• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional dengan stres kerja pada perawat RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional dengan stres kerja pada perawat RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro - USD Repository"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN

TRANSFORMASIONAL DENGAN STRES KERJAPADA PERAWAT

RSUP. DR. SOERADJI TIRTONEGORO

Skripsi

Diajukan Untuk Menenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Ardian Jati Prasetyo

NIM : 069114029

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

Dalam segala perkara

Tuhan punya rencana

Yang lebih besar dari semua yang terpikirkan

Apa pun yang Kau perbuat

Tak ada maksud jahat

Sbab itu kulakukan semua denganMu Tuhan

Ku tak akan menyerah

Pada apa pun juga

Sebelum ku coba semua yang ku bisa

Tetapi ku berserah kepada kehendakMu

Hatiku percaya Tuhan punya rencana

( Jeffry S. Tjandra – Ku tak akan Menyerah )

Aku tidak dapat melakukan SEGALA SESUATU, tetapi aku dapat

melakukan SESUATU. Dan apa yang aku dapat lakukan, dengan

ANUGRAH TUHAN, akan aku LAKUKAN.

(5)

v

Skripsi ini saya persembahkan bagi:

Tuhan Yesus Kristus yang sungguh luar biasa memberkati kehidupanku

Bapak , Ibu, Kakak, Adik

dan keluarga besar yang telah banyak memberi dukungan

Sahabat-sahabatku

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan yang sesungguhnya bahwa karya yang saya muat ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 3 September 2010

(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN

TRANSFORMASIONAL DENGAN STRES KERJAPADA PERAWAT

RSUP. DR. SOERADJI TIRTONEGORO

Ardian Jati Prasetyo

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional dengan stres kerja perawat. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif yang signifikan antara persepsi gaya kepemimpinan transformasional dengan stres kerja perawat. Subjek penelitian adalah 81 perawat bagian inap RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran skala persepsi gaya kepemimpinan transformasional dan skala stres kerja perawat. Validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas isi. Sedangkan koefisien reliabilitas dari skala persepsi gaya kepemimpinan transformasional sebesar 0,905 dan koefisien reliabilitas skala stres kerja perawat sebesar 0,885. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional dengan stres kerja pada perawat digunakan teknik koefisien korelasi spearman’s rho. Koefisien korelasi (r) yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebesar -0,272 dengan taraf signifikansi (p) 0,007. Hal ini berarti ada hubungan negatif yang signifikan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional dengan stres kerja perawat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi persepsi gaya kepemimpinan transformasional maka stres kerja perawat semakin rendah.

(8)

viii

RELATION BETWEEN PERCEPTION ABOUT TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP STYLE WITH STRESS WORKING OF NURSES

IN RSUP. DR. SOERADJI TIRTONEGORO

Ardian Jati Prasetyo ABSTRACT

The reseach aimed to know the relationship between the perception of transformational leadership style with the work stress of nurses. The hypothesis of this research was that there was a negative significant relationship between transformational leadership style with the work stress of nurses. Reseach respondents were 81 nurses of RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro. In this reseach, researchers used a purposive sampling technique. Data was collected through the perception of scale deployment of transformational leadership style and nurses stress working scale. The research used content validity. The coefficient reliability of perception of transformational leadership style scale was 0.905 and coefficient reliability of stress working scale was 0.885. To determine the relationship between the perception of transformational leadership style and the work stress of nurses, researcher used Spearman's rho coefficient correlation. Coefficient correlation (r) was obtained in this study amounted to -0.272 with significance level (p) 0.007. It meant that there was a negative significace relationship between the perception of transformational leadership style with stress working. It concluded that the higher the perception of transformational leadership style, then the lower the stress of nurses.

(9)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Ardian Jati Prasetyo

Nomor Mahasiswa : 069114029

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN

TRANSFORMASIONAL DENGAN STRES KERJAPADA PERAWAT

RSUP. DR. SOERADJI TIRTONEGORO

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 3 September 2010

Yang menyatakan,

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas jalan dan

penyertaan yang diberikan selama mengerjakan skripsi berjudul “Hubungan

Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional dengan Stres

Kerja pada Perawat RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro”. Skripsi ini disusun guna

memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Tuhan telah memperkenalkan saya kepada orang-orang hebat yang tulus

membantu dan memberikan dukungan saat saya mengerjakan skripsi. Pada

kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang hebat

tersebut, yakni:

1. Bapak Minta Istono S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi untuk

segala penerimaan, nasehat, bimbingan, kesabaran, waktu, dukungan dan

masukan-masukan yang telah diberikan.

2. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani, M.Si. selaku dekan yang selalu mendorong kami

agar cepat menyelesaikan skripsi.

3. Bapak Prof. Dr. Augustinus Supratiknya selaku dosen pembimbing akademik

untuk pendampingan dan saran-sarannya.

4. Bapak Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. dan Ibu Titik Kristiyani, S.Psi., M.Psi.

yang telah menguji skripsi dan memberikan saran-saran yang berharga.

5. Ibu Agnes Indar S.Psi., M.Si. atas bimbingannya saat saya menjadi asisten Tes

(11)

xi

6. Semua dosen Fakultas Psikologi, Sanata Dharma, Yogyakarta yang telah

memberikan wawasan dan ilmunya yang berharga kepada penulis.

7. Mas Muji, Mas Doni, Mbak Nanik, Mas Gandung, dan Pak Gie, yang telah

banyak membantu dan juga menjadi teman bagi para mahasiswa.

8. Direktur Umum, SDM dan Pendidikan RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro

Klaten, Dra. Nining Setyawati, M.Si dan juga Kepala Bidang Keperawatan,

Hj. Endang Wuryaningsih, S.Pd, M.Kes. yang telah memberikan ijin dan

kesempatan untuk melakukan penelitian.

9. Seluruh perawat RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, terimakasih atas

bantuan dan kerjasama yang telah diberikan.

10. Bapak serta Ibuku yang tersayang, atas dukungan, kesabaran, kasih sayang

dan doa yang tak berhenti terucapkan.

11. Mas Dito, ayo mas yang semangat kamu juga bisa segera lulus, dan juga Dik

Dina atas dukungan yang diberikan.

12. Ingan Widhi Adhiningtyas, terimakasih atas kebersamaannya, waktu yang

telah diberikan dan dukungan yang diberikan bagi penulis.

13. Pimpinan Gloria Edukasindo, Bapak Drs. Eko Cahyono Tjia, Psi., M.M. yang

telah memberi saya kesempatan untuk magang, menimba ilmu, dan mencari

pengalaman.

14. Seluruh Staf dan teman-teman di Gloria Edukasindo atas bantuan,

kebersamaan serta pengalaman yang diberikan.

15. Satria, Windi, Adit, Nita, Berto, Caca, Cika, Kesed, Ari, Yoga, Timo, Nobi,

(12)

xii

16. Sanggar Bunga Musika, Mbak Tanti dan Mbak Lina yang telah memberi

dukungan dan kesempatan mengajar vokal anak-anak.

17. Teman-teman kost, Bayu, Surya, Septian, Ugik, Agung, Totok, Mas Agung

Angkringan, Indro, Heru, Jepe, Tyok, untuk perhatian dan canda tawanya.

18. Teman-teman di Paduan Suara Eklesia GKJ Kebonarum Klaten yang telah

memberikan keceriaan dan menghilangkan segala kepenatan saat bernyanyi

dan mengisi pujian bersama.

19. Bety PBI yang telah membantu penulis dalam membuat abstract.

20. Kepada semua pihak yang telah membantu dan teman-teman yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas segala bantuan dan dukungan

yang telah diberikan kepada penulis.

Dengan penuh kesadaran diri dan dengan segala kerendahan hati, penulis

merasa penyusunan tugas akhir ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,

penulis menerima saran dan kritik mengenai penelitian ini dengan senang hati.

Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi masyarakat dan pembaca sekalian.

