• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori - HANIFUDIN SUBHI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori - HANIFUDIN SUBHI BAB II"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Tanggung Jawab

a. Pengertian Tanggung Jawab

Tanggung jawab merupakan salah satu nilai karakter yang wajib dimiliki oleh seseorang. Tanggung jawab berkaitan dengan kesadaran dan kesungguhan seseorang dalam melakukan tugas atau tindakan terhadap suatu hal yang melibatkan dirinya maupun orang lain. Mustari (2014: 21) berpendapat bahwa tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara, dan Tuhan. Orang yang tidak bertanggung jawab pada tindakan yang diambilnya merupakan seseorang yang tidak terbiasa memutuskan sesuatu berdasarkan pilihan yang didasari pertimbangkan secara mendalam dan ia cenderung memiliki kontrol diri yang rendah, tergesa-gesa dan sering menuruti keinginannya dari pada memahami keadaan (Mu‟in, 2011: 219-220).

(2)

dan suatu nilai hanya dapat diwujudkan dalam perbuatan-perbuatan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab seseorang yang bersangkutan (Bertens, 2007: 143). Penuturan dari beberapa pandangan di atas dapat diambil kesimpulan yaitu tanggung jawab merupakan perilaku moral yang dimiliki oleh seseorang untuk melaksanakan kewajibannya terhadap tugas-tugas yang berkaitan dengan dirinya, orang lain, ataupun hal-hal lainnya untuk dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah dibebankannya, dan setiap tindakannya merupakan hasil dari keputusan yang telah dipertimbangkan secara mendalam.

b. Jenis-Jenis Tanggung Jawab

Bertens (2007: 127) mengemukakan dua pernyataan tentang perbedaan yang berkaitan dengan tanggung jawab, yaitu :

1) Tanggung jawab retrospektif

Tanggung jawab ini merupakan tanggung jawab atas perbuatan yang telah berlangsung dan segala konsekuensinya., contohnya apabila seorang siswa telah melakukan pelanggaran terhadap tata tertib yang berlaku di sekolah, maka ia harus bersedia dengan menanggung konsekuensi yang diberikan dari pihak sekolah.

2) Tanggung jawab prospektif

(3)

1) Tanggung jawab personal

Menjawab atau merespons itu tergantung pada keinginan masing-masing individu. Tanggung jawab disebabkan seseorang itu memilih untuk bertindak atau berbicara atau mengambil posisi tertentu, jika seseorang memilih posisi untuk menjadi orang berkuasa, maka ia pun mempunyai tanggung jawab untuk berada di posisi tersebut dengan sejumlah hak dan kewajiban yang menantinya.

2) Tanggung jawab moral

Tanggung jawab moral biasanya merujuk pada pemikiran bahwa seseorang mempunyai kewajiban moral dalam situasi tertentu yang jika tidak ditaatinya maka akan diberikan hukuman. Masyarakat umumnya beranggapan bahwa manusia bertanggung jawab atas tindakan mereka, dan akan mengatakan bahwa mereka layak mendapatkan pujian atau tuduhan atas apa yang mereka kerjakan. Seseorang itu bertanggung jawab bagi suatu peristiwa ketika orang itulah yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa.

3) Tanggung jawab sosial

Manusia dibebankan dengan tanggung jawab yang besar, sehingga manusia pun pasti bertanggung jawab kepada masyarakat di sekelilingnya. Manusia secara individual atau kumpulan seperti pemerintah, perusahaan, organisasi mempunyai tanggung jawab kepada masyarakat. Tanggung jawab ini dapat saja bersifat negatif yang berarti tidak adanya tuduhan yang memberatkan, ataupun bersifat positif yang berarti terdapatnya tanggung jawab untuk bertindak baik (sikap proaktif). Tanggung jawab sosial bukan hanya masalah memberi atau tidak membuat kerugian kepada masyarakat, tetapi tanggung jawab sosial itu dapat juga merupakan sifat-sifat yang kita perlu dikendalikan dalam hubungannya dengan orang lain.

(4)

terhadap tugas-tugas atau hal-hal yang menyangkut dengan dirinya ataupun orang lain dalam bentuk tindakan, perbuatan, atau sejenisnya. c. Tanggung Jawab Siswa di Sekolah

Lingkungan pendidikan formal seperti sekolah merupakan salah satu tempat yang mempunyai peran penting dalam pembentukan perilaku tanggung jawab seseorang. Sadulloh (2010: 197) berpendapat bahwa pendidikan di sekolah merupakan proses pembelajaran yang merupakan serangkaian kegiatan yang memungkinkan terjadinya perubahan struktur atau pola tingkah laku seseorang dalam kemampuan kognitif, afektif dan keterampilan yang selaras, seimbang dan bersama-sama turut serta meningkatkan kesejahteraan sosial.

Tanggung jawab dalam lingkungan sekolah dapat berkaitan dengan peraturan tata tertib sekolah, jadwal piket kelas, menjaga kebersihan lingkungan sekolah, melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru, dan mengerjakan tugas-tugas termasuk Pekerjaan Rumah (PR). Peraturan tata tertib di sekolah merupakan hal penting pertama yang dapat diterapkan untuk menumbuhkan perilaku tanggung jawab siswa, seperti pernyataan yang dijelaskan oleh Sukadi (2006: 97) yang menyatakan bahwa keterlibatan siswa dalam pembuatan aturan akan memungkinkan mereka merasa bertanggung jawab untuk menaatinya.

(5)

menciptakan kondisi dan suasana belajar agar mampu menumbuhkan kedisiplinan siswa serta tanggung jawab terhadap setiap tindakan yang mereka lakukan di wilayah sekolah.

d. Indikator Tanggung Jawab

Tanggung jawab itu dapat bersifat secara langsung atau tidak langsung. Tanggung jawab yang besifat langsung ialah apabila si pelaku sendiri bertanggung jawab atas perbuatannya, biasanya akan terjadi demikian, tetapi kadang-kadang orang bertanggung jawab secara tidak langsung (Bertens, 2007: 126-127).

