A. Pembelajaran Matematika
Menurut Mulyasa (2004) pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya sehingga terjadi perbedaan perilaku ke arah yang
lebih baik. Lie (2002: 5) berpendapat belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan siswa, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa.
Menurut Mulyono (2009) mengemukakan bahwa matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi
manusia, suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung,
dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika
merupakan suatu proses belajar mengajar terencana dan terprogram yang melibatkan guru matematika dengan menyusun suatu rancangan rencana pembelajaran, melaksanakan rancangan pembelajaran (activity), mengevaluasi
pembelajaran dan refleksi pembelajaran, dan melibatkan siswa berdasarkan kurikulum dengan segala interaksi dan proses komunikasi di dalamnya dengan
masalah serta mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan.
B. Komunikasi Matematika
1) Pengertian Komunikasi Matematis
Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin comunication yang berarti sama dalam hal ini berarti sama makna. Komunikasi juga diartikan
sebagai suatu proses penyampaian pesan dalam bentuk lambang, yang memiliki makna sebagai panduan pikiran serta perasaan berupa ide,
informasi, gagasan, harapan, imbauan, kepercayaan, baik secara tatap muka maupun secara tidak langsung (melalui media) dengan tujuan
mengubah sikap, pandanan dan perilaku (Effendi, 2006).
Komunikasi dalam matematika menolong guru memahami kemampuan siswa dalam menginterprestasi dan mengekspresikan
pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari. Bambang (2007) berpendapat bahwa komunikasi dalam
matematika merupakan kemampuan mendasar yang harus dimiliki pelaku dan pengguna matematika selama belajar mengajar dan meng-akses matematika. NCTM (2000) juga berpendapat tentang komunikasi
artinya komunikasi matematika merupakan kemampuan seseorang untuk
menggunakan kosakata, notasi, dan struktur matematika untuk menyatakan dan memahami ide-ide serta hubungan matematika.
NCTM (2000) menyatakan pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika, bahwa program pembelajaran matematika sekolah harus memberi kesempatan kepada siswa untuk:
a. Menyusun dan mengaitkan mathematical thinking mereka melalui komunikasi.
b. Mengkomunikasikan mathematical thinking mereka secara logis dan jelas kepada teman-temannya, guru, dan orang lain.
c. Menganalisis dan menilai mathematical thinking dan strategi yang dipakai orang lain.
d. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide
matematika secara benar.
Menurut Satriawati (2006) keseluruhan indikator kemampuan komunikasi matematika tersebut terangkum dalam 3 aspek yang meliputi :
Written text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri memuat model situasi atau persoalan menggunakan model
matematika dalam bentuk: lisan, tulisan, kongkrit, grafik dan aljabar, menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah di
yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa
sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.
Komunikasi merupakan bagian yang sangat penting pada
matematika dan pendidikan matematika. Komunikasi merupakan cara berbagi ide dan memperjelas pemahaman. Melalui komunikasi ide dapat dicerminkan, diperbaiki, didiskusikan, dan dikembangkan. Proses
komunikasi juga membantu membangun makna dan mempermanenkan ide dan proses komunikasi juga dapat mempublikasikan ide.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Kemampuan komunikasi matematika merupakan suatu cara bagi siswa untuk
mengkomunikasikan ide-ide, strategi maupun solusi matematika baik secara lisan (berbicara) maupun tertulis serta merefleksikan pemahaman tentang matematika sehingga siswa mampu memahami dan menggunakan
tata bahasa matematika serta mendeskripsikan informasi-informasi penting dari suatu wacana matematika, mengetahui informasi-informasi kultural
atau sosial dalam konteks permasalahan matematika, dan dapat menguraikan sandi/kode dalam pesan-pesan matematika.
Berdasarkan kajian diatas, maka peneliti menggunakan 3 indikator
tentang komunikasi matematika, yaitu :
menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah di
pelajari, mendengarkan, mendiskusikan dan menulis tentang matematika.
2. Drawing, yaitu merefleksikan benda- benda nyata, gambar, dan diagram kedalam ide-ide matematika dan sebaliknya.
3. Mathematical Expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.
C. Model Discovery Learning
1. Discovery Learning
Menurut Suryosubroto (2009) Penemuan (discovery) merupakan
suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan
siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
Model discovery learning mengacu kepada teori belajar yang
didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa
discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui.
Dalam mengaplikasikan model pembelajaran discovery learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan
tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang
teacher oriented menjadi student oriented.
Dalam discovery learning, guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan,
menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
2. Langkah-langkah model pembelajaran discovery learning
Menurut Suryosubroto (2009:184) langkah model pembelajaran
penemuan (discovery learning) adalah sebagai berikut:
1)Identifikasi kebutuhan siswa.
2)Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan
3)Seleksi bahan, dan problem/tugas-tugas.
4)Membantu memperjelas tugas yang akan dipelajari dan peranan masing-masing siswa.
5)Mempersiapkan seting kelas dan alat-alat yang diperlukan.
6)Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas siswa.
7)Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan 8)Merangsang terjadinya interaksi antar siswa dengan siswa.
9)Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya.
Adapun menurut Syah (2004 : 244) dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum adalah
sebagai berikut:
1)Stimulation (Stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan
mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa
dalam mengeksplorasi bahan.
2)Problem statement (Pernyataan/identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)
3)Data collection (Pengumpulan data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis,
dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara
sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
4)Data Processing (Pengolah data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan
Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya,
semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat
kepercayaan tertentu.
5)Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
6)Generalization (Menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari
3. Kelebihan dan kelemahan model discovery learning
Kelebihan model discovery learning menurut Suryosubroto (2009 : 185)
1) Membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan
dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa. 2) Siswa memperoleh pengetahuan baru.
3) Dapat membangkitkan gairah pada siswa.
4) Memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri.
5) Siswa dapat mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar pada suatu
proyek penemuan khusus.
6) Dapat membantu memperkuat pribadi siswa.
7) Memberi kesempatan kepada siswa dan guru berpartisipasi sebagai
sesama dalam mengecek ide. 8) Membantu perkembangan siswa.
Adapun kelemahan dari model discovery learning menurut Suryosubroto (2009:186) adalah:
1) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara
belajar ini.
3) Mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan
perencanaan dan pengajaran secara tradisional.
4) Terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang
memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan.
D. Strategi SFAE (Student facilitator and explaining)
1) Student Facilitator And Explaining
Perasaan bersahabat merupakan ciri-ciri dan sifat interaksi remaja dalam kelompok sebayanya. Mereka sadar bahwa dirinya dituntut untuk
dapat menyesuaikan dirinya dengan teman lain dalam kelompok, meskipun beberapa saat tertentu mereka kurang dapat memenuhi tuntutan
kelompok tersebut.
Teman sejawat merupakan hal penting yang tidak dapat diremehkan pada masa-masa remaja. Diantara para remaja terdapat jalinan
perasaan yang sangat kuat. Pada kelompok teman sejawat itu untuk pertama kalinya remaja menerapkan prinsip-prinsip hidup bersama dan
bekerjasama. Dalam jalinan yang kuat itu terbentuk norma, nilai-nilai dan simbol-simbol tersendiri yang lain dibandingkan apa yang ada di rumah mereka masing-masing. Terkadang pertentangan nilai dan norma yang
sering terjadi antara norma dan nilai kelompok pada satu pihak dengan nilai dan norma keluarga pada lain pihak, sering kali timbul pada masa
berusaha untuk tidak melanggar peraturan rumah tangga, sementara ia juga
merasa takut dikucilkan teman sebaya sekelompok mereka.
Sejalan dengan hal itu Monks dan Rahayu (1998:183) mengatakan:
Perkembangan sosial dan kepribadian mulai dari usia pra sekolah hingga akhir sekolah ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga, ia makin mendekatkan diri pada
orang-orang lain disamping aggota keluarga. Meluasnya lingkungan sosial bagi anak menyebabkan anak menjumpai pengaruh-pengaruh yang ada diluar
pengawasan orang tua. Ia bergaul dengan teman-teman, ia mempunyai guru-guru yang mempunyai pengaruh yang sangat besar.
Penyesuaian diri remaja dalam kelompok teman sejawat, umumnya terjadi dalam kelompok yang heterogen, minat, sikap dan sifat, usia dan jenis kelamin yang berbeda. Dalam kelompok besar semacan itu, remaja
menyesuaikan diri dengan cara lebih banyak mengabaikan kepentingan pribadi demi kepentingan kelompoknya. Tetapi yang sesungguhnya terjadi
adalah karena remaja itu sendiri merasa takut atau menghindari keterkucilan dari kelompok. Dengan kata lain bahwa dalam hal-hal yang tidak membuat remaja yang bersangkutan terlalu dirugikan, remaja
cenderung mengikuti kemauan kelompok. Akan tetapi bila pertentangan yang terjadi menyangkut hal prinsip bagi seorang remaja, maka seorang
Teman sejawat biasanya berpengaruh terhadap sikap remaja pada
sikap dan perilaku remaja tergantung pada sikap dan aktivitas yang ada di dalam kelompok serta kebutuhan individu. Jika unsur prestasi atau hasil
belajar yang lebih diutamakan oleh kelompok umumnya anggota kelompok menunjukanprestasi atau hasil belajarnya. Jika yang menjadi pilihan kekerasan dan kenakalan maka pilihan itu segera diterjemahkan ke
dalam sikap dan perilaku individu. Kelompok teman sebaya baik yang terjadi di masyarakat maupun di sekolah terdiri kelompok-kelompok sosial
yang beranggotakan beberapa orang. Dalam kelompok ini sering terjadi tukar-menukar pengalaman, berbagai pengalaman, kerja sama,
tolong-menolong, tenggang masa dalam kelompok sebaya adalah tinggi.
