• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi di RSUP. DR. Sardjito Yogyakara periode Agustus 2004-Agustus 2008 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi di RSUP. DR. Sardjito Yogyakara periode Agustus 2004-Agustus 2008 - USD Repository"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

ii

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh: Ika Marlinah NIM : 058114129

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

tetap i orang

tetap i orang

tetap i orang

tetap i orang ----or

or

or

oraaaang ya

ng ya

ng ya

ng ya

v

O rang

O rang

O rang

O rang ----oran g m u d a m en jad i lelah

oran g m u d a m en jad i lelah

oran g m u d a m en jad i lelah

oran g m u d a m en jad i lelah

d an terun a

d an terun a

d an terun a

d an terun a ----teru n a jatuh ter

teru n a jatuh ter

teru n a jatuh ter

teru n a jatuh ter

yan g m en anti

yan g m en anti

yan g m en anti

yan g m en anti----n an tik an T uh an m end ap at k

n an tik an T uh an m end ap at k

n an tik an T uh an m end ap at k

n an tik an T uh an m end ap at k

m erek a seum p am a rajaw ali yan g n aik

m erek a seum p am a rajaw ali yan g n aik

m erek a seum p am a rajaw ali yan g n aik

m erek a seum p am a rajaw ali yan g n aik

d engan k eku atan s

d engan k eku atan sa

d engan k eku atan s

d engan k eku atan sa

m ereka berlari d an tid ak m en

m ereka berlari d an tid ak m en

m ereka berlari d an tid ak m en

m ereka berlari d an tid ak m en

m ereka berjalan dan tid ak m enja

m ereka berjalan dan tid ak m enja

m ereka berjalan dan tid ak m enja

m ereka berjalan dan tid ak m enja

Y esaya 4

Y esaya 4

Y esaya 4

Y esaya 4

K up ersem bahk an k aryak u in

K up ersem bahk an k aryak u in

K up ersem bahk an k aryak u in

K up ersem bahk an k aryak u in

Y esus

Y esus

Y esus

Y esus dddd an B u nd a M aria, sosok te

an B u nd a M aria, sosok te

an B u nd a M aria, sosok te

an B u nd a M aria, sosok te

S r. M R uth

S r. M R uth

S r. M R uth

S r. M R uth

K elu arga B esar P A . V i

K elu arga B esar P A . V i

K elu arga B esar P A . V i

K elu arga B esar P A . V i

A yah B

A yah B

A yah B

A yah B

K ed u a k

K ed u a k

K ed u a k

K ed u a k

A lm a

A lm a

A lm a

A lm a

ah d an

ah d an

ah d an

ah d an lesu

lesu

lesu

lesu

tersand un g,

ersand un g,

tersand un g,

ersand un g,

t keku atan

t keku atan

t keku atan

t keku atan

baru :

baru :

baru :

baru :

aik terban g

aik terban g

aik terban g

aik terban g

sayap n ya;

sayap n ya;

sayap n ya;

sayap n ya;

enjad i lesu,

enjad i lesu,

enjad i lesu,

enjad i lesu,

njadi le

njadi le

njadi le

njadi le lah.

lah.

lah.

lah.

4 0 : 29

4 0 : 29

4 0 : 29

4 0 : 29 ----3 1

3 1

3 1

3 1

ini u ntu k :

ini u ntu k :

ini u ntu k :

ini u ntu k :

terbaikk u

terbaikk u

terbaikk u

terbaikk u ,,,,

th , F S G M ,

th , F S G M ,

th , F S G M ,

th , F S G M ,

V incen tiu s,

V incen tiu s,

V incen tiu s,

V incen tiu s,

B

B

B

B und ak u,

und ak u,

und ak u,

und ak u,

a k ak akk u,

a k ak akk u,

a k ak akk u,

a k ak akk u,

m am aterk u

m am aterk u

m am aterk u

m am aterk u

(5)

vi Nama Ika Marlinah

NIM 058114129

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul “

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN KANKER LEHER RAHIM YANG MENJALANI KEMOTERAPI

DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE AGUSTUS 2004–AGUSTUS 2008

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 12 Agustus 2009 Yang menyatakan

(6)

vii

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul “EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN KANKER LEHER RAHIM YANG MENJALANI KEMOTERAPI DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE AGUSTUS 2004–AGUSTUS 2008”. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan motivasi, kritik dan saran sampai terselesaikannya skripsi ini, terutama kepada:

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. dr. Fenty, M.Kes.,Sp.PK. selaku dosen pembimbing I dan Maria Wisnu Donowati, M.Si, Apt. selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, serta segala masukan dan saran dalam penyusunan skripsi.

3. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. dan Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen penguji atas segala arahan, kritik, saran, dan masukan, serta waktunya. 4. Para dosen di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah

(7)

viii

untuk kebersamaan, cinta, motivasi, dan segala doanya. Saya sungguh sangat terbantu dan menjadi semangat untuk dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

7. Keluargaku, Bapak, Ibu (Alm.), Kak Fendi dan Kak Febri, terimakasih untuk cinta, motivasi, dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan.

8. Keluarga Besar Susteran Konggregasi FSGM, terimakasih untuk kebersamaan yang menyenangkan dan semangat yang telah diberikan.

9. Sahabat-sahabatku Sephin, Sr. M. Bernadethin, Flora, Fani, Sulis, Heni, dan teman-teman KKN, serta teman-teman FKK angkatan 2005. Terimakasih untuk kebersamaan, motivasi dan doa selama penulis menyusun skripsi. 10.Teman-teman kostku, Avi, Shinta, Ika, Desy, Enggar, Tresa, dan Riska.

Terimakasih atas bantuan, dukungan, motivasi dan doanya.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga saran, masukan, serta kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat dan membantu pembaca serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 26 Juni 2009 Penulis

(8)

ix

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 26 Juni 2009 Penulis

(9)

x

leher rahim adalah kemoterapi. Efek samping kemoterapi salah satunya adalah penurunan drastis jumlah sel darah yang dapat dengan mudah menyebabkan terjadinya infeksi, sehingga dibutuhkan antibiotik untuk mengatasi infeksi yang muncul setelah pasien di kemoterapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito pada periode Agustus 2004–Agustus 2008.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Instrumen penelitian yang digunakan adalah data rekam medik pasien kanker leher rahim, kemudian data diolah secara analisis deskriptif.

(10)

xi

reduction of blood cell that may cause infection. Therefore, antibiotics are needed to overcome the infections that appear after the patient conducted the chemotherapy. This research aims to evaluate the using of antibiotics on the

chemotherapy patients of cervix cancer in RSUP Dr. Sardjito period August 2004 – August 2008.

This study is a non-experimental research through descriptive and evaluative designs with retrospective characteristic. The research device used is the medical record data of cervix cancer patients. The data is subsequently processed according to the descriptive analysis.

(11)

xii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi

PRAKATA ... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 3

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat penelitian ... 4

B. Tujuan Penelitian ... 4

(12)

xiii

A. Kanker Leher Rahim ... 6

1. Definisi ... 6

2. Epidemiologi dan etiologi ... 8

3. Patogenesis ... 9

4. Tanda dan gejala ... 10

5. Diagnosis ... 10

6. Prognosis ... 11

7. Stadium ... 12

B. Kemoterapi ... 12

1. Prinsip dasar kemoterapi ... 12

2. Efek samping kemoterapi ... 15

3. Penatalaksanaan Terapi Neutropeni Febril pada Kanker……. 17

C. Pengobatan Suportif ... 18

D. Infeksi ... 19

E. Antibiotik ... 21

F. Drug Therapy Problems ... 23

G. Keterangan Empiris ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

(13)

xiv

E. Lokasi Penelitian ... 28

F. Tata Cara Penelitian ... 28

1. Tahap perencanaan ... 28

2. Tahap pengambilan data ... 28

3. Tahap penyelesaian data ... 30

G. Tata Cara Analisis Hasil... 30

1. Karakteristik pasien kanker leher rahim ... 30

2. Golongan dan jenis antibiotik ... 31

3. Kajian Drug Therapy Problems (DTPs) ... 31

\H. Kesulitan Penelitian ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Karakteristik Pasien Kanker Leher Rahim ... 33

1. Persentase umur pasien kanker leher rahim ... 33

2. Persentase stadium pasien kanker leher rahim ... 35

3. Persentase jumlah pasien kanker leher rahim berdasarkan terapi ... 36

4. Keadaan hematologi pasien kanker leher rahim yang dilihat dari nilai Hb ... 37

(14)

xv

3. Adverse Drug Reaction ... 42

4. Antibiotik yang tidak efektif ... 43

5. Adanya indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi ... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

