mencegah pencemaran/pengotoran lingkungan lebih lanjut.
3.2 Ganbaran Unum Desa Panikel
Keadaan Desa Panikel yang terpencil dan terisolir serta daya dukung lingkungan yang kurang
menunjang untuk pemukiman. Selain itu kondisi fisik
dan non fisik pemukiman rendah, merupakan alasan utama pemilihan masyarakat desa tersebut sebagai studi kasus rencana pengembangan. Disamping itu keadaan tersebut juga merupakan fokus perhatian Pemda
Tingkat II Cilacap saat ini.
Rencana Pemda setempat untuk memindahkan
penduduk desa Panikel ini ke Cikerang (Desa Bantarsari) belum memberikan pemecahan yang tepat, karena pemindahan ini akan menimbulkan dampak-dampak (sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya) yang tidak
selalu menguntungkan.
Untuk itu, dalam menentukan lokasi penerapan pengembangan yang diusulkan harus dipilih salah satu tempat dilingkungan Segara Anakan yang dianggap cukup potesial, dengan kemudahan sarana transportasi dan komunikasi serta daya dukung lingkungan yang memadai. Berikut ini dikemukakan kesimpulan tentang
keadaan yang ada sekarang dan kecenderungan
perkembangan dari masyarakat Kampung Nelayan Panikel yang dipilih sebagai studi kasus rencana pengembangan.
Ada beberapa hal yang berlaku umum telah dijelaskan pada butir sebelumnya, tidak dipaparkan lagi.
Bagian terakhir dari kesimpulan yang merupakan rekomendasi unutk tahapan rancangan, dipaparkan pada berikutnya.
3.2.1 Faktor Manusia
Desa Panikel yang terdiri atas tiga gerumbul ,
yaitu: Panikel, Bugel, dan Muara Dua. Desa tersebut
pada saat ini berpenduduk sekitar 1255 jiwa, dan
hampir seluruhnya adalah penduduk asli. Pendatang
adalah guru sekolah dan petugas-petugas penyuluhan. Lebih dari 90% penduduk mencari nafkah sebagai nelayan tradisional, sisanya sebagai pedagang,
peternak atau penjual jasa (tukang).
Dilihat dari pertumbuhan kelompok-kelompok nelayan di segara Anakan, orang Panikel mempunyai
asal-usul yang sama dengan kelompok-kelompok lain dan
gerumbul Panikel merupakan cikal bakal desa Panikel.
Dalam perkembangannya terjadi penyebaran keluarga-keluarga di gerumbul Panikel ke gerumbul Bugel &• Muara Dua, serta beberapa ke gerumbul-gerumbul lain di Segara Anakan sampai akhirnya membentuk kondisi perkampungan yang ada sekarang.
Pada Kampung Laut yang terdiri atas beberapa
gerumbul, ikatan kelompok masih erat, norma-norma
mengenai kebiasaan dan cara berkeluarga serta
32
maupun peraturan yang dikeluarkan pemuka desa, dan
sebagiannya benar-benar diikuti.
Ada beberapa ciri masyarakat asli Kampung Laut antara lain: ikatan kelompok sangat erat, semangat gotong-royong tinggi, tahyulisme menjiwai masyarakat,
memegang tradisi dan kepecayaan kuat terhadap
tanah/kawasan tersebut, sistem perekonomian subsistem
dan konsumtif orientasi kerja dilaut, cenderung
bermalas-malasan manakala didarat, acuan hidup masa lampau, menutup diri dan berorientasi pada stabilitas
yang cenderung menolak perubahan.12^
Dari serangkaian wawancara dan pengamatan,
tiga ciri terakhir tidak lagi menonjol. Sehingga
gagasan dari rencana pengembangan lebih mudah dilakukan (diantisipasi).
Nilai-nilai yang ada dalam masyarakat
tradisional seperti: berfikir berdasarkan pengalaman
dan intuitif, Pengelolaan sumber daya mengikuti yang
ada sebelumnya (kebiasaan), tenaga kerja yang
bersifat generalis, sistem perekonomian yang
mempunyai ciri subsistem (cukup memenuhi kebutuhan
dasar), konsumtif dan berorientasi pada stabilitas
12 )
Kesimpulan dan ciri-ciri ini hasil analisa dari
serangkaian survey dan wawancara dengan mayarakat
yang
cenderung
menolak perubahan
13\berlaku
pula
pada masyarakat Kampung Laut.
