i
PERBANDINGAN DAYA ANTIBAKTERI DAN SIFAT FISIK PASTA GIGI INFUSA DAN EKSTRAK ETANOL TEH HIJAU
TERHADAPStreptococcus mutans
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Maria Siska Triyuniar Kusumastuti NIM : 088114084
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tugas kita bukanlah untuk berhasil
Tugas kita adalah untuk mencoba,
Karena di dalam mencoba itulah,
kita menemukan dan belajar
Membangun kesempatan untuk berhasil……
-Mario
Teguh-Kupersembahkan karya kecil ini untuk :
Ayah, Ibu, Mas Agung, Mas Didik yang paling
kucintai, kusayangi, dan kuhormati di dunia ini, yang selalu
mencintaiku, menyayangiku, dan berbagi senyum
Sahabat sahabatku yang selalu mendukungku
vii PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, tuntunan serta penyertaan dan kasih karunia yang telah diberikanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Perbandingan Daya Antibakteri dan Sifat Fisik Pasta Gigi Infusa dan Ekstrak Etanol Teh Hijau Terhadap Streptococcus mutans ” dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Kesarjanaan Strata Satu (S1) Sarjana Farmasi (S.Farm) pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung baik berupa moral, materiil maupun spiritual. Oleh sebab itu, penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat yang telah diberikan kepada penulis. 2. Ayah dan ibu tercinta atas kasih sayang, doa restu, dukungan semangat,
pengertian yang tiada henti serta bantuan finansial hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
viii
4. Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing dan memberikan arahan, saran, kritikan serta dukungan kepada penulis selama proses penelitian dan penulisan skripsi.
5. Rini Dwiastuti, M.Sc.,Apt. selaku dosen pendamping yang dengan sabar membimbing dan memberikan arahan, saran, kritikan serta dukungan kepada penulis selama proses penelitian dan penulisan skripsi.
6. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku penguji yang memberikan saran dan kritikan serta dukungan kepada penulis dalam proses menyempurnakan naskah skripsi.
7. C.M Ratna Rini Nastiti, M.Pharm.,Apt. selaku penguji yang memberikan saran dan kritikan serta dukungan kepada penulis dalam proses menyempurnakan naskah skripsi.
8. Kakak kakakku tersayang yang telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan semangat, pengertian yang secara tidak langsung membantu terselesaikannya skripsi ini.
9. Teman-teman kelompok penelitian, Adelia Indah Pratiwi, Yanuar Prasetya, dan Irene Aninditya Putri Ahtha yang telah saling menguatkan, memberikan semangat dan bantuan kepada penulis serta bersama-sama menjalani suka dan duka selama menjalankan penelitian ini.
ix
11. Inocensius Ibnu Wibowo yang telah memberikan banyak sekali pelajaran penting dalam menjalani hidup ini, dorongan semangat yang tidak pernah ada habisnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
12. Teman-teman kelas FKK A 2008, terima kasih atas 2 tahun kebersamaannya dan pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan selama menjalani kuliah dan praktikum serta dorongan semangat dan doa yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini hingga dapat terselesaikan dengan baik. 13. Pak Musrifin, Pak Mukmin, Mas Otok, Mas Bimo, serta laboran-laboran yang
lain yang telah membantu Penulis selama penelitian
Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi yang membutuhkan.
xi
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... A. Karies Gigi……… B. Teh (Camelia sinensisL.)...
1. Keterangan botani... 2. Penggolongan teh... 3. Kandungan kimia dan manfaat teh hijau... C. Ekstraksi... D. Pasta Gigi... E. Pengujian Senyawa Antibakteri dan Potensi Antibakteri... F. Streptococcus mutans... G. Landasan Teori... H. Hipotesis... BAB III. METODE PENELITIAN... A. Jenis dan Rancangan Penelitian... B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 1. Variabel penelitian... 2. Definisi operasional... C. Alat Penelitian... D. Bahan Penelitian... E. Tata Cara Penelitian... 1. Pemilihan bahan dan identifikasi teh hijau... 2. Pembuatan serbuk teh hijau... 3. Pembuatan infusa teh hijau...
xii
4. Pembuatan ekstrak etanol teh hijau... 5. Pembuatan formula standar pasta gigi dan formula modifikasi pasta gigi... 6. Pembuatan pasta gigi infusa teh hijau... 7. Pembuatan pasta gigi ekstrak etanol teh hijau... 8. Uji daya antibakteri pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh
hijau terhadapStreptococcus mutans... a. Pembuatan variasi konsentrasi infusa teh hijau ……….… b. Pembuatan variasi konsentrasi ekstrak etanol teh hijau….. c. Penyiapan bakteri uji dan pembuatan media Nutrien Agar (NA)……… d. Pengujian daya antibakteri pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau secara difusi sumuran... 9. Uji sifat fisik pasta gigi...
a. Warna dan bau... b. pH... c. Viskositas... d. Sag... F. Analisis Data...
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... A. Pemilihan bahan dan identifikasi teh hijau………... B. Pembuatan serbuk teh hijau……….. C. Pembuatan infusa teh hijau dan verifikasi kandungan senyawa
xiii
EGCG dalam infusa teh hijau………... D. Pembuatan ekstrak etanol teh hijau dan verifikasi kandungan senyawa EGCG dalam ekstrak etanol teh hijau ……….. E. Pasta gigi infusa teh hijau dan ekstrak etanol teh hijau……….... F. Uji daya antibakteri pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau terhadap pertumbuhanStreptococcus mutans... 1. Pembuatan variasi konsentrasi senyawa uji... 2. Penyiapan bakteri uji... 3. Pengujian daya antibakteri pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau secara difusi sumuran... 4. Perbandingan daya antibakteri pasta gigi infusa dan ekstrak setanol teh hijau terhadap pertumbuhanS.mutans... G. Pengujian sifat fisik pasta gigi……….
xiv DAFTAR TABEL
Tabel I. Formula standar pasta gigi ………. 25 Tabel II. Formula modifikasi pasta gigi infusa teh hijau………... 25 Tabel III Formula modifikasi pasta gigi ekstrak etanol teh hijau……. 26 Tabel IV. Variasi konsentrasi katekin dalam infusa teh hijau………… 27 Tabel V. Variasi konsentrasi katekin dalam ekstrak etanol teh hijau… 28 Tabel VI. Hasil pengujian daya antibakteri pasta gigi infusa etanol teh
hijau berdasarkan diameter zona hambat………... 52 Tabel VII. Hasil pengujian daya antibakteri pasta gigi ekstrak etanol
teh hijau berdasarkan diameter zona hambat………... 57 Tabel VIII. Uji normalitas daya antibakteri infusa dan ekstrak etanol teh
hijau pasta gigi pada konsentrasi 0.5 mg/g ... 58 Tabel IX. Uji T tidak berpasangan daya antibakteri pasta gigi infusa
dan ekstrak etanol teh hijau pada konsentrasi 0.5 mg/g……. 59 Tabel X. Rata rata pH pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau
waktu penyimpanan 48 jam, 7 hari, dan 35 hari……… 62 Tabel XI. Rata- rata viskositas pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh
hijau ………... 63 Tabel XII. Uji T berpasangan viskositas pasta gigi infusa teh hijau
selama 48 jam dan 35 hari penyimpanan pada konsentrasi
0,5 mg/g ………. 65
xv
hijau pada 48 jam dan 35 hari penyimpanan pada konsentrasi 0,5 mg/g ……….. 66 Tabel XIV. Uji T tidak berpasangan viskositas pasta gigi infusa dan
ekstrak etanol teh hijau pada 48 jam penyimpanan pada konsentrasi 0,5 mg/g ……….. 67 Tabel XV. Uji T tidak berpasangan viskositas pasta gigi infusa dan
ekstrak etanol teh hijau selama 35 hari penyimpanan pada konsentrasi 0.5 mg/g………... 68 Tabel XVI. Rata ratasagpasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau 70 Tabel XVII. Uji T berpasangan nilaisag pasta gigi infusa teh hijau pada
48 jam dan 35 hari penyimpanan pada konsentrasi 0,5 mg/g. 71 TabelXVIII. Uji T berpasangan nilai sag pasta gigi ekstrak etanol teh
hijau pada 48 jam dan 35 hari penyimpanaan pada konsentrasi 0.5 mg/g………... 72 TabelXIX. Uji T tidak berpasangan nilai sag pasta gigi infusa dan
ekstrak etanol teh hijau pada 48 jam penyimpanaan pada konsentrasi 0.5 mg/g………... 73 Tabel XX Uji T tidak berpasangan nilai sag pasta gigi infusa dan
xvi
Gambar 1. Struktur katekin... 9 Gambar 2. Hasil pengujian daya antibakteri pasta gigi infusa teh
