ii
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh: Ika Marlinah NIM : 058114129
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
tetap i orang
tetap i orang
tetap i orang
tetap i orang ----or
or
or
oraaaang ya
ng ya
ng ya
ng ya
v
O rang
O rang
O rang
O rang ----oran g m u d a m en jad i lelah
oran g m u d a m en jad i lelah
oran g m u d a m en jad i lelah
oran g m u d a m en jad i lelah
d an terun a
d an terun a
d an terun a
d an terun a ----teru n a jatuh ter
teru n a jatuh ter
teru n a jatuh ter
teru n a jatuh ter
yan g m en anti
yan g m en anti
yan g m en anti
yan g m en anti----n an tik an T uh an m end ap at k
n an tik an T uh an m end ap at k
n an tik an T uh an m end ap at k
n an tik an T uh an m end ap at k
m erek a seum p am a rajaw ali yan g n aik
m erek a seum p am a rajaw ali yan g n aik
m erek a seum p am a rajaw ali yan g n aik
m erek a seum p am a rajaw ali yan g n aik
d engan k eku atan s
d engan k eku atan sa
d engan k eku atan s
d engan k eku atan sa
m ereka berlari d an tid ak m en
m ereka berlari d an tid ak m en
m ereka berlari d an tid ak m en
m ereka berlari d an tid ak m en
m ereka berjalan dan tid ak m enja
m ereka berjalan dan tid ak m enja
m ereka berjalan dan tid ak m enja
m ereka berjalan dan tid ak m enja
Y esaya 4
Y esaya 4
Y esaya 4
Y esaya 4
K up ersem bahk an k aryak u in
K up ersem bahk an k aryak u in
K up ersem bahk an k aryak u in
K up ersem bahk an k aryak u in
Y esus
Y esus
Y esus
Y esus dddd an B u nd a M aria, sosok te
an B u nd a M aria, sosok te
an B u nd a M aria, sosok te
an B u nd a M aria, sosok te
S r. M R uth
S r. M R uth
S r. M R uth
S r. M R uth
K elu arga B esar P A . V i
K elu arga B esar P A . V i
K elu arga B esar P A . V i
K elu arga B esar P A . V i
A yah B
A yah B
A yah B
A yah B
K ed u a k
K ed u a k
K ed u a k
K ed u a k
A lm a
A lm a
A lm a
A lm a
ah d an
ah d an
ah d an
ah d an lesu
lesu
lesu
lesu
tersand un g,
ersand un g,
tersand un g,
ersand un g,
t keku atan
t keku atan
t keku atan
t keku atan
baru :
baru :
baru :
baru :
aik terban g
aik terban g
aik terban g
aik terban g
sayap n ya;
sayap n ya;
sayap n ya;
sayap n ya;
enjad i lesu,
enjad i lesu,
enjad i lesu,
enjad i lesu,
njadi le
njadi le
njadi le
njadi le lah.
lah.
lah.
lah.
4 0 : 29
4 0 : 29
4 0 : 29
4 0 : 29 ----3 1
3 1
3 1
3 1
ini u ntu k :
ini u ntu k :
ini u ntu k :
ini u ntu k :
terbaikk u
terbaikk u
terbaikk u
terbaikk u ,,,,
th , F S G M ,
th , F S G M ,
th , F S G M ,
th , F S G M ,
V incen tiu s,
V incen tiu s,
V incen tiu s,
V incen tiu s,
B
B
B
B und ak u,
und ak u,
und ak u,
und ak u,
a k ak akk u,
a k ak akk u,
a k ak akk u,
a k ak akk u,
m am aterk u
m am aterk u
m am aterk u
m am aterk u
vi Nama Ika Marlinah
NIM 058114129
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul “
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN KANKER LEHER RAHIM YANG MENJALANI KEMOTERAPI
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE AGUSTUS 2004–AGUSTUS 2008
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 12 Agustus 2009 Yang menyatakan
vii
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul “EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN KANKER LEHER RAHIM YANG MENJALANI KEMOTERAPI DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE AGUSTUS 2004–AGUSTUS 2008”. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan motivasi, kritik dan saran sampai terselesaikannya skripsi ini, terutama kepada:
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. dr. Fenty, M.Kes.,Sp.PK. selaku dosen pembimbing I dan Maria Wisnu Donowati, M.Si, Apt. selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, serta segala masukan dan saran dalam penyusunan skripsi.
3. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. dan Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen penguji atas segala arahan, kritik, saran, dan masukan, serta waktunya. 4. Para dosen di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah
viii
untuk kebersamaan, cinta, motivasi, dan segala doanya. Saya sungguh sangat terbantu dan menjadi semangat untuk dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
7. Keluargaku, Bapak, Ibu (Alm.), Kak Fendi dan Kak Febri, terimakasih untuk cinta, motivasi, dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan.
8. Keluarga Besar Susteran Konggregasi FSGM, terimakasih untuk kebersamaan yang menyenangkan dan semangat yang telah diberikan.
9. Sahabat-sahabatku Sephin, Sr. M. Bernadethin, Flora, Fani, Sulis, Heni, dan teman-teman KKN, serta teman-teman FKK angkatan 2005. Terimakasih untuk kebersamaan, motivasi dan doa selama penulis menyusun skripsi. 10.Teman-teman kostku, Avi, Shinta, Ika, Desy, Enggar, Tresa, dan Riska.
Terimakasih atas bantuan, dukungan, motivasi dan doanya.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga saran, masukan, serta kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat dan membantu pembaca serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 26 Juni 2009 Penulis
ix
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 26 Juni 2009 Penulis
x
leher rahim adalah kemoterapi. Efek samping kemoterapi salah satunya adalah penurunan drastis jumlah sel darah yang dapat dengan mudah menyebabkan terjadinya infeksi, sehingga dibutuhkan antibiotik untuk mengatasi infeksi yang muncul setelah pasien di kemoterapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito pada periode Agustus 2004–Agustus 2008.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Instrumen penelitian yang digunakan adalah data rekam medik pasien kanker leher rahim, kemudian data diolah secara analisis deskriptif.
xi
reduction of blood cell that may cause infection. Therefore, antibiotics are needed to overcome the infections that appear after the patient conducted the chemotherapy. This research aims to evaluate the using of antibiotics on the
chemotherapy patients of cervix cancer in RSUP Dr. Sardjito period August 2004 – August 2008.
This study is a non-experimental research through descriptive and evaluative designs with retrospective characteristic. The research device used is the medical record data of cervix cancer patients. The data is subsequently processed according to the descriptive analysis.
xii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi
PRAKATA ... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix
INTISARI ... x
ABSTRACT ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 3
2. Keaslian penelitian ... 3
3. Manfaat penelitian ... 4
B. Tujuan Penelitian ... 4
xiii
A. Kanker Leher Rahim ... 6
1. Definisi ... 6
2. Epidemiologi dan etiologi ... 8
3. Patogenesis ... 9
4. Tanda dan gejala ... 10
5. Diagnosis ... 10
6. Prognosis ... 11
7. Stadium ... 12
B. Kemoterapi ... 12
1. Prinsip dasar kemoterapi ... 12
2. Efek samping kemoterapi ... 15
3. Penatalaksanaan Terapi Neutropeni Febril pada Kanker……. 17
C. Pengobatan Suportif ... 18
D. Infeksi ... 19
E. Antibiotik ... 21
F. Drug Therapy Problems ... 23
G. Keterangan Empiris ... 24
BAB III METODE PENELITIAN ... 26
xiv
E. Lokasi Penelitian ... 28
F. Tata Cara Penelitian ... 28
1. Tahap perencanaan ... 28
2. Tahap pengambilan data ... 28
3. Tahap penyelesaian data ... 30
G. Tata Cara Analisis Hasil... 30
1. Karakteristik pasien kanker leher rahim ... 30
2. Golongan dan jenis antibiotik ... 31
3. Kajian Drug Therapy Problems (DTPs) ... 31
\H. Kesulitan Penelitian ... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
A. Karakteristik Pasien Kanker Leher Rahim ... 33
1. Persentase umur pasien kanker leher rahim ... 33
2. Persentase stadium pasien kanker leher rahim ... 35
3. Persentase jumlah pasien kanker leher rahim berdasarkan terapi ... 36
4. Keadaan hematologi pasien kanker leher rahim yang dilihat dari nilai Hb ... 37
xv
3. Adverse Drug Reaction ... 42
4. Antibiotik yang tidak efektif ... 43
5. Adanya indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi ... 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46
A. Kesimpulan ... 46
B. Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 49
LAMPIRAN ... 51
xvi
Tabel II. Penyebab Kelainan Jumlah Neutrofil... 20 Tabel III Beberapa Contoh Antibiotik dan Tempat Aksinya ... 23 Tabel IV Kategori Drug Therapy Problems ... 24 Tabel V Persentase Stadium Pasien Kanker Leher Rahim yang
Menjalani Kemoterapi dan Mendapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 36 Tabel VI Golongan dan Jenis Antibiotik pada Pasien Kanker
Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi serta Mendapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 40 Tabel VII Kasus DTPs Penggunaan Antibiotik pada Pasien
Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 42 Tabel VIII Kasus DTPs Antibiotik yang Tidak Diperlukan pada
Terapi Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
xvii
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 42 Tabel X Kasus DTPs Antibiotik Adverse Drug Reaction pada
Terapi Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 43 Tabel XI Kasus DTPs Potensial Adverse Drug Reaction pada
Terapi Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 43 Tabel XII Kasus DTPs Antibiotik yang Tidak Efektif pada
Terapi Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 44 Tabel XIII Adanya Indikasi Penyakit yang Tidak Diberikan Terapi
pada Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
xviii
Gambar 2 Persentase Kelompok Umur Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi dan Mendapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 34 Gambar 3 Persentase Jumlah Pasien Kanker Leher Rahim
Berdasarkan Terapi dan Mendapatkan Terapi Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 37 Gambar 4 Persentase Nilai Hb Pasien Kanker Leher Rahim yang
Menjalani Kemoterapi dan Mendapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
xix
Lampiran 2 Pengambilan Data Rekam Medis ... 52
Lampiran 3 Lembar Disposisi ... 53
Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian dari Fakultas ... 54
Lampiran 5 Surat Keterangan Selesai Menjalankan Penelitian ... 55
Lampiran 6 Analisis DTPs Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi serta Mendapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 56
1
A. Latar Belakang
Kanker serviks merupakan kanker pembunuh nomor satu pada wanita di
dunia ketiga. Epidemiologi menunjukkan bahwa kanker ini dapat dicegah jika
dilakukan skrining dan terapi yang tepat dan dilakukan (Heffner dan Schust, 2008).
Karsinoma serviks uteri merupakan penyakit keganasan yang menimbulkan
masalah dalam kesehatan kaum wanita terutama di negara yang sedang berkembang
termasuk Indonesia. Frekuensi kesakitan dan kematian karena neoplasma ini
merupakan yang terbanyak dari penyakit keganasan ginekologik. Menurut laporan
berbagai sentra patologi di Indonesia, karsinoma serviks uteri menempati urutan
pertama dari penyakit keganasan yang ada. Berbeda dengan Indonesia, di negara
maju karsinoma serviks uteri berada pada urutan kelima setelah karsinoma payudara,
kolorektal, paru dan kulit. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan adanya program
tes Pap di negara maju yang dilakukan periodik dalam upaya deteksi karsinoma dini
serviks uteri (Tambunan, 1995).
Kemoterapi merupakan upaya menghentikan sel kanker dengan
menggunakan obat-obat anti kanker. Efek samping kemoterapi salah satunya adalah
penurunan drastis jumlah sel darah (kegagalan sumsum tulang) sehingga mudah
terjadi infeksi dan juga memberikan peluang untuk pertumbuhan tumor. Efek
juga berefek pada sel normal lainnya yang punya sifat mirip sel kanker, yaitu
kecepatan pembelahannya tinggi seperti sel-sel darah, rambut, dan sel-sel yang
menutupi saluran pencernaan ( Djoerban, Rose, Poetiray, dan Soehartati, 2004).
Kemoterapi yang digunakan untuk pengobatan kanker sering menyebabkan
turunnya angka granulosit terutama neutrofil, hal ini merupakan faktor predisposisi
terjadinya infeksi. Jumlah neutrofil normal adalah 0,54-0,62 Ia. Neutropenia didefinisikan dimana jumlah neutrofil di bawah 2000 sel/mm3. Umumnya penurunan jumlah neutrofil hingga di bawah 1000/mm3 memiliki risiko rendah terjadi infeksi, namun jika jumlah neutrofil turun hingga di bawah 500 /mm3 dan durasinya lama (berlangsung untuk beberapa waktu lamanya) maka kesempatan untuk terkena infeksi
lebih besar. Sekitar 90 % penderita kanker meninggal akibat terkena infeksi,
perdarahan, atau infeksi bersama perdarahan. Oleh karenanya dibutuhkan antibiotik
untuk mengatasi infeksi yang terjadi. Pemilihan dan penggunaan antibiotik haruslah
tepat untuk mengurangi risiko kematian akibat terjadinya infeksi (Koda-kimble dan
Young, 2001). Penggunaan antibiotik yang tepat meliputi pemilihan antibiotik, dosis,
dan durasi penggunaan antibiotik. Terapi antibiotik dapat mencegah atau
memperlambat timbulnya resistensi mikroba. Dengan demikian perlu dilakukan
evaluasi penggunaan antibiotik terhadap pasien yang menjalani kemoterapi.
Adapun pemilihan RSUP Dr. Sardjito sebagai tempat penelitian dikarenakan
RSUP Dr. Sardjito merupakan pusat unggulan dalam bidang pelayanan, pendidikan,
dan penelitian di kawasan Asia Tenggara tahun 2010 serta sebagai rumah sakit
1. Perumusan masalah
Masalah yang dapat dirumuskan mengenai evaluasi penggunaan antibiotik
pada pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta periode Agustus 2004-Agustus 2008 adalah:
a. Seperti apakah karakteristik pasien kanker leher rahim yang menjalani
kemoterapi dan mendapat terapi antibiotik ?
b. Golongan dan jenis antibiotik terbanyak apakah yang digunakan dalam
pengobatan kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi ?
c. Seperti apakah kejadian Drug Therapy Problems (DTPs) terkait dengan penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher rahim yang menjalani
kemoterapi ?
2. Keaslian penelitian
Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan, pernah dilakukan
penelitian mengenai Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Kasus Kanker Leher
Rahim di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2004 (Mexitalia, 2001).
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan dalam hal lokasi dan
waktu penelitian. Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini lebih
spesifik, yaitu pada pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan
mendapatkan terapi antibiotik. Penelitian mengenai Evaluasi Penggunaan Antibiotik
pada Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat praktis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi dan bahan masukan
untuk meningkatkan mutu penggunaan antibiotik pada pasien kanker
leher rahim di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
b. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai
penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher rahim yang menjalani
kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher rahim yang
menjalani kemoterapi di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta periode Agustus 2004–
Agustus 2008.
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khususnya yaitu :
a. Untuk mengetahui seperti apa karakteristik pasien kanker leher rahim yang
menjalani kemoterapi dan mendapatkan terapi antibiotik
b. Untuk mengetahui golongan dan jenis antibiotik terbanyak yang digunakan
c. Untuk mengetahui kejadian DTPs yang terkait dengan penggunaan antibiotik
6 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Kanker Leher Rahim 1. Definisi
Rahim dibagi atas badan rahim (korpus) dan leher rahim (serviks) yang
menunjuk ke bawah dan dengan muaranya menyuruk ke puncak vagina berbentuk
kubah. Dinding rahim terdiri atas selaput lendir dan jaringan otot dalam keadaan
istirahat. Selaput lendir rahim dibentuk pada periode subur bulanan dan dikeluarkan
pada saat haid, keberadaannya khusus untuk menerima sel telur. Lapisan otot yang
tebal dan kuat menunggu waktu lahir untuk mengeluarkan janin melalui kanal lahir.
Saluran lahir berjalan dari korpus rahim lewat saluran leher rahim, vagina, dan vulva
ke luar (Jong, 2005).
Serviks berfungsi untuk mencegah masuknya udara dan mikroflora dari
vagina, tetapi harus dapat mengalirkan darah menstruasi, dan menderita pukulan
lunak pada saat sanggama, dan yang paling buruk ialah trauma saat melahirkan.
Serviks sering menjadi tempat timbulnya penyakit. Sebagian besar kelainan serviks
adalah radang yang tidak khas (servisitis), dan merupakan tempat timbulnya kanker
yang paling banyak dijumpai pada wanita (Stanley, 2005). Leher rahim membentuk
hubungan antara rongga rahim dan vagina yang merupakan bagian dari saluran lahir.
Leher rahim menonjol sekitar satu centimeter ke dalam kubah vagina. Bagian kecil
ini yang merupakan tempat dari kanker leher rahim. Kanker merupakan pertumbuhan
ganas yang disebabkan oleh kelainan gen-gen yang mengatur pembelahan sel (Jong,
2005).
Terdapat tiga tipe umum kanker serviks. Tipe yang paling sering ditandai
oleh adanya lesi eksofilik yang besar dan meluas ke vagina dan terjadi perdarahan
hebat saat disentuh. Tumor lainnya menginfiltrasi stroma serviks dan membentuk lesi
barrel shape tanpa disertai tanda-tanda pertumbuhan ke arah luar. Lesi barrel shape
ini dapat baru tampak pertama kali ketika penyebaran lokal sudah menimbulkan
gejala gangguan berkemih atau buang air besar. Kelompok yang terakhir dari kanker
serviks adalah tumor ulseratif yang sering mengubah serviks dan vagina bagian atas
dengan lubang purulen yang besar (Heffner dan Schust, 2008). Tumor dapat
menampakkan diri dalam berbagai bentuk. Gejala-gejalanya dapat dibagi dalam
gejala lokal dan sistemik. Pada tumor benigna akibat yang timbul biasanya terbatas
kehilangan darah intermenstrual karena kompresi saluran darah pada leiomioma uteri
atau hilangnya lapangan penglihatan karena kompresi saraf mata pada adenoma
hipofisis (Velde, Bosman, dan Wagener, 1999).
2. Epidemiologi dan etiologi
Hubungan antara aktivitas seksual dengan kanker serviks pertama kali
diketahui 150 tahun yang lalu ketika ditemukan bahwa penyakit ini jarang terjadi
pada biarawati dan banyak terjadi pada wanita tuna susila. Data epidemiologis
berikutnya telah mengidentifikasi bahwa onset aktivitas seksual pada usia remaja dan
pasangan seksual multipel merupakan tanda-tanda risiko tinggi untuk kanker serviks
(Heffner dan Schust, 2008).
Di seluruh dunia, kanker leher rahim dan kanker payudara termasuk
keganasan pada wanita yang sering muncul. Kanker leher rahim, terutama ditemukan
di golongan ekonomi lemah. Insidensinya tinggi di Amerika Latin, Asia Tenggara,
dan negara-negara Afrika di sebelah Selatan Sahara. Di Timur-Tengah, insidensinya
rendah (Jong, 2005). Frekuensi karsinoma uteri terbanyak dijumpai di negara-negara
sedang berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam, dan
Filipina. Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekuensi karsinoma serviks uteri juga
merupakan terbanyak dari penyakit keganasan yang ada. Di Indonesia karsinoma
serviks uteri menduduki tempat teratas dari urutan penyakit keganasan yang ada
(Tambunan, 1995).
Dengan pemeriksaan massal, kanker sering ditemukan pada stadium awal
limapuluhan turun sampai kurang dari separuhnya. Infeksi virus human papiloma
(HPV) yang ditularkan melalui hubungan kelamin, menyebabkan peningkatan risiko
seperti juga merokok. Pil antihamil tidak memainkan peranan yang bermakna (Jong,
2005).
Penyebab karsinoma serviks uteri belum jelas diketahui. Namun ada
beberapa faktor risiko dan predisposisi yang menonjol:
a. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual
b. Jumlah kehamilan dan partus
c. Jumlah perkawinan
d. Infeksi virus
e. Sosial ekonomi
f. Higiene dan sirkumsisi (Tambunan, 1995).
3. Patogenesis
Karsinoma serviks uteri 95% terdiri dari karsinoma sel skuamos dan sisanya
merupakan adenokarsinoma dan jenis kanker lain. Hampir seluruh karsinoma serviks
didahului derajat pertumbuhan prakarsinoma yaitu displasia dan karsinoma in situ
(Tambunan, 1995).
Kanker leher rahim memiliki periode inkubasi bertahun-tahun; periode
sepuluh sampai dua puluh tahun bukan sesuatu yang aneh. Selama masa itu, sel-sel
abnormal muncul, terkadang berkelompok dalam sarang-sarang. Sel-sel atipis ini juga
Dalam perjalanan pertumbuhan prakarsinoma sebagian besar displasia
regresi menjadi epitel dengan perubahan minimal sampai normal. Demikian juga
karsinoma in situ sebagian kecil mengalami regresi menjadi displasia sedang ataupun
ringan. Akan tetapi karsinoma invasif tidak pernah mundur menjadi karsinoma in situ
atau displasia. Dari proses pertumbuhan neoplasma ini dapat dipelajari bahwa pada
prakarsinoma stadium pertumbuhan lanjut sebagian tumbuh menjadi karsinoma
invasif. Kapan waktu point of no return dari proses ini belum diketahui. Akan tetapi
semakin lama dalam status prakarsinoma semakin sedikit kemungkinan terjadi
reversibel (Tambunan, 1995).
4. Tanda dan gejala
Simtom karsinoma serviks uteri tergantung pada tingkat pertumbuhan
(stadium) tumor. Prakarsinoma biasanya asimtomatik dan hanya ditemukan pada
waktu pemeriksaan skrining kanker tes Pap atau ditemukan berketepatan pada
histerektomi karena penyakit lain (Tambunan, 1995). Manifestasi klinis dari kanker
leher rahim antara lain perdarahan pasca senggama, sekret vagina, perdarahan antara
dua siklus menstruasi, perdarahan pasca menopause, perdarahan spontan per
vaginam, perdarahan per vaginam saat buang air besar, dan juga nyeri ketika
bersenggama (Anonim, 2008b).
5. Diagnosis
Diagnosis sering ditentukan berdasarkan gejala perdarahan saat terjadi
kontak spontan. Pengambilan biopsi dari tumor ini sesudah kolposkopi akan
perluasannya, seperti foto saluran kemih, pemeriksaan kandung kemih dan rektum,
serta ekho-dan/atau CT-scan dari organ-organ perut (Jong, 2005).
Kegunaan pertemuan dini karsinoma serviks untuk penderita individual,
mengingat perbedaan dalam prognosis antara terapi stadium 0 atau misalnya stadium
I atau II, tidak dapat diragukan. Karena stadium dini ini (CIN III, karsinoma in situ,
karsinoma mikroinvasif) klinis tidak dapat dibedakan dari lain-lain kelainan portio
dan tidak memberikan anamnesis spesifik, maka diagnostik dini sementara hanya
mungkin dengan pemeriksaan mikroskopik. Pemeriksaan rutin sitologi servikal
merupakan metode yang tepat, meskipun harus dinyatakan bahwa dengan
pemeriksaan sitologik dengan kolposkopi dapat ditemukan lebih banyak lagi
karsinoma dalam stadium dini. Tetapi metode pemeriksaan ini, yang dengan mudah
dapat dikerjakan di poliklinik, membutuhkan relatif banyak waktu dan pengalaman
dalam interpretasi gambar-gambarnya. Kelainan yang didapat harus berkali-kali
diverifikasi histologik. Sejumlah kecil karsinoma, karena letaknya tinggi di dalam
kanal servikal, tidak terlihat. Meskipun keberatan bahwa pemeriksaan kolposkopis
untuk pencarian rutin kurang memadai, tetapi kolposkopis pada evaluasi hasil-hasil
sitologik positif makin menempati kedudukan yang penting (Velde, Bosman, dan
Wagener, 1999).