Kecenderungan akhir, akibat perubahan alam
terjadi pergeseran dari pola kegiatan ekonomi
monokultur (nelayan tradisional) ke nelayan petani,
nelayan pedagang, atau nelayan jasa. Karena
terbatasnya kemampuan untuk mengelola pemasaran dan
sarana penunjang lainnya, maka hasil yang didapat
belum memenuhi harapan.
Walaupun telah ada beberapa pola kegiatan
ekonomi, namun dapat dikatakan pembagian kerja dalam komunitas masih sederhana.
Nilai kekerabatan adalah patrilinial, dengan ikatan keluarga yang cukup erat sampai empat generasi kebawah. Ikatan kelompok yang sangat erat, tidak semata berdasarkan faktor genetik melainkan juga faktor kesamaan teritorial (dalam satu gerumbul).
Perkembangan terakhir menunjukkan memudarnya
dominasi ikatan marga (antar famili) dan meningkatnya kemandirian peran dan otonomi keluarga inti dalam
komunitas. Hal ini dapat dilihat dengan adanya membangun/membuat rumah baru untuk keluarga-keluarga yang baru kawin. Selain itu adanya kebiasaan keluarga
13)
Jujun S. Surya Sumantri, Masalah Sosial
Bjid.
JLaiuui 2QQQ. Pembangunan Sosial Budava Secara Terpadu. Tiara Wacana, Yogyakarta, 1986, hal 49-55.
34
untuk keluarga-keluarga yang baru kawin. Selain itu
adanya kebiasaan keluarga untuk memugar atau
membangun kembali rumah-rumah mereka dalam 2-3 tahun
sekali. Oleh sebab itu dalam menentukan
perkembangan/pertumbuhan unit hunian potensi ini akan
diperhitungkan.
Kepemimpinan kelompok Desa Panikel sama halnya
dengan desa-desa lain di Segara Anakan, berada secara
formal di tangan kepala desa, yang dipilih dalam jangka waktu tertentu. Disamping Kepala desa, pemuka
agama, tetua maysarakat dan kaum terpelajar merupaka kelompok yang cukup berpengaruh bagi masyarakat desa.
Golongan ini merupakan salah satu mata rantai yang penting bagi operasional gagasan penerapan pengembangan.
3.2.2 Faktor Fisik
Desa Panikel terletak dibagian utara lagoon
Segara Anakan. Dengan adanya proses pendangkalan perairan yang berlangsung dengan cepat dikawasan ini.
Kelompok hunian yang sebelumnya terletak diatas
permukaan air dan dapat dicapai dari semua arah
dengan
perahu,
kini menjadi
pemukiman
darat
yang
dikelilingi hutan mangrove dengan kanal-kanal alami yang terbentuk oleh alur-alur perahu sebelumnya.
Kanal-kanal ini terutama pada saat pasang naik
berfungsi sebagai alur lalu lintas penduduk untuk mencapai unit hunian mereka. Tetapi sebaliknya
diwaktu surut, kanal-kanal ini tidak berfungsi dengan
baik.
Karena kanal-kanal tersebut tidak
cukup
dalam
bagi alur pergerakan perahu.Pola kampung terbentuk dari perletakan
hunian
yang
memanjang, membujur dari timur ke
barat,
yang
merupakan sumbu utama kampung.Sumbu-sumbu
skunder
yang
tegak
lurus
pada
sumbu
utama,
merupakan penghubung
antara
kelompok
hunian baru dengan kelompok yang ada sebelumnya (line
kelompok
hunian
baru, dibangun
apabila
pencapaian
ujung
barat
dan timur pada
line
sebelumnya
cukup
jauh).
Pergerakan antar hunian disamping lewat
jalur
air (baca.-kanal) dengan perahu, juga dilakukan
lewat
jerambah (baca:papan).
Masing-masing
unit
hunian
mempunyai
range
(kapling),sebagai
batas
milik/tanggung
jawab
keluarga, bentuk ini dapat dikatakan sebagai pengenal
dalam
perkembangan/pertumbuhan unit
hunian.
Ruang-ruang
hunian
yang
terjadi,
dimanfaatkan
secara
bersama
untuk
ruang
tambat
perahu
atau
simpan
peralatan.
Interaksi
antar
warga
sering
terjadi
di
pelataran luar hunian, sepanjang jalur papan,
tempat
tambat
perahu,
dermaga, atau ruang
bersama
warga.