A. Kesimpulan ... 46

B. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49

LAMPIRAN ... 51

(15)

xvi

Tabel II. Penyebab Kelainan Jumlah Neutrofil... 20 Tabel III Beberapa Contoh Antibiotik dan Tempat Aksinya ... 23 Tabel IV Kategori Drug Therapy Problems ... 24 Tabel V Persentase Stadium Pasien Kanker Leher Rahim yang

Menjalani Kemoterapi dan Mendapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 36 Tabel VI Golongan dan Jenis Antibiotik pada Pasien Kanker

Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi serta Mendapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 40 Tabel VII Kasus DTPs Penggunaan Antibiotik pada Pasien

Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 42 Tabel VIII Kasus DTPs Antibiotik yang Tidak Diperlukan pada

Terapi Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

(16)

xvii

Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 42 Tabel X Kasus DTPs Antibiotik Adverse Drug Reaction pada

Terapi Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 43 Tabel XI Kasus DTPs Potensial Adverse Drug Reaction pada

Terapi Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 43 Tabel XII Kasus DTPs Antibiotik yang Tidak Efektif pada

Terapi Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 44 Tabel XIII Adanya Indikasi Penyakit yang Tidak Diberikan Terapi

pada Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

(17)

xviii

Gambar 2 Persentase Kelompok Umur Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi dan Mendapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 34 Gambar 3 Persentase Jumlah Pasien Kanker Leher Rahim

Berdasarkan Terapi dan Mendapatkan Terapi Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 37 Gambar 4 Persentase Nilai Hb Pasien Kanker Leher Rahim yang

Menjalani Kemoterapi dan Mendapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

(18)

xix

Lampiran 2 Pengambilan Data Rekam Medis ... 52

Lampiran 3 Lembar Disposisi ... 53

Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian dari Fakultas ... 54

Lampiran 5 Surat Keterangan Selesai Menjalankan Penelitian ... 55

Lampiran 6 Analisis DTPs Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi serta Mendapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Agustus 2004-Agustus 2008 ... 56

(19)

1

A. Latar Belakang

Kanker serviks merupakan kanker pembunuh nomor satu pada wanita di

dunia ketiga. Epidemiologi menunjukkan bahwa kanker ini dapat dicegah jika

dilakukan skrining dan terapi yang tepat dan dilakukan (Heffner dan Schust, 2008).

Karsinoma serviks uteri merupakan penyakit keganasan yang menimbulkan

masalah dalam kesehatan kaum wanita terutama di negara yang sedang berkembang

termasuk Indonesia. Frekuensi kesakitan dan kematian karena neoplasma ini

merupakan yang terbanyak dari penyakit keganasan ginekologik. Menurut laporan

berbagai sentra patologi di Indonesia, karsinoma serviks uteri menempati urutan

pertama dari penyakit keganasan yang ada. Berbeda dengan Indonesia, di negara

maju karsinoma serviks uteri berada pada urutan kelima setelah karsinoma payudara,

kolorektal, paru dan kulit. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan adanya program

tes Pap di negara maju yang dilakukan periodik dalam upaya deteksi karsinoma dini

serviks uteri (Tambunan, 1995).

Kemoterapi merupakan upaya menghentikan sel kanker dengan

menggunakan obat-obat anti kanker. Efek samping kemoterapi salah satunya adalah

penurunan drastis jumlah sel darah (kegagalan sumsum tulang) sehingga mudah

terjadi infeksi dan juga memberikan peluang untuk pertumbuhan tumor. Efek

(20)

juga berefek pada sel normal lainnya yang punya sifat mirip sel kanker, yaitu

kecepatan pembelahannya tinggi seperti sel-sel darah, rambut, dan sel-sel yang

menutupi saluran pencernaan ( Djoerban, Rose, Poetiray, dan Soehartati, 2004).

Kemoterapi yang digunakan untuk pengobatan kanker sering menyebabkan

turunnya angka granulosit terutama neutrofil, hal ini merupakan faktor predisposisi

terjadinya infeksi. Jumlah neutrofil normal adalah 0,54-0,62 Ia. Neutropenia didefinisikan dimana jumlah neutrofil di bawah 2000 sel/mm3. Umumnya penurunan jumlah neutrofil hingga di bawah 1000/mm3 memiliki risiko rendah terjadi infeksi, namun jika jumlah neutrofil turun hingga di bawah 500 /mm3 dan durasinya lama (berlangsung untuk beberapa waktu lamanya) maka kesempatan untuk terkena infeksi

lebih besar. Sekitar 90 % penderita kanker meninggal akibat terkena infeksi,

perdarahan, atau infeksi bersama perdarahan. Oleh karenanya dibutuhkan antibiotik

untuk mengatasi infeksi yang terjadi. Pemilihan dan penggunaan antibiotik haruslah

tepat untuk mengurangi risiko kematian akibat terjadinya infeksi (Koda-kimble dan

Young, 2001). Penggunaan antibiotik yang tepat meliputi pemilihan antibiotik, dosis,

dan durasi penggunaan antibiotik. Terapi antibiotik dapat mencegah atau

memperlambat timbulnya resistensi mikroba. Dengan demikian perlu dilakukan

evaluasi penggunaan antibiotik terhadap pasien yang menjalani kemoterapi.

Adapun pemilihan RSUP Dr. Sardjito sebagai tempat penelitian dikarenakan

RSUP Dr. Sardjito merupakan pusat unggulan dalam bidang pelayanan, pendidikan,

dan penelitian di kawasan Asia Tenggara tahun 2010 serta sebagai rumah sakit

(21)

1. Perumusan masalah

Masalah yang dapat dirumuskan mengenai evaluasi penggunaan antibiotik

pada pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta periode Agustus 2004-Agustus 2008 adalah:

a. Seperti apakah karakteristik pasien kanker leher rahim yang menjalani

kemoterapi dan mendapat terapi antibiotik ?

b. Golongan dan jenis antibiotik terbanyak apakah yang digunakan dalam

pengobatan kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi ?

c. Seperti apakah kejadian Drug Therapy Problems (DTPs) terkait dengan penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher rahim yang menjalani

kemoterapi ?

2. Keaslian penelitian

Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan, pernah dilakukan

penelitian mengenai Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Kasus Kanker Leher

Rahim di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2004 (Mexitalia, 2001).

Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan dalam hal lokasi dan

waktu penelitian. Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini lebih

spesifik, yaitu pada pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan

mendapatkan terapi antibiotik. Penelitian mengenai Evaluasi Penggunaan Antibiotik

pada Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito

(22)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat praktis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi dan bahan masukan

untuk meningkatkan mutu penggunaan antibiotik pada pasien kanker

leher rahim di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

b. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai

penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher rahim yang menjalani

kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher rahim yang

menjalani kemoterapi di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta periode Agustus 2004–

Agustus 2008.

2. Tujuan khusus

Adapun tujuan khususnya yaitu :

a. Untuk mengetahui seperti apa karakteristik pasien kanker leher rahim yang

menjalani kemoterapi dan mendapatkan terapi antibiotik

b. Untuk mengetahui golongan dan jenis antibiotik terbanyak yang digunakan

(23)

c. Untuk mengetahui kejadian DTPs yang terkait dengan penggunaan antibiotik

(24)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Kanker Leher Rahim 1. Definisi

Rahim dibagi atas badan rahim (korpus) dan leher rahim (serviks) yang

menunjuk ke bawah dan dengan muaranya menyuruk ke puncak vagina berbentuk

kubah. Dinding rahim terdiri atas selaput lendir dan jaringan otot dalam keadaan

istirahat. Selaput lendir rahim dibentuk pada periode subur bulanan dan dikeluarkan

pada saat haid, keberadaannya khusus untuk menerima sel telur. Lapisan otot yang

tebal dan kuat menunggu waktu lahir untuk mengeluarkan janin melalui kanal lahir.

Saluran lahir berjalan dari korpus rahim lewat saluran leher rahim, vagina, dan vulva

ke luar (Jong, 2005).

(25)

Serviks berfungsi untuk mencegah masuknya udara dan mikroflora dari

vagina, tetapi harus dapat mengalirkan darah menstruasi, dan menderita pukulan

lunak pada saat sanggama, dan yang paling buruk ialah trauma saat melahirkan.