Yogyakarta, 3 September 2010

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... i

HALAMAN PERSETUJUAN ……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

HALAMAN MOTTO ……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… vi

ABSTRAK ………. vii

ABSTRACT ……….. viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ….. …….. ix

KATA PENGANTAR ………... x

DAFTAR ISI ………. xiii

DAFTAR TABEL ………. xvii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xviii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH ……….. 1

B. RUMUSAN MASALAH ……….. 7

C. TUJUAN PENELITIAN ………... 8

D. MANFAAT PENELITIAN ………... 8

1. Manfaat Teoritis ……….… 8

2. Manfaat Praktis ……….... 8

(14)

xiv

A. STRES KERJA………... 9

1. Pengertian ……….. 9

2. Faktor-faktor ……….………. 12

3. Aspek ... ……….………….……… 15

B. PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL………... 18

1. Pengertian Persepsi………. 18

2. Pengertian Kepemimpinan Secara Umum .……….………. 20

3. Pengertian Gaya Kepemimpinan Transformasional ….…………. 21

4. Aspek-aspek ….……….………. 26

5. Efek …………. ……….………. 29

C. PERAWAT………..………... 31

D. HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN STRES KERJA PERAWAT ……….… 33

E. HIPOTESIS………..………... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….. 39

A. JENIS PENELITIAN ……… 39

B. IDENTIFIKASI VARIABEL ……… 39

1. Variabel Bebas ……… 39

2. Variabel Tergantung ………... 39

C. DEFINISI OPERASIONAL ……….. 39

(15)

xv

2. Persepsi Gaya kepemimpinan Transformasional ………. 40

D. SUBJEK PENELITIAN ………. 41

E. PROSEDUR PENELITIAN ….………. 42

F. ALAT PENGAMBILAN DATA ………... 43

1. Skala Stres Kerja ………. 43

2. Skala Persepsi Gaya kepemimpinan Transformasional .………. 45

G. PERTANGGUNGJAWABAN ALAT UKUR ……….. 47

1. Validitas ……..………. 47

2. Seleksi Item ..………. 48

3. Reliabilitas ..………... 52

H. METODE ANALISIS DATA ………. 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 55

A. GAMBARAN RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO …………. 55

B. PELAKSANAAN PENELITIAN ……….. 56

C. DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN …..……….. 57

D. DESKRIPSI DATA PENELITIAN ..……… 58

E. ANALISIS DATA PENELITIAN 1. Uji Asumsi …. ……… 61

a. Uji Normalitas ...……… 62

b. Uji Linieritas …. ………..……… 63

2. Uji Hipotesis ………..……….. 64

(16)

xvi

BAB V PENUTUP ………. 69

A. Kesimpulan ……….……… 69

B. Saran ……….………... 69

DAFTAR PUSTAKA ..……….………. 71

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional...… 29

Tabel 2 Blue Print Skala Stres Kerja Sebelum Uji Coba ..………..… 45

Tabel 3 Blue Print Skala Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional Sebelum Uji Coba ……….. 46

Tabel 4 Susunan Butir Skala Stres Kerja Setelah Uji Coba ...….……… 50

Tabel 5 Susunan Butir Skala Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional Setelah Uji Coba...……….……… 52

Tabel 6 Rangkuman Deskripsi Data Penelitian ...…….. 58

Tabel 7 One-sample test Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional .. 60

Tabel 8 One-sample test stres kerja ………..……….…… 61

Tabel 9 Ringkasan Hasil Uji Normalitas ……….... 62

Tabel 10 Hasil Perhitungan Uji Linieritas ………..……….…… 63

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Uji Coba …….……….... 76

Lampiran 2 Data Uji Coba Stres Kerja ……….……….. 86

Lampiran 3 Data Uji Coba Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional .. 88

Lampiran 4 Reliabilitas Uji Coba Skala Kepemimpinan Transformasional... 91

Lampiran 5 Reliabilitas Uji Coba Skala Stres kerja ……… ..………...… 93

Lampiran 6 Reliabilitas Data Skala Kepemimpinan Transformasional ... 94

Lampiran 7 Reliabilitas Data Skala Stres kerja ……… …….………...… 94

Lampiran 8 Kuesioner Penelitian ……… 95

Lampiran 9 Data Penelitian Stres Kerja .………..……….. 102

Lampiran 10 Data Penelitian Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional ……….. 106

Lampiran 11 Deskripsi data, Normalitas, Linieritas ...……….. 110

Lampiran 12 Korelasi ……….………….. ...……….. 112

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan yang semakin kompleks ini, orang selalu dituntut

untuk menciptakan dan mencapai keselarasan, serta kebahagiaan hidup

bersama. Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut yaitu dengan

bekerja. Kerja merupakan aktivitas dasar dan dijadikan hal yang esensial dari

kehidupan manusia. Seseorang bekerja karena ada harapan yang hendak

dicapainya yaitu aktivitas kerja yang dilakukannya ini akan membawa pada

suatu keadaan lebih baik daripada keadaan sebelumnya. Kerja juga

merupakan aktivitas sosial yang memberikan isi dan makna pada kehidupan

seseorang. Oleh karena itu, sumber daya manusia yang berkualitas baik akan

senantiasa berusaha untuk mencapai keberhasilan seoptimal mungkin dan

meningkatkan produktivitasnya

Segala bentuk kerja akan berkaitan dengan penggunaan tenaga manusia.

Penggunaaan tenaga ini berbeda antara satu pekerjaan dengan pekerjaan yang

lainnya. Pada kenyataannya suatu organisasi akan cenderung menuntut

anggotanya untuk memberikan kontribusi terbaik. Oleh karena itu, sering kali

ditemukan adanya kesenjangan antara performa kerja yang diharapkan

dengan performa yang sesungguhnya. Kesenjangan ini akan menimbulkan

ketegangan apabila terjadi berlarut-larut. Ketegangan yang berlarut-larut ini

(20)

2

dirasakan dan tidak dapat dihadapi akan membuat seorang karyawan menjadi

jenuh dan lama-kelamaan akan berdampak buruk terhadap kinerjanya.

Stres merupakan tekanan psikis atau emosi pada seseorang dimana

munculnya dipengaruhi oleh penilaian subjektif individu sendiri. Stres pada

dasarnya disebabkan kekurangmengertian manusia akan keterbatasannya

sendiri. Manusia akan mengalami stres apabila kurang mampu mengadaptasi

keinginan dengan kenyataan. Menurut Hager (1999), stres sangat bersifat

individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan

antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya.

Terganggu atau tidaknya individu, tergantung juga pada persepsinya terhadap

peristiwa yang dialaminya. Dengan kata lain, bahwa suatu situasi yang penuh

stres dalam pekerjaan dapat dirasakan berbeda-beda oleh setiap orang,

dimana dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi

suatu peristiwa.

Stres kerja adalah bagian dari stres kehidupan. Stres kerja (Davis, 1996)

terjadi karena adanya tuntutan pekerjaan yang tidak seimbang dengan

kemampuan individu. Stres kerja ini akan menimbulkan reaksi individual

berupa reaksi fisiologis, psikologis dan perilaku. Stres kerja ini memang tidak

dapat dielakkan dalam dunia pekerjaan. Hampir semua orang dalam

kehidupannya mengalami stres sehubungan dengan pekerjaan mereka. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh The National Institute for Occupational Safety

(21)

3

kesehatan di rumah sakit memiliki kecenderungan tinggi terkena gangguan

mental seperti depresi dan stres (Inayati, 1996).

Keadaan rumah sakit akan menentukan munculnya stres kerja. RSUP

Dr. Soeradji Tirtoegoro merupakan satu-satunya rumah sakit pusat yang ada

di Kabupaten Klaten. Sebagai salah satu rumah sakit pusat, maka pasien yang

berobat dan melakukan rawat inap sangat banyak. Di dalam suatu bangsal

atau ruangan, pasien yang dirawat inap dapat mencapai 50 pasien. Keadaan

ini dapat merepotkan perawat yang bertugas menjaga karena terkadang

jumlah perawat yang berjaga kurang memadahi. Selain itu, fasilitas yang

digunakan oleh perawat juga terbatas. Hal itu membuat kecenderungan tinggi

terkena stres kerja. Di rumah sakit ini juga terdapat peraturan mutasi, perawat

dapat dipindah kerja di ruang lainnya, yang membuat perawat harus

menyesuaikan dengan tempat kerja yang baru. Perawat juga sering

menghadapi teman kerja yang tidak dapat bekerjasama. Keadaan yang seperti

ini turut meningkatkan stres kerja perawat.