6. Prognosis
Angka ketahanan hidup (AKH) 5 tahun karsinoma in situ mencapai 100%,
mikroinvasif 98%. Karsinoma invasif stadium I, 75-90%; stadium II, 45-60%;
7. Stadium
Sebelum terapi, terlebih dahulu ditentukan stadium tumor dengan tujuan
untuk memilih terapi yang tepat dan evaluasi prognosis. Stadium tumor ditentukan
berdasarkan pemeriksaan fisik (inspeksi dan palpasi), kolposkopi, histopatologi
biopsi atau konisasi, kerokan endoserviks, urografi dan survei metastasis (Tambunan,
1995). Stadium yang digunakan adalah klasifikasi menurut International Federation
of Ginecology and Obstetrics (FIGO).
Tabel I. Stadium Kanker Leher Rahim Menurut FIGO 1976 (Anonim, 2000)
Stadium 0 Stadium I Ia Ib II IIa IIb III IIIa IIIb IV IVa IVb Interpretasi
Karsinoma in situ, karsinoma intraepitelial Interpretasi
Proses keganasan terbatas pada serviks
Terdapat proses mikroinvasif (early stroma invasion) Secara klinis didapatkan bukti proses invasif
Proses keganasan sudah keluar dari serviks tetapi belum mencapai panggul atau 1/3 distal vagina
Parametrium masih bebas dari proses keganasan Sudah didapatkan proses keganasan di parametrium
Proses sudah mencapai dinding panggul (pada pemeriksaan rectal tidak ditemukan daerah bebas antara proses di serviks dan dinding panggul) dan atau 1/3 distal vagina. Semua kasus yang disertai hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal.
Tidak ada penyebaran ke dinding panggul
Didapatkan penyebaran ke dinding panggul dan atau didapatkan hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal.
Proses keganasan sudah keluar dari panggul kecil atau secara klinis sudah didapatkan invasi ke dinding mukosa kandung kencing atau rektum
Terdapat penyebaran ke organ sekitar
Terdapat penyebaran ke organ-organ yang jauh
B. Kemoterapi 1. Prinsip dasar kemoterapi
Kemoterapi hampir selalu merupakan terapi sistemis yang ditambahkan pada
masuknya, melalui sirkulasi darah, jadi tanpa halangan sampai di semua jaringan dan
organ bahkan sampai di semua sel tubuh. Di sini letak kekuatan dan kelemahan setiap
terapi sistemis. Kekuatannya adalah, bahwa setiap sel, dimanapun di dalam tubuh,
dapat dicapai tanpa halangan, sehingga kelompok tujuan tidak dapat menghindar.
Justru disitulah letak kelemahan terapi bedah dan radioterapi yang bersifat setempat,
sebab tumor yang berada di luar daerah lokoregional, tidak tersentuh oleh kedua
metode ini. Kelemahan dan keterbatasan terapi sistemis adalah setiap sel sehat akan
menerima racun sel dalam konsentrasi sama. Jadi efek sampingnya juga bersifat
sistemis, dapat muncul dimanapun dan batasnya ditentukan oleh toleransi dari sel-sel
sehat yang paling peka di manapun adanya dalam tubuh (Jong, 2005). Kemoterapika
yang digunakan untuk kanker, ialah sitostatika (Mutschler,1991).
Terapi kanker dengan sitostatika berdasar atas eliminasi (pembunuhan)
sel-sel tumor dengan sesedikit mungkin efek yang merugikan terhadap jaringan normal.
Sel kanker tumbuh potensial lebih cepat daripada jaringan normal yang menghasilkan
sel itu. Karena itu zat-zat penghambat pertumbuhan dapat memperlambat progresi
proses penyakit. Tetapi untuk penyembuhan sesungguhnya diperlukan sel tumor yang
paling akhir juga terbunuh (Velde, Bosman, dan Wagener, 1999).
Kemoterapi bekerja dengan cara:
a. Merusak DNA dari sel-sel yang membelah dengan cepat, yang dideteksi oleh
jalur p53/Rb, sehingga memicu apoptosis.
b. Merusak apparatus spindel sel, mencegah kejadian pembelahan sel.
Kemoterapi dapat memberikan kesembuhan, baik secara tunggal
[koriokarsinoma, leukemia limfoblastik akut (ALL) pada anak, beberapa limfoma dan
leukemia, dan tumor sel benih] maupun kombinasi dengan pembedahan
(osteosarkoma, adenokarsinoma payudara dan ovarium, kanker kolorektal, dan
karsinoma sel skuamosa saluran pencernaan atas). Terapi tersebut dapat
memperpanjang hidup namun tidak menyembuhkan, seperti pada AML, karsinoma
sel kecil pada paru (SCLC), dan kanker ovarium. Meningkatnya pemahaman
mengenai biologi sel kanker telah memperbaiki terapi yang tersedia saat ini dan akan
memunculkan jenis-jenis terapi yang lebih inovatif, termasuk imunoterapi atau terapi
gen, oligonukleotida, atau antibody monoclonal. Beberapa jenis kemoterapi yang
tersedia adalah:
a. Antagonis folat, analog purin dan pirimidin: obat-obat ini (metotreksat,
5-fluorourasil, dan hidroksiurea) menghambat sintesis DNA.
b. Obat pengalkilasi (alkylating agent) merusak DNA. Yang termasuk golongan ini
adalah siklofosfamid (kanker payudara, limfoma), melfalan (myeloma), dan
platina (kanker testis, limfoma, karsinoma sel skuamosa, kanker ovarum dan
kandung kemih). Dapat terjadi resistensi obat.
c. Obat yang berinteraksi dengan topoisomerase I dan II mengadakan interkalasi
dengan DNA untai ganda dan membentuk kompleks dengan topoisomerase II
yang mudah membelah, yaitu enzim inti sel penting yang menyebabkan
pembelahan DNA untai ganda. Contohnya termasuk antrasiklin (kanker
berhubungan, termasuk topotekan dan irinotekan, berikatan dengan
topoisomerase I untuk menyababkan pembelahan reversibel DNA untai tunggal.
d. Alkaloid dan taksan menghambat fungsi mikrotubulus dan mengganggu mitosis.
Contohnya adalah alkaloid vinka (leukemia, limfoma, kanker kandung kemih),
dan taksan (kanker ovarium, kanker payudara) (Davey, 2006).
Syarat kemoterapi: keadaan umum baik, konseling pada penderita, fungsi
hepar dan ginjal baik, diagnose histopatologik, jenis kanker yang sensitive pada
kemoterapi, riwayat terapi sebelumnya (radioterapi, kemoterapi, tradisional), dan
hasil laboratorium yang meliputi Hb > 10 g%, Leukosit > 5000/mm3, dan
Trombosit >150.000/mm3 (Anonim, 1996).
2. Efek samping kemoterapi
Kemoterapi menyebabkan mielosupresi sehingga menimbulkan risiko
infeksi (neutropenia) dan perdarahan (trombositopenia). Kerusakan membran mukosa
menyebabkan nyeri pada mulut; diare dan stimulasi zona pemicu kemotaksis
menimbulkan mual dan muntah. Semua jaringan yang membelah dengan cepat,
seperti folikel rambut (alopesia) dan epitel saluran germinal (infertilities), sangat
rentan terhadap efek kemoterapi dan efek lanjut seperti keganasan sekunder semakin
banyak ditemukan. Semua kemoterapi besifat teratogenik. Beberapa obat
menyebabkan toksisitas yang spesifik terhadap organ, seperti sisplatin pada ginjal dan
vinkristin pada saraf (Davey, 2006).
Kelumpuhan sumsum tulang karena terpaparnya sel-sel darah muda yang
darah dan sel darah putih ataupun merah. Kekurangan lempeng darah (trombosit)
menyebabkan gangguan di dalam pengentalan darah, sehingga terjadi kecenderungan
perdarahan. Nampak bercak-bercak biru di kulit, perdarahan pada menstruasi dan
darah saat berkemih atau buang air besar. Kekurangan sel darah merah (eritrosit)
menyebabkan penderita kurang darah (anemi), sedangkan kekurangan sel darah putih
(leukosit) menyebabkan berkurangnya daya tahan (kehilangan kekebalan) yang
termanifestasi berupa infeksi di tempat tertentu atau penyakit-penyakit infeksi (Jong,
2005).
