• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAREKAT SYA RIYYAH DI DUNIA MELAYU-INDONESIA: Kajian atas Dinamika dan Perkembangannya Melalui Naskah-naskah di Sumatra Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TAREKAT SYA RIYYAH DI DUNIA MELAYU-INDONESIA: Kajian atas Dinamika dan Perkembangannya Melalui Naskah-naskah di Sumatra Barat"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN DISERTASI

TAREKAT SYA

$ $



RIYYAH

DI DUNIA MELAYU-INDONESIA:

Kajian atas Dinamika dan Perkembangannya

Melalui Naskah-naskah di Sumatra Barat

Diajukan untuk memperoleh gelar Doktor dalam bidang Ilmu Pengetahuan Budaya

Program Studi Ilmu Susastra

di bawah pimpinan Rektor Universitas Indonesia dr. Usman Chatib Warsa, Ph.D., Sp.M.K.

dipertahankan di hadapan Sidang Akademik Universitas Indonesia pada hari Kamis, 11 September 2003, pukul 10.00 WIB

di Kampus Universitas Indonesia

OMAN FATHURAHMAN NPM. 9299010048

Program Studi Ilmu Susastra Program Pascasarjana Universitas Indonesia

(2)

Penjelasan Umum

Penelitian ini merupakan telaah mendalam atas naskah-naskah yang berkaitan dengan tarekat Sya‹‹Œriyyah, dengan fokus utama pada naskah-naskah Sya‹‹Œriyyah yang muncul dan berkembang di Sumatra Barat.

Dalam konteks Sumatra Barat ini, tarekat Sya‹‹Œriyyah, selain merupakan jenis tarekat paling awal datang, juga —dan ini yang paling penting— berkembang secara sistematis melalui surau-surau. Perkembangan tarekat Sya‹‹Œriyyah, dan juga tarekat lainnya, melalui surau ini dapat dianggap sebagai sesuatu yang khas di Sumatra Barat, karena, meskipun di wilayah lain, seperti Jawa, misalnya, tarekat juga sebagian berkembang melalui pesantren, tapi dapat dipastikan bahwa lebih banyak pesantren yang tidak mengembangkan tarekat dibanding yang mengembangkannya. Hal yang sebaliknya terjadi di Sumatra Barat, yakni bahwa hampir semua surau keagamaan menjadi basis pengembangan tarekat, dalam konteks penelitian ini, tarekat Sya‹‹Œriyyah, kendati penting dicatat bahwa, di pesantren-pesantren di Jawa yang tidak mengembangkan tradisi tarekat ini, ajaran-ajaran tasawuf, khususnya tasawuf amalinya Imam al-GhazŒl¥, tetap menjadi salah satu pelajaran penting.

Untuk melihat dinamika dan perkembangan tarekat Sya‹‹Œriyyah di Sumatra Barat, penelitian atas naskah-naskahnya menjadi sangat penting mengingat tradisi penulisan naskah-naskah Sya‹‹Œriyyah dalam bahasa Melayu Kitab di Sumatra Barat tersebut masih terus berlangsung, seiring dengan masih banyaknya pengikut tarekat ini yang menamakan dirinya kaum Syattari.

Dalam hal ini, sekali lagi penting disebut peran sentral surau yang, dalam konteks Sumatra Barat, telah menjadi salah satu komponen penting dalam pembentukan budaya masyarakatnya. Hal ini terjadi, karena melalui keberadaan dan peran surau lah, tradisi penulisan naskah-naskah keagamaan yang telah berumur ratusan tahun tersebut tetap berlangsung, dan menjadi bagian dari identitas kaum Syattari tersebut. Oleh karenanya, tidak mengherankan jika sejauh menyangkut tradisi penulisan dan penyalinan naskah-naskah keagamaan ini, peran surau menjadi sangat penting,. Dalam hal ini, surau di Sumatra Barat dapat dianggap sebagai semacam “skriptorium” naskah, yakni tempat di mana aktivitas penulisan dan penyalinan naskah-naskah keagamaan berlangsung.

Selain karena khazanah naskahnya yang cukup kaya, penelitian atas tarekat Sya‹‹Œriyyah di Sumatra Barat juga penting untuk melihat dinamika yang terjadi ketika tarekat ini bersentuhan dengan tradisi dan budaya lokal.

Metodologi dan Langkah-langkah Penelitian

(3)

Berkaitan dengan metodologi penelitian ini, penting dikemukakan bahwa, tidak seperti penelitian filologis pada umumnya, dalam penelitian ini tidak dilakukan suntingan atas satu teks tertentu, kendati tetap juga menghadirkan salah satu teks yang dianggap paling mewakili kelompoknya. Hal ini dilakukan karena beberapa pertimbangan:

Pertama, suntingan atas beberapa teks Sya‹‹Œriyyah yang menjadi sumber utama penelitian ini telah dilakukan dalam bentuk penelitian lain, baik yang dilakukan oleh penulis sendiri maupun oleh peneliti lain;

Kedua, tujuan pokok dari penelitian ini adalah untuk melihat dinamika dan perkembangan tarekat Sya‹‹Œriyyah melalui naskah-naskahnya. Dan, untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini meniscayakan dilibatkannya sebanyak mungkin naskah yang berhubungan

dengan tarekat Sya‹‹Œriyyah. Hal ini jelas tidak memungkinkan

dilakukannya suntingan teks yang mengandaikan adanya satu teks saja dengan beberapa varian naskahnya;

Ketiga, substansi dari sebuah penelitian filologis sendiri sesungguhnya tidak hanya sekadar kritik teks, yang mencakup perbandingan berbagai bacaan dari naskah-naskah yang berbeda-beda, dan membuat silsilah naskah (stemma). Lebih dari itu, sebuah penelitian filologis idealnya juga sampai pada upaya mengetahui makna dari teks-teks yang dikajinya. Karena alasan inilah maka penelitian atas naskah-naskah Sya‹‹Œriyyah ini lebih fokus pada upaya untuk menempatkan pembahasan atas naskah-naskah tersebut dalam konteksnya, dan mengasumsikan keseluruhan naskah tersebut sebagai satu kesatuan yang tidak berdiri sendiri, dan tidak terpisah satu sama lain, baik dalam hal waktu, tempat maupun lainnya.

Adapun pendekatan kedua, yakni sejarah sosial-intelektual, dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai kajian atau analisis terhadap faktor-faktor sosial intelektual yang mempengaruhi terjadinya peristiwa sejarah itu sendiri. Dalam hal ini, tarekat Sya‹‹Œriyyah dengan berbagai doktrin dan ajaran dalam naskah-naskahnya ditempatkan sebagai faktor sosial intelektual yang turut menentukan sebuah perjalanan sejarah.

Pendekatan sejarah sosial-intelektual ini digunakan untuk menjadi semacam alat bantu untuk mengetahui makna terdalam dari teks-teks Sya‹‹Œriyyah yang dikaji, sehingga teks-teks tersebut dapat dipahami dalam konteksnya yang tepat. Dalam penelitian ini sendiri, yang dimaksud dengan sejarah sosial intelektual adalah rekonstruksi ajaran tarekat Sya‹‹Œriyyah yang terdapat dalam naskah-naskahnya, serta telaah atas dinamika dan perkembangannya di tengah-tengah gerakan keagamaan Islam di Sumatra Barat pada umumnya.

(4)

ekspresinya yang bersifat lokal. Oleh karenanya, naskah yang dilibatkan sebagai sumber utama dalam penelitian ini dihimpun sebanyak mungkin.

Dalam hal ini, ada 10 judul naskah di Sumatra Barat yang berkaitan dengan tarekat Sya‹‹Œriyyah, baik menyangkut aspek ajarannya maupun aspek kesejarahannya. Satu di antaranya berbahasa Arab, yakni salinan teks Tanb¥h al-MŒsy¥ karangan Abdurrauf al-Sinkili, sedangkan 9 naskah

lainnya berbahasa Melayu/Minangkabau yang ditulis oleh tiga orang ulama Sya‹‹Œriyyah di Sumatra Barat, yakni Imam Maulana Abdul Manaf Amin, H. K. Deram, dan Tuanku Bagindo Abbas Ulakan. Naskah-naskah tersebut adalah: Pengajian Tarekat, KitŒb al-Taqw¥m wa al-êiyŒm, RisŒlah M¥zŒn al-Qalb, Kitab Menerangkan Agama Islam di Minangkabau Semenjak Dahulu dari Syaikh Burhanuddin Sampai ke Zaman Kita Sekarang, Muballigul Islam, Inilah Sejarah Ringkas Auliyaullah al-Salihin Syaikh Abdurrauf (Syaikh Kuala) Pengembang Agama Islam di Aceh, Inilah Sejarah Ringkas Auliyaullah al-Salihin Syaikh Burhanuddin Ulakan yang Mengembangkan Agama Islam di Daerah Minangkabau, Sejarah Ringkas Syaikh Muhammad Nasir (Syaikh Surau Baru), dan naskah Sejarah Ringkas Syaikh Paseban al-Syattari.