Serviks sering menjadi tempat timbulnya penyakit. Sebagian besar kelainan serviks

adalah radang yang tidak khas (servisitis), dan merupakan tempat timbulnya kanker

yang paling banyak dijumpai pada wanita (Stanley, 2005). Leher rahim membentuk

hubungan antara rongga rahim dan vagina yang merupakan bagian dari saluran lahir.

Leher rahim menonjol sekitar satu centimeter ke dalam kubah vagina. Bagian kecil

ini yang merupakan tempat dari kanker leher rahim. Kanker merupakan pertumbuhan

ganas yang disebabkan oleh kelainan gen-gen yang mengatur pembelahan sel (Jong,

2005).

Terdapat tiga tipe umum kanker serviks. Tipe yang paling sering ditandai

oleh adanya lesi eksofilik yang besar dan meluas ke vagina dan terjadi perdarahan

hebat saat disentuh. Tumor lainnya menginfiltrasi stroma serviks dan membentuk lesi

barrel shape tanpa disertai tanda-tanda pertumbuhan ke arah luar. Lesi barrel shape

ini dapat baru tampak pertama kali ketika penyebaran lokal sudah menimbulkan

gejala gangguan berkemih atau buang air besar. Kelompok yang terakhir dari kanker

serviks adalah tumor ulseratif yang sering mengubah serviks dan vagina bagian atas

dengan lubang purulen yang besar (Heffner dan Schust, 2008). Tumor dapat

menampakkan diri dalam berbagai bentuk. Gejala-gejalanya dapat dibagi dalam

gejala lokal dan sistemik. Pada tumor benigna akibat yang timbul biasanya terbatas

(26)

kehilangan darah intermenstrual karena kompresi saluran darah pada leiomioma uteri

atau hilangnya lapangan penglihatan karena kompresi saraf mata pada adenoma

hipofisis (Velde, Bosman, dan Wagener, 1999).

2. Epidemiologi dan etiologi

Hubungan antara aktivitas seksual dengan kanker serviks pertama kali

diketahui 150 tahun yang lalu ketika ditemukan bahwa penyakit ini jarang terjadi

pada biarawati dan banyak terjadi pada wanita tuna susila. Data epidemiologis

berikutnya telah mengidentifikasi bahwa onset aktivitas seksual pada usia remaja dan

pasangan seksual multipel merupakan tanda-tanda risiko tinggi untuk kanker serviks

(Heffner dan Schust, 2008).

Di seluruh dunia, kanker leher rahim dan kanker payudara termasuk

keganasan pada wanita yang sering muncul. Kanker leher rahim, terutama ditemukan

di golongan ekonomi lemah. Insidensinya tinggi di Amerika Latin, Asia Tenggara,

dan negara-negara Afrika di sebelah Selatan Sahara. Di Timur-Tengah, insidensinya

rendah (Jong, 2005). Frekuensi karsinoma uteri terbanyak dijumpai di negara-negara

sedang berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam, dan

Filipina. Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekuensi karsinoma serviks uteri juga

merupakan terbanyak dari penyakit keganasan yang ada. Di Indonesia karsinoma

serviks uteri menduduki tempat teratas dari urutan penyakit keganasan yang ada

(Tambunan, 1995).

Dengan pemeriksaan massal, kanker sering ditemukan pada stadium awal

(27)

limapuluhan turun sampai kurang dari separuhnya. Infeksi virus human papiloma

(HPV) yang ditularkan melalui hubungan kelamin, menyebabkan peningkatan risiko

seperti juga merokok. Pil antihamil tidak memainkan peranan yang bermakna (Jong,

2005).

Penyebab karsinoma serviks uteri belum jelas diketahui. Namun ada

beberapa faktor risiko dan predisposisi yang menonjol:

a. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual

b. Jumlah kehamilan dan partus

c. Jumlah perkawinan

d. Infeksi virus

e. Sosial ekonomi

f. Higiene dan sirkumsisi (Tambunan, 1995).

3. Patogenesis

Karsinoma serviks uteri 95% terdiri dari karsinoma sel skuamos dan sisanya

merupakan adenokarsinoma dan jenis kanker lain. Hampir seluruh karsinoma serviks

didahului derajat pertumbuhan prakarsinoma yaitu displasia dan karsinoma in situ

(Tambunan, 1995).

Kanker leher rahim memiliki periode inkubasi bertahun-tahun; periode

sepuluh sampai dua puluh tahun bukan sesuatu yang aneh. Selama masa itu, sel-sel

abnormal muncul, terkadang berkelompok dalam sarang-sarang. Sel-sel atipis ini juga

(28)

Dalam perjalanan pertumbuhan prakarsinoma sebagian besar displasia

regresi menjadi epitel dengan perubahan minimal sampai normal. Demikian juga

karsinoma in situ sebagian kecil mengalami regresi menjadi displasia sedang ataupun

ringan. Akan tetapi karsinoma invasif tidak pernah mundur menjadi karsinoma in situ

atau displasia. Dari proses pertumbuhan neoplasma ini dapat dipelajari bahwa pada

prakarsinoma stadium pertumbuhan lanjut sebagian tumbuh menjadi karsinoma

invasif. Kapan waktu point of no return dari proses ini belum diketahui. Akan tetapi

semakin lama dalam status prakarsinoma semakin sedikit kemungkinan terjadi

reversibel (Tambunan, 1995).

4. Tanda dan gejala

Simtom karsinoma serviks uteri tergantung pada tingkat pertumbuhan

(stadium) tumor. Prakarsinoma biasanya asimtomatik dan hanya ditemukan pada

waktu pemeriksaan skrining kanker tes Pap atau ditemukan berketepatan pada

histerektomi karena penyakit lain (Tambunan, 1995). Manifestasi klinis dari kanker

leher rahim antara lain perdarahan pasca senggama, sekret vagina, perdarahan antara

dua siklus menstruasi, perdarahan pasca menopause, perdarahan spontan per

vaginam, perdarahan per vaginam saat buang air besar, dan juga nyeri ketika

bersenggama (Anonim, 2008b).

5. Diagnosis

Diagnosis sering ditentukan berdasarkan gejala perdarahan saat terjadi

kontak spontan. Pengambilan biopsi dari tumor ini sesudah kolposkopi akan

(29)

perluasannya, seperti foto saluran kemih, pemeriksaan kandung kemih dan rektum,

serta ekho-dan/atau CT-scan dari organ-organ perut (Jong, 2005).

Kegunaan pertemuan dini karsinoma serviks untuk penderita individual,

mengingat perbedaan dalam prognosis antara terapi stadium 0 atau misalnya stadium

I atau II, tidak dapat diragukan. Karena stadium dini ini (CIN III, karsinoma in situ,

karsinoma mikroinvasif) klinis tidak dapat dibedakan dari lain-lain kelainan portio

dan tidak memberikan anamnesis spesifik, maka diagnostik dini sementara hanya

mungkin dengan pemeriksaan mikroskopik. Pemeriksaan rutin sitologi servikal

merupakan metode yang tepat, meskipun harus dinyatakan bahwa dengan

pemeriksaan sitologik dengan kolposkopi dapat ditemukan lebih banyak lagi

karsinoma dalam stadium dini. Tetapi metode pemeriksaan ini, yang dengan mudah

dapat dikerjakan di poliklinik, membutuhkan relatif banyak waktu dan pengalaman

dalam interpretasi gambar-gambarnya. Kelainan yang didapat harus berkali-kali

diverifikasi histologik. Sejumlah kecil karsinoma, karena letaknya tinggi di dalam

kanal servikal, tidak terlihat. Meskipun keberatan bahwa pemeriksaan kolposkopis

untuk pencarian rutin kurang memadai, tetapi kolposkopis pada evaluasi hasil-hasil

sitologik positif makin menempati kedudukan yang penting (Velde, Bosman, dan

Wagener, 1999).

6. Prognosis

Angka ketahanan hidup (AKH) 5 tahun karsinoma in situ mencapai 100%,

mikroinvasif 98%. Karsinoma invasif stadium I, 75-90%; stadium II, 45-60%;

(30)

7. Stadium

Sebelum terapi, terlebih dahulu ditentukan stadium tumor dengan tujuan

untuk memilih terapi yang tepat dan evaluasi prognosis. Stadium tumor ditentukan

berdasarkan pemeriksaan fisik (inspeksi dan palpasi), kolposkopi, histopatologi

biopsi atau konisasi, kerokan endoserviks, urografi dan survei metastasis (Tambunan,

1995). Stadium yang digunakan adalah klasifikasi menurut International Federation

of Ginecology and Obstetrics (FIGO).

Tabel I. Stadium Kanker Leher Rahim Menurut FIGO 1976 (Anonim, 2000)

Stadium 0 Stadium I Ia Ib II IIa IIb III IIIa IIIb IV IVa IVb Interpretasi

Karsinoma in situ, karsinoma intraepitelial Interpretasi

Proses keganasan terbatas pada serviks

Terdapat proses mikroinvasif (early stroma invasion) Secara klinis didapatkan bukti proses invasif

Proses keganasan sudah keluar dari serviks tetapi belum mencapai panggul atau 1/3 distal vagina

Parametrium masih bebas dari proses keganasan Sudah didapatkan proses keganasan di parametrium

Proses sudah mencapai dinding panggul (pada pemeriksaan rectal tidak ditemukan daerah bebas antara proses di serviks dan dinding panggul) dan atau 1/3 distal vagina. Semua kasus yang disertai hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal.

Tidak ada penyebaran ke dinding panggul

Didapatkan penyebaran ke dinding panggul dan atau didapatkan hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal.

Proses keganasan sudah keluar dari panggul kecil atau secara klinis sudah didapatkan invasi ke dinding mukosa kandung kencing atau rektum

Terdapat penyebaran ke organ sekitar

Terdapat penyebaran ke organ-organ yang jauh

B. Kemoterapi 1. Prinsip dasar kemoterapi

Kemoterapi hampir selalu merupakan terapi sistemis yang ditambahkan pada

(31)

masuknya, melalui sirkulasi darah, jadi tanpa halangan sampai di semua jaringan dan

organ bahkan sampai di semua sel tubuh. Di sini letak kekuatan dan kelemahan setiap

terapi sistemis. Kekuatannya adalah, bahwa setiap sel, dimanapun di dalam tubuh,

dapat dicapai tanpa halangan, sehingga kelompok tujuan tidak dapat menghindar.

Justru disitulah letak kelemahan terapi bedah dan radioterapi yang bersifat setempat,

sebab tumor yang berada di luar daerah lokoregional, tidak tersentuh oleh kedua

metode ini. Kelemahan dan keterbatasan terapi sistemis adalah setiap sel sehat akan

menerima racun sel dalam konsentrasi sama. Jadi efek sampingnya juga bersifat

sistemis, dapat muncul dimanapun dan batasnya ditentukan oleh toleransi dari sel-sel

sehat yang paling peka di manapun adanya dalam tubuh (Jong, 2005). Kemoterapika

yang digunakan untuk kanker, ialah sitostatika (Mutschler,1991).

Terapi kanker dengan sitostatika berdasar atas eliminasi (pembunuhan)

sel-sel tumor dengan sesedikit mungkin efek yang merugikan terhadap jaringan normal.

Sel kanker tumbuh potensial lebih cepat daripada jaringan normal yang menghasilkan

sel itu. Karena itu zat-zat penghambat pertumbuhan dapat memperlambat progresi

proses penyakit. Tetapi untuk penyembuhan sesungguhnya diperlukan sel tumor yang

paling akhir juga terbunuh (Velde, Bosman, dan Wagener, 1999).

Kemoterapi bekerja dengan cara:

a. Merusak DNA dari sel-sel yang membelah dengan cepat, yang dideteksi oleh

jalur p53/Rb, sehingga memicu apoptosis.

b. Merusak apparatus spindel sel, mencegah kejadian pembelahan sel.

(32)

Kemoterapi dapat memberikan kesembuhan, baik secara tunggal

[koriokarsinoma, leukemia limfoblastik akut (ALL) pada anak, beberapa limfoma dan

leukemia, dan tumor sel benih] maupun kombinasi dengan pembedahan

(osteosarkoma, adenokarsinoma payudara dan ovarium, kanker kolorektal, dan

karsinoma sel skuamosa saluran pencernaan atas). Terapi tersebut dapat

memperpanjang hidup namun tidak menyembuhkan, seperti pada AML, karsinoma

sel kecil pada paru (SCLC), dan kanker ovarium. Meningkatnya pemahaman

mengenai biologi sel kanker telah memperbaiki terapi yang tersedia saat ini dan akan

memunculkan jenis-jenis terapi yang lebih inovatif, termasuk imunoterapi atau terapi

gen, oligonukleotida, atau antibody monoclonal. Beberapa jenis kemoterapi yang

tersedia adalah:

a. Antagonis folat, analog purin dan pirimidin: obat-obat ini (metotreksat,

5-fluorourasil, dan hidroksiurea) menghambat sintesis DNA.

b. Obat pengalkilasi (alkylating agent) merusak DNA. Yang termasuk golongan ini

adalah siklofosfamid (kanker payudara, limfoma), melfalan (myeloma), dan

platina (kanker testis, limfoma, karsinoma sel skuamosa, kanker ovarum dan

kandung kemih). Dapat terjadi resistensi obat.

c. Obat yang berinteraksi dengan topoisomerase I dan II mengadakan interkalasi

dengan DNA untai ganda dan membentuk kompleks dengan topoisomerase II

yang mudah membelah, yaitu enzim inti sel penting yang menyebabkan

pembelahan DNA untai ganda. Contohnya termasuk antrasiklin (kanker

(33)

berhubungan, termasuk topotekan dan irinotekan, berikatan dengan

topoisomerase I untuk menyababkan pembelahan reversibel DNA untai tunggal.

d. Alkaloid dan taksan menghambat fungsi mikrotubulus dan mengganggu mitosis.

Contohnya adalah alkaloid vinka (leukemia, limfoma, kanker kandung kemih),

dan taksan (kanker ovarium, kanker payudara) (Davey, 2006).

Syarat kemoterapi: keadaan umum baik, konseling pada penderita, fungsi

hepar dan ginjal baik, diagnose histopatologik, jenis kanker yang sensitive pada

kemoterapi, riwayat terapi sebelumnya (radioterapi, kemoterapi, tradisional), dan

hasil laboratorium yang meliputi Hb > 10 g%, Leukosit > 5000/mm3, dan

Trombosit >150.000/mm3 (Anonim, 1996).

2. Efek samping kemoterapi

Kemoterapi menyebabkan mielosupresi sehingga menimbulkan risiko

infeksi (neutropenia) dan perdarahan (trombositopenia). Kerusakan membran mukosa

menyebabkan nyeri pada mulut; diare dan stimulasi zona pemicu kemotaksis

menimbulkan mual dan muntah. Semua jaringan yang membelah dengan cepat,

seperti folikel rambut (alopesia) dan epitel saluran germinal (infertilities), sangat

rentan terhadap efek kemoterapi dan efek lanjut seperti keganasan sekunder semakin

banyak ditemukan. Semua kemoterapi besifat teratogenik. Beberapa obat

menyebabkan toksisitas yang spesifik terhadap organ, seperti sisplatin pada ginjal dan

vinkristin pada saraf (Davey, 2006).

Kelumpuhan sumsum tulang karena terpaparnya sel-sel darah muda yang

(34)

darah dan sel darah putih ataupun merah. Kekurangan lempeng darah (trombosit)

menyebabkan gangguan di dalam pengentalan darah, sehingga terjadi kecenderungan

perdarahan. Nampak bercak-bercak biru di kulit, perdarahan pada menstruasi dan

darah saat berkemih atau buang air besar. Kekurangan sel darah merah (eritrosit)

menyebabkan penderita kurang darah (anemi), sedangkan kekurangan sel darah putih

(leukosit) menyebabkan berkurangnya daya tahan (kehilangan kekebalan) yang

termanifestasi berupa infeksi di tempat tertentu atau penyakit-penyakit infeksi (Jong,

2005).