Neutropeni febril atau demam neutropeni merupakan komplikasi yang sering
terjadi pada pasien kanker yang sedang menjalani pengobatan kemoterapi dan dapat
memberikan dampak kematian yang besar bagi pasien apabila tidak tertatalaksana
dengan baik. Infeksi yang terjadi dapat menyebabkan pasien jatuh ke dalam sepsis,
syok septik, dan akhirnya meninggal. Tahun 1969 National Cancer Institute USA
melaporkan kematian 50% pasien yang mengalami bakteremia Pseudomonas
aeruginosa karena keterlambatan pengobatan, fokal infeksi yang tidak terdeteksi,
maupun antibiotik yang tidak akurat. Konsep yang dianut pada saat itu adalah tidak
memberikan antibiotik sampai terbukti bahwa infeksi benar-benar terjadi, demam saja
tidaklah cukup. Tetapi dengan adanya laporan di atas menjadi jelas bahwa sebenarnya
tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologi untuk segera memulai
pengobatan secara cepat dan akurat yakni dengan memberikan pengobatan empirik
3. Penatalaksanaan Terapi Neutropeni Febril pada Kanker
Sebelum dilakukan pemberian kemoterapi, terutama pada pasien dengan
intermediate dan high risk, beberapa pusat pengobatan termasuk Indonesia terlebih
dahulu memberikan PAD (Partial Antibiotic Decontamination) dengan tujuan
sterilisasi usus dan saluran cerna. Regimen PAD dapat berupa kolistin, neomisin,
pipemedik acid ditambah denagn anti jamur profilaksis seperti flukonazol,
itrakonazol atau amfoterisin B, atau dapat juga regimen lain seperti
kuinolon-siprofloksasin, bahkan yang sederhana dengan kotrimoksazol. Kelemahan dari
siprofloksasin sebagai PAD adalah dapat diserap secara sistemik sehingga sering
menimbulkan resistensi, sedangkan kelemahan Kotrimoksazol adalah spektrumnya
lemah dan sudah banyak silaporkan resisten (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata
dan Setiati, 2006).
Pada pasien neutropeni, infeksi dapat terjadi mulai dari saluran cerna atas
atau bawah. Bila neutropenia berat dan/atau diperkirakan akan berlangsung lama
maka lebih disarankan memakai kombinasi obat beta-laktam dengan aminoglikosida
daripada monoterapi. Akhir-akhir ini banyak tulisan melaporkan makin menurunnya
frekuensi infeksi gram negatif dan sebaliknya makin meningkatnya frekuensi oleh
bakteri gram positif pada pasien neutopenia terutama Staphylococcus epidermidis dan
berbagai jenis Streptokokus (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata dan Setiati,
2006).
Di RSCM/RSKD sampai dengan tahun 1996 bakteri gram negatif pada
positif yakni 55,26% berbanding 39,47%. Karena Staphylococcus epidermidis
acapkali resisten pada bermacam antibiotika, umumnya diperlukan vankomisin dan
teikoplanin. Walaupun demikian karena infeksi oleh S. epidermidis biasanya indolen
dan mortalitasnya rendah, pemberian antibiotika dapat ditunda sampai ada hasil
pemeriksaan mikrobiologis. Lain halnya dengan infeksi oleh streptokokus, dengan
mortalitas yang tinggi sehingga kebanyakan penulis menganjurkan penggunaan
antibiotika empiris secara profilaksis apabila risiko infeksi streptokokus tinggi
(Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata dan Setiati, 2006).
C. Pengobatan Suportif
Pengobatan suportif adalah pengobatan yang diberikan kepada pasien
kanker, yang menunjang pengobatan kanker. Pengobatan suportif ini tidak hanya
diperlukan pada pasien yang menjalani pengobatan kuratif, tetapi juga pada pasien
yang menjalani pengobatan paliatif. Pengobatan suportif meliputi semua aspek
kesehatan, baik fisik maupun psikis. Beberapa di antaranya adalah nyeri, nutrisi,
infeksi, neutropeni, transfusi darah dan komponen darah, gangguan metabolisme
(hiperkalsemia, hiperurisemia, sindrom lisis tumor, asidosis laktat,
hiper/hipoglikemia, dsb), fungsi berbagai organ (jantung, hati, ginjal, endokrin, dsb),
kelainan saluran cerna atas dan bawah (stomatitis, mual, muntah, diare, konstipasi,
dsb), serta masalah spiritual dan keganasan. Pengobatan suportif ini begitu
pentingnya sehingga tidak jarang lebih penting dari pengobatan pembedahan, radiasi,
masalah-masalah yang dapat menyebabkan kematian pasien (Sudoyo, Setiyohadi,
Alwi, Simodibrata, dan Setiati, 2006).
D. Infeksi
Komplikasi sebagai akibat tidak langsung dari kanker amat banyak dan
bervariasi mulai dari yang ringan sampai pada cukup berat bahkan kadang-kadang
berakibat fatal bila tidak segera diatasi (hiperkalsemia). Di antara berbagai
komplikasi tersebut, yang perlu mendapat perhatian utama adalah kakeksia, anemia,
gangguan imunologis, hiperkalsemia, dan nyeri. Kakeksia merupakan keadaan gizi
umum yang sangat buruk karena kegagalan pertukaran zat (metabolisme). Gangguan
gizi yang tidak diperbaiki bersama-sama pengobatan antikanker sering lebih
memperburuk keadaan umum pasien. Akibatnya kemampuan imunologis
memperburuk dan terjadilah infeksi yang acapkali sukar diatasi (Sudoyo, Setiyohadi,
Alwi, Simodibrata, dan Setiati, 2006).
Neutropenia merupakan penurunan jumlah neutrofil yang dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, terutama infeksi bakteri. Gangguan fungsi
neutrofil dapat bersifat kongenital atau didapat dan mempengaruhi interaksi neutrofil
dengan imunoglobulin/komplemen, migrasi, fagositosis, dan aktivitas mikrobisida
(Mehta dan Hoffbrand, 2008). Peningkatan jumlah neutrofil atau limfosit sering
Tabel II. Penyebab Kelainan Jumlah Neutrofil (Rubenstein, Wayne, dan Bradley, 2007).
Neutrofil (ambang normal: 2,0-7,5 × 109/L (40-75% dari jumlah leukosit total) Neutrofilia (peningkatan jumlah neutrofil)
Infeksi bakteri akut
Peradangan, misalnya arteritis
Nekrosis jaringan ikat, misalnya infark miokard, nyeri akibat tekanan tinggi, luka kabar Perdarahan akut
Leukekimia
Neutropenia (jumlah neutrofil rendah)
Infeksi virus, misalnya demam kelenjar, campak, acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) Reaksi obat, misalnya karbimazol, kemoterapi
Penyakit darah, misalnya leukemia, anemia pernisiosa, anemia aplastik
E. Antibiotik
Antibiotika adalah suatu substansi (zat-zat) kimia yang diperoleh dari atau
dibentuk dan dihasilkan oleh mikroorganisme, dan zat-zat itu dalam jumlah yang
sedikit pun mempunyai daya penghambat kegiatan mikrooganisme yang lain
(Waluyo, 2004). Definisi ini harus diperluas karena zat yang bersifat antibiotik ini
dapat pula dibentuk oleh beberapa hewan dan tanaman tinggi. Di samping itu
berdasarkan antibiotika alam, dapat pula dibuat antibiotika baru secara sintesis
parsial yang sebagian mempunyai sifat yang lebih baik. Antibiotika yang dapat
bekerja hanyalah antibiotika yang mempunyai kadar hambatan minimum (KHM) in
vitro lebih kecil dari kadar zat yang dapat dicapai dalam tubuh dan tidak toksik
(Mutschler, 1999).
Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada
manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin.
Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif
tidak toksik untuk hospes. Sifat toksisitas selektif yang absolut belum atau mungkin
tidak akan diperoleh (Ganiswarna, 1995).
Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan spektrum atau kisaran kerja,
mekanisme aksi, strain penghasil, cara biosintesis maupun berdasarkan struktur
biokimianya. Berdasarkan spektrum atau kisaran kerjanya antibiotik dapat dibedakan
menjadi antibiotik berspektrum sempit (narrow spectrum) dan antibiotik berspektrum
luas (broad spektrum). Antibiotik berspektrum sempit hanya mampu menghambat
antibiotik berspektrum luas dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan
Gram positif maupun Gram negatif (Pratiwi, 2008).
Berdasarkan mekanisme aksinya, antibiotik dibedakan menjadi lima, yaitu
1. Antibiotik dengan mekanisme penghambatan sintesis dinding sel. Antibiotik ini
adalah antibitotik yang dapat merusak lapisan peptidoglikan yang menyusun
dinding sel bakteri Gram positif maupun Gram negatif.
2. Antibiotik yang merusak membran plasma. Membran plasma bersifat
semipermeabel dan mengendalikan transpor berbagai metabolit ke dalam dan ke
luar sel. Adanya gangguan atau kerusakan struktur pada membran plasma dapat
menghambat atau merusak kemampuan membran plasma sebagai penghalang
(barrier) osmosis dan mengganggu sejumlah proses biosintesis yang diperlukan
dalam membran.
3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein.
4. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat. Penghambatan sintesis asam
nukleat berupa penghambatan terhadap transkripsi dan replikasi mikroorganisme.
5. Antibiotik yang menghambat sintesis metabolit esensial. Penghambatan terhadap
sintesis metabolit esensial antara lain dengan adanya kompetitor berupa
antimetabolit, yaitu substansi yang secara kompetitif menghambat metabolit
mikroorganisme, karena memiliki struktur yang mirip dengan substrat normal
Tabel III. Beberapa contoh Antibiotik dan Tempat Aksinya (Pratiwi, 2008).
Antibiotik Beberapa contoh antibiotik
Aktivitas Tempat aksi
Penisillin Bakteri Gram positif Sintesis dinding Sefalosporin Spektrum luas Sintesis dinding Griseofulvin Fungi dermatofitik Mikrotubul Basitrasin Bakteri Gram positif Sintesis dinding Polimiksin B Bakteri Gram positif Membran sel
Amfotersisin B Fungi Membran sel
Eritromisin Bakteri Gram positif Sintesis protein Neomisin Spektrum luas Sintesis protein Streptomisin Bakteri Gram negatif Sintesis protein Tetrasiklin Spektrum luas Sintesis protein Vankomisin Bakteri Gram positif Sintesis protein Gentamisin Spektrum luas Sintesis protein Rifamisin Tuberkulosis Sintesis protein
F. Drug Therapy Problems
Tabel IV. Kategori Drug Therapy Problems (Cipolle, Strand, dan Morley, 2004).
G. Keterangan Empiris
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika pasca
kemoterapi pada pasien kanker leher rahim yang di rawat di RSUP Dr.Sardjito
Yogyakarta periode Agustus 2004–Agustus 2008 terutama yang terkait dengan Drug Drug Therapy Problems Penyebab Umum
Terapi obat yang tidak diperlukan
Tidak adanya indikasi medis yang valid untuk terapi obat yang digunakan saat itu, banyaknya pemakaian banyak obat untuk kondisi tertentu padahal hanya memerlukan terapi obat tunggal, kondisi medis lebih sesuai diobati tanpa terapi obat, terapi obat digunakan untuk menghilangkan adverse reaction yang berhubungan dengan pengobatan lain, penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol, atau merokok yang menyebabkan masalah.
Memerlukan tambahan terapi obat
Kondisi terapi yang memerlukan terapi inisiasi obat, pencegahan terapi obat diperlukan untuk mengurangi risiko berkembangnya penyakit baru, kondisi medis yang memerlukan farmakoterapi tambahan untuk mencapai sinergisme atau efek adiktif.
Obat yang tidak efektif Obat yang digunakan bukan obat yang paling efektif terhadap masalah medis yang dialami, kondisi medis terbiaskan dengan adanya obat, bentuk sediaan obat tidak sesuai, obat tidak efektif terhadap indikasi yang dialami.
Dosis terlalu rendah Dosis terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang diinginkan, interval dosis terlalu rendah untuk dapat menghasilkan respon yang diinginkan, interaksi obat menurunkan jumlah zat aktif yang tersedia, durasi obat terlalu singkat untuk menghasilkan respon yang diinginkan. Adverse Drug Reaction Obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak
berhubungan dengan besarnya dosis, obat yang lebih aman diperlukan terhadap faktor risiko, interaksi obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan besarnya dosis, adanya regimen dosis atau berubah sangat cepat, obat menyebabkan alergi, obat kontraindikasi terhadap faktor risiko.
Dosis terlalu tinggi Dosis terlalu tinggi, frekuensi pemakaian obat terlalu singkat, durasi obat terlalu panjang, interaksi obat terjadi karena hasil dari reaksi toksik dari obat, dosis obat diberikan terlalu cepat.
Therapy Problems yaitu merupakan masalah-masalah yang dapat timbul selama
pasien diberi terapi, yaitu adanya obat yang yang tidak diperlukan pada terapi, adanya
indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi, ketidakefektifan pemilihan obat, dosis
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien kanker
leher rahim yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta periode
Agustus 2004 – Agustus 2008 merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan
rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Penelitian ini merupakan
penelitian non eksperimental karena tidak ada perlakuan pada subjek uji. Rancangan
penelitian deskriptif evaluatif karena data yang diperoleh dari catatan rekam medis
kemudian di evaluasi berdasarkan studi pustaka, dan dideskripsikan terhadap
fenomena yang terjadi, kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel atau gambar.
Penelitian ini bersifat retrospektif karena data yang digunakan diambil dengan
menggunakan penelusuran terhadap dokumen terdahulu yaitu berupa rekam medis
pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito periode
Agustus 2004-Agustus 2008.
B. Definisi Operasional
1. Evaluasi penggunaan antibiotik adalah evaluasi mengenai kejadian Drug Therapy
Problems (DTPs) penggunaan antibiotik, yang meliputi : adanya obat yang tidak
diperlukan pada terapi (unnecessary drug therapy), adanya indikasi penyakit yang
obat (ineffective drug), dosis yang terlalu rendah (dosage too low), dan efek
samping obat yang merugikan (adverse drug reaction) yang diberikan pada
pengobatan kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi.
2. Tanda-tanda infeksi yaitu adanya kelainan jumlah White Blood Cells (WBC) dan
atau Neutrofil.
3. Antibiotik merupakan obat pembasmi mikroba, khususnya yang merugikan
manusia, yang dihasilkan oleh suatu mikroba, yang dapat menghambat atau dapat
membasmi mikroba jenis lain.
4. Kemoterapi adalah terapi kanker dengan menggunakan obat anti kanker, yaitu
sitostatika, yang menyebabkan pemusnahan atau perusakan sel tumor.
5. Pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi adalah semua pasien rawat
inap dengan tipe diagnosis kasus kanker leher rahim yang akan atau telah
menggunakan obat-obatan antikanker, yang tercatat dalam lembar rekam medis
RSUP Dr. Sardjito pada periode Agustus 2004 – Agustus 2008
6. Lembar rekam medik adalah lembar catatan yang berisi data klinis pasien kanker
leher rahim yang menjalani kemoterapi
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah pasien kanker leher rahim yang menjalani
kemoterapi dan memperoleh antibiotik yang di rawat di RSUP Dr. Sardjito
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medis pasien kanker
leher rahim yang menjalani kemoterapi dan mendapatkan terapi antibiotik di RSUP
Dr.Sardjito Yogyakarta periode Agustus 2004–Agustus 2008.
E. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di instalasi Catatan Medis RSUP Dr. Sardjito, Jalan
Kesehatan No.1 Sekip Yogyakarta.
F. Tata Cara Penelitian
Jalannya penelitian meliputi tiga tahap, tahap pertama adalah tahap
perencanaan, tahap kedua adalah pengambilan data, tahap ketiga adalah tahap
pengolahan hasil dan pembahasan.