Perawat merupakan profesi yang besar peranannya dalam pelayanan

kesehatan masyarakat yang menentukan kinerja rumah sakit secara

keseluruhan (Harnanti 1995). Perawat juga merupakan profesi yang bersifat

kemanusiaan yang dilandasi rasa tanggungjawab dan pengabdian sehingga

layanan keperawatan menyangkut upaya kemanusian yang pelaksanaannya

membutuhkan ketulusan, saling menghargai dan kebijaksanaan terhadap

manusia. Tugas pokok seorang perawat adalah merawat pasien untuk

(22)

4

perawat sangatlah berat. Dari satu sisi, seorang perawat harus menjalankan

tugas yang menyangkut kelangsungan hidup pasien yang dirawatnya. Di sisi

lain, keadaan psikologis perawat sendiri juga harus tetap terjaga. Hal ini juga

ditegaskan dengan sejumlah penelitian yang menunjukkan bahwa para

pekerja di bidang kesehatan mengalami stres kerja yang lebih tinggi daripada

para pekerja di bidang lain (Messer & Meldrum, 1999).

Menurut hasil survei dari PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia)

pada tahun 2006, sekitar 50,9 persen perawat yang bekerja di empat provinsi

di Indonesia mengalami stres kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa

beristirahat karena beban kerja terlalu tinggi dan menyita waktu, gaji rendah

tanpa insentif memadai (www.kompas.com). Perawat di RSUD

Pangkalpinang juga mengalami stres kerja akibat dari beban kerja yang

berlebihan. Jumlah tim medis yang ada di rumah sakit tidak sebanding

dengan jumlah pasien yang berobat, sehingga membuat perawat melayani

melebihi standar yang ideal. Disamping itu penghasilan perawat juga minim

dimana membuat perawat menjadi mudah stres (www.bangkapos.com).

Kasus stres pada perawat yang lain terjadi di Kota Kyoto Jepang. Akibat

kerja lembur yang dipaksakan oleh atasannya, membuat seorang perawat

sampai bertindak kriminal untuk menghilangkan stresnya. Perawat berusia 32

tahun ini mencabuti kuku kaki dan tangan enam pasien perempuan yang

menderita lumpuh dan stroke sebagai pelampiasan atas stres pekerjaannya.

Perawat ini harus menerima hukuman penjara tiga tahun delapan bulan atas

(23)

5

Perawat selalu dihadapkan pada tuntutan idealisme profesi dan sering

menghadapi berbagai macam persoalan baik dari pasien maupun teman

sekerja. Perawat juga selalu berhadapan dengan hal-hal yang monoton dan

rutin. Kondisi seperti inilah yang dapat menimbulkan rasa tertekan pada

perawat, sehingga mudah sekali mengalami stres. Pada keadaan yang seperti

ini perawat membutuhkan pemimpin yang mampu menjadi motor penggerak

dan bisa mengerti keadaan serta memberikan motivasi. Adanya pemimpin

yang memotivasi perawat melalui penanaman nilai kerja dan peningkatan

kebutuhan yang lebih tinggi, dapat menumbuhkan perasaan senang serta

tenang bagi perawat dalam bekerja. Perawat yang selalu dihadapkan pada

situasi kerja yang menuntut kecepatan dan ketepatan dalam bekerja

membutuhkan atasan yang bersedia mengerti keadaan perawat dan juga dapat

mengkoordinasi tugas dengan baik.

Atasan yang mampu memberi rasa percaya dan dukungan penuh pada

tugas yang dilakukan perawat, akan membuat perawat dapat melakukan

pekerjaannya dengan maksimal. Perawat yang mendapat dorongan dan

pemenuhan kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi dari atasan akan

berusaha menunjukkan prestasinya, bekerja dengan sebaiknya, dan

mengutamakan pekerjaannya daripada kepentingan pribadi. Apabila perawat

telah merasakan kenyamanan dengan pekerjaannya, maka perawat akan

terhindar dari stres kerja.

Pemimpin yang memberi dorongan dan berusaha mengerti keadaan

(24)

6

mengemukakan kepemimpinan transformasional diartikan sebagai pimpinan

yang melibatkan perubahan dalam organisasi. Kepemimpinan

transformasional juga didefinisikan sebagai kepemimpinan yang

membutuhkan tindakan memotivasi para bawahan agar mau bekerja demi

sasaran tingkat tinggi yang dianggap melampaui kepentingan pribadinya pada

saat itu. Pemimpin transformasional berusaha mencapai tujuan dengan cara

meningkatkan ketertarikan anggotanya terhadap organisasi sehingga anggota

kelompok menjadi peduli dan menerima misi organisasi. Kepemimpinan

transformasional ini juga mampu memenuhi kebutuhan individu yang lebih

tinggi yaitu seperti harga diri dan aktualisasi diri (Keller, 1992).

Seorang pemimpin dapat dikatakan sebagai pemimpin transformasional,

hal tersebut dapat diukur dalam hubungannya dengan pengaruh pemimpin

tersebut terhadap bawahannya. Upaya pemimpin transformasional dalam

mempengaruhi bawahannya dapat melalui tiga cara, yaitu: 1) mendorong

bawahan lebih sadar akan pentingnya hasil suatu pekerjaan; 2) mendorong

bawahan untuk lebih mementingkan organisasi daripada kepentingan

individual; 3) mengaktifkan kebutuhan – kebutuhan bawahan pada tingkat

yang lebih tinggi (Bass, 1998). Inti utama dari gaya kepemimpinan

transformasional adalah kemampuan pemimpin dalam mengubah kondisi

lingkungan kerja, motivasi kerja, pola kerja, dan nilai-nilai kerja yang

dipersepsikan bawahan sehingga mampu mengoptimalkan kinerja untuk

(25)

7

Secara sederhana kepemimpinan transformasional dapat diartikan

sebagai proses untuk mengubah atau mentransformasikan dengan memenuhi

kebutuhan serta penghargaan terhadap para individu sehingga terdorong

untuk berubah dan meningkatkan dirinya. Podsakoff (1996) menambahkan

bahwa gaya kepemimpinan transformasional merupakan faktor penentu yang

mempengaruhi sikap, persepsi dan perilaku individu dimana terjadi

peningkatan kepercayaan terhadap pemimpin, motivasi dan mampu

mengurangi sejumlah konflik yang terjadi pada organisasi.

Dengan situasi kerja yang menuntut perawat RSUP. Dr. Soeradji

Tirtonegoro untuk bertanggungjawab menangani pasien dalam keadaan cepat,

tepat dan teliti dapat membuat perawat merasa kurang dapat fokus atau pun

merasakan beban kerja yang berat dalam menjalankan tugasnya, oleh karena

itu perawat RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro sangat rentan terkena stres kerja.

Berdasarkan latar belakang permasahan diatas, maka peneliti ingin

mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi terhadap gaya

kepemimpinan transformasional dengan stres kerja pada perawat RSUP Dr.

Soeradji Tirtonegoro.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan

transformasional dengan stres kerja pada perawat RSUP. Dr. Soeradji

(26)

8

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara persepsi terhadap

gaya kepemimpinan transformasional dengan stres kerja pada perawat RSUP.

Dr. Soeradji Tirtonegoro.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pandangan mengenai

stres kerja dan kepemimpinan transformasional dalam ilmu Psikologi

Industri dan Organisasi, sehingga dapat menjadi bahan informasi dan

pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi para atasan/pemimpin, khususnya atasan perawat RSUP DR.

Soeradji Tirtonegoro. Hasil penelitian ini untuk memberikan gambaran

dan tambahan pengetahuan tentang kepemimpinan transformasional

dan stres kerja pada perawat.

b. Bagi pihak RSUP. DR. Soeradji Tirtonegoro. Hasil penelitian ini dapat

memberikan masukan dan saran dalam upaya mengurangi stres kerja

yaitu dengan menerapkan kepemimpinan transformasional kepada

perawat. Dimana terdapat hubungan negatif antara persepsi terhadap

gaya kepemimpinan transformasional dengan stres kerja. Artinya

semakin positif persepsi terhadap gaya kepemimpinan

(27)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Stres Kerja

1. Pengertian Stres Kerja

Stres merupakan realita kehidupan sehari-hari dimana individu

tidak dapat menghindarinya. Stres ini dapat terjadi dimana saja dan

disebabkan oleh berbagai hal. Stres yang dialami individu akan berbeda

antara individu yang satu dengan yang lainnya. Pengertian stres itu

berbeda pada tiap-tiap orang, namun kebanyakan individu bereaksi negatif

terhadap kata stres. Stres dianggap sebagai sesuatu yang merusak dan

berdampak buruk dalam kehidupan manusia.