Kemudian, karena untuk mengetahui sejauhmana dinamika

yang terjadi pada tarekat Sya

ā

riyyah di Sumatra Barat tersebut

diperlukan sumber-sumber lain yang lahir sebelumnya dan diyakini

menjadi acuan naskah-naskah Sya

ā

riyyah Sumatra Barat tersebut,

maka pembahasan atas kelompok naskah Sumatra Barat tersebut

dilakukan melalui kajian interteks dengan naskah-naskah

Sya

ā

riyyah yang lahir sebelumnya, dalam hal ini naskah-naskah

Arab dan Melayu yang muncul di Aceh pada kurun abad ke-17.

Naskah Arab yang dimaksud adalah

Tanb

ī

h al-M

ā

sy

ī

karangan

Syaikh Abdurrauf al-Sinkili, sedangkan naskah Melayunya adalah

naskah

Sya

ā

riyyah

, juga karangan al-Sinkili.

Bahkan, untuk melacak akar-akar pemikiran dan ajaran yang

terdapat dalam naskah-naskah Sya

ā

riyyah tersebut ke sumber yang

lebih awal lagi, dalam penelitian ini juga disertakan pembahasan

atas dua sumber Arab yang dianggap paling otoritatif berkaitan

dengan tarekat Sya

ā

riyyah. Sumber Arab yang dimaksud adalah

kitab-kitab karangan dua guru utama al-Sinkili, yakni

Sim

al-Maj

ī

d

karangan Syaikh A mad al-Qusy

ā

sy

ī

(w. 1660), dan

It

ā

f

al-Z

ak

ī

karangan Ibr

ā

h

ī

m al-K

ū

r

ā

n

ī

(1614-1690).

Hasil-hasil Penelitian

(5)

dapat digunakan. Melalui penelitian atas naskah-naskah keagamaan lokal tersebut, gambaran tentang dinamika dan perkembangan Islam di suatu wilayah, dengan berbagai kekhasannya, dapat secara mendalam dikemukakan.

Sejumlah kajian atas naskah-naskah keagamaan yang telah dilakukan oleh sejumlah sarjana menunjukkan betapa besar sumbangsih naskah-naskah tersebut bagi dunia keilmuan, sehingga —selain memperkaya literatur keagamaan— hasil kajiannya pun seringkali menjadi rujukan utama para peneliti.

Penting ditegaskan bahwa kekayaan khazanah naskah Nusantara, termasuk di dalamnya naskah-naskah keagamaan, dan aktivitas kajian atas naskah-naskah tersebut, telah memungkinkan berkembangnya disiplin ilmu filologi, yang memang merupakan semacam “kunci masuk” ke dalam dunia pernaskahan, meski harus dicatat bahwa dalam perkembangannya hingga kini, para peminat dan peneliti naskah masih lebih sering memilih untuk memposisikan dirinya sebagai “penyedia” teks yang siap baca, dengan melakukan suntingan, transkripsi, terjemahan, dan analisis intrinsik atas naskah yang dikajinya; dan kemudian mempersilahkan para peneliti lain, khususnya sejarahwan, untuk melakukan pembacaan atas konteks sosial historisnya.

Menghadirkan teks yang siap baca memang merupakan salah satu tugas utama seorang filolog, karena teks-teks yang terdapat dalam naskah seringkali sulit diakses oleh pembaca kebanyakan, baik karena huruf atau bahasanya yang tidak banyak dikenal, atau karena terlalu banyak variannya sehingga perlu dilakukan pembuktian (verifikasi) terlebih dahulu. Oleh karenanya, tugas filolog untuk menyediakan teks yang siap baca tersebut sudah selayaknya tetap dilakukan.

Akan tetapi, yang penting digarisbawahi adalah bahwa aktifitas seorang filolog sesungguhnya bisa tidak berhenti pada tugas sebagai penyedia teks yang siap baca saja; karena sejauh pengamatan penulis, hal ini lah, antara lain, yang menyebabkan munculnya kesan bahwa bidang kajian pernaskahan ini “kering” dan membosankan, sehingga kurang banyak diminati. Dalam hal ini, penulis berpendapat bahwa menggabungkan dua aktivitas, yakni menghadirkan teks yang siap baca, dan melakukan sendiri pembacaan atas konteks sosial historisnya —meski tidak selalu mudah dilakukan— dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi para peneliti untuk mau terjun ke dalam kajian pernaskahan.

Dari segi metodologi, disertasi ini sendiri sesungguhnya dimaksudkan sebagai salah satu upaya untuk melakukan terobosan di atas, khususnya agar pendekatan dalam kajian naskah tidak mengalami kemandekan.

Melalui gabungan dua pendekatan, yakni filologis dan historis, di atas, penulis sampai pada beberapa kesimpulan, baik menyangkut saling silang hubungan antarnaskahnya, maupun menyangkut substansi konsep dan ajaran tarekat Sya‹‹Œriyyah yang merupakan kandungan isinya.

(6)

merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah satu sama lainnya— tersebut, selain ditujukan untuk memberikan pengajaran kepada para anggota tarekat, juga ditulis oleh pengarangnya masing-masing dalam, atau untuk menjelaskan, konteks tertentu, khususnya berkaitan dengan adanya penolakan terhadap gerakan pembaharuan keagamaan Islam yang akhirnya melahirkan perdebatan antara Kaum Tua (tradisionalis) dan Kaum Muda (modernis).

Selain itu, melalui analisis intertekstual dengan naskah-naskah Sya‹‹Œriyyah yang muncul sebelumnya, diketahui bahwa naskah-naskah Sya‹‹Œriyyah di Sumatra Barat ini jelas terhubungkan terutama melalui hubungan intelektual di antara para penulisnya, mulai dari Syaikh Aúmad al-QusyŒsy¥, Syaikh IbrŒh¥m al-K´rŒn¥, Syaikh Abdurrauf al-Sinkili, sampai kepada para penulis di Sumatra Barat yang terhubungkan melalui salah satu murid utama al-Sinkili, yakni Syaikh Burhanuddin Ulakan.

Adapun menyangkut ajaran tarekat Sya‹‹Œriyyah di Sumatra Barat, seperti tampak dalam naskah-naskahnya, secara umum masih melanjutkan apa yang sudah dirumuskan sebelumnya, baik oleh tokoh Sya‹‹Œriyyah di Haramayn, yang dalam hal ini diwakili oleh al-QusyŒsy¥, maupun oleh ulama Sya‹‹Œriyyah di Aceh, dalam hal ini diwakili oleh Abdurrauf al-Sinkili. Ajaran yang dimaksud terutama berkaitan dengan tatacara zikir, adab dan sopan santun zikir, serta formulasi zikir.

Akan tetapi, khusus menyangkut rumusan hakikat dan tujuan akhir zikir tarekat Sya‹‹Œriyyah, kecenderungannya tampak berbeda. Dalam hal ini, rumusan hakikat dan tujuan akhir zikir dalam naskah-naskah Sya‹‹Œriyyah di Sumatra Barat tersebut cenderung lebih lunak dibanding ajaran al-QusyŒsy¥ maupun al-Sinkili sebelumnya. Jika naskah-naskah Sya‹‹Œriyyah karangan al-QusyŒsy¥ dan al-Sinkili masih mewacanakan konsep fanŒ, yakni peniadaan diri, atau hilangnya batas-batas individual

seseorang, dan menjadi satu dengan Allah, bahkan fanŒ ‘an al-fanŒ atau fanŒ ‘an fanŒih, yakni fanŒ dari fanŒ itu sendiri, sebagai hakikat dan tujuan akhir

zikir, maka naskah-naskah Sya‹‹Œriyyah di Sumatra Barat menegaskan bahwa hakikat dan tujuan zikir adalah “sekedar” untuk membersihkan jiwa agar memperoleh kedekatan dengan Tuhan, serta untuk membuka rasa agar memperoleh keyakinan dan kesaksian akan hakikat dan Wuj´d

-Nya.