Pelataran
hunian
selain
berfungsi
sebagai
tempat
tatap muka antar warga juga digunakan sebagai
tempat
36
jemur
(ikan, pakaian, dan sebagainya)
keluarga.
Pada level bangunan hunian umumnya pemisahan
fungsi kegiatan masih sederhana. Dapur, seperti
pada
umumnya rumah pedesaan, merupakan tempat produktif
keluarga, seperti tempat masakda tempat
gossip
antar
keluarga.
Komparteraentalisasi ruang pada sebagian besar
keluarga
tidak
begitu
dikenal.
Dapat
dikatakan,
privacy hanya terbatas pada ruang tidur. Perkembangan
terakhir
menunjukkan
bahwa
gejala
perkembangan
privacy, dan pembagian ruang telah menjadi kriteria
dalam penataan ruang.
Bangunan hunian pada desa Panikel pada saat
ini berujud bangunan tiang pancang (unutk tapak
yang
masih
dipengaruhi oleh pasang surut air
laut),
dan
bangunan
darat.
Untuk yang terakhir, karena
kondisi
tanah belum stabil umumnya terjadi penurunan sehingga
sering
dilakukan
perbaikan
sub
struktur
atau
penimbunan permukaan lantai dan dinding pada bangunan
tiang
pancang
umumnya terbuat dari
bahan
setempat
(kulit
kayu,
papan,
bilik.dan
daun
rumbia)
atau
bahan-bahan bekas.
Dari variasi atap yang ada, umumnya berbentuk
pelana
atau
perisai dengan penutup atap
dari
daun
rumbia,
ijuk atau genteng lokal.
Beberapa
keluarga
menggunakan
seng
sebagai
penutup
atap,
walaupun
sesuai
dengan
kondisi alam setempat.l4>
Metoda
konstruksi
utama
bangunan
adalah sistem
ikat
atau
sambungan
pasak/paku.
Untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih akurat tentang fungsi-fungsi kegiatan kelompok diperlukan pengamatan dalam skala ruang yang lebih luas. Dari
hasil bebrapa kali pengamatan dan wawancara
terhadap
masyarakat yang ada di kampung laut,khususnya desa
Panikel dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekonomi yang
berkaitan
dengan mata pencaharian pokok
berlangsung
secara sederhana:
Usulan pengembangan kegiatan ekonomi
lanjutan
(budi
daya
ikan, misalnya)
secara
hipotesis
akan
menyebabkan perubahan dalam pola hubungan
fungsional
dilingkungan
tapak.
Begitu
pula
halnya
dengan
pengembangan sistem prasarana lingkungan.
Pilihan-pilihan pengembangan yang diusulkan
(lihat
bahasan
dalam
bab
selanjutnya)
langsung
berkaitan
dengan
perencanaan tata ruang
di
Segara
Anakan
umumnya.
Untuk
itu,
pengembangan
yang
dilakukan
dalam
skala tapak dilokasi
yang
dipilih
sejak
awal harus memperhitungkan pengembangan
dalam
Kecenderungan untuk meniru hal-hal baru dan
mgin berbeda dengan yang lain, merupakan hal yang ada pa
kelompok mi sekarang. Hal ini dapat dijadikan indikasi
adanya
kecenderungan membuka diri dan menerima
pengaruh
38
Segara Anakan dan hubungannya keluar.
3.2.3 Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang sangat berpengaruh pada
perencanaan pengembangan adalah keadaan alam secara
umum serta kondisi perairan Segara Anakan yang sedang
mengalami perubahan, seperti yang dibahas pada butir 3.1.3.
Survey tambahan dilokasi tapak yang dipilih
adalah
arah
arus, pola alur lalu
lintas
air
yang
utama, dan prediksi pola pertambahan garis pantai/tanah timbul akibat pendangkalan pada pulau-pulau yang berdekatan. Pengetahuan yang didapat dari
survey itu merupakan salah satu masukan utama dalam penentuan orientasi massa-massa bangunan hunian dan
pola tata ruang lingkungan keseluruhan. 15>
Salah satu faktor Eksternal yang penting artinya bagi Segara Anakan sebagai zone pemukiman yang mempunyai kaitan kedepan adalah
restriksi-restriksi berupa peraturan beserta perangkatnya
yang
dibuat oleh badan-badan formal,
lokal, maupun
pusat.