Menurut Cooper (1994), stres didefinisikan sebagai tanggapan atau

proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan

psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan individu.

Stres merupakan suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa

disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial,

yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Pendapat Cooper ini sejalan

dengan yang diungkapkan Hager (1999) yang menjelaskan bahwa stres

sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak apabila tidak

ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang

dirasakannya. Stres juga sering didasarkan pada suatu pengertian bahwa

(28)

10

yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk menghadapi berbagai

tuntutan terhadap dirinya secara efektif.

Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres dinamakan

stressor. Stressor ini tidak selalu mengakibatkan gangguan secara

psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu,

tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor

kunci dari stres adalah persepsi seseorang terhadap situasi dan

kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi

yang dihadapi. Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi

oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa.

Secara umum stres dapat disimpulkan sebagai tanggapan atas

keadaan yang mengancam, menekan dan tidak menyenangkan dalam diri

individu yang tergantung dari persepsi dan penilaian terhadap situasi yang

dapat berpotensi merusak dan tidak terkontrol.

Dalam dunia kerja, sering muncul berbagai masalah sehubungan

dengan stres dan kondisi-kondisi yang dapat memicu munculnya stres.

Stres yang disebabkan oleh faktor lingkungan pekerjaan biasa disebut

dengan stres kerja.

Stres kerja terjadi karena adanya tuntutan pekerjaan yang tidak

seimbang dengan kemampuan individu (Davis, 1996). Stres kerja ini akan

menimbulkan reaksi individual berupa reaksi fisiologis, psikologis dan

perilaku. Secara luas stres kerja dapat dikatakan sebagai ketidaksesuaian

(29)

11

dengan pendapat Diahsari (2001) yang menyatakan bahwa stres kerja pada

intinya merupakan kondisi dari pekerjaan yang mengancam individu.

Ancaman itu berasal dari tuntutan pekerjaan dan juga kurang terpenuhinya

kebutuhan individu. Hal ini berarti tuntutan pekerjaan yang melebihi

kemampuan individu akan menyebabkan kondisi yang penuh stres.

Kondisi ini akan menciptakan ketidakseimbangan dimana mengakibatkan

munculnya ketidakpastian yang dirasakan seseorang dalam kerjanya.

Namun, apabila individu dapat mengatasi stres kerja yang dialaminya saat

ini dengan baik, maka stres yang akan datang lebih mudah diatasi

(Feldman, 1993).

Menurut Gibson (1998) stres kerja adalah suatu respon adaptif

yang dipengaruhi oleh karakteristik individu atau proses psikologis

sebagai konsekuensi dari perilaku atau kejadian-kejadian di lingkungan

kerja yang menimbulkan akibat-akibat khusus secara psikologis maupun

fisiologis terhadap perilaku. French dkk (dalam Riggio, 2002) juga

mengemukakan bahwa stres dalam pekerjaan muncul karena adanya

ketidaksesuaian antara individu dengan lingkungannya. Sehingga

kesesuaian antara individu dengan lingkungannya akan mempengaruhi

jumlah stres yang dialami. Seseorang dikatakan memiliki kesesuaian yang

baik dengan lingkungannya apabila kemampuan dan keahliannya sesuai

dengan persyaratan pekerjaan pada lingkungan kerjanya.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa stres kerja

(30)

12

mengancam, menekan dan tidak menyenangkan yang mempengaruhi fisik,

psikologis dan tingkah laku seseorang dimana disebabkan oleh

ketidaksesuaian antara kemampuan individu dengan lingkungan kerjanya.

2. Faktor-faktor yang Menimbulkan Stres Kerja

Munculnya stres kerja pada seseorang karena terdapat faktor-faktor

penyebab. Faktor yang menyebabkan stres kerja berbeda antara individu

yang satu dengan individu yang lainnya. Landy dan Conte (2004) yang

membagi faktor stres kerja menjadi dua bagian, yaitu fisik dan psikis:

a. Fisik

Stressor fisik berasal dari lingkungan fisik seorang pekerja. Hal ini

berkaitan dengan tugas-tugas yang diterima oleh pekerja, misalnya

banyaknya pekerjaan, jam kerja yang harus dipenuhi dan sebagainya.

Selain itu juga berupa kondisi lingkungan yang mengelilingi seseorang

pekerja misalnya suara bising, ruang kerja sempit dan sirkulasi udara

buruk akan memudahkan pekerja terkena stres.

b. Psikis, terdiri dari:

1) Kurangnya fungsi kontrol

Seseorang tidak mampu melakukan kontrol terhadap

pekerjaannya akan mudah stres.

2) Konflik interpersonal

Konflik interpersonal merupakan interaksi negatif antara

(31)

13

3) Ketidakjelasan peran

Peran yang ambigu, konflik peran, dan peran yang overload

merupakan stressor yang potensial.

4) Emotional Labor

Emotional labor adalah pekerjaan yang bergerak di bidang

pelayanan memicu munculnya stres ketika seseorang harus

menunjukkan emosi tertentu yang berlawanan dengan apa yang

dirasakan.

Sedangkan Luthans (2005) mengungkapkan bahwa tempat kerja

yang penuh atau padat, ramai, kurang privacy, suhu ruang yang tidak tepat,

bau yang tidak sedap, dan pencahayaan yang kurang memadai merupakan

faktor munculnya stres yang potensial. Selain itu, peralatan kerja yang

kurang memadai, tugas yang menuntut kehati-hatian dan ketelitian, serta

tingkat keamanan yang kurang juga dapat mengakibatkan stres kerja.

Pendapat lainnya diungkapkan oleh Robbins (2005) yang

menyatakan faktor penyebab munculnya stres kerja dibedakan menjadi

tiga faktor yaitu:

a. Faktor lingkungan

Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain struktur

organisasi. Ketidakpastian itu juga mempengaruhi tingkat stres di

kalangan para karyawan dalam organisasi tersebut. Ketidakpastian ini

(32)

14

1) Ketidakpastian ekonomi, bila ekonomi suatu organisasi mengalami

penurunan maka para karyawan akan mengalami stres karena

ketidakpastian ini akan diiringi dengan pemutusan hubungan kerja

(PHK), gaji yang dipotong.

2) Ketidakpastian politik, misalnya sering terjadi kerusuhan, konflik

antar agama atau suku bangsa, dan situasi pemerintahan yang tidak

jelas.

3) Ketidakpastian teknologi, berupa kemajuan teknologi yang pesat,

muncul berbagai inovasi baru, dan teknologi komputer serta

internet yang menyebabkan karyawan dituntut lebih terampil dan

berpengalaman.

b. Faktor organisasional

Terdapat banyak faktor di dalam organisasi yang dapat

menimbulkan stres. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau

menyelesaikan tugas tepat waktu (tuntutan tugas), beban kerja yang

berlebihan (tuntutan peran), kurangnya partisipasi karyawan dalam

mengambil keputusan organisasi (stuktur organisasi) akan mendorong

munculnya stres. Selain itu, seorang bos yang menuntut dan tidak

peka (kepemimpinan organisasi) serta teman kerja yang tidak

menyenangkan (tuntutan antar pribadi) juga akan membuat individu

(33)

15

c. Faktor individual

1) Kepribadian, orang yang memiliki tipe kepribadian A dicirikan

sebagai individu yang semangat kompetisinya tinggi dan disiplin

yang tinggi sehingga mudah mengalami stres.

2) Persepsi individu, hal ini menyebabkan perbedaan individu

dalam merespon stressor yang dihadapi.

3) Pengalaman kerja, individu yang sudah memiliki pengalaman

kerja yang lama akan lebih tahan terhadap stres karena memiliki

bentuk mekanisme pertahanan diri untuk menghadapi stres.

4) Locus of control, individu yang memiliki locus of control

ekstrenal lebih mudah mengalami stres daripada individu yang

memiliki locus of control internal.

Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa faktor stres kerja antara lain ketidakpastian lingkungan,

keadaan yang ada di dalam organisasi, keadaan individu dan kondisi

tempat kerja serta karakteristik pekerjaan.

3. Aspek Stres Kerja

Stres di tempat kerja sering dihubungkan dengan kondisi fisik dan

sejumlah dampak negatif yang merugikan. Stres yang terlalu besar dapat

mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.

(34)

16

stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka, dimana biasa

disebut dengan aspek. Aspek stres kerja pada individu dibagi menjadi

empat kategori umum sebagai berikut (Fairbrother & Warn, 2002)

a. Gejala somatik

Gejala somatik merupakan gejala yang berkaitan dengan kesehatan

tubuh seperti perasaan yang kurang baik dan dalam keadaan tidak

sehat. Selain itu kondisi tubuh yang tidak nyaman, tidak enak badan,

merasakan sedang sakit dan merasa lelah. Individu juga merasakan

adanya tekanan di kepala, kepala berkunang-kunang, merasakan panas

dingin sehingga membutuhkan vitamin.

b. Kecemasan dan insomnia

Kecemasan dan insomnia merupakan gejala kecemasan diri dan

susah tidur seperti jarang tidur, susah tidur meskipun dalam keadaan

istirahat, merasakan berada dibawah tekanan, gugup, lekas tersinggung

dan tidak tenang.

c. Disfungsi sosial

Disfungsi sosial merupakan gangguan fungsi sosial seperti

menemukan segala sesuatu diluar pengendalian diri, perasaan yang

gelisah, adanya upaya untuk mengelola aktivitas, membutuhkan waktu

yang lama dalam mengerjakan sesuatu, merasakan sesuatu yang

dikerjakan adalah kurang baik. Selain itu, kurang puas dengan apa

yang telah diselesaikan, merasakan kurang berperan mengenai sesuatu

(35)

17

d. Depresi

Depresi merupakan tekanan dalam diri berupa pikiran sebagai

orang yang tidak berharga, merasakan hidup yang sia-sia, merasakan

hidup yang tidak berharga, pemikiran kemungkinan berhasil melarikan

diri dari permasalahan, kadang-kadang tidak bisa melakukan apapun

dan mengharapkan lepas dari semua permasalahan.

Aspek stres kerja pada individu dapat dibagi menjadi tiga kategori

umum meliputi: gejala fisiologis, gejala psikologis dan gejala perilaku

(Luthans 2005; Robbins, 2005) yaitu:

a. Gejala fisiologis

Gejala fisiologis yaitu dengan munculnya berbagai macam

keluhan-keluhan fisik seperti kolestrol tinggi, peradangan sendi,

rambut rontok dan nyeri lambung (Luthans, 2005). Stres dapat

mengakibatkan gangguan metabolisme dalam tubuh, meningkatkan

tekanan darah, peningkatan kadar gula darah, sering sakit kepala,

meningkatkan laju detak jantung dan bahkan menyebabkan timbulnya

serangan jantung (Robbins, 2005).

b. Gejala psikologis

Gejala psikologis yang muncul sebagai akibat dari stres antara lain

menimbulkan ketegangan, mudah marah, depresi, kecemasan dan

kebosanan (Luthans, 2005). Semua ini dapat mempengaruhi suasana

(36)

18

ketidaksukaan pada pengawas, suka menunda-nunda pekerjaan,

gangguan konsentrasi, keputusasaan dan timbul ketidakpuasan kerja

(Robbins,2005)

c. Gejala perilaku

Gejala perilaku dikaitkan dengan stres mencakup gangguan

komunikasi dalam pekerjan, berbicara cepat, gelisah, gangguan tidur,

penurunan dalam produktivitas, absen, tingkat keluarnya karyawan,

dan mudah terkena kecelakaan (Robbins, 2005). Selain itu, juga

mengakibatkan perubahan dalam kebiasaan makan, meningkatnya

kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol, serta penyalahgunaan

obat. (Luthans, 2005).

Dari uraian diatas peneliti mengambil kesimpulan bahwa aspek

stres kerja yang muncul pada individu antara lain: gejala fisik, gejala

psikologis, dan gejala tingkah laku. Hal ini karena aspek tersebut lebih

merangkum, lengkap dan mampu mewakili munculnya stres kerja.

B. Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional

1. Pengertian Persepsi

Secara umum persepsi sering disebut sebagai suatu pengalaman

tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan

(37)

19

yang sama belum tentu dipersepsikan sama oleh beberapa individu

(Jalaludin, 2000).

Persepsi merupakan kemampuan seseorang untuk mengenal dan

memaknakan sesuatu objek yang ada di lingkungannya. Persepsi juga

merupakan proses dimana individu menyeleksi, mengorganisasi dan

menginterpretasi stimulus lingkungan yang memiliki arti. Setiap individu

akan mempunyai persepsi berbeda tergantung pada kecenderungan untuk

selektif dalam mempersepsi sesuatu meski objek stimulus yang diterima

sama. Moskowits dan Orgel (dalam Walgito, 1994) mengatakan bahwa

persepsi merupakan suatu proses yang bersifat integrated. Artinya bahwa

seluruh hal yang ada dalam diri individu seperti perasaan, intepretasi,

pengalaman, keyakinan, kemampuan berfikir dan aspek-aspek lain yang

ada dalam diri individu ikut berpengaruh saat seseorang mempersepsi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu

proses dimana individu memaknakan dan mengintepretasi suatu stimulus

yang diterima berdasarkan pengalaman, keyakinan, dan kemampuan

berpikirnya sehingga terbentuk gambaran mengenai stimulus yang

dipersepsikan.

Sedangkan persepsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

suatu proses dimana bawahan memaknakan dan mengintepretasi mengenai

gaya kepemimpinan atasan yang diperoleh melalui perisitiwa atau

(38)

20

menafsirkan segala informasi yang berkaitan dengan atasan dan gaya

kepemimpinannya.

2. Pengertian Kepemimpinan Secara Umum

Kepemimpinan merupakan tema yang popular yang tidak saja

dibicarakan dan diteliti oleh para ahli, tetapi juga dibicarakan oleh

masyarakat pada umumnya. Kepemimpinan merupakan salah satu hal

yang penting di dalam organisasi. Kepemimpinan ini merupakan salah satu

faktor yang menentukan keberhasilan organisasi, sebab kepemimimpinan

yang sukses menunjukkan bahwa pengelolaan suatu organisasi dilakukan

dengan sukses pula. Hal ini membuktikan bahwa pemimpin dapat

mengatasi setiap rintangan, mengatur bawahannya dan sanggup membawa

organisasi pada tujuan yang ditetapkan.

Kepemimpinan pada dasarnya berarti kemampuan untuk

memimpin serta kemampuan untuk menentukan secara benar apa yang

harus dikerjakan. Menurut Gibson (1998) kepemimpinan merupakan

kemampuan mempengaruhi yang dilakukan melalui hubungan

interpersonal dan proses komunikasi untuk mencapai tujuan. Hal ini

sejalan dengan pendapat Stogdill (dalam Thoha, 2001) yang mengatakan

bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi kegiatan

kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan dan prestasi kerja. Oleh

(39)

21

memanfaatkan situasi dan pengarahan melalui suatu proses komunikasi ke

arah tercapainya tujuan khusus atau tujuan lainnya.

Newstrom dan Davis (1999) berpendapat bahwa kepemimpinan

merupakan suatu proses mengatur dan membantu agar bekerja dengan

benar untuk tercapainya suatu tujuan. Kepemimpinan mencakup upaya

mempengaruhi dan memotivasi orang lain dalam rangka pencapaian tujuan

dengan menggunakan gaya tertentu, atau dengan kata lain kepemimpinan

menuntut kemampuan menyelaraskan keinginan pengikut dengan

pemimpin. Dalam lingkup organisasi, kepemimpinan diartikan sebagai

kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi individu dalam sebuah

organisasi sehingga mereka termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi.

Dari beberapa uraian tentang kepemimpinan tersebut dapat

disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses untuk

mempengaruhi, mengarahkan serta memotivasi seseorang atau

sekelompok orang dengan menggunakan gaya tertentu untuk tercapainya

suatu tujuan.

3. Pengertian Gaya Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan begitu lekat dengan kegiatan mempengaruhi,

khususnya dalam mempengaruhi bawahannya. Pada saat mempengaruhi

ini seorang pemimpin menggunakan suatu karakteristik khusus.

Karakteristik khusus yang digunakan oleh seorang pemimpin ini biasa

(40)

22

penting dimiliki oleh seorang pemimpin. Gaya kepemimpinan digunakan

sebagai acuan untuk menerapkan cara-cara atau strategi yang tepat dalam

menyampaikan keinginannya kepada para karyawan secara jelas.

Thoha (2001) menegaskan, gaya kepemimpinan adalah norma

perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba

mempengaruhi perilaku orang lain. Sedangkan menurut Walte (dalam

Jaya, 2004), gaya kepemimpinan adalah pola-pola perilaku yang

ditetapkan dalam bekerja dengan orang lain dan hal itu akan dipersepsi

oleh orang lain tersebut. Berdasarkan definisi gaya kepemimpinan tersebut

maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu pola

kepemimpinan yang digunakan oleh seorang pemimpin untuk memimpin

suatu organisasi.

Salah satu gaya kepemimpinan yang relatif baru dan menarik untuk

dicermati adalah gaya kepemimpinan transformasional (Purwanto, 2000).

Konsep awal gaya kepemimpinan ini dikemukakan oleh Burns (1978),

kemudian secara konseptual Bass (1985) menyempurnakan teori tersebut

yang mendasarkan pada dua konstrak utama, yaitu kepemimpinan

transformasional dan transaksional. Kepemimpinan transformasional dan

transaksional dikembangkan berdasarkan pendapat Maslow tentang tingkat

kebutuhan manusia. Menurut Keller (2003) kebutuhan karyawan yang

lebih rendah, seperti kebutuhan fisik, rasa aman dan afiliasi dapat

terpenuhi dengan baik melalui kepemimpinan transaksional.

(41)

23

antara pemimpin dan bawahan mengenai apa yang telah disepakati

sebelumnya. Artinya bawahan dijanjikan suatu hadiah atau imbalan

apabila bawahan mampu menyelesaikan tugasnya sesuai dengan

kesepakatan yang telah dibuat bersama. Sedangkan untuk memenuhi

kebutuhan yang lebih tinggi, seperti harga diri dan aktualisasi diri hanya

dimungkinkan terpenuhi melalui kepemimpinan transformasional. Dengan

menumbuhkan aktualisasi diri, pemimpin juga menumbuhkan keterikatan

bawahan pada tujuan organisasi. Kepemimpinan transformasional

memiliki dampak yang melebihi kepemimpinan transaksional, yaitu pada

kepemimpinan transformasional, pemimpin dapat mengilhami dan

memotivasi bawahan untuk berbuat dari apa yang diharapkan. Sehingga

dapat dilihat bahwa kepemimpinan transformasional dibangun di atas

puncak kepemimpinan transaksional.

Kepemimpinan transformasional adalah suatu kepemimpinan yang

dipengaruhi oleh inspirasi untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi dan

untuk memperolehnya pemimpin perlu menjabarkan visi untuk pengikut

mereka dan mempengaruhi mereka untuk mengikutinya (Spector, 2008).

Sedangkan Avolio (1990) menjelaskan bahwa pemimpin-pemimpin

tersebut harus meningkatkan kemampuan bawahannya dan mementingkan

suatu visi. Pemimpin menerapakan perilaku yang membuat bawahan

menjadi kreatif, inovatif, penuh kekuatan dan kepercayaan. Gaya

kepemimpinan transformasional dianggap sebagai model kepemimpinan

(42)

24

organisasi. Kepemimpinan transformasional ini terbukti mampu membawa

perubahan-perubahan yang lebih mendasar seperti perubahan nilai, tujuan

dan kebutuhan bawahan.

Schultz dan Schultz (2006) mengungkapkan bahwa kepemimpinan

transformasional merupakan kepemimpinan yang mengubah dan

menginspirasi bawahan dengan sebuah tujuan. Pemimpin ini membuat visi

dari kebudayaan perusahaan dan mengkomunikasikan ke individu yang

akan mendorong mereka untuk meningkatkan kemampuannya.

Kepemimpinan transformasional memotivasi individu untuk melakukan

pekerjaan atau tugas lebih baik dari apa yang bawahan inginkan dan

bahkan lebih tinggi dari apa yang sudah diperkirakan sebelumnya.

Sehingga dapat dirumuskan bahwa dalam kepemimpinan

transformasional seorang pemimpin mengubah lingkungan kerja, motivasi

kerja, pola kerja, dan nilai-nilai kerja yang dipersepsikan bawahan

sehingga mereka lebih mampu mengoptimalkan kinerja untuk mencapai

tujuan organisasi.

Konsep awal kepemimpinan transformasional telah dikemukakan

oleh Burns (Patty, 2001). Burns mendefinisikan gaya kepemimpinan

transformasional sebagai suatu proses menaikkan moral dan motivasi

pemimpin dan bawahan ke tingkat yang lebih tinggi. Pemimpin

transformasional berusaha meningkatkan kesadaran bawahan dengan

mendorong idealisme dan nilai-nilai moral yang lebih tinggi, seperti

(43)

25

emosi seperti ketakutan, ketamakan, kecemburuan atau kebencian.

Mutaminah (2001) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan

transformasional selalu memperhatikan masing-masing kebutuhan

individu untuk berprestasi dan berkembang dalam pekerjaan. Gaya

kepemimpinan transformasional berhubungan dengan

kebutuhan-kebutuhan individu seperti kesempatan untuk maju, berprestasi, tanggung

jawab dalam pekerjaan dan pekerjaan yang berarti.

Munandar (2001) mendefinisikan kepemimpinan transformasional

sebagai interaksi pemimpin dan pengikutnya, manajer dengan

bawahannya, ditandai oleh pengaruh pemimpin/manajer untuk mengubah

perilaku pengikut menjadi seseorang yang merasa mampu, bermotivasi

tinggi dan berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi serta bermutu.

Pemimpin mengubah bawahannya sehingga tujuan kelompok kerjanya

dapat tercapai. Northouse (2001) menyimpulkan bahwa seseorang yang

dapat menampilkan kepemimpinan transformasional ternyata dapat lebih

menunjukkan sebagai seorang pemimpin yang efektif dan mampu

mengatasi masalah pada bawahannya.

Berarti sebuah proses transformasional terjadi dalam hubungan

kepemimpinan manakala pemimpin membangun kesadaran bawahan akan

pentingnya nilai kerja, memperluas dan meningkatkan kebutuhan

melampaui minat pribadi serta mendorong perubahan tersebut ke arah

kepentingan bersama termasuk kepentingan organisasi. Dengan cara

(44)

26

mengoptimalkan usaha mereka ke arah tujuan yang ingin dicapai

organisasi. Akibatnya, tumbuh kepercayaan, kebanggaan, komitmen, rasa

hormat dan loyal kepada atasan sehingga mereka mampu mengoptimalkan

usaha dan kinerja mereka ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.

Berdasar uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya

kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang mampu

mendatangkan perubahan yang baik di dalam diri setiap individu yang

terlibat atau bagi seluruh organisasi untuk mencapai performa yang lebih

tinggi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.

4. Aspek-aspek Gaya Kepemimpinan Transformasional

Hersery dan Blanchard (1995) mengemukakan gaya kepemimpinan

transformasional merupakan perkembangan dari model efektifitas

pimpinan tiga dimensi, dimana gaya kepemimpinan tersebut didasarkan

beberapa aspek:

a. kadar bimbingan dan arahan yang diberikan pimpinan, yaitu memilih,

melatih dan mengakulturasi sumber daya manusia dipantau dengan

seksama. Dengan demikian hanya individu-individu yang dinilai cakap

dan mampu yang dipilih.

b. Kadar dukungan sosioemosional/perilaku hubungan yang disediakan

pimpinan. Hubungan antara pemimpin dengan bawahan mengacu pada

(45)

27

bawahan terhadap pemimpinnnya. Sehingga timbul sikap menerima

terhadap pemimpinnya.

c. Level kesiapan atau kematangan yang diperlihatkan pengikut atau

bawahan dalam pelaksanaan tugas, fungsi atau tujuan tertentu. Sampai

tingkat manakah struktur tugas atau pekerjaan dilakukan oleh bawahan

dengan mempertimbangkan persyaratan, alternatif-alternatif

penyelesaian masalah dan umpan balik pada keberhasilan kerja.