Kecenderungan melunak ini bahkan lebih jelas lagi dalam hal rumusan ajaran tasawuf filosofisnya. Seperti tampak dalam naskah-naskah karangannya, al-K´rŒn¥ dan juga al-Sinkili misalnya, masih mengajarkan doktrin waúdat al-wuj´d, kendati rumusannya sudah lebih disesuaikan

dengan dalil-dalil ortodoksi Islam, sehingga doktrin waúdat al-wuj´d

yang sempat mendapat penentangan keras dari para ulama ortodoks— ini, lebih dapat diterima oleh banyak kalangan. Dalam naskah-naskah Sya‹‹Œriyyah di Sumatra Barat, ajaran waúdat al-wuj´d tersebut ternyata

(7)

gilirannya, sepanjang menyangkut tarekat Sya‹‹Œriyyah di Sumatra Barat, dan berdasarkan pada naskah-naskahnya yang dijumpai, ajaran tarekat Sya‹‹Œriyyah tanpa doktrin waúdat al-wuj´d ini menjadi salah satu sifat dan

kecenderungannya yang khas. Hal ini relatif berbeda dengan kesimpulan sejumlah sarjana sebelumnya, seperti B. J. O. Schrieke, Karel A. Steenbrink, Martin van Bruinessen, dan beberapa sarjana lainnya, bahwa tarekat Sya‹‹Œriyyah di Sumatra Barat merupakan kelompok tarekat yang paling giat mengembangkan ajaran waúdat al-wuj´d, dan berhadap-hadapan

dengan tarekat Naqsybandiyyah yang disebut sebagai pengembang doktrin waúdat al-syuh´d (kesatuan kesaksian).

Kemudian, sejak mulai berkembangnya pada abad ke-17, hingga kini, tarekat Sya‹‹Œriyyah telah tersebar ke berbagai pelosok di Sumatra Barat, mulai dari daerah Padang Pariaman dan Tanah Datar, menyusul kemudian daerah Agam, Solok, Sawah Lunto Sijunjung, Pasaman, dan Pesisir Selatan. Dengan demikian, tarekat Sya‹‹Œriyyah di Sumatra Barat telah melalui jalur persebarannya mulai dari daerah pantai pesisir sampai ke darek atau luhak nan tigo, yaitu: Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Lima Puluh Kota. Perkembangan jalur penyebaran tarekat Sya‹‹Œriyyah ini umumnya diikuti pula oleh persebaran naskah-naskah yang selalu menjadi pegangan para anggotanya, sehingga naskah-naskah Sya‹‹Œriyyah semakin bertambah jumlahnya dari waktu ke waktu.

Selain itu, kesimpulan lain yang dapat dikemukakan dalam kajian atas naskah-naskah Sya‹‹Œriyyah di Sumatra Barat ini adalah bahwa setelah bersentuhan dengan berbagai tradisi dan budaya lokal, ekspresi ajaran tarekat Sya‹‹Œriyyah menjadi sarat pula dengan nuansa lokal. Ajaran tentang hubungan antara tubuh lahir dengan tubuh batin misalnya, dirumuskan dalam apa yang disebut sebagai “pengajian tubuh”; demikian halnya dengan teknik penyampaian ajaran-ajaran tarekat Sya‹‹Œriyyah; selain melalui bentuk-bentuk yang konvensional seperti pengajian, ajaran-ajaran tersebut juga disampaikan dalam bentuk-bentuknya yang khas dan bersifat lokal, seperti kesenian salawat dulang misalnya. Masih yang bersifat lokal, di kalangan penganut tarekat Sya‹‹Œriyyah di Sumatra Barat ini juga berkembang apa yang disebut sebagai “Basapa”, yakni ritual tarekat Sya‹‹Œriyyah setiap bulan Safar di Tanjung Medan Ulakan, yang banyak dipengaruhi budaya lokal.

(8)

Lebih dari itu, karena tarekat Sya‹‹Œriyyah merupakan bagian tak terpisahkan dari Islam Indonesia itu sendiri, maka upaya untuk mengkaji sejarah, dinamika, dan perkembangan tarekat ini melalui naskah-naskahnya akan memberikan sumbangsih berharga bagi upaya rekonstruksi sejarah Islam Indonesia khususnya, dan sejarah kebudayaan Indonesia secara lebih menyeluruh, pada umumnya.