hijau terhadapStreptococcus mutans... 51 Gambar 3. Hasil pengujian daya antibakteri pasta gigi ekstrak
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Teh Hijau……… 80 Lampiran 2. Certificate of AnalysisInfusa Teh Hijau dari LPPT UGM… 81 Lampiran 3. Certificate of Analysis Ekstrak Etanol Teh Hijau dari LPPT
UGM………. 82
Lampiran 4. Proses Ekstraksi Infusa Teh Hijau dari LPPT UGM………… 83 Lampiran 5. Data Pembuatan Infusa Teh Hijau dari LPPT UGM………… 84 Lampiran 6. Penentuan Senyawa Identitas Infusa Teh Hijau Secara
Kualitatif dan Kuantitatif ……… 85 Lampiran 7. Proses Ekstraksi Ekstrak Etanol Teh Hijau dari LPPT
UGM……….... 87
Lampiran 8. Data Pembuatan Ekstrak Etanol Hijau dari LPPT UGM….... 88 Lampiran 9. Penentuan Senyawa Identitas Ekstrak Etanol Teh Hijau
secara Kualitatif dan Kuantitatif ………. 89 Lampiran 10. Data Perbandingan Uji Daya Antibakteri Pasta Gigi Infusa
dan Ekstrak Etanol Teh Hijau Terhadap Pertumbuhan
Streptococcus mutans……… 91
Lampiran 11. Data Uji Warna dan Bau Pasta Gigi Infusa dan Ekstrak
Etanol Teh Hijau ………... 93
Lampiran 12. Data Uji pH Pasta Gigi Infusa dan Ekstrak Etanol Teh Hijau. 95 Lampiran 13. Data Uji Viskositas Pasta Gigi Infusa dan Ekstrak Etanol
xviii
Lampiran 14. Data UjiSagPasta Gigi Infusa dan Ekstrak Etanol Teh Hijau 99 Lampiran 15. Uji Statistik Sifat Fisik Pasta Gigi Infusa dan Ekstrak Etanol
Teh Hijau ………. 102
Lampiran 16. Data Perbandingan Viskositas Pasta Gigi Infusa dan Ekstrak
Etanol Teh Hijau……….. 107
Lampiran 17. Data Perbandingan NilaiSag Pasta Gigi Infusa dan Ekstrak
Etanol Teh Hijau……… 106
Lampiran 18 Dokumentasi Pasta Gigi Infusa dan Ekstrak Etanol Teh
Hijau………. 110
Lampiran 19 Dokumentasi Uji Daya Antibakteri Pasta Gigi Infusa Teh
Hijau ……… 111
Lampiran 20 Dokumentasi Uji Daya Antibakteri Pasta Gigi Ekstrak Etanol
xix INTISARI
Teh hijau dapat menghambat pembentukan plak penyebab karies gigi karena adanya zat aktif yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri yaitu katekin, khususnya EGCG. Katekin mampu menghambat pertumbuhan bakteri penyebab plak gigi, yakni Streptococcus mutans, sehingga bakteri tersebut tidak dapat menempel pada plak dan berkembang biak menjadi karies gigi. Penyarian senyawa katekin dilakukan dengan metode infundasi dan maserasi. Pemeliharaan kesehatan mulut melalui kontrol plak dengan sikat gigi dan pasta gigi secara teratur terbukti efektif dalam menghilangkan plak penyebab karies gigi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan daya antibakteri pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau terhadap S.mutans dan mengetahui perbandingan sifat fisik pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau dilihat dari stabilitas yaitu viskositas dansag.
Tahapan penelitian yang dilakukan adalah pengujian daya antibakteri dilakukan dengan membuat 4 variasi formulasi pasta gigi dengan konsentrasi katekin (EGCG) 0,2; 0,3; 0,4; dan 0,5 mg/g dan diuji daya antibakterinya dengan menggunakan metode difusi sumuran. Daya antibakteri diukur berdasarkan diameter zona hambat dibandingkan dengan kontrol negatif (basis pasta). Pengujian sifat fisik pasta gigi, meliputi warna, bau, pH, viskositas dan sag. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Analisis diskriptif untuk analisis pengujian sifat fisik pasta gigi (uji warna, bau, dan pH) serta analisis statistik untuk melihat signifikansi perbedaan daya antibakteri pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau dan signifikasi perbedaan nilai viskositas dan nilai sag.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasta gigi infusa teh hijau dan ekstrak etanol teh hijau memiliki daya antibakteri terhadapStreptococcus mutans. Hasil analisis uji T tidak berpasangan menunjukkan adanya perbedaan bermakna daya antibakteri pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau terhadap pertumbuhan S.mutans dilihat dari nilai p <0,05 (berbeda signifikan). Pasta gigi memiliki sifat fisik yang stabil berdasarkan nilai viskositas dan sag dilihat dari nilai p> 0,05 yang menunjukkan perbedaan tidak bermakna.
xx ABSTRACT
Green tea can inhibit the formation of dental caries due to catechins, i.e Epigallocatechin Galat(EGCG) the active substances that play a role in inhibiting the growth of bacteria. These catechin compounds are capable of inhibiting the growth of bacteria that cause dental caries, i.e. Streptococcus mutans. Catechin compounds can be extracted by using infundation and maceration. Catechin compounds can be formulated into a toothpaste preparation. Maintenance of oral health through plaque control with a toothbrush and regular toothpaste has been proven to be effective in removing plaque causes dental caries. This study were aimed to create a formula toothpaste preparations infusion and ethanol extracts of green tea which was then tested to antibacterial infusion and ethanol extracts of green tea in the preparation of toothpaste on the growth of S.mutans and compare the physical properties.
Stages of the research conducted were with evaluation antibacterial activity was done by 4 variations formulated toothpaste with concentrations of catechins (EGCG) 0,2; 0,3; 0,4; and 0,5 mg /g which were then tested using the method of well diffusion. Antibacterial activity is indicated by the diameter of inhibitory zones. Evaluation the physical properties of toothpaste preparation, including color, odor, pH, viscosity andsag. This study was a purely experimental study with randomized study design complete unidirectional pattern. The data were then analysed statistically by using T Test.
The results showed that the preparation of green tea infusion toothpaste and toothpaste preparation of ethanol extracts of green tea had antibacterial potential against S.mutans. Results of unpaired T test analysis showed significant differences in the antibacterial toothpaste preparations infusion and ethanol extracts of green tea on growthS.mutans,which was seen from the p-value <0.05. however the physical properties of two kinds of formulation showed no difference (p > 0.05).
1 BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Karies gigi adalah penyakit keropos yang dimulai di lokasi tertentu pada
bagian gigi, dan diikuti proses kerusakan gigi secara cepat (Koswara,2007).
Penyebab karies gigi ada beberapa faktor yaitu faktor host; faktor mikroba
misalnya bakteri Streptococcus mutans; faktor substrat; dan waktu. S.mutans
merupakan pencetus timbulnya plak gigi yang merupakan faktor primer terjadinya
karies gigi. Mekanisme pembentukan plak yaitu sukrosa yang berasal dari
makanan akan didegradasi oleh aktivitas enzimatikS.mutans menjadi glukosa dan
fruktosa yang selanjutnya akan diubah secara fermentasi menjadi polisakarida
ekstraseluler (glukan) dan asam dengan bantuan enzim glukosiltransferase yang
dihasilkan dari S.mutans. Asam yang terbentuk dari hasil fermentasi ini akan
membantu proses pembentukan plak. Akibat adanya pembentukan plak oleh
polisakarida ekstraseluler (glukan) ini menyebabkan demineralisasi email. Jika
proses ini terus menerus terjadi dan tidak dilakukan penanggulangan, hal inilah
yang mampu memicu timbulnya karies gigi (Panjaitan,1997).
Salah satu jenis teh yang digunakan untuk mencegah pembentukan plak
penyebab karies gigi adalah teh hijau (Handajani,1997). Teh hijau terbuat dari
pucuk daun muda tanaman teh (Camelia sinensis L.) yang tidak mengalami
fermentasi. Jenis teh ini mengandung katekin lebih banyak dibandingkan dengan
Teh hijau dapat menghambat pembentukan plak penyebab karies gigi karena
adanya zat aktif yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri yaitu
katekin (Hartoyo, 2003). Pada penelitian yang dilakukan secara in vitro oleh
Pratikno (2003), senyawa katekin yang terkandung dalam teh hijau memiliki daya
antibakteri dengan KHM sebesar 0,5 mg/mL dan KBM sebesar 1,0 mg/mL.
Dalam studiin vitro, senyawa katekin dapat menghambat pertumbuhan beberapa
bakteri, baik gram positif maupun gram negatif yang menyebabkan sistitis, diare,
karies gigi, pneumonia dan infeksi kulit (You, 1993).
Kandungan senyawa aktif dalam teh hijau, terutama katekin, dapat
diekstraksi dengan berbagai macam metode ekstraksi. Misalnya metode infundasi
dan maserasi. Pada metode infundasi, penyari yang digunakan adalah air karena
katekin termasuk golongan flavonoid yang larut dalam air panas. Kelebihan dari
air adalah air murah dan mudah diperoleh, stabil, tidak mudah menguap, tidak
mudah terbakar, tidak beracun, dan alamiah, tetapi kerugiannya adalah
menghasilkan infusa yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh bakteri dan
kapang. Pada metode maserasi, etanol dipilih sebagai penyari untuk mendapatkan
zat aktif yang terlarut dalam pelarut polar, khususnya flavonoid. Kelebihan etanol
adalah lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas,
tidak beracun, netral, dapat bercampur dengan air dan panas yang dibutuhkan
untuk pemekatan lebih sedikit. Etanol selain harganya yang relatif mahal, bersifat
universal yang artinya senyawa polar dan non polar dapat tersari di dalamnya
Salah satu cara untuk mencegah terjadinya pembentukan plak penyebab
karies gigi adalah menggosok gigi dengan menggunakan pasta gigi. Pemeliharaan
kesehatan mulut dengan pasta gigi yang mengandung senyawa antibakteri secara
teratur telah terbukti efektif dalam menghilangkan plak penyebab karies gigi
(Pistorius, Willershausen, Steinmeier, dan Kreisler, 2003). Fluor pada pasta gigi
dapat memperbaiki struktur gigi yang resisten terhadap kerusakan gigi tetapi tidak
dapat membunuh bakteri penyebab karies gigi secara efektif dan menyebabkan
fluorisasi email pada penggunaan berlebih (Tyasrini, Rusmana, dan Widya, 2004).
Kini kontrol plak dilengkapi dengan penambahan zat aktif yang
mengandung bahan dasar alami sebagai antibakteri. Salah satu zat yang umum
ditambahkan ke dalam pasta gigi adalah ekstrak bahan herbal suatu tanaman.
Keunggulan dari pasta gigi herbal adalah adanya senyawa aktif dalam suatu
tanaman yang bersifat aman dan alami dibandingkan pasta gigi non herbal yang
memiliki efek samping dalam penggunaan berlebih. Pasta gigi herbal dapat
membantu mengontrol plak yang memiliki efektivitas yang sama dengan pasta
gigi non herbal sehingga dapat meningkatkan kesehatan gigi. Suatu sediaan dapat
dikatakan baik apabila memiliki karakterisasi sifat fisik yang baik, dilihat dari uji
organoleptis seperti warna, bau, pH, serta stabil dalam penyimpanan dilihat dari
nilai viskositas dan nilaisag(Garlen,1996).
Penelitian untuk dilakukan untuk menjadikan infusa dan ekstrak etanol teh
hijau dapat diformulasikan sebagai pasta gigi yang berkualitas dan dapat
1. Rumusan masalah
a. Apakah ada perbedaan daya antibakteri pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh
hijau terhadap pertumbuhanS.mutans?
b. Apakah ada perbedaan sifat fisik pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau
dilihat dari stabilitas pasta gigi yaitu nilai viskositas dan nilaisag?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian mengenai
perbandingan daya antibakteri pasta gigi infusa teh hijau dan pasta gigi ekstrak
etanol teh hijau terhadap Streptococcus mutansbelum pernah dilakukan.
Penelitian terkait dilakukan oleh Pratikno (2003) tentang “Pengaruh Daya
Antibakterial Teh Hijau Dalam Mencegah Karies Gigi“ yang menunjukkan
bahwa senyawa katekin yang terkandung dalam teh hijau memiliki daya
antibakteri mengurangi terbentuknya plak penyebab karies gigi dengan cara
menghambat enzim glukosiltransferase yang dihasilkan S. mutans dengan KHM
sebesar 0,5 mg/mL dan KBM sebesar 1,0 mg/mL. Penelitian lain dilakukan oleh
Pratiwi (2005) tentang “Perbedaan Daya Hambat TerhadapStreptococcus mutans
dari Beberapa Pasta Gigi yang Mengandung Herbal” yang hasilnya menunjukkan
bahwa semua pasta gigi mempunyai daya hambat terhadap S. mutans dengan
3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis
Menambah informasi bagi ilmu pengetahuan mengenai perbandingan daya
antibakteri pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau terhadap
pertumbuhan S.mutans.
b. Manfaat praktis
Dapat dihasilkannya suatu formula pasta gigi infusa teh hijau dan pasta gigi
ekstrak etanol teh hijau sebagai antibakteri.
B . Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Membuat pasta gigi infusa teh hijau dan pasta gigi ekstrak etanol teh hijau
untuk menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui perbandingan daya antibakteri pasta gigi infusa dan ekstrak etanol
teh hijau terhadap pertumbuhanS. mutans.
b. Mengetahui perbandingan sifat fisik pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Karies Gigi
Karies gigi merupakan penyakit infeksi yang merusak struktur gigi yang
dapat terjadi pada email, dentin, dan akar gigi. Karies gigi merupakan penyakit
multifaktorial karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya
karies yaitu faktor host, faktor mikroba misalnya Streptococcus mutans, faktor
substrat dan waktu (Panjaitan, 1997). Banyak mikroba yang hidup di plak rongga
mulut dan di antaranya terlibat dalam proses demineralisasi gigi. Ada tiga spesies
mikroba yang terlibat dalam kariogenesis yaitu S.mutans, Lactobacillus sp. dan
Actinomyces sp. Hasil studi epidemiologi menunjukkan keberadaan bakteri dalam
rongga mulut, seperti S.mutans dan Lactobacillus berkorelasi dengan prevalensi
karies gigi. Setiap milligram plak mengandung lebih dari 1010 Colony Forming
Unit (CFU) bakteri. S.mutans berperan dalam tahap awal terbentuknya plak
dengan cara merusak bagian luar permukaan enamel, yang kemudian bakteri
lainnya seperti Lactobacilus yang akan mengambil alih peran pada karies yang
lebih dalam dan akan lebih merusak (Katsumura, 2008).
Terjadinya karies gigi berhubungan erat dengan plak, yaitu material
lembut yang melekat erat pada permukaan gigi dan tidak dapat dibuang dengan
kumur-kumur air saja. Bakteri S.mutans penyebab plak gigi ini akan menempel
beberapa menit setelah menyikat gigi. Email gigi yang tidak tertutup oleh kotoran
lapisan pelikel. Pelikel merupakan endapan glikoprotein yang berasal dari air liur
dan bakteri dapat tumbuh dengan cepat pada permukaan pelikel sehingga
terbentuklah plak (Kidd dan Bechal, 1992).
Bakteri yang berperan penting dalam pembentukan plak gigi adalah
bakteri yang mempunyai kemampuan untuk membentuk polisakarida
ekstraseluler, yaitu Streptococcus. Bakteri Streptococcus yang ditemukan dalam
jumlah besar pada plak penderita karies adalah Streptococcus mutans. S.mutans
merupakan pencetus timbulnya plak gigi yang merupakan faktor primer terjadinya
karies gigi. Plak yang terbentuk disebabkan sukrosa yang berasal dari makanan
didegradasi oleh aktivitas enzimatikS.mutans menjadi glukosa dan fruktosa yang
selanjutnya akan diubah secara fermentasi menjadi polisakarida ekstraseluler
(glukan) dan asam dengan bantuan enzim glukosiltransferase yang dihasilkan dari
S.mutans. Asam yang terbentuk dari hasil fermentasi ini akan membantu proses
pembentukan plak. Akibat adanya pembentukan plak oleh polisakarida
ekstraseluler (glukan) ini menyebabkan demineralisasi email. Jika proses ini terus
menerus terjadi dan tidak dilakukan penanggulangan, hal inilah yang mampu
memicu timbulnya karies gigi (Panjaitan,1997).
B. Teh (Camelia sinensisL. )
1. Keterangan botani
Teaatau yang dikenal dengan nama teh (Camelia sinensis L.) merupakan
suatu tanaman yang berasal dari famili Theaceae dan genus Camelia. Tanaman
optimumnya pada suhu tanah berkisar 20-25oC. Tanaman teh juga dapat tumbuh
pada berbagai tipe tanah (Hartoyo,2003). Daun teh ini tidak berbau, tidak berasa,
dan lama kelamaan kelat. Daun tunggal berbentuk lonjong memanjang dengan
pangkal daun runcing, bergerigi. Tangkai daun pendek, panjang 0,2 - 0,4 cm,
panjang daun 6,5 - 15,0 cm, lebar daun 1,5 - 5,0 cm (DepKes RI, 1989).
2. Penggolongan teh
Ada tiga tipe utama penggolongan teh, yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh
hitam. Secara umum teh hijau merupakan teh yang tidak difermentasi, teh oolong
merupakan teh yang mengalami fermentasi sebagian dan teh hitam merupakan teh
yang mengalami fermentasi penuh. Teh hijau merupakan teh yang diambil dari
daun pucuk segar, cara pembuatannya dengan melalui proses pemanasan
(pelayuan) menggunakan uap panas, sehingga oksidasi enzimatik terhadap katekin
dapat dicegah (Hartoyo, 2003).
3. Kandungan kimia dan manfaat teh hijau
Katekin merupakan flavonoid yang termasuk dalam kelas flavanol dengan
titik didih sekitar 960C (Hartoyo, 2003). Kandungan kimia yang terdapat dalam
teh adalah polifenol, katekin, metilxantin, dan substansi perasa dan pengaroma
serta kandungan lainnya. Polifenol teh hijau mencakup 30% berat kering teh. Saat
diseduh selama 5 menit, kandungan polifenol yang terlarut terbanyak adalah
katekin yang terdiri dari epicatechin (EC), epigallocatechin (EGC), epicatechin
gallate (ECG), epigallocatechin gallate (EGCG), epigallate (EG), catechin (C)
Gambar 1. Struktur katekin
(O’Neil, Smith, Heckelman, Obenchain, Gallipeau, D’Arecca, 2001)
Kandungan katekin dalam teh hijau dapat menghambat pertumbuhan
bakteri penyebab plak pada permukaan gigi. Kandungan katekin dalam teh yang
paling dominan berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan bakteri penyebab
plak gigi adalah epigallocatechin gallate (EGCG). Mekanisme katekin yaitu
berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorbsi yang melibatkan ikatan
hidrogen, sehingga akan terbentuk suatu kompleks protein. Akan tetapi, kompleks
protein yang terbentuk relatif lemah sehingga akan segera terurai dan gugusan
fenol akan terpenetrasi ke dalam sel dan menyebabkan denaturasi protein yang
pada akhirnya menyebabkan pelisisan sel bakteri (Parwata dan Dewi, 2008).
Teh hijau dapat digunakan untuk mencegah penyakit jantung dan stroke,
mengobati sakit kepala, diare, diabetes mellitus, infeksi saluran cerna, dan
mencegah terbentuknya karies gigi (Arisandi dan Andriani, 2009).
C. Ekstraksi 1. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan
batas antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut.
Diketahuinya zat aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan
cairan penyari dan cara penyarian yang tepat (Sidik dan Mudahan,2000).
2. Cairan penyari
Proses pemisahan senyawa yang terkandung dalam simplisia
menggunakan pelarut yang sesuai dengan sifat senyawa yang akan dipisahkan.
Pemisahan berdasarkanlike dissolved like, artinya suatu senyawa polar akan larut
dalam pelarut polar (Pratiwi, 2005). Faktor dalam pemilihan cairan penyari adalah
selektivitas, kemudahan bekerja, ekonomis, aman, dan ramah lingkungan.
3. Metode ekstraksi
Metode ekstraksi yang sering digunakan untuk mendapatkan senyawa aktif
dari teh hijau adalah infundasi, maserasi, dan dekok (Bisset, 2001).
Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk
menyari kandungan zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Proses
ini dilakukan pada suhu 90 C selama 15 menit (Ditjen POM RI, 2000). Katekin
kurang larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas. Oleh karena itu, untuk
penyarian katekin dalam teh hijau digunakan cairan penyari aquadest panas
dengan metode infundasi. Prinsip dasar metode ini adalah simplisa dilembabkan
dengan air untuk membengkakkan sel-sel, sehingga kandungan zat aktif dapat
berdifusi ke luar dari dalam sel. Kelebihan dari air adalah air murah dan mudah
diperoleh, stabil, tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar, tidak beracun, dan
mudah tercemar oleh bakteri dan kapang. Sehingga infusa tidak boleh disimpan
lebih dari 24 jam (DepKes RI, 1986).
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan
beberapa kali penggojogan pada suhu kamar. Cairan penyari akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan
larut, karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di
luar sel, maka larutan terpekat didesak ke luar. Proses ini berulang hingga
konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel seimbang (Voigt,1995). Pada
metode maserasi, etanol dipilih sebagai penyari untuk mendapatkan zat aktif yang
terlarut dalam pelarut polar, khususnya flavonoid. Katekin larut dalam etanol,
oleh karena itu penyarian katekin dalam teh hijau digunakan cairan penyari etanol
dengan metode maserasi (O’Neil et al, 2001). Kelebihan etanol adalah lebih
selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun,
netral, dapat bercampur dengan air dan panas yang dibutuhkan untuk pemekatan
lebih sedikit. Etanol selain harganya yang mahal, bersifat universal yang artinya
senyawa polar dan non polar dapat tersari di dalamnya (DepKes RI,1986).
D. Pasta Gigi
Pasta gigi adalah sistem dispersi, yang terdiri dari air dan cairan larut air,
minyak dan padatan yang larut maupun tidak larut air. Pasta gigi merupakan
dispersi padat dalam pembawa cair. Fungsi utama pasta gigi adalah untuk
menghilangkan material yang melekat di permukaan gigi tanpa merusak
mengurangi plak dan noda di permukaan gigi, mengkilapkan permukaan gigi dan
menyegarkan nafas (Garlen, 1996). Pasta gigi juga berfungsi untuk mencegah
terbentuknya plak yang merupakan faktor primer terjadinya karies gigi dan
penyakit periodontal melalui aksi kimia dan farmakologi zat aktif di dalamnya
(Mitsui, 1997).
Menurut Young (1972), pasta gigi pada umumnya terdiri atas:
1. Agen polishing atau abrasive berfungsi untuk menghilangkan partikel
makanan yang menempel pada gigi, misalnya kalsium karbonat. Kalsium
karbonat memiliki peranan dalam menghilangkan partikel makanan yang
menempel pada gigi dan diskolorisasi pada gigi sehingga sifat dan jumlahnya
perlu diperhatikan.
2. Humektan berfungsi untuk menghindari terjadinya pengeringan dan
pengerasan pasta, misalnya gliserin. Penambahan gliserin sebagai humektan
dalam formulasi pasta gigi dilakukan untuk mencegah hilangnya lembab dan
mengeringnya pasta serta memberikan rasa nyaman pada mulut
3. Agen deterjen dan foaming berfungsi dalam membasahi gigi dan partikel
makanan yang tertinggal pada gigi. Bahan yang sering digunakan adalah
sodium lauril sulfat dan magnesium lauril sulfat.
4. Agen pengikat (binder) berfungsi untuk mencegah terjadinya pemisahan bahan
serbuk dan cairan dalam dalam pasta gigi serta memberikan derajat
viskoelastisitas dan bentuk yang sesuai pada pasta gigi.Binderyang digunakan
dalam pasta gigi merupakan koloid hidrofilik yang terdispersi dalam medium
mempertahankan konstituen cair dan padat dalam bentuk pasta. CMC-Na
meningkatkan viskositas fase cair dan viskositas massa akhir pasta gigi serta
mencegah keluarnya fase cair dari pasta. CMC-Na bersifat anionik, stabil pada
range pH 5,5 hingga 9,5, bersifat stabil terhadap elektrolit serta ion kalsium
dan cocok untuk sebagian besar formulasi pasta gigi
5. Pemanis berfungsi untuk memberikan rasa manis pada pasta, misalnya natrium
sakarin. Natrium sakarin memiliki tingkat kemanisan yang cukup tinggi,
mudah larut dalam air, tidak berwarna dan tidak berbau.
6. Flavourberfungsi untuk memberikan aroma atau rasa pada pasta. Yang sering
digunakan adalah minyak peppermint. Pada penelitian ini tidak ditambahkan
flavour karena ingin mengetahui bau yang ditimbulkan dengan adanya
penambahan teh hijau.
7. Bahan pengawet haruslah bersifat non toksik dan berfungsi untuk menjaga
struktur fisik, kimia dan biologi pasta, misalnya metil paraben dengan pelarut
etanol. Etanol digunakan untuk melarutkan metil paraben, karena metil paraben
tidak larut dalam air. Selain itu, diketahui bahwa CMC-Na merupakan polimer
yang paling toleran terhadap adanya etanol. Penggunaan metil paraben sebagai
pengawet didasarkan padabinderyang digunakan yaitu CMC-Na.
Suatu pasta gigi dapat dikatakan baik apabila memiliki karakterisasi sifat
fisik yang baik dilihat dari uji organoleptis seperti warna, bau, dan pH serta stabil
dalam penyimpanan dilihat dari uji viskositas dan uji sag. Sifat fisik yang dapat
diukur dari pasta gigi adalah warna, bau, pH, viskositas dan sag (Garlen,1996).
dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan dan warna yang dihasilkan
seragam. Aroma diuji dengan cara mencium pasta gigi tersebut yang
menghasilkan aroma yang diinginkan dan tidak menyengat. Pengujian pH pasta
gigi ini bertujuan untuk mengetahui apakah pH pasta gigi yang telah dibuat dapat
diterima sehingga tidak menimbulkan iritasi pada saat pemakaian dan sesuai
dengan pH standar. Umumnya nilai pH yang diperuntukkan bagi sediaan yang
ditujukan untuk kesehatan mulut berkisar antara 4,5 hingga 10 dan lebih baik
berkisar antara 6,5 hingga 8 (Lucida, Bachtiar, dan Putri, 2007).
Konsistensi menggambarkan sifat alir pasta gigi di mana pasta gigi
merupakan sediaan semi solid yang biasanya dikeluarkan dari tube. Gaya yang
dibutuhkan untuk mengeluarkan pasta gigi daritubetersebut berhubungan dengan
viskositas. Konsistensi yang baik dari pasta gigi yaitu cukup lunak untuk dengan
mudah ditekan ke luar dari tube, namun cukup keras untuk mempertahankan
bentuknya dan tidak masuk ke sela bulu sikat (Garlen, 1996).
Viskositas adalah tahanan dari suatu cairan untuk bisa mengalir. Uji
viskositas ini bertujuan untuk mengamati profil kekentalan dari pasta gigi yang
telah dibuat. Semakin besar viskositas suatu sediaan semakin besar tahanannya
untuk mengalir maka semakin kental sediaan tersebut. Sebaliknya, semakin kecil
viskositas suatu sediaan,semakin kecil tahanannya untuk mengalir maka semakin
encer sediaan tersebut. Pengukuran viskositas pasta gigi dilakukan dengan
menggunakan viskometer RION seri VT 04 dengan rotor no.2 (Liebermann,
viskositas yang telah ditetapkan dengan skala pada spindel. Satuan viskositas
yang tertera pada alat adalah dPas (1 dPas = 1 poise).
Sagadalah ketidakmampuan pasta gigi untuk mempertahankan bentuknya
(diameter silinder pasta gigi) selama 1 menit setelah pasta gigi tersebut
dikeluarkan dari dalam tube. Pasta gigi harus dapat mempertahankan bentuknya
ketika dikeluarkan dari tube. Ketika diaplikasikan pada sikat gigi, pasta gigi
seharusnya tidak masuk ke sela bulu sikat. Sifat ini dapat dievaluasi secara visual
dengan mengeluarkan pasta daritubeke sikat atau kertas. Diameter silinder pasta
gigi harus mengalami pelebaran seminimal mungkin dalam rentang waktu 1 menit
(Garlen, 1996).
E. Pengujian Senyawa Antibakteri dan Potensi Antibakteri
Senyawa antibakteri adalah suatu senyawa yang dapat mengganggu
pertumbuhan atau metabolisme dari bakteri (Pelczar dan Chan,2007). Senyawa
antibakteri dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan aktivitasnya
terhadap bakteri, yaitu menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) dan
membunuh bakteri (bakterisidal) (Ardiansyah, 2007).
Senyawa antibakteri dapat diuji aktivitasnya dengan dua metode yaitu
metode difusi dan metode dilusi.
1. Metode difusi
Dilakukan dengan menempatkan senyawa antibakteri pada media padat
a) Cara Kirby Bauer
Metode ini dilakukan dengan mengoleskan permukaan media agar dengan
kapas yang telah dicelupkan dengan suspensi bakteri, kemudian diletakkan kertas
samir di atasnya yang mengandung antibakteri, diinkubasikan pada suhu 370C
selama 18-24 jam. Hasilnya dibaca berupa zona radikal dan irradikal. Zona
radikal adalah suatu zona di sekitar kertas samir (disk) yang tidak ditemukan sama
sekali pertumbuhan bakteri. Sedangkan zona irradikal adalah suatu daerah di
sekitar disk yang pertumbuhan bakteri dihambat tetapi tidak dimatikan (Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 1986).
b) Cara sumuran
Metode sumuran dilakukan dengan membuat sumuran pada agar padat
yang telah diinokulasi dengan bakteri, kemudian sumuran diinjeksikan dengan
senyawa uji. Setelah dilakukan inkubasi akan terlihat zona jernih di mana terlihat
penghambatan pertumbuhan bakteri (Kusmayati dan Agustini, 2007). Senyawa
yang bersifat non polar dan berbentuk semi solid yang tidak dapat terabsorbsi
sempurna ke paper disk diuji menggunakan metode difusi sumuran. Sedangkan
senyawa yang bersifat polar dan dapat terabsorbsi sempurna ke dalam paper disk
diuji menggunakan metodepaper disk(Prescott, Habley, dan Klein, 1999).
c) Carapour plate
Suspensi bakteri yang telah memenuhi standar konsentrasi bakteri (108
CFU/ mL (Colony Forming Unit / mL) diambil 1 ose dan dimasukkan ke dalam 4
mL media agar base 1,5 % yang mempunyai suhu 50oC. Setelah suspensi bakteri
selama 15-20 jam pada suhu 37oC. Hasilnya dibaca berupa zona radikal dan
irradikal (Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 1986).
2. Metode dilusi
Metode dilusi dapat digunakan untuk menentukan nilai MIC (Minimal
Inhibitory Concentration) dan MBC (Minimal Bactericidal Concentration) suatu
senyawa antibakteri. Prinsip metode dilusi adalah pengenceran obat atau senyawa
antibakteri hingga didapatkan beberapa konsentrasi yang kemudian akan diuji
untuk mendapatkan nilai MIC yaitu konsentrasi terendah bahan antibakteri yang
mampu menghambat bakteri dan juga nilai MBC yaitu konsentrasi terendah bahan
antibakteri yang mampu membunuh bakteri (Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta, 1993).
Terdapat 2 macam metode dilusi yakni metode dilusi padat dan metode
dilusi cair. Pada metode dilusi padat, setiap konsentrasi antibakteri dicampurkan
dengan media agar, kemudian ditanami bakteri. Pada metode dilusi cair,
masing-masing konsentrasi antibakteri dicampurkan langsung dengan media cair
(Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 1993).
Parameter yang diukur pada metode dilusi cair adalah tingkat kekeruhan
yang menunjukkan nilai Optical Density (OD) yakni nilai kerapatan yang
menunjukkan pertumbuhan mikroba uji dibandingkan dengan kontrol negatif.
Alat yang digunakan untuk mengukur kekeruhan adalah spektrofotometer.
Spektrofotometer dapat mengukur kepekatan sel dalam suspensi dalam %T
(transmittance) atau OD (jumlah cahaya yang diabsorpsi dan disebarkan). Dalam
dengan kepekatan sel dalam suspensi biakan (Lay, 1994). Pada spektrofotometer,
berkas cahaya ditransmisikan melalui suspensi bakteri lalu diteruskan ke detektor
sensitif cahaya. Jika jumlah bakteri meningkat, sedikit cahaya yang akan
diteruskan ke detektor. Perubahan intensitas cahaya akan terlihat pada skala yang
terdapat pada alat yaitu nilai absorbansi atau densitas optik (optical density). Nilai
absorbansi digunakan untuk memantau pertumbuhan bakteri ketika bakteri berada
pada pertumbuhan logaritma atau menurun (Radji, 2010).
F. Streptococcus mutans
Genus Streptococcus memiliki sel berbentuk bulat (spherical) atau bulat
telur, dengan diameter 0,5-2,0 µm, berpasangan atau berbentuk rantai ketika
tumbuh pada media cair, terkadang memanjang pada aksis rantai menjadi bentuk
lanset, non motil, tidak berspora dan merupakan gram positif, beberapa spesies
tidak berkapsula, kemoorganotrof, metabolit dari hasil fermentasi sebagian besar
adalah laktat bukan gas, hasil negatif pada uji katalase. Umumnya menyerang sel
darah merah, tumbuh pada temperatur 25-450C (optimum 370C), parasit bagi
vertebrata, kebanyakan tinggal atau berhabitat di mulut dan jalur pernapasan
bagian atas, beberapa spesies bersifat patogen bagi manusia dan hewan (Holt,
Krieg, Sneath, Staley, dan Williams, 2000).
Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif yang memiliki
bentuk sel bulat atau lonjong dengan diameter sekitar 2µm. Koloninya
berpasangan atau berantai; tidak bergerak dan tidak berspora; metabolisme
S.mutans merupakan pencetus timbulnya plak gigi penyebab karies gigi.
