• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum PT. Demi Gisela Citra Sinema

PT. Demi Gisela Citra Sinema (DGCS) adalah salah satu rumah produksi di Indonesia yang didirikan pada tahun 1997 oleh Deddy Mizwar. Deddy Mizwar merasa prihatin dan gelisah melihat maraknya tayangan televisi yang tidak memberikan pencerahan dan pendidikan terhadap batin pemirsanya. Meski mengaku tak punya keahlian menjadi ulama atau ustad, ia tetap bisa berdakwah melalui film atau sinetron yang diproduksinya. Meski tidak terbilang produktif secara kuantitas DGCS senantiasa produktif dalam hal kualitas yang ditandai dengan berbagai penghargaan dari berbagai festival. Serial Mat Angin merupakan produksi pertama DGCS, yang langsung memborong penghargaan dalam Festival Sinetron Indonesia 1997. Produksi-produksi selanjutnya meski tidak terbilang produktif secara kuantitas, senantiasa produktif dalam kualitas yang ditandai dengan berbagai penghargaan dari berbagai festival. Hingga tahun 2009 DGCS sudah memproduksi 30 judul sinetron (serial dan FTV) dan 3 judul film layar lebar yang selalu meraih prestasi.

(2)

4.2 Struktur Organisasi dan Credit Title Cast & Crew

Produser : Zairin Zain

Executive Produser : R. Giselawati Wiranegara

Sutradara : Deddy Mizwar

Penulis Naskah : Musfar Yasin Direktur Photography : Yudi Datau Manager Produksi : Rubby Karno

Musik : Ian Antono & Thoersi Argeswara

Muluk : Reza Rahadian

Pipit : Tika Bravani

Samsul : Asrul Dahlan

Pak Makbul : Deddy Mizwar

Haji Rahmat : Slamet Raharjo

Istri Haji Rahmat : Rina Hassim Haji Sarbini : H. Jaja Miharja

Jarot : Tio Pakusadewo

Glenn (ketua copet mall) : Moh. Irvan Siagian Komet (ketua copet pasar) : Angga Putra

Direktur : Robby Tumewu

(3)

4.3 Rangkuman Cerita Film “Alangkah Lucunya (negeri ini)”

Kisah berawal dari seorang Muluk (Reza Rahadian) lulusan S1 sarjana Manajemen yang belum mendapatkan pekerjaan sejak lulus kuliah 2 tahun silam. Muluk adalah anak dari pak Makbul (Deddy Mizwar) seorang penjahit pakaian didaerah rumah tinggalnya. Pak Makbul selalu berpikiran bahwa pendidikan itu penting untuk itu ia selalu berusaha agar Muluk mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya. Walaupun sudah 2 tahun sejak lulus kuliah Muluk belum juga mendapatkan pekerjaan tetapi pak Makbul tidak pernah putus asa. Berbeda halnya dengan Haji Sarbini (Jaja Miharja) yang menganggap Muluk adalah seorang sarjana penggangguran. Haji Sarbini meyakini bahwa pendidikan itu tidak penting untuk menjamin seseorang itu bisa mendapatkan pekerjaan. Ia beranggapan seperti itu karena dua anak laki-lakinya bisa mempunyai kios dan usaha sablon kecil-kecilan dan mempunyai penghasilan yang cukup untuk menunaikan ibadah haji walaupun lulusan mereka hanya Aliyah dan Tsanawiyah. Haji Sarbini dan Pak Makbul tahu bahwa kedua anak mereka yaitu Muluk dan Rahma (Sonia) saling jatuh cinta, maka Haji Sarbini sering mempengaruhi pak Makbul agar Muluk cepat mendapatkan pekerjaan jika tidak Rahma akan dijodohkan dengan Jupri (Edwin “bejo”) calon anggota DPR yang juga menginginkan Rahma. Suatu ketika Muluk secara tidak sengaja melihat beberapa pencopet sedang beraksi. Umur mereka sekitar 8-12 tahun. Diam-diam Muluk mengikuti Komet (Angga Putra, ketua copet pasar) dan membekuknya disebuah tempat.

Tanpa disengaja peristiwa ini membawa Muluk bertemu dengan bos copet mereka yang bernama Bang Jarot (Tio Pakusadewo). Bertemu dengan komunitas pencopet cilik seperti Komet dan kawan-kawannya tiba-tiba terlintas dibenak Muluk untuk menawarkan suatu kerjasama dengan bang Jarot. Muluk bermaksud

(4)

menerapkan ilmu Manajemen nya dalam mengelola uang dari hasil para pencopet yang diketuai oleh bang Jarot, agar suatu saat nanti uang tersebut dapat digunakan untuk membangun sebuah usaha. Muluk bermaksud mendidik komunitas copet anak tersebut untuk menjadi pengusaha mulai dari hal terkecil dahulu yaitu menjadi pengasong, kemudian dikembangkan dengan membuka toko dan seterusnya. Muluk hanya meminta bagian 10% dari hasil nyopet anak-anak itu sebagai bayarannya atas kerjasama ini. Dan bang Jarot pun setuju dengan potongan 10% itu.

Ketika sampai dirumah, pak Makbul mengetahui bahwa anaknya Muluk telah mendapatkan pekerjaan dibagian divisi pengembangan sumber daya manusia seperti yang Muluk kabarkan. Begitu bahagianya hati pak Makbul mendengar kabar tersebut. Ia merasa doa-doanya terkabul selama ini bahwa ia ingin sekali Muluk mendapatkan pekerjaan. Selain karena ia merasa bahwa pengorbanannya tidak sia-sia selama ini untuk membiayai pendidikan Muluk hingga lulus kuliah, kabar gembira ini diharapkannya dapat menyadarkan Haji Sarbini, calon mertua Muluk bahwa pendidikan itu penting untuk meraih kesuksesan untuk dapat bekerja bukan hanya sekedar membuka kios seperti yang selalu dibangga-banggakan oleh Haji Sarbini.

Untuk dapat membantu pekerjaannya dalam mendidik anak-anak copet tersebut Muluk mengajak Bang Syamsul (Asrul Dahlan) seorang sarjana pendidikan yang juga belum mendapatkan pekerjaan setelah 5 tahun ia menyandang gelar tersebut. Kegiatannya sehari-hari hanya bermain domino di pos ronda. Ia sudah merasa putus asa untuk mencari pekerjaan, karena beberapa kali ia melamar untuk menjadi guru selalu diminta untuk membayar terlebih dahulu baru bisa bekerja. Dari situ ia merasa dunia ini tidak adil padanya. Ia menyesal sudah

(5)

bersekolah hingga menjadi sarjana tetapi tetap saja susah mendapatkan pekerjaan. Ketika Muluk mengajaknya bekerjasama untuk mendidik anak-anak copet itu bang Syamsul langsung setuju. Ia merasa senang bahwa gelar sarjana pendidikannya kini dapat dimanfaatkan dengan mengajar anak-anak copet itu. Awalnya bang Syamsul merasa terkejut bahwa anak-anak yang ia didik adalah anak-anak copet tetapi setelah mendapat penjelasan dari Muluk bang Syamsul merasa tertantang untuk mengajar mereka. Bang Syamsul mengajarkan ilmu berhitung, membaca dan wawasan lainnya.

Selain bang Syamsul, Muluk juga mengajak Pipit (Tika Bravani) untuk mengajarkan tentang pendidikan agama kepada para pencopet itu. Pipit adalah anak pensiunan departemen agama bernama Haji Rahmat (Slamet Raharjo) yang dijadikan pemuka agama oleh warga sekitar tempat tinggal Muluk. Pipit juga belum bekerja sejak lulus kuliah. Setiap hari kegiatannya hanya mengirimkan surat yang berisi bungkus-bungkus makanan dan berpartisipasi menelepon kuis-kuis di televisi berharap mendapatkan hadiah jika beruntung. Ketika Muluk menawarkan kerjasama ini, Pipit dengan senang hati bersedia mendidik anak-anak itu, karena Pipit sudah lama ingin sekali melakukan sesuatu yang menghasilkan setidaknya untuk dirinya sendiri. Pipit mengajarkan mereka doa-doa, berwudhu, sholat, dan mengenalkan Islam kepada para pencopet itu.

Suatu ketika ayah dari Muluk dan Pipit ingin ikut ketempat mereka bekerja. Pak Makbul dan Haji Rahmat ingin tahu seperti apa bekerja dibagian pengembangan sumber daya manusia itu. Pada saat itu Pipit panik dan berusaha menelepon Muluk untuk memberitahukan hal ini tetapi handphone Muluk tidak dapat dihubungi. Pipit tidak bisa menahan Pak Makbul dan Haji Rahmat untuk ikut dengannya ketempatnya bekerja. Akhirnya sampailah mereka bertiga

(6)

ditempat dimana Muluk dan bang Syamsul sedang mempersiapkan acara untuk dimulainya hidup baru yaitu beralihnya 6 pencopet menjadi 6 pengasong. Dari sini terbongkarlah rahasia bahwa Muluk dan Pipit selama ini bekerja dengan mendidik copet anak-anak. Pak Makbul dan Haji Rahmat sangat sedih melihat kenyataan bahwa anak-anak mereka mendapatkan penghasilan dari hasil mencopet. Bahwa selama ini mereka telah menerima uang haram dari Muluk dan Pipit, bahwa telah mengalir darah dari barang haram karena mereka telah memakan makanan dari Muluk dan Pipit yang dibawa kerumah. Setelah mengetahui semuanya, Pak Makbul dan Haji Rahmat merasa sangat terpukul. Mereka tidak menyangka anak-anak mereka mendapatkan penghasilan dari uang hasil mencopet. Mereka sedih selama ini makanan yang anak-anak mereka bawa adalah makanan yang tidak halal. Setelah mengetahui pekerjaan Muluk, pak Makbul tidak bersedia menikmati apa yang telah Muluk berikan untuk ia dan isterinya. Pak Makbul memisah-misahkan apa-apa saja yang telah dibeli oleh Muluk. Dan ia tidak bersedia lagi jika Muluk yang membayar listrik dan air yang ia gunakan setiap hari. Sejak kejadian itu pula, pak Makbul dan Haji Rahmat selalu tampak sedih. Melihat ayah mereka sedih, Muluk dan Pipit harus memikirkan lagi tentang kerjasama yang telah dijalaninya dengan bang Jarot.

Keesokan harinya Muluk, Pipit dan bang Syamsul memutuskan untuk menghentikan kerjasama mereka dengan bang Jarot. Muluk mengembalikan buku tabungan yang ia buka ketika pertama kali ia mendapat setoran dari para pencopet itu, kini jumlah tabungan yang terkumpul adalah lebih dari 21 juta. Muluk juga mengembalikan motor yang ia beli dari uang hasil nyopet dan motor itu ia gunakan untuk dinas sehari-hari mengurusi keperluan para pencopet. Bang Jarot merasa menyesal karena kerjasama itu harus dihentikan. Ia menyesal karena tidak

(7)

ada lagi yang mau memperjuangkan nasib para pencopet itu untuk berhenti menjadi pencopet dan memulai suatu usaha. Sebelum bekerjasama dengan Muluk mereka belum pernah mempunyai uang sampai 21 juta. Tetapi sekarang keadaannya sudah berbeda. Muluk, Pipit dan bang Syamsul kembali kepada kehidupannya seperti semula. Muluk mengikuti kursus menyetir seperti yang disarankan oleh ayahnya. Pipit kembali seperti kebiasaan sebelumnya yaitu mengirimkan bungkus-bungkus makanan berhadiah dan mengikuti kuis interaktif ditelevisi. Dan Bang Syamsul, kembali menjadi pengangguran yang setiap hari hanya bermain domino di pos ronda.

Suatu hari ketika Muluk sedang latihan mengemudi ia bertemu dengan Komet dan para pencopet yang dulu dididiknya. Mereka kini menjadi pengasong. Muluk merasa sangat gembira melihat hal itu. Tetapi tiba-tiba sekelompok Kamtib datang dan merazia pengamen dan pengasong yang berada disekitar situ. Lalu Muluk berteriak kepada Komet dan kawan-kawan untuk lari dari tempat itu. Komet dan teman-temannya pun langsung lari untuk bersembunyi dan beberapa Kamtib mengejar mereka. Melihat hal itu, Muluk turun dari mobil dan membantu Komet dan teman-temannya lepas dari kejaran Kamtib.

(8)

4.4 Analisis Framing Film “Alangkah Lucunya (negeri ini)”

Film adalah salah satu bahasa yang universal untuk menyampaikan sebuah pesan dan dibingkai menjadi suatu alur cerita yang menarik. Keberadaan film Indonesia yang telah berhasil menjadi tuan rumah dinegeri sendiri dimaknai secara positif oleh sineas-sineas film di Indonesia. Mereka berlomba-lomba membuat film yang menarik untuk ditonton tetapi juga banyak mengandung pesan yang positif. Deddy Mizwar adalah salah satu sutradara film yang secara konsisten menyuguhkan produksi-produksi film dan sinetron yang menyiratkan pesan yang positif.

Salah satu judul film hasil produksinya adalah film “Alangkah Lucunya (negeri ini)” yang tayang tanggal 15 April 2010. Film drama yang bermuatan kehidupan sosial di Indonesia dan dibumbui dengan sedikit adegan-adegan komedi ini, adalah film yang cukup menghibur untuk ditonton. Film ini dikemas secara sederhana tetapi banyak mengandung kritik sosial untuk negeri ini.

4.4.1 Perangkat Pembingkai (Framing Devices)

Ide atau pemikiran yang dikembangkan dalam film “Alangkah Lucunya (negeri ini) didukung dengan pemakaian simbol tertentu untuk menekan arti yang hendak dikembangkan dalam film tersebut. Simbol itu dipakai untuk memberi kesan atau efek penonjolan makna yang disajikan. Simbol itu dapat diamati dari pemakaian kata, kalimat, bahasa, suara, grafis, foto dan seluruh komponen yang berhubungan dengan film tersebut.

Dalam film “Alangkah Lucunya (negeri ini)” yang telah saya cermati berulang kali, terdapat beberapa adegan yang didalamnya mengandung makna kritik sosial yang terjadi di negeri ini. Film ini ringan untuk dinikmati karena

(9)

dikemas dengan alur cerita yang tidak rumit dan penggunaan bahasa sehari-hari, film ini juga merupakan cerminan untuk menertawakan diri sendiri tanpa perlu menuduh orang lain.

Perangkat analisis Framing digunakan untuk membingkai beberapa kritik sosial kedalam suatu adegan film. Hal ini dapat disimpulkan kedalam sebuah tabel berikut ini:

(10)

Tabel 4.1

Perangkat Framing Model Gamson dan Modigliani FRAME

Potret Kehidupan Bangsa Indonesia

Framing Devices

(Perangkat Framing)

Reasoning Devices

(Perangkat Penalaran)

Metaphors

a. Pencopet berpendidikan itu disebut sebagai koruptor.

Roots

a. Sebagian besar koruptor dinegeri ini adalah berpendidikan tinggi.

Catchphrases

a. Alangkah Lucunya (negeri ini), sebuah film yang mengangkat realitas sosial bangsa Indonesia.

Appeals to Principle

a. Film ini merupakan cerminan untuk menertawakan diri sendiri tanpa perlu menuduh orang lain.

Exemplaar

a. Pedagang kaki lima, pencopet, pengasong dan pengangguran.

b. Wakil rakyat yang tidak “mewakili”

c. Potret masyarakat Indonesia

Consequences

a. Mengingatkan kembali dan menyadarkan masyarakat sekaligus para wakil rakyat tentang kondisi

bangsa Indonesia yang

sesungguhnya yang sering terlupakan karena padatnya aktifitas sehari-hari.

Depiction

a. Ngapain didalam gedung DPR gak bisa nyopet tau! Iya ga bisa nyopet, tapi korupsi boleh kan?

b. Biarkan mereka yang miskin mencari nafkah dengan cara yang halal.

c. Pendidikan itu penting ji, kalau ada koneksinya

d. Kata “amin” diakhir syair lagu Indonesia Raya

Visual Images

a. Adegan ketika Pipit sedang mengamplopkan bungkus-bungkus makanan untuk dikirim berharap dapat hadiah.

b. Adegan ketika kamtib merazia pengamen dan pengasong

c. Adegan Jupri yang sedang membagi-bagikan kaos

(11)

Bingkai (frame) yang dikonstruksi oleh film “Alangkah Lucunya (negeri ini)” didalamnya ada unsur Metaphors yang bisa dijumpai, yang terungkap ditabel adalah:

A. Metaphors

Dibawah ini adalah adegan dimana bang Syamsul seorang sarjana pendidikan yang belum memiliki pekerjaan sedang mengajarkan kepada para pencopet cilik tentang apa itu pendidikan dan betapa pentingnya pendidikan.

Gambar 4.1

Bang Syamsul menjelaskan secara sederhana agar dapat dimengerti oleh para pencopet cilik itu tentang perbedaan antara orang yang berpendidikan dan tidak berpendidikan dalam konteks menghasilkan uang. Dia bilang orang yang berpendidikan bisa menghasilkan uang tiga sampai lima kali lipat dari penghasilan orang yang tidak berpendidikan. Ketika ada pertanyaan dari salah seorang copet tentang bagaimana cara orang berpendidikan mencopet hingga dapat menghasilkan uang banyak, Muluk menjawabnya dengan sebuah kesimpulan bahwa orang yang berpendidikan ada juga yang menjadi pencopet tetapi tidak dalam jumlah kecil seperti yang biasa copet-copet itu lakukan, mereka melakukannya dengan cara yang berbeda, dan mereka orang-orang berpendidikan yang mencopet tidak disebut sebagai pencopet melainkan disebut sebagai koruptor. Tetapi disini bang Syamsul menjelaskan bahwa tujuan pendidikan itu

(12)

bukan untuk menjadi koruptor, tetapi pendidikan itu adalah untuk mengangkat harkat dan martabat suatu bangsa.