Kenyataanya,
belum ada peraturan bahkan
policy
yang
jelas
mengenai
penanganan/perencanaan
(pengaturan,
15)
Dalam hal ini dilakukan studi perbandingan
peta-peta Segara Anakan skala besar, dari tahun 1900-tahun
terbaru 1984, untuk melihat pola pertambahan darat/garis
pantai dan perediksinya ke depan. Studi tentang arah arus
secara umum didapat dari laporan tim peneliti lain
(Harvey F. Ludwig dkk). Berdasarkan hasil ini dan
kecenderungannya, penulis membuat prediksi/asumsi ke depan.
standar, dan sebagainya yang berkenaan dengan tata guna perairan, bangunan, sistem utilitas, bahan dan
sebagainya), kawasan pemukiman seperti ini.-^^
Fase waktu (penjadwalan tahap-tahap
pengembangan, perkiraan saat awal dan akhir dari tiap
program atau tahapan) adalah salah satu masukan
antara dalam usulan pengembangan yang belum dapat di
tentukan secara terukur, mengingat kebutuhan,
kemampuan, dan kepuasan adalah faktor-faktor dinamis yang sulit ditentukan secara langsung dari
kelompok-kelompok yang terlibat.
Dengan adanya jangka waktu ini, khususnya dalam perencanan tata ruang dan perencanan fisik (termasuk perencanaan arsitektural), perencana diberi kesempatan unutk memperoleh persyaratan-persyaratan
perancangan yang sesuai dengan keinginan
kelompok/masyrakat setempat dalam perabuatan program
yang lebih spesifik sifatnya bagi keperluan
pengembangan jangka panjang.
. •L°^ Pengaturan, Standar, dan sebagainya yang
berkenaan dengan tata guna perairan, bangunan, sistem utilitas, bahan dan sebagainya : merupakan suatu bidang
study tersendiri. Sumber : Joko Sujarto, D_asax
Pertimbangan Penataan Ruang Qan Pengemhangan Qa^r^ Eaniai, PSLH ITB Bandung, 1980.
BAB IV
A N A L I S A
Pada bab sebelumnya telah dipaparkan secara singkat
keadaan sekarang dan kecenderungan dari faktor manusia,
faktor fisik dan faktor eksternal, pada skala Segara Anakan dan kampung Karang Anyar yang dipilih sebagai kelompok sasaran dari penerapan rencana pengembangan.
Berikut ini adalah beberapa kesimpulan program yang meliputi faktor manusia, fisik dan eksternal yang dipergunakan dalam tahap pra rancangan.
Adapun kesimpulan-kesimpulan yang dikemukakan di sini, terutama faktor manusia, bersifat prediksi (spekulatif), berdasarkan gejala-gejala awal yang ada sekarang serta gagasan dari pengembangan.
4.1. Faktor Manusia
Tahun 2014 ditentukan sebagai acuan dari perkembangan dan pergeseran nilai-nilai yang ada pada masyarakat, khususnya yang mungkin terjadi pada faktor manusia, hal ini untuk menunjukkan kemungkinan ekspresi fisik dari pengembangan pemukiman yang diusulkan.
Pada saat ini program pendidikan formal dan
17)Kondisi faktor manusia merupakan asumsi, dengan
memperhatikan Hakikat Pembangunan Nasional yang dikaitkan
dengan modernisasi masyarakat tradisional: Jujun S.
Suriasumatri, Op. Cit, him. 45-76.
informal
telah mencapai segala lapisan masyarakat,
arus
informasi yang intensif dan interaksi yang tinggi
dengan
dunia
luar
di
perkirakan
akan
membawa
pergeseran/perubahan dan perkembangan nilai-nilai
(sosial, budaya, dsb.) yang sudah ada sebelumnya.
Proyeksi sejumlah penduduk Kampung Laut sekitar
12.000 jiwa, dengan proyeksi jumlah penduduk desa Panikel
yang menempati rancangan pemukiman sekitar 1050 jiwa.
Sistem
kekerabatan
kelompok
tidak
lagi
dominan
sebagai
pengambil
keputusan
kolektif/urusan
kemasyarakatan. Fungsi ini diambil alih oleh
kelembagaan
baru
seperti
satuan
usaha
kolektif/koperasi,
satuan
hunian (RT,RW dan sebagainya).Spesialisasi
pekerjaan
anggota
masyarakat
sudah
mulai
berkembang. Penggunaan waktu yang lebih
produktif
sifatnya,
dan
orientasi
masyarakat
bergeser
ke
arah
kemajuan dan perubahan.Akan timbul proses dialog antara
nilai-nilai/kesadaran yang religius magis dengan fenomena
baru
yang rasional dan logis. Dari keadaan ini diperkirakan
akan
ada
proses pembentukan sikap dan gaya
hidup
kota
dengan
ciri
antara
lain
pemikiran
yang
rasional,
pentingnya privacy, tingginya motivasi pencapaian. Selain
itu lingkungan hidup yang nyaman dan sehat menjadi bagian
dari kehidupan mereka.