Akhirnya, dalam konteks dunia keilmuan, penulis ingin menegaskan bahwa disertasi ini sesungguhnya dimaksudkan sebagai gambaran dari gabungan dua tradisi penelitian: tradisi penelitian keagamaan dan tradisi penelitian ilmu-ilmu budaya (humaniora), khususnya yang memanfaatkan naskah (manuscripts) sebagai sumber utama kajiannya.

Di satu sisi, tradisi penelitian keagamaan (baca: Islam), telah banyak dikembangkan di sejumlah perguruan tinggi agama, seperti Universitas Islam Negeri (UIN), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Sekolah Tinggi Agama Negeri (STAIN), dan beberapa perguruan tinggi agama lainnya. Akan tetapi, sejauh ini, tradisi penelitian keagamaan tersebut seringkali tidak membumi, karena hanya berkutat pada teks-teks agama yang bersifat universal saja, dan belum memaksimalkan teks-teks yang bersifat partikular yang seringkali sarat dengan nilai dan budaya lokal, seperti naskah misalnya.

Di sisi lain, tradisi penelitian yang memberikan perhatian besar terhadap khazanah budaya semisal naskah ini, telah berkembang sedemikian rupa di sejumlah perguruan tinggi umum seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Andalas (Unand), Universitas Padjadjaran (Unpad), dan beberapa universitas umum lainnya. Hanya saja, sejauh ini, tradisi penelitian naskah tersebut belum memaksimalkan keberadaan naskah-naskah keagamaan, khususnya yang ditulis dalam bahasa Arab, yang jumlahnya relatif banyak tersebut.

Dalam kerangka untuk menggabungkan dua tradisi penelitian di atas itulah, disertasi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pentingnya.

Wa Alâahu a’lam bi al-Sawâb

Ciputat, 11 September 2003

(9)

BIODATA PROMOVENDUS

1. Nama Oman Fathurahman

2. Tempat/Tanggal Lahir Kuningan, 8 Agustus, 1969

3. Nama Ayah/Ibu H. M. Harun BA/Sukesih (alm)

4. Isteri Husnayah Al Hudayah

5. Anak Fadli Husnurrahman

Alif Alfaini Rahman

6. Kebangsaan Indonesia

7. Pendidikan Formal - Sarjana Bahasa dan Sastra Arab, Fak. Adab UIN Jakarta (1994) - Magister Humaniora, Pascasarjana UI (1998)

- Doktor, Pascasarjana UI (2003)

8. Pendidikan Informal - Pesantren Cipasung, Singaparna, Tasikmalaya (1984-1987)

- Pesantren Haurkuning, Salopa, Tasikmalaya (1987-1988)

- Pesantren Miftahul Huda, Manonjaya, Tasikmalaya (1988-1989)

9. Kemampuan Bahasa - Bahasa Indonesia (Bahasa Ibu) - Bahasa Inggris (baik)

- Bahasa Arab (baik sekali)

10. Keanggotaan dalam Kelompok Profesional

- Pengurus Pusat di Masyarakat Pernaskahan Nusantara

(1999-sekarang)

- Anggota/pengurus di Lembaga Kaligrafi Al-Quran (Lemka)

UIN Jakarta (1993-sekarang)

11. Pengalaman Bekerja

Tahun: Pekerjaan:

1989

Pedagang Asongan di Jakarta Tahun:

Pekerjaan:

1990

Editor Bhs Arab

di Penerbit Kalam Mulia, Jakarta Tahun:

Pekerjaan:

1996 – sekarang

Dosen di Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri (UIN), Jakarta Tahun:

Pekerjaan:

1996 – sekarang

Editor Jurnal Internasional Studia Islamika, PPIM UIN Jakarta

Tahun: Pekerjaan:

1997 – sekarang

Redaktur Jurnal Al-Turas, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Jakarta

Tahun: Pekerjaan:

1998 - hingga sekarang

(10)

Tahun: Pekerjaan:

2003-

Pembina di Pusat Studi Naskah-naskah Keislaman Nusantara (Pusnira), UIN Jakarta

12. Penelitian Kolektif

-

“Wacana Jender dalam Karya Sarjana Muslim

Indonesia Abad ke-20” Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta, kerjasama dengan The Ford Foundation, 2000-2001.

- “Program Pemeliharaan, Pelestarian Dan

Pemanfaatan Naskah-Naskah Islam Nusantara”, Departemen Agama, 2001. - “Budaya Good Governence dalam Masyarakat

Muslim Indonesia”, PPIM UIN Jakarta, kerjasama dengan The Ford Foundation, 2001-2002.

- “Barometer Indonesia untuk Konsolidasi Demokrasi” PPIM UIN Jakarta, bekerjasama dengan The Ford Foundation, Oktober-Nopember 2002.

13. Publikasi Buku-buku:

- Khazanah Naskah: Panduan Koleksi Naskah

Indonesia se-Dunia, Jakarta: EFEO & Yayasan Obor Indonesia, 1999 (bersama Henri Chambert-Loir).

- Menyoal Wahdatul Wujud: Kasus Abdurrauf

Singkel di Aceh Abad ke-17, Bandung: Mizan & EFEO Jakarta, 1999.

- Jawa Barat: Koleksi Naskah Lima Lembaga, Jakarta: EFEO & Yayasan Obor Indonesia, 1999 (editor).

Artikel-artikel Penting:

- “Filologi dan Penelitian Teks-teks

Keagamaan”, Al-Turas, volume 9, no. 2, 2003. - “Usûl Madhâhib Sûfiyyah

al-Muhaddathah (Neo-Sufisme) bi Indûnîsiyyâ: Mulâhazât ‘alâ Kitâb Ithâf al-Zakî li al-Shaikh Ibrâhîm al-Kûrânî, dalam Studia Islamika, vol. 9 no. 1, 2002, pp. 139-158.

- “Penulis dan Penerjemah Ulama Palembang: Menghubungkan Dua Dunia”, makalah dalam Seminar tentang “History of Translation in Indonesia and Malaysia, (Project of Association Archipel)”, Paris 1-5 April 2002.

(11)

- “Demokrasi dalam Tradisi Politik Islam Melayu: Mencari Hitam dalam Gelap” Jawa Pos, November 18, 2001.

- “Tradisi Intelektual Islam Melayu-Indonesia: Adaptasi dan Pembaharuan” dalam Studia Islamika, vo. 8. no. 3, 2001, h. 207-222. - “Transformasi Sistem Pendidikan Islam:

Pergulatan Identitas Muslim Melayu Patani” dalam Studia Islamika, vo. 8. no. 1, 2001, h. 181-203.

- “Penelitian naskah dan Rekonstruksi Islam Lokal”, makalah dalam Simposium

Internasional V MANASSA, Padang, Sumatra Barat, 28-31 Juli 2001.

- “Abdurrauf Singkel: Ulama Santun dari Serambi Mekkah” dalam J. B. Kristanto (ed.)

Seribu Tahun Nusantara, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2000, h. 457-469.

- “Dunia di Balik Tulisan Jawi: Akulturasi Budaya Melayu dan Islam” dalam Al-Turas, no. 11, 2000.

- “Penelitian Naskah-naskah Arab: Mengejar Ketinggalan” dalam Al-Turas, no. 08, 1999. - “Respon Abdurrauf Singkel Terhadap

Kontroversi Doktrin Wujudiyah:Kasus di Aceh Abad 17”,

dalam Mimbar Budaya, 15, 1999. - “Melacak Pola Pemikiran Tasawuf di

Referensi

Dokumen terkait

Aliran fisik yang terjadi di jaringan rantai pasok penghasil produk Susu Bendera adalah aliran bahan baku dari supplier ke PT FI dan PT FVI dan aliran produk jadi dari PT Tesori

Bercakap-cakap merupakan salah satu bentuk komunikasi antar pribadi. Berkomunikasi merupakan proses dua arah.. terjadinya komunikasi dalam percakapan diperlukan

Dengan diajarkan menu modifikasi kudapatan sehat untuk balita stunting diharapkan ibu balita lebih mengerti tentang menu kudapan yang mengandung gizi sehat untuk anaknya,

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan. peneliti untuk mengumpulkan

Dalam hal perkawinan beda agama dan pencatatan perkawinan ini terdapat beberapa contoh kasus perkara di Kota Surakarta yang telah mendapatkan penetapan oleh

1) Metode ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan ketrampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa. 2) Siswa memperoleh

In the implementation of Think Pair Share method to improve reading skill at eight-grade students of MTsN Kunir Blitar, the researcher closed to the students, gave

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “