FAKTOR EKONOMI SEBAGAI PENYEBAB PENGETATAN KEBIJAKAN MIGRASI SWEDIA TERHADAP PENGUNGSI TAHUN 2015
Oleh: Pelangine Pitaloka Dewa NIM: 071311233094
Abstrak
Swedia has been known as its open door policy towards immigrants, especially refugees. Economic stabiliy and the tolerance from both the people and government make it as one of the destination countries by refugees. But, refugee crisis that happened in 2015 led to the tightened Sweden’s migrant policy towards refugees. As the number of the refugees increased, Swedia began to face various internal problems. Economic security issue was one of the main concerns faced by Sweden government. As a member of Scandinavian countries, Sweden has its own welfare system, Nordic Welfare System. In that system, income taxes are pretty high, but also known for its generousity for public services such as free education and healthcare. Unemployment in the immigrants results on higher outcome and less income. Government expenditure for public services become higher while the income will be less. In other hand, refugee crisis costed Sweden government four times higher than the year before, only for settlement and food. The high number of refugees with low education and skill is not propotional to the contribution given. Then, those problems has led Sweden to tighten its migrant policy towards refugees.
Keywords: Sweden, refugees, unemployment
Swedia telah dikenal sebagai negara yang terbuka terhadap imigran, termasuk pengungsi. Kondisis ekonomi dan keramahan dari pemerintah serta masyarakatnya menjadikan Swedia sebagai salah satu negara tujuan dari imigran. Namun krisis pengungsi yang terjadi pada tahun 2015 membawa Swedia pada pengetatan kebijakan migrasi terhadap pengungsi. Seiring dengan semakin banyaknya imigran yang ada, terutama pengungsi, menyebabkan munculnya berbagai masalah dalam negeri. Keamana ekonomi menjadi salah satu masalah yang tengah dihadapai oleh Swedia. Swedia adalah negara yang menganut Nordic Welfare System. Dalam sistem tersebut, pajak pendapatan yang tinggi diberlakukan, namun juga memberikan biaya pelayanan sosial yang murah. Banyaknya imigran yang menganggur di Swedia menyebabkan keamanan ekonomi terganggu, terutama mengenai integrasi tenaga kerja. Pajak yang didapatkan oleh pemerinah tidak sebanding dengan biaya yang harus dikelurkan. Selain itu, pada saat krisis pengungsi terjadi, anggaran yang besar untuk pengungsi juga diperlukan. Banyaknya pengungsi yang masuk tidak sebanding dengan kontribusi yang diberikan. Pengangguran pada pengungsi disebabkan oleh rata-rata pendidikan yang rendah dibandingkan dengan masyarakat lokal Swedia, negara asal, dan terjadinya diskriminasi. Masalah-masalah tersebut kemudian menuntun Swedia pada pengetatan kebijakan migrasi untuk mengurangi jumlah pengungsi yang masuk.
Kata kunci: Swedia, pengungsi, pengangguran
Latar Belakang
Secara historis, Swedia telah terkenal ramah terhadap imigran, khususnya bagi para
yang datang ke Swedia disambut dengan baik, begitu pula dengan para pengungsi dari
negara-negara Balkan saat pada tahun 1990an.1 Karena sejarah Swedia dan
keterbukaannya terhadap pengungsi yang telah terjadi cukup lama, hal tersebut telah
menjadi kebanggaan tersendiri bagi warga Swedia. Saat banyak negara sedang menghadapi
masalah imigrasi karena banyaknya jumlah pengungsi, Swedia masih tetap membuka
pintunya. Menurut pemerintah Swedia, selain karena dasar kemanusiaan, melalaui
pemberian pelatihan dan pendidikan yang memadai, para pengungsi akan mampu
berkontribusi pada ekonomi negara pada kemudian hari.2 Keterbukaan Swedia tersebut
dapat dibuktikan dengan banyaknya pengungsi yang telah diterima hingga November
2015. Sepanjang tahun 2015 hingga pertengahan November, Swedia telah menerima
sebanyak lebih dari 160.000 orang pengungsi dan telah menjadi negara dengan penerima
jumlah pengungsi terbesar per kapita di antara negara-negara anggota Uni Eropa lainnya.3
Namun pada bulan November juga, Swedia mulai memberlakukan pengetatan kebijakan
migrasi mengenai pengungsi yang masuk. Setelah hampir satu abad membuka diri terhadap
pengungsi yang datang, pada November 2015 lalu, Swedia berbalik arah dengan
memperketat kebijakan imigrasi dan tidak lagi seterbuka seperti sebelumnya. Perbatasan
negara mulai dijaga ketat, pengecekan kartu identitas juga mulai dilakukan di wilayah
perbatasan dengan Denmark, yang merupakan jalur utama masuknya pengungsi, serta
pemberian ijin tinggal juga dibatasi.4
1 Andrew Brown, “Sweden and Denmark are Not All Warm Welcome and Cuddy Politics”,
https://www.theguardian.com/commentisfree/2016/jan/28/sweden-denmark-politics-immigration (diakses pada 5 Oktober 2016).
