II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Botani Tanaman Sorgum
Berdasarkan klasifikasi botaninya, Sorghum bicolor (L.) Moench termasuk
ke dalam :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Ordo : Cyperales
Family : Poaceae
Genus : Sorghum
Spesies : Sorghum bicolor L. Moench (Anonim,2010)
Sorgum (Sorghum bicolor L.) adalah tanaman serealia yang potensial
untuk dibudidayakan dan dikembangkan, khususnya pada daerah-daerah marjinal
dan kering di Indonesia. Keunggulan sorgum terletak pada daya adaptasi
agroekologi yang luas, tahan terhadap kekeringan, produksi tinggi, perlu input
lebih sedikit serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibandingkan tanaman
pangan lain. Selain itu, tanaman sorgum memiliki kandungan nutrisi yang tinggi,
sehingga sangat baik digunakan sebagai sumber bahan pangan maupun pakan
ternak alternatif. Tanaman sorgum telah lama dan banyak dikenal oleh petani
Indonesia khususnya di daerah Jawa, NTB dan NTT. Di Pulau Jawa, sorgum
dikenal dengan nama Cantel, dan biasanya petani menanamnya secara tumpang
Tanaman sorgum mampu beradaptasi pada daerah yang luas mulai 450LU
sampai dengan 400LS, mulai dari daerah dengan iklim tropis-kering sampai
daerah beriklim basah. Menurut Tabri dan Zubachtirodin (2013) sorgum dapat
tumbuh pada hampir semua jenis tanah, kecuali pada tanah Podzolik Merah
Kuning yang masam. Tanah Vertisol (Grunusol),Aluvial, Andosol, Regosol, dan
Mediteran umumnya sesuai untuk sorgum. Sorgum dapat ditanam dengan tingkat
kesuburan tanah dari rendah sampai tinggi asalkan solum tanah agak dalam
dengan pH 6.5-7.5.
Sorgum memiliki beberapa keunggulan apabila dibandingkan dengan
tanaman pangan lainnya. Kandungan gizi sorgum sangat baik untuk beberapa
komponen seperti kalsium dan protein bahkan lebih bagus dari beras dan jagung.
Selain itu, batang sorgum dapat difermentasikan menjadi bioetanol untuk dapat
diproduksi menjadi bahan bakar energi non-fosil secara masal. Keunggulan
sorgum yang lain adalah sifat adaptifnya yang cukup tinggi sehingga dapat
dikembangkan di berbagai kondisi lahan di Indonesia (Sungkono et al. 2009).
Budidaya sorgum manis di Indonesia masih belum intensif dilakukan oleh
masyarakat Indonesia, padahal potensinya sangat baik untuk memenuhi
kebutuhan pakan ternak yang selama ini didominasi oleh pakan impor, juga
sebagai salah satu jenis bahan bakar nabati untuk menggantikan BBM. Bioetanol
adalah salah satu jenis bahan bakar nabati yang sudah lama dikembangkan untuk
menggantikan BBM yang dibuat dari biomassa tanaman (batang) melalui proses
biologi (enzimatik dan fermentasi). Menurut Balitbang (2012) komposisi kimia
Sorgum mengandung mineral Ca, P, Fe, lemak esensial, asam amino lisin,
isoleusin, vitamin B1, Niacin, dan riboflavin.
B. Populasi dan Jarak Tanam Sorgum
Jarak tanam merupakan salah satu hal terpenting dalam budidaya karena
mempengaruhi penyerapan hara, air, cahaya. Keuntungan yang akan didapatkan
jika menggunakan jarak tanam yang tepat adalah meningkatkan penerimaan
intensitas cahaya matahari pada daun dan diharapkan hasil asimilat meningkat
sehingga pengisian biji dapat optimal, serta memudahkan pemeliharaan tanaman,
terutama penyiangan gulma baik secara manual maupun dengan herbisida,
pemupukan, serta pemberian air (Balitsereal 2013).
Pengaturan jarak tanam sangat berkaitan erat dengan kerapatan tanaman.
Kerapatan tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Penggunaan jarak tanam yang rapat akan meningkatkan jumlah
populasi, tetapi kompetisi yang dialami tanaman juga semakin ketat (Harjadi
1996). Pada awalnya peningkatan populasi akan meningkatkan hasil, jika populasi
terus ditingkatkan maka hasil akan turun. Hal tersebut karena persaingan yang
terjadi antara tanaman dalam memperoleh hara semakin meningkat. Menurut
Zaubin (1985) semakin tinggi populasi maka produksi akan meningkat namun
ketika populasi terus meningkat hingga titik tertentu maka akan terjadi penurunan
produksi. Hubungan antar populasi tanaman dan hasil produksi ini disebut
hubungan parabolik. Penggunaan jarak tanam tergantung pada varietas tanaman
tanaman yang digunakan, secara umum jarak tanam yang biasa digunakan untuk
tanaman ha-1 (Tabri dan Zubachtirodin 2013). Selain varietas tanaman
ketersediaan hara pada lahan juga mempengaruhi jarak tanam yang digunakan.
Tanah dengan tingkat kesuburan yang rendah menggunakan jarak tanam yang
lebar karena ketersediaan hara tanaman akan terbatas.
Menurut Sobariah (1999) jarak tanam mempengaruhi jumlah daun yang
dihasilkan oleh tanaman sorgum. Jarak tanam 75 cm x 20 cm dan 75 x 25 cm
dengan perlakuan 1 benih per lubang memberikan pengaruh yang berbeda
terhadap panjang batang dan bobot batang. Pada jarak tanam tersebut nyata
berpengaruh meningkatkan bobot 1000 biji, tetapi tidak berbeda nyata dengan
hasil biji.
C. Peran Unsur Hara Kalium terhadap Pertumbuhan Tanaman Sorgum
Unsur K didalam pupuk KCl mempunyai fungsi dalam pembentukan pati,
mengaktifkan enzim, pembentukan stomata (mengatur pernafasan dan
penguapan), proses fisiologis dalam tanaman, proses metabolik dalam sel,
mempengaruhui penyerapan unsur unsur lain, mempengaruhi daya tahan terhadap
kekeringan dan penyakit serta perkembangan akar (Hardjowigeno, 1992).
Kalium mempunyai pengaruh sebagai penyeimbang keadaan bila tanaman
kelebihah nitrogen. Unsur ini meningkatkan sintesis dan translokasi karbohidrat,
sehingga meningkatkan ketebalan dinding sel dan kekuatan batang. Kalium juga
dapat meningkatkan kandungan gula (Forth, 1978). Kalium sangat penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan sorgum manis. Sekitar 25% kalium terdapat di
juga dapat mempengaruhi beberapa sifat kualitatif dari rasa, warna, bau harum,
tahan lama dan sebagainya (Sutedjo, 1987).
Gejala kekurangan kalium dapat ditunjukkan, yaitu daun terlihat lebih tua,
batang dan cabang lemah dan mudah rebah, muncul warna kuning di pinggir dan
di ujung daun yang sudah tua yang akhirnya mengering dan rontok, warna buah
tidak merata, dan tidak tahan disimpan lama serta biji buah menjadi kisut
(Novizan,2002). Pada tanaman sorgum kekurangan kalium akan menyebabkan
biji sedikit dan pembentukan pati kurang sempurna (Amon, 1975).
Kebutuhan K pada tanaman jagung berubah sesuai dengan kebutuhan dari
proses-proses yang membutuhkan K, seperti proses fotosintesis dan fiksasi CO2,
transfer fotosintat ke berbagai pengguna serta hubungan dengan air dalam
tanaman. Pemupukan K disamping pupuk N dan P secara berimbang pada jagung,
membuat pertumbuhan pada tanaman menjadi lebih baik, tahan kerebahan, tahan
terhadap hama dan penyakit serta kualitasnya dapat meningkat (Alfon dan
Aryantoro, 1993)
Unsur K disuplai ke dalam tanah dalam bentuk pupuk garam-garam larut
air, seperti KCl, KNaCl, K2SO4 dan KNO3 (Hanafiah, 2007). Pupuk kalium yang
banyak digunakan adalah pupuk pupuk KCL dan pupuk K2SO4. Bila ini
dimasukan didalam tanah maka pupuk ini akan mengalami ionisasi. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk K dapat meningkatkan
produktivitas tanah sehingga hasil berbagai komoditas tanaman juga meningkat
Dalam usaha meningkatkan hasil pertanian, pemberian kalium perlu
diperhatikan disamping pupuk nitrogen dan fosfor. Berdasarkan hasil percobaan
H.R Von Uexkull (1976) bahwa pada pemberian beberapa pupuk, efisiensi
pemberian N adalah 7,1, pemberian N dan P adalah 6,4 sedangkan pemberian N
dengan P dan K adalah 17,9. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa dengan
adanya penambahan unsur kalium pada pemupukan dapat meningkatkan efisiensi
hasil (Rinsema, 1983).
Hasil penelitian Hutapea et.al. (2014) pemberian berbagai dosis KCL
mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman tembakau pada parameter
bobot kering daun. Hasil penelitian Dona (2009), perlakuan dosis pupuk kalium
berpengaruh terhadap pertumbuhan indeks luas daun, bobot berangkasan dan
persentase kelayakan jual pada tanaman jagung manis.
Disisi lain Ebrahimi et al. (2011) menyatakan bahwa peningkatan dosis
pupuk KCL mencapai 125 kg ha-1 pada tanaman jagung memberikan hasil terbaik
pada semua parameter hasil, yaitu: bobot 1000 biji (330,74 g) serta hasil biji per
hektarnya (15,09 ton ha-1). Selain itu, pemberian pupuk KCL sebanyak 125 kg
ha-1 akan memberikan rata-rata produksi tertinggi sebesar 4,35 ton pada jagung
pulut jika dibandingkan dengan dosis yang lebih rendah (Maruapey, 2012). Sama
halnya dengan Tababtabaei dan Ranjbar (2011) yang mengamati hasil pada
tanaman triticale yang merupakan persilangan dari gandum dan rye menunjukkan
bahwa dosis K2O tertinggi (125 kg ha-1) akan memberikan hasil tertinggi (5828,4
D. Hipotesis
1. Terdapat pengaruh interaksi antara jarak tanam dan dosis pupuk KCL
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum (Sorghum bicolor L.
Moench).
2. Dosis pupuk KCL sebesar 125 kg/ha dapat meningkatkan hasil tanaman
sorgum secara optimum.
3. Jarak tanam 75 x 30 cm dapat meningkatkan hasil tanaman sorgum manis