1. Tahap perencanaan
Dimulai dengan penentuan dan analisis masalah yang akan dijadikan bahan
penelitian kemudian mengurus perijinan untuk melihat data rekam medis pasien
kanker leher rahim yang di rawat di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta periode
Agustus 2004–Agustus 2008.
2. Pengambilan data
Pada tahap pengambilan data, terlebih dahulu dilakukan penelusuran data
kemudian mengumpulkan data rekam medis dan mencatat data ke dalam lembar
a. Proses pengambilan data diperoleh dengan penelusuran data dari lembar print
out. Maka di dapatkan pasien yang menderita kanker leher rahim dan
menjalani kemoterapi. Lembar print out memuat laporan mengenai jumlah
pasien kanker leher rahim pada instalasi rawat inap yang berisi nomor rekam
medis, umur, jenis kelamin, hasil diagnosa dan lama perawatan. Dari data
print out didapatkan 103pasien yang menjalani kemoterapi.
b. Proses pencarian data yang diperoleh dengan melihat Catatan Rekam Medis
pada pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi, yang memuat
laporan mengenai nama, umur, jenis kelamin, hasil diagnosis, jenis obat, dosis
obat, lama perawatan, bentuk sediaan, cara pemberian obat dan keadaan
pasien selama menjalani perawatan. Maka dapat diketahui pasien kanker leher
rahim yang menjalani kemoterapi dan mendapat terapi antibiotik. Dari 103
pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi, didapatkan 27 pasien
yang mendapatkan terapi antibiotik.
c. Kemudian pencatatan dilakukan dengan melihat data yang tertera pada data
rekam medis pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan
menerima antibiotik. Data yang diambil meliputi nomor rekam medis, umur,
jenis kelamin, hasil diagnosis, data laboratorium, jenis obat, dosis obat, cara
3. Tahap penyelesaian data
a. Pengolahan data
Data yang diperoleh, kemudian disajikan dalam bentuk tabel atau gambar,
kemudian dideskripsikan. Gambar berisi mengenai karakteristik pasien kanker leher
rahim yang meliputi distribusi umur pasien, jenis terapi kanker leher rahim, dan
keadaan hematologi pasien yang dilihat dari nilai Hb pasien. Sedangkan tabel data
berisi stadium kanker leher rahim, profil penggunaan antibiotik dan kajian Drug
Therapy Problems yang dijabarkan menggunakan Subjective, Objective, Assessment,
Plan (SOAP).
b. Evaluasi data
Pengelompokkan kelas terapi dan evaluasi data berdasarkan pada Drug
Information Handbook 14th Edition, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000
dan MIMMS Edisi 7 2007/2008.
G. Tata Cara Analisis Hasil
Analisis hasil dalam penelitian ini, dikelompokkan berdasarkan karakteristik
pasien, golongan dan jenis antibiotik, dan kajian Drug Therapy Problems (DTPs).
Data dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabel atau gambar. Untuk tata cara
analisis hasil dilakukan sebagai berikut:
1. Karakteristik pasien
a. Distribusi umur pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan
kelompok umur 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, 61-70 tahun, dan
71-80 tahun.
b. Persentase stadium pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan
diterapi dengan antibiotik, dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien
setiap stadiumnya kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan pasien
kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan diterapi dengan
antibiotik, kemudian dikalikan 100%.
c. Jenis terapi kanker leher rahim, yaitu dilakukan dengan kemoterapi, operasi,
radioterapi dan perawatan.
d. Keadaan hematologi pasien yang dilihat dari nilai Hb pasien.
2. Golongan dan jenis antibiotik
Persentase golongan dan jenis antibiotik yang digunakan, dihitung dengan
cara menghitung jumlah penggunaan jenis antibiotik kemudian dibagi jumlah pasien
kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan diterapi dengan antibiotik,
kemudian dikalikan 100%.
3. Kajian Drug Therapy Problems (DTPs)
Evaluasi penggunaan antibiotik pada kasus kanker leher rahim yang
menjalani kemoterapi dan mendapat terapi antibiotik di RSUP Dr. Sardjito periode
Agustus 2004–Agustus 2008 dijabarkan dengan metode Subjective, Objective,
Assessment, Plan (SOAP) dengan cara mengidentifikasi Drug Therapy Problems
(DTPs) yang terjadi terkait penggunaan antibiotik dengan melihat hasil laboratorium
rekomendasi yang tepat terkait penggunaan antibiotik. Standar terapi penggunaan
antibiotik berdasarkan atas Drug Information Handbook 14th Edition, Informatorium
Obat Nasional Indonesia 2000 dan MIMMS Edisi 7.
H. Kesulitan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menemukan beberapa kesulitan diantaranya
kurangnya pengalaman penulis membaca data rekam medik, dalam hal ini tulisan
dokter dan perawat yang ada dalam rekam medis. Penulis juga mengalami kesulitan
dalam analisis hasil dan evaluasi data. Hal ini dikarenakan data pasien yang tidak
lengkap, contohnya seperti hasil laboratorium dan juga waktu pemberian obat yang
tidak selalu ditulis dalam rekam medis.
Penulis juga mengalami kesulitan, dimana tidak dapat menganalisis secara
langsung pengaruh kemoterapi terhadap kejadian lebih rentannya pasien mengalami
infeksi. Hal ini, karena setelah pasien selesai menjalani kemoterapi, maka pasien
langsung pulang dan tidak menjalani tes laboratorium kembali, namun tes hanya
dilakukan pada awal saat pasien masuk ke Rumah Sakit atau sebelum kemoterapi.
Sehingga latar belakang yang digunakan oleh penulis, tidak dapat diterapkan untuk
menganalisis pasien kanker leher rahim paska kemoterapi yang di rawat di RSUP Dr.
Sardjito pada periode Agustus 2004-Agustus 2008. Oleh sebab itu, dalam penelitian
ini, evaluasi penggunaan antibiotik dilakukan pada pasien yang sudah pernah
menjalani kemoterapi dan atau akan menjalani kemoterapi kembali yang dimana
33 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, ditemukan jumlah pasien kanker leher rahim yang
menjalani kemoterapi dan mendapatkan antibiotik sebanyak 27 pasien. Hasil
penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher rahim
yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito periode Agustus 2004-Agustus
2008 dibagi menjadi 3 bagian yaitu karakteristik pasien kanker leher rahim, profil
penggunaan antibiotik, dan kajian Drug Therapy Problems (DTPs).
A. Karakteristik Pasien Kanker Leher Rahim
Karakteristik hasil penelitian mengenai kanker leher rahim yang menjalani
kemoterapi dan mendapat terapi antibiotik, disajikan dalam 4 bagian, yang meliputi
distribusi umur pasien, stadium kanker leher rahim, dan jenis terapi kanker leher
rahim, serta keadaan hematologi pasien yang dilihat dari nilai Hb pasien.
1. Persentase umur pasien kanker leher rahim
Pendistribusian umur pada pasien kanker leher rahim digunakan untuk
mengetahui jumlah pasien kanker leher rahim yang di rawat di RSUP Dr. Sardjito dan
menjalani kemoterapi sekaligus mendapatkan terapi antibiotik pada umur tertentu.
Distribusi umur pasien pada pasien kanker leher rahim yang menjalani
yaitu kelompok umur 31
tahun.