2
Ibid
3
Dan Bilefsky, “Sweden and Denmark Add Border Checks to Stem Flow of Migrants”,
http://www.nytimes.com/2016/01/05/world/europe/sweden-denmark-border-check-migrants.html?_r=0
(diakses pada 5 Oktober 2016).
4 The Local, “Sweden to End ID Checks at Border with Denmark”,
Pada saat krisis pengungsi terjadi, anggaran yang dihabiskan oleh pemerintah Swedia
untuk akomodasi dan pelayan lainnya bagi para pengungsi meningkat hingga empat kali
lipat, yaitu dari 1 milyar USD menjadi 4 milyar USD.5 Swedia merupakan negara yang
menganut sistem ekonomi berupa Nordic Welfare System. Pajak pendapatan yang tinggi
diberlakukan bagi warganya, namun juga memberikan pelayanan sosial seperti kesehatan
dan pendidikan dengan biaya yang rendah.6 Oleh karena itu partisipasi aktif masyarakat
dalam pasar tenaga kerja menjadi bagian yang penting. Namun sayangnya masalah
pengangguran yang kian meningkat belum dapat teratasi. Pada data tahun 2015, jumlah
total pengangguran di Swedia mencapai angka 7.1 persen yang mana pengangguran
imigran memiliki jumlah yang besar dan membawa integrasi tenaga kerja di Swedia
menjadi masalah yang serius. Dari jumlah total pengungsi yang masuk ke Swedia pada
tahun 2015 lalu yang mencapai lebih dari 160.000 orang, kurang dari 500 orang yang telah
mendapatkan pekerjaan hingga Mei 2016.7
Pengungsi dan Dampaknya
Secara garis besar, evolusi dari masuknya imigran ke Swedia dapat dibedakan menjadi dua
periode besar.8 Periode pertama yaitu imigrasi yang terjadi hingga tahun 1970an. Pada
periode pertama tersebut jumlah terbesar dari imigran merupakan labour migrants, imigran yang datang ke Swedia untuk mendapatkan pekerjaan, yang sebagian besar datang dari
negara-negara tetangga, salah satunya adalah Finlandia. Sejarah periode kedua masuknya
5 Margaret Wente, “Sweden’s Ugly Immigration Problem”,
https://beta.theglobeandmail.com/globe-debate/swedens-ugly-immigration-problem/article26338254/ (diakses pada 13 November).
6 Giang Ho dan Kazuko Shirono, “The Nordic Labor Market and Migration”,
https://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/2015/wp15254.pdf (diakses pada 3 Oktober 2017).
7 The Local, “Fewer Than 500 of 163.000 Asylum Seekers Found Jobs”,
https://www.thelocal.se/20160531/fewer-than-500-of-163000-asylum-seekers-found-jobs (diakses pada 26 April 2017).
imigran terjadi setelah tahun 1970 hingga sekarang. Pada periode kedua ini imigran yang
masuk ke swedia didominasi oleh imigran pengungsi.
Akibat dari perubahan demografi mengenai imigran tersebut, fokus dari kebijakan migrasi
Swedia juga ikut berubah. Pada tahun 1960an, kebijakan migrasi Swedia lebih banyak
membahas mengenai imigrasi.9 Pada tahun tersebut, tenaga kerja asing banyak memasuki
Swedia. Menurut Migration Board of Sweden, seseorang yang ingin bekerja di swedia
harus memiliki visa, dan untuk mendapatkan visa tersebut harus dipastikan bahwa bidang
pekerjaan yang diajukan dalam aplikasi visa tersebut memang dibutuhkan dalam pasar
tenaga kerja di Swedia. Seiring dengan menurunnya jumlah imigran ekonomi yang
memasuki Swedia sejak tahun 1980an, kebijkan migrasi Swedia juga mengalami
perubahan. Sejak tahun 1980an, kebijakan migrasi Swedia mulai banyak mengatur
mengenai kebijakan terhadap pengungsi akibat dari mulai banyaknya imigran pengungsi
yang masuk. Kebijakan terhadap pengungsi tersebut mencakup mengenai immigrant family
dan pencari suaka. Saat ini, kebijakan migrasi Swedia memiliki cakupan yang lebih luas
yaitu mengenai kebijakan imigran dan pengungsi, repatriasi, dukungan untuk repatriasi
serta hungan antara migrasi dan pembangunan.10
Tingginya jumlah pengungsi yang masuk semakin meningkat, sehingga pada tahun 2000,
pemerintah Swedia menerapkan aksi-aksi penolakan terhadap xenophobia, rasisme, dan
diskriminasi dengan menawarkan dukungan-dukungan sosial, pelatihan bahasa, dan tempat
tinggal terhadap pengungsi sebagai upaya integrasi antara pengungsi dan masyarakat lokal
Swedia. . Pada masa terjadinya Perang Irak, jumlah pengungsi di Swedia ikut meningkat.