Neutropeni febril atau demam neutropeni merupakan komplikasi yang sering

terjadi pada pasien kanker yang sedang menjalani pengobatan kemoterapi dan dapat

memberikan dampak kematian yang besar bagi pasien apabila tidak tertatalaksana

dengan baik. Infeksi yang terjadi dapat menyebabkan pasien jatuh ke dalam sepsis,

syok septik, dan akhirnya meninggal. Tahun 1969 National Cancer Institute USA

melaporkan kematian 50% pasien yang mengalami bakteremia Pseudomonas

aeruginosa karena keterlambatan pengobatan, fokal infeksi yang tidak terdeteksi,

maupun antibiotik yang tidak akurat. Konsep yang dianut pada saat itu adalah tidak

memberikan antibiotik sampai terbukti bahwa infeksi benar-benar terjadi, demam saja

tidaklah cukup. Tetapi dengan adanya laporan di atas menjadi jelas bahwa sebenarnya

tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologi untuk segera memulai

pengobatan secara cepat dan akurat yakni dengan memberikan pengobatan empirik

(35)

3. Penatalaksanaan Terapi Neutropeni Febril pada Kanker

Sebelum dilakukan pemberian kemoterapi, terutama pada pasien dengan

intermediate dan high risk, beberapa pusat pengobatan termasuk Indonesia terlebih

dahulu memberikan PAD (Partial Antibiotic Decontamination) dengan tujuan

sterilisasi usus dan saluran cerna. Regimen PAD dapat berupa kolistin, neomisin,

pipemedik acid ditambah denagn anti jamur profilaksis seperti flukonazol,

itrakonazol atau amfoterisin B, atau dapat juga regimen lain seperti

kuinolon-siprofloksasin, bahkan yang sederhana dengan kotrimoksazol. Kelemahan dari

siprofloksasin sebagai PAD adalah dapat diserap secara sistemik sehingga sering

menimbulkan resistensi, sedangkan kelemahan Kotrimoksazol adalah spektrumnya

lemah dan sudah banyak silaporkan resisten (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata

dan Setiati, 2006).

Pada pasien neutropeni, infeksi dapat terjadi mulai dari saluran cerna atas

atau bawah. Bila neutropenia berat dan/atau diperkirakan akan berlangsung lama

maka lebih disarankan memakai kombinasi obat beta-laktam dengan aminoglikosida

daripada monoterapi. Akhir-akhir ini banyak tulisan melaporkan makin menurunnya

frekuensi infeksi gram negatif dan sebaliknya makin meningkatnya frekuensi oleh

bakteri gram positif pada pasien neutopenia terutama Staphylococcus epidermidis dan

berbagai jenis Streptokokus (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata dan Setiati,

2006).

Di RSCM/RSKD sampai dengan tahun 1996 bakteri gram negatif pada

(36)

positif yakni 55,26% berbanding 39,47%. Karena Staphylococcus epidermidis

acapkali resisten pada bermacam antibiotika, umumnya diperlukan vankomisin dan

teikoplanin. Walaupun demikian karena infeksi oleh S. epidermidis biasanya indolen

dan mortalitasnya rendah, pemberian antibiotika dapat ditunda sampai ada hasil

pemeriksaan mikrobiologis. Lain halnya dengan infeksi oleh streptokokus, dengan

mortalitas yang tinggi sehingga kebanyakan penulis menganjurkan penggunaan

antibiotika empiris secara profilaksis apabila risiko infeksi streptokokus tinggi

(Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata dan Setiati, 2006).

C. Pengobatan Suportif

Pengobatan suportif adalah pengobatan yang diberikan kepada pasien

kanker, yang menunjang pengobatan kanker. Pengobatan suportif ini tidak hanya

diperlukan pada pasien yang menjalani pengobatan kuratif, tetapi juga pada pasien

yang menjalani pengobatan paliatif. Pengobatan suportif meliputi semua aspek

kesehatan, baik fisik maupun psikis. Beberapa di antaranya adalah nyeri, nutrisi,

infeksi, neutropeni, transfusi darah dan komponen darah, gangguan metabolisme

(hiperkalsemia, hiperurisemia, sindrom lisis tumor, asidosis laktat,

hiper/hipoglikemia, dsb), fungsi berbagai organ (jantung, hati, ginjal, endokrin, dsb),

kelainan saluran cerna atas dan bawah (stomatitis, mual, muntah, diare, konstipasi,

dsb), serta masalah spiritual dan keganasan. Pengobatan suportif ini begitu

pentingnya sehingga tidak jarang lebih penting dari pengobatan pembedahan, radiasi,

(37)

masalah-masalah yang dapat menyebabkan kematian pasien (Sudoyo, Setiyohadi,

Alwi, Simodibrata, dan Setiati, 2006).

D. Infeksi

Komplikasi sebagai akibat tidak langsung dari kanker amat banyak dan

bervariasi mulai dari yang ringan sampai pada cukup berat bahkan kadang-kadang

berakibat fatal bila tidak segera diatasi (hiperkalsemia). Di antara berbagai

komplikasi tersebut, yang perlu mendapat perhatian utama adalah kakeksia, anemia,

gangguan imunologis, hiperkalsemia, dan nyeri. Kakeksia merupakan keadaan gizi

umum yang sangat buruk karena kegagalan pertukaran zat (metabolisme). Gangguan

gizi yang tidak diperbaiki bersama-sama pengobatan antikanker sering lebih

memperburuk keadaan umum pasien. Akibatnya kemampuan imunologis

memperburuk dan terjadilah infeksi yang acapkali sukar diatasi (Sudoyo, Setiyohadi,

Alwi, Simodibrata, dan Setiati, 2006).

Neutropenia merupakan penurunan jumlah neutrofil yang dapat

meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, terutama infeksi bakteri. Gangguan fungsi

neutrofil dapat bersifat kongenital atau didapat dan mempengaruhi interaksi neutrofil

dengan imunoglobulin/komplemen, migrasi, fagositosis, dan aktivitas mikrobisida

(Mehta dan Hoffbrand, 2008). Peningkatan jumlah neutrofil atau limfosit sering

(38)

Tabel II. Penyebab Kelainan Jumlah Neutrofil (Rubenstein, Wayne, dan Bradley, 2007).

Neutrofil (ambang normal: 2,0-7,5 × 109/L (40-75% dari jumlah leukosit total) Neutrofilia (peningkatan jumlah neutrofil)

Infeksi bakteri akut

Peradangan, misalnya arteritis

Nekrosis jaringan ikat, misalnya infark miokard, nyeri akibat tekanan tinggi, luka kabar Perdarahan akut

Leukekimia

Neutropenia (jumlah neutrofil rendah)

Infeksi virus, misalnya demam kelenjar, campak, acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) Reaksi obat, misalnya karbimazol, kemoterapi

Penyakit darah, misalnya leukemia, anemia pernisiosa, anemia aplastik

(39)

E. Antibiotik

Antibiotika adalah suatu substansi (zat-zat) kimia yang diperoleh dari atau

dibentuk dan dihasilkan oleh mikroorganisme, dan zat-zat itu dalam jumlah yang

sedikit pun mempunyai daya penghambat kegiatan mikrooganisme yang lain

(Waluyo, 2004). Definisi ini harus diperluas karena zat yang bersifat antibiotik ini

dapat pula dibentuk oleh beberapa hewan dan tanaman tinggi. Di samping itu

berdasarkan antibiotika alam, dapat pula dibuat antibiotika baru secara sintesis

parsial yang sebagian mempunyai sifat yang lebih baik. Antibiotika yang dapat

bekerja hanyalah antibiotika yang mempunyai kadar hambatan minimum (KHM) in

vitro lebih kecil dari kadar zat yang dapat dicapai dalam tubuh dan tidak toksik

(Mutschler, 1999).

Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada

manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin.

Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif

tidak toksik untuk hospes. Sifat toksisitas selektif yang absolut belum atau mungkin

tidak akan diperoleh (Ganiswarna, 1995).

Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan spektrum atau kisaran kerja,

mekanisme aksi, strain penghasil, cara biosintesis maupun berdasarkan struktur

biokimianya. Berdasarkan spektrum atau kisaran kerjanya antibiotik dapat dibedakan

menjadi antibiotik berspektrum sempit (narrow spectrum) dan antibiotik berspektrum

luas (broad spektrum). Antibiotik berspektrum sempit hanya mampu menghambat

(40)

antibiotik berspektrum luas dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan

Gram positif maupun Gram negatif (Pratiwi, 2008).

Berdasarkan mekanisme aksinya, antibiotik dibedakan menjadi lima, yaitu

1. Antibiotik dengan mekanisme penghambatan sintesis dinding sel. Antibiotik ini

adalah antibitotik yang dapat merusak lapisan peptidoglikan yang menyusun

dinding sel bakteri Gram positif maupun Gram negatif.

2. Antibiotik yang merusak membran plasma. Membran plasma bersifat

semipermeabel dan mengendalikan transpor berbagai metabolit ke dalam dan ke

luar sel. Adanya gangguan atau kerusakan struktur pada membran plasma dapat

menghambat atau merusak kemampuan membran plasma sebagai penghalang

(barrier) osmosis dan mengganggu sejumlah proses biosintesis yang diperlukan

dalam membran.