Mustari (2014: 25) menyatakan bahwa indikator seseorang bertanggung jawab adalah :

1) Memilih jalan lurus

2) Selalu memajukan diri sendiri 3) Menjaga kehormatan diri 4) Selalu waspada

5) Memiliki komitmen pada tugas

6) Melakukan tugas dengan standar yang terbaik 7) Mengakui semua perbuatannya

8) Menepati janji

9) Berani menanggung resiko atau tindakan dan ucapannya

(6)

e. Ruang Lingkup Tanggung Jawab

Tanggung jawab bukan hanya dapat diterapkan untuk pribadi atau bertanggung jawab atas dirinya sendiri, tetapi juga harus membiasakan untuk bertanggung jawab terhadap pihak-pihak lain di luar kita, sehingga pihak-pihak yang berhubungan dengan kita tidak dirugikan dan mereka bahkan diuntungkan oleh sikap kita yang bertanggung jawab (Mustari, 2014: 25)

Tanggung jawab dapat dilakukan dalam berbagai aktivitas atau kegiatan-kegiatan yang menuntut adanya suatu tindakan tanggung jawab. Sukanto (Mustari, 2014: 20) memaparkan tanggung jawab yang pasti ada pada diri manusia yaitu:

1) Tanggung jawab kepada tuhan yang telah memberikan kehidupan dengan cara takut kepada-Nya, bersyukur, dan memohon petunjuk.

2) Tanggung jawab untuk membela diri dari ancaman, siksaan, penindasan dan perlakuan kejam dari mana pun datangnya.

3) Tanggung jawab diri dari kerakusan ekonomi yang berlebihan dalam mencari nafkah, ataupun sebaliknya, dari bersifat kekurangan ekonomi.

4) Tanggung jawab terhadap anak, suami/istri, dan keluarga. 5) Tanggung jawab sosial kepada masyarakat sekitar

6) Tanggung jawab berpikir, tidak perlu mesti meniru orang lain dan menyetujui pendapat umum atau patuh secara membuta terhadap nilai-nilai tradisi, menyaring segala informasi untuk dipilih, mana yang berguna dan mana yang merugikan.

7) Tanggung jawab dalam memelihara hidup dan kehidupan, termasuk kelestarian lingkungan hidup dari berbagai bentuk pencemaran.

(7)

seperti melaksanakan perintah Tuhan merupakan tindakan yang berdasarkan atas hati nurani atau kepercayaan, sedangkan tindakan tanggung jawab terhadap suatu negara, sekolah, ataupun masyarakat didasari atas adanya suatu peraturan yang telah disepakati bersama, namun kecintaan terhadap suatu negara atau lingkungan masyarakat juga dapat menumbuhkan tanggung jawab yang berdasarkan atas hati nurani untuk melakukan suatu tindakan yang dapat memengaruhi dan berkonstribusi dalam menuju suatu perkembangan dan kemajuan.

2. Pekerjaan Rumah

a. Pengertian Pekerjaan Rumah

(8)

dengan berkelompok sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman yang diharapkan oleh guru.

PR merupakan suatu strategi dalam memberikan tugas individu atau kelompok yang diberikan oleh guru kepada siswa untuk dikerjakan di luar jam sekolah dalam rangka untuk mengembangkan kemandirian, tanggung jawab, serta menambah pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang telah dipelajari ataupun yang akan dipelajari.

b. Jenis-jenis Pekerjaan Rumah

PR yang lazim diberikan guru kepada siswa, umumnya terdapat dua jenis (Dadang, 2007: 14) yaitu:

1) PR yang membahas pelajaran yang telah diberikan

PR ini memiliki tujuan yaitu untuk melatih daya ingat dan pemahaman siswa terhadap materi yang telah dijelaskan oleh guru serta dapat mengukur kemampuan siswa tentang materi yang telah diajarkan.

2) PR yang berkaitan dengan pelajaran yang belum diajarkan PR ini berfungsi untuk membuat anak aktif mencari jawaban atau pengetahuan secara mandiri dan dapat merangsang siswa untuk belajar materi selanjutnya.

(9)

c. Dampak Pemberian Pekerjaan Rumah bagi Siswa

Dampak yang ditimbulkan dari pemberian PR ini terbagi menjadi dua yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dari PR ditunjukkan dalam sebuah penelitian yaitu bahwa jika anak dengan kemampuan rendah mengerjakan PR selama satu sampai tiga jam tiap minggunya, maka nilai mereka akan sama tingginya dengan tingkat kemampuan rata-rata yang tidak mengerjakan PR, selain itu riset juga menunjukkan bahwa jika anak dengan tingkat kemampuan rata-rata mengerjakan PR selama tiga sampai lima jam seminggu, maka nilai mereka biasanya akan sama dengan siswa dengan tingkat

kemampuan tinggi yang tidak mengerjakan PR (Lickona, 2013: 284-285).

Pendapat lainnya dikemukakan oleh Cooper (1989: 86) yang menyatakan beberapa dampak positif dari PR yaitu sebagai berikut:

1) Prestasi belajar yang meliputi:

a. Memiliki pengetahuan yang lebih baik berdasarkan fakta yang sebenarnya.

b. Meningkatkan pemahaman.

c. Berpikir kritis, pembentukan konsep, proses informasi menjadi lebih baik.