Puncaknya adalah pada tahun 2006 yang lalu.11 Meninggalnya Saddam Hussein pada
9Migrant Integration Policy Index, “Sweden’s Migration Policy”,
http://www.mipex.eu/sweden-s-migration-policy (diakses pada 25 Desember 2015)
10
Ibid.
11 CNN website, “Key Dates in the Iraq War”,
Desember 2006 yang kemudian diikuti dengan masuknya 30.000 tentara Amerika Serikat
ke wilayah negara Irak yang dikatakan sebagai upaya pengembalian keamanan di Irak,
berdampak besar pada meningkatnya grafik imigrasi yang ada di Swedia. Setelah
gelombang besar masuknya pengungsi Irak, selanjutnya jumlah pengungsi yang datang ke
Swedia sempat mengalami penurunan. Dari data yang dikeluarkan oleh pemerintah
Swedia, pada tahun 2010, sebanyak lebih dari 31.000 orang pengungsi diterima oleh
Swedia, yang mana jumlah tersebut lebih besar sejak dua tahun sebelumnya. Sejak tahun
2013 lalu, tingkat imigrasi Swedia telah melebihi tingkat kelahiran dan kematian di negara
tersebut. Jumlah imigran yang menjadi kelompok tersebar adalah family reunification
migrants yang mana imigran yang telah datang sebelumnya kemudian berusaha membawa serta keluarganya untuk datang ke Swedia. Imigran lain yang juga menjadi kelompok
terbanyak merupakan pengungsi. Jumlah pengungsi yang masuk ke Swedia pada tahun
2013 mencapai 54.259 orang. Tahun-tahun setelah itu, Swedia terus mengalami
peningkatan jumlah pengungsi.
Datangnya imigran ke Swedia bukan hanya karena keterbukaan dan keramahan dari
pemerintah dan masyarakatnya saja, tetapi juga karena alasan keamanan ekonomi negara,
khususnya mengenai integrasi dalam pasar tenaga kerja. Swedia merupakan negara yang
menganut sistem ekonomi berupa Nordic Welfare System. Dengan sistem ekonominya
tersebut, Swedia memiliki jumlah hutang negara terkecil dibanding dengan negara-negara
lain dalam keanggotaan Uni Eropa.12 Swedia juga memiliki tingkat inflasi yang stabil dan
sistem banking yang sehat. Swedia memiliki perekonomi yang bagus, dengan GDP dan
GDP per kapita yang cukup tinggi. Bahkan, Swedia menjadi satu-satunya negara di Uni
Eropa yang mana tiap bagian wilayah dari negaranya memiliki tingkat GDP per kapita
yang lebih tinggi dibandingkan dengan GDP per kapita yang diperoleh Uni Eropa.
12
Pengungsi dan pencari perlindungan suaka memilih Swedia sebagai tujuan salah satunya
adalah karena keamanan keadaan yang ada, khususnya keadaan ekonomi. Selain itu,
sekitar enam persen dari imigran mengatakan memilih Swedia sebagai tujuannya karena
kemurahan pemerintah Swedia akan subsidi yang diberikan pada pengungsi yang diterima
di negara tersebut.13 Sedangkan alasan terbesar adalah karena kesempatan kerja yang bisa
didapat di Swedia karena pemerintah dan masyarakatnya yang ramah terhadap pengungsi.
Tingkat imigran yang tinggi pada suatu negara akan mempengaruhi pasar tenaga kerja.
Imigran yang masuk akan menyebabkan persaingan dalam pasar tenaga kerja menjadi
lebih tinggi. Pada pertengahan tahun 1970an integrasi pasar tenaga kerja di Swedia mulai
mengalami perubahan. Tenaga kerja yang merupakan imigran mempunyai tingkat
pengangguran yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat lokal Swedia
sendiri. Pada tahun 1977 tingkat pengangguran imigran Swedia meningkat hingga dua kali
lipat. Pada tahun 1990an, jumlah pengangguran di antara imigran adalah sebanyak tiga kali
lipat dari jumlah pengangguran yang dialami oleh masyarakat lokal Swedia. Pada tahun
2005 hingga 2006, angka pengangguran Swedia melonjak cukup tajam. Berikutnya, pada
tahun 2009 Swedia mengalami kenaikan tingkat pengangguran yang cukup tinggi yang
mencapai hingga 9 persen.
Sistem ekonomi Swedia yang bergantung pada pajak yang tinggi yang kemudian
memberikan kesejahteraan kepada masyarakat negara memerlukan partisipasi yang tinggi
pula dari aktifnya ekonomi dengan tenaga kerja yang kompetitif. Saat jumlah imigran yang
besar masuk ke Swedia, pemerintah negara perlu memberikan suatu solusi untuk dapat
membawa imigran tersebut dapat memasuki pasar tenaga kerja di Swedia secepatnya.
Sehingga kemudian para imigran tersebut tidak memberikan beban kepada negara terlalu
13The Local, “In Figures: Why do Asylum Seekers Come to Sweden”,
lama termasuk juga bagi para pengungsi. Pada tahun 2009 dan 2010, Swedia memiliki
jarak yang besar antara jumlah pekerja antara imigran dan masyarakat lokal. Pada tahun
tersebut, sekitar 63 persen imigran telah bekerja sedangkan masyarakat lokal yang
memiliki pekerjaan adalah sekitar 76 persen. Walaupun para pengungsi berbeda dengan
imigran ekonomi yang mana tujuan utama kepindahannya adalah untuk bekerja, imigran
pengungsi yang dilatarbelakangi oleh alasan kemanuasian juga diharapkan dapat cepat
berintegrasi dalam masyarakat, naik secara sosial maupun ekonomi. “Those who will be
granted a refugee status will need access to the labour market so as to foster their
integration and contribution to the host country economy”.14
Pengungsi yang masuk ke
Swedia pada umumnya akan mendapatkan pendidkan dan pelatihan terlebih dahulu.
Program-progam seperti pendidikan dan pelatihan keahlian serta bahasa disediakan oleh
pemerintah hingga dua tahun sejak kedatangan. Namun kemudian yang menjadi masalah
adalah walaupun telah mengikuti program-program tersebut, masih banyak dari pengungsi
yang belum juga berhasil mendapatkan pekerjaan. Dari banyaknya jumlah pengangguran
imigran yang ada di Swedia, imigran pengungsi menjadi kelompok pengangguran
terbanyak. Pemerintah Swedia pada akhir tahun 2010 telah mengeluarkan reformasi
kebijakan baru mengenai program pengenalan imigran. Program tersebut memberikan
edukasi dan pelatihan yang lebih spesifik kepada para imigran agar dapat bergabung dalam
pasar tenaga kerja lebih cepat sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Pemerintah juga
memberikan kursus bahasa pada para imigran hingga dan konsultasi yang disediakan
hingga selama dua tahun. Walaupun berbagai program telah dikeluarkan, angka
pengangguran di kalangan para imigran tetap tinggi. Pada tahun 2015, selisish tingkat
pengangguran di Swedia antara imigran dan masyarakat menjadi yang terbesar
dibandingkan dengan negara-negara di Eropa lainnya. Pada tahun 2015, sebesar 42 persen
14 OECD website, “Migration Policy Debates”,
pengangguran jangka panjang merupakan imigran yang artinya banyak pula imigran yang
telah berada di Swedia cukup lama namun belum juga mendapatkan pekerjaan yang tetap,
termasuk imigran pengungsi.
Dampak Krisis Pengungsi di Swedia
Sepanjang tahun 2015, Swedia telah menerima sebanyak 162.877 orang pengungsi dan
telah menjadi negara dengan penerima jumlah pengungsi terbesar per kapita di antara
negara-negara anggota Uni Eropa lainnya. Jumlah tersebut meningkat hingga dua kali lipat
dari jumlah total pengungsi yang diterima oleh Swedia pada tahun 2014.15 Penyumbang
pengungsi terbanyak adalah Suriah yang diikuti oleh Afganistan dan Irak. Walaupum
Swedia telah memiliki pengalaman yang panjang dengan migran, khususnya para
pengungsi, banyaknya pengungsi yang masuk pada saat krisis pengungsi pada tahun 2015
lalu menjadi angka terbesar dalam sejarah Swedia. Kurangnya integrasi pada imigran telah
menjadi masalah yang sedang dihadapi oleh negara-negara OECD, namun Swedia adalah
yang terparah. Sebanyak 48 persen imigran yang sudah memasuki umur angkatan kerja,
belum juga memiliki pekerjaan. Akibatnya, 58 persen dari anggaran kesejahteraan
masyarakat Swedia dihabiskan untuk imigran.16
Dari tingginya tingkat pengangguran imigran, sistem ekonomi Swedia yang menuntut
aktifnya tenaga kerja menyebabkan keamanan ekonomi terganggu. Lebih dari itu, dalam
memberikan fasilitas kepada pengungsi, pada tahun 2015, pemerintah Swedia telah
mengabiskan 4 milyar USD untuk berbagai pelayanan dan program-program bagi para
pengungsi. Anggaran dana bagi para pengungsi disediakan oleh pemerintah Swedia berupa
tempat tinggal atau tempat penampungan, makan dan kursus bahasa. Angka tersebut jauh
15 Dan Bilefsky, “Sweden and Denmark Add Border Checks to Stem Flow of Migrants”
http://www.nytimes.com/2016/01/05/world/europe/sweden-denmark-border-check-migrants.html?_r=0
(diakses pada 28 November 2017).
16 Margaret Wente, “Sweden’s Ugly Immigration Problem”,
lebih besar dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang hanya menghabiskan
sekitar 1 milyar USD.17 Seorang pengungsi dewasa menghabiskan sekitar 17 ribu USD per
tahun untuk biaya tempat tinggal dan makan. Jika pada tahun 2015 Swedia menerima
sebanyak 162.877 orang pengungsi, maka untuk biaya tempat tinggal dan makan mencapai
2,8 milyar USD dalam satu tahun.18 Peningkatan anggran bukan hanya datang dari dana
yang disediakan untuk pengungsi saja, tetapi juka dalam beberapa sektor lain seperti
pendidikan dan kesehatan yang juga diperlukan oleh pengungsi yang tinggal di Swedia.
Untuk dana dalam sektor pendidikan adalah sebesar 1 milyar USD per tahun dan untuk
sektor kesehatan adalah sebesar 1,6 milyar USD per tahun. Pada tahun 2017 diperkirakan
biaya yang dihabiskan akan mencapai 9.9 milyar USD.19
Swedia memiliki anggaran dana terbesar bagi pengungsi dibandingkan dengan
negara-negara lain yang merupakan anggota dari Uni Eropa.20 Pada tahun 2015 anggaran dana
yang dikeluarkan oleh pemerintah Swedia hampir setara dengan 0,5 persen dari GDP yang
dimiliki oleh Swedia pada tahun itu. Pada tahun selanjutnya, jumlah anggaran meningkat
hingga dua kali lipat dan setara dengan 1 persen dari total GDP Swedia tahun 2016.
Anggaran tersebut lebih besar dari Jerman yang memiliki jumlah pengungsi terbanyak dan
hanya menghabiskan 0,20 persen pada tahun 2015 dan 0,35 persen pada tahun 2016.
Sedangkan untuk rata-rata anggaran yang dikeluarkan oleh negara-negara anggota Uni
Eropa adalah 0,14 persen pada tahun 2015 dan 0,22 pada tahun 2016.
Pada tahun 2015 lonjakan pengungsi terjadi hingga dua kali lipat dari tahun sebelumnya.
Pada tahun 2014 jumlah pengungsi yang masuk sebanyak 81.301 orang sedangkan pada
17
Ibid.
18 Spencer Morrison, “Refugees Will Cost Sweden $18.6 Billion This Year
-9.3x Over Budget”,
https://nationaleconomicseditorial.com/2017/02/10sweden-migrant-crime-cost/ (diakses pada 1 Desember 2017).
19
Ibid.
20
EU website, “Labour Market Integration of Refugees: Strategies and Good Practices”,
http://www.europarl.europa.eu/RegData/etudes/STUD/2016/578956/IPOL_STU(2016)578956_EN.pdf
tahun 2015 adalah sebanyak 162.877 orang. Meningkatnya jumlah pengungsi otomatis
juga akan meningkatkan tersedianya jumlah tenaga kerja. Namun kontribusi yang
diberikan oleh tenaga kerja yang ada tidak menunjukkan peningkatan. Dalam efek jangka
pendek, para pengungsi memberikan kontribusi fiskal pada ekonomi negara penerima.21
Namun yang menjadi masalah kemudian adalah karena pengungsi tersebut yang kurang
memiliki keahlian dan pendidikan yang rendah membuat kesempatan mendapatkan
pekerjaan menjadi lebih kecil. Akibatnya, secara jangka panjang, akan banyak ditemui para
pengungssi yang masih menjadi pengangguran sehingga akan membawa pengaruh negatif
terhadap ekonomi negara penerima.
Akibat dari terjadinya krisis pengungsi, pada tahun 2015, selisih tingkat pengangguran di
Swedia antara imigran dan masayarakat menjadi yang terbesar dibandingkan dengan
negara-negara di Eropa lainnya. Sebesar 42 persen pengangguran jangka panjang
merupakan imigran. Selain itu, rata-rata penghasilan yang didapatkan oleh imigran di
Swedia 40 persen lebih rendah dibandingkan dengan penghasilan rata-rata yang didapatkan
oleh pekerja lokal sendiri. Keramahan Swedia terhadap imigran tidak selalu membawa
keuntungan bagi pemerintah. Terjadinya krisis pengungsi pada tahun 2015 lalu membuat
keramahan Swedia seakan menjadi bumerang. Berbagai masalah kemudian mulai muncul,
termasuk mengenai angka pengangguran di antara para imigran.
Selama terjadinya krisis pengungsi yang terjadi pada akhir tahun 2015 lalu, pada bulan
Oktober, sebanyak 372.000 orang berumur antara 16 hingga 64 tahun terdaftar sebagai
pencari kerja di Pelayanan Tenaga Kerja Swedia. Dari besarnya jumlah pengungsi yang
masuk pada tahun itu, jumlah pencari kerja pada kelompok imigran meningkat secara
signifikan, yaitu dari 17.000 orang pada tahun 2014 menjadi 183.000 orang pada tahun
21Emilia Pezolla dan Michele Catalano, “
2015.22 bahkan angka tersebut dua kali lebih besar dibandingkan dengan angka
pengangguran di tahun 2008 lalu saat Swedia mengalami krisis finansial global. Hingga
bulan Desember 2015 sebanyak 21,8 persen imigran masih menjadi pengangguran. Tingkat
pengangguran pada imigran jauh lebih besar dari tingkat pengangguran masyarakat lokal
Swedia yang hanya berkisar pada 6,6 persen saja dan telah mengalami penurunan dari
tahun sebelumnya yang mencapai angka 7,5 persen. Dari angka tersebut, Agensi Tenaga
Kerja Swedia, Arbetsförmedlingen, menyatakan bahwa 50 persen pengangguran yang ada
di Swedia merupakan imigran.23 Dari 163.000 imigran pengungsi yang tiba di Swedia pada
tahun 2015 lalu, hanya beberapa saja yang mendapatkan ijin bekerja dari kantor imigrasi
Swedia dan hanya 494 yang berhasil mendapatkan pekerjaan.24 Jika besarnya jumlah
pengungsi yang masuk masih terus berlanjut hingga tahun depan, diperkirakan pada tahun
2017 angka pengangguran pada imigran akan meningkat hingga 60 persen.25
Sistem ekonomi Swedia yang memberikan beban pajak yang tinggi tetapi juga
memberikan fasilitas sosial yang bagus menghasilkan tingkat upah yang tinggi sehingga
standar hidup yang tinggi pun dapat dijumpai di dalam masyarakat Swedia Keadaan ini
mempersulit integrasi dalam pasar tenaga kerja. Mayoritas pengungsi yang masuk ke
Swedia sejak meletusnya perang di Suriah, atau sejak tahun 2014 lalu, merupakan
pengungsi dengan tingkat pendidikan yang tergolong rendah dibandingkan dengan
rata-rata tingkat pendidikan yang didapat oleh masyarakat Swedia. Dengan rendahnya bekal
pendidikan dan minimnya pengalaman kerja yang dimiliki tenaga kerja asing baru tersebut,
kemungkinan untuk mendapatkan kerja pun menjadi lebih kecil serta kemungkinan
22 The Local, “Unemployment Up Among Foreigners in Sweden “,
https://www.thelocal.se/jobs/article/unemployment-up-among-foreigners-in-sweden (diakses pada 12 November 2017).
23
Ibid.
24 Sputnik News, “Sweden Still Struggling With Jobless Migrants”,
https://sputniknews.com/europe/201605311040522384-sweden-migrants-unemployment-problems/ (diakses pada 10 November 2017).
25
mendapatkan upah yang lebih rendah dari tenaga kerja lokal juga akan meningkat.
Pekerjaan yang umumnya didapatkan oleh imigran di Swedia dengan tingkat pendidikan
dan keahlian yang rendah adalah janitor (penjaga gedung, penjaga kantor, tukang kebun), asisten rumah sakit, pekerja dapur, asisten rumah tangga dan pengasuh anak. 26 Besaranya
angka pengungsi yang belum juga mampu mendapatkan pekerjaan otomatis akan
mengganggu sistem kesejahteraan Swedia karena sedikitnya imigran yang sanggup
membayar pajak, sedangkan negara harus tetap menyediakan fasilitas-fasilitas bagi
pengungsi yang telah diterima, yang mana jumlahnya banyak sekali pada tahun 2015.
Jika bicara mengenai pekerjaan, kualifikasi awal yang diperlukan adalah pendidikan dan
keahlian. Saat tenaga kerja imigran akan memasuki pasar tenaga kerja, pendidikan dari
imigran tersebut adalah sesuatu yang penting, khususnya di Swedia yang mana rata-rata
pekerjaan membutuhkan bekal pendidikan yang tinggi. Pada tahun 2014 ekonomi Swedia
berada pada posisi yang kuat.27 Sayangnya tidak semua kelompok masyarakatnya
memberikan kontribusi dan performa yang sama. Imigran yang bersal dari negara-negara
di luar Eropa dan angkatan muda yang ada di Swedia dengan pendidikan yang terbatas
semakin meningkat jumlahnya. Banyak dari pengungsi datang dari negara miskin dan
memiliki pendidikan formal yang rendah. Bagi para pengungsi tersebut, upah minimum
yang ditetapkan oleh pemerintah masih tergolong tinggi, namun keahlian yang dimilliki
kurang mendukung. Karena sedikitnya jumlah pekerjaan yang tergolong pekerjaan
rendahan yang tidak membutuhkan keahlian dan pendidikan tinggi, para pengungsi tidak
memiliki pilihan lain selain menjadi pengangguan. Swedia kini sedang mengalami masalah
yang serius mengenai kekurangan tenaga kerja ahli dalam sektor-sektor tertentu seperti
26 Sputnik International, “Most Common Job for Immigrants in Sweden: Janitor”,
https://sputniknews.com/europe/201603291037131811-sweden-immigration-unskilled-labor/ (diakses pada 28 November 2017).
27
kesehatan, mesin, teknologi dan pendidikan.28 Faktor lain yang juga menjadi masalah
dalam integrasi tenaga kerja di Swedia adalah mengenai negara asal dari imigran. Bukan
hanya perbedaan jumlah pengangguran antara tenaga kerja lokal dengan imigran saja yang
dapat dijumpai, tetapi juga dalam kalangan imigran itu sendiri. Negara asal dari seorang
imigran juga membawa pengaruh dalam kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan.