3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein.

4. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat. Penghambatan sintesis asam

nukleat berupa penghambatan terhadap transkripsi dan replikasi mikroorganisme.

5. Antibiotik yang menghambat sintesis metabolit esensial. Penghambatan terhadap

sintesis metabolit esensial antara lain dengan adanya kompetitor berupa

antimetabolit, yaitu substansi yang secara kompetitif menghambat metabolit

mikroorganisme, karena memiliki struktur yang mirip dengan substrat normal

(41)

Tabel III. Beberapa contoh Antibiotik dan Tempat Aksinya (Pratiwi, 2008).

Antibiotik Beberapa contoh antibiotik

Aktivitas Tempat aksi

Penisillin Bakteri Gram positif Sintesis dinding Sefalosporin Spektrum luas Sintesis dinding Griseofulvin Fungi dermatofitik Mikrotubul Basitrasin Bakteri Gram positif Sintesis dinding Polimiksin B Bakteri Gram positif Membran sel

Amfotersisin B Fungi Membran sel

Eritromisin Bakteri Gram positif Sintesis protein Neomisin Spektrum luas Sintesis protein Streptomisin Bakteri Gram negatif Sintesis protein Tetrasiklin Spektrum luas Sintesis protein Vankomisin Bakteri Gram positif Sintesis protein Gentamisin Spektrum luas Sintesis protein Rifamisin Tuberkulosis Sintesis protein

F. Drug Therapy Problems

(42)

Tabel IV. Kategori Drug Therapy Problems (Cipolle, Strand, dan Morley, 2004).

G. Keterangan Empiris

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika pasca

kemoterapi pada pasien kanker leher rahim yang di rawat di RSUP Dr.Sardjito

Yogyakarta periode Agustus 2004–Agustus 2008 terutama yang terkait dengan Drug Drug Therapy Problems Penyebab Umum

Terapi obat yang tidak diperlukan

Tidak adanya indikasi medis yang valid untuk terapi obat yang digunakan saat itu, banyaknya pemakaian banyak obat untuk kondisi tertentu padahal hanya memerlukan terapi obat tunggal, kondisi medis lebih sesuai diobati tanpa terapi obat, terapi obat digunakan untuk menghilangkan adverse reaction yang berhubungan dengan pengobatan lain, penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol, atau merokok yang menyebabkan masalah.

Memerlukan tambahan terapi obat

Kondisi terapi yang memerlukan terapi inisiasi obat, pencegahan terapi obat diperlukan untuk mengurangi risiko berkembangnya penyakit baru, kondisi medis yang memerlukan farmakoterapi tambahan untuk mencapai sinergisme atau efek adiktif.

Obat yang tidak efektif Obat yang digunakan bukan obat yang paling efektif terhadap masalah medis yang dialami, kondisi medis terbiaskan dengan adanya obat, bentuk sediaan obat tidak sesuai, obat tidak efektif terhadap indikasi yang dialami.

Dosis terlalu rendah Dosis terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang diinginkan, interval dosis terlalu rendah untuk dapat menghasilkan respon yang diinginkan, interaksi obat menurunkan jumlah zat aktif yang tersedia, durasi obat terlalu singkat untuk menghasilkan respon yang diinginkan. Adverse Drug Reaction Obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak

berhubungan dengan besarnya dosis, obat yang lebih aman diperlukan terhadap faktor risiko, interaksi obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan besarnya dosis, adanya regimen dosis atau berubah sangat cepat, obat menyebabkan alergi, obat kontraindikasi terhadap faktor risiko.

Dosis terlalu tinggi Dosis terlalu tinggi, frekuensi pemakaian obat terlalu singkat, durasi obat terlalu panjang, interaksi obat terjadi karena hasil dari reaksi toksik dari obat, dosis obat diberikan terlalu cepat.

(43)

Therapy Problems yaitu merupakan masalah-masalah yang dapat timbul selama

pasien diberi terapi, yaitu adanya obat yang yang tidak diperlukan pada terapi, adanya

indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi, ketidakefektifan pemilihan obat, dosis

(44)

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien kanker

leher rahim yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta periode

Agustus 2004 – Agustus 2008 merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan

rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Penelitian ini merupakan

penelitian non eksperimental karena tidak ada perlakuan pada subjek uji. Rancangan

penelitian deskriptif evaluatif karena data yang diperoleh dari catatan rekam medis

kemudian di evaluasi berdasarkan studi pustaka, dan dideskripsikan terhadap

fenomena yang terjadi, kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel atau gambar.

Penelitian ini bersifat retrospektif karena data yang digunakan diambil dengan

menggunakan penelusuran terhadap dokumen terdahulu yaitu berupa rekam medis

pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito periode

Agustus 2004-Agustus 2008.

B. Definisi Operasional

1. Evaluasi penggunaan antibiotik adalah evaluasi mengenai kejadian Drug Therapy

Problems (DTPs) penggunaan antibiotik, yang meliputi : adanya obat yang tidak

diperlukan pada terapi (unnecessary drug therapy), adanya indikasi penyakit yang

(45)

obat (ineffective drug), dosis yang terlalu rendah (dosage too low), dan efek

samping obat yang merugikan (adverse drug reaction) yang diberikan pada

pengobatan kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi.

2. Tanda-tanda infeksi yaitu adanya kelainan jumlah White Blood Cells (WBC) dan

atau Neutrofil.

3. Antibiotik merupakan obat pembasmi mikroba, khususnya yang merugikan

manusia, yang dihasilkan oleh suatu mikroba, yang dapat menghambat atau dapat

membasmi mikroba jenis lain.

4. Kemoterapi adalah terapi kanker dengan menggunakan obat anti kanker, yaitu

sitostatika, yang menyebabkan pemusnahan atau perusakan sel tumor.

5. Pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi adalah semua pasien rawat

inap dengan tipe diagnosis kasus kanker leher rahim yang akan atau telah

menggunakan obat-obatan antikanker, yang tercatat dalam lembar rekam medis

RSUP Dr. Sardjito pada periode Agustus 2004 – Agustus 2008

6. Lembar rekam medik adalah lembar catatan yang berisi data klinis pasien kanker

leher rahim yang menjalani kemoterapi

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah pasien kanker leher rahim yang menjalani

kemoterapi dan memperoleh antibiotik yang di rawat di RSUP Dr. Sardjito

(46)

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medis pasien kanker

leher rahim yang menjalani kemoterapi dan mendapatkan terapi antibiotik di RSUP

Dr.Sardjito Yogyakarta periode Agustus 2004–Agustus 2008.

E. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di instalasi Catatan Medis RSUP Dr. Sardjito, Jalan

Kesehatan No.1 Sekip Yogyakarta.

F. Tata Cara Penelitian

Jalannya penelitian meliputi tiga tahap, tahap pertama adalah tahap

perencanaan, tahap kedua adalah pengambilan data, tahap ketiga adalah tahap

pengolahan hasil dan pembahasan.

1. Tahap perencanaan

Dimulai dengan penentuan dan analisis masalah yang akan dijadikan bahan

penelitian kemudian mengurus perijinan untuk melihat data rekam medis pasien

kanker leher rahim yang di rawat di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta periode

Agustus 2004–Agustus 2008.

2. Pengambilan data

Pada tahap pengambilan data, terlebih dahulu dilakukan penelusuran data

kemudian mengumpulkan data rekam medis dan mencatat data ke dalam lembar

(47)

a. Proses pengambilan data diperoleh dengan penelusuran data dari lembar print

out. Maka di dapatkan pasien yang menderita kanker leher rahim dan

menjalani kemoterapi. Lembar print out memuat laporan mengenai jumlah

pasien kanker leher rahim pada instalasi rawat inap yang berisi nomor rekam

medis, umur, jenis kelamin, hasil diagnosa dan lama perawatan. Dari data

print out didapatkan 103pasien yang menjalani kemoterapi.

b. Proses pencarian data yang diperoleh dengan melihat Catatan Rekam Medis

pada pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi, yang memuat

laporan mengenai nama, umur, jenis kelamin, hasil diagnosis, jenis obat, dosis

obat, lama perawatan, bentuk sediaan, cara pemberian obat dan keadaan

pasien selama menjalani perawatan. Maka dapat diketahui pasien kanker leher

rahim yang menjalani kemoterapi dan mendapat terapi antibiotik. Dari 103

pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi, didapatkan 27 pasien

yang mendapatkan terapi antibiotik.

c. Kemudian pencatatan dilakukan dengan melihat data yang tertera pada data

rekam medis pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan

menerima antibiotik. Data yang diambil meliputi nomor rekam medis, umur,

jenis kelamin, hasil diagnosis, data laboratorium, jenis obat, dosis obat, cara

(48)

3. Tahap penyelesaian data

a. Pengolahan data

Data yang diperoleh, kemudian disajikan dalam bentuk tabel atau gambar,

kemudian dideskripsikan. Gambar berisi mengenai karakteristik pasien kanker leher

rahim yang meliputi distribusi umur pasien, jenis terapi kanker leher rahim, dan

keadaan hematologi pasien yang dilihat dari nilai Hb pasien. Sedangkan tabel data

berisi stadium kanker leher rahim, profil penggunaan antibiotik dan kajian Drug

Therapy Problems yang dijabarkan menggunakan Subjective, Objective, Assessment,

Plan (SOAP).

b. Evaluasi data

Pengelompokkan kelas terapi dan evaluasi data berdasarkan pada Drug

Information Handbook 14th Edition, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000

dan MIMMS Edisi 7 2007/2008.