Pengelolaan sumber daya yang ada bergeser ke arah
42
ekonomis. Sehingga pola pemanfaatan lahan yang ada dan
pengembangan ekonomi yang diusulkan sifatnya lebih
produktif.
Pola kegiatan ekonomi yang diusulkan disesuaikan
dengan kondisi perubahan lingkungan alam yang terjadi, dan kecenderungan perkembangan kegiatan yang ada pada
masyarakat setempat.
Sebagai usulan untuk pengembangan kegiatan ekonomi utama (primer) disediakan lahan produksi mantap (budi daya tambak ikan, udang atau kepiting) yang berlokasi di luar lingkungan hunian. Selain itu sebagai penunjang penghasilan keluarga, lahan sisa pada masing-masing kapling hunian dijadikan lahan produktif rumah tangga (sekunder). Pilihan jenis kegiatan produksi rumah tangga (antara lain: hidroponic, kolam ikan, kebun sayur, pengeringan ikan, peternakan, dan sebagainya) ditentukan oleh masing-masing keluarga.
Secara hipotetis hubungan fungsional yang terjadi dari lingkungan tapak, dengan usulan pengembangan pola kegiatan ekonomi tersebut sebagai berikut
Areal budidaya tambak ikan kepiting/udang Kegiatan produksi rumah tangga Pasar Lokal/ an) regional
Untuk menetralisir tingkat individualistis masyarakat, dan nilai-nilai kolektifisme warga akibat
perencanaan lingkungan fisik dari (skala) hunian hingga (skala) tapak harus memberikan prioritas tinggi kepada interaksi tatap muka antar warga. Dalam hal ini pengelompokkan sosial (sub cluster, cluster, super
cluster dan seterusnya) dan pola interaksi sosial
sehari-hari dewasa ini berlangsung pada ruas-ruas publik (tempat tambat perahu, jalur papan, jerambah), dapat dipakai sebagai kriteria perancangan elemen lingkungan untuk
mengembangkan prinsip tersebut di atas. Selain itu
lingkungan pemukiman sampai batas tertentu harus mampu memelihara dan menciptakan ruang-ruang untuk kegiatan kolektif (misalnya: tambat perhu, unit pengelolaan air bersih/buangan, ruang-ruang bersama, dan seterusnya). 4.2. Faktor Fisik
Berikut ini adalah garis besar program fasilitas
untuk perkampungan nelayan di Segara Anakan & untuk
pemukiman yang direncanakan.
4.2.1. Tata Ruang
A. Lokasi
Dari persyaratan besaran luas yang diperlukan dan tujuan pengembangan yang diusulkan, maka ditetapkan lahan untuk penerapan rancangan terletak diperairan Karang Anyar. Daerah ini berjarak sekitar 28 km (2,5 jam perjalanan ferry) dari kota Cilacap, yang merupakan daerah tengah alur pelayaran antara
Cilacap dengan Kali Pucang.
£rtA bjstnuWfvun
adalah :
a. Daerah
tersebut
berdekatan
dengan
kampung-kampung nelayan yang lain, sehingga perwujudan
dari
rencana
fisik
pengembangan
dan
konsep
pengembangan lainnya dapat menjadi model bagi kampung-kampung terdekat. Selain itu fungsi-fungsi baru yang dikembangkan (misalnya pasar lingkungan) dapat digunakan bersama (interface). b. Potensi sumber daya alam yang masih mampu untuk
dikembangkan sebagai zone pemukiman.
c. Kondisi lahan masih berwujud perairan saat awal
penerapan rancangan pemukiman (diasumsikan lebih
kurang
lima
tahun
dari
sekarang),
sehingga
perencanaan dan perancangan model pengembangan
dapat menjawab konteks permasalahan (perubahan
air darat).
B. Program Fasilitas
Fasilitas-fasilitas publik yang dibutuhkan pada tingkat :
a. RT (250 penduduk)
- Warung,
diletakkan di tengah-tengah
kelompok
keluarga (TK dan ruang terbuka), radius pencapaian maksimum 500 M.