Gambar 2. Persentase K Kemoterapi dan Menda
Penggolongan i
menunjukkan nilai tingg
frekuensi tertinggi pende
karsinoma in situ ikut d
dulu. Karsinoma servik
hanya terdapat relatif s
sampai umur 55-60 tahu
cerminan penurunan jum
Wagener, 1999). Pada
persentase usia paling
kemoterapi serta mend
Jumlah
Berdas
31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, 61-70 tah
Kelompok Umur Pasien Kanker Leher Rahim ya dapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyak
Agustus 2004-Agustus 2008
n ini didasarkan bahwa frekuensi penderita kanke
ggi pada wanita lebih muda dari 40 tahun. Meski
derita kanker leher rahim terdapat pada kira-kira
t dihitung, maka puncaknya terletak pada umur 1
iks nampak sesudah menarche, dan sampai um
f sedikit. Sesudah itu ada kenaikan yang jelas
hun dan sesudah itu terjadi penurunan lagi, tetapi i
umlah wanita total dalam golongan umur (Velde,
a gambar 2 sudah sesuai dengan teori, yaitu na
g tinggi yang menderita kanker leher rahim d
ndapatkan antibiotik yaitu pada umur 41-50 22%
44% 30%
0% 4%
mlah Pasien Kanker Leher Rahim
rdasarkan Umur (n: 27 Pasien)
31
41
51
61
71
ahun, dan 71-80
yang Menjalani akarta Periode
ker leher rahim,
skipun demikian ra 50 tahun. Jika r 10 tahun lebih umur 35 tahun as frekuensinya
i ini merupakan e, Bosman, dan
nampak bahwa dan menjalani
0 tahun, yaitu 31-40 tahun
41-50 tahun
51-60 tahun
61-70 tahun
sebesar 44%, setelah itu terjadi penurunan persentase jumlah pasien kanker leher
rahim dan dengan persentase paling kecil yaitu umur 61-70 tahun yaitu 0%.
Selain itu, dari gambar 2 juga dapat mengetahui pada usia berapa pasien
kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi lebih rentan terkena infeksi. Dari
tabel, nampak bahwa pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi serta
mendapatkan antibiotik di RSUP Dr. Sardjito, persentase tertinggi kejadian lebih
rentannya terjadi infeksi pada umur 41-50, yaitu dengan nilai sebesar 44%.
2. Persentase stadium pasien kanker leher rahim
Penentuan diagnosis dan stadium pada kanker leher rahim didasarkan pada
hasil pemeriksaan histologis atau sitologis (sel) yang diambil dari daerah tumor yang
berbatasan dengan jaringan normal yang dilakukan dengan melakukan biopsi (Davey,
2006) dan dari gejala perdarahan saat terjadi kontak spontan yang dirasakan oleh
pasien (Jong, 2005). Pembagian stadium tersebut dapat digunakan sebagai pedoman
untuk menentukan terapi yang sangat berhubungan sebagai penentu yang paling
penting untuk mendapatkan hasil terapi. Stadium kanker leher rahim dibagi dalam 13
kategori menurut Federation of Ginecology and Obstetrics (FIGO), yaitu 0, I, Ia, Ib,
Tabel V. Persentase Stadium Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi dan Mendapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode
Agustus 2004-Agustus 2008
Stadium Jumlah Pasien Persentase (%)
0 2 7,4
I 0 0
Ia 0 0
Ib 3 11,1
II 0 0
IIa 3 11,1
IIb 8 29,6
III 0 0
IIIa 0 0
IIIb 9 33,3
IV 2 7,4
IVa 0 0
IVb 0 0
Dari tabel V, nampak bahwa di RSUP Dr. Sardjito pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan mendapat terapi antibiotik yang menempati peringkat pertama, yaitu pada Stadium IIIb sebesar 33,3%. Hal ini, berarti pada stadium IIIb kemungkinan risiko terjadinya infeksi dapat dikatakan lebih tinggi pada pasien kanker leher rahim yang di rawat di RSUP Dr. Sardjito.
3. Persentase jumlah pasien kanker leher rahim berdasarkan terapi
yang menggunakan tera
kombinasi tersebut, akan
(Davey, 2006). Selain it
awal. Kombinasi radias
yang telah lanjut dan m
pembedahan (Heffner da
Gambar 3. Persentase J Mendapatkan Terapi A
4. Keadaan hematolo
Pasien kanker l
dapat mengalami kelaina
anemia. Dan pemberi
menimbulkan anemia. S
lebih dari dua standar d
(Davey, 2006). Oleh se
antibiotik yang dapat me 15% 30%
11%
Persenta
Berdasa
rapi kombinasi antara kemoterapi dengan radioth
an dapat semakin meningkatkan keberhasilan dari
itu, terapi pembedahan dilakukan pada kanker se
iasi dan kemoterapi digunakan pada pasien den
mereka yang bukan merupakan kandidat yang
dan Schust, 2008).
e Jumlah Pasien Kanker Leher Rahim Berdasarka Antibiotik di RSUP Dr. SardjitoYogyakarta Perio
2004-Agustus 2008
logi pasien yang dilihat dari nilai Hb
r leher rahim yang menjalani kemoterapi ditinjau
inan jumlah sel darah merah, dimana pasien rent
erian antibiotik seringkali pula memiliki e
Seseorang dikatakan anemia bila kadar hemo
r deviasi di bawah kadar hemoglobin rata-rata o
sebab itu, diperlukan pemantauan khusus terkai
menimbulkan anemia pada pasien yang telah men 44%
15%
sentase Pasien Kanker Leher Rahim
erdasarkan Terapi (n: 27 Pasien)
Kemoterapi
Kemoterapi + Operasi
Kemoterapi + Radiaot
Perawatan
otherapi. Terapi ari terapi radiasi serviks stadium engan penyakit ng cocok untuk
kan Terapi dan riode Agustus
au dari nilai Hb, ntan mengalami efek samping oglobin berada orang tersebut ait penggunaan enderita anemia.
rasi
Hal ini dilakukan agar p
pemberian antibiotik. B
maka dapat dilihat dalam
mengalami penurunan ni
Gambar 4. Persenta Kemoterapi dan Menda
Dari tabel V
menjalani kemoterapi d
memiliki kisaran nilai H
kanker leher rahim pada
karena kisaran nilai Hb
diketahui bahwa pasien
normal hanya 29,6 % s
bawah normal. Hal ini m
terjadi pasien juga mend 19% 22%
Jumlah Pasi
r pasien yang menderita anemia tidak bertambah
. Berdasarkan kelompok keadaan hematologi ya
lam gambar 5, bahwa pasien kanker leher rahim,
nilai Hb.
tase Nilai Hb Pasien Kanker Leher Rahim yang M dapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyak
Agustus 2004-Agustus 2008
diketahui bahwa 22,2 % pasien kanker lehe
i dan mendapatkan terapi antibiotik di RSUP
i Hb yaitu 12. Sebagian besar nilai Hb yang d
da awal masuk Rumah Sakit adalah dalam batas
b dalam standar RSUP Dr. Sardjito, 12-16 g %.
en kanker leher rahim, yang memiliki nilai Hb
sebanyak 8 pasien, sedangkan 70,3 % memilik
i menunjukkan bahwa pada pasien kanker leher r
nderita anemia atau kelainan sel darah merah. O
4% 4% 4% 0%
7%
11%
11% 11%
7%
Pasien Kanker Leher Rahim Berdasarka
Nilai Hb (n: 27 Pasien)
Hb 3 Hb 5 Hb 7 Hb 9 Hb 11 Hb 13
ah parah, akibat yaitu nilai Hb, m, banyak yang
Menjalani akarta Periode
pada pasien yang akan menjalani kemoterapi dengan kadar Hb yang rendah, harus
dilakukan terapi suportif untuk menaikkan nilai Hb terlebih dahulu. Hal ini, karena
untuk dapat menjalani kemoterapi, maka pasien harus memiliki nilai Hb > 10 g%
(Anonim, 1996), agar dalam proses kemoterapi, tidak terjadi penurunan Hb yang
lebih banyak akibat kemoterapi yang akan dapat berakibat fatal atau semakin
memperparah kondisi pasien (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata, dan Setiati,
2006). Selain itu, pemilihan penggunaan Antibiotik sebaiknya dengan efek samping
yang seminimal mungkin terhadap kejadian anemia.
B. Golongan dan Jenis Antibiotik
Dalam proses ini dilakukan pemeriksan klinis dan laboratorium, selain itu
dicatat juga riwayat penyakit dan pengobatan untuk mengetahui penanda infeksi dan
kemudian diberikan antibiotik. Pada pasien kanker leher rahim yang di rawat di
RSUP Dr. Sardjito, setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium dan juga
pemeriksaan fisik, diketahui bahwa sebagian besar pasien kanker leher rahim yang
menjalani kemoterapi terjadi kenaikan jumlah WBC dan neutrofil. Peningkatan
jumlah neutrofil atau limfosit sering berhubungan dengan infeksi bakteri dan virus.
Namun leukositosis netr