Menurut Bass & Avolio (Patty, 2001) kepemimpinan

transformasioanl mempunyai empat aspek. Keempat aspek gaya

kepemimpinan transformasional yaitu:

a. Karisma (kharisma)

Pemimpin yang memiliki karisma menunjukkan pendirian dan

menekankan kepercayaan kepada bawahannya. Pemimpin mampu

menempatkan diri kepada isu isu yang sulit, menunjukkan nilai yang

paling penting, serta menekankan pentingnya tujuan. Perlu

dimilikinya tekad mencapai tujuan serta memperhatikan akibat moral

dari keputusan yang diambil. Pemimpin memperlihatkan

kepercayaannya pada cita-citanya, keyakinannya, dan nilai hidupnya.

b. Motivasi Inspirasional (Inspirasional motivation)

Pemimpin mampu menimbulkan inspirasi pada bawahannya antara

lain dengan menentukan standar-standar tinggi, memberikan keyakinan

(46)

28

apa yang perlu dilakukan. Bawahan merasa mampu melakukan tugas

pekerjaannya, mampu memberikan berbagai macam gagasan. Mereka

merasa diberi inspirasi oleh pemimpinnya.

c. Rangsangan Intelektual (Intellectual stimulation)

Pemimpin yang mendorong para bawahan untuk mengeluarkan

ide-idenya dan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada

menggunakan intelegensi dan alasan-alasan yang rasional daripada

hanya didasarkan pada opini-opini atau perkiraan semata. Bawahan

merasa pimpinan mendorong mereka untuk memikirkan kembali cara

kerja mereka untuk mencari cara-cara baru dalam melaksanakan tugas,

mendapatkan cara baru dalam mempersepsi tugas-tugas mereka.

d. Perhatian individu (Individual consideration)

Pemimpin yang mampu memperlakukan oranglain sebagai

individu, mempertimbangkan kebutuhan individual dan

aspirasi-aspirasi, mendengarkan dan melatih bawahan. Pemimpin menimbulkan

rasa mampu pada bawahannya bahwa mereka dapat melakukan

pekerjaan, dapat memberikan sumbangan yang berarti untuk

tercapainya tujuan kelompok. Bawahan merasa diperhatikan dan

diperlakukan secara khusus oleh pimpinannya. Pemimpin

memperlakukan setiap bawahannya sebagai seorang pribadi dengan

(47)

29

Keempat aspek gaya kepemimpinan transformasional ini

digunakan dalam penyusunan skala gaya kepemimpinan transformasional.

Tabel 1

Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional

Karismatik Memberi misi dan visi, menumbuhkan

kebanggaan, mampu mendapatkan

kepercayaan dan rasa hormat

Motivasi Inspirasional Mampu mengkomunikasikan

harapan-harapan yang tinggi, menggunakan

simbol-simbol untuk memfokuskan kerja

keras, mengekspresikan tujuan-tujuan

penting dengan cara sederhana

Rangsangan intelektual Menghargai kecerdasan, mengembangkan

rasionalitas dan pemecahan masalah

secara teliti

Perhatian individu Memberi perhatian secara personal,

memperhatikan setiap bawahan secara

individual, memberi bimbingan dan saran

5. Efek Gaya Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang turut

(48)

30

membawa dampak pada berbagai aspek organisasi. Gaya kepemimpinan

transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang relatif baru dan

menarik untuk dicermati. Kepemimpinan transformasional ini terbukti

mampu membawa perubahan-perubahan yang lebih mendasar seperti

perubahan nilai, tujuan dan kebutuhan bawahan.

Pemimpin transformasional ini berupaya untuk meningkatkan

kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh bawahannya. Pemimpin

juga mendorong bawahan untuk berbuat lebih dari apa yang diharapkan

dan menstimulasi pemikiran serta ide-ide bawahan. Perilaku yang

diterapkan oleh pemimpin ini akan membuat bawahan menjadi kreatif dan

inovatif. Hal ini dapat mendorong bawahan untuk melakukan proses

produksi yaitu menambah nilai guna dan menciptakan sesuatu yang baru.

Motivasi dari pemimpin untuk melakukan tugas dengan baik juga dapat

mengarahkan kinerja bawahan menjadi lebih optimal. Pemimpin juga

memberikan bimbingan dan saran yang membangun dimana dapat

meningkatkan performasi kerja individu (Keller, 2006).

Menurut Judge dan Picolo (2004) bawahan yang mempersepsi

kepemimpinan transformasional akan merasakan suatu kepuasan kerja.

Atasan menghargai apa yang dilakukan oleh bawahannya dan tidak

membuat suatu target yang harus dicapai oleh bawahan. Karyawan

merasakan kepuasan kerja karena atasan menjadi figur yang bisa

mengilhami dan mengayomi bawahan. Selain itu, pemimpin

(49)

31

mengaktualisasi dirinya. Kepemimpinan transformasional menjadi teladan

yang dapat diikuti oleh bawahan pada saat menghadapi permasalahan.

Kemampuan dalam menghadapi permasalahan ini akan mempengaruhi

jumlah stres yang dialami.

Seorang pemimpinan transformasional dalam bekerja akan

menjabarkan apa yang menjadi misi perusahaan kepada individu. Selain

itu pemimpin juga mengkomunikasikan apa yang menjadi

harapan-harapannya. Pemimpin transormasional menekankan pentingnya suatu

nilai kerja dan mendorong perubahan ke arah kepentingan bersama. Hal ini

akan membuat karyawan merasa bahwa apa yang dilakukan bukan untuk

dirinya sendiri tetapi untuk kepentingan bersama. Sehingga mendorong

pemimpin dan bawahan mengoptimalkan usaha untuk mencapai tujuan

bersama. Hal ini menumbuhkan rasa saling percaya, bangga dan rasa

hormat. Selain itu, menciptakan komitmen organisasi yang mencerminkan

sejauh mana seseorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya

(Pillai, Schriesheim & Williams, 1999).

C. Perawat

Perawat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu struktur

rumah sakit. Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang melakukan

fungsi perawatan pada pelayanan kesehatan (Smet, 1994). Sedangkan

menurut Gunarsa (1995), perawat adalah seorang yang telah dipersiapkan

(50)

32

sakit, usaha rehabilitasi dan pencegahan penyakit yang dilaksanakan secara

mandiri atau dibawah pengawasan supervisi, dokter atau suster kepala.

Hermaya (1992) memberikan definisi tentang perawat, yaitu orang yang

dididik menjadi tenaga paramedik untuk menyelenggarakan perawatan orang

sakit atau secara khusus mendalami bidang keperawatan tertentu seperti ahli

anestesi, ahli perawatan Ruang Gawat Darurat, ahli perawatan pediatriks,

teknisi kamar bedah, perawat rumah sakit jiwa dan perawat bidan. Perawat

merupakan sumber daya manusia yang besar peranannya dalam pelayanan

kesehatan masyarakat yang menentukan kinerja rumah sakit secara

keseluruhan (Harnanti 1995).

Perawat sebagai tokoh kunci dalam pelayanan di rumah sakit

mempunyai tugas dan tanggungjawab yang besar. Tanggungjawab itu

menuntut adanya pelaksanaan kerja yang efektif. Tugas pokok seorang

perawat adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada orang yang sedang

mengalami gangguan lemah fisik dan mental serta kepada mereka yang

membutuhkan untuk mempercepat proses penyembuhannya. Retnani (2001)

menyebutkan bahwa perawat juga bertugas untuk membantu dokter dalam

memberikan pelayanan perawatan dan nasehat kepada pasien yang sakit,

mengamati dan melaporkan keadaan pasien, menjaga pasien yang sakit keras

dan memberikan pertolongan pertama dalam keadaan darurat, serta

membantu problem untuk mempersiapkan diri dengan tempat dan metode

(51)

33

maupun sehat dalam beraktivitas agar sembuh dan mempertahankan

kesehatannya secara mandiri.

Menurut Llyod (dalam Krismi Diah, 2002), dalam menjalankan

tugasnya seorang perawat mempunyai tanggungjawab yang besar, yaitu: a)

Legal responsibilities, yaitu bertanggung jawab sesuai hukum yang berlaku;

b) Etical responsibilities, bertanggung jawab terhadap kode etik profesi; c)

Moral responsibilities, adalah tanggungjawab moral; d) Contractual

responsibilities, memenuhi kontrak kepada organisasi tempat bekerja sesuai

dengan ketentuan yang telah disepakati; e) Personal responsibilities,

merupakan tanggung jawab sebagai individu misalnya menyelamatkan pasien

sehingga memunculkan perasaan positif ketika melakukannya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perawat adalah seorang

yang dipersiapkan melalui pendidikan menjadi tenaga paramedik yang

mempunyai beban kerja, tugas dan tanggungjawab besar untuk melakukan

pelayanan kesehatan, rehabilitasi, membantu serta menyelamatkan orang

yang sedang mengalami gangguan lemah fisik dan mental, dimana

dilaksanakan secara mandiri atau dibawah pengawasan supervisi, dokter atau

suster kepala.

D. Hubungan antara Persepsi terhadap Gaya Kepemimpinan

Transformasional dengan Stres Kerja Perawat

Perawat sebagai tenaga kesehatan sering mengalami berbagai masalah

(52)

34

stres. Sumber stres perawat bisa berupa beban kerja yang terlalu berat maupun

kegagalan perawat dalam melakukan proses penyembuhan dan pelayanan

pasien. Berbagai ketegangan yang terjadi dan dialami dalam lingkungan

kerjanya akan sangat menggangu karena tanggungjawab perawat sangat besar

dalam kehidupan pasien. Maka stres pada perawat ini perlu diperhatikan dan

dilakukan pencegahan sedini mungkin.

Stres yang disebabkan oleh faktor lingkungan pekerjaan biasa disebut

dengan stres kerja. Menurut Davis (1996) Stres kerja terjadi karena adanya

tuntutan pekerjaan yang tidak seimbang dengan kemampuan individu. Stres

kerja ini merupakan suatu kondisi yang tidak tetap yang mempengaruhi fisik,

psikologis atau tingkah laku seseorang dimana disebabkan oleh

ketidaksesuaian antara kemampuan individu dengan lingkungan kerjanya.

Robbins (2005) mengungkapkan bahwa faktor organisasional yang

menyebabkan stres kerja adalah kepemimpinan organisasi.

Kepemimpinan merupakan salah satu hal yang penting di dalam

organisasi. Menurut Gibson (1998) kepemimpinan merupakan kemampuan

mempengaruhi yang dilakukan melalui hubungan interpersonal dan proses

komunikasi untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan di dalam suatu organisasi

turut mempengaruhi stres kerja yang dialami oleh bawahan. Namun, faktor

kunci dari munculnya stres kerja adalah persepsi seseorang dan penilaian

terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil

manfaat dari situasi yang dihadapi. Persepsi merupakan suatu proses dimana

(53)

35

berdasarkan pengalaman, keyakinan, dan kemampuan berpikirnya sehingga

terbentuk gambaran mengenai stimulus yang dipersepsikan.

Pada saat bekerja, perawat akan mempersepsikan dan menilai perilaku

pemimpin dengan berbeda-beda. Seorang pemimpin yang menerapkan gaya

kepemimpinan transformasional akan menerapkan perilaku kepemimpinan

yaitu: karisma, motivasi inspirasional, rangsangan intelektual, dan perhatian

individu. Seorang pemimpin transformasional memiliki karisma sehingga

menunjukkan kepada bawahan bahwa dirinya memiliki pendirian yang kuat.

Hal ini membuat bawahan mengagumi dan menaruh kepercayaan kepada

pemimpin. Pemimpin transformasional juga memberikan keyakinan bahwa

tujuan dapat tercapai. Pemimpin tidak menetapkan target atau sasaran yang

tinggi untuk dipenuhi individu, namun pemimpin memberikan dorongan

motivasi pada bawahan. Perilaku pemimpin ini memberi kekuatan pada

bawahan dan mengurangi tekanan yang dirasakan individu saat bekerja yang

dapat mengakibatkan stres. Hal ini menumbuhkan keyakinan diri yang akan

membuat bawahan bermotivasi tinggi dan merasa mampu melakukan

pekerjaannya dengan sebaik-baiknya (Yukl, 1989). Pemimpin juga mendorong

para bawahan untuk mengeluarkan ide-idenya dan aspirasi-aspirasi. Hal ini

akan merangsang kreatifitas bawahan dan mendorongnya menemukan

pendekatan-pendekatan yang baru terhadap masalah lama (Seltzer & Bass,

1990). Perilaku yang diterapkan oleh pemimpin ini akan membuat bawahan

menjadi inovatif dalam menyelesaikan persoalan dan mampu berkreasi untuk

(54)

36

mencapai prestasi kerja yang tinggi serta bermutu. Seorang pemimpin yang

menggunakan kepemimpinan transformasional menggunakan empat perilaku

kepemimpinan tersebut untuk mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja,

pola kerja, dan nilai-nilai kerja (Avolio, 1990). Apabila bawahan

mempersepsikan dengan tinggi kepemimpinan ini maka akan tercapai

keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban kerja yang

dirasakan. Hal ini akan dapat mengurangi dan mengendalikan stres kerja pada

perawat.

Namun, apabila perilaku yang ditunjukkan oleh pemimpin ini

dipersepsikan bawahan dengan tidak baik maka bawahan akan cenderung

menolak untuk berubah. Karena pada dasarnya kepemimpinan

transformasional adalah kepemimpinan yang berupaya membuat perubahan

organisasi untuk mencapai performa yang lebih tinggi. Maka akan terjadi

ketidaksesuaian antara individu dengan lingkungan kerjanya. Bawahan akan

merasa kurang diperhatikan dan termotivasi didalam bekerja. Hal ini yang

akan membuat bawahan tetap berperilaku dan bekerja dengan kemauan

sendiri. Dengan demikian bawahan menjadi tidak bersemangat, merasa kurang

mendapat dukungan, dan kurang berkeinginan menunjukkan prestasi. Hal ini

merupakan gejala-gejala bahwa bawahan mengalami stres kerja. Perawat

kurang memiliki keseimbangan antara daya tahan mental dengan dengan

beban kerja yang dirasakan. Keadaan seperti ini jika tidak mampu teratasi

(55)

37

Skema Hubungan antara Persepsi terhadap Gaya Kepemimpinan

Transformasional dengan Stres Kerja

dan berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi serta bermutu. tahan mental individu dengan beban kerja yang dirasakan

Gambar

Tabel 1
Tabel 5
Tabel 9
Tabel 10
+2

Referensi

Dokumen terkait

Yang diharapkan dengan diketahui volume penjualan adalah bagaimana pihak perusahaan di dalam membuat program promosi termasuk menetapkan biaya promosi, sehingga eksistensi

Salah satu faktor tersebut adalah komposisi kimia dan nutrisi dari susu itu sendiri seperti kebutuhan akan beberapa asam amino dan vitamin, membutuhkan

Berdasarkan hasil uji reliabilitas, nilai cronbach alpha untuk seluruh variabel yang digunakan yang terdiri dari harga, kualitas produk, kesadaran merek dan

Dalam bab ini mengemukakan tentang landasan teori dan literatur- literatur yang digunakan sebagai acuan perbandingan untuk membahas masalah meliputi pengertian Aset,

MATAKULIAH KONSEP SAINS II PRODI PGSD IKIP PGRI MADIUN", Premiere Educandum : Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran, 2016 Publication nidaalulfahuntoro.blogspot.com

Bahwa mereka Terdakwa I IBRAHIM BIN UJANG, Terdakwa II SOPYAN BIN ABDUL MANAP dan Terdakwa III MUHAMMAD DANI BIN ABDUL MANAP secara bersama-sama dengan JURIT BIN ABDULLAH (

Gerakan berputar tangan diperoleh dari puli yang berada di antara dua tangan, puli tersebut dihubungkan pada poros engkol dengan tali, sehingga pada saat poros

To assess the teacher’s sexual quality, we used the Female Sexual Function Index (FSFI), a brief questionnaire designed to measure sexual functioning in women with focus on