Di Indonesia sendiri masalah korupsi dan upaya pemberantasannya juga sudah berumur. Usianya hampir sama dengan usia negara Indonesia merdeka. Padahal berbagai upaya guna menekan kejahatan ini telah dilakukan, misalnya dengan membuat aturan-aturan dan membentuk lembaga-lembaga lengkap dengan para pejabatnya. Dimulai dari dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) pada tahun 1967 dan Operasi Tertib (OPSTIB) pada tahun 1977, serta masih banyak lagi aturan dan lembaga lain yang dibentuk guna menekan praktik-praktik tindak kejahatan korupsi ini. Namun lagi-lagi hasilnya masih jauh dari harapan dan kita selalu diterpa kekecewaan. Pertanyaannya sekarang adalah mengapa praktik korupsi ini selalu saja tumbuh subur dari musim ke musim? Banyak faktor yang menyebabkan korupsi di Indonesia susah diberantas. Penyebabnya bisa karena peraturannya belum tepat sehingga banyak celah hukum yang dapat diterobos untuk dipermainkan, aparaturnya lemah, atau karena koruptornya sendiri yang sangat kuat.

Banyak orang beranggapan korupsi sudah menjadi budaya bangsa. Pandangan ini jelas perlu ditolak dengan tegas. Korupsi bukanlah budaya bangsa Indonesia, bahkan sebaliknya kita tengah berusaha membangun budaya adil, jujur dan bersih. Anggapan korupsi sebagai budaya bangsa timbul karena rasa kecewa yang berkepanjangan dan frustasi melihat kenyataan dalam masyarakat bahwa korupsi telah merebak dan berjangkit dimana-mana, bak wabah penyakit yang tidak terkendali. Domainnya begitu kuat bahkan sudah menjadi mindset kehidupan berbangsa dan bernegara. Akhirnya korupsi tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang tabu. Tetapi sebaliknya, bersih dari korupsi dianggap keliru.

(13)

Posisi memalukan ini harus secepatnya kita ubah. Caranya adalah dengan meruwat atau menangkal bahaya melalui upaya serius pemberantasan korupsi. Inpres Nomor 5 tahun 2004 merupakan ruwat nasional agar Indonesia segera bebas dari penyakit kronis KKN. Pendekatannya pun sudah komprehensif, apalagi presiden berkenan memimpin secara langsung pemberantasan korupsi ini. Pekerjaannya sekarang adalah menjaga bagaimana agar Inpres itu jangan sampai berhenti pada tataran aturan-aturan semata. Karenanya tindakan-tindakan nyata baik secara represif maupun preventif wajib menyertainya, sehingga kita tidak terjebak dalam retorika-retorika belaka. Faktor lain yang tidak boleh dilupakan demi suksesnya upaya pemberantasan korupsi adalah soal kemauan dan keberanian memerangi KKN secara cepat dan adil. Yang terpenting adalah dalam upaya pemberantasan korupsi secara utuh dan menyeluruh itu, birokrasi Indonesia memiliki posisi dan peran sangat sentral dan strategis baik sebagai subjek maupun objeknya. Karenanya sungguh celaka jika ada oknum-oknum birokrat yang ikut melakukan tindak pidana korupsi.

Meskipun demikian, suatu yang perlu diingat upaya memberantas korupsi bukanlah suatu upaya yang mudah sebagaimana membalikan telapak tangan. Tingkat kesulitannya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mengurai segunung benang kusut di gardu yang sempit. Karenanya dibutuhkan keberanian, kesabaran, dan konsistensi. Dan yang lebih penting adalah dukungan dan peran serta masyarakat luas. Tugas mulia ini mari kita laksanakan bersama-sama.

(14)

B. Catchprases

Gambar 4.2

Film Alangkah Lucunya (negeri ini) adalah sebuah film yang mengangkat realitas kehidupan bangsa Indonesia. Gagasan awal film ini sudah berkelebat dikepala Musfar Yasin (penulis skenario) sejak 9 tahun silam dan baru sekitar hampir 2 tahun ini secara intensif diperbincangkan dengan Deddy Mizwar. Selain menyeimbangkan proporsi kisah sebagai sebuah cerita, yang sesungguhnya serius, karena merupakan mimesis dari kondisi bangsa, takaran unsur pendidikan dan hiburan yang renyah, membuat film ini memiliki pesan moral yang sangat menyentuh bagi setiap warga Indonesia yang masih memiliki kepedulian terhadap kondisi masyarakat akar rumput, khususnya anak-anak dah pemuda, yang terpinggirkan dalam sistem pembangunan Indonesia yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi.

Alangkah lucunya (negeri ini) tidak ubahnya seperti “curhatan-curhatan” rakyat Indonesia yang diproyeksikan kedalam sebuah film melalui visi tajam seorang Deddy Mizwar, yang menjadikan film ini sebuah jaminan tontonan yang menarik. Sutradara yang sebelumnya sukses membesut film Nagabonar jadi 2

(15)

ditahun 2007 ini, seperti biasa berhasil menyisipkan kritikan-kritikan berani kedalam filmnya. Dengan cemerlang, Deddy Mizwar mampu membungkus pesan-pesan menusuk tersebut lewat kemasan komedi yang menghibur. Walau dibawakan dengan tidak serius dan dibawakan lucu oleh para pemainnya, justru formula seperti ini mampu menyentil hati nurani penontonnya secara tidak langsung. Sepertinya tidak ada satupun yang luput dari kritikan, apalagi ketika berbicara soal para petinggi negeri ini yang duduk dikursi empuk setiap harinya. Dialog-dialog yang hadir sepertinya secara halus menyentil mereka (para petinggi negeri) yang tidak peduli lagi dengan nasib bangsa ini dan mereka yang “betah” memperkaya diri sendiri, membuang muka dari kenyataan bahwa negeri ini sedang menderita. Mungkin juga kritikan tersebut akan mampir mengetuk hati nurani kita, setidaknya berharap bisa sedikit mengingatkan betapa “lucunya” tanah air yang kita tinggali dari lahir ini.

Alangkah lucunya “negeri ini “ juga didukung oleh pemain-pemain yang mahir dalam berakting dan dengan sederhana dapat melakonkan peran mereka masing-masing. Selain Deddy Mizwar yang ikut meramaikan film ini hadir juga Slamet Raharjo, Jaja Miharja, Tio Pakusadewo, dan Rina Hassim yang aktingnya tidak perlu dipertanyakan lagi. Apalagi Tio Pakusadewo yang nampaknya sangat menjiwai perannya sebagai bos copet dengan salah satu bola matanya yang berbeda. Reza Rahadian, Tika Bravani dan Asrul Dahlan yang mewakili generasi muda juga bisa mengimbangi akting senior-seniornya difilm ini dengan bermain cukup baik dalam memerankan Muluk, Pipit dan Syamsul. Tetapi bintang yang paling menyita perhatian justru datang dari kumpulan copet-copet cilik, entah darimana Deddy dan kawan-kawannya menemukan aktor-aktor kecil yang nyata-nyata bisa dengan luwes dan polos berakting didepan kamera.

(16)

C. Exemplaar

Pedagang kaki lima, pencopet, pengasong dan pengangguran.

Dikota-kota besar keberadaan pedagang kaki lima merupakan suatu kegiatan perekonomian rakyat kecil. Mereka berdagang hanya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Akhir-akhir ini fenomena penggusuran pedagang kaki lima marak terjadi. Para pedagang kaki lima digusur oleh aparat pemerintah seolah-olah mereka tidak memiliki hak asasi manusia dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. Pedagang kaki lima ini timbul dari adanya suatu kondisi pembangunan perekonomian dan pendidikan yang tidak merata diseluruh NKRI. Pedagang kaki lima juga timbul sebagai akibat dari tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam berproduksi. Selain pedagang kaki lima, Indonesia juga “diramaikan” oleh para pencopet, pengasong dan pengangguran yang semakin tahun semakin bertambah. Dalam film ini digambarkan oleh Syamsul seorang sarjana pendidikan yang kegiatan sehari-harinya hanya bermain gaple di pos ronda dan Muluk seorang sarjana Manajemen yang telah menganggur selama 2 tahun.

(17)

Dalam film ini digambarkan secara jelas bahwa mencari pekerjaan sangatlah sulit bahkan ketika kita sudah menyandang gelar sarjana. Seorang lakon bernama Muluk dan Syamsul adalah buktinya. Muluk adalah seorang sarjana management yang pantang menyerah mencari pekerjaan. Semua tempat yang membuka lowongan sudah ia datangi tetapi selalu saja tidak berhasil. Satu-satunya tempat yang masih membuka lowongan adalah lembaga penyalur tenaga kerja Indonesia. Sebetulnya banyak faktor yang membuat pengangguran semakin bertambah di negeri ini :

Pertama, ketimpangan antara penawaran tenaga kerja dan kebutuhan. Misalnya, setiap tahunnya diperkirakan akan muncul tenaga kerja baru sekita 1,8 juta orang sementara yang bisa ditampung untuk mendapatkan pekerjaan hanya sekitar 29% nya. Sisanya disektor informal atau menjadi pengangguran.

Kedua, kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat. Banyak kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat dan menimbulkan pengangguran baru. Kebijakan pemerintah tersebut, lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi bukan pada pemerataannya. Banyaknya pembukaan industri baru tanpa memperhatikan dampak lingkungan telah mengakibatkan pencemaran dan mematikan lapangan kerja yang sudah ada.

Ketiga, dalam sistem ekonomi kapitalis muncul transaksi yang menjadikan uang sebagai komoditas yang disebut sektor non-real, seperti bursa efek dan saham perbankan sistem ribawi maupun asuransi. Peningkatan sektor non-real juga mengakibatkan harta beredar hanya disekelompok orang tertentu dan tidak memiliki kontribusi dalam penyediaan lapangan pekerjaan.

Film ini juga mengangkat tentang anak-anak jalanan yang terpaksa menjalani kehidupannya sebagai anak-anak sebagai copet pasar, copet bus dan

(18)

copet mall. Mereka terdiri dari 5 orang ditiap tempat operasi copet yang berbeda-beda. Para pencopet cilik ini melakukan kegiatan copetnya dengan cara estafet dari copet yang satu ke copet yang lain agar tidak ketahuan. Mereka kira-kira berusia 10 sampai 17 tahun, mereka tidak selayaknya menghabiskan masa remaja mereka dengan menjadi copet. Tetapi keadaan memaksa mereka untuk tidak merasakan dunia pendidikan.

4.4 Copet Angkot 4.5 Copet Mall

(19)

Padahal pendidikan adalah hal yang sangat penting. Pendidikan dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Kebutuhan akan pendidikan berlaku pada setiap orang. Bahkan seorang copet pun setidaknya mereka harus bisa membaca, agar ketika sedang dalam keadaan mendesak mereka tidak berlari kearah jalan yang bertuliskan “Kantor Polisi” sebagaimana diceritakan didalam film ini.

Pemerintah dalam hal ini sebenarnya memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan pembangunan bidang pendidikan, bidang perekonomian, dan penyediaan lapangan pekerjaan. Ketentuan ini diatur dalam peraturan perundang-undangan yang tertinggi yaitu UUD 45, diantaranya adalah:

 Pasal 27 ayat (2) UUD 45 : Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

 Pasal 31 UUD 45 :

1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan

2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya.

3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

(20)

5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai

 Pasal 33 UUD 45 :

1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan

2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

 Pasal 34 UUD 45 :

1. Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara

2. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

3. Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Dengan adanya pengaturan mengenai tanggung jawab pemerintah dalam UUD 45, hal ini menunjukkan bahwa negara kita adalah negara hukum. Segala hal yang berkaitan dengan kewenangan, tanggung jawab, kewajiban dan hak serta sanksi semuanya diatur dalam hukum. Akan tetapi, ternyata ketentuan-ketentuan

(21)

diatas hanya berkutat pada kertas saja. Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang tanggung jawab pemerintah dalam bidang pendidikan, perekonomian dan penyediaan lapangan pekerjaan belum pernah terealisasi secara sempurna.

Hal ini dapat dibuktikan dengan besarnya jumlah rakyat miskin di Indonesia. Kemiskinan ini diakibatkan oleh tidak meratanya kemajuan perekonomian nasional, peningkatan kualitas pendidikan dan penyediaan lapangan pekerjaan oleh pemerintah. Mengapa rakyat miskin di Indonesia sangat besar jumlahnya? Padahal pemerintah telah diberi tanggung jawab oleh UUD 45. Permasalahan ini timbul diakibatkan oleh watak atau mental para birokrat kita yang korup. Sudah banyak sekali dana dari RAPBN, RAPBD dan bantuan dari negara-negara maju didalam menuntaskan masalah kemiskinan. Dana-dana tersebut mengalir tidak jelas penggunaanya, banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang hanya untuk memperkaya para pihak birokrat saja.

Jadi sangat wajar sekali jika pedagang kaki lima, pengasong, pencopet dan pengangguran ini merupakan imbas dari semakin banyaknya jumlah rakyat miskin di Indonesia. Mereka melakukan itu hanya karena tidak ada pilihan lain lagi, mereka juga tidak memiliki kemampuan pendidikan yang memadai, dan tidak memiliki tingkat pendapatan ekonomi yang baik dan tidak tercukupinya lapangan pekerjaan untuk mereka.

(22)

Calon wakil rakyat yang tidak “mewakili”.

Dalam film ini dihadirkan sebuah peran bernama Jupri yang akan mencalonkan dirinya sebagai anggota DPR dalam pemilihan umum yang akan datang.

Gambar 4.7

Pada adegan ini diceritakan Jupri seorang calon anggota DPR yang sedang mengobrol dengan haji Sarbini agar memberikannya pinjaman untuk biaya cetak brosur, membuat kaos dengan lambang partainya, membuat spanduk dan lain sebagainya dalam rangka kampanye sebelum pemilihan umum berlangsung. Pada jaman sekarang ini banyak orang berebut ingin menjadi wakil rakyat seperti bupati, gubernur, atau bahkan anggota DPR, karena dalam pikiran masyarakat kebanyakan menjadi wakil rakyat itu adalah diberi kepercayaan oleh rakyatnya untuk mengelola dan mewujudkan cita-cita mereka disektor sosial, politik, budaya, ekonomi, hukum dan lain sebagainya kaitannya dengan asa berbangsa dan bernegara. Karenanya orang lantas berani mengeluarkan uang sebagai modal, mencari pinjaman kesana kemari kepada investor atau bahkan siapapun dan mencari sponsor sebanyak-banyaknya. Keberanian mereka mencari pinjaman ini karena berpikir pasti modalnya akan kembali. Bagaimana kembalinya pasti sudah dihitung secara cermat. Kita hanya bisa menerka skenario yang akan dimainkan ketika sudah memangku jabatan.

(23)

Pemilihan umum adalah proses memilih wakil rakyat secara langsung dengan cara pemungutan suara. Mekanisme pemilihan langsung ini, selain bertujuan untuk melahirkan pemimpin yang benar-benar berkualitas, karena dipilih secara langsung oleh rakyat juga dimaksudkan untuk derasnya arus praktik-praktik pembelian suara sebagaimana disinyalir banyak terjadi dilembaga legislatif atau parlemen. Berikut adalah adegan ketika Jupri sedang membagi-bagikan kaos dan souvenir agar warga memilihnya pada pemilihan umum.

Gambar 4.8

Selain itu film ini juga bercerita bukan hanya tentang calon wakil rakyat, tetapi juga perilaku mereka setelah terpilih. Ada satu adegan dimana Jupri yang pada saat itu telah menjadi anggota DPR, bercerita tentang kebiasaannya bermain game dilaptop ketika sedang suntuk dalam rapat di gedung DPR. Dan beberapa kali ada adegan ketika Jupri memamerkan keahliannya mengoperasikan laptop walau hanya bisa memasang wallpaper dilaptopnya. Adegan ini secara tidak langsung menyentil hati nurani kita bahwa pemilihan umum kurang efektif untuk mendapatkan pemimpin yang kompeten dibidangnya. Buktinya film ini menggambarkan bagaimana seorang Jupri yang hanya bisa memasang wallpaper dan bermain game dilaptop saja bisa menjadi anggota DPR hanya dengan membagi-bagikan kaos dan souvenir lainnya.

(24)

Gambar 4.9 Gambar 4.10

Sudah menjadi tradisi, dalam masa ke masa kampanye biasanya para kandidat menyampaikan atau menyosialisasikan visi dan misi yang berhubungan dengan perwujudan cita-cita rakyatnya. Menariknya, dapat dikatakan bahwa tidak ada visi dan misi para kandidat yang tidak selaras dengan apa yang menjadi harapan dan juga keinginan rakyat. Tetapi anehnya, meskipun visi dan misi itu begitu meyakinkan, bermacam persoalan yang melilit tata kehidupan masyarakat nampak sulit dikikis olehnya, bahkan problemanya semakin menumpuk. Bukti nyatanya adalah masih banyak sekali keluhan-keluhan masyarakat menyangkut kualitas pelayanan yang diterimanya. Pertanyaannya sekarang, adakah sesuatu yang salah terhadap visi dan misi seorang pemimpin? Visi maupun misi tidak akan bermakna jika didalamnya tidak disertai pengetahuan mendalam, sekaligus tawaran solusi kongkrit baik bersifat strategis maupun taktis, berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Dengan kalimat lain, visi dan misi tanpa dibarengi dengan daftar problema, keluhan masyarakat dan solusinya hanya akan menjadi untaian kata-kata indah tanpa arti.