- Balai Pertemuan, diletakkan di tengah-tengah
kelompok
dan
dapat
digabungkan
dengan
fasilitas bersama lainnya.46
- Tempat bermain/lapangan terbuka dengan radius
pencapaian 500 M.
- Sarana transit/parkir perahu bersama.
b. RW (10 RT)
- 2 (dua) STK dan SD diletakkan di tengah-tengah
kelompok keluarga, dengan radius pencapaian
maksimal 500 M.
- Balai pengobatan, radius pencapaian maksimal lkm.
- Pusat penjualan hasil produksi/pasar lingkungan, diletakkan di pusat lingkungan
yang dapat digunakan secara bersama dengan
kelompok pemukim/desa lain.
- Pusat lingkungan (koperasi, pemerintahan, balai pertemuan, perpustakaan, masjid), berada
di pusat lingkungan.
- Marina (tempat tambat perahu), yang dapat
diletakkan
terpusat
atau
menyebar,
dengan
persyaratan:
* merupakan pelengkap dari pusat fasilitas
* dekat dengan fasilitas yang dilayani
* harus mudah dicapai dari sirkulasi lalu
.lintas air tanpa gangguan
c. Lingkungan (untuk skala Segara Anakan)
- SLP (dapat interface dengan kecamatan/kota) - Rumah Bersalin dan Puskesmas (interface dengan
- Apotik/rumah obat (interface dengan kecamatan/
kota)
- Balai pertemuan (desentralisasi dari tiap RW) - Pasar lokal/regional (dapat interface dengan
kegiatan kecamatan/kota
- Ruang terbuka dan lapangan olah raga
- Sarana pemerintahan dan pelayanan umum serta
hiburan
- Pelabuhan :
* pelabuhan utama
* pelabuhan sehari-hari
* pelabuhan pusat pengawetan/pengepakan
- Pusat pengadaan tenaga lingkungan
Kebutuhan ruang untuk tingkat model pemukiman
yang direncanakan diperinci sebagai berikut: - Luas total lahan (kapling rumah)
dan fasilitas RT : 12,50 ha
- Luas areal sarana penunjang
* sarana pendidikan (2 STK + 1 SD): 0,60 ha
* sarana kesehatan : 0,03 ha
* sarana pemerintahan, pelayanan
umum dan rekreasi : 0,06 ha
* langgar/masjid : 0,03 ha
* sarana niaga/perbelanjaan : 0,25 ha
18) Acuan silang: Pedoman Perencanaan Lingkungan
Perumahan Ko_La, DPU, DitJen Cipta Karya, DPMB, Bandung, 1979: Standar-stanriar Rencana Perkampungan. DPMB,
48
* perpustakaan
* ruang terbuka/bermain
* sirkulasi pejalan kaki dan jembatan * sarana transit/terminal 0,02 ha 0,125 ha 3,404 ha 0,50 ha Jumlah : 17,379 ha
Luas lahan produksi (budi daya ikan, udang
atau kepiting) dalam bentuk zoning ruang, di
luar lingkungan pemukiman diperkirakan ± 200,00
ha.
C. Pengendalian Pertunbuhan Lingkungan
Untuk mengendalikan lingkungan dari
perencanaan tata ruang jangka panjang diperlukan sasaran-sasaran antara pertahap pengembangan.
Variasi dan penyimpangan-penyimpangan sebagai
kemungkinan ekspresi kemampuan, kebutuhan dan keinginan tiap warga yang berbeda satu sama lain
dimungkinkan sejauh tidak keluar dari arahan makro
yang telah ditentukan.
Arahan tersebut antara lain mencakup hal-hal
ahan (budi daya) kemampuan hasil p
ehidupan ekonomi k diperkirakan sek oda dan pengolahan
ensif, lihat; etuniuk Petunink B_ .aillLLS. Budidava Dinas Perikanan P 1985-1986. 19) Luas 1 berdasarkan menunjang k lahan ini anggapan met secara i n t Budidava . ; P_ Petun.luk. 1 Sederhana), Jawa Barat, produks roduksi eluarga itar 0, budiday udidaya Udang ropinsi i utama d lahan yang (a 5 orang) 5 ha/KK, a tambak di IsJiiLis P_£ IMang. f inte Siiniiu. (Te Daerah Tin ihitung dapat Luas dengan lakukan rikanan nsiQ,; knologi gkat I