Karakteristik teman sejawat cenderung saling tolong menolong, tenggang rasa. Apabila tolong-menolong tersebut dalam hal yang positif
maka tentu terjadi pergaulan yang baik. Contohnya antar teman sejawat tersebut membuat kelompok belajar, maka prestasi mereka akan naik di
bidang akademik di sekolahnya. Tetapi apabila tolong-menolong tersebut dalam hal yang negatif, maka dapat dipastikan terjadi pergaulan yang jelek yang dapat merembet kearah kenakalan remaja. Sikap remaja akan
cenderung berubah bila mereka masuk ke suatu kelompok yang baru. Sikap dan perilakunya disesuaikan dengan nilai-nilai dan norma-norma
melakukan peniruan yaitu bahwa anak adalah peniru sikap-sikap yang
mereka tangkap sebagaimana mereka mempelajarinya.
Metode SFAE (Student Facilitator And Explaining) ini merupakan
salah satu dari tipe model pembelajaran kooperatif. Isjoni (2011) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok-kelompok 4 - 6 orang siswa
secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan menyimpulkan materi
yang telah dipelajari. Menurut Agus (2009:71) Metode Student Facilitator And Explaining merupakan suatu metode di mana siswa belajar mempresentasikan ide atau pendapat pada rekan peserta didik lainnya, dapat menerangkan dengan bagan atau peta konsep. Metode pembelajaran ini efektif untuk melatih siswa berbicara untuk menyampaikan ide/gagasan
atau pendapatnya sendiri. Perbedaan metode Student Facilitator And Explaining dengan metode diskusi terletak pada cara pertukaran pikiran antar siswa.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa metode Student Facilitator And Explaining menjadikan siswa sebagai fasilitator di mana siswa belajar mempresentasikan ide atau pendapat pada rekan peserta didik lainnya dan di ajak berpikir secara kreatif sehingga
2) Kelebihan dan Kelemahan Metode Pembelajaran SFAE (Student Facilitator And Explaining)
Setiap metode yang sudah ada selama ini pasti mempunyai
kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan metode Student Facilitator And Explaining memiliki kedua hal tersebut. Menurut Agus (2009) Adapun kelebihan dan kekurangan metode Student Facilitator And Explaining sebagai berikut:
Kelebihan Metode Student Facilitator And Explaining
1) Seluruh siswa dapat berpartisipasi dan mempunyai kesempatan untuk menunjukkan kemampuan dalam bekerja sama hingga berhasil.
2) Dapat menambah pengalaman belajar yang menyenangkan bagi siswa.
3) Dapat mendorong tumbuh kembangnya potensi berfikir kritis siswa
secara optimal.
4) Melatih siswa aktif, kreatif dan menghadapi setiap permasalahan.
5) Mendorong tumbuhnya tenggang rasa, mau mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain.
6) Melatih siswa untuk meningkatkan kemampuan saling bertukar
pendapat secara obyektif, rasional guna menemukan suatu kebenaran dalam kerjasama suatu kelompok.
8) Melatih siswa untuk selalu dapat mandiri dalam setiap menghadapi
masalah.
9) Melatih kepemimpinan siswa.
Kelemahan Metode Student Facilitator And Explaining
1) Adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja yang tampil.
2) Pengelolaan kelas yang masih sulit.
3) Memerlukan persiapan parsiapan agak rumit di banding di banding
metode lain misalnya metode ceramah.
Kelemahan dari metode SFAE (Student Facilitator And Explaining) yang sudah dipaparkan di atas tersebut bukanlah hal yang membuat peneliti menjadi patah harapan, dengan mengetahui kekurangan tersebut peneliti akan meminimkan terjadinya kekurangan ketika
melakukan penelitian. Dengan menyusun langkah-langkah pembelajaran penerapan metode SFAE (Student Facilitator And Explaining).
3) Langkah-langkah Pembelajaran Metode SFAE (Student Facilitator And Explaining)
Menurut Agus (2009) langkah-langkah yang digunakan dalam
proses pembelajaran menggunakan metode Teman Sejawat atau SFAE (Student Facilitator And Explaining) adalah sebagai berikut :
3) Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa
lainnya misalnya melalui bagan atau peta konsep. 4) Guru menyimpulkan ide atau pendapat dari siswa.
5) Guru menerangkan semua materi yang di sajikan saat itu.
E. Model Pembelajaran Discovery Learning dengan Strategi SFAE (Student Facilitator And Explaining)
1) Pembelajaran
Model pembelajaran discovery learning dengan strategi SFAE (Student Facilitator And Explaining) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seperangkat pelaksanaan pembelajaran yang meliputi langkah-langkah: pemberian LKK yang berupa soal isay dalam kelompok,
pemahaman materi atau permasalahan yang disajikan dalam LKK, interaksi siswa dalam kelompoknya dan membuat kesimpulan.
2) Langkah-langkah model pembelajaran discovery learning dengan strategi
SFAE (Student Facilitator And Explaining) untuk mewujudkan pembelajaran yang sesuai dengan harapan :
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan di capai.
2. Guru melakukan apersepsi dengan mereviu materi yang pernah di pelajari.
5. Siswa mempelajari materi dan menemukan konsep Materi yang
dipelajari.
6. Memberikan Permasalahan berupa LKK.
7. Merangsang terjadinya interaksi antar siswa dengan siswa.
8. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan/mempresentasikan hasil temuan atau hasil diskusi kepada
siswa lainnya melalui bagan atau peta konsep.
9. menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru
membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap hasil penyelidikannya serta proses-proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan. F. Materi
Materi yang akan digunakan peneliti untuk penelitian adalah
Persamaan dan Fungsi Kuadrat.
Sesuai dengan Kurikulum 2013 Persamaan dan Fungsi Kuadrat.
merupakan salah satu pokok bahasan matematika di SMA. Pokok bahasan ini diajarkan pada kelas X semester II. Kompetensi dasar yang akan dipelajari
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Kompetensi Inti (KI)
KI 1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3: Memahami, menerapkan,dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasaingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora
dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI 4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang di pelajarinya di sekolah secara
mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi Dasar (KD)
KD 1.Mendeskripsikan berbagai bentuk ekspresi yang dapat diubah menjadi persamaan kuadrat.
KD 3. Menganalisis fungsi dan persamaan kuadrat dalam berbagai bentuk
penyajian masalah kontekstual.
KD 4. Menganalisis grafik fungsi dari data terkait masalah nyata dan
menentukan model matematika berupa fungsi kuadrat.
Indikator kompetensi
1. Menjelaskan pengertian konsep persamaan kuadrat satu peubah. 2. Menentukan akar-akar persamaan kuadrat dengan pemfaktoran.
3. Menentukan akar-akar persamaan kuadrat dengan rumus abc.
4. Menentukan akar-akar persamaan kuadrat dengan melengkapkan kuadrat
sempurna.
5. Menentukan jumlah dan hasil kali akar-akar persamaan kuadrat. 6. Menjelaskan dan menggambar pengertian fungsi.
G. Kerangka berfikir
Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas X IPA 3 SMA N 2 Purbalingga dan mengamati proses pembelajaran diperoleh beberapa temuan,
1. Kurang melaksanakan rencana.
2. kegiatan pembelajaran matematika masih banyak didominasi oleh aktivitas guru.
3. kondisi guru pada saat pembelajaran juga belum menggunakan pembelajaran yang bervariasi.
4. Siswa cenderung pasif ketika pembelajaran berlangsung
5. Kurangnya siswa dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika, kemudian tidak melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara lengkap dan benar.
Berdasarkan permaslahan rendahnya kemampuan komunikasi
matematika siswa kelas X IPA 3, maka diperlukan solusi pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematika. Salah satu pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematika adalah model Discovery Learning dengan strategi Student Facilitator And Explaining (SFAE). Meningkatkan komunikasi matematika pada diri siswa terutama pada mata pelajaran matematika akan memperbaiki sistem penggerak, siswa perlu diberikan strategi pembelajaran baru, sehingga terdapat suasana yang selalu berbeda setiap kesempatan pembelajaran. Jika
komunikasi siswa mengalami peningkatan, maka kecenderungan untuk Indikator komunikasi matematika
1. Penjelasan konsep, ide atau situasi gambar yang diberikan dalam bentuk kalimat,
2. Melukiskan diagram, gambar, atau table
3. Membentuk persamaan aljabar atau model matematika,
SOLUSI
meningkatkan hasil belajar siswa akan jauh lebih mudah dengan
menggunakan model pembelajaran discovery learning dengan strategi SFAE (Student facilitator and explaining). Model pembelajaran discovery learning ini menuntut keaktifan, dan efektif untuk melatih siswa berbicara atau menyampaikan pendapat ke siswa lain dan peranan siswa dalam kegiatan belajar. Menggunakan strategi SFAE pembelajaran ini dapat meningkatkan komunikasi matematika, dengan meningkatnya komunikasi matematika siswa tentunya akan berdampak pada meningkatnya hasil belajar siswa.
H. Hipotesis
Berdasarakan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Model pembelajaran
discovery learning dengan strategi SFAE (Student Facilitator And Explaining) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa Kelas X IPA