Imigran yang berasal dari negara-negara Nordik, Eropa, dan dari luar Eropa pada
umumnya memiliki tingkat pendapatan yang berbeda. Selain itu, terjadinya diskriminasi
terhadap tenaga kerja imigran masih banyak dijumpai, tidak hanya di Swedia, tetapi di
banyak negara di Eropa. Di Swedia sendiri, sebanyak 21,6 persen imigran masih berstatus
pengangguran, sedangkan tingkat pengangguran masyarakat lokal hanya 4,2 persen.29 Satu
perlima dari jumlah imigran yang belum mendapat pekerjaan tersebut, telah mengalami
diskriminasi, baik dari petugas pemerintah maupun dari masyarakat Swedia. Pekerja dari
kantor migrasi dan sekolah-sekolah di Swedia, pada umumnya, memberikan perlakuan
yang ramah terhadap terhadap pada imigran, namun pihak-pihak lain seperti di akomodasi
bagi pencari perlindungan suaka dan orang-orang dari agen pekerjaan sering kali
memberikan pelayanan yang buruk terhadap imigran.30
Sepanjang tahun 2015, Swedia telah menerima sebanyak 162.877 orang pengungsi dan
telah menjadi negara dengan penerima jumlah pengungsi terbesar per kapita di antara
negara-negara anggota Uni Eropa lainnya. Lonjakan pengungsi mencapai pada puncaknya
pada September 2015. Untuk mengatasi krisis pengungsi yang terjadi pada saat itu, respon
pertama yang kemudian diberikan oleh pemerintah Swedia adalah dengan memperketat
28Ahmed Faris, “Challenges Face by Immigrants with Higher Education in the Swedish Labour Market”,
http://www.diva-portal.se/smash/get/diva2:939107/FULLTEXT01.pdf (diakses pada 13 November 2017), 17.
29
Migration Info website, “Discrimination in the Labor Market”,
http://www.migrationsinfo.se/arbetsmarknad/diskriminering/ (diakses pada 28 Oktober 2017).
30
perbatasan negara dengan Denmark yang menjadi pintu masuk bagi pengungsi.
Pengecekan dokumen resmi berfoto seperti kartu identitas, surat izin mengemudi atau
paspor diberlakukan bagi setiap orang yang melewati jembatan Oresund yang menjadi
penguhubung antara Swedia dengan Denmark. Pengungsi yang akan masuk diwajibkan
menunjukkan dokumen resmi sebagai kualifikasi awal memasuki Swedia. Selanjutnya,
setelah melalui beberapa tahap pengecekan, ijin tinggal akan diberikan diberikan kepada
pengungsi, namun hanya ijin tinggal sementara yang diberikan oleh pemerintah Swedia
sejak melonjaknya pengungsi pada akhir tahun 2015 lalu. Ijin tinggal permanen hanya
diberikan kepada pengungsi yang dikirim oleh UNHCR, kecuali bagi pengungsi yang telah
mengajukan registrasi sebelum kebijakan ini diberlakukan.31 Bagi family reunification,
seorang imigran yang kemudian ingin membawa keluarganya ke Swedia dan tidak
mengajukan aplikasi hingga tiga bulan dari kedatangannya di Swedia, secara finansial
harus sudah dapat mencukupi kehidupan dirinya dan keluarga yang akan tiba, artinya,
imigran tersebut harus sudah memiliki penghasilan, sehingga keluarga yang akan dibawa
masuk ke Swedia tidak akan menambah beban ekonomi pada negara. Selain itu juga
dilakukan tes kesehatan bagi pengungsi di bawah umur yang tanpa didampingi orang tua
atau wali.
Kesimpulan
Swedia memiliki sejarah yang panjang mengenai imigran, khususnya pengungsi yang
dimulai sejak tahun 1970an. Swedia menjadi penerima pengungsi terbanyak per kapita di
antara negara-negara anggota Uni Eropa lainnya, diikuti oleh Jerman dan Hungaria.
Meningkatnya jumlah pengungsi sejak tahun 2012 lalu membawa masalah integrasi yang
serius. Terjadinya krisis pengungsi pada tahun 2015 lalu menambah daftar panjang
31The Local, “Why Do Refugees Prefer Sweden to Denmark?”,
masalah integrasi tenaga kerja di Swedia. Masalah lama mengenai pengangguran imigran
yang tinggi belum teratasi, gelombang besar pengungsi telah masuk. Banyaknya jumlah
pengungsi yang masuk artinya menambah jumlah angkatan kerja di Swedia. Namun
sayangnya mayoritas pengungsi yang masuk adalah tenaga kerja dengan pendidikan yang
rendah. Terlebih lagi besarnya anggaran dana yang harus dikeluarkan pemerintah Swedia
dalam dalam memberikan pelayanan bagi pengungsi, termasuk tempat tinggal, makan,
kesehatan, dan pendidikan. Dana yang dihabiskan untuk pengungsi sejak terjadinya krisis
setidaknya adalah 1 persen dari GDP. Pajak pendapatan yang tinggi memberikan
kontribusi yang besar pada GDP Swedia. Namun yang menjadi masalah utama adalah
mengenai jumlah populasi yang bekerja yang memberikan kontribusi tersebut meningkat
secara perlahan, sedangkan pertumbuhan populasi total lebih cepat akibat dari banyaknya
imigran yang masuk. Para imigran juga menghabiskan anggaran jaminan sosial yang lebih
dari masyarakat lokal. Jumlah pengungsi yang tinggi telah menyababkan keamanan
ekonomi Swedia menjadi terganggu, khususnya pada keamanan pasar tenaga kerja.
