• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS TERHADAP KESAKSIAN ANAK KANDUNG DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA KABUPATEN MADIUN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS YURIDIS TERHADAP KESAKSIAN ANAK KANDUNG DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA KABUPATEN MADIUN SKRIPSI"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP KESAKSIAN ANAK KANDUNG

DALAM PERKARA PERCERAIAN

DI PENGADILAN AGAMA KABUPATEN MADIUN

SKRIPSI

Oleh:

SITI MAKMURIYANTI LESTARI

210114128

Pembimbing

KHUSNIATI ROFIAH, M.S.I.

NIP. 197401102000032001

FAKULTAS SYARIAH

JURUSAN AKHWAL SYAKHSIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO

(2)

ABSTRAK

SITI MAKMURIYANTI LESTARI, 2018. “Analisis Yuridis Terhadap Kesaksian Anak Kandung Dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Madiun”. Skripsi. Jurusan Akhwal Syakhsiyah. Fakultas Syariah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing: Khusniati Rofiah, M.S.I.

Kata Kunci: Kesaksian Anak Kandung Dalam Perkara Perceraian.

Kesaksian menurut hukum acara perdata ialah kepastian yang di berikan kepada hakim di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan, dengan jalan membuktikan secara lisan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara yang dipanggil di persidangan. Seseorang yang memberikan kesaksian di dalam persidangan harus memenuhi syarat formil dan materiil adapun syarat formil menjelaskan bahwa pihak keluarga (anak kandung) tidak dapat dijadikan saksi dalam perkara perceraian

Dari latar belakang tersebut, permasalahan yang perlu penulis bahas dalam skripsi ini yaitu: 1. Bagaimana analisis yuridis terhadap kedudukan saksi anak kandung dalam perkara perceraian nomor 0620/Pdt.G/2017/PA.Kab.Mn. di Pengadilan Agama Kabupaten Madiun. 2. Bagaimana analisis yuridis terhadap dasar dan pertimbangan hakim menerima saksi anak kandung dalam perkara perceraian nomor 0620/Pdt.G/2017/PA.Kab.Mn di Pengadilan Agama Kabupaten Madiun.

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Adapun yang dimaksud penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang berperilaku yang dapat diamati. Dalam pengambilan data peneliti menggunakan sumber data primer diperoleh melalui wawancara dengan hakim, sedangkan data sekunder penulis menggunakan dokumen putusan nomor 0620/Pdt.G/2017/PA.Kab.Mn.

(3)
(4)
(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam tanya jawab dimuka sidang pengadilan, para pihak yang

berperkara bebas mengemukakan peristiwa-peristiwa yang berhubungan

dengan peristiwanya. Hakim memperhatikan semua peristiwa yang

dikemukakan oleh kedua belah pihak. Untuk mendapatkan kepastian bahwa

peristiwa atau hubungan hukum itu sungguh-sungguh telah terjadi, hakim

memerlukan pembuktian guna meyakinkan dirinya.1 Jadi para pihak

dibebankan membuktikan peristiwanya, membuktikan itu adalah

membenarkan hubungan hukum dan memperkuat kesimpulan hakim dengan

syarat-syarat bukti yang sah.2

Dalam menyelesaikan suatu perkara, pengadilan harus memeriksa

terlebih dahulu secara cermat dan teliti sebelum menjatuhkan putusan. Dalam

proses beracara di pengadilan tentu saja tidak lepas dari masalah pembuktian,

karena dengan pembuktian hakim akan mendapat gambaran yang jelas

terhadap perkara yang dipermasalahkan. Maka dalam pembuktian itu, para

pihak memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa

perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran

1

Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indinesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992), 128-129.

2

(6)

peristiwa yang diajukan.3 Pembuktian dalam sidang pengadilan merupakan

hal terpenting dalam hukum acara, sebab pengadilan dalam menegakkan

hukum dan keadilan tidak lain berdasarkan pembuktian. Hukum pembuktian

termasuk dalam Hukum Acara. Membuktikan mengandung maksud dan

usaha untuk menyatakan kebenaran atas suatu peristiwa, Pembuktian

diperlukan untuk menerapkan hukum secara tepat, benar dan adil bagi

pihak-pihak yang berperkara. Oleh karena itu kepada para pihak-pihak yang berperkara

wajib memberikan keterangan disertai dengan bukti-bukti yang berkaitan

dengan peristiwa atau hubungan hukum yang terjadi, sehingga dapat diterima

oleh akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut.

Sedangkan macam – macam alat bukti dalam perkara perdata adalah

sebagai berikut:

1. Alat bukti surat

2. Alat bukti saksi

3. Alat bukti persangkaan

4. Alat bukti pengakuan

5. Alat bukti sumpah

6. Pemeriksaan ditempat (pasal 153 HIR/pasal 180 R.Bg)

7. Saksi ahli (pasal 154 HIR/pasal 181 R.Bg)

8. Pembukuan (pasal 167 HIR/pasal 296 R.Bg)

9. Pengetahuan hakim (pasal 178 (1) HIR, UU-MA No. 14/1985)

3

(7)

Tiap-tiap alat bukti mempunyai kekuatan pembuktian tersendiri

menurut hukum pembuktian.4 Dalam skripsi ini memfokuskan dalam alat

bukti saksi. Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di

persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan

pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu

pihak dalam perkara, yang dipanggil di persidangan.

Menurut Hukum Acara Perdata, mendatangkan seorang saksi dalam

suatu persidangan dapat berdasarkan inisiatif para pihak denganmembawa

sendiri saksi-saksinya, selain itu seorang saksi juga dapat didatangkan atas

inisiatif hakim, hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 139 ayat 2 HIR yang

menyebutkan bahwa seorang hakim berhak memanggil para saksi dalam

suatu persidangan untuk dapat didengar kesaksiannya. Menurut ketentuan

diatas menjelaskan bahwa kedudukan alat bukti saksi sangat penting dalam

proses persidangan karena alat bukti saksi merupakan alat bukti yang tampak

dan dapat menjelaskan peristiwa-peristiwa hukum yang tidak dicatat melalui

alat bukti tulisan. Untuk itu tidaklah cukup jika seorang saksi hanya

menerangkan bahwa ia mengetahui peristiwanya, akan tetapi ia harus

menerangkan bagaimana ia dapat mengetahui peristiwanya dan apa sebab

musababnya sampai ia dapat mengetahui peristiwa tersebut.5

Sedangkan saksi adalah orang yang memberikan keterangan di muka

pengadilan dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa

4

Ibid., 145. 5

(8)

atau keadaan yang ia lihat, dengar dan ia alami sendiri sebagai bukti

terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut.

Setiap orang pada dasarnya apabila telah memenuhi syarat-syarat

formil dan materiil, dapat didengar sebagai saksi, dengan catatan orang

tersebut bukan salah satu pihak yang sedang berperkara dan telah dipanggil

secara patut oleh pengadilan, maka ia wajib memberikan kesaksian.

Pada prinsipnya setiap orang sanggup menjadi saksi. Seperti halnya

dalam perkara pidana, pada dasarnya perkara perdata pun termasuk

perceraian setiap orang sanggup menjadi saksi, kecuali:

1. Keluarga sedarah dan keluarga semenda dari salah satu pihak, meskipun

menurut keturunan lurus

2. Suami atau istri dari salah satu pihak, meskipun sudah bercerai

3. Anak-anak yang tidak dikatahui benar sudah cukup umurnya 15 (lima

belas) tahun

4. Orang gila, meskipun kadang-kadang ingatannya terang.

Mengenai orang-orang yang disebutkan dalam point 1 dan 2,

sebabnya mereka itu tidak sanggup menjadi saksi wali karena mereka tidak

dapat dianggap tanpa memihak sehingga keterangannya dengan demikian

tidak dapat dipercaya. Keluarga sedarah adalah keluarga sedarah yang sah

dan yang tidak sah sedangkan keluarga semenda adalah keluarga yang tertarik

karena perkawinan yang sah. Adapun pengertian dari salah satu pihak adalah

baik dari penggugat maupun tergugat. Yang tersebut dalam ayat (1) a dan b

(9)

memberikan keterangan palsu dipersidangan karena terpaksa karena terpaksa

disebabkan oleh hubungan keluarga yang dekat.6

Yang menjadi problem permasalahan di Pengadilan Agama

Kabupaten Madiun keluarga (anak kandung) diperbolehkan menjadi saksi

untuk memberikan keterangan di dalam persidangan waktu pembuktian.

Padahal di dalam pasal 145 HIR dan pasal 1910 KUHPerdata dijelaskan

bahwa keluarga tidak diperbolehkan memberikan keterangan atau menjadi

alat bukti saksi. Akan tetapi Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Madiun

mempunyai dasar dan pertimbangan dalam menjatuhkan putusan meskipun

dalam pembuktian keluarga (anak kandung) yang dijadikan alat bukti saksi.

Karena hakim dalam memutus suatu perkara harus melihat duduk perkara apa

yang diajukan oleh penggugat. Adapun perkara yang diajukan mengenai

pertengkaran dan percekcokkan yang memuncak karena tergugat kembali

kedapatan sedang jalan dengan WIL (Wanita Idaman Lainnya). Maka dari

duduk permasalahan tersebut menurut majelis hakim sangat diperlukan

keluarga untuk menjadi saksi karena yang dianggap paling mengetahui

permesalahan antara penggugat dan tergugat.7

Melihat hal tersebut bahwa antara undang-undang yang berlaku dan

telah menjadi pedoman dalam peradilan dengan fakta yang terdapat di

Pengadilan Agama Kabupaten Madiun melalui putusan nomor

0620/Pdt.G/2017/PA.Kab.Mn tidak sesuai dengan undang-undang, oleh

karena itu sangat menarik merurut penulis untuk dapat membuktikan apakah

6

Neng Yeni Nurhayati, Hukum Acara Perdata (Bandung: cv. Pustaka Setia, 2015), 152-153

7

(10)

benar terjadi ketidaksesuaian antara hukum yang berlaku dengan praktek

yang ada di pengadilan. Bila benar, ada dasar dan pertimbangan hukum yang

dipakai oleh majelis hakim dalam menjatuhkan putusannya.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka studi ini memfokuskan pada

Analisis Yuridis TerhadapKesaksian Anak Kandung Dalam Perkara

Perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Madiun”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, terdapat beberapa hal

yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Bagaimana analisis yuridis terhadap kedudukan saksi anak kandung

dalam perkara perceraian nomor 0620/Pdt.G/2017/PA.Kab.Mn. di

Pengadilan Agama Kabupaten Madiun?

2. Bagaimana analisis yuridis terhadap dasar dan pertimbangan hakim

menerima saksi anak kandung dalam perkara perceraian nomor

0620/Pdt.G/2017/PA.Kab.Mn di Pengadilan Agama Kabupaten Madiun?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian yang

akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui analisis yuridis terhadap kedudukan saksi anak

kandung dalam perkara perceraian nomor 0620/Pdt.G/2017/PA.Kab.Mn.

(11)

2. Untuk mengetahui analisis yuridis terhadap dasar dan pertimbangan

hakim menerima saksi anak kandung dalam perkara perceraian nomor

0620/Pdt.G/2017/PA.Kab.Mn di Pengadilan Agama Kabupaten Madiun.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian yang

akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoretis

Penelitian ini diharapkan peneliti bermanfaat untuk

mengembangkan ilmu hukum acara peradilan agama untuk menjelaskan

tentang kedudukan saksi dari pihak keluarga yang mengfokuskan dari

anak kandung tergugat dan penggugat dalam perkara perceraian di

Pengadilan Agama Kabupaten Madiun.

2. Secara Praktis

a. Untuk memberikan pengetahuan yang luas tentang status saksi anak

kandung dalam kasus perceraian menurut hukum positif.

b. Penelitian ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Ahwal Syakhsiyyah

dan dan khususnya bagi penulis sebagai acuan mengenai status saksi

anak kandung dalam kasus perceraian di Pengadilan Agama.

c. Menambah ilmu pengetahuan bagi masyarakat umum untuk

mengetahui status saksi anak kandung dalam kasus perceraian di

(12)

E. Kajian Pustaka

Rencana penelitian ini berangkat dari telaah pustaka dan kajian

penelitian yang terdahulu. Adapun penelitian yang dilakukan sebelumnya,

yaitu:

Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh saudara Ikhwan Haji8

Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Malang fakultas Syari‟ah Al

-Ahwal Al-Syakhsyiyah tahun 2004 dengan judul skripsi “Keabsahan Saksi

Keluarga Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Kota Malang

Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif (Studi Kasus No.

2/Pdt.G/2003/PA.Mlg)”. Pendapat hakim mengenai keabsahan saksi keluarga

dalam memutuskan perkara perceraian perspektif Hukum Islam dan Hukum

Positif adalah ketentuan pasal 76 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1989

yang menyatakan harus mendatangkan saksi-saksi dari pihak keluarga atau

orang-orang dekat dengan suami istri untuk didengar keterangannya pada

gugatan perceraian, dan pasal 22 ayat (2) PP No. 9 Tahun 1975 tentang

gugatan dapat diterima apabila setelah mendengar pihak keluarga atau

orang-orang dekat dengan suami istri dan telah cukup jelas adanya perselisihan dan

pertengkaran merupakan ketentuan khusus dalam perkara perceraian atas

alasan Syiqaq dan sesuai dengan azas doktrin LexSpecialis DerogatLex

Generalis. Dengan mengesampingkan atau menyingkirkan ketentuan Pasal

145 dan 146 HIR (Pasal 172 dan 174 R.Bg). Dengan demikian hal tersebut

8

Ikhwan Haji, “Keabsahan Saksi Keluarga Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Kota Malang Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif (Studi Kasus No.

(13)

sudah sesuai dengan kandungan ayat 135 surat an-Nisa‟ dan ayat 8 surat al -Maidah.

Kedua, Penelitian yang dilakukan oleh Siti Aisyah Rosyid9, alumni

mahasiswa Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang Tahun 2014, dengan judul, “Pertimbangan Hakim Tentang Tertimonium De Auditu

Sebagai Alat Bukti Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif (Studi

Kasus Di PA Pasuruan)”. Penelitian ini mengfokuskan apakah Tertimonium

De Auditu dapat di pergunakan sebagai alat bukti dalam penyelesaian perkara

di Pengadilan Agama serta pandangan para hakim di tinjau dari Hukun Islam

dan Positif. Dari hasil penelitinnya menunjukkan bahwa alat bukti

Tertimonium De Auditu tidak dapat di pergunakan sebagai alat bukti saksi

dalam menyelesaikan perkara di Pengadilan Agama karena belum memenuhi

unsur-unsur dan syarat materiil pembuktian.

Ketiga, Penelitian skripsi yang di lakukan oleh Agus Firman10, alumni

mahasiswa Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang Tahun 2013, dengan judul “Kesaksian Non Muslim Dalam Pemeriksaan Sidang Pengadilan Agama Ditinjau Dari Hukum Islam” (Studi Kasus No.

766/Pdt.G/2003/PA.Mlg). peneliti ini mengfokuskan bagaimana pandangan

para ahli fiqh dan hakim Pengadilan Agama kota Malang terhadap kesaksian

non muslim dalam pemeriksaan sidang Pengadilan Agama di tinjau dari

9Siti Aisyah Rosyid, “Pertimbangan Hakim Ten

tang Tertimonium De Auditu Sebagai Alat Bukti Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif (Studi Kasus Di PA

Pasuruan),”Skripsi, Universitas Islam Negeri, Malang, 2014.

10Agus Firman, “Kesaksian Non Muslim Dalam Pemeriksaan Sidang Pengadilan Agama

(14)

hukum Islam.Hasil penelitiannya menyimpulkan, bahwa pandangan para ahli

fiqh berbeda pendapat menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, mereka

mengatakan bahwa kehadiran saksi non muslim terhadap muslim tidak di

perkenankan secara mutlak. Sedangkan kelompok kedua, sebagian ulama

memperbolehkan kesaksian non muslim dalam memberikan keterangan di

muka persidangan dengan alasan saksi harus benar-benar melihat,

mendengar, dan menyaksikan kejadian tersebut. Sedangkan para hakim kota

Malang mereka memperbolehkan kesaksian non muslim dalam pemeriksaan

perkara di perbolehkan karena kondisi saat ini masyarakat sudah membaur di

segala bidang.

Keempat, Penelitian yang dilakukan oleh Irvan Syah11, alumni

mahasiswa Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Tahun 2010, dengan judul “Kesaksian Dari Pihak Keluarga Dalam Perceraian Menurut Hukum Islam Dan Hukum Acara Perdata” Dengan melakukan studi

analisis yurisprudensi Putusan Nomor 221/Pdt.G/2008/PA TNG dalam

perkara perceraian yang ada di Pengadilan Agama banyak ditemukan saksi

dari pihak keluarga sedarah yaitu bapak atau ibu kandung dan juga sanak

keluarga, sementara itu yurisprudensi hakim yang terdapat dalam putusan No.

221/Pdt.G/2008/PA TNG membuktikan bahwa dalam putusan tersebut

terdapat saksi-saksi dari pihak keluarga yang diantaranya adalah pemohon

mengajukan saksi yang memiliki hubungan dengan pemohon sebagai bapak

kandung, sedangkan dari pihak termohon saksi yang diajukan tersebut

11Irvan Syah, “Kesaksian Dari Pihak Keluarga Dalam Perceraian Menurut Hukum Islam

(15)

memiliki hubungan sebagai ibu kandung. Ketentuan pasal pasal 145 HIR dan

pasal 172 RBG maupun 1909 KUHPerdata yang menjelaskan bahwa syarat

sah saksi mengharuskan diluar dari pihak keluarga. Disamping itu menurut

Mazhab Syafi’i juga melarang ketentuan saksi dari keluarga.

Kelima, Penelitian yang dilakukan oleh Beni Mustafa12, alumni

mahasiswa Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Tahun 2011, dengan judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Kesaksian Bisu dan Tuli dalam Pasal 285 HIR”, membahas tentang kedudukan saksi bisu dan tuli

mempunyai nilai sebagai alat bukti yang sah selama ia mampu menjelaskan

apa yang dipersaksikannya lewat juru bahasa kepada hakim dan ada

persesuaian antara keterangan yang diberikan dengan alat bukti lainnya.

Dengan demikian pembahasan penulis dengan skripsi di atas jelas

beda. Penelitian penulis adalahmemfokuskan kajian penelitian pada

kewenangan hakim terhadap putusan tentang kedudukan saksi dari anak

kandung dalam perkara perceraian Pengadilan Agama Kabupaten Madiun.

F. Metode Penelitian

Untuk memperolah data yang dibutuhkan agar dapat terarah dengan

baik dan sistematis, penyusun menggunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan

(field research), penelitian lapangan dilakukan dengan cara pengamatan

12Beni Mustafa, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Kesaksian Bisu

dan Tuli dalam Pasal

(16)

langsung ke lapangan untuk memperoleh data yang diperlukan. Adapun

metode yang dipakai adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang berperilaku

yang dapat diamati yang diarahkan pada latar dan individu secara holistik

(utuh).13

Sedangkan pendekatan Pendekatan masalah yang digunakan yaitu

melalui pendekatan secara yuridis normatif yang menjelaskan tentang

asas hukum atau doktrin hukum positif dengan mengadakan pendekatan

undang-undang yang telah berlaku dan mempunyai kekuatan hukum

tetap.14 Pendekatan yuridis normatif dilakukan untuk meneliti bagaimana

ketentuan dan hal lain mengenai saksi keluarga dalam perceraian.

Pendekatan kasus, dalam pendekatan kasus dilakukan melalui

sumber-sumber data primer berupa putusan hakim pengadilan agama yang

mengajukan saksi dari pihak keluarga dan dilakukan dengan cara telaah

terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi dan telah

menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap.

2. Kehadiran Peneliti

Peneliti di sini merupakan pengamat penuh dalam penelitian

karena untuk dapat memahami makna dan menafsirkan fenomena dan

simbol-simbol interaksi di lokasi peneliti dibutuhkan keterlibatan

13

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantittif, Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2015), 4.

14

(17)

langsung dan penghayatan peneliti terhadap subjek penelitian di

lapangan. Sebab dengan demikian, peneliti dapat mengkonfirmasi dan

mengadakan pengecekan kembali pada subjek apabila informasinya

kurang atau tidak sesuai dengan tafsiran.15

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dilakukan oleh penulis berada di

Pengadilan Agama Kabupaten Madiun. Dikarenakan perkara yang masuk

mengenai kesaksian di Pengadilan Agama Kabupaten Madiun ini sangat

bervariasi dan menarik. Salah satunya perkara yang penulis ingin teliti ini

sangat menarik dan belum pernah penulis temui sebelumnya.

4. Data dan Sumber Data

a. Data

1) Data mengenai kedudukan saksi anak kandung dalam perkara

perceraian nomor 0620/Pdt.G/2017/PA.Kab.Mn. di Pengadilan

Agama Kabupaten Madiun.

2) dasar dan pertimbangan hakim menerima saksi anak kandung

dalam perkara perceraian nomor 0620/Pdt.G/2017/PA.Kab.Mn

di Pengadilan Agama Kabupaten Madiun.

b. Sumber Data

Sumber data adalah tempat atau orang yang dapat diperoleh

suatu data atau informasi, sumber data ada dua jenis yaitu sumber

data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah

15

(18)

data yang diperoleh dan dikumpulkan dari sumber pertama. Dalam

penelitian ini sumber data primer diperoleh melalui wawancara

dengan hakim yang memutus perkara perceraian di Pengadilan

Agama Kabupaten Madiun. Sedangkan sumber data sekunder adalah

data yang diperoleh bukan dari sumber data primer, sumber data

sekunder merupakan data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak

langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya yaitu dari

buku-buku, dokumen putusan, artikel, skripsi dan

informasi-informasi yang diakses melalui jaringan internet yang berkaitan

dengan kesaksian dari pihak keluarga (anak kandung) dalam perkara

perceraian yang akan diteliti oleh penulis.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi dilakukan melalui suatu pengamatan dengan

disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan dan perilaku objek

sasaran.16 Metode ini bermanfaat untuk mendukung data yang telah

diperoleh sehingga data yang diperoleh benar-benar akurat.

b. Wawancara

Wawancara ialah tanya jawab lisan antara dua orang atau

lebih secara langsung, pewawancara disebut interviewer, sedangkan

orang yang diwawancara disebut interviewee. Wawancara yang

dilakukan dengan seorang hakim Pengadilan Agama Kabupaten

16

(19)

Madiun.17 Adapun wawancara yang dilakukan dengan tiga orang

hakim yaitu sebagai berikut:

1) Moehamad Fathnan, S.Ag., M.H.I

2) Drs. Akhmad Muntafa, M.H.,

3) Drs. H. Munirul Ihwan, M.H.I.

c. Dokumentasi

Data yang diperoleh untuk menjawab penelitian dicari dalam

bentuk dokumen atau bahan pustaka.18 Artinya adalah data dari

penelitian ini berasal dari dokumen yang berupa putusan dari

Pengadilan Agama Kabupaten Madiun dan data yang berupa

undang-undang yang berkaitan dengan perkara tersebut, serta dari

buku-buku yang berkaitan dengan perkara tersebut yaitu kedudukan

saksi dari pihak keluarga (anak kandung) dalam perkara perceraian.

6. Analisis Data

Analisa data yang merupakan proses pencarian dan penyusunan

secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara dan

bahan-bahan lain sehingga dapat di pahami dengan mudah dan dapat

diinformasikan kepada orang lain. Penulis menggunakan analisa data

kualitatif yang bersifat induktif, yaitu suatu analisis data dimana penulis

menjabarkan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian.

17

Husaini Usman dan Purnomo Setiyadi Akbar, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1996), 57.

18

(20)

7. Pengecekan Keabsahan Data

Demi terciptanya keakuratan data, maka peneliti akan melakukan

keabsahan data yaitu dengan cara perpanjangan pengamatan.

Perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan,

melakukan pengamatan, wawancara kembali dengan narasumber selaku

sumber data. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan

peneliti dengan narasumber akan semakin terbentuk suatu kepercayaan,

semakin akrab dan semakin terbuka sehingga tidak ada informasi yang

disembunyikan. Beberapa lama perpanjangan pengamatan ini dilakukan,

sangat tergantung pada kedalaman, keluasan dan kepastian data. Dalam

pengamatan ini difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah

diperoleh apakah setelah di cek kembali berubah atau tidak dan benar

atau tidak. Bila setelah di cek kembali data sudah benar, maka waktu

perpanjangan pengamatan diakhiri.

G. Sistematika Pembahasan

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis membagi pembahasan ke

dalam lima bab, yang masing-masing bab nya terdapat sub bab. Sistematika

pembahasan dalam penulisan skripsi ini antara lain adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi mengenai penjelasan umum dan

gambaran tentang isi skripsi diantaranya berisi tentang

(21)

penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode

penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II : KEDUDUKAN SAKSI DALAM PERSIDANGAN

Dalam Bab ini menjelaskan tentang Pengertian Saksi,

Sumber Hukum tentang Saksi, Syarat Saksi, Kewajiban

Saksi dan, serta kewenangan hakim selaku memeriksa dan

mengadili perkara hukum acara.

BAB III :PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA

KABUPATEN MADIUN NOMOR

0620/Pdt.G/2017/PA.Kab.Mn

Dalam bab ini menjelaskan tentang profil Pengadilan

Agama Kabupaten Madiun, kedudukan saksi anak kandung

dalam perkara perceraian no 0620/Pdt.G/2017/PA.Kab.Mn.

di Pengadilan Agama Kabupaten Madiun serta dasar dan

pertimbangan hakim dalam menerima kesaksian anak

kandung dalam perkara perceraian nomor

0620/Pdt.G/2017/PA.Kab.Mn di Pengadilan Agama

Kabupaten Madiun.

BAB IV : ANALISIS YURIDIS TERHADAP KESAKSIAN ANAK

KANDUNG DALAM PERKARA PERCERAIAN DI

PENGADILAN AGAMA KABUPATEN MADIUN

Pada bab ini merupakan bab yang paling penting karena

(22)

kedudukan saksi anak kandung dalam perkara perceraian

nomor 0620/Pdt.G/2017/PA.Kab.Mn di Pengadilan Agama

Kabupaten Madiun dan berisi analisis dasar dan

pertimbangan hakim tentang kesaksian anak kandung dalam

perkara perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten

Madiun

BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran

bagi peneliti selanjutnya maupun pihak-pihak yang

berkepentingan dengan tema ini.Saran berisi dua hal, yaitu

pengembangan keilmuan dalam bentuk penelitian lanjutan

(23)

BAB II

KEDUDUKAN SAKSI DALAM PERSIDANGAN

A. Pengertian Saksi dan Kesaksian

Saksi ialah orang yang memberikan keterangan dimuka sidang,

dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan

yang ia dilihat, dengar dan ia alami sendiri, sebagai bukti terjadinya peristiwa

atau keadaan tersebut.19

Seorang saksi dilarang menarik suatu kesimpulan, karena hal itu

adalah tugas hakim. Saksi yang akan diperiksa sebelumnya harus bersumpah

menurut cara agamanya atau berjanji, bahwa ia akan menerangkan yang

sebenarnya. Setelah disumpah saksi wajib memberi keterangan yang benar,

apabila ia dengan sengaja memberi keterangan yang palsu saksi dapat dituntut

dan dihukum untuk sumpah palsu menurut Pasal 242 KUHPidana.20

Dalam hukum acara perdata, pembuktian dengan saksi sangat penting

karena jika dalam suatu masyarakat desa biasanya perbuatan hukum yang

dilakukan tidak tertulis, melainkan dengan dihadiri oleh saksi-saksi karena

perbuatan hukum yang dilakukan kebanyakan masih menggunakan faham

saling mempercayai antara satu sama lain.

Dalam peristiwa yang demikian menjelaskan bahwa tidak selamanya

sengketa perdata dapat dibuktikan dengan alat bukti tulisan atau akta saja.

19

Muthi Arto, Prakter Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 165.

20

(24)

Akan tetapi jalan yang dapat ditempuh untuk membuktikan suatu perkara

ialah dengan menghadirkan saksi-saksi yang kebetulan melihat, mengalami

atau mendengar sendiri kejadian yang diperkarakan.

Kesaksian menurut hukum acara perdata ialah kepastian yang di

berikan kepada hakim dipersidangan tentang peristiwa yang disengketakan,

dengan jalan membuktikan secara lisan pribadi oleh orang yang bukan salah

satu pihak dalam perkara yang dipanggil di persidangan.21

Kesaksian merupakan alat bukti yang wajar, karena keterangan yang

diberikan kepada hakim dipersidangan itu berasal dari pihak ketiga yang

melihat atau mengetahui sendiri peristiwa yang bersangkutan. Pihak ketiga

pada umumnya melihat peristiwa yang bersangkutan lebih objektif dari pada

pihak yang berkepentingan sendiri.

Ditegaskan dalam pasal 1895 KUH Perdata yang berbunyi:

“Pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak

dikecualikan oleh undang-undang.” Jadi, pada prinsipnya alat bukti saksi

menjangkau semua.

Bidang dan jenis sengketa perdata, kecuali apabila undang-undang

sendiri menentukan sengketa yang hanya dapat dibuktikan dengan akta atau

alat bukti tulisan, barulah alat bukti saksi tidak dapat diterapkan. Seorang

saksi diharuskan benar-benar melihat, mendengar, mengetahui atau

mengalami sendiri terhadap apa yang disaksikannya, bukan berdasarkan

cerita dari mulut kemulut atau dari pendengaran ke pendengaran, lalu

21

(25)

kemudian saksi menyusun atau mengambil suatu kesimpulan atau

memberikan penilaiannya sendiri. Saksi tidak boleh menyimpulkan atas apa

yang disaksikannya itu melainkan menerangkan apa adanya menurut aslinya,

dan seorang saksi harus menyebutkan sebab ia mengetahui peristiwa

tersebut.22

B. Sumber Hukum tentang Saksi

Dalam Undang-undang dan hukum acara perdata di Indonesia juga

diatur masalah dasar-dasar saksi sebagai alat bukti. Dalam hal ini diatur

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan HIR adalah sebagai

berikut:

1. Pasal 1910 KUHPerdata dan Pasal 145 HIR

a. Pasal 1910 KUHPerdata

Anggota keluarga sedarah dan semenda salah satu pihak

dalam garis Iurus, dianggap tidak cakap untuk menjadi saksi; begitu

pula suami atau isterinya, sekalipun setelah perceraian.

Namun demikian anggota keluarga sedarah dan semenda

cakap untuk menjadi saksi:

1) dalam perkara mengenai kedudukan keperdataan salah satu

pihak;

22

(26)

2) dalam perkara mengenai nafkah yang harus dibayar menurut

Buku Kesatu, termasuk biaya pemeliharaan dan pendidikan

seorang anak belum dewasa;

3) dalam suatu pemeriksaan mengenai alasan-alasan yang dapat

menyebabkan pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang

tua atau perwalian;

4) dalam perkara mengenai suatu perjanjian kerja.

Dalam perkara-perkara ini, mereka yang disebutkan dalam

Pasal 1909 nomor 1 dan 2, tidak berhak untuk minta dibebaskan dan

kewajiban memberikan kesaksian.23

b. Pasal 145 HIR

1) Yang tidak boleh didengar sebagai saksi adalah:

a) keluarga sedarah dan keluarga semenda salah satu pihak

dalam garis lurus;

b) istri atau suami salah satu pihak, meskipun sudah bercerai;

c) anak-anak yang umumnya tidak dapat diketahui pasti,

bahwa mereka sudah berusia lima belas tahun;

d) orang gila, meskipun kadang-kadang ingatannya terang.

2) Akan tetapi keluarga sedarah dan keluarga semenda tidak boleh

ditolak sebagai saksi dalam perkara tentang keadaan menurut

hukum perdata kedua pihak yang berperkara atau tentang suatu

perjanjian kerja.

23

(27)

3) Orang tersebut dalam pasal 146 pada nomor 1dan 2, tidak

berhak mengundurkan diri dari tugas memberi kesaksian dalam

perkara tersebut dalam ayat di atas ini.

Pengadilan negeri berkuasa untuk melakukan pemeriksaan tanpa

sumpah terhadap anak-anak tersebut pada ayat pertama atau

orang gila yang kadangkadang ingatannya terang; tetapi

keterangan mereka itu hanya boleh dipandang sebagai

pewelasan saja.24

Yang menjadi sebab bahwa keluarga yang dekat tidak

diperbolehkan didengar sebagai saksi karena ditakutkan kesaksiannya

tidak dapat bersifat objektif, meskipun disumpah tidak akan membantu

keluargannya yang dapat merugikan pihak lawannya. Oleh ketentuan

ini maka si keluarga itu untuk melanggar sumpahnya atau sebaliknya

untuk merugikan keluarganya. Keluarga sedarah yang dimaksud dalam

pasal ini adalah baik yang sah maupun yang tidak sah.

Hal ini sangat jelas menurut undang-undang yang berlaku dan

telah memiliki kekuatan hukum tetap, serta menjadi pedoman dalam

suatu persidangan yang ada di pengadilan agama maupun pengadilan

negeri, untuk tidak menerima saksi dari pihak keluarga dalam perkara

perdata pada umumnya.

Sesuai dengan ketentuan pasal 145 HIR kedudukan saksi dari

pihak keluarga tidak dapat didengar kesaksiannya, begitu juga dengan

24

(28)

keluarga semenda yang dimaksud keluarga semenda adalah mereka

yang tertaik karena ikatan tali pernikahan. Adapun alasan saksi tidak

dapat didengar, karena dikhawatirkan mereka akan memberikan

keterangan yang palsu di persidangan.

Akan tetapi dalam hal ini keluarga sedarah dan keluarga

semenda tidak boleh ditolak sebagai saksi, dalam perkara-perkara

mengenai kedudukan sipil dari pihak yang bersangkutan atau mengenai

perjanjian kerja. Hal ini di jelaskan dalam pasal 76 Undang-undang No.

3 tahun 2006 tentang perubahan atas undang-undang No. 7 Tahun 1989

tentang Pengadilan Agama yang berbunyi:

(1) Apabila gugatan perceraian didasarkan atas syiqoq, maka maka

untuk mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan

saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat

dengan suami istri.

(2) Pengadilan setelah mendengar keterangan saksi tentang sifat

persangkaan antara suami istri dapat mengangkat seorang atau

lebih dari keluarga masing-masing pihak ataupun orang lain untuk

menjadi hakam.

Sedangkan orang-orang yang tersebut dalam ayat (1) pasal 145

HIR, diberi hak oleh undang-undang untuk mengundurkan diri untuk

tidak mau didengar sebagai saksi, karena dikhawatirkan kalau nanti

terjadi hubungan buruk dengan pihak yang dirugikan yaitu dengan

(29)

keterangan maka mereka akan disanderakan, dan apabila mereka berani

memberikan keterangan yang palsu yang menguntungkan saudaranya,

maka mereka dapat dituntut karena sumpah palsu. Oleh karena itu

berdasarkan keberatan-keberatan tersebut saksi boleh menentukan

sendiri, apakah ia mau didengar sebagai saksi atau tidak.

2. Pasal 1909 KUHPerdata dan Pasal 146 HIR

a. Pasal 1909 KUHPerdata25

Semua orang yang cakap untuk menjadi saksi, wajib

memberikan kesaksian di muka Hakim. Namun dapatlah meminta

dibebaskan dari kewajiban memberikan kesaksian;

1) siapa saja yang mempunyai pertalian keluarga sedarah dalam

garis ke samping derajat kedua atau keluarga semenda dengan

salah satu pihak:

2) siapa saja yang mempunyai pertalian darah dalam garis lurus tak

terbatas dan dalam garis ke samping dalam derajat kedua dengan

suami atau isteri salah satu pihak;

3) siapa saja yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau

jabatannya diwajibkan undang-undang untuk merahasiakan

sesuatu, namun hanya mengenai hal-hal yang dipercayakan

kepadanya karena kedudukan, pekerjaan dan jabatannya itu.

b. Pasal 146 HIR

1) Yang boleh mengundurkan diri dari memberi kesaksian adalah:

25

(30)

a) saudara dan ipar dari salah satu pihak, baik laki-laki

maupun perempuan;

b) keluarga sedarah dalam garis lurus dan saudara laki-laki dan

perempuan dari suami atau istri salah satu pihak;

c) sekalian orang yang karena kedudukan, pekerjaan atau

jabatannya yang sah, diwajibkan menyimpan rahasia, tetapi

semata-mata hanya tentang hal yang diberitahukan

kepadanya karena kedudukan, pekerjaan atau jabatannya

itu.

2) Pengadilan negerilah yang akan menimbang benar tidaknya

keterangan seorang, bahwa ia diwajibkan menyimpan

rahasia.26

Orang-orang yang dimaksud dalam pasal ini mempunyai hak

mengundurkan diri sebagai saksi. Keluarga sedarah menurut keturunan

yang lurus sudah termasuk dalam sebutan pasal 1910 KUHPerdata dan

pasal 145 HIR yang tidak boleh didengar sebagai saksi.Ini bukan berarti

hakim menolak mereka untuk memberikan kesaksian akan tetapi saksi

sendiri yang oleh undang-undang diberi hak untuk tidak mau didengar di

bawah sumpah.27

3. Pasal 1911 KUHPerdata dan Pasal 147 HIR

a. Pasal 1911 KUHPerdata

26

Ibid. 27

Retno Wulan Susanto dan Iskandar Oerip Kartawinata, Hukum Acara Dalam Praktek

(31)

Tiap saksi wajib bersumpah menurut agamanya, atau berjanji

akan menerangkan apa yang sebenarnya.

b. Pasal 147 HIR

Jika saksi itu tidak mengundurkan diri dari tugas memberi

kesaksian, atau jika pengundurannya dinyatakan tidak beralasan,

maka sebelum memberi keterangan, ia harus disumpah menurut

agamanya.

Pasal ini menerangkan secara tegas, bahwa saksi yang akan

didengar itu harus disumpah dahulu dan sumpah ini menurut

agamanya. Pasal ini tidak mengadakan pengecualian terhadap

sesorang yang akan memberikan kesaksian di dalam persidangan.

Kedudukan keluarga atau orang-orang yang dekat kepada suami

atau istri dalam pemeriksaan perkara perceraian atas alasan syiqaq adalah

sebagai saksi. Ini berdasarkan pasal 76 ayat (1) UU NO. 7 Tahun 1989.

Jadi bukan sekedar memberi keterangan, melainkan memberikan

keterangan sebagai “saksi”. Mereka didudukan secara formal dan materil

sebagai saksi. Secara formal keluarga dalam memberikan keterangan harus

disumpah. Jika ternyata keterangan yang mereka berikan memenuhi syarat

materil yakni keterangan yang merekaberikan berdasarkan pendengaran,

pengelihatan, penglihatan atau pengalaman sendiri, kemudian keterangan

yang mereka berikan saling bersesuaian dengan saksi atau alat bukti yang

(32)

Oleh karena keterangan yang mereka berikan sah dan bernilai sebagai alat

bukti, keterangan itu dengan sendirinya mempunyai nilai kekuatan

pembuktian.

Memang hal ini bertentangan dengan pasal 145-146 HIR atau pasal

172 RBG tidak apa, karena apa yang diatur dalam pasal 76 ayat (1) adalah

kehendak undang-undang sendiri. Dengan demikian Pasal 76 ayat (1) UU

No. 7 Tahun 1989 merupakan aturan pengecualian dari apa yang diatur

dalam pasal 145-146 HIR atau pasal 172 RBG. Keberadaaan Pasal 76 ayat

(1) merupakan ketentuan khusus dalam perkara perceraian atas dasar

syiqaq. Kalau begitu Pasal 76 ayat (1) menyingkirkan ketentuan umum

yang diatur dalam HIR dan RBG sesuai dengan asas doktrin lexspecialis

derogat lexgeneralis. Cuma harus diingat penerapan keluarga sebagai saksi

hanya berlaku dalam perkara perceraian yang didasarkan atas alasan

perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus, dia tidak bisa

diterapkan dalam perkara perceraian yang lain.

C. Syarat Saksi

1. Syarat formil

Undang-undang membedakan orang yang cakap (competence)

menjadi saksi dengan orang yang dilarang atau tidak cakap

(incompetency) menjadi saksi. Berdasarkan prinsip umum, setiap orang

dianggap cakap menjadi saksi kecuali undang-undang sendiri

(33)

tertentu tidak boleh memberi keterangan sebagai saksi, maka secara

yuridis orang yang bersangkutan termasuk kategori tidak cakap sebagai

saksi. Orang yang demikian oleh hukum tidak memenuhi syarat formil

sebagai saksi, karena orang demikian dilarang didengar sebagai saksi.

Orang yang dilarang didengar sebagai saksi, diatur secara

enumeratif dalam pasal 145 HIR, Pasal 172 RBg maupun Pasal 1909

KUHPerdata yang terdiri dari :

a. Kelompok yang tidak cakap secara absolut

Kelompok yang dianggap tidak cakap menjagi saksi secara absolut,

terdiri dari:

1) Keluarga sedarah dan semenda dari salah satu pihak menurut

garis lurus

2) Suami atau istri dari salah satu pihak meskipun sudah bercerai

Mereka inilah yang digolongkan tidak cakap secara absolut

menjadi saksi. Secara mutlak dibebaskan memberi keterangan

sebagai saksi. Terdapat beberapa alasan yang dijadikan dasar untuk

menempatkan mereka dalam kedudukan orang yang tidak cakap

atau dilarang menjadi saksi, yang penting di antaranya:

1) Dianggap tidak mampu bersikap objektif dalam memberi

keterangan, bahkan diperkirakan bertindak subjektif untuk

membela dan melindungi kepentingan pihak keluarganya.

2) Untuk menjaga terpeliharanya hubungan kekeluargaan yang

(34)

diberikannya dianggap merugikan kepentingan pihak

keluarganya, dapat menimbulkan perpecahan dan dendam di

antara keluargayang bersangkutan.

3) Untuk menghindari timbulnya tekanan batin bagi saksi setelah

memberi keterangan, apabila ia memihak atau berbohong.

Akan tetapi, dalam perkara tertentu mereka cakap menjadi

saksi, meskipun pihak-pihak yang berperkara terdiri dari keluarga

sedarah atau semenda maupun suami atau istri. Hal ini diatur dalam

Pasal 145 ayat ayat (2) HIR dan Pasal 1910 ayat (2) KUHPerdata,

yaitu dalam:

1) Perkara-perkara mengenai kedudukan keperdataan salah satu

pihak

2) Dalam perkara-perkara mengenai nafkah yang harus dibayar,

meliputi pembiayaan, pemeliharaan, dan pendidikan yang

digariskan Pasal 141 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 24 PP

No. 9 Tahun 1975.

3) Dalam perkara-perkara mengenai alasan yang dapat

menyebabkan pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan

orang tua berdasarkan Pasal 214 KUHPerdata atau Pasal 49

UU No. 1 Tahun 1974

4) Dalam perkara mengenai suatu persetujuan perburuan.28

b. Kelompok saksi yang tidak cakap secara relatif

28

(35)

Adapun kelompok saksi yang termasuk kategori tidak

cakap secara relatif,29 terdiri dari:

1) Anak-anak yang belum cukup berumur 15 tahun

2) Orang gila meskipun terkadang terang ingatannya

3) Orang yang berada dalam tahanan.

2. Syarat materiil

Syarat meteriil yang dijelaskan dijelaskan pada uraian ini bersifat

kumulatif, bukan alternatif. Apabila salah satu diantaranya tidak

terpenuhi, mengakibatkan keterangan yang diberikan saksi mengandung

cacat materiil, oleh karena itu, keterangan tersebut tidak sah sebagai alat

bukti. Sehubungan dengan itu, perlu diperhatikan syarat-syarat materiil

apa saja yang melekat pada alat bukti saksi.

a. Menerangkan tentang apa yang dilihat, yang didengar dan dialami

sendiri (pasal 171 HIR/308 RBg).

b. Diketahui sebab-sebab ia mengetahui peristiwanya (pasal 171 (1)

HIR/308 (1) RBg).

c. Bukan pendapat atau kesimpulan saksi sendiri (Pasal 171 (2)

HIR/308 (2) RBg).

d. Saling bersesuaian satu sama lain ( Pasal 170 HIR).

e. Tidak bertentangan dengan akal sehat.30

29

Ibid., 165 30

(36)

D. Kewajiban Saksi

Menjadi saksi adalah merupakan kewajiban hukum atas setiap orang.

Pasal 224 KUHP menyatakan bahwa “Barang siapa dipanggil sebagai saksi,

solusi ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak

memenuhi suatu kewajiban yang menurut undang-undang selaku demikian

harus dipenuhinya, diancam:

Ke – 1 : dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan

bulan

Ke – 2 : dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.31

Ada tiga kewajibannya bagi seseorang yang dipanggil sebagai saksi,

yaitu:

1. Kewajiban untuk menghadap

Kewajiban untuk menghadap di persidangan pengadilan ini

dapat disimpulkan dari pasal 140 dan 141 HIR (pasal 166, 167 RBg),

yang menentukan adanya sanksi bagi saksi yang tidak mau datang

setelah dipanggil dengan patut. Apabila pada hari yang telah ditetapkan

saksi yang dipanggil tidak datang, maka ia dihukum untuk membayar

biaya yang telah dikeluarkan sia-sia dan ia akan dipanggil sekali lagi

(pasal 140 HIR, 166 RBg). Kalau setelah dipanggil untuk kedua kalinya

ia tidak juga datang menghadap, maka untuk kedua kalinya ia dihukum

untuk membayar biaya yang telah sia-sia dikeluarkan dan dikum pula

untuk mengganti kerugian yang diderita oleh para pihak karena

31

(37)

ketidakhadirannya saksi dan di samping itu hakim dapat

memerintahkan agar saksi dibawa oleh polisi ke pengadilan (pasal 141

HIR, 167 RBg). Apabila saksi yang dipanggil bertempat tinggal di luar

wilayah hukum Pengadilan Negeri yang memanggil, maka tidak ada

kewajiban untuk datang. Tetapi pendengaran saksi ini dilimpahkan

kepada Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat

tinggal saksi (pasal 143 HIR, 170 RBg). Berita acara pemeriksaan saksi

ini kemudian harus dibacakan di persidangan.

Pada hari sidang yang ditetapkan, para saksi dipanggil untuk

masuk di ruang sidang satu demi satu (pasal 144 ayat (1) HIR, 171 ayat

(1) RBg). Yang harus ditanyakan kepada saksi oleh hakim ialah nama,

pekerjaan, umur dan tempat tinggal serta apakah saksi masih

mempunyai hubungan keluarga, baik sedarah maupun semenda dengan

para pihak yang bersengketa atau apakah ia menerima upah atau bekerja

untuk salah satu pihak (pasal 144 ayat (2) HIR, 171 ayat (2) RBg).32

2. Kewajiban untuk bersumpah

Saksi apabila tidak mengundurkan diri sebelum memberi

keterangan harus disumpah menurut agamanya. Kewajiban untuk

disumpah menurut agamanya masing-masing dengan ancaman jika

tidak mau bersumpah, dapat ditahan sampai saksi memenuhi

kewajibannya itu (Pasal 147-148 HIR – 175 -176 RBg).

32

(38)

Sumpah di persidangan harus diangkat secara sendiri/pribadi,

namun demikian, Hakim karena alasan penting dapat mengizinkan

pengakuan sumpah oleh seorang yang dikuasakan suatu akta otentik,

dan sumpah harus dihadiri pihak lawan, kecuali pihak lawan tidak hadir

meskipun telah dipanggil dengan patut.33

Sumpah ini diucapkan sebelum memberi kesaksian dan berisi

janji untuk menerangkan yang sebenarnya, maka sumpah ini disebut

juga sumpah promissoir, lain dengan sumpah sebagai alat bukti disebut

sumpah confirmatoir, sumpah oleh saksi ini harus diucapkan dihadapan kedua belah pihak.

Bagi saksi yang beragama Islam rumusan atau lafal sumpah itu

berbunyi “Demi Allah, Saya bersumpah bahwa saya akan menerangkan yang benar dan tidak lain daripada yang sebenarnya”. sedangkan Bagi

saksi yang beragama Kristen, dengan berdiri sambil mengangkat tangan

kanannya sampai setinggi telinga serta merentangkan jari telinjuk dari

jari tengahnya (pasal. 1 S. 1920 no. 69) mengucapkan sumpah “Saya

bersumpah bahwa saya akan menerangkan yang benar dan tidak lain dari pada yang sebenarnya”34

33

Elise T. Sulistini dan Rudy T. Erwin, Petunjuk Praktis Menyelesaikan Perkara-Perkara Perdata, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), 35.

34Irvansyah, “Saksi dari Pihak Keluarga Keluarga dalam Gugat Cerai

Menurut Hukum

Islam dan Hukum acara Perdata,”

(39)

3. Kewajiban memberikan keterangan

Kewajiban untuk memberikan keterangan, dengan ancaman jika

tidak mau, dapat ditaham sementara sampai memenuhi kewajiban

(pasal 148 HIR – 146 RBg) jika memberikan keterangan tidak benar

setelah di sumpah, dapat dituntut karena sumpah palsu.35

Dari penjelasan yang ada diatas dapat disimpulkan bahwa orang

yang dapat didengar sebagai saksi adalah pihak ketiga dan bukan salah

satu pihak yang berperkara, pasal 139 ayat (1) HIR dan pasal 165 ayat

(1) RBg. Apa yang ditanyakan kepada saksi harus disampaikan oleh

pihak yang bersangkutan kepada hakim. Jadi pertanyaan kepada saksi

harus melalui hakim. Dalam hal ini hakim dapat menolak suatu

pertanyaan yang diajukan oleh pihak yang bersangkutan untuk

ditanyakan kepada saksi apabila menurut pertimbangannya pertanyaan

itu tidak relevan, bahkan hakim harus atas kehendak sendiri bertanya

kepada saksi segala macam pertanyaan sekiranya hal itu akan menuju

kepada kebenaran (pasal 150 HIR, 178 RBg).

Sedangkan seorang saksi yang dapat didengar kesaksiannya dan

dapat diterima dipengadilan untuk menjadi saksi, yaitu seorang saksi

harus dapat bersikap objektif atau tidak boleh ada ikatan kekeluargaan,

seorang saksi harus memenuhi syarat formil dan materiil di pengadilan.

35

(40)

E. Kewenangan Hakim

Dalam peradilan perdata, tugas Hakim ialah mempertahankan tata

hukum perdata, menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu

perkara. Dengan demikian yang menjadi tugas pokoknya adalah menerima,

memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan

kepadanya.36

Kebenaran yang akan dicapai dalam hukum acara perdata sifatnya lain

dengan kebenaran yang dicapai dalam acara pidana. Dalam hukum acara

pidana, kebenaran yang ingin dicapai adalah kebenaran yang bersifat materiil,

artinya Hakim pidana wajib menyelesaikan sedalam-dalamnya tentang

sesuatu kejadian yang dituduhkan atas diri seseorang, di mana seseorang

tidak bisa dipersalahkan telah melakukan tindak pidana, kecuali apabila

berdasarkan bukti-bukti yang sah Hakim memperoleh keyakinan tentang

kesalahan terdakwa. Sedangkan dalam hukum acara perdata untuk

memenangkan seseorang tidak perlu adanya kenyakinan Hakim, yang penting

adanya alat-alat bukti yang sah, dan berdasarkan alat bukti tersebut Hakim

akan mengambil keputusan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Dengan

demikian tampaklah di sini bahwa kebenaran dalam hukum acara perdata

cukup dengan kebenaran formil saja.37

Menurut sistem H.I.R dan R.Bg., hakim mempunyai peranan aktif

memimpin acara dari awal sampai akhir pemeriksaan perkara. Hakim

berwenang untuk memberikan petunjuk kepada pihak mengajukan

36

M. Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), 15 37

(41)

gugatannya ke pengadilan (pasal 119 HIR – 143 R.Bg) dengan maksud supaya perkara yang dimajukan itu menjadi jelas duduk persoalannya dan

memudahkan hakim memeriksa perkara itu. Lebih dari itu, hakim berwenang

untuk mencatat segala apa yang dikemukakan oleh penuntut keadilan, apabila

yang bersangkutan itu tidak dapat menulis. (pasal 120 HIR – 144 R.Bg.)38

Fungsi dan peran hakim dalam proses perkara perdata hanya terbatas

pada mencari dan menemukan kebenaran formil, dimana kebenaran tersebut

diwujudkan sesuai dengan dasar alasan dan fakta-fakta yang diajukan oleh

para pihak selama proses persidangan berlangsung. Sehubungan dengan sifat

pasif tersebut, apabila hakim yakin bahwa apa yang digugat dan diminta

penggugat adalah benar, tetapi penggugat tidak mampu mengajukan bukti

tentang kebenaran yang diyakininya, maka hakim harus menyingkirkan

kenyakinan itu dengan menolak kebenaran dalil penggungat, karena tidak

didukung dengan bukti dalam persidangan.

Makna pasif bukan hanya sekedar dan memeriksa apa-apa yang

diajukan para pihak, tetapi tetap berperan dan berwenang menilai kebenaran

fakta yang diajukan ke persidanagn, dengan ketentuan :

1. Hakim tidak dibenarkan mengambil prakarsa aktif meminta para pihak

mengajukan atau menambah pembuktian yang diperlukan. Semuanya itu

menjadi hak dan kewajiban para pihak. Cukup atau tidak alat bukti yang

diajukan terserah sepenuhnya kepada kehendak para pihak. Hakim tidak

38

(42)

dibenarkan membantu pihak manapun untuk melakukan sesuatu, kecuali

sepanjang hal yang ditentukan undang-undang.

2. Menerima setiap pengakuan dan pengingkaran yang diajukan para pihak

di persidangan, untuk selanjutnya dinilai kebenarannya oleh hakim.

3. Pemeriksaan dan putusan hakim, terbatas pada tuntutan yang diajukan

penggugat dalam gugatan. Hakim tidak boleh melanggar asas ultra vires

atau ultra petita partium yang digariskan Pasal 189 RBg/178 HIR ayat

(3) yang menyatakan hakim dilarang menjatuhkan putusan atas hal-hal

yang tidak diminta atau mengabulkan lebih daripada yang digugat.39

Jadi kewenangan hakim dalam masalah perceraian sesuia dengan alat

bukti yang diajukan oleh para pihak dalam persidangan dengan hakim

menilai bukti tersebut sehingga hakim mempunyai gambaran untuk

menjatuhkan putusan yang diajukan oleh penggugat.

39

(43)

BAB III

PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA KABUPATEN

MADIUNNOMOR 0620/Pdt.G/2017/PA.Kab.Mn

A. Pengadilan Agama Kabupaten Madiun

1. Profil Pengadilan Agama Kabupaten Madiun

Pengadilan Agamaberada di bawah Mahkamah Agung, yang

ditujukan untuk rakyat pencari keadilan yang beragama islam

mengenai perdata tertentu yang diatur dalam undang-undang, sebagai

pengadilan tingkat pertama, pengadilan agama memiliki tugas dan

wewenang untuk memeriksa, mmutus, dan menyelesaikan perkara

antarorang yang beragama islam dalam bidang perkawinan, warisan,

wasiat, hibah, wakaf, shadaqah dan ekonomi syariah.40Pengadilan

Agama mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Memberikan pelayanan Tekhnis Yustisial dan Administrasi

Kepaniteraan bagi perkara Tingkat Pertama serta Penyitaan dan

Eksekusi.

b. Memberikan pelayanan dibidang Administrasi Perkara banding,

Kasasi, dan Peninjauan Kembali serta Administrasi Peradilan

lainnya.

c. Memberikan pelayanan administrasi umum pada semua unsur di

Lingkungan Pengadilan Agama.

40

(44)

d. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang

Hukum Islam pada instansi Pemerintah di daerah Hukum nya

apabila diminta.

e. Memberikan pelayanan permohonan pertolongan pembagian

harta peninggalan di luar sengketa antar orang – orang yang

beragama Islam

f. Waarmerking Akta Keahliwarisan dibawah tangan untuk

pengambilan deposito / tabungan dan sebagainya.

Melaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti

penyuluhan hukum, memberikan pertimbangan hukum agama,

pelayanan riset/penelitian, pengawasan terhadap advokat / penasehat

hukum dan sebagainya.

Pengadilan Agama Kabupaten Madiun41 berada di wilayah

Kabupaten Madiun, terletak di Jalan Raya Tiron Km.6 Nglames,

Madiun dengan Nomor Telpon 0351-463301. Gedung Pengadilan

Agama Kabupaten Madiun berdiri diatas tanah seluas 1.539 M2

dengan gedung permanent ukuran 250 M2 dengan status hak milik

nomor 187/PELITA IV/II/87 yang dibangun secara permanent mulai

proyek Tahun 1986/1987 dan diresmikan penggunaanya pada hari

Kamis Kliwon tanggal 3 Jumadil Awal 1408 Hijriyah yang

bertepatan dengan tanggal 24 Desember 1987 Masehi oleh Bupati

Kepala Daerah Tk. II Madiun, Bapak Drs.Bambang

41

(45)

Koesbandono.Kemudian mulai Tahun 1995/1996 diperluas dengan

proyek Tahun 1995/1996 dengan luas 100 M2, diatas tanah milik

Negara (Departemen Agama seluas 1539 M2).

Pengadilan Agama Kabupaten Madiun yang letak

geografisnya sebelah utara kota Madiun, dapat dikatakan juga

ekspansi Lembaga Pelayanan Hukum kota halmana pada awalnya

mempunyai induk di Pengadilan Agama Kotamadya Madiun.

Ekspansi ini dilatar belakangi oleh meningkatnya perkara perdata

yang masuk pada Pengadilan Agama Kotamadya Madiun, hal ini

sebagai upaya memudahkan penyelesaian perkara, selain itu

pemisahan ini juga dimaksudkan agar ada identifikasi jelas tentang

kelas atau tipe serta pemisahan administratif antara Kota dengan

Kabupaten.42

Pengadilan Agama Kabupaten Madiun dalam kurun waktu 17

Tahun telah mengalami pergantian kepemimpinan 5 periode. Pada

Tahun pertama, Pengadilan Agama Kabupaten Madiun dipimpin oleh

Drs. Abdul Malik (1987 – 1990 ) yang pada saat itu hanya memeiliki

seorang hakim tetap, tiada lain adalah sang ketua sendiri. Sementara

dalam menjalankan proses persidangan dibantu oleh tiga orang hakim

honorer, mereka adalah: KH. Khudlori, dan KH. Haromain, dan

Shafurah.Pada Tahun 1990 Pengadilan Agama Kabupaten Madiun

42

(46)

mendapat dua hakim tetap, yaitu Miswan, SH dan Drs. Misbahul

Munir.43

Pada periode kedua tongkat kepemimpinan dibawah kendali

Drs. Muhtar, R.M, SH (1990 -1996). Pada periode ini, pola

Bindalmin sudah dapat dijalankan dengan baik. Selanjutnya pada

periode ketiga, Pengadilan Agama Kabupaten Madiun dipimpin oleh

Drs. H. Ali Ridlo, SH (1996-2001) setelah itu kepemimpinan diambil

oleh Drs. Ghufran Sulaiman (2001-2004). Selanjutnya pada periode

keempat, Pengadilan Agama Kabupaten Madiun dipimpin oleh Dra.

Hj. Umi Kulsum, SH.,MH (2004-2008). Selanjutnya pada periode

kelima ini, pucuk kepemimpinan Pengadilan Agama Kabupaten

Madiun diduduki Drs. H. Salman Asyakiri, SH (2008-2010).Dan

pada periode keenam ini, pucuk kepemimpinan Pengadilan Agama

Kabupaten Madiun diduduki Hj. Sri Astuti, SH, periode ketujuh

diduduki oleh Drs. H. Amam Fakhrur, SH.,MH dan periode

kedelapan diduduki oleh Drs. Kafit, MH hingga sekarang

2. Visi dan Misi

Visi dan Misi Pengadilan Agama Kabupaten Madiun adalah sebagai

berikut:

a. Visi

Pengadilan Agama Kabupaten Madiun mengacu pada visi

Mahkamah Agung R.I. sebagai puncak kekuasaan kehakiman di

43

(47)

Negara Republik Indonesia, yaitu : "Terwujudnya Badan Peradilan

Indonesia Yang Agung".

b. Misi

Untuk mencapai Visi tersebut ditetapkan misi-misi

sebagai berikut :

1) Meningkatkan Profesionalisme Aparat Peradilan Agama;

2) Mewujudkan Manajemen Peradilan Agama Yang Modern;

3) Meningkatkan Kwalitas Sistem Pemberkasan Perkara Yang

di Mohonkan Banding, Kasasi dan PK;

4) Meningkatkan Kajian Syari'ah sebagai Sumber Hukum

Materiil Peradilan Agama.44

B. Kedudukan saksi anak kandung dalam perkara perceraian nomor

0620/Pdt.G/2017/PA.Kab.Mn. di Pengadilan Agama Kabupaten Madiun.

Dilihat dari putusan nomor 0620/Pdt.G/2017/PA.Kab.Mn adapun

duduk perkara atau dalil-dalinya adalah penggugat telah menjatuhkan gugatan

kepada tergugat dengan alasan-alasan bahwa penggugat dan tergugat telah

melangsungkan perkawinan secara sah pada tanggal 18 Maret 1989 dan telah

tercatat dalam Dulikat Akta Nikah KUA Kecamatan Jiwan No.

443/28/III/1989 di Kabupaten Madiun, dalam perkawinan antara penggugat

dan tergugat telah dikaruniai 2 (dua) anak yang bernama Ige Ayu Maretha,

umur 27 tahun dan Igesti Ayu Artha, umur 14 tahun.

44

(48)

Terhadap dalil penggugat mengenai adanya pertengkaran dan

percekcokkan yang memuncak dikarenakan Tergugat kembali kedapatan

sedang jalan dengan WIL (Wanita Idaman lainnya) dalam hal ini tidak ada

bantahan karena tergugat tidak pernah datang dalam persidangan. Dalam

pasal 1865 KUHPerdata dan pasal 163 HIR menegaskan bahwa setiap orang

yang mendalilkan bahwa ia mempunyai hak atau guna meneguhkan haknya

sendiri maupun membantah hak orang lain menunjukkan pada suatu

peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.Maka

penggugat membuktikan dalil tersebut dengan membawa bukti surat dan 2

(dua) saksi yang berasal dari tetangga penggugat dan anak penggugat adalah

yang masing-masing telah penulis rangkum mengaku bernama:

1. SAKSI I,45 umur 42 tahun, agama Islam, pekerjaan Mengurus Rumah

tangga, tempat kediaman di RT.014 RW. 006 Desa Sambirejo

Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun, Saksi telah memberikan

keterangan dibawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut:

a) Bahwa Saksi kenal Penggugat karena Saksi adalah tetangga

Penggugat.

b) Bahwa Saksi tahu, rumah tangga Penggugat dan Tergugat pada

awalnya rukun dan ba'da dukhul dan telah dikaruniai 2 orang anak,

namun sejak November 2013 mulai goyah di mana Saksi seringkali

menyaksikan Penggugat dan Tergugat berselisih dan bertengkar.

45

(49)

c) Bahwa perselisihan dan pertengkaran Penggugat dan Tergugat

disebabkan oleh Tergugat kembali kedapatan sedang jalan dengan

WIL (Wanita Idaman lainnya) tersebut, sehingga Tergugat

memutuskan untuk pergi meninmggalkan rumah dan sampai

sekarang tidak diketahui alamatnya yang jelas dan pasti.

d) Bahwa Penggugat dan Tergugat sudah pisah rumah sejak bulan

November tahun 2013, sampai sekarang sudah mencapai sekitar 4

tahun.

e) Bahwa Tergugat sekarang tidak diketahui dimana ia bertempat

tinggal dan Penggugat telah berusaha mencari tempat tinggal

Tergugat tetapi tidak diketemukan.

f) Bahwa Saksi sudah menasehati Penggugat begitu juga keluarga

Penggugat sudah menasehati Penggugat agar sabar dan tetap rukun

dengan Tergugat namun tidak berhasil.

2. SAKSI II,46 umur 27 tahun, agama Islam, pekerjaan tani, tempat

kediaman di Kabupaten Madiun, Saksi telah memberikan keterangan

dibawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut:

a) Bahwa Saksi kenal Penggugat karena Saksi adalah anak Penggugat.

b) Bahwa Saksi tahu, rumah tangga Penggugat dan Tergugat pada

awalnya rukun dan ba'da dukhul dan telah dikaruniai 2 orang anak;,

namun sejak awal bulan november 2013 mulai goyah di mana Saksi

46

(50)

seringkali menyaksikan Penggugat dan Tergugat berselisih dan

bertengkar.

c) Bahwa perselisihan dan pertengkaran Penggugat dan Tergugat

disebabkan oleh Tergugat kembali kedapatan sedang jalan dengan

WIL (Wanita Idaman lainnya) tersebut, sehingga Tergugat

memutuskan untuk pergi meninmggalkan rumah dan sampai

sekarang tidak diketahui alamatnya yang jelas dan pasti.

d) Bahwa Penggugat dan Tergugat sudah pisah rumah sejak tahun

2013, sampai sekarang sudah mencapai sekitar 4 tahun.

e) Bahwa Tergugat sekarang tidak diketahui dimana ia bertempat

tinggal dan Penggugat telah berusaha mencari tempat tinggal

Tergugat tetapi tidak diketemukan.

f) Bahwa Saksi sudah menasehati Penggugat begitu juga keluarga

Penggugat sudah menasehati Penggugat agar sabar dan tetap rukun

dengan Tergugat namun tidak berhasil.

Melihat pentingnya saksi dalam perkara perdata, maka di dalam

hukum acara perdata secara khusus mengatur tentang pembuktian dengan alat

bukti saksi berdasarkan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh

seseorang untuk dapat menjadi saksi. Berdasarkan syarat-syarat saksi

menjelaskan bahwa kedudukan saksi dari pihak keluarga tidak dapat diterima

kesaksiannya, sesuai dengan ketentuan pasal 1909 KUHPerdata yang

menjelaskan bahwa saksi dari pihak keluarga tidak dapat didengar

(51)

Drs. Akhmad Muntafa, M.H, Apabila perceraian itu atas dasar pertengkaran atau perselisihan terus menerus antara kedua belah pihak maka mejelis hakim selain memeriksa alat bukti surat juga diperlukan alat bukti saksi untuk memperoleh kebenaran untuk memutuskan perkara. Maka berdasarkan dalil-dalil gugatan yang diajukan oleh penggugat tersebut perlu adanya saksi yang berasal dari pihak keluarga karena menurut majelis hakim yang banyak mengetahui kejadian perselisian atau pertengkaran yang terjadi antara pengguat dan terguat itu orang yang dengan penggugat dan tergugat, karena mereka dianggap mengetahui dan mendengar sendiri kejadian

tersebut.47

Drs. H. Munirul Ihwan, M.H.I kedudukan saksi dari pihak keluarga yang memberikan keterangan di persidangan itu sah saja di dengar kesaksiannya. Walaupun itu anak kandung dari penggugat dan tergugat, karena anak tersebut sudah berusia diatas 15tahun yang usianya sudah sesuai dengan syarat-syarat menjadi saksi dan apalagi anak tersebut sudah menikah maka kesaksiannya sudah

dapat dipertanggungjawabkan kesaksiannya.48

Moehamad Fathnan, S.Ag. kedudukan anak kandung dalam persidangan sah saja atau keterangannya dapat diterima sebagai alat bukti saksi yang disumpah. Karena kedudukan saksi sudah dijelaskan dalam undang-undang pengadilan agama dalam masalah perceraian yang didasarkan atas perselisihan atau petengkaran kedua belah pihak maka dibutuhkan keterangan dari pihak keluarga, sedangkan

keluarga itu terdiri dari bapak, ibu dan anak-anaknya.49

Maka dalam putusan nomor 0620/Pdt.G/2017/PA.Kab.Mn kedudukan

saksi sudah dibenarkan dalam undang undang-undang karena dalam gugatan

tersebut didasarkan atas pertengkaran dan percekcokan antara penggugat dan

tergugat. Maka dalam putusan sah secara hukum.

Dalam hal ini majelis hakim mengabulkan gugatan penggugat,

tergugat tidak pernah datang menghadap ke persidangan meskipun telah

dipanggil secara resmi dan patut dan ternyata ketidak hadiran Tergugat

47

Drs. Akhmad Muntafa, M.H, Hasil Wawancara, 17 April 2018.

48

Drs. H. Munirul Ihwan, M.H.I, Hasil Wawancara, 26 April 2018

49

(52)

tersebut tidak disebabkan oleh sesuatu alasan yang sah, maka berdasarkan

pasal 125 HIR, perkara ini diputus dengan putusan verstek.

C. Dasar dan pertimbangan hakim dalam menerima kesaksian anak

kandung dalam perkara perceraian nomor 0620/Pdt.G/2017/PA.Kab.Mn

di Pengadilan Agama Kabupaten Madiun.

Pertimbangan hakim merupakan aspek terpenting dalam menentukan

Referensi

Dokumen terkait

sangat ketat, perusahaan harus mampu memberikan harga dan kualitas produk yang berkualitas terhadap pembelinya karena perusahaan dikatakan berhasil mencapai

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kreativitas pada intinya merujuk kepada kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang baru baik berupa gagasan maupun karya nyata,

Pengujian ketiga variabel bebas X (NPL, LAR, dan LDR) berpengaruh signifikan terhadap variabel Keputusan Pemberian Kredit (Y) sehingga hipotesis yang diajukan terbukti.

Padahal jika dilihat dari potensi konsumen baik dari RTP dan maupun konsumen untuk usaha skala kecil (homestay) maka pengembangan energi terbarukan layak dilakukan, misalnya

Konflik menjadi terkait dengan topik utama yaitu budaya patriarki dalam penelitian ini dilihat dari bagaimana budaya patriarki dalam konflik yang terjadi di masyarakat yang

1. Izlučivanje značajki: Analitičar može biti suočen s ogromnim količinama sirovih dokumenata, logiranja u sustav, ili trgovačkih transakcija, bez uputa kako bi se ti sirovi

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Alloh SWT, atas segala rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang berjudul

Penelitian dengan judul faktor kondisi, fekunditas, dan seks rasio ikan yang ditangkap di Sungai Serayu pada tempat bermuaranya Sungai Logawa wilayah Kecamatan