Menjadi pemimpin adalah amanat. Oleh karena itu, prasyarat yang harus dipenuhi adalah kerelaan hati orang-orang yang dipimpinnya untuk menyerahkan dan mempercayakan segala urusannya yang berkaitan dengan upaya meraih kepentingan-kepentingan dan cita-citanya (politik, ekonomi, hukum, budaya dan

(25)

lain sebagainya). Untuk itu perlu disadari bersama bahwa menjadi pemimpin bukanlah alat untuk gagah-gagahan tetapi untuk mengabdi dan menjalankan tugas. Pemimpin berkewajiban untuk melayani bukan dilayani. Entah mengapa pada umumnya, orang begitu berhasrat mengambil jabatan pimpinan, padahal tanggungjawabnya tidak ringan. Adalah tidak masalah jika keinginan yang begitu besar itu bagian dari bentuk fitrah manusia yang selalu ingin mengabdikan dirinya secara total dan lebih berkualitas, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Kendati demikian, pertanyaan yang segera wajib dimunculkan dalam diri kita adalah mampukah mereka yang mencalonkan diri menjadi wakil rakyat itu menjalankan tugas berat ini?

Potret Masyarakat Indonesia

Film Alangkah Lucunya (negeri ini) disebut-sebut sebagai film yang merefleksikan kehidupan bangsa ini. Mulai dari hal-hal yang sudah tidak asing lagi sampai hal-hal yang membuat kita menertawai diri sendiri tanpa perlu menyalahkan orang lain. Dalam film ini dimunculkan beberapa karakter yang mewakili potret masyarakat Indonesia, yang pertama adalah seorang Pipit anak Haji Rahmat yang belum bekerja setelah lulus kuliah. Kegiatannya sehari-hari hanya mengikuti kuis interaktif ditelevisi dan mengirimkan bungkus-bungkus makanan berhadiah.

(26)

Gambar 4.11 Gambar 4.12

Pipit adalah anak tunggal, secara tidak disadari timbul keinginan dalam diri Pipit untuk bisa mendapatkan penghasilan walau hanya sekedar memenuhi kehidupannya. Dengan niat hanya iseng-iseng, Pipit jadi terus menerus mengirimkan bungkus-bungkus makanan berhadiah itu dan gemar mengikuti kuis interaktif ditelevisi dengan harapan mendapatkan uang dengan cara cepat atau instant. Peristiwa seperti inilah yang sedang terjadi di Indonesia. Masyarakat Indonesia menjadi gemar mencari uang dengan mengharap keberuntungan semata. Fenomena seperti ini telah merubah paradigma kebanyakan masyarakat Indonesia tentang mencari uang, dari kata-kata “mencari uang itu susah ya..” kini menjadi “mencari uang itu gampang, tinggal ikut kuis saja langsung bisa dapat mobil atau motor”. Meskipun tidak sedikit juga yang berpikir keberuntungan itu hanya ada satu banding seribu orang yang mengikuti kuis tersebut. Kuis-kuis interaktif ditelevisi banyak diminati dari masyarakat kalangan bawah karena keterbatasan ekonomi yang mereka alami. Mulai dari kelompok remaja sampai dewasa bisa mengikuti kuis ini. Apalagi saat ini semakin meraja lela bungkus-bungkus makanan anak-anak yang berhadiah langsung. Tentu saja bungkus-bungkus makanan itu akan diburu oleh anak-anak demi mendapatkan hadiah gratis secara langsung ataupun diundi terlebih dahulu. Menjamurnya acara kuis dan talkshow yang berhadiah hingga milyaran rupiah sekarang ini tentunya menggoda siapapun yang menontonnya. Meski relatif aman dari penipuan, namun ada efek yang jauh

(27)

lebih buruk dari sekedar hilangnya pulsa SMS untuk mengikuti kuis tersebut yaitu pembodohan masyarakat. Bila diperhatikan lebih teliti kita akan menemui hal yang membuat kita sadar, coba perhatikan apakah pertanyaan pada berbagai jenis kuis ditelevisi itu membutuhkan keahlian tertentu untuk menjawabnya? Inilah Ilusion of control yang stasiun televisi sedang coba bangkitkan pada peserta kuis interaktif dan kuis sms. Keyakinan bahwa mereka mampu menjawab pertanyaan yang diajukan membuatnya merasa memiliki peluang untuk dapat memenangkan hadiah yang ditawarkan.

Padahal pada kenyataannya, hampir semua orang bisa menjawab pertanyaan yang diajukan dan probabilitas kemenangan juga tidak besar. Walaupun kenyataanya seperti itu, pemirsa televisi yang ikut berpartisipasi dalam kuis interaktif dan kuis sms semakin bertambah saja setiap harinya. Makin bertambahnya peserta kuis televisi secara tidak langsung telah membuktikan bahwa budaya instant semakin subur. Pemirsa televisi kini digiring untuk berharap sesuatu yang besar tanpa bekerja keras. Dampak negatif dari program-program kuis televisi ini bisa diminimalisir dengan tiga alternatif. Yang pertama, penguatan kemampuan berpikir kritis seseorang. Bagaimana seseorang dapat menyadari potensinya untuk mengalami Illusion of Control, tetapi ia tidak mengikuti keyakinan semu nya akan keberhasilan tanpa kerja keras. Upaya ini dapat dilakukan dengan pendidikan kritis, diawali dari lingkungan terkecil terlebih dahulu yaitu keluarga, kemudian sekolah, lalu masyarakat dan pemerintah untuk bersama-sama membangun suasana yang kondusif dalam membudayakan berfikir kritis. Upaya kedua, melalui pemberian informasi dan penyadaran yang cukup tentang kerugian mengikuti kuis sms berhadiah. Informasi tersebut bisa diberikan melalui himbauan tokoh atau kelompok-kelompok masyarakat. Dan upaya yang

(28)

ketiga adalah perlunya ketegasan pemerintah untuk menghukum pihak-pihak yang telah membodohi dan merugikan masyarakat dengan cara implisit seperti kuis interaktif dan sms televisi ini.

Alangkah Lucunya (negeri ini) juga menghadirkan beberapa potret masyarakat Indonesia lainnya seperti orang-orang yang masih percaya pada ramalan, dukun, percaya pada benda yang dapat melindunginya dll yang bersifat mistis.

(29)

Gambar 4.13 Gambar 4.14

Gambar 4.15

Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam alinea ke empat Undang-Undang Dasar 1945. Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga sudah memberikan perhatian besar terhadap pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian masalah kemiskinan sampai saat ini masih menjadi masalah sosial yang berkepanjangan. Kemiskinan adalah akar dari setiap masalah yang timbul di Indonesia, akibatnya banyak orang melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan penghasilan. Seperti digambarkan dalam film ini, suasana pasar di Jakarta, dimana ada seseorang yang menyebut dirinya sebagai seorang peramal yang bisa memberikan prediksi tentang apa yang akan terjadi dikehidupan seseorang dimasa yang akan datang. Banyak orang dipasar yang berebut minta diramalkan masa depannya, tentang jodoh, rejeki dan lainnya. Ada lagi seseorang

(30)

yang menjajakan sebuah batu cincin, dibilangnya bahwa cincin itu dapat melindungi si pemakainya sehingga tidak dapat dibacok, ditembak pun tak akan mati. Dan tidak sedikit pula yang berminat untuk memiliki cincin ajaib itu. Selain itu, dimunculkan juga seseorang yang menjual sesuatu yang disebut jimat dapat melindungi si pembeli hingga terhindar dari mara bahaya dan kecelakaan apapun. Dan seperti yang lainnya, sipenjual ini pun ramai dikerubuti pengunjung pasar untuk membeli jimat itu. Ada lagi adegan yang sudah sering kita lihat dalam pemberitaan ditelevisi, yaitu antrian masyarakat miskin untuk mendapatkan sembako secara gratis.

Gambar 4.16

D. Depiction

Teks, gambar dan narasinya dalam film Alangkah Lucunya (negeri ini) mengandung kritik sosial untuk bangsa ini. Kita lihat dalam adegan ketika Muluk, Pipit dan Syamsul mengajak para pencopet cilik melihat gedung DPR dan MPR tempat para wakil rakyat Indonesia yang mempunyai tugas untuk memperjuangkan nasib rakyat Indonesia menuju kepada kemakmuran dan kesejahteraan. Ketika Muluk dan Syamsul menjelaskan tentang apa yang dilakukan para wakil rakyat didalam gedung DPR salah satu anak bertanya :

“Didalam boleh nyopet gak bang?” Lalu Muluk menjawab,

(31)

“Didalam itu tempat orang-orang terhormat dan berpendidikan” Ketua geng copet bus bertanya lagi :

“berarti kita boleh didalam sana dong bang, kan kita sudah sekolah” Ketua geng copet mall menyahut :

“ngapain lo didalam sana, gak bisa nyopet tau!” Ketua geng copet pasar menimpali :

“Tapi korupsi boleh kan..?”