2) Pengaruh akademik jangka panjang meliputi: a. Kemauan belajar selama ada waktu luang. b. Meningkatkan sikap terhadap sekolah.

c. Kebiasaan dan keterampilan belajar menjadi lebih baik. 3) Pengaruh Non akademik meliputi:

a. Pengarahan diri menjadi lebih baik b. Disiplin diri lebih baik

c. Lebih baik dalam mengatur waktu d. Rasa ingin tahu yang lebih

(10)

Cooper (1989: 86) juga menambahkan dampak negatif dari pemberian PR ini yaitu sebagai berikut:

1) Jenuh

a. Kehilangan atau tidak sesuai dengan minat dalam materi akademik.

b. Kelelahan fisik dan emosional 2) Menolak akses untuk waktu senggang 3) Campur tangan orangtua

a. Tekanan untuk melengkapi tugas atau PR dan menunjukkan hasil yang baik

b. Kebingungan dengan teknik perintah yang diberikan 4) Menipu atau curang

a. Menyalin dari siswa yang lain

b. Dibantu oleh pembimbing atau guru pribadi

PR memiliki peran dan pengaruh yang beragam terhadap perkembangan siswa, jika PR diberikan sesuai dengan prosedur yang benar dan tidak memberatkan siswa maka itu akan memiliki pengaruh yang positif bagi siswa, tetapi apabila prosedur yang dilakukan tidak sesuai dan dirasa membebankan siswa terlalu besar maka yang akan dihasilkan adalah dampak negatif untuk siswa itu sendiri, maka dari itu guru selaku orang yang memberikan PR dan seseorang yang paling memahami karakter setiap siswa di sekolah harus lebih memahami jenis PR yang akan diberikan untuk siswa, agar PR dapat berjalan sesuai fungsinya.

d. Pekerjaan Rumah dan Peran Orangtua atau Keluarga

Soelaeman (Shochib, 2010: 18) menjelaskan bahwa keluarga dapat dikatakan “utuh” apabila di samping lengkap anggotanya, juga

(11)

kualitas dan intensitas hubungan sehingga ketiadaan ayah atau ibu di rumah tetap dirasakan kehadirannya dan dihayati secara psikologis, ini diperlukan agar pengaruh, arahan, bimbingan, dan sistem nilai yang direalisasikan orangtua senantiasa tetap dihormati, mewarnai sikap dan pola perilaku anak-anaknya. Kewajiban orangtua adalah dengan selalu mengikuti perkembangan dunia pendidikan dan sekaligus menemukan cara untuk belajar sesi belajar positif seperti mendemonstrasikan materi ke dalam bentuk indera sensorik utamanya (visual, auditori, atau kinestetik), dukunglah saat anak berhasil memahaminya, jangan frustasi dan jangan membuat anak merasa malas atau bodoh ketika dia tidak mengerti (Ireland, 2003: 174).

Fungsi PR seharusnya menjadi pertalian antara sekolah dengan orangtua untuk bersama-sama mendampingi proses belajar anak, sehingga orangtua diharapkan perannya untuk mengkondisikan suasana rumah atau menemani anaknya belajar, tetapi bukan berarti orangtua harus memanjakan anaknya, ketika diberi PR maka yang mengerjakannya adalah orangtua (Dadang, 2007:11).

Peran orangtua dalam membantu anak untuk mengerjakan PR dapat melalui beberapa cara, seperti yang dikemukakan oleh Dadang (2007: 61) berikut ini:

1) Mulailah dengan mengajarinya untuk belajar membuat PR secara teratur, dan rutin.

2) Tanamkanlah dalam diri anak bahwa kegiatan belajar adalah sesuatu yang perlu diprioritaskan dalam kegiatan sehari-hari.

(12)

4) Jika orangtua melihat anaknya kesulitan dalam mengerjakan PR, jangan ragu untuk membantunya.

Orangtua memiliki peran yang harus diperhatikan dalam membimbing anak di rumah jika siswa memiliki PR. Peran orangtua adalah sebagai fasilitator terhadap tugas-tugas yang diberikan oleh guru kepada siswa dalam bentuk PR ataupun tugas lainnya. Orangtua sebaiknya menghindari untuk lebih terlibat lebih dalam menyelesaikan PR, misalnya seperti memberikan jawaban terhadap soal-soal yang ditugaskan guru, menyelesaikan tugas yang seharusnya diselesaikan oleh siswa, dan memanjakan anak dalam menyelesaikan PR. Orangtua yang baik ialah orangtua yang memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan kreativitasnya dengan selalu mendampinginya setiap saat dan lebih tanggap jika anak mengalami kesulitan atau menyimpang dari hal-hal yang tidak semestinya.

e. Manfaat Pekerjaan Rumah

(13)

meningkatkan apresiasi terhadap pendidikan dan memungkinkan untuk mengekspresikan sikap positif terhadap prestasi anak-anak mereka.

Pendapat lainnya dijelaskan oleh Dadang (2007: 40-44) bahwa terdapat beberapa manfaat PR antara lain :

1) Tanggung Jawab

Pekerjaan rumah dapat mengajari banyak hal kepada anak tentang pentingnya melaksanakan dan menyelesaikan amanah atau tanggung jawab yang diberikan kepada anak. 2) Kemandirian

PR akan mengarahkan siswa untuk belajar menyelesaikan apa yang menjadi tugasnya, dan hal ini akan mendorong self direction pada siswa.

3) Manajemen Waktu

PR secara tidak langsung akan mengarahkan siswa untuk dapat belajar bagaimana mengelola waktu.

4) Kepercayaan Diri

PR memberikan kepercayaan diri kepada setiap siswa pada saat mereka berhasil menyelesaikannya.

5) Problem Solving

Anak akan dituntut untuk dapat menyelesaikan masalahnya tersebut dengan cara yang dimengerti anak.

(14)

f. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pekerjaan Rumah

Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan anak meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri sedangkan faktor eksternal berada di luar anak. Faktor internal merupakan segala sifat dan kecakapan yang dimiliki atau dikuasai individu dalam perkembangannya, diperoleh dari hasil keturunan atau karena interaksi keturunan dengan lingkungan, sedangkan faktor eksternal yaitu segala

hal yang diterima individu dari lingkungannya (Sukamadinata, 2009: 44).