Mekanisme pembentukan plak yaitu sukrosa akan didegradasi oleh aktivitas
S.mutans menjadi glukosa dan fruktosa yang selanjutnya akan diubah secara
fermentasi menjadi polisakarida ekstraseluler (glukan) dan asam dengan bantuan
enzim glukosiltransferase yang dihasilkan dari S. mutans. Asam yang terbentuk
dari hasil fermentasi ini akan membantu proses pembentukan plak. Akibat adanya
pembentukan plak oleh polisakarida ekstraseluler (glukan) ini menyebabkan
demineralisasi email Jika proses ini terus menerus terjadi dan tidak dilakukan
penanggulangan, hal inilah yang mampu memicu timbulnya karies gigi
(Panjaitan,1997).
G. Landasan Teori
Teh hijau dapat menghambat pembentukan plak penyebab karies gigi
karena adanya zat aktif yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri
yaitu katekin khususnya EGCG (Hartoyo, 2003). Teh hijau merupakan teh yang
diambil dari pucuk segar, pembuatannya melalui pemanasan, sehingga oksidasi
enzimatik dapat dicegah. Kandungan katekin ini memiliki aktivitas sebagai
antibakteri yang menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans
pencetus timbulnya plak penyebab karies gigi. Mekanisme katekin yaitu
berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorbsi yang melibatkan ikatan
hidrogen, sehingga akan terbentuk suatu kompleks protein. Akan tetapi, kompleks
fenol akan terpenetrasi ke dalam sel dan menyebabkan denaturasi protein yang
pada akhirnya menyebabkan pelisisan sel bakteri (Parwata dan Dewi, 2008).
Katekin dalam teh hijau dapat diperoleh dengan cara penyarian dengan
metode infundasi dan metode maserasi. Senyawa katekin yang diperoleh
diformulasikan ke dalam pasta gigi dikarenakan efek antibakteri yang diinginkan
berupa efek lokal pada rongga mulut dan diharapkan rasa pahit dari teh hijau
dapat ditiadakan setelah diformulasikan menjadi pasta gigi. Pemeliharaan
kesehatan mulut melalui kontrol plak secara mekanis dengan pasta gigi secara
teratur telah terbukti efektif dalam menghilangkan plak penyebab karies gigi.
Pengujian daya antibakteri pasta gigi infusa teh hijau dan pasta gigi
ekstrak etanol teh hijau dilakukan dengan metode difusi sumuran. Metode difusi
sumuran dilakukan dengan melihat diameter zona hambat yang dihasilkan
dibandingkan dengan kontrol negatif (basis pasta gigi).
Pasta gigi dapat dikatakan baik apabila memiliki karakterisasi sifat fisik
yang baik dilihat dari uji organoleptis seperti warna, bau, dan pH serta stabil
dalam penyimpanan dilihat dari uji viskositas dan ujisag.
H. Hipotesis
Ada perbedaan antara daya antibakteri pasta gigi infusa teh hijau dan pasta
gigi ekstrak etanol teh hijau terhadap pertumbuhan Streptococcus mutansdan sifat
21 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang perbandingan daya antibakteri dan sifat fisik pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau ini merupakan penelitian eksperimental murni
dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah
Mada, Laboratorium Teknologi dan Formulasi Padat, Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia, dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas
Pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau dengan berbagai variasi
konsentrasi katekin (EGCG) yaitu 0,2; 0,3; 0,4; dan 0,5 mg/g b. Variabel tergantung
c. Variabel pengacau terkendali
Waktu inkubasi (24 jam), suhu inkubasi (37°C), diameter sumuran (6 mm), volume suspensi bakteri uji yang diinokulasikan ke dalam media ( 0,1 mL),
konsentrasi suspensi bakteri uji setara dengan kepadatan larutan standar Mc. Farland II (6 x 108 CFU/mL), volume larutan uji yang diinokulasikan dalam sumuran (50 µl), asal teh hijau (PT Rumpun Sari Medini Boja Kendal Jawa
Tengah), metode ekstraksi (infundasi dan maserasi), cairan penyari (air dan etanol), volume pasta gigi yang diinokulasikan dalam sumuran (50µl), dan
kontrol positif (Epigallocatechin gallat). d. Variabel pengacau tidak terkendali
Suhu dan kelembaban ruangan saat penyimpanan pasta gigi infusa dan ekstrak
etanol teh hijau. 2. Definisi operasional
a. Teh hijau adalah daun dari tanaman teh (Camelia sinensis L.) dari PT Rumpun Sari Medini Boja Kendal Jawa Tengah yang tidak mengalami fermentasi dalam pengolahannya.
b. Infusa teh hijau adalah ekstrak cair yang dibuat dengan cara menyari serbuk teh hijau dengan menggunakan metode infundasi. Penyarian berdasarkan
prosedurCoAyang dilakukan oleh LPPT UGM Yogyakarta.
c. Ekstrak etanol teh hijau adalah ekstrak cair yang dibuat dengan cara menyari serbuk teh hijau dengan menggunakan metode maserasi. Penyarian
d. Daya antibakteri adalah kemampuan pasta gigi infusa teh hijau dan pasta gigi
ekstrak etanol teh hijau untuk menghambat atau membunuh S.mutans dibandingkan dengan basis pasta gigi sebagai kontrol negatif.
e. Kultur bakteriStreptococcus mutansadalah kultur bakteri uji yang telah diuji kemurniannya di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
f. Zona hambat adalah zona jernih di sekitar sumuran yang telah diinokulasi pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau yang menghambat atau
membunuh pertumbuhan S.mutans dibandingkan dengan basis pasta gigi sebagai kontrol negatif.
g. Sifat fisik pasta gigi adalah parameter untuk mengetahui kualitas fisik pasta
gigi. Suatu sediaan dapat dikatakan baik apabila memiliki karakterisasi sifat fisik yang baik dilihat dari uji organoleptis seperti warna, bau, dan pH serta
stabil dalam penyimpanan dilihat dari uji viskositas dan ujisag.
h. Pasta gigi infusa teh hijau dan pasta gigi ekstrak etanol teh hijau adalah sediaan semisolid hasil modifikasi Young (1972) yang mengandung zat aktif
infusa dan ekstrak etanol teh hijau yang digunakan sebagai antibakteri untuk melawan bakteri penyebab karies gigiS.mutans.
C. Alat
Cawan petri (Pyrex), Microbiology Safety Cabinet (lokal), jarum ose, spreader, autoklaf (Model KT-40, ALP Co, Ltd, Hamurashi, Tokyo, Japan),
neraca analitik (Nagata), mixer (Miyako), Viscometer seri VT O4 (RION-JAPAN), tube pasta gigi, penggaris mikropipet, pemanas bunsen, almari es (Sharp), alat-alat gelas lainnya, dan program SPSS for student versi 20.00 (trial)
D. Bahan
Teh hijau dari Perkebunan PT Rumpun Sari Medini Boja Kendal Jawa Tengah, kultur bakteri Streptococcus mutans dari Laboratorium Mikrobiologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Media Nutrien Agar (Oxoid), Aquades
steril, larutan standar Mc. Farland II (6 x 108 CFU/mL), CMC-Na, kalsium karbonat, metil paraben, natrium sakarin, dan etanol (Pharmaceutical grade) dari
Laboratorium Kimia Analisis Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
E. Tata Cara Penelitian 1. Pemilihan dan identifikasi teh hijau
Teh hijau yang digunakan adalah daun dari tanaman teh (Camelia sinensis
L.) dari PT Rumpun Sari Medini Boja Kendal Jawa Tengah yang tidak mengalami fermentasi dalam pengolahannya. Identifikasi teh hijau dilakukan oleh PT Rumpun Sari Medini Boja Kendal Jawa Tengah yang menyatakan bahwa daun
2. Pembuatan serbuk teh hijau
Proses pembuatan serbuk teh hijau dilakukan oleh Lembaga Pusat Penelitian Terpadu (LPPT) UGM dengan mesin penyerbuk dengan saringan
berdiameter 1 mm.
3. Pembuatan infusa teh hijau
Penyarian teh hijau dilakukan dengan metode infundasi berdasarkan CoA
yang dilakukan oleh LPPT UGM.
4. Pembuatan ekstrak etanol teh hijau dengan cara maserasi
Penyarian teh hijau dilakukan dengan metode maserasi berdasarkan CoA yang dilakukan oleh LPPT UGM.
5. Pembuatan formula standar pasta gigi dan formula modifikasi pasta gigi Tabel I. Formula standar pasta gigi (Young, 1972).