G. Tata Cara Analisis Hasil

Analisis hasil dalam penelitian ini, dikelompokkan berdasarkan karakteristik

pasien, golongan dan jenis antibiotik, dan kajian Drug Therapy Problems (DTPs).

Data dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabel atau gambar. Untuk tata cara

analisis hasil dilakukan sebagai berikut:

1. Karakteristik pasien

a. Distribusi umur pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan

(49)

kelompok umur 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, 61-70 tahun, dan

71-80 tahun.

b. Persentase stadium pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan

diterapi dengan antibiotik, dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien

setiap stadiumnya kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan pasien

kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan diterapi dengan

antibiotik, kemudian dikalikan 100%.

c. Jenis terapi kanker leher rahim, yaitu dilakukan dengan kemoterapi, operasi,

radioterapi dan perawatan.

d. Keadaan hematologi pasien yang dilihat dari nilai Hb pasien.

2. Golongan dan jenis antibiotik

Persentase golongan dan jenis antibiotik yang digunakan, dihitung dengan

cara menghitung jumlah penggunaan jenis antibiotik kemudian dibagi jumlah pasien

kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan diterapi dengan antibiotik,

kemudian dikalikan 100%.

3. Kajian Drug Therapy Problems (DTPs)

Evaluasi penggunaan antibiotik pada kasus kanker leher rahim yang

menjalani kemoterapi dan mendapat terapi antibiotik di RSUP Dr. Sardjito periode

Agustus 2004–Agustus 2008 dijabarkan dengan metode Subjective, Objective,

Assessment, Plan (SOAP) dengan cara mengidentifikasi Drug Therapy Problems

(DTPs) yang terjadi terkait penggunaan antibiotik dengan melihat hasil laboratorium

(50)

rekomendasi yang tepat terkait penggunaan antibiotik. Standar terapi penggunaan

antibiotik berdasarkan atas Drug Information Handbook 14th Edition, Informatorium

Obat Nasional Indonesia 2000 dan MIMMS Edisi 7.

H. Kesulitan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menemukan beberapa kesulitan diantaranya

kurangnya pengalaman penulis membaca data rekam medik, dalam hal ini tulisan

dokter dan perawat yang ada dalam rekam medis. Penulis juga mengalami kesulitan

dalam analisis hasil dan evaluasi data. Hal ini dikarenakan data pasien yang tidak

lengkap, contohnya seperti hasil laboratorium dan juga waktu pemberian obat yang

tidak selalu ditulis dalam rekam medis.

Penulis juga mengalami kesulitan, dimana tidak dapat menganalisis secara

langsung pengaruh kemoterapi terhadap kejadian lebih rentannya pasien mengalami

infeksi. Hal ini, karena setelah pasien selesai menjalani kemoterapi, maka pasien

langsung pulang dan tidak menjalani tes laboratorium kembali, namun tes hanya

dilakukan pada awal saat pasien masuk ke Rumah Sakit atau sebelum kemoterapi.

Sehingga latar belakang yang digunakan oleh penulis, tidak dapat diterapkan untuk

menganalisis pasien kanker leher rahim paska kemoterapi yang di rawat di RSUP Dr.

Sardjito pada periode Agustus 2004-Agustus 2008. Oleh sebab itu, dalam penelitian

ini, evaluasi penggunaan antibiotik dilakukan pada pasien yang sudah pernah

menjalani kemoterapi dan atau akan menjalani kemoterapi kembali yang dimana

(51)

33 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, ditemukan jumlah pasien kanker leher rahim yang

menjalani kemoterapi dan mendapatkan antibiotik sebanyak 27 pasien. Hasil

penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher rahim

yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito periode Agustus 2004-Agustus

2008 dibagi menjadi 3 bagian yaitu karakteristik pasien kanker leher rahim, profil

penggunaan antibiotik, dan kajian Drug Therapy Problems (DTPs).

A. Karakteristik Pasien Kanker Leher Rahim

Karakteristik hasil penelitian mengenai kanker leher rahim yang menjalani

kemoterapi dan mendapat terapi antibiotik, disajikan dalam 4 bagian, yang meliputi

distribusi umur pasien, stadium kanker leher rahim, dan jenis terapi kanker leher

rahim, serta keadaan hematologi pasien yang dilihat dari nilai Hb pasien.

1. Persentase umur pasien kanker leher rahim

Pendistribusian umur pada pasien kanker leher rahim digunakan untuk

mengetahui jumlah pasien kanker leher rahim yang di rawat di RSUP Dr. Sardjito dan

menjalani kemoterapi sekaligus mendapatkan terapi antibiotik pada umur tertentu.

Distribusi umur pasien pada pasien kanker leher rahim yang menjalani

(52)

yaitu kelompok umur 31

tahun.

Gambar 2. Persentase K Kemoterapi dan Menda

Penggolongan i

menunjukkan nilai tingg

frekuensi tertinggi pende

karsinoma in situ ikut d

dulu. Karsinoma servik

hanya terdapat relatif s

sampai umur 55-60 tahu

cerminan penurunan jum

Wagener, 1999). Pada

persentase usia paling

kemoterapi serta mend

Jumlah

Berdas

31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, 61-70 tah

Kelompok Umur Pasien Kanker Leher Rahim ya dapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyak

Agustus 2004-Agustus 2008

n ini didasarkan bahwa frekuensi penderita kanke

ggi pada wanita lebih muda dari 40 tahun. Meski

derita kanker leher rahim terdapat pada kira-kira

t dihitung, maka puncaknya terletak pada umur 1

iks nampak sesudah menarche, dan sampai um

f sedikit. Sesudah itu ada kenaikan yang jelas

hun dan sesudah itu terjadi penurunan lagi, tetapi i

umlah wanita total dalam golongan umur (Velde,

a gambar 2 sudah sesuai dengan teori, yaitu na

g tinggi yang menderita kanker leher rahim d

ndapatkan antibiotik yaitu pada umur 41-50 22%

44% 30%

0% 4%

mlah Pasien Kanker Leher Rahim

rdasarkan Umur (n: 27 Pasien)

31

41

51

61

71

ahun, dan 71-80

yang Menjalani akarta Periode

ker leher rahim,

skipun demikian ra 50 tahun. Jika r 10 tahun lebih umur 35 tahun as frekuensinya

i ini merupakan e, Bosman, dan

nampak bahwa dan menjalani

0 tahun, yaitu 31-40 tahun

41-50 tahun

51-60 tahun

61-70 tahun

(53)

sebesar 44%, setelah itu terjadi penurunan persentase jumlah pasien kanker leher

rahim dan dengan persentase paling kecil yaitu umur 61-70 tahun yaitu 0%.

Selain itu, dari gambar 2 juga dapat mengetahui pada usia berapa pasien

kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi lebih rentan terkena infeksi. Dari

tabel, nampak bahwa pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi serta

mendapatkan antibiotik di RSUP Dr. Sardjito, persentase tertinggi kejadian lebih

rentannya terjadi infeksi pada umur 41-50, yaitu dengan nilai sebesar 44%.