Faktor internal terdiri dari faktor jasmaniah yang dapat berupa penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya, sedangkan faktor lainnya yang tergolong faktor internal ialah faktor psikologis yang biasanya berupa motivasi, emosi, minat, sikap, kebiasaan dan penyesuaian diri (Ahmadi & Widodo Supriyono, 2013: 138 ).

Dadang (2007: 21-25) mengutarakan beberapa pendapat tentang faktor-faktor yang memengaruhi siswa dalam menyelesaikan PR, yaitu sebagai berikut:

1) Minat

Minat ini biasanya berkaitan dengan motivasi yang dimiliki oleh seseorang. Motivasi yang baik akan menghasilkan minat yang baik pula, sehingga untuk menyelesaikan PR membutuhkan motivasi yang besar untuk menumbuhkan minat dalam dirinya dan peran minat ini termasuk dalam wilayah faktor internal siswa.

2) Dukungan Sosial

(15)

atau dapat disebut juga faktor eksternal. Dukungan sosial ini dapat diperoleh dari orang-orang yang paling dekat dengan siswa, yaitu guru, orangtua, orang dewasa dan teman sebaya.

3) Kondisi Fisik

Kondisi fisik merupakan faktor yang dihasilkan dari dalam diri siswa. Fisik yang tidak kondusif seperti lelah dan mudah mengantuk merupakan penyebab siswa tidak optimal dalam mengerjakan PR. Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa kapasitas mental anak menentukan prestasi belajarnya, selain itu juga terdapat hubungan yang erat antara prestasi belajar dan pertumbuhan atau tingkat kematangan anak (Mustaqim & Abdul Wahib, 2010: 30). 4) Pola Kebiasaan Belajar

Siswa yang mampu menyelesaikan PR dengan baik cenderung memiliki pola belajar yang baik, artinya apabila sejak dini siswa sudah diterapkan pola-pola belajar yang baik maka akan berpengaruh terhadap kemandirian dan tanggung jawabnya terhadap tugas-tugas yang diberikan oleh guru, karena belajar dengan pola yang baik adalah mampu mengatur waktu yang tersedia dengan sedemikian rupa yang dapat menyelesiakan tugas-tugasnya dengan maksimal.

Beberapa penekanan penting mengenai PR juga diuraikan dalam sebuah penelitian “Classroom Instruction That Works dan The First Days of School” (Spenger, 2011: 101) antara lain:

1) PR harus dibuat berdasarkan materi yang siswa telah mengetahuinya.

2) PR dapat ditugaskan untuk elaborasi hal yang telah dipelajari siswa.

3) PR diberikan petunjuk yang jelas untuk siswa.

4) Tentukan dan sampaikan dengan jelas tujuan PR yang diberikan.

5) PR diberi penguatan dengan berbagai umpan balik.

(16)

dan guru di sekolah akan menghasilkan kepribadian dari seorang anak. Kepribadian yang dibentuk akan menyesuaikan dari pemberian stimulasi dan bimbingan yang anak peroleh baik pada saat di rumah atau di sekolah.

3. Strategi Mengendalikan Siswa a. Pengendalian Siswa

Siswa merupakan salah satu tugas pokok guru. Guru yang tidak mampu mengendalikan siswa, sulit untuk mencapai efektivitas pembelajaran, maka diperlukan suatu bentuk pengendalian yang dapat mengatur siswa supaya menjadi lebih baik, seperti yang di jelaskan oleh Sukadi (2006: 96) sebagai berikut:

1) Membuat aturan

Kelas yang tidak memiliki aturan, siswanya tidak akan terkendali dan proses pembelajaran akan terganggu. Seorang guru memiliki wewenang untuk membuat aturan demi terciptanya efektivitas pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam pembuatan aturan akan memungkinkan mereka merasa bertanggung jawab menaatinya. Aturan juga hendaknya dibuat secara tepat rupa sehingga jelas, spesifik, dan dapat dipahami siswa.

2) Perintah dan larangan langsung

Perintah dan larangan langsung dari guru menjadi efektif sebagai alat untuk mengendalikan siswa, maka perintah itu harus diiringi dengan alasannya. Gaya dan cara memerintah serta melarang pun sangat berpengaruh, oleh sebab itu, jangan melarang dan memerintahkan sesuatu di depan umum, kecuali perintah dan larangan yang umum sifatnya, seperti menyuruh menjawab soal dan larangan membuat keributan di dalam kelas.

3) Perjanjian

(17)

dikerjakan dirumuskan secara realistis, demikian pula konsekuensinya harus sebanding.

4) Pengendalian secara fisik

Metode ini hanya digunakan apabila segala teknik lain untuk memengaruhi siswa mengalami kegagalan. Paksaan fisik bukan dimaksudkan untuk menyakiti fisik siswa, melainkan suatu pencegahan agar siswa lain tidak berbuat hal-hal yang berbahaya dan merusakkan. Perbedaan 5) Bimbingan dan Motivasi

Pengendalian siswa dapat juga dengan pemberian bimbingan dan motivasi siswa. Semua siswa memiliki latar belakang dan kemampuan yang tidak sama, ada kalanya terdapat siswa yang membutuhkan bantuan guru, baik secara akademis maupun psikologis sehingga guru harus mampu memainkan perannya sebagai konselor yang diharapkan mampu membuka diri terhadap siswanya yang

akan melakukan bimbingan dan konseling (Sukadi, 2006: 32-33). Guru harus pandai dan memiliki

kemampuan untuk mengarahkan siswa agar dapat memahami permasalahannya sekaligus mengatasinya. Motivasi diistilahkan sebagai ungkapan tingkah laku yang giat dan diarahkan untuk mencapai tujuan (Sukadi, 2006: 37). Guru sebagai motivator memiliki tanggung jawab membangun motivasi siswa. Untuk membangun motivasi internal, guru dituntut mampu menciptakan kebutuhan belajar dalam diri siswa, sedangkan pada motivasi eksternal guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif.