Gambar 4.17

Narasinya begitu sederhana dan terdengar wajar karena keluar dari percakapan anak-anak. Tetapi tanpa disadari percakapan singkat didepan gedung DPR itu “menyentil” hati nurani kita tentang gedung parlemen pemerintahan yang penuh dengan orang-orang yang berpendidikan tinggi bahkan tidak sedikit pula yang lulusan luar negeri bisa “mencopet” dibalik predikat mereka sebagai wakil rakyat. Mereka yang secara besar-besaran mempublikasikan visi dan misi mereka pada saat masa kampanye berlangsung, seakan dibuat lupa akan tujuan mereka yang sebenarnya ketika sudah duduk didalam gedung DPR. Mereka dibuat sibuk mencari uang untuk kepentingan mereka sendiri, demi mengembalikan modal yang telah dikeluarkan saat kampanye. Ketika mereka menyadari bahwa banyak sekali kesempatan untuk melakukan korupsi dengan jabatan mereka, seolah mereka tutup mata saat kesempatan itu datang menghampiri. Disisi lain, kita mungkin lupa atau tidak sempat berfikir tentang hal ini, tentang nasib rakyat miskin yang mencari nafkah dengan cara yang halal tetapi malah dilarang oleh

(32)

peraturan daerah. Alasannya adalah demi menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan.

Gambar 4.18

Dalam adegan ini, Muluk yang sudah tidak mengajar para pencopet cilik itu melihat Komet dan kawan-kawan menjadi pengasong disebuah lampu merah di Jakarta. Tiba-tiba sekelompok kamtib merazia para pengasong dan pengamen berkeliaran disekitar situ. Mereka berlarian kesana-kemari mencari tempat persembunyian. Dan Muluk pun berlari mengejar untuk menyelamatkan mereka.

Gambar 4.19 Gambar 4.20

Ketika salah satu dari mereka tertangkap anggota kamtib, Muluk membantu melepaskannya dan berkata :

“Mereka hanya mencari rejeki yang halal, dan hanya itu yang mereka bisa” Anggota kamtib menampik :

“tapi ini aturan, gak boleh mengemis dan mengasong, dapat mengganggu lalu lintas”

(33)

“kalian terganggu dengan pengemis dan pengasong? Tapi tidak terganggu dengan ulah para koruptor yang telah memiskinkan kalian? Harusnya kalian tangkap para koruptor yang sudah memiskinkan negeri ini, memiskinkan kalian. Pengamen dan pengasong hanya mencari rejeki yang halal, biarkan mereka yang miskin mencari rejeki yang halal”.

Narasi dan gambar yang disajikan dalam adegan ini, sangat menyetuh hati penontonnya sekaligus mungkin membuat para koruptor yang berlindung dibalik predikat wakil rakyat merasa malu atas perbuatannya mengambil hak rakyatnya tanpa harus menuduh orang lain. Mereka yang terus memperkaya diri sendiri dengan memanfaatkan jabatan harusnya merasa malu atas kondisi bangsanya seperti yang digambarkan dalam film ini. Sudah sepatutnya mereka berpikir bahwa rakyat miskin dalam mencari uang sampai melakukan hal-hal seperti itu. Kalau saja uang yang mereka korupsi digunakan untuk memperluas lapangan pekerjaan, memperbanyak fasilitas pendidikan, meningkatkan jaminan kesehatan bagi mereka yang tidak mampu, mungkin anak-anak dalam film ini tidak perlu menjadi copet dan pengasong, mungkin tidak akan ada lagi yang menawarkan jasa prediksi masa depan, dan lain-lainnya. Narasi dalam adegan ini cukup menyentuh hati, ketika Muluk berkata “biarkan mereka yang miskin mencari uang dengan cara yang halal”. Muluk sudah sangat bersyukur melihat copet-copet cilik yang dulu ia ajari tentang pendidikan berhenti mencopet dan kini beralih profesi menjadi pengasong. Mengasong adalah pekerjaan yang halal, dan jika hal yang halal ini dilarang pemerintah karena dapat mengganggu ketertiban lalu lintas maka seharusnya pemerintah dapat menyediakan lahan untuk mereka agar mereka dapat berjualan ditempat yang sudah disediakan. Atau perluaslah lapangan pekerjaan agar mereka yang miskin bisa bekerja tanpa perlu mengganggu

(34)

ketertiban dan kenyamanan berlalu lintas para pengguna jalan. Jika pemerintah menetapkan sebuah larangan untuk suatu hal, seharusnya pemerintah juga sudah memikirkan apa akibat yang akan timbul dari larangan itu sendiri.

Selain masalah pencopet dan pengasong ada lagi masalah yang timbul akibat kemiskinan, yaitu pengangguran. Masalah kemiskinan dan pengangguran adalah dua mata rantai yang sulit untuk dipisahkan dari masalah mendasar yang dihadapi bangsa ini. Dewasa ini di Indonesia banyak sarjana lulusan S1 yang terpaksa menyandang gelar kesarjanaannya dengan menganggur atau tidak mempunyai pekerjaan. Sulitnya mencari pekerjaan karena kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia membuat mereka menganggur. Dalam film ini ada sebuah dialog yang mengandung kritikan yang membuat kita berpikir sejenak “apa iya ya..?” dialog itu dikemukakan oleh haji Sarbini ketika berdebat dengan pak Makbul (ayah Muluk) tentang pentingnya pendidikan untuk mendapatkan pekerjaan. Pak Makbul tetap bertahan dengan pendirian dan keyakinannya bahwa pendidikan itu penting untuk memajukan suatu bangsa. Dan Haji Sarbini juga tetap dengan pendiriannya bahwa pendidikan itu tidak penting. Haji Sarbini berpikiran bahwa seseorang bisa berhasil dan maju jika orang itu mampu membuka sebuah usaha tanpa harus berpendidikan tinggi.

(35)

Gambar 4.21

Dalam perdebatan itu haji sarbini berkata:

“Pendidikan itu penting kalau ada koneksi, kalau tidak ada ya percuma” Dari kalimat itu, nampaknya sudah tidak asing lagi bagi warga Indonesia apabila koneksi itu lebih penting dalam mencari pekerjaan bukan pendidikan. Jadi jika orang yang menyandang pendidikan tinggi belum tentu mudah mendapatkan pekerjaan apabila tidak memiliki koneksi. Fenomena seperti ini biasa disebut sebagai Nepotisme yaitu lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Praktek nepotisme ini sudah sering terjadi di Indonesia. Tidak sedikit anak pejabat yang turut berpartisipasi dalam birokrasi pemerintahan. Hal ini tentu merugikan pihak-pihak yang tidak mempunyai koneksi di perusahaan-perusahaan dimana mereka hendak melamar pekerjaan.

Satu hal yang dari film ini yang bisa membuat penontonnya merenungi sejenak tentang makna sebuah kata adalah, ketika adegan para pencopet cilik melakukan upacara penaikkan bendera merah putih sambil menyanyikan lagu kebangsaan bersama Muluk, Pipit dan Syamsul dan seorang anak mengucapakan kata “amin” diakhir syair lagu Indonesia Raya.

(36)

Gambar 4.22

Gambar 4.26

Gambar 4.23

Adegan diatas tampak seorang copet cilik mengusap wajahnya sambil berkata “amin” diakhir lagu kebangsaan Indonesia Raya. Entah mengapa kata “amin” kali ini begitu bermakna dan sangat penuh arti. Ketika kata “amin” itu diucapkan setelah kalimat :

“Indonesia raya merdeka..merdeka tanahku negeriku yang kucinta..Indonesia raya merdeka..merdeka hiduplah Indonesia raya” Lalu diakhiri oleh kata :

“Aamiinnn...”

Secara spontan anak-anak yang lain pun ikut mengusap wajahnya sambil berkata “amin” walaupun mereka sendiri tampak bingung kenapa harus diakhiri dengan amin. Sang sutradara berhasil menyisipkan pesan paling mendasar dalam film ini dengan satu kata yaitu amin, agar apa yang telah ditulis oleh W. R Supratman dan dijadikan sebagai syair lagu kebangsaan Indonesia yang dihormati dan dibanggakan pembangkit semangat kebangsaan, dan terasa ada kesyahduan

(37)

yang luar biasa dalam penjiwaannya ini, dapat terwujud. Setiap negara memiliki lagu kebangsaan masing-masing, tidak ada dua negara yang memiliki lagu kebangsaan yang sama, karena lagu kebangsaan adalah ekspresi kejiwaan dari suatu bangsa. Lagu kebangsaan menempati kedudukan yang khusus dan dihormati oleh seluruh rakyatnya. Kehilangan arti dan makna dari lagu kebangsaan pada sebagian besar warga negara dalam waktu yang lama, bisa memperlemah jiwa kebangsaan dan turunnya rasa berbangsa dan bernegara. Sedangkan kata amin memiliki arti yang beraneka, dalam adegan ini kata amin diucapkan dengan nada “aaamiinn” (alif panjang dan mim panjang) yang berarti Ya Tuhan, Kabulkanlah Doa. Syair terakhir dari lagu Indonesia Raya adalah Hiduplah Indonesia Raya kalimat ini menanamkan kesadaran bahwa cita-cita tertinggi dari setiap warga negara adalah Indonesia mampu berjuang hidup untuk waktu yang tidak terbatas, mampu bersaing dalam globalisasi internasional disemua bidang. Dan Indonesia hidup terus menjadi negara yang besar dan menjadi negara yang disenangi dunia internasional. Pesan yang terkandung dalam adegan ini adalah semoga semua makna yang terkandung dalam syair lagu Indonesia Raya dapat terwujud, Hiduplah Indonesia Raya juga merupakan sebuah doa untuk bangsa ini, dan penempatan kata amin diakhir kalimat ini adalah tepat agar doa kita untuk Indonesia supaya tetap menjadi bangsa yang besar dan mampu bersaing dengan negara lain dapat dikabulkan oleh Tuhan.