Bahan pasta gigi Satuan (g)
Kalsium karbonat 57
a. Formula pasta gigi infusa teh hijau
Tabel II. Formula modifikasi pasta gigi infusa teh hijau (100 g)
Bahan pasta gigi Satuan (g)
CMC-Na 1,5
b. Formula pasta gigi ekstrak etanol teh hijau
Tabel III. Formula modifikasi pasta gigi ekstrak etanol teh hijau (100 g)
Bahan pasta gigi Satuan (g)
CMC-Na 1,5
Kalsium karbonat 40
Gliserin 11
Metil Paraben 0,2
Natrium sakarin 0,25
Aquadest Etanol
35,05 1 mL
Ekstrak etanol teh hijau 10 mL
6. Pembuatan pasta gigi infusa teh hijau
Pembuatan pasta gigi dilakukan dengan cara membuat basis pasta terlebih dahulu. Basis pasta yang digunakan adalah CMC-Na. CMC-Na dikembangkan dalam 30 mL aquadest selama 24 jam. Setelah mengembangkan CMC-Na,
gliserin dimasukkan dalam wadah dan diaduk menggunakan mixer dengan kecepatan putar nomor 2 selama 10 menit. Metil paraben dilarutkan dalam 1 mL
etanol dan natrium sakarin dan infusa teh hijau masing-masing dilarutkan dalam aquadest panas. Larutan metil paraben ditambahkan pada campuran CMC-Na dan gliserin, lalu diaduk menggunakanmixerdengan kecepatan putar nomor 2 selama
5 menit. Setelah itu, larutan natrium sakarin dan kalsium karbonat ditambahkan sedikit demi sedikit, serta diaduk secara perlahan selama 5 menit untuk
menghomogenkan campuran. Pada tahap akhir ditambahkan larutan infusa teh hijau sebanyak 10 ml dan aduk selama 5 menit sampai homogen (Young, 1972).
7. Pembuatan pasta gigi ekstrak etanol teh hijau
dalam 30mL aquadest selama 24 jam. Setelah mengembangkan CMC-Na, gliserin
dimasukkan dalam wadah dan diaduk menggunakan mixer dengan kecepatan putar nomor 2 selama 10 menit. Metil paraben dilarutkan dalam 1mL etanol,
sedangkan natrium sakarin dan ekstrak etanol teh hijau masing-masing dilarutkan dalam aquadest panas. Larutan metil paraben ditambahkan pada campuran CMC-Na dan gliserin, lalu diaduk menggunakanmixerdengan kecepatan putar nomor 2
selama 5 menit. Setelah itu, larutan natrium sakarin dan kalsium karbonat ditambahkan sedikit demi sedikit, serta diaduk secara perlahan selama 5 menit
untuk menghomogenkan campuran. Pada tahap akhir ditambahkan 10 mL larutan ekstrak etanol teh hijau dan aduk selama 5 menit sampai homogen (Young, 1972).
8. Uji daya antibakteri pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau terhadapStreptococcus mutans
a. Pembuatan variasi konsentrasi infusa teh hijau
Berdasarkan Certificate of Analysis dari LPPT UGM variasi konsentrasi katekin (EGCG) infusa teh hijau yang didapatkan yaitu 0,25; 0,5; 0,75; 1; 2,5 ; 5; dan 7,5 mg/ mL dengan volume 14 mL. Dalam penelitian ini diambil 2 dari 7
variasi konsentrasi, yaitu konsentrasi 5 dan 7,5 mg/mL. Pada penelitian Praktikno (2003), katekin dalam teh hijau yang disari dengan menggunakan metode
infundasi memiliki daya antibakteri dengan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) sebesar 0,5 mg/mL. Berdasarkan penelitian di atas, senyawa uji dengan konsentrasi katekin 5 dan 7,5 mg/mL dilakukan pengenceran sehingga menjadi
Tabel IV. Variasi konsentrasi katekin dalam infusa teh hijau
b. Pembuatan variasi konsentrasi ekstrak etanol teh hijau
Berdasarkan Certificate of Analysis dari LPPT UGM variasi konsentrasi katekin (EGCG) ekstrak etanol teh hijau yang didapatkan yaitu 0,25; 0,5; 0,75; 1;
2,5 ; 5; 7,5 dan 10 mg/ mL dengan volume 14 mL. Dalam penelitian ini diambil 2 dari 7 variasi konsentrasi, yaitu konsentrasi 5 dan 10 mg/mL dan dilakukan
pengenceran sehingga menjadi konsentrasi katekin sebesar 0,2; 0,3; 0,4; dan 0,5 mg/g dalam pasta gigi ekstrak etanol teh hijau. Variasi konsentrasi katekin (EGCG) ekstrak etanol teh hijau dibuat sama dengan variasi konsentrasi katekin
(EGCG) infusa teh hijau agar dapat dibandingkan daya antibakteri pasta gigi infusa teh hijau dengan pasta gigi ekstrak etanol teh hijau dalam menghambat
pertumbuhanStreptococcus mutans(Tabel V).
c. Penyiapan bakteri uji dan pembuatan media Nutrien Agar (NA)
Bakteri uji yang digunakan adalah S. mutans. Penyiapan bakteri uji ini
dilakukan dengan membuat 10 mL suspensi S. mutans menggunakan media Nutrien Broth (NB) dan disetarakan kekeruhannya dengan larutan standar Mac
Farland II (konsentrasi bakteri 6. 108CFU/mL).
Pembuatan media Nutrien Agar (NA) dilakukan dengan menimbang sebanyak 3 gram agar dan 2 gram Nutrien Broth (NB) dilarutkan dalam 125 mL
aquadest steril. Larutan dipanaskan dengan sesekali diaduk hingga jernih dan terlarut sempurna. Larutan tersebut kemudian diautoklaf pada suhu 1210C selama
15 menit. Media dibiarkan agak dingin dan siap untuk digunakan.
d. Pengujian daya antibakteri pasta gigi infusa dan pasta gigi ekstrak etanol teh hijau secara difusi sumuran
Petri berisi 20 mL media nutrient agar (NA) disiapkan. Pembuatan kontrol kontaminasi media dilakukan dengan cara : petri berisi media NA secara aseptis
dibuat sumuran dengan pelobang sumuran diameter 6 mm. Pembuatan kontrol pertumbuhan bakteri uji dilakukan dengan cara : menginokulasikan 0,1 mL suspensi bakteri uji yang sudah disetarakan dengan larutan standar Mac Farland II
(konsentrasi bakteri 6. 108 CFU/mL), lalu diinokulasikan ke dalam tabung berisi
media NA pada suhu 45-50C, kemudian isi tabung dituang ke dalam petri secara
pour plate. Untuk uji kontrol negatif (basis pasta gigi), uji kontrol positif (EGCG
menggunakan mediadouble layer, di mana sebanyak 5 mL media NA dituang ke
dalam petri sebagai base layer dan dibiarkan memadat. Kemudian sebanyak 0,1 mL suspensi bakteri S. mutans diinokulasikan ke dalam 15 mL media NA pada
suhu 45-50C secara pour plate pada petri. Kemudian secara aseptis dibuat
sumuran sampai batas antara lapisan atas dan bawah. Sumuran dibuat sebanyak 3 lobang pada 2 petri. Pada petri I, sebanyak 50 µl pasta gigi yang mengandung senyawa uji dengan 2 variasi konsentrasi senyawa uji (konsentrasi 0,2 ; 0,3 mg/g)
dan kontrol negatif diinokulasikan pada media menggunakan mikropipet, sedangkan pada petri II sebanyak 50 µl pasta gigi yang mengandung senyawa uji
dengan 2 variasi konsentrasi senyawa uji (konsentrasi 0,4; 0,5 mg/g) dan kontrol positif (EGCG 5 mg/mL) diinokulasikan pada media menggunakan mikropipet.
Setelah itu, media diinkubasi selama 24 jam pada suhu ± 37C. Setelah 24 jam,
diamati zona hambat di setiap petri. Diameter zona hambat yang dihasilkan diukur dengan penggaris kemudian dikurangi diameter sumuran yang digunakan yaitu 6 mm. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali untuk tiap konsentrasi katekin (EGCG)
dalam pasta gigi
9. Uji Sifat Fisik Pasta Gigi
Evaluasi sifat fisik pasta gigi infusa teh hijau dan ekstrak etanol meliputi warna, bau, pH, viskositas dansag.
a. Warna dan bau
Uji organoleptis merupakan uji dengan menggunakan indera manusia sebagai instrumennya. Pengujian organoleptis dilihat dari warna dan aroma yang
warna yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Aroma diuji
dengan cara mencium sediaan tersebut yang menghasilkan aroma teh. Pada pengujian ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali dan diukur pada rentang waktu
penyimpanan 48 jam, 7 hari, dan 35 hari. b. pH
Pengukuran pH dilakukan dengan cara mencelupkan kertas indikator sampai
batas celupan, lalu didiamkan beberapa saat hingga terjadi perubahan warna. Kemudian membandingkan perubahan warna yang terjadi dengan warna indikator
pH. Pada pengujian ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali dan diukur pada rentang waktu penyimpanan 48 jam, 7 hari, dan 35 hari.
c. Viskositas
Pengukuran viskositas pasta gigi dilakukan dengan menggunakan viskometer.Spindel dipasang pada gantungan spindel dan diturunkan sedemikian
rupa sehingga batas spindel tercelup ke dalam cairan sampel yang akan diukur viskositasnya. Setelah itu, sampel dimasukan ke dalam wadah ± 100 mL. Rotor dinyalakan dan spindel dibiarkan berputar sambil melihat jarum merah pada skala.