(18)

pengendalian siswa akan memudahkan dalam mengatur siswa sekaligus membuat lebih efektif.

b. Cara Menjadikan Anak Lebih Bertanggung Jawab

Mendidik anak untuk dapat memiliki tanggung jawab yang baik sebaiknya dilakukan sejak dini. Strategi untuk menjadikan anak lebih bertanggung jawab telah dijelaskan oleh Muslich (2011: 180) tentang bagaimana mendidik anak untuk lebih bertanggung jawab dan peduli terhadap sesama, berikut adalah tujuh cara mencapai tujuan tersebut :

1) Memulai Pada Saat Anak Masih Kecil

Anak dapat lebih diberikan kepercayaan dan semangat melalui sesuatu yang kreatif yang biasa dikerjakan sejak dini oleh anak, kemudian memberinya penghargaan guna meningkakan harga dirinya.

2) Jangan Menolong dengan Hadiah

Anak harus diajari untuk membangun keinginannya untuk

membantu tanpa melalui hadiah sehingga muncul rasa empati dalam diri anak.

3) Konsekuensi Alamiah Menyelesaikan Kesalahan Anak Tujuan utama dalam mendidik anak menuju kedewasaanya adalah mengajarkan anak untuk menjadi anak yang baik, anak yang bertanggung jawab. Ketika anak membuat kesalahan, biarkanlah anak untuk belajar bertanggung jawab terhadap perilaku dan kesalahannya. 4) Ketahui Ketika Anak Berprilaku Bertanggung Jawab

Setiap orang menyukai pengakuan, ketika anak berperilaku yang dianggapnya pantas maka berilah semangat kepadanya untuk melakukan perilaku tersebut di kemudian hari.

5) Tanggung Jawab sebagai Sebuah Nilai dalam Keluarga Diskusiakan tentang tanggung jawab dengan anak, biarkan anak mengetahui sesuatu yang bernilai, biarkan anak melihat perilaku bertanggung jawab, dan anak akan belajar banyak hal dari apa yang dilakukan dari pada apa yang mereka dengar.

(19)

Anak diberikan kesempatan untuk mengambil keputusan dengan apa yang ia miliki. Anak akan membuat kesalahan, tetapi jangan menghentikan pemberian kesempatan kepada anak, ini bertujuan agar anak memperoleh pelajaran tentang apa yang akan terjadi jika anak melakukan kesalahan.

7) Berikan Kepercayaan pada Anak

Kepercayaan diberikan kepada anak dengan membiarkannya untuk memahami setiap instruksi yang diberikan, yakinlah bahwa anak mampu menjaga komitmen dan berprilaku tanggung jawab maka anak akan menjadi pribadi yang bertanggung jawab.

Pembentukan perilaku tanggung jawab anak atau siswa dapat melalui berbagai macam strategi yang telah disesuaikan dengan perkembangan anak, akan tetapi strategi tersebut tidak ada artinya jika tidak diaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah, masyarakat, ataupun dalam lingkungan keluarga. Orang dewasalah yang paling bertanggung jawab terhadap pembentukkan perilaku anak, jika di sekolah ada seorang guru sebagai pendidik maka di keluarga ada orangtua dan anggota keluarga lainnya yang masing-masing memiliki peran untuk menjadikan anak memiliki perilaku yang baik terutama dalam bertanggung jawab.

c. Strategi Mengendalikan Pekerjaan Rumah

(20)

kurikulum), hal itu dapat disesuaikan untuk masing-masing siswa atau seluruh kelas, dan mereka dapat bersifat tugas individu atau sebagai tugas kelompok, selain itu guru juga dapat mengambil jumlah yang bervariasi dari waktu dan usaha untuk menyiapkan sebuah tugas (Cooper, 1989: 87). Pendapat lainnya diterangkan oleh Rusydie (2012: 128) yaitu pemberian PR atau tugas sebaiknya dilakukan dengan melalui pertanyaan atau langkah-langkah yang sederhana dan sekiranya dapat dipahami dengan mudah oleh siswa yang bersangkutan, hal ini secara perlahan-lahan akan membantu mereka menyenangi pekerjaan dan memperbaiki konsentrasniya.

Lickona (2013: 285-295) memiliki beberapa strategi dalam menerapkan PR yang telah digunakan oleh guru-guru dengan tingkat keberhasilan sedang sampai tinggi, beriktut strateginya :

1) Siswa boleh pulang kalau sudah mengumpulkan PR (yang sudah selesai dikerjakan). Tujuannya agar anak-anak tidak melepaskan tanggung jawabnya dari tugas.

2) Hari menyusul sepulang sekolah, yaitu dengan ditentukannya hari-hari yang akan digunakan oleh siswa sebagai susulan/perbaikan untuk mengerjakan PR, ini berlaku bagi siswa yang tidak mengerjakannya dan tidak boleh pulang jika PR belum selesai.

3) Mendasarkan kuis pada PR yang sebelumnya telah diberikan. PR ini digunakan sebagai acuan agar siswa lebih giat dalam mengerjakan PR yang akan membantu mereka pada saat diadakan kuis atau ulangan.

4) Mendiskusikan PR yaitu dengan guru mempersiapkan pengajaran tertulis dan mendikusikan sebuah tugas bersama kelas, riset menunjukkan bahwa siswa lebih terpacu mengerjakan PR dengan serius dibandingkan jika PR tersebut hanya diumumkan saja. 5) Memeriksa PR secara langsung akan membuat siswa lebih

terpacu dalam menyelesaikan tugas di luar kelas.

(21)

mengerjakan tugas, sehingga memberikan cukup yang waktu bagi mereka untuk melakukannya dengan kemampuan terbaik.

7) Memberi nilai secara langsung untuk setiap PR, ini bertujuan agar siswa lebih termotivasi untuk mendapatkan nilai yang terbaik dan lebih rajin untuk mengerjakan PR.

8) Membuat grafik nilai untuk setiap siswa dengan memasukan nilai-nilai pribadi mereka ke dalam grafik, kemudian setiap minggu akan diumumkan hasil nilai siswa yang telah terkumpul. 9) Mengajarkan sebuah sistem dengan mengharuskan siswa untuk

memiliki buku catatan berisi daftar tugas, tanggal pengumpulan, dan waktu yang dihabiskan untuk mengerjakan tugas.

10) Insentif kelas yaitu dengan membuat suatu kebijakan jika semua anak mengumpulkan PR, seluruh kelas mendapat satu bintang, jika terkumpul 20 bintang maka akan diadakan suatu kegiatan yang menyenangkan bagi siswa.

11) Kelompok PR kooperatif yaitu dengan membentuk kelompok kerja atau PR yang dapat membantu mereka untuk bekerjasama dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

12) Mengadakan rapat kelas dengan temanya adalah PR. PR sangat menarik untuk dijadikan pembahasan di dalam kelas dan didiskusikan secara bersama-sama.

Tugas yang baik adalah tugas yang efektif mampu meningkatkan pemahaman siswa, begitu pula dengan tugas PR yang harus lebih efektif dan bermakna bagi siswa. Penelitian berjudul Qualities of Effective Teachers, Stronge (Spenger, 2011:102)

mengatakan bahwa jumlah PR bukanlah hal yang terpenting, namun yang penting adalah kualitas, selain itu PR lebih efektif dalam memengaruhi pencapaian siswa saat PR itu dinilai dan didiskusikan dalam kelas.

Dadang (2007: 69) mengutarakan beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh guru untuk membuat PR menjadi lebih efektif, yaitu sebagai berikut:

(22)

2) Siswa didorong untuk memulai mengerjakan PR di akhir kelas

3) Penghargaan diberikan kepada siswa yang mampu menyelesaikan PR secara paripurna dalam seminggu 4) Sebuah map khusus PR untuk absensi siswa

5) Siswa mengisi formulir PR yang tidak mengerjakan PR 6) Tunjuk teman yang lain sebagai mitra

7) Peninjauan banyaknya PR

Guru yang peduli terhadap kemungkinan adanya gangguan belajar, perilaku, atau emosi anak yang membutuhkan perlakuan khusus di luar sekolah adalah guru yang melibatkan orangtua siswa, dalam menjaga hubungan dan perasaan orangtua, guru hendaknya memberi tahu mereka bahwa konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihan anak pada solusi untuk menyelesaikan masalahnya akan selalu dipantau di sekolah, selain itu kerjasama guru-orangtua ini juga akan menimbulkan rasa percaya diri pada orangtua karena mereka memperoleh dukungan dari guru (Petersen, 2004: 158).

(23)

orangtua merasa nyaman untuk sekedar mengangkat telepon ketika ada informasi yang harus disampaikan (Karin Ireland, 2003: 149).

Berbagai macam strategi dapat diterapkan dalam pemberian PR. Strategi tersebut mempunyai karaktersitik yang berbeda, hal itu disesuaikan dengan jenis pembelajaran yang terdapat dalam kelas. PR yang efektif adalah PR yang mampu membangkitkan semangat siswa serta tidak membebankan siswa yang berlebihan. PR akan memberikan peran dan konstribusinya yaitu terhadap perkembangan siswa untuk lebih mandiri dan bertanggung jawab serta menambah pemahaman materi belajar yang maksimal. Peran gurulah yang sangat menentukan apakah strategi tersebut akan efektif atau sebaliknya, karena pada dasarnya seorang guru lebih menguasai kelas dan memahami karakteristik setiap siswa.

d. Hukuman dan Penghargaan

(24)

penghargaan dari seorang guru. Siswa merasa guru mereka tidak menghormati dan mengapresiasi keseriusan mereka dalam mengerjakan PR, untuk itu guru harus konsisten terhadap tugas yang diberikan kepada muridnya dengan meluangkan waktu untuk mengoreksi PR yang dikerjakan murid, jika kesibukannya padat ia harus menggunakan cara jitu untuk mengoreksi, apakah dengan mengoreksi secara masal di kelas, atau dengan cara lain, yang penting, PR murid dapat dikoreksi dengan benar dan berpengaruh dalam nilai rapor (Asmani, 2014 :106).

Hukuman dan Penghargaan dapat diberikan kepada siswa, akan tetapi ke dua hal tersebut akan lebih baik jika seorang guru lebih memahami prosedur-prosedur dalam memberikan sebuah hukuman dan penghargaan. Hukuman yang diberikan tanpa memerhatikan kaidah-kaidah penjatuhan hukuman, dapat menyebabkan siswa kurang percaya diri, kreativitasnya terhambat, perkembangan jiwanya terganggu, bahkan dapat mengakibatkan mereka bersikap kasar dan sadis terhadap orang lain (Sukadi, 2006: 123-124).

Hukuman ialah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orangtua, guru, dan sebagainya) sesudah terjadi suatu pelanggaran, kejahatan atau kesalahan, sedangkan penghargaan merupakan salah satu alat pendidikan untuk mendidik anak-anak supaya anak dapat merasa senang karena

(25)

apa yang tidak boleh dilakukan, (Clarizio dalam Djiwandono, 2006: 144). Penghargaan adalah rangsangan hadiah berupa nilai plus satu pada nilai akhir yang dapat mengarahkan dan mengendalikan sikap dan perilaku siswa (Sukadi, 2006: 105)

Kesimpulannya ialah bahwa hukuman merupakan suatu sanksi yang dibebankan oleh guru kepada seorang siswa untuk mengendalikan perilaku yang tidak sesuai dan menyimpang dari yang seharusnya, sedangkan penghargaan merupakan apresiasi yang diberikan oleh guru atas hasil yang telah dicapai oleh seorang siswa yang dapat berupa hadiah, pujian, dan nilai tambahan dalam proses pendidikan di sekolah.

1) Penghargaan

Purwanto (2011: 184) menjelaskan beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam memberikan penghargaan oleh pendidik:

a. Guru harus benar-benar mengenal muridnya dan tahu menghargai dengan tepat. Penghargaan yang salah dan tidak tepat dapat membawa akibat yang tidak diinginkan.

b. Penghargaan sebaiknya mengindari rasa cemburu dan iri hati bagi anak lain yang merasa pekerjaannya juga lebih baik, tetapi tidak mendapatkan penghargaan. c. Penghargaan hendaknya hemat, sering memberikan

penghargaan akan menjadi hilang arti penghargaan itu sebagai alat pendidikan.

(26)

kesukaran-kesukaran bagi beberapa orang anak yang kurang pandai.

e. Berhati-hati dalam memberikan penghargaan, jangan sampai penghargaan yang diberikan kepada anak-anak diterimanya sebagai upah dan jerih payah yang telah dilakukannya.

Pemberian penghargaan yang diberikan kepada siswa tidak boleh asal diterapkan, tetapi harus disesuaikan dengan perkembangan dari siswa itu sendiri dan harus dilakukan oleh orang profesional yang tentunya sudah memenuhi syarat dan memiliki keahlian atau kemampuan khusus dalam bidangnya, seperti seorang guru yang lebih memahami setiap karakteristik siswanya di sekolah untuk dapat menerapkan sebuah penghargaan.

Sukadi (2006: 107-109) memiliki beberapa cara untuk memberikan penghargaan yang efektif kepada siswa. Berikut ini cara yang dapat dilakukan:

a. Penghargaan hanya akan efektif dan mengenai sasaran apabila dikaitkan langsung dengan perilaku tertentu. Acuan pertama dalam memberikan penghargaan adalah mengaitkan penghargaan dengan perilaku tertentu yang kita inginkan.

b. Penghargaan akan efektif apabila diberikan segera setelah perilaku baik dikerjakan. Penghargaan yang ditunda-tunda tidak akan efektif.

c. Penghargaan dalam segala bentuk sebaiknya diberukan secara ikhlas. Pemberian penghargaan yang tidak ikhlas akan terasa sebagai ejekan atau hinaan.

d. Publikasikan penghargaan di depan umum, karena pemberian yang dipublikasikan dapat memperkokoh keyakian siswa. Mereka akan merasa terhormat dan dihargai teman-temannya.

(27)

diberikan secara variasi akan terasa efektif daripada penghargaan yang diberikan secara monoton, itu-itu saja.

Cowley (2011: 106-108) juga memiliki beberapa hal penting dalam pemberian penghargaan kepada siswa, antara lain:

a. Penghargaan harus yang diinginkan

b. Jangan menyuap mereka, tetapi kejutkan mereka c. Berikan penghargaan sesuai dengan usia siswa

d. Membuat mereka berusaha untuk mendapatkan penghargaan

e. Menyesuaikan penghargaan dengan tiap siswa f. Penghargaan memiliki batas waktu

g. Berikan penghargaan kepada semua siswa h. Penghargaan harus bersifat personal

Penerapan strategi perlu diperhatikan dalam memberikan penghargaan kepada siswa supaya lebih efektif. Setiap strategi memiliki karakteristik dan tujuannya masing-masing. Peran guru di sini sangatlah berpengaruh terhadap motivasi yang diperoleh oleh siswa dalam bentuk penghargaan. Penghargaan yang baik akan menjadi acuan dan mendorong siswa untuk menjadi lebih giat lagi dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan.

2) Hukuman

Sukadi (2006: 125) menjelaskan bahwa secara garis besar, ada tiga bentuk hukuman yang dapat diberikan kepada siswa, yaitu :

a. Membuat siswa melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan (restitusi).

b. Mencabut kegemaran atau kesempatan anak yang dimiliki siswa (deprivasi).

(28)

Dr. Charles Schaefer (Sukadi, 2006: 126-132) memiliki beberapa pedoman yang harus diperhatikan dalam memberikan hukuman kepada siswa, yaitu sebagai berikut:

a. Jelas dan Terang

b. Menunjukkan Alternatif yang Dapat Diterima c. Mencela Tingkah Laku, Bukan Mencela Anak d. Konsisten

e. Kumpulkan Semua Fakta f. Melakukan Secepatnya g. Melibatkan Anak h. Tenang dan Objektif i. Adil

j. Hindari Hukuman Ganda k. Lakukan Secara Pribadi l. Layak

m. Kehangatan

Hukuman yang diberikan kepada siswa dapat menimbulkan berbagai dampak negatif dan postitif yang akan memengaruhi perkembangan siswa, maka dari itu guru sebagai pendidik memerlukan pemahaman dan perhatian lebih kepada setiap hukuman yang akan diberikan kepada siswa, apakah hukuman sudah sesuai dengan kaidah-kaidah atau pedoman yang benar dan apakah hukuman tersebut dapat menimbulkan dampak yang positif bagi siswa atau sebaliknya.

(29)

hukuman harus bersifat mendidik bagi siswa dan dapat mencakup beberapa syarat penting seperti berikut ini:

a. Setiap hukuman hendaknya dipertanggungjawabkan dan tidak boleh sewenang-wenang.

b. Hukuman hendaknya bersfiat memperbaiki dan harus memiliki nilai mendidik (normatif).

c. Hukuman tidak boleh bersifat ancaman atau pembalasan dendam yang bersifat perseorangan.

d. Jangan menghukum pada saat kita marah, karena kemungkinan besar hukuman tersebut tidak adil atau terlalu berat.

e. Setiap hukuman harus diberikan dengan sadar dan sudah dipertimbangkan dan diperhitungkan terlebih dahulu.

f. Hukuman hendaknya dapat dirasakannya sendiri oleh anak sebagai kedukaan atau penderitaan sebenarnya. g. Jangan melakukan hukuman badan karena memang

hukuman badan dilarang oleh negara.

h. Hukuman tidak boleh merusak hubungan baik antara si pendidik dengan anak didiknya.

i. Adanya kesanggupan memberi maaf dari si pendidik, sesudah menjatuhkan hukuman dan setelah anak itu menginsafi kesalahannya.

