• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT CERAI GUGAT ISTRI TNI TANPA SURAT IJIN DARI ATASANKOMANDAN SATUAN (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0333Pdt.G2010PA.Sal) S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Huku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT CERAI GUGAT ISTRI TNI TANPA SURAT IJIN DARI ATASANKOMANDAN SATUAN (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0333Pdt.G2010PA.Sal) S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Huku"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Hukum Islam

Oleh :

MUJAIDIN

NIM : 21210005

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)

ii

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul:

PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT CERAI GUGAT ISTRI TNI TANPA SURAT IJIN DARI ATASAN/KOMANDAN SATUAN (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0333/Pdt.G/2010/PA.Sal)

Oleh : Mujaidin NIM : 21210005

telah dipertahankan di depan siding munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah, Institut Agama islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Sabtu, tanggal 18 April 2015, dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hokum Islam

Dewan Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang : Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. ………....………..

Sekretaris Sidang : Luthfiana Zahriani, SH.MH. ………..

Penguji I : Haryo Aji Nugroho, S.Sos., M.A ………..

Penguji II : Farkhani, S.HI., M.H ………..

Salatiga, 2015 Dekan Fakultas Syari‟ah

(3)

iii

kepada Rasulullah Muhammad SAW dan Loyal kepada Ulil Amri

serta Takut akan kemiskinan (Miskin Ilmu, Miskin Harta, Miskin

Amal)”

Skripsi ini kami persembahkan kepada yang terhormat:

1.

Komandan dan para pimpinan serta teman-temanku sejawat di Kodim

0714/Slg yang telah mendukung dan mentolerir aktifitasku.

2.

Emakku dan kedua mertuaku yang selalu mendukung, berdoa, dan merestui

aktifitasku.

3.

Wabilkhusus istriku yang tercinta dan putraku yang saya banggakan yang

selalu menemani, mendukung, merelakan, mendoakan dengan penuh

kesabaran demi suksesnya cita-cita saya dalam menitih ilmu.

4.

Temen-temen sekelasku baik Non Reguler maupun Reguler angkatan 2010

(4)

iv Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga Di Salatiga

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasisawa:

Nama : Mujaidin NIM : 21210005

Judul : PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT CERAI GUGAT ISTRI TNI TANPA SURAT IJIN DARI ATASAN/KOMANDAN SATUAN (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0333 / Pdt.G/2010 /PA.Sal).

Dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga, 2015 Pembimbing,

(5)

v Nama : Mujaidin

NIM : 21210005

Jurusan : Ahwal Al-Syakhsiyyah Fakultas : Syari‟ah

Judul Skrpsi : PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT CERAI GUGAT ISTRI TNI TANPA SURAT IJIN DARI ATASAN/ KOMANDAN SATUAN (Studi Putusan Pengadilan

Agama Salatiga No. 0333/Pdt.G/2010/PA.Sal).

menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Salatiga, 2015 Yang menyatakan,

(6)

vi

Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Luthfiana Zahriani SH, MH. Kata kunci: Cerai Gugat dan Surat Ijin Atasan

Penelitian ini merupakan upaya menganalisis putusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor 0333/Pdt.G/2010/PA.Sal tentang pengajuan gugat cerai seorang istri TNI kepada suami tanpa adanya surat ijin dari atasan/komandan satuan di Salatiga pada tahun 2010. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah prosedur cerai gugat istri terhadap suami anggota TNI di lingkungan kementerian pertahanan?, (2) Apakah akibat hukum yang timbul dan sikap institusi TNI terhadap putusan hakim Pengadilan Agama dalam kasus cerai gugat tanpa memperhatikan surat ijin cerai dari atasan/komandan?, (3) Apakah pertimbangan hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam memutus perkara cerai gugat istri (warga sipil) terhadap suami (anggota TNI) tanpa memperhatikan tidak adanya surat ijin cerai dari atasan/komandan satuan?

Metode penelitian yang digunakan peneliti untuk menjawab rumusan masalah tersebut adalah memakai jenis penelitian kajian pustaka. Adapun pendekatan yang digunakan dengan pendekatan yuridis normatif yakni suatu analisis untuk mengetahui apakah putusan tersebut sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Teknik pengumpulan data dengan cara, yakni: observasi, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis hasil temuan tersebut.

(7)

vii

memberikan rahmat dan inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pengikut beliau pada sampai akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran penulis harapkan untuk sempurnanya penelitian ini. Keberhasilan penyusun penelitian ini, selain atas ridho dari Allah SWT, juga tak lepas dari bantuan, dorongan, dan bimbingan dari semua pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

5. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Ag., selaku Rektor IAIN Salatiga. 6. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari‟ah.

7. Bapak Sukron Ma‟mun, S.Hi., M.Si. selaku Ketua Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga.

8. Ibu Luthfiana Zahriani SH, MH., Selaku dosen pembimbing dalam penulisan Skripsi. 9. Bapak dan Ibu dosen serta para civitas akademika lingkungan jurusan Syari‟ah yang telah

dengan sabar dan ikhlas membagi ilmunya.

10.Para Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah memberikan jalan ilmu dan pelayanan.

11.Komandan dan para pimpinan serta teman-temanku sejawat di Kodim 0714/Slg yang telah mendukung dan mentolerir aktifitasku.

(8)

viii

14.Temen-temen sekelasku baik Non Reguler maupun Reguler angkatan 2010 yang telah menjadi inspirator, motivator dan penyemangat.

Illahi nasyiku ana fina maruman nantahi bihi ila husnil khitam

Penulis

(9)

ix

A. Perceraian Menurut Fiqh…….……….………….... B. Perceraian Menurut Perundang-undangan….……….. C. Prosedur Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk bagi anggota

TNI/POLRI……….……….. BAB III. HASIL PENELITIAN...……….………..