Pengungsi yang telah memperoleh pekerjaan, mayoritas juga mendapatkan upah yang lebih
rendah karena kurangnya pendidkan dan keahlian. Jika jumlah pengungsi yang tinggi terus
masuk ke Swedia, tidak hanya keamanan mengenai tenaga kerja saja yang akan menjadi
masalah besar, tetapi juga mengenai income security atau keamanan pendapatan. Masalah-masalah tersebut kemudian mendorong Swedia pada pengetatan kebijakan migrasi pada
Desember 2015 sebagai usaha untuk mengurangi jumlah imigran yang masuk, khususnya
pengungsi. Sejak Desember 2015, diberlakukan pengecekan dokumen resmi berfoto seperti
kartu identitas, surat izin mengemudi atau paspor bagi setiap orang yang melewati
jembatan yang menjadi penghubung antara kedua negara. Bagi family reunification, atau seorang pengungsi yang telah tiba sebelumnya yang kemudian ingin membawa serta
kedatangannya di Swedia, secara finansial harus sudah dapat mencukupi kehidupan dirinya
dan keluarga yang akan tiba. Swedia juga hanya menawarkan ijin tinggal sementara bagi
pengungsi. Ijin tinggal permanen hanya diberikan kepada pengungsi yang dikirim oleh
UNHCR, kecuali bagi pengungsi yang telah mengajukan registrasi sebelum kebijakan ini
diberlakukan.
Referensi:
Buku:
Emilsson, Henrik. No Quick Fix: Policies to Support the Labor Market Integration of New Arrivals in Sweden (Wahington, DC: Migration Policy Institute and International Labour Office, 2014).
Situs internet:
Bilefsky, Dan. “Sweden and Denmark Add Border Checks to Stem Flow of Migrants”, Januari 2016, http://www.nytimes.com/2016/01/05/world/europe/sweden-denmark-border-check-migrants.html?_r=0 (diakses pada 5 Oktober 2016).
Brown, Andrew. “Sweden and Denmark are Not All Warm Welcome and Cuddy Politics”,
https://www.theguardian.com/commentisfree/2016/jan/28/sweden-denmark-politics-immigration (diakses pada 5 Oktober 2016).
CNN website. “Key Dates in the Iraq War”, Desember 2011,
http://edition.cnn.com/2011/12/18/world/meast/iraq-war-timeline/index.html (diakses pada 28 Oktober 2017).
Faris, Ahmed. “Challenges Face by Immigrants with Higher Education in the Swedish
Labour Market”,
http://www.diva-portal.se/smash/get/diva2:939107/FULLTEXT01.pdf (diakses pada 13 November 2017), 17.
Ho, Giang dan Kazuko Shirono. “The Nordic Labor Market and Migration”, 2015, https://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/2015/wp15254.pdf
Migration Info website. “Discrimination in the Labor Market”, http://www.migrationsinfo.se/arbetsmarknad/diskriminering/ (diakses pada 28 Oktober 2017).
Migrant Integration Policy Index, “Sweden’s Migration Policy”,
http://www.mipex.eu/sweden-s-migration-policy (diakses pada 25 Desember 2015).
OECD website, “Migration Policy Debates”, https://www.oecd.org/els/mig/migration-policy-debates-13.pdf (diakses pada 25 Desember 2017).
Sputnik News, “Most Common Job for Immigrants in Sweden: Janitor”,
https://sputniknews.com/europe/201603291037131811-sweden-immigration-unskilled-labor/ (diakses pada 28 November 2017).
Sweden website. “ How Sweden Created a Model Economy”,
https://sweden.se/business/how-sweden-created-a-model-economy/ (diakses pada 28 Oktober 2017).
Ibid. “ Six in Ten Foreign Residents will be Jobless by 2017”, Desember 2015, https://www.thelocal.se/20151209/six-in-ten-foreign-residents-will-be-jobless-by-2017 (diakses pada 19 November 2017).
Ibid. “Sweden to End ID Checks at Border with Denmark”, Mei 2017,
https://www.thelocal.se/20170502/breaking-sweden-to-end-id-checks-on-trains-from-denmark (diakses pada 5 Oktober 2017).
Ibid. “Unemployment Up Among Foreigners in Sweden “,
https://www.thelocal.se/jobs/article/unemployment-up-among-foreigners-in-sweden (diakses pada 12 November 2017).
Ibid. “Fewer Than 500 of 163.000 Asylum Seekers Found Jobs”, Mei 2016,