(30)

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian oleh Suparman, Rochmiyati, dan Sugiyanto (2015: 10), tentang “ Hubungan Peran Guru di Sekolah Dasar dengan Sikap Tanggung Jawab Siswa” menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan

signifikan antara peranan guru terhadap sikap tanggung jawab sosial siswa, artinya apabila peranan guru di sekolah dasar baik maka sikap tanggung jawab siswa di sekolah juga akan baik, sedangkan apabila peranan guru di sekolah dasar masih kurang baik maka sikap tanggung jawab siswa di sekolah akan kurang baik pula, hal itu berdasarkan pada nilai analisis item skor angket yang diperoleh dengan nilai rata-rata skor angket mengenai peranan guru sebesar 71,28 dapat dikatakan bahwa skor angket masuk dalam kategori sedang, sedangkan angket mengenai sikap tanggung jawab siswa diperoleh nilai rata-rata skor angket sebesar 73,160 dapat dikatakan bahwa skor angket masuk dalam kategori sedang. Penelitian tentang hubungan peran guru di sekolah dasar dengan sikap tanggung jawab siswa tersebut menjadi relevan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu tentang analisis sikap tanggung jawab siswa terhadap PR di sekolah dasar.

Penelitian oleh Bediana Ayu Widyaningrum (2014) tentang “Persepsi

(31)

Persepsi ke dua menyatakan bahwa PR matematika tidak penting dengan alasan soal yang sulit dan kemampuan siswa dalam memahami dan menyelesaikan tugas matematika yang terbatas. Hasil lainnya dari penelitian ini yaitu bahwa dukungan orangtua dan kebiasaan belajar yang teratur menjadi faktor penting yang berkonstribusi cukup signifikan terhadap keberhasilan siswa dalam menyelesaikan PR matematika.

Dua penelitian yang telah dijelaskan di atas membuktikan bahwa sikap tanggung jawab siswa di sekolah dasar dapat dikembangkan melalui peran guru di sekolah, sedangkan PR dapat memunculkan persepsi yang berbeda-beda serta pentingnya keterlibatan orangtua dan kebiasaan belajar yang teratur menjadi faktor penting dalam keberhasilan siswa dalam menyelesaikan PR. Penelitian ini akan berusaha lebih mendalami lagi tentang sikap tanggung jawab yang dimiliki oleh siswa terhadap PR di sekolah dasar, karena dalam proses penyelesaian PR ini sangat berkaitan dengan karakter tanggung jawab siswa dalam menyelesaikan tugas. Karakter tanggung jawab itulah yang harus selalu dikembangkan lagi karena sikap tanggung jawab siswa bukan hanya terhadap PR, tetapi dapat dilakukan dalam berbagai tugas dan kegiatan lainnya yang menuntut adanya sikap tanggung jawab.

C. Kerangka Berpikir

(32)

oleh guru dengan berbagai macam alasan, seperi malas, kurang kesadaran terhadap tugas, lupa, kurang aktif bertanya kepada teman, dan lain sebagainya. PR merupakan salah satu contoh pemberian tugas dari guru yang masih perlu dikaji lebih dalam lagi akan tanggung jawab siswa terhadap tugas tersebut. Guru perlu mengetahui bagaimana siswa bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas-tugasnya seperti PR ini, karena dalam menyelesaikan tugas-tugas semacam PR ini guru jarang mengetahui apakah mereka benar-benar mengerjakannya secara mandiri atau ada pihak lain yang ikut terlibat seperti anggota keluarga di rumah, oleh sebab itu pemahaman yang lebih akan tanggung jawab siswa terhadap PR harus lebih ditingkatkan lagi khususnya bagi pihak-pihak yang terkait

(33)

Gambar.2.1 Kerangka Berpikir Tanggung jawab siswa

terhadap tugas pekerjaan rumah (PR)

Tanggung jawab merupakan permasalahan yang perlu ditangani lebih lanjut lagi dengan

didukung dari hasil penelitian

Dilakukan penelitian kualitatif untuk mendeskripsikan permasalahan tanggung jawab

siswa terhadap tugas PR Hasil Penelitian

1. Mengidentifikasi bentuk tanggung jawab siswa terhadap PR 2. Mengetahui

faktor-faktor yang

memengaruhi tanggung jawab siswa terhadap tugas PR

Referensi

Dokumen terkait

Pemeriksaan data dilakukan dengan cara trianggulasi data dan trianggulasi metode, dengan model evaluasi yang digunakan adalah evaluasi model Context, Input, Process, Product

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian yang terkait dengan judul “ Pengaruh Gaya Hidup

Dalam hal tidak terdapat kekurangan, kekeliruan, keberatan, dan atau penolakan dari Pengusul, maka Kepala LPPM dan Ketua Pengusul dapat langsung menandatangai

Tata Usaha pada UPTD Tindak Darurat Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda Eselon

menunjukkan bahwa agresi pada anak dapat terbentuk karena setiap hari anak sering melihat dan menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga baik secara langsung atau

BAB IV, Setelah melihat dari latar belakang pada bab I, mengumpulkan teori-teori konflik yang dianggap relevan pada bab II dan mengumpulkan ayat-ayat yang akan menjadi bahan untuk

BAB II meliputi kajian pustaka yang berisi teori-teori yang terkait, dalam penelitian ini tentang konsep perkembangan bahasa anak usia dini, konsep kemampuan membaca anak

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat karunia-Nya, sehingga buku “KECAMATAN DALAM DATA TAHUN 2016” dapat diterbitkan secara keseluruhan