(38)

E. Visual Image

Adegan ketika Pipit mengirimkan bungkus makanan berharap mendapatkan hadiah yang ditawarkan. Menggambarkan masyarakat Indonesia yang pemalas, lebih mengharapkan keberuntungan daripada bekerja keras dalam mendapatkan uang. Dalam film ini Pipit adalah anak seorang Haji Rahmat dan lulusan sarjana agama yang belum bekerja dan kegiatan sehari-harinya hanya mengirimkan bungkus makanan dan mengikuti kuis interaktif.

Gambar 4.24

Adegan saat kamtib merazia pengasong dan pengamen dilampu merah. Pesan yang tersirat didalamnya adalah ketika masyarakat miskin di Indonesia yang mencari uang dengan cara yang halal tidak didukung oleh pemerintah. Pemerintah malah membuat larangan untuk pengasong dan pengamen berjualan karena dapat mengganggu ketertiban dan kenyamanan pengguna jalan. Tetapi dengan dibuatnya larangan tersebut pemerintah tidak memberikan solusi yang tepat untuk membantu masyarakat miskin mencari uang dengan cara yang halal. Pemerintah tidak menyediakan mereka yang tidak mampu kesempatan dan fasilitas untuk menuntut ilmu agar mereka menjadi anak yang mempunyai keterampilan dan keahlian supaya mereka tidak perlu lagi mengasong, mengamen dan mencopet. Pemerintah juga tidak menyediakan lahan pekerjaan yang cukup bagi mereka yang menganggur.

(39)

Gambar 4.25

Gambar 4.26

Diangkatnya karakter seorang Jupri sebagai calon wakil rakyat hingga akhirnya berhasil menjadi anggota DPR, dalam masa kampanye nya Jupri melakukan berbagai hal agar masyarakat akan memilihnya pada saat pemilu. Mulai dari memasang poster dirinya, sampai membagi-bagikan kaos dengan wajah dirinya dikaos tersebut. Kondisi seperti ini sudah biasa untuk masyarakat negeri ini, setiap pemilihan umum tiba calon-calon anggota DPR berlomba-lomba menarik simpati masyarakat agar memilih mereka. Segala cara ditempuh, walau dengan membeli suara rakyat. Hal ini tidak dapat dipungkiri lagi, karena ini adalah kenyataan yang sering kali terjadi setiap pemilu. Film ini hanya mengangkat realitas yang terjadi dan menceritakan kembali kehidupan bangsa Indonesia kedalam sebuah film.

(40)

Gambar 4.27

Gambar 4.28

Dalam film ini diselipkan juga adegan dimana Jupri sudah menjadi anggota DPR dan bercerita kepada Haji Sarbini tentang permainan yang biasa ia mainkan ketika merasa jenuh ditengah rapat paripurna di gedung DPR. Ketika mereka anggota DPR sudah lelah memikirkan nasib rakyat, mereka bermain game untuk menghilangkan stress sela rapat. Bukan hanya bermain game disela-sela rapat paripurna dalam membahas masa depan negeri ini, para wakil rakyat di gedung DPR pun kerap kali membuat kita malu mempunyai wakil rakyat seperti mereka ketika mereka tidak bisa mengontrol emosi dan berkelahi didalam gedung DPR itu. Mereka saling meneriaki satu sama lain karena usulan atau pendapat mereka tidak sependapat dan dibantah oleh pihak yang memposisikan diri sebagai pihak oposisi. Sebagai wakil rakyat sudah seharusnya mereka menjadikan diri mereka sebagai suri tauladan yang patut ditiru oleh rakyatnya. Bukan mengumbar kemarahan dalam menyelesaikan masalah negara. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, maaf dan bersabar terhadap sesama sangat membantu proses konsolidasi demokrasi seperti yang sedang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Sebab konsolidasi itu hanya dapat terbangun dan berdiri kokoh ketika ada kesamaan persepsi, kesamaan langkah, kesungguhan tekad, dan kesolidan yang tinggi segenap bangsa ini. Bukan sebaliknya, konsolidasi demokrasi

(41)

dibangun atas dasar amarah yang meluap-luap, sehingga persoalan yang sebenarnya sangat sepele menjadi biang kericuhan dan kerusuhan berskala besar.

4.4.2 Perangkat Penalaran (Reasoning Devices)

Perangkat penalaran dalam penelitian ini ada tiga jenis yaitu Roots. Appeals to Principle dan Consequences. Penjelasannya adalah sebagai berikut : A. Roots

Pencopet berpendidikan itu bukan disebut sebagai pencopet tetapi disebut sebagai koruptor. Dikatakan pencopet berpendidikan karena biasanya koruptor berasal dari kalangan yang dipercayakan oleh rakyatnya untuk memimpin negara, mendapat kepercayaan untuk memimpin suatu negara dan menjadi wakil rakyat pastilah orang-orang itu mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi. Bahkan di Indonesia 90 persen koruptor adalah produk perguruan tinggi. Korupsi adalah kegiatan yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri dan memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kepercayaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dengan korupsi, mereka tidak perlu bersusah payah mencurahkan segala daya dan upayanya guna mendapatkan kekayaan, tetapi cukup dengan menyalahgunakan wewenang ataupun kekuasaan yang mereka miliki. Ingin cepat kaya tanpa bekerja keras jelas menyalahi hukum alam, karena alam mengajarkan untuk menjadi kaya, kita harus bekerja sekuat tenaga dengan tetap mengindahkan aturan main yang ada. Sebenarnya, patuh terhadap hukum alam ini, secara langsung, kita telah menjaga keseimbangan dan keselarasan hubungan antara kita dengan Tuhan, kita dengan sesama manusia dan kita dengan alam semesta. Yang demikian ini otomatis terjadi karena hukum alam senantiasa mengajarkan perlunya dimensi etis rasional

(42)

guna mendapatkan kebahagiaan. Pelanggaran terhadap ketentuan atau hukum alam hanya akan melahirkan kerusakan-kerusakan. Bukti nyatanya adalah akibat buruk yang ditimbulkan oleh praktik korupsi, dimana perbuatan itu jelas tidak menjaga keselarasan hubungan, baik dengan Tuhan, dengan sesama manusia maupun dengan alam semesta. Karena praktik korupsi ini, Indonesia menjadi negara miskin, dan kesejahteraan hajat hidup orang banyak rusak. Dengan kata lain, praktik korupsi mengantarkan kepada kemiskinan sosial. Yang demikian ini terjadi karena distribusi kekayaan negara menjadi tidak merata dan hanya berputar-putar mengelilingi segelintir atau sekelompok orang saja yaitu mereka yang memiliki kewenangan, kekuasaan atau mereka yang dekat dengan penguasa. Akibatnya kesenjangan ekonomi semakin jelas, dimana kelompok yang kaya semakin kaya dan kelompok yang miskin semakin terpuruk tak berdaya.

B. Appeals to Principal

Film ini menceritakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang penuh dengan berbagai macam masalah sosial yang terjadi sehari-hari. Mulai dari sulitnya mencari pekerjaan, banyak lulusan sarjana yang masih menganggur, anak-anak terlantar yang terpaksa menikmati kehidupan sebagai anak jalanan, pencopet, pengasong dan pengamen. Diangkat pula beberapa karakter warga Indonesia yang hanya mengharapkan keberuntungan melalui kuis-kuis interaktif atau kuis-kuis berhadiah jutaan rupiah untuk mendapatkan uang dengan cara instant tanpa perlu bekerja. Ada pula masyarakat yang masih percaya akan ramalan tentang kehidupan rejeki dan jodoh mereka dimasa yang akan datang.