2. Persentase stadium pasien kanker leher rahim

Penentuan diagnosis dan stadium pada kanker leher rahim didasarkan pada

hasil pemeriksaan histologis atau sitologis (sel) yang diambil dari daerah tumor yang

berbatasan dengan jaringan normal yang dilakukan dengan melakukan biopsi (Davey,

2006) dan dari gejala perdarahan saat terjadi kontak spontan yang dirasakan oleh

pasien (Jong, 2005). Pembagian stadium tersebut dapat digunakan sebagai pedoman

untuk menentukan terapi yang sangat berhubungan sebagai penentu yang paling

penting untuk mendapatkan hasil terapi. Stadium kanker leher rahim dibagi dalam 13

kategori menurut Federation of Ginecology and Obstetrics (FIGO), yaitu 0, I, Ia, Ib,

(54)

Tabel V. Persentase Stadium Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi dan Mendapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode

Agustus 2004-Agustus 2008

Stadium Jumlah Pasien Persentase (%)

0 2 7,4

I 0 0

Ia 0 0

Ib 3 11,1

II 0 0

IIa 3 11,1

IIb 8 29,6

III 0 0

IIIa 0 0

IIIb 9 33,3

IV 2 7,4

IVa 0 0

IVb 0 0

Dari tabel V, nampak bahwa di RSUP Dr. Sardjito pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan mendapat terapi antibiotik yang menempati peringkat pertama, yaitu pada Stadium IIIb sebesar 33,3%. Hal ini, berarti pada stadium IIIb kemungkinan risiko terjadinya infeksi dapat dikatakan lebih tinggi pada pasien kanker leher rahim yang di rawat di RSUP Dr. Sardjito.

3. Persentase jumlah pasien kanker leher rahim berdasarkan terapi

(55)

yang menggunakan tera

kombinasi tersebut, akan

(Davey, 2006). Selain it

awal. Kombinasi radias

yang telah lanjut dan m

pembedahan (Heffner da

Gambar 3. Persentase J Mendapatkan Terapi A

4. Keadaan hematolo

Pasien kanker l

dapat mengalami kelaina

anemia. Dan pemberi

menimbulkan anemia. S

lebih dari dua standar d

(Davey, 2006). Oleh se

antibiotik yang dapat me 15% 30%

11%

Persenta

Berdasa

rapi kombinasi antara kemoterapi dengan radioth

an dapat semakin meningkatkan keberhasilan dari

itu, terapi pembedahan dilakukan pada kanker se

iasi dan kemoterapi digunakan pada pasien den

mereka yang bukan merupakan kandidat yang

dan Schust, 2008).

e Jumlah Pasien Kanker Leher Rahim Berdasarka Antibiotik di RSUP Dr. SardjitoYogyakarta Perio

2004-Agustus 2008

logi pasien yang dilihat dari nilai Hb

r leher rahim yang menjalani kemoterapi ditinjau

inan jumlah sel darah merah, dimana pasien rent

erian antibiotik seringkali pula memiliki e

Seseorang dikatakan anemia bila kadar hemo

r deviasi di bawah kadar hemoglobin rata-rata o

sebab itu, diperlukan pemantauan khusus terkai

menimbulkan anemia pada pasien yang telah men 44%

15%

sentase Pasien Kanker Leher Rahim

erdasarkan Terapi (n: 27 Pasien)

Kemoterapi

Kemoterapi + Operasi

Kemoterapi + Radiaot

Perawatan

otherapi. Terapi ari terapi radiasi serviks stadium engan penyakit ng cocok untuk

kan Terapi dan riode Agustus

au dari nilai Hb, ntan mengalami efek samping oglobin berada orang tersebut ait penggunaan enderita anemia.

rasi

(56)

Hal ini dilakukan agar p

pemberian antibiotik. B

maka dapat dilihat dalam

mengalami penurunan ni

Gambar 4. Persenta Kemoterapi dan Menda

Dari tabel V

menjalani kemoterapi d

memiliki kisaran nilai H

kanker leher rahim pada

karena kisaran nilai Hb

diketahui bahwa pasien

normal hanya 29,6 % s

bawah normal. Hal ini m

terjadi pasien juga mend 19% 22%

Jumlah Pasi

r pasien yang menderita anemia tidak bertambah

. Berdasarkan kelompok keadaan hematologi ya

lam gambar 5, bahwa pasien kanker leher rahim,

nilai Hb.

tase Nilai Hb Pasien Kanker Leher Rahim yang M dapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyak

Agustus 2004-Agustus 2008

diketahui bahwa 22,2 % pasien kanker lehe

i dan mendapatkan terapi antibiotik di RSUP

i Hb yaitu 12. Sebagian besar nilai Hb yang d

da awal masuk Rumah Sakit adalah dalam batas

b dalam standar RSUP Dr. Sardjito, 12-16 g %.

en kanker leher rahim, yang memiliki nilai Hb

sebanyak 8 pasien, sedangkan 70,3 % memilik

i menunjukkan bahwa pada pasien kanker leher r

nderita anemia atau kelainan sel darah merah. O

4% 4% 4% 0%

7%

11%

11% 11%

7%

Pasien Kanker Leher Rahim Berdasarka

Nilai Hb (n: 27 Pasien)

Hb 3 Hb 5 Hb 7 Hb 9 Hb 11 Hb 13

ah parah, akibat yaitu nilai Hb, m, banyak yang

Menjalani akarta Periode

(57)

pada pasien yang akan menjalani kemoterapi dengan kadar Hb yang rendah, harus

dilakukan terapi suportif untuk menaikkan nilai Hb terlebih dahulu. Hal ini, karena

untuk dapat menjalani kemoterapi, maka pasien harus memiliki nilai Hb > 10 g%

(Anonim, 1996), agar dalam proses kemoterapi, tidak terjadi penurunan Hb yang

lebih banyak akibat kemoterapi yang akan dapat berakibat fatal atau semakin

memperparah kondisi pasien (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata, dan Setiati,

2006). Selain itu, pemilihan penggunaan Antibiotik sebaiknya dengan efek samping

yang seminimal mungkin terhadap kejadian anemia.

B. Golongan dan Jenis Antibiotik

Dalam proses ini dilakukan pemeriksan klinis dan laboratorium, selain itu

dicatat juga riwayat penyakit dan pengobatan untuk mengetahui penanda infeksi dan

kemudian diberikan antibiotik. Pada pasien kanker leher rahim yang di rawat di

RSUP Dr. Sardjito, setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium dan juga

pemeriksaan fisik, diketahui bahwa sebagian besar pasien kanker leher rahim yang

menjalani kemoterapi terjadi kenaikan jumlah WBC dan neutrofil. Peningkatan

jumlah neutrofil atau limfosit sering berhubungan dengan infeksi bakteri dan virus.

Namun leukositosis netr

Gambar

Tabel I. Stadium Kanker Leher Rahim Menurut FIGO 1976 (Anonim, 2000)
Tabel II. Penyebab Kelainan Jumlah Neutrofil (Rubenstein, Wayne, dan Bradley, 2007).
Tabel III. Beberapa contoh Antibiotik dan Tempat Aksinya (Pratiwi, 2008).
Gambar 2. Persentase KKemoterapi dan MendaKelompok Umur Pasien Kanker Leher Rahim yadapatkan Antibiotik di RSUP Dr
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bila Penggugat danTergugat bertempat kediaman diluar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilana Agama/ Makhamah Syar’iah yang yang daerah hukumnya meliputi tempat

6) Berdasarkan hasil Penelitian dan pengujian Panitia, ditetapkan menjadi Daftar Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (DRKBMD) dan Daftar Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang

Tahap keempat jika Kabag telah menyetujui jadwal yang dibuat Administrasi, Kabag Labkom akan meminta Administrasi membuat undangan Rapat Evaluasi Masalah untuk seluruh

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 22 Tahun 2011 tentang Pengawasan Muatan Angkutan Barang Di Jalan Di Provinsi Jawa

Sesuai dengan peraturan Rektor UNNES nomor 22 tahun 2008, Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah kegiatan intra kurikuler yang wajib diikuti oleh mahasiswa

Modifikasi Playfair cipher Dengan Teknik Pemutaran Kunci Dua Arah Ide untuk mencegah terjadinya pasangan huruf yang terus berulang memiliki hasil enkripsi yang sama adalah

ADALAH RINGKASAN RAMALAN KERJA YANG AKAN DILAKUKAN MANAKALA PROYEK SELESAI, BIASANYA RAMALAN KERJA DIPERSIAPKAN SECARA LENGKAP DAN TERPERINCI OLEH PIHAK YANG AHLI DAN

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan di atas, maka rumusan masalah yang akan diungkap pada penelitian ini adalah “Bagaimana bentuk tes piktorialyang digunakan