A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Salatiga... B. Administrasi Berperkara di Pengadilan Agama Salatiga ... C. Ringkasan Putusan Pengadilan Agama No.

0333/Pdt.G/2010/PA.Sal... D. Prosedur Cerai Gugat Istri Terhadap Suami Anggota TNI

Menurut PERMENHAN No. 23 Tahun 2008 Tentang Perkawinan, Perceraian dan Rujuk Bagi Pegawai Di Lingkungan Departemen Pertahanan………... E. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Dalam

(10)

x

0333/Pdt.G/2010/PA.Sal Dalam Kasus Cerai Gugat Tanpa Memperhatikan Surat Ijin Cerai Dari Atasan/Komandan………..………. BAB IV. ANALISIS TENTANG PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT CERAI GUGAT ISTRI TNI TANPA SURAT IJIN DARI

ATASAN/KOMANDAN SATUAN………....

A. Prosedur Cerai Gugat Istri Terhadap Suami Anggota TNI.. B. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Salatiga Dalam

Memutus Perkara Cerai Gugat Istri (Warga Sipil) Terhadap Suami (Anggota TNI) Tanpa Memperhatikan Tidak Adanya Surat Ijin Cerai Dari Atasan/Komandan Satuan……….. C. Akibat Hukum Yang Timbul dan Sikap Institusi TNI

(11)

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan hal yang sakral dan diagungkan oleh keluarga yang melaksanakannya. Perkawinan merupakan perpaduan instink manusiawi antara laki-laki dan perempuan di mana bukan sekedar memenuhi kebutuhan jasmani, lebih tegasnya perkawinan adalah suatu perkataan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan, dalam rangka mewujudkan kebahagiaan berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara diridhoi oleh Allah SWT. Sebagai firman Allah SWT dalam surat Ar-Ruum Ayat 21 :

 

 

Artinya : “Dan diantara tanda-tanda (Kemaha Besaran)-Nya adalah bahwa

dia menciptakan jodoh-jodohmu sendiri agar merasa tenang bersama mereka dan Dia menciptakan rasa cinta kasih diantara kamu. Sesungguhnya di dalam hal itu terdapat tanda-tanda kemaha

besaran Allah SWT bagi orangorangyang mau berfikir”

(Departemen Agama RI,2000)

Kehidupan berkeluarga tidak selalu harmonis yang diangankan, pada kehidupan kenyataan.Bahwa memelihara, kelestarian dan keseimbangan hidup bersama suami isteri bukanlah perkara yang mudah dilaksanakan.Bahkan banyak di dalam hal kasih sayang dan kehidupan harmonis antara suami isteri itu tidak dapat diwujudkan.Kadang kala pihak isteri tidak mampu

(12)

menanggulangi kesulitan-kesulitan tersebut, sehingga perkawinan yang didambakan tidak tercapai dan berakhir dengan perceraian.

Di dalam melakukan perceraian seorang suami mempunyai hak talak sepihak secara mutlak.Pengadilan juga menerima gugatan perceraian yang disebut cerai gugat, hal ini atas inisiatif isteri bukan karena ditalak suaminya.Sedangkan cerai talak adalah percerian atas kehendak suami dan bukan atas inisiatif isteri. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI), menyebutkan alasan perceraian dari huruf a sampai huruf f, kecuali tambahan dua huruf g dan h, ada hal yang menyebutkan, bahwa alasan yang dapat dijadikan istri dalam mengajukan gugatan perceraian adalah salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan yang berat yang membahayakan pihak lain yang juga merupakan salah satu bentuk kekerasan dalam rumah tangga dan dapat menjadi penyebab dari perselisihan dan percekcokkan beda pendapat yang terjadi dalam rumah tangga. Selain itu, suami jarang memberikan nafkah uang belanja kepada istrinya tidak memenuhi kewajibannya sebagai seorang suami yang baik dalam membina rumah tangga harmonis.

(13)

atasannya.Apabila tenggang waktu itu berakhir dan PNS tersebut melanjutkan perkaranya, maka hakim diharuskan memberi peringatan kepada yang bersangkutan merujuk pada PP No.10 Tahun 1983 yang memuat sanksi-sanksi pemberhentian sebagai PNS.

Bagi anggota TNI telah dikeluarkan edaran Peraturan Panglima TNI No.Perpang/11/VII/2007 tentang Tata Cara Pernikahan, Perceraian dan Rujuk bagi Prajurit.Dalam peraturan tersebut tidak memberikan tenggang waktu, namun ijin atasan bagi prajurit TNI merupakan suatu keharusan.Saat ini Mahkamah Agung RI belum mengambil sikap untuk mengganti SEMA Nomor 5 Tahun 1984 tersebut.Persoalan cerai prajurit memang mendapat perhatian khusus.Pasalnya, perceraian seorang prajurit TNI dapat mempengaruhi performa yang bersangkutan di lapangan. Keutuhan rumah tangga akan berpengaruh pada kinerja prajurit, hal ini yang kerap menjadi pertimbangan komandan ketika akan memberikan ijin perceraian.

Pada dasarnya, prosedur perkawinan dan perceraian bagi anggota militer/Tentara Nasional Indonesia (TNI) ditegaskan dalam Pasal 63 ayat 1

UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Sehingga, apabila pasangan tersebut beragama Islam, maka permohonan cerai dimohonkan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 66 ayat 2

(14)

Untuk dapat melakukan perceraian, harus ada cukup alasan bahwa suami isteri tidak lagi dapat hidup rukun sebagai suami isteri sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Selain alasan tersebut, khusus bagi Pegawai (Pegawai Negeri Sipil/PNS dan anggota TNI) yang hendak bercerai, sebenarnya harus mendapat ijin dari Pejabat yang berwenang (Pasal 9 ayat 1 Peraturan Menteri Pertahanan No. 23 Tahun 2008 tentang Perkawinan, Perceraian dan Rujuk Bagi Pegawai di Lingkungan Departemen Pertahanan).

Dalam hal istri warga sipil yang ingin mengajukan gugatan perceraian, maka gugatan perceraian terhadap suami disampaikan langsung ke Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama (Pasal 14 ayat 1 PERMENHAN No. 23 Tahun 2008).Apabila suaminya sebagai anggota TNI wajib menyampaikan kepada pejabat yang berwenang perihal adanya gugatan cerai yang diajukan terhadapnya (Pasal 14 ayat 2 PERMENHAN No. 23 Tahun 2008). Selanjutnya, dalam Pasal 14 ayat 3 PERMENHAN No. 23 Tahun 2008 dinyatakan bahwa dalam hal pegawai digugat melalui pengadilan, atasan yang berwenang wajib memberikan pembelaan.

(15)

asas hukum acara peradilan agama, hakim wajib menggali setiap perkara yang diajukan kepadanya dan hakim tidak boleh menolak perkara dengan dalih hukum kurang atau tidak jelas, melainkan wajib memeriksa dan mengadili.Dalam perkara perceraian hakim dapat memutus lebih dari yang diminta oleh pemohon karena jabatannya (Arto, 1998:13).

Penelitian pendahuluan yang dilakukan penulis pada tanggal 14 Mei 2014 di Pengadilan Agama Salatiga diperoleh keterangan, bahwa amar putusan perceraian Pengadilan Agama Salatiga hanya berisi :

1. Mengabulkan gugatan penggugat sebagaian. 2. Menjatuhkan talak satu bain sughro tergugat.

3. Menghukum tergugat untuk membayar kepada penggugat mut‟ah sunah berupa uang.

4. Menetapkan anak penggugat dan tergugat berada dalam asuhan dan pemeliharaan penggugat sebagai ibunya.

5. Menghukum tergugat untuk membayar nafkah anak yang diasuh penggugat setiap bulan sampai anak tersebut dewasa.

6. Tidak dapat diterima gugatan penggugat untuk selain dan selebihnya. Komposisi amar putusan cerai talak/cerai gugat yang diputus oleh Pengadilan Agama Salatiga di atas hanyalah murni sebagai putusan perceraian

(16)

komandan satuan. Berawal dari sinilah penulis tertarik untuk membahas dengan judul PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBATCERAI GUGAT ISTRI TNI TANPA SURAT IJIN DARI ATASAN/KOMANDAN SATUAN (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0333/Pdt.G/2010/PA.Sal)

B. Penegasan Istilah

Agar tidak terjadi kesalahan dalam pemahaman, maka penulis akan menguraikan mengenai maksud atau arti dari istilah yang dipakai oleh penulis dalam penulisan judul skripsi ini, antara lain:

1. Putusnya perkawinan yaitu istilah hukum yang digunakan dalam UU Perkawinan untuk menjelaskan “Perceraian” atau berakhirnya hubungan

(17)

1986:128). Jadi Perceraian yaitu perpisahan, putusnya hubungan suami istri (Kartasapoetra, 1992:119).

2. Akibat yaitu sesuatu yang menjadi kesudahan atau hasil dari pekerjaan (W.J.S. Poerwadarminta, 1982:15).

3. Cerai gugat yaitu perceraian yang disebabkan oleh adanya suatu gugatan lebih dahulu oleh salah satu pihak kepada Pengadilan dan perceraian itu terjadi dengan suatu putusan Pengadilan. Adapun tata cara gugatan perceraian ini ketentuannya diatur dalam Peraturan Pelaksanaan yaitu Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 di dalam pasal 20 sampai dengan pasal 36 (Soemiyati, 1986:131-134).

C. Rumusan Masalah

Mendasarkan pada beberapa permasalahan yang timbul, penulis dapat merumuskan masalah yang akan dijadikan sebagai pokok pembahasan, sebagai berikut:

1. Bagaimanakah prosedur cerai gugat istri terhadap suami anggota TNI di lingkungan kementerian pertahanan ?

2. Apakah pertimbangan hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam memutus perkara cerai gugat istri (warga sipil) terhadap suami (anggota TNI) tanpa memperhatikan tidak adanya surat ijin cerai dari atasan/komandan satuan? 3. Apakah akibat hukum yang timbul dan sikap institusi TNI terhadap

(18)

D. Tujuan dan Kegunaan

Sesuai dengan pokok permasalahan di atas maka tujuan dari penelitian ini, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui prosedur cerai gugat di lingkungan TNIdi lingkungan kementerian pertahanan.

2. Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dan sikap institusi TNI terhadap putusan hakim Pengadilan Agama dalam kasus cerai gugat tanpa memperhatikan surat ijin cerai dari atasan/komandan.

Adapun kegunaan dari penyusunan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis untuk menambah wawasan di bidang hukum, khususnya dalam hal tata cara permohonan perceraian lingkungan TNI melalui Pengadilan Agama Salatiga.

2. Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana di bidang Hukum Islam (Syari'ah).

E. Telaah Pustaka

(19)

Penelitian yang sedang dikaji sebenarnya pernah diteliti oleh peneliti lain sebelumnya. Adapun penelitian yang setara dengan peneliti sebelumnya adalah sebagai berikut :

Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyowati NIM 21100027 Progdi Ahwalul Al Syakhsiyyah STAIN Salatiga, yang berjudul Putusnya Hubungan

Perkawinan Atas Gugatan Cerai Pihak Istri (Studi Analisis Terhadap Putusan

Pengadilan Agama Temanggung Tahun 2002-2003) Penelitian ini berisi tentang tujuan penelitian, metode penelitian dan hasil penelitian.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan perceraian di Pengadilan Agama Temanggung, melalui Tiga fokus penelitian yaitu pertama tentang bagaimana perceraian menurut hukum Islam. Kedua, Bagaimana proses penyelesaian perkara gugat cerai pihak istri di Pengadilan Agama Temanggung. Ketiga, Bagaimana pandangan hokum Islam terhadap putusan Pengadilan Agama Temanggung mengenai cerai gugat.Metode penelitian yang digunakan adalah yurisprudensi dengan pendekatan normatif. Hasil penelitian ini adalah bahwa proses penyelesaian permohonan gugat cerai pihak istri di Pengadilan Agama Temanggung dilakukan sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku, dalam melakukan prosesitu sampai pada memutuskan perkara dan pandangan Hukum Islam terhadap putusan Pengadilan Agama Temanggung mengenai cerai gugat yaitu bahwa istri yang meminta talak kepada suami tanpa alasan yang dibenarkan adalah perbuatan tercela sebagai dinyatakan dalam suatu hadits yang artinya “ Manakala istri menuntut cerai dari suaminya, maka haram baginya bau surga”.

(20)

PP No. 10 Tahun 1983 jo PP No. 45 Tahun 1990 tentang Izin Perceraian bagi

PNS di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2010. Penelitian ini berisi tentang

tujuan penelitian, metode penelitian dan hasil penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2010, melalui Tiga fokus penelitian yaitu Pertama tentang bagaimana gambaran kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2010. Kedua, apakah alasan perceraian PNS di Pengadilan Agama Salatiga. Ketiga, bagaimana implementasi PP No. 10 tahun 1983 jo PP No. 45 tahun 1990 dalam kasus perceraian PNS di Pengadilan Agama Salatiga. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris, Dengan hasil penelitian bahwa Surat Ijin dari atasan yang termuat dalam PP No. 10 Tahun 1983 jo PP No. 45 Tahun 1990 dalam kasus perceraian PNS di Pengadilan Agama Salatiga bisa diganti dengan Surat Keterangan yang dibuat oleh penggugat PNS. Surat ini berisi tentang kesediaannya menanggung segala resiko yang akan ia dapat setelah terjadinya perceraian.

Penelitian yang dilakukan oleh Tri Yunianto NIM.21209004 Progdi Ahwalul Al Syakhsiyyah STAIN Salatiga 2014, yang berjudul Proses Perceraian Anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat / TNI-AD

(Studi Kasus di Korem 073/Makutarama Salatiga Tahun

2010-2012).Penelitian ini berisi tentang tujuan penelitian, metode penelitian dan

(21)

tentang bagaimana tata cara mengajukan permohonan ijin cerai di lingkungan TNI AD, bagaimana kebijakan Danrem 073/Mkt terkait dengan proses perceraian anggota Korem 073/Mkt dan bagaimanakah jika praktek perceraian anggota Korem 073/Mkt ada yang menyimpang dari peraturan yang ada. Adapun hasil penelitiannya adalah dengan adanya dua tindakan istri prajurit yang mengajukan gugatan perceraian langsung ke Pengadilan Agama, hal ini menimbulkan kesan bahwa yang bersangkutan tidak menghargai pimpinan dan bertentangan dengan Peraturan Panglima TNI No. 11/VII/2007 Bab IV pasal 11.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini didasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan memakai pendekatan normatif-yuridis.Pendekatan normatif adalah suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum Islam yaitu Al-Qur‟an dan Hadits serta fenomena yang terjadi di lapangan.Pendekatan yuridis adalah pendekatan dengan didasarkan pada tata aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

(22)

hukum tetap. Tidak semua putusan hakim tingkat pertama atau tingkat banding dapat dikategorikan sebagai yurisprudensi, kecuali putusan tersebut sudah melalui proses eksaminasi dan notasi Mahkamah Agung dengan rekomendasi sebagai putusan yang telah memenuhi standar hukum yurisprudensi.

2. Sumber Data a. Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh dari sumber-sumber primer, yaitu sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut berupa kata-kata, tindakan, selebihnya sumber data tertulis seperti dokumen (Moleong. 2008:157). Macam-macam data primer sebagai berikut:

1) Dokumen

Dokumen artinya barang-barang tertulis seperti buku-buku, majalah, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya (Arikunto, 2010:201).Dokumen biasanya dibagi atas dokumen pribadi dan dokumen resmi (Moleong, 2008:217). Dalam penelitian ini setiap tahun tertulis data-data di Pengadilan Agama Salatiga yang berkaitan dengan penelitian seperti : buku register perkara perceraian, berita acara perceraian dan putusan perceraian.

(23)

suadh incrah karena setelah putusan, tidak ada lagi upaya banding.

2) Informan atau Responden

Informan atau responden adalah orang yang bisa memberikan informasi dan keterangan tentang suatu fakta atau pendapat dalam bentuk tulisan (Arikunto, 2010:188), yaitu berupa jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket (Arikunto, 2010:172).

Informan dalam penelitian ini adalah Ketua majelis hakim Pengadilan Agama Salatiga dan Wakil Penitera Pengadilan Agama Salatiga.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli memuat informasi atau data dalam penelitian.Sumber data sekunder dapat berupa buku atau majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi (Moleong, 2008:159).

3. Prosedur Pengumpulan Data a. Observasi

(24)

Pengadilan Agama Salatiga dan khususnya pada ketua Pengadilan Agama Salatiga.

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mengumpulkan data mengenai hal-hal atau variable yang berupa buku-buku, majalah, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian (Arikunto, 2010:201), benda-benda peninggalan seperti prasasti dan simbol-simbol (Arikunto, 2010: 202).

Dokumentasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengambilan data tentang perceraian oleh majelis hakim di Pengadilan Agama Salatiga dengan perkara pengajuan cerai gugat seorang istri TNI yaitu dalam salinan putusan No. 0333/Pdt.G/2010/PA.SAL 0356/Pdt. G/2011/PA.SAL.

c. Wawancara (Interview)

Wawancara (interview) adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2008:186)untuk memperoleh informasi dari terwawancara atau interviewee (Arikunto, 2002:132).Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan Ketua Pengadilan Agama, Ketua majelis hakim, Wakil Panitera Pengadilan Agama Salatiga.

(25)

Analisis data adalah suatu cara yang dipakai untul menganalisa

(data analysis) dan mengolah data yang sudah terkumpul, sehingga dapat

diambil suatu kesimpulan yang kongkrit tentang permasalahan yang diteliti dan dibahas (Arikunto. 2010:278).

Metode analisis data yang digunakan adalah metode komparatif.Metode komparatif disebut juga penelitian komparasi yaitu menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan dan membandingkan persamaan atau perbedaan tersebut terhadap pandangan orang, group atau negara, terhadap kasus, terhadap orang, peristiwa ataupun ide-ide (Arikunto, 2010:310).

Dalam penelitian ini yang dikomparatifkan adalah putusan-putusan Hakim atau Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan kasasi, atau putusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap.

Sebagai bahan analisis data adalah UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan; KHI; PP No. 9 tahun 1975; UU No. 7 tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU No. 50 tahun 2009 jo Pasal 14 s.d 36 PP No. 9 tahun 1975.

5. Tahap-Tahap Penelitian

(26)

Selanjutnya bertanya pada panitera tentang perkara perceraian khususnya perkara cerai gugat istri TNI di Pengadilan Agama Salatiga secara praktek. Tahapan berikutnya adalah melakukan wawancara dengan Ketua majelis hakim perkara tersebut.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dan pencapaian ide serta tema dalam penelitian ini maka penulis menyajikan skripsi ini dengan sistematika, sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan

BAB IIberisi teori perceraian meliputi: Perceraian menurut fiqh yang diantaranya membahas tentang pengertian, dasar hukum, bentuk-bentuk perceraian, sebab-sebab terjadinya perceraian, serta akibat perceraian. Kemudian perceraian menurut perundang-undangan baik menurut UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, PP No. 9 tahun 1975, KHI dan PERMENHAN No. 23 Tahun 2008 yang diantaranya membahas tentang pengertian, sebab dan alasan perceraian, tata cara perceraian serta akibat perceraian.

(27)

timbul dari sikap institusi TNI terhadap putusan hakim Pengadilan Agama No. 0333/Pdt.G/2010/PA.Sal dalam kasus cerai gugat tanpa memperhatikan surat ijin cerai dari atasan/komandan, pertimbangan permohonan perkara perceraian: alasan permohonan perceraian, bantuan hukum, amar putusan Pengadilan Agama Salatiga.

Bab IV Analisis putusnya perkawinan akibat cerai gugat istri terhadap suami TNI yang berisi tentang upaya-upaya menurut hukum Islam dan peraturan lain yang bersangkutan, upaya perlindungan hukum akibat perceraian diwujudkan dalam putusan pengadilan agama Salatiga dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam menegakkan upaya permohonan cerai gugat.

Bab V Penutup yang berisi tentang kesimpulan, saran-saran dan penutup.

(28)

BAB II

TEORI PERCERAIAN A. Perceraian menurut Fiqh

1. Pengertian Perceraian

Secara bahasa talak (perceraian) bermakna melepas, mengurai, atau meninggalkan, melepas atau mengurangi tali pengikat, baik tali pengikat itu riil atau maknawi seperti tali pengikat perkawinan (Supriatna, 2009:19). Menurut Abdurrahman al-Jaziri dalam Kitab Al-Fiqh „ala al

-Madzahib Al-Arba‟ah )ةعبرلاا بهاذملا ىلع هقفلا) talaq menurut istilah adalah:

ظٍ وْ ةُ وْ زَ ظٍ وْفزَلاِب اِهلًلزَ ةُا زَ وْقةُ وْأ زَا زَ نِّللا ةُةزَلازَساِا

Menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan

ikatannya dengan menggunakan lafaz khusus” (Al-Jaziri, 1972:861)

Menghilangkan akad perkawinan maksudnya mengangkat akad perkawinan sehingga istri sudah tidak halal lagi bagi suami, seperti talak yang sudah tiga kali.Mengurangi pelepasan ikatan perkawinan maksudnya berkurangnya hak talak yang berakibat berkurangnya pelepasan istri, yaitu dalam talak raj‟i dapat mengurangi pelepasan istri (Supriatna, 2009:20).

Perceraian adalah kata-kata Indonesia yang umum dipakai dalam pengertian yang sama dengan talak dalam istilah fiqh yang berarti bubarnya hubungan nikah (Harjono, 1987:234).

Oleh karena itu, jiwa peraturan tentang perceraian dalam hukum Islam senantiasa mengandung pendidikan, yakni pendidikan untuk tidak mempermudah perceraian.Moral Islam menghendaki untuk menjadikan

(29)

perkawinan sesuatu yang berusia kekal dan abadi untuk selama hidup.Hanya kematian sajalah hendaknya satu-satunya sebab yang menjadi alasan bagi berpisahnya laki-laki dan wanita yang sudah menjadi satu kesatuan sebagai suami istri.Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perceraian atau talak merupakan berakhirnya hubungan suami istri dengan kata-kata tertentu yang bermakna memutuskan tali perkawinan serta mempunyai akibat bagi suami istri tersebut.

2. Dasar Hukum Perceraian

Tentang hukum perceraian ini para ahli fiqh berbeda pendapat dalam menetapkan hukum perceraian. Pendapat yang paling benar di antara semua itu adalah yang menyatakan bahwa perceraian itu “terlarang”, kecuali karena alasan yang benar. Mereka yang berpendapat

seperti ini adalah golongan Hanafi dan Hambali. Alasannya yaitu:

زَمزَلزَسزَأ اِهوٍْزَلزَع الله ىزَلزَص اِالله ةُل وْ ةُس زَر زَل زَق

:

ظٍا زَ وْ اِ ظٍاالَّأزَ لَّ ةُ ةُالله زَ زَعزَل

Rasulullah saw. bersabda: “Allah melaknat tiap-tiap orang yang suka

merasai dan bercerai.” (Maksudnya: suka kawin dan cerai).

(30)

alasan apapun berarti kufur terhadap nikmat Allah dan jahat kepada istri, maka karena itu dibenci dan terlarang.

Golongan Hambali menjelaskan secara terperinci tentang hukum talak dalam Islam adalah wajib, haram, mubah dan sunnah (Thalib, 1993:99):

a. Talak wajib

Hukumnya talak wajib ada dua macam yaitu pertama talak yang dijatuhkan oleh hakam (penengah) karena perpecahan antara suami istri sudah sedemikian rupa dan menurut hakam talaklah jalan keluar yang paling baik sebagai upaya penyelesaian perselisihan antara suami istri (Sabiq, 1980:9).

Kedua, talak wajib dijatuhkan oleh hakim ketika suami bersumpah illa‟ dan telah berlalu empat bulan tetapi suami tidak mau kembali kepada

istrinya dengan membayar kafarah sumpah lebih dahulu dan istri akan mendapatkan madharat (Supriatna, 2009:24). Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S Al-Baqarah: 226-227



























































226. kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

227. dan jika mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak, Maka Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

(31)

Talak sunnat yaitu dikarenakan istri mengabaikan kewajiban kepada Allah, seperti shalat dan sebagainya padahal suami tidak mampu memaksanya agar istri menjalankan kewajibannya atau istri kurang rasa malunya. Dalam hal keadaan seperti ini suami tidak salah untuk bertindak keras kepada istrinya, agar ia mau menebus dirinya dengan mengembalikan maharnya untuk bercerai. Sesuai dengan firman Allah SWT yang terdapat dalam Q.S An-Nisa:19



























































































19. Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu. Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

Hukumnya sunnat yaitu jika suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibannya (nafkah), atau perempuan tidak menjaga kehoramatan diri (Rasjid, 1986:402).

c. Haram

(32)

perbuatan talak itu.Jadi talaknya haram, seperti haramnya merusakkan harta benda (Sabiq, 1990:10). Sesuai dengan sabda Rasulullah saw sebagai berikut:

زَر ا زَزاِ زَلا زَأ زَر زَززَ زَلا زَملَّلزَس زَأ اِهوٍْزَلزَع ةُ ا ىزَلزَص اِ ا ةُل وْ ةُس زَر زَل زَق

Rasulullah saw bersabda: “Tidak (boleh) berbuat membahayakan dan

tidak (boleh) membalas dengan bahaya.”

d. Makruh

Yaitu hukum asal dari talak (Rasjid, 1986:403). Jika suami menjatuhkan talak kepada istri yang salehah dan berakhlak yang baik, karena hal yang demikian dapat mengakibatkan istri dan anak terlantar serta akan menimbulkan kemadharatan. Atas dasar alasan ini yang menjadikan hukum talak menjadi makruh.

Dalam riwayat lain dikatakan talak serupa ini dibenci

ةُا زَ زَ وْلا اِ ا ىلَّل ا اِل زَ زَ وْل ا ةُ زَ وْب زَا زَمزَلزَس زَأ اِهوٍْزَلزَع ةُ ا ىزَلزَص ا ةُل ةُسزَر زَل زَق

Nabi saw bersabda: “perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak.”(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

3. Bentuk-Bentuk Perceraian

(33)

a. Putusnya perkawinan atas kehendak Allah sendiri melalui matinya salah seorang suami istri. Dengan kematian ini dengan sendirinya berakhir pula hubungan perkawinan. Walaupun dengan kematian, hubungan suami istri tidak dimungkinkan disambung lagi, namun bagi istri yamg suaminya telah meninggal tidak boleh segera melaksanakan perkawinan baru dengan laki-laki lain sebelum masa iddahnya telah habis.

b. Putusnya perkawinan atas kehendak si suami oleh alasan tertentu dan dinyatakan kehendaknya itu dengan ucapan tertentu. Perceraian dalam bentuk ini disebut talaq ) ا لا). Talaq adalah perbuatan yang halal tapi paling dibenci oleh Allah swt, hukum talaq lebih terperinci sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya.

Sebagaimana yang tercantum dalam ayat Al-Qur‟an Q.S Al -Baqarah:231

















































































































(34)

padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu Yaitu Al kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Di antara bentuk-bentuk perceraian (talak) adalah sebagai berikut: 1) Perceraian ditinjau dari segi boleh tidaknya suami kembali kepada

istri setelah ditalak.

(a) Talak Raj‟i yaitu talak dimana suami masih memiliki hak

untuk kembali kepada istrinya (rujuk) sepanjang istri dalam masa iddah, baik istri bersedia dirujuk maupun tidak tanpa akad nikah baru (Wasman, 2011:92).

(b) Talak Ba‟in adalah talak yang tidak diberikan hak kepada

suami untuk rujuk terhadap istrinya.Apabila suami ingin kembali kepada mantan istrinya, harus dilakukan dengan akad nikah yang baru yang memenuhi unsur dan syarat pernikahan.Talak ba‟in menghilangkan tali ikatan suami istri.

2) Bentuk perceraian yang ditinjau dari waktu ikrar talak sebagai berikut:

(35)

(b) Talak Bid‟i adalah talak yang dilarang dan menyalahi ketentuan agama, yaitu seperti mentalak tiga kali secara terpisah-pisah dalam satu tempat atau satu waktu, atau juga talak yang dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan haid atau istri dalam keadaan suci namun sudah dicampuri pada waktu suci tersebut (Wasman1, 2011:96).

3) Bentuk perceraian ditinjau dari segi cara suami menyampaikan talak terhadap istrinya.

(a) Talak dengan ucapan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami dengan ucapan lisan di hadapan istrinya dan istri mendengarkan secara langsung ucapan suaminya itu.

(b) Talak dengan tulisan, yaitu talak yang disampaikan suami secara tertulis lalu disampaikan kepada istrinya dan istri memahami isi dan maksud dari tulisan tersebut. Menurut Sayyid Sabiq syarat sah talak secara tertulis bahwa tulisan harus jelas, tegas dan nyata ditunjukkan oleh suami terhadap istri secara khusus.

(36)

(d) Talak dengan utusan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami kepada istri melalui perantara orang lain sebagai utusan. Dalam hal ini utusan berkedudukan sebagai wakil suami yang menjatuhkan talak suami dan melaksanakan talak tersebut (Sabiq, 1980:27).

c. Putusnya perkawinan atas kehendak istri karena si istri melihat sesuatu yang menghendaki putusnya perkawinan sedangkan suami tidak berkehendak. Kehendak untuk putusnya perkawinan yang disampaikan si istri dengan cara tertentu ini diterima oleh suami dan dilanjutkan dengan ucapannya untuk memutuskan perkawinan itu. Putus perkawinan dengan cara ini disebut khulu‟ (عل لا(. Hukumnya khulu‟ menurut jumhur ulama adalah boleh atau mubah.

Sebagaimana yang tercantum dalam ayat Al-Qur‟an Q.S Al -Baqarah:229















































































































(37)

menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya.Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.

d. Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat adanya sesuatu pada suami dan atau pada istri yang menandakan tidak dapatnya hubungan perkawinan itu dilanjutkan. Putusnya perkawinan dalam bentuk ini disebut

fasakh)خسفلا)(Syarifuddin, 2006:197).

Sebagaimana yang tercantum dalam Hadist Nabi saw yang diriwiyatkan oleh Imam Bukhari, yang isinya sebagai berikut:

وْ زَل زَق زَ وْلزَع ةُ زَالله زًَاِ زَر زَةزَ اِا زَع وْ زَعزَأ

Aisyah Radiyallahu „anhu berkata: Barirah disuruh memilih

untuk melanjutkan kekeluargaan dengan suaminya atau tidak ketika ia merdeka. Muttafaq Alaihi dalam hadits panjang. Menurut riwayat Muslim tentang hadits Barirah bahwa suaminya adalah seorang budak. Menurut riwayat lain, suaminya orang merdeka. Namun yang pertama lebih kuat Ibnu

Abbas Radiyallahu „anhu riwayat Bukhari membenarkan bahwa ia adalah seorang budak”. (Tim Pustaka Hidayah, 2008:1035).

Terdapat beberapa hal yang menyebabkan hubungan suami istri yang dihalalkan oleh agama tidak dapat dilakukan, namun tidak memutuskan hubungan perkawinan itu secara hukum syara‟. Terhentinya

(38)

a. Suami tidak boleh menggauli istrinya karena ia telah menyamakan istrinya dengan ibunya. Ia dapat meneruskan hubungan suami istri bila si suami telah membayar kaffarah. Terhentinya hubungan perkawinan dalam bentuk ini disebut zhihar (ر ظلا). Hukumnya zhihar adalah haram sesuai dengan firman Allah swt Q.S Al-Mujadilah:2







































































2. orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu Perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.

b. Suami tidak boleh menggauli istrinya karena ia telah bersumpah untuk tidak menggauli istrinya dalam masa-masa tertentu, sebelum ia membayar kaffarah atas sumpahnya itu; namun perkawinan tetap utuh. Terhentinya hubungan perkawinan dalam bentuk kini disebut ila‟.Hukumnyaila‟ adalah boleh atau mubah. Secara terperinci ada dua

(39)



























































226. kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

227.dan jika mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak, Maka Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

c. Suami tidak boleh menggauli istrinya karena ia telah menyatakan sumpah atas kebenaran tuduhan terhadap istrinya yang berbuat zina, sampai proses li‟an dan perceraian di muka hakim. Terhentinya perkawinan dalam bentuk ini disebutli‟an (Syarifuddin, 2006:198). Dasar hukumnya adalah Al-Qur‟an Q.S An-Nur:6-10

6. dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar.

7. dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika Dia Termasuk orang-orang yang berdusta[1030].

(40)

9. dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu Termasuk orang-orang yang benar.

10. dan andaikata tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya atas dirimu dan (andaikata) Allah bukan Penerima taubat lagi Maha Bijaksana, (niscaya kamu akan mengalami kesulitan-kesulitan).

4. Sebab-Sebab Terjadinya Talaq (Putusnya Perkawinan)

Ada tiga hal yang menjadi penyebab putusnya suatu perkawinan di mana apabila hubungan perkawinan tetap dilanjutkan, maka kemudharatan akan terjadi. Akan tetapi, Allah menjelaskan beberapa usaha yang harus dilakukan menghadapi kemelut dari tiap penyebab tersebut agar tidak sampai terjadi perceraian. Sebab-sebab terjadinya talak atau perceraian adalah sebagai berikut:

a. Nusyuz Istri

Nusyuz adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yang secara

etimologi berarti meninggi atau terangkat.Secara definitif nusyuz

diartikan dengan kedurhakaan istri terhadap suami dalam hal menjalankan apa-apa yang diwajibkan Allah atasnya (Syarifuddin, 2006:191).

Nusyuz menjadi awal penyebab perceraian karena istri yang

demikian telah lalai akan kewajiban dalam rumah tangga atas kehidupan suami dan istri. Atas perbuatan itulah pelaku mendapat ancaman diantaranya gugur haknya sebagai istri dalam masa nusyuz

(41)

beberapa cara menghadapi kemungkinan nusyuznya seorang istri dalam Q.S An-Nisa:34

























































































































34. kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

b. Nusyuz suami

Nusyuz suami yaitu pendurhakaan suami kepada Allah karena

meninggalkan kewajibannya terhadap istri.Nusyuz suami terjadi bila ia tidak melaksanakan kewajibannya, baik yang bersifat materi atau

nafaqah dan atau yang bersifat non materi di antaranya mu‟asyarah bi

al-ma‟ruf yaitu menggauli istrinya dengan baik.

(42)

hubungan badaniyah dalam waktu tertentu dan tindakan lain yang yang bertentangan dengan asas pergaulan baik (Syarifuddin, 2006:193). Nusyuz suami merupakan salah satu penyebab perceraian karena

pihak istri dirugikan dan jelas di sini keharmonisan rumah tangga tidak akan terwujud dan mengarah pada perceraian. Adapun tindakan istri apabila menemukan pada suaminya sifat nusyuz, dijelaskan oleh Allah dalam Q.S An-Nisa:128



































































128. dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

c. Syiqaq

Syiqaq mengandung arti pertengkaran, kata ini biasanya

(43)

Syiqaq merupakan tahap perselisihan antara suami dan istri yang menjadi salah satu penyebab terjadinya perceraian.Bila terjadi konflik keluarga seperti ini Allah swt memberikan petunjuk untuk menyelesaikanny. Hal ini terdapat dalam firman Allah swt Q.S AN-Nisa:35















































35. dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Yang dimaksud dengan hakam dalam ayat tersebut adalah seorang bijak yang dapat menjadi penengah dalam menghadapi konflik keluarga tersebut

5. Akibat Perceraian

Bila hubungan perkawinan putus antara suami dan istri dalam segala bentuknya, maka hukum yang berlaku sesudahnya sebagai akibat dari perceraian tersebut antara lain:

(44)

b. Keharusan memberi mut‟ah, yaitu pemberian suami kepada istri yang diceraikannya sebagai suatu kompensasi. Hal ini berbeda dengan mut‟ah sebagai pengganti mahar bila istri dicerai sebelum digauli dan

sebelumnya jumlah mahar tidak ditentukan, tidak wajib suami memberi mahar, namun diimbangi dengan suatu pemberian yang disebut mut‟ah.Mengenai hukum mut‟ah sendiri berbeda pendapat antara

golongan Zahiriyah dan golongan ulama Malikiyah. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa mut‟ah itu hukumnya sunnah. Golongan Zahiriyah berpendapat bahwa mut‟ah itu wajib, dasar wajibnya adalah Q.S Al

-Baqarah:241

















241. kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.

c. Melunasi hutang yang wajib dibayarnya dan belum dibayarnya selama masa perkawinan, baik dalam bentuk mahar atau nafaqah, yang menurut sebagian ulama wajib dilakukannya bila pada waktunya didak dapat membayarnya. Begitu pula mahar yang belum dibayar atau dilunasinya, harus dilunasi setelah bercerai.

d. Berlaku ketentuan iddah atas istri yang dicerai. Iddah berasal dari kata

adda-wa‟uddu –„idatan dan jamaknya adalah „iddad.Secara (etimologi)

Gambar

Tabel 3.1 Wilayah Yurisdiksi atau Wilayah Hukum Pengadilan Agama Salatiga

Referensi

Dokumen terkait

Lahirnya hak kebendaan pada hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan, yaitu digantungkan pada penerapan dari asas publisitas, dengan mendaftarkan ke kantor pendaftaran

Penelitian ini terdapat banyak kelemahan dalam penilaian tingkat kehalusan yang sebaiknya kehalusan kulit harus diamati secara cermat dengan menggunakan alat ukur yang

3 Tahun 2018 Mengenai Kewajiban Suami Akibat Perceraian Studi Putusan Cerai Gugat Tahun 2021 Di Pengadilan Agama Pelaihari. Telah melaksanakan ujian seminar proposal penelitian pada

Bagaimanapun, perakaunan zakat terhadap semua kekayaan baharu perlulah diqiyaskan kepada salah satu daripada lima jenis harta yang telah ditentukan oleh para fuqaha, iaitu emas

Nilai Coefficients Correlation = 0,426; signifikansi (p) = 0,000 (p < 0,01) berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan penyesuaian

Untuk menjelaskan semua gambaran umum data penelitian, maka akan dilakukan analisis statistic deskriftif yang akan dijelaskan secara terperinci sebagai berikut: Pada

Ada bahan piezoelektrik untuk suhu tinggi umumnya digunakan untuk pembangkit energi listrik dengan panas, batubara atau yang lain, panas yang dihasilkan tidak sia-sia

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh perubahan capital structure yang terjadi pada Koperasi Dwiasa Unigal Ciamis dari tahun ke tahun disebabkan adanya penambahan atau