Pedas terkecap namun manis terucap, secara singkat mungkin seperti itulah film yang juga menghadirkan Aria Kusumadewa sebagai sutradara

(43)

pendamping ini, menyuarakan pesan-pesan curahan hati rakyatnya. Walau dibeberapa bagian terlihat raut marah dan dialog dengan tensi tinggi tetapi tetap saja masih terbilang “manis” dibanding “kepahitan” yang ditinggalkan oleh para perampok berpendidikan di negeri ini. Dengan arahan Deddy Mizwar sebagai sutradara dan cerita yang diolah oleh Musfar Yasin, film ini mengalir dengan cerita yang sangat bersahabat. Dalam artian tidak akan membebani otak penontonnya untuk mencerna isi keseluruhan cerita film. Kelucuan-kelucuan pun saling berbalas, ada saja adegan ataupun dialog yang cukup pintar untuk memancing tawa penonton. Deddy Mizwar memang tahu betul bagaimana harus mengeksekusi filmnya menjadi sebuah hiburan yang utuh dan kritikan-kritikannya melebur menjadi satu bersama jalinan cerita dan suguhan komedi yang jauh dari kesan murahan. Film ini bertambah cantik dengan pengambilan-pengambilan gambar yang sangat Indonesia sekali, menyorot tajam dan menggambarkan sudut kota yang sering terlupakan dengan “kuas” carut marut apa adanya, hasilnya adalah sebuah lukisan yang jujur. Komedi-komedi yang hadir juga sering muncul dari tingkah pola dan kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Secara keseluruhan, film Alangkah Lucunya “negeri ini” bisa diartikan sebuah cermin besar yang merefleksikan “kelucuan” negeri ini dan sebuah pesan sederhana.

(44)

C. Consequence

Kondisi bangsa ini sungguh sangat membuat hati penonton film ini miris karena secara tidak langsung kita dibuat sadar bahwa inilah keadaan bangsaku yang katanya sudah merdeka. Merdeka dari apa kalau begitu? Bagi mereka yang terbiasa mengejar materi, kepuasan dan kekayaan duniawi semata maka Indonesia sudah merdeka. Merdeka dalam arti yang semu. Lihatlah betapa naif dan butanya mati hati para anggota dewan negeri ini ketika mereka memaksa untuk berkunjung keluar negeri. Sementara rakyat negeri ini menjerit kekurangan minyak atau busung lapar yang mewabah dinegeri ini. Ketika bencana meradang dimana-mana, namun dengan alasan demi kepentingan negeri ini juga, mereka tetap pergi keluar negeri. Bila kita menyadari dan merenungi apa arti sesungguhnya dari kemerdekaan maka kita sesungguhnya belum merdeka. Kita masih menjadi budak dari segelintir orang yang dipenuhi oleh hawa nafsu untuk menguasai negeri ini demi kepentingan pribadi. Buktinya adalah korupsi, kolusi dan nepotisme masih menjadi hantu, mengakar dan menyebar keseluruh negeri tanpa bisa ada yang memberantasnya. Kemerdekaan dinegeri ini hanya dirasakan oleh rakyat dalam bentuk iring-iringan karnaval, serta panjat pinang atau berbagai perlombaan pada setiap tahunnya perayaan hari kemerdekaan. Merdeka yang sesungguhnya adalah bila negeri kita sudah terbebas dari kemiskinan, kebodohan dan korupsi. Bila kemakmuran dan keadilan sudah merata keseluruh negeri ini. Adil dalam arti kata seseorang dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain tanpa membedakan ras, suku, agama dan budaya.

(45)

4.4.3 Pembahasan

Berdasarkan beberapa adegan yang telah dipetakan kedalam poin-poin perangkat analisis framing, didapatlah beberapa kritik sosial yang disiratkan dalam film ini diantaranya, adegan ketika Muluk dan bang Syamsul menjelaskan tentang betapa pentingnya pendidikan untuk semua orang. Ketika ada pertanyaan dari salah seorang copet tentang bagaimana cara orang berpendidikan mencopet hingga dapat menghasilkan uang banyak, Muluk menjawabnya dengan sebuah kesimpulan bahwa orang yang berpendidikan ada juga yang menjadi pencopet tetapi tidak dalam jumlah kecil seperti yang biasa copet-copet itu lakukan, mereka melakukannya dengan cara yang berbeda, dan mereka orang-orang berpendidikan yang mencopet tidak disebut sebagai pencopet melainkan disebut sebagai koruptor. Tetapi disini bang Syamsul menjelaskan bahwa tujuan pendidikan itu bukan untuk menjadi koruptor, tetapi pendidikan itu adalah untuk mengangkat harkat dan martabat suatu bangsa. Digambarkan juga ketika bos copet memberi penjelasan tentang pentingnya pendidikan untuk semua orang bahkan untuk seorang copet sekalipun, karena ketua geng copet mall punya pengalaman tidak menyenangkan ketika ia harus lari kearah kantor polisi saat dikejar massa hanya karena ia tidak bisa membaca arah penunjuk jalan. Difilm ini juga disiratkan kritik sosial tentang pedagang kaki lima dan pengasong yang dilarang pemerintah untuk beroperasi. Pedagang kaki lima ini timbul dari adanya suatu kondisi pembangunan perekonomian dan pendidikan yang tidak merata diseluruh NKRI. Pedagang kaki lima juga timbul sebagai akibat dari tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam berproduksi. Begitu juga dengan pengasong dan pengamen. Mereka semua timbul sebagai akibat dari tidak meratanya pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Mereka yang tidak

(46)

mendapatkan pendidikan secara layak dan tidak mempunyai keahlian khusus harus terpaksa menjalani kehidupan seperti itu. Tetapi ketika hanya hal ini yang rakyat miskin bisa kerjakan, hal ini malah dilarang oleh pemerintah karena dianggap menggangu ketertiban lalu lintas. Padahal jelas tercantum dalam undang-undang dasar 45 sebagai berikut :

Pasal 31 UUD 45 :

1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan

2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya.

3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai

Disamping itu juga, masih banyak lulusan sarjana yang menganggur. Hal ini menunjukkan tidak seimbangnya kebutuhan perusahaan dan banyaknya lulusan sarjana yang dibutuhkan untuk bekerja. Dengan kata lain, masih kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan di Indonesia. Padahal negara menjamin hak rakyat untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan seperti yang terdapat dalam pasal berikut :

(47)

Pasal 27 ayat (2) UUD 45 : Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Kritik sosial yang lainnya adalah seorang Jupri, wakil rakyat yang tidak cukup mewakili rakyatnya. Diangkatnya karakter seorang Jupri sebagai calon wakil rakyat hingga akhirnya berhasil menjadi anggota DPR, dalam masa kampanye nya Jupri melakukan berbagai hal agar masyarakat akan memilihnya pada saat pemilu. Mulai dari memasang poster dirinya, sampai membagi-bagikan kaos dengan wajah dirinya dikaos tersebut. Kondisi seperti ini sudah biasa untuk masyarakat negeri ini, setiap pemilihan umum tiba calon-calon anggota DPR berlomba-lomba menarik simpati masyarakat agar memilih mereka. Segala cara ditempuh, walau dengan membeli suara rakyat. Hal ini tidak dapat dipungkiri lagi, karena ini adalah kenyataan yang sering kali terjadi setiap pemilu. Dalam film ini diselipkan juga adegan dimana Jupri sudah menjadi anggota DPR dan bercerita kepada Haji Sarbini tentang permainan yang biasa ia mainkan ketika merasa jenuh ditengah rapat paripurna di gedung DPR. Ketika mereka anggota DPR sudah lelah memikirkan nasib rakyat, mereka bermain game untuk menghilangkan stress disela-sela rapat.

Kritik sosial tentang masyarakat Indonesia itu sendiri digambarkan pada semua lakon dalam film ini. Semua karakter dalam film ini sudah cukup mewakili berbagai macam karakter masyarakat Indonesia. Mulai dari Pipit yang gemar mengikuti kuis-kuis interaktif yang mengarah kepada pembodohan masyarakat, mengirimkan bungkus-bungkus makanan berhadiah jutaan rupiah yang mengarahkan masyarakat pada kemalasan dan berpikir instant dalam mencari uang. Kemudian tidak sedikit masyarakat Indonesia yang berminat pada ramalan dan jimat. Mereka yang percaya, lebih mengandalkan ramalan dan jimat itu

(48)

daripada kemampuan mereka sendiri. Alhasil, banyak orang yang lebih mengharapkan keberuntungan dibanding terus berusaha untuk menjadi lebih baik, mendapat pekerjaan yang baik, dan penghidupan yang layak.

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa pendapat konsep kualitas layanan tersebut, penulis berkesimpulan bahwa kualitas pelayanan dalam hubungan dengan penyelenggaraan diklat adalah suatu kegiatan

[r]

Komite Investasi dan Manajemen Risiko dibentuk untuk membantu Dewan Komisaris memastikan bahwa prinsip dan kaidah tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance –

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia yang telah diberikan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

pada cara analisis struktur kristal dengan metode Rietveld, yaitu data intensitas difraksi zeolit fasa klinoptilolit dan mordenit dari daerah Bayah, Lampung dan Malang

Dari hasil analisa ada beberapa hal yang dapat diambil simpulannya yaitu: (1) dari hasil pengujian hipotesis pertama disimpulkan bahwa ada pengaruh motivasi kualitas terhadap

Terlaksananya Reviu Laporan Keuangan Daerah, Evaluasi LAKIP, dan SPIP pada seluruh SKPD di Kabupaten Purworejo 2 kali reviu, 1 kali evaluasi LAKIP, dan Pelaksanaan SPIP di

Sehingga dalam penelitian ini dikemukan permasalahan bagaimana membuat suatu desain dari hasil pengembangan wireless sensor network yang dapat digunakan untuk