Viskositas dihitung dengan mengkonversi nilai viskositas yang telah ditetapkan dengan skala pada spindel. Pada pengujian ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali
dan diukur pada rentang waktu penyimpanan 48 jam, 7 hari, dan 35 hari (Liebermannet al., 1996).
d. Sag
dikeluarkan dari dalam tube. Pasta gigi harus dapat mempertahankan bentuknya
ketika dikeluarkan dari tube. Ketika diaplikasikan pada sikat gigi, pasta gigi seharusnya tidak masuk ke sela bulu sikat. Sifat ini dapat dievaluasi secara visual
dengan cara pasta gigi dimasukkan ke dalam tube pasta gigi. Setelah itu, pasta gigi dikeluarkan dengan cara menekan bagian ujung tube pasta gigi pada kaca bundar berskala. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap diameter awal
silinder pasta gigi dan diameter silinder pasta gigi setelah 1 menit. Pada pengujian ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali dan diukur pada rentang waktu
penyimpanan 48 jam, 7 hari, dan 35 hari (Garlen, 1996).
F. Analisis Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data perbandingan daya antibakteri pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau dilakukan dengan cara
membandingkan rata-rata diameter zona hambat yang dihasilkan pada tiap variasi konsentrasi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk. Dilakukan analisis
dengan uji Shapiro-Wilk karena jumlah data yang diolah < 50 data. Suatu data dikatakan terdistribusi secara normal apabila memiliki nilai signifikansi (p-value)
> 0,05. Analisis uji T tidak berpasangan untuk melihat signifikansi perbedaan dari data uji diameter zona hambat pasta gigi ekstrak infusa dan ekstrak etanol teh hijau berdasarkan diameter zona hambat yang dihasilkan dalam menghambat
hasil analisis dengan uji T tidak berpasangan akan diperoleh nilai p
(probability-value). Apabila nilai p <0,05 maka dapat disimpulkan daya antibakteri pasta gigi
infusa dan ekstrak etanol teh hijau memberikan perbedaan yang signifikan yang
artinya daya antibakteri pasta gigi infusa teh hijau berbeda bermakna dengan daya antibakteri pasta gigi ekstrak etanol teh hijau terhadap pertumbuhan S.mutans.
Data sifat fisik pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau yang
didiperoleh meliputi uji warna, bau, pH, viskositas, dansag. Data sifat fisik yang meliputi warna, bau, dan pH dianalisis secara deskriptif. Uji viskositas dan ujisag
dianalisis secara statistik untuk melihat perbandingan sifat fisik pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau dilihat dari stabilitas pasta gigi yaitu nilai viskositas dan nilai sag. Analisis statistik berupa uji normalitas data dilakukan dengan uji
Shapiro-Wilk karena jumlah data yang diolah < 50 data. Suatu data dikatakan terdistribusi secara normal apabila memiliki nilai signifikansi (p-value) > 0,05.
Uji T berpasangan digunakan untuk melihat kestabilan pasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau selama penyimpanan 48 jam dan 35 hari dilihat dari data nilai vikositas dan nilai sag. Uji T tidak berpasangan untuk melihat signifikansi
perbedaan data nilai vikositas dan nilaisagpasta gigi infusa dan ekstrak etanol teh hijau. Sebelum dilakukan uji T tidak berpasangan, dilakukan uji Levene Test
untuk melihat homogenitas data. Dari hasil analisis dengan uji T tidak berpasangan akan diperoleh nilai p (probability-value). Apabila nilai p <0,05 maka dapat disimpulkan bahwa nilai viskositas dan nilaisagpasta gigi infusa dan
viskositas dansagpasta gigi infusa teh hijau berbeda bermakna dengan viskositas
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Teh hijau mengandung senyawa katekin khususnya EGCG yang dapat menghambat pembentukan plak penyebab karies gigi. Teh hijau merupakan teh yang diambil dari daun pucuk segar tanaman teh, pembuatannya melalui proses
pemanasan, sehingga oksidasi enzimatik terhadap katekin dapat dicegah. Kandungan katekin ini memiliki aktivitas sebagai antibakteri yang menghambat
pertumbuhan bakteri Streptococcus mutanspenyebab karies gigi (Hartoyo, 2003). Senyawa katekin (EGCG) yang diperoleh diformulasikan ke dalam pasta gigi dikarenakan efek antibakteri yang diinginkan berupa efek lokal pada rongga mulut
dan diharapkan rasa pahit dari teh hijau dapat ditiadakan setelah diformulasikan menjadi pasta gigi.
A. Pemilihan Bahan dan Identifikasi Teh Hijau
Teh hijau yang digunakan pada penelitian diperoleh dari PT Rumpun Sari
Medini Boja Kendal Jawa Tengah. Identifikasi teh hijau dilakukan oleh PT Rumpun Sari Medini Boja Kendal Jawa Tengah yang menyatakan bahwa daun
yang digunakan adalah benar daun teh (Camelia sinensis L.) yang diolah menjadi teh hijau.(Lampiran 1).
Berdasarkan wawancara dengan PT. Rumpun Sari Medini Boja Kendal Jawa Tengah proses pengolahan teh menjadi teh hijau sesuai buku acuan
November sampai dengan Desember. Pemetikan dilaksanakan pada areal yang
telah memasuki masa rotasi untuk dipetik. Aturan dalam pemetikan harus diperhatikan, yaitu mampu membedakan pucuk yang harus dipetik, pucuk yang
tidak boleh dipetik, dan pucuk yang harus ditinggalkan. Daun teh didapatkan dari pucuk ke 2, 3, dan 4. Cara pemetikan harus menggunakan tangan. Dalam pelaksanaan pemetikan, pucuk yang dipetik harus sesuai standar petikan yang
sudah ditentukan oleh perusahaan. Bagian tulang yang dipetik setinggi 1 cm di atas daun penyangga yang bagus. Pucuk yang digenggam tidak boleh terlalu
banyak dan langsung dimasukkan ke dalam wadah sementara berupa karung. Daun yang telah dikumpulkan selanjutnya dipisahkan dari kotoran-kotoran yang melekat atau bahan asing lainnya yang tidak diperlukan. Kemudian daun dicuci
dengan air bersih dan mengalir. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran dan pengotor lain yang melekat pada daun teh. Tahap selanjutnya, daun
teh dilakukan proses pelayuan dengan memanaskan daun teh segar pada suhu 90-1000C. Setelah dilakukan proses pelayuan daun teh digulung dalam mesin penggulung. Penggulungan yang baik dilakukan langsung sesudah pelayuan untuk
menghindari perubahan kadar air dari pelayuan. Tahap berikutnya daun dikeringkan dalam oven. Pengeringan dilakukan pada suhu 450C bertujuan untuk mengurangi kadar air dan menghentingkan reaksi enzimatik dalam daun teh sehingga mutu dari simplisia dapat dipertahankan, terjamin keawetannya, selain itu memudahkan dalam pembuatan serbuk. Pengeringan dilakukan sampai daun
seperti bagian bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor-pengotor lain
yang masih tertinggal pada simplisia kering (Ita, 2009).
B. Pembuatan Serbuk Teh Hijau
Pembuatan serbuk teh hijau dilakukan untuk memperkecil ukuran partikel secara homogen. Proses pembuatan serbuk teh hijau dilakukan di Lembaga Pusat
Penelitian Terpadu (LPPT) UGM menggunakan mesin penyerbuk dengan saringan berdiameter 1 mm. Tujuan dari pengayakan untuk memperoleh serbuk
yang halus dan seragam sehingga luas permukaan serbuk untuk kontak dengan pelarut semakin besar, luas permukaan yang semakin besar akan mengoptimalkan pembasahan serbuk simplisia oleh cairan penyari sehingga hasil yang didapatkan
akan optimal. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1995) ukuran lubang pengayak 1,00 mm menunjukkan nomor pengayak 18. Derajat halus
serbuk menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1979) dinyatakan dengan nomor pengayak. Apabila derajat halus suatu serbuk dinyatakan dengan satu nomor, bertujuan bahwa semua serbuk dapat melalui pengayak dengan
nomor tersebut. Nomor pengayak 18 berarti semua serbuk dapat melalui pengayak nomor 18.
C. Pembuatan Infusa Teh Hijau dan Verifikasi Kandungan Senyawa
EGCG dalam Infusa Teh Hijau