• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI D III FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM STUDI D III FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

i DI KOTA MAGELANG Disusun oleh:

Fitriana Yuliastuti, M.Sc., Apt

Heni Lutfiyati, M.Sc., Apt

PROGRAM STUDI D III FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

(2)

ii INTISARI .

Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Apoteker juga harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan praktek harus sesuai standar yang ada untuk menghindari hal tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Indikator Pelayanan Prima di Kota Magelang. Penelitian ini termasuk penelitian diskriptif. Responden dalam penelitian ini adalah apoteker yang bersedian mengisi kuesioner yang merupakan intrumen penelitian ini. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.

(3)

iii

INTISARI ... v

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

LAMPIRAN ... xv BAB I PENDAHULUAN ... 1 A... Lat ar Belakang ... 1 B. ... Ru musan Masalah ... 3 C. ... Tuj uan Penelitian ... 4 D... Ma nfaat Penelitian ... 4 E. ... Kea slian Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A... Teo ri Masalah ... 6 1. ... Apo tek ... 6 2. ... Apo teker ... 7 3. ... Asi sten Apoteker ... 8 4. ... Pela yanan Kefarmasian di Apotek ... 10

(4)

iv

5. ... Pen gelolaan Sumber Daya ... 11 6. ... Pela

yanan ... 14 7. ... Eva

luasi Mutu Pelayanan... 17 B. ... Ker angka Teori ... 19 C. ... Ker angka Konsep ... 20 D... Hip otesis ... 21 BAB III METODE PENELITIAN ... 22 A... Des ain Penelitian ... 22 B. ... Var iabel Penelitian ... 22 C. ... Def inisi Operasional ... 23 D... Pop

ulasi dan Sampel ... 24 E. ... Te

mpat dan Waktu Penelitian ... 24 F. ... Inst

rumen dan Metode Pengumpulan Data ... 26 G... Met

ode Pengolahan dan Analisis Data ... 25 H... Jala

nnya Penelitian ... 27 DAFTAR PUSTAKA ... 62 LAMPIRAN

(5)

v LAMPIRAN

(6)
(7)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan dan kefarmasian serta didukung dengan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi memunculkan berbagai tantangan dan harapan dalam meningkatkan taraf kesehatan masyarakat. Profesi atau tenaga kesehatan dituntut untuk selalu meningkatkan kemampuan dan kecakapannya dalam menyelesaikan yang ada di dunia kesehatan guna meningkatkan kualitas kesehatan dan hidup masyarakat (Rachmandani, 2010).

Salah satu tujuan pembangunan kesehatan yaitu menjamin ketersediaan terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan. Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan juga perlu dikembangkan secara baik untuk mencapai tujuan tersebut (Anonim, 2009a).

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kefarmasian serta makin tingginya kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehatan, maka dituntut kamampuan dan kecakapan para petugas kefarmasian dalam rangka mengatasi permasalahan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat.

(8)

2

Konteks pelayanan farmasi, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 (PP No. 51/2009) menyatakan bahwa pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien serta menegaskan bahwa pekerjaan kefarmasian pada pelayanan kefarmasian dilakukan oleh apoteker (pasal 20). Peraturan pemerintah tersebut juga memberikan kewenangan yang cukup luas kepada apoteker termasuk mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien (Anonim, 2009b).

Apoteker dalam menjalankan tugasnya harus berdasarkan prosedur- prosedur kefarmasian tercapainya produk kerja yang memenuhi syarat ilmu pengetahuan kefarmasian, sasaran jenis pekerjaan yang dilakukan serta hasil kerja yang seragam, tanpa mengurangi pertimbangan keprofesian secara pribadi. Pelayanan farmasi di era perubahan paradigma dari drug oriented kepada patient oriented yang mengacu pada pelayanan kefarmasian atau pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi berubah orientasi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Anonim, 2004a).

(9)

Apoteker dituntut untuk meningkatkan kompetensi yang meliputi pengetahuan, ketrampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain yaitu melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan hasil akhir pengobatan sesuai harapan serta terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pekerjaan kefarmasian, sehingga dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan tenaga kesehatan lainnya dalam penetapan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional (Anonim, 2004b).

Alasan peneliti memilih Apotek keseluruhan di Kota Magelang diantaranya karena di Kota Magelang belum pernah dilakukan penilitian di apotek- apotek tersebut dengan menggunakan indikator pelayanan kefarmasian prima

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti Penerapan Pelayanan Kefarmasian Prima Di Apotek Kota Magelang menggunakan Indikator Pelayanan Kefarmasian Prima .

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Evaluasi Pelayanan Apotek Berdasarkan Indikator pelayanan Kefarmasian Prima di Kota Magelang ?

(10)

4

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pelayanan kefarmasian di apotek Kota Magelang. 2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui indikator-indikator apa saja yang perlu di perhatikan dalam pelayanan kefarmasian di apotek Kota Magelang

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu Pengetahuan :

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penelitian mengenai pelayanan kefarmasian dengan variabel berbeda.

b. Memberikan referensi bagi ilmu kesehatan, terutama dalam bidang farmasi sosial.

2. Bagi tenaga kefarmasian

Penelitian ini diharapkan dapat mendorong peningkatan peran apoteker di apotek dalam pelaksanaan praktek standar pelayanan kefarmasian sesuai peraturan yang ada.

3. Bagi Peneliti

Untuk membandingkan kesesuaian standar pelayanan kefarmasian di lahan dengan Keputusan Menteri Kesehatan yang berlaku.

(11)

4. Bagi Apotek

Sebagai masukan untuk manajemen apotek dalam peningkatan pelayanan kefarmasian prima sehingga dapat meningkatkan kepuasan dan loyalitas pasien.

E. Keaslian Penelitian

Berikut ini penelitian–penelitian lain yang membedakan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis seperti tercantum pada tabel berikut ini:

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No Nama Peneliti

dan Tahun Penelitian

Judul Penelitian Perbedaan Persamaan 1. Fatimah Nur Istiqomah (2012) Evaluasi Implementasi Standar Pelayanan Kefarmasian oleh Apoteker di Apotek Kabupaten Sleman Tempat Penelitian, Waktu Penelitian Objek Penelitian, Variabel Penelitian 2. Kuswandani Dwi Atmini (2010) Analisis Aplikasi Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kota Yogyakarta Tempat Penelitian, Waktu Penelitian Objek Penelitian, Variabel Penelitian 3. Okki Aulia Rachmandani (2010)

Peran Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Dalam Upaya Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek di Daerah Istimewa Yogyakarta Variabel Penelitian, Tempat Penelitian, Waktu Penelitian Objek penelitian 4. Prabasiwi Nur Fauziyah (2012) Evaluasi Implementasi Standar Pelayanan Kefarmasian oleh Apoteker di Apotek Kabupaten Bantul Tempat Penelitian, Waktu Penelitian Objek penelitian

(12)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Masalah 1. Apotek

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922 Tahun 1993 menyebutkan bahwa “apotek adalah tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat”. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027 Tahun 2004 memberikan definisi Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Anonim, 2004a). Sedangkan peraturan terbaru yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 51/2009 menyatakan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek pekerjaan kefarmasian oleh apoteker (Anonim, 2009b).

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, selain itu juga sebagai salah satu tempat pengabdian dan praktek profesi apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian (Hartini dan Sulasmono, 2007). Dengan demikian, apotek memiliki fungsi untuk menghadirkan jasa apoteker yang diperlukan berkaitan dengan obat dan terapi pasien.

(13)

Tugas dan Fungsi apotek adalah sebagai berikut:

a. Tempat pengabdian profesi apoteker yang telah melakukan sumpah jabatan.

b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.

c. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata (Anonim, 2004a).

2. Apoteker

Menurut Undang-Undang No. 36/2009 tentang Kesehatan, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Dengan demikian, tenaga kefarmasian yang meliputi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian juga merupakan bagian dari tenaga kesehatan.

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker (Anonim, 2004a):

a. Apoteker yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi profesi.

(14)

8

b. Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi, dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung setelah melakukan registrasi.

c. Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap 5 (lima) tahun melalui uji kompetensi profesi apabila Apoteker tetap akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian.

Pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker dapat:

a. Mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki Surat Ijin Praktek Apoteker.

b. Mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien.

c. Menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Asisten Apoteker

Asisten apoteker adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan penyiapan pekerjaan kefarmasian pada unit pelayanan kesehatan yang diduduki oleh pegawai negeri sipil dengan hak dan kewajiban dan memberikan secara penuh oleh pejabat yang berwenang. Penyiapan

(15)

pekerjaan farmasi adalah penyiapan rencana kerja kefarmasian, penyiapan pengelolaan perbekalan farmasi, dan penyiapan pelayanan farmasi klinik (Anonim, 2009c). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten Apoteker.

4. Pelayanan kefarmasian di apotek

Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Dalam Peraturan Pemerintah No. 51/2009 tentang pekerjaan kefarmasian yang dimaksud dengan pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan tanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan

(16)

10

sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Anonim, 2009b).

Konsep pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) menjelaskan bahwa seorang apoteker memikul tanggung jawab secara langsung terhadap segala sesuatu sebagai akibat yang ditimbulkan oleh terapi obat pada pasien. Konsep pelayanan kefarmasian menurut seorang apoteker yang bekerja di komunitas harus memberikan empati, perhatian, serta pemahaman terhadap segala sesuatu mengenai obat yang diterima dan digunakan oleh pasien. Artinya ada pergeseran yang signifikan dari konsep pelayanan farmasi yang lama yaitu memendang obat sebagai komuditas ekonomis menjadi konsep yang memandang apoteker sebagai penyedia jasa konsultasi obat dengan obat hanya sebagai komoditas ikutan. Keberadaan apoteker dituntut penuh senantiasa berinteraksi dengan setiap pasien, tidak hanya sekedar pada saat penyerahan obat tetapi dari penilaian resep, penyiapan obat,

dispensing, informasi obat, sampai monitoring terhadap keberhasilan pengobatan yang dilakukan pasien (Istiqomah, 2012).

Tenaga Kefarmasian melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada: a. Fasilitas produksi sediaan farmasi berupa industri farmasi obat,

industri bahan baku obat, industri obat tradisional, pabrik kosmetika dan pabrik lain yang memerlukan Tenaga Kefarmasian untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan pengawasan mutu.

(17)

b. Fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan melalui Pedagang Besar Farmasi, penyalur alat kesehatan, instalasi Sediaan Farmasi dan alat kesehatan milik Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.

c. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui praktik di Apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.

5. Pengelolaan Sumber Daya a. Sumber Daya Manusia

Sesuai dengan perundangan apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, kemampuan mengelola sumber gaya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan (Anonim, 2004a).

b. Sarana dan Prasarana

Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas ditulis kata apotek. Masyarakat harus diberi akses

(18)

12

secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya.

Apotek harus memiliki:

1) Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.

2) Tempat untuk memperoleh informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi.

3) Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.

4) Ruang racikan.

5) Tempat pencucian alat.

c. Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya.

Pengelolaan persediaan farmasi perbekalan kesehatan lainnya dilakukukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out).

1) Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan:

a) Pola penyakit.

(19)

c) Budaya masyarakat. 2) Pengadaan

Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku.

3) Penyimpanan

a) Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.

b) Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan.

d. Administrasi

Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi:

1) Administrasi Umum

Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2) Administrasi Pelayanan

Pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.

(20)

14

6. Pelayanan

a. Pelayanan Resep 1) Skrining Resep

Apoteker melakukan skrining resep meliputi: a) Persyaratan Administratif:

(1) Nama, SIP dan alamat dokter (2) Tanggal penulisan resep

(3) Tanda tangan/ paraf dokter penulis resep

(4) Nama, alamat, umur, junis kelamin dan berat badan pasien

(5) Cara pemakaian obat (6) Informasi lainnya

b) Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas cara dan lama pemberian.

c) Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan (Anonim, 2004a). 2) Penyiapan obat

(21)

Merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah.

Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

b) Etiket

Etiket harus jelas dan dapat dibaca. c) Kemasan obat yang diserahkan

Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

d) Penyerahan Obat

Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien. e) Informasi Obat

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

(22)

16

Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler (Diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya) apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.

g) Monitoring Penggunaan Obat

Setelah menyerahkan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskuler (Diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya) (Anonim, 2004a). b. Promosi dan Edukasi

Dalam rangka memberdayakan masyarakat, apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminari informasi, antara lain dengan penyebaran brosur, poster, penyuluhan dan lain- lainnya (Anonim, 2004a).

(23)

Apoteker diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

7. Evaluasi Mutu Pelayanan

Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah: a. Tingkat kepuasan konsumen: dilakukan dengan survei berupa

angket atau wawancara langsung.

b. Dimensi waktu: lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah ditetapkan).

c. Prosedur tetap (Protap): untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan.

Prosedur tetap bermanfaat untuk:

a. Memastikan bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat. b. Adanya pembagian tugas dan wewenang.

c. Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan lain yang bekerja di apotek.

d. Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru. e. Membantu proses audit.

Prosedur tetap disusun dengan format sebagai berikut: a. Tujuan: merupakan tujuan prosedur tetap.

(24)

18

b. Ruang lingkup: berisi pertanyaan tentang pelayanan yang dilakukan dengan kompetensi yang diharapkan.

c. Hasil: hal yang dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan dalam bentuk yang dapat diukur.

d. Persyaratan: hal yang perlu untuk menunjang pelayanan.

e. Proses: berisi langkah-langkah pokok yang perlu diikuti untuk penerapan standar.

Sifat prosedur tetap adalah spesifik mengenai kefarmasian (Anonim, 2004a).

(25)

B. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori Apotek

Apoteker

Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027 Tahun 2004

Peraturan Menteri Kesehatan No.35 tahun 2014

Indikator Evaluasi: 1. Pelayanan Obat

2. Komunikasi, Informasi dan Edukasi pasien 3. Pengelolaan Obat

4. Ketenagaan 5. Faktor Pendukung

(26)

20

C. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Gambaran Apotek: 1. Jumlah Apoteker 2. Jumlah Tenaga

Kefarmasian

3. Jumlah Tenaga Kerja Non Farmasi Apotek Karakteristik Apoteker: 1. Usia Apoteker 2. Lama Bekerja Apoteker

Indikator Pelayanan Prima

Indikator Evaluasi Skor Nilai 81% - 100% Baik 61% - 80% Cukup 20% - 60% kurang (Sumber: Anonim, 2004c) Penilaian jawaban 1. %Ada 2. %Tidak 3. %Lain-lain

(27)

D. Hipotesis

Standar pelayanan kefarmasian di Apotek Kota Magelang sudah cukup sesuai dengan Standar Indikator Pelayanan Prima

(28)

22

22 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu yang objektif (Notoadmodjo, 2002). Pengambilan data dengan menggunakan pendekatan Cross Sectionals Survey yaitu hanya meneliti pada waktu tertentu atau pengambilan data sekaligus pada saat itu sehingga setiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter subjek pada saat penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud untuk mengetahui Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Kabupaten Magelang Bulan Februari Tahun 2013.

B.Variabel Penelitian

Variabelpenelitian adalahsegalasesuatuyangberbentukapasajayang ditetapkan oleh penelitiuntuk dipelajari sehinggadiperoleh informasitentang haltersebut,kemudianditarikkesimpulannya (Sugiyono, 2009).

Menurut (Hadi, 2004 cit Machfoed, 2005) variabel adalah semua keadaan, faktor, kondisi, perlakuan, atau tindakan yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen.

(29)

Variabel penelitian ini adalah 1. Apotek.

2. Indikator Pelayanan Kefarmasian Prima.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu rumusan nyata, pasti tidak membingungkan, rumusan tersebut dapat diobservasi dan diukur, untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel diamati atau diteliti (Notoadmodjo, 2002).

1. Apotek adalah sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, selain itu juga sebagai salah satu tempat pengabdian dan praktek profesi apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian.

2. Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

3. Standar pelayanan kefarmasian adalah ukuran tertentu yang digunakan sebagai patokan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian, dalam penelitian ini berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.

(30)

24

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi menurut (Hadi, 2004 cit Machfoed, 2005) adalah seluruh individu yang akan dikenai sasaran generalisasi dari sampel yang akan diambil dalam suatu penelitian. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh apotek yang ada di Kota Magelang

2. Sampel.

Jadi peneliti mengambil seluruh apotek yang ada di kabupaten Temanggung. Untuk responden tidak ada kriteria tertentu dan pemilihan responden diambil secara acak. Probability sampling yaitu teknik sampling (teknik pengambilan sampel) yang memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.

E.Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Apotek Kota Magelang. 2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret tahun 2016.

F. Instrument dan Metode Pengumpulan Data 1. Instrumen

Menurut Notoadmodjo (2002) instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen pada penelitian ini

(31)

berupa kuesioner (daftar pertanyaan). Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti hal-hal yang diketahui. Jenis kuesioner yang digunakan peneliti adalah kuesioner tertutup.

2. Metode pengumpulan data

Dilakukan dengan cara survei dan memberi kuesioner kepada Apoteker di apotek. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Anonim, 1989).

G.Metode Pengolahan dan Analisis Data 1. Metode pengolahan

Metode pengolahan data menggunakan data primer yang dilakukan langsung pada responden. Langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut:

a. Editing: memeriksa kembali data yang telah diperoleh dari hasil kuesioner.

b. Coding: melakukan pengkodean terhadap variabel yang akan diteliti dengan tujuan untuk mempermudah pada saat melakukan analisis data dan mempercepat saat entry data.

c. Entry data: memasukkan data kedalam komputer. 2. Analisis data

(32)

26

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program microsoft excel. Setelah data diolah hasil diukur dengan menggunakan skala Guttman.

a. Uji Validitas Isi

Validitas berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melaksanakan fungsi ukurannya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2003). Validitas isi kuesioner ini diuji dengan analisis rasional atau lewat Professional Judgement, yaitu bahwa estimasi validitas isi tidak melibatkan perhitungan statistik apapun, melainkan hanya dengan analisis teoritik.

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah suatu cara untuk melihat apakah alat ukur dalam hal ini kuesioner akan memberikan hasil yang sama apabila pengukuran dilakukan secara berulang-ulang (Yohana, 2009).

Reliabilitas kuesioner penelitian ini tidak perlu di uji lagi karena pernyataan dalam kuesioner berupa pertanyaan yang langsung terarah pada informasi mengenai data yang hendak diungkap. Reliabilitas data yang diperoleh terletak pada terpenuhinya asumsi

(33)

bahwa responden menjawab dengan jujur seperti apa adanya. Hal ini berkaitan dengan asumsi dasar penggunaan kuesioner yaitu subyek merupakan orang yang mengetahui tentang dirinya, sehingga data hasil tidak perlu di uji lagi reliabilitas secara statistik (Azwar, 1999).

(34)
(35)

Anonim, 1981b, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26/MENKES/PER/I/1981, Depkes RI, Jakarta

Anonim, 1993, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotik, Depkes RI, Jakarta Anonim, 1996, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1996

Tentang Tenaga Kesehatan, Depkes RI, Jakarta

Anonim, 1997, Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, Depkes RI, Jakarta

Anonim, 1989, Metode Penelitian Survei, Pustaka LP3ES, Jakarta

Anonim, 2004a, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/ MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 2004b, Standar Kompetensi Farmasi Indonesia, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia

Anonim, 2004c, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pelaksanaan Kefarmasian Di Apotek SK Nomor 1027/MENKES/SK/X/2004, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 2009a, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 2009b, Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 2009c, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 376/MENKES/PER/V/2009,J Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 2011, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 2003, Undang- undang No. 13 Tahun 2003 pasal 77 ayat 2 tentang tenaga kerjaan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Atmini.F.D., 2010, Analisis Aplikasi Standar Pelayanan Kefarmasian DI Apotek Kota Magelang, Skipsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

(36)

Azwar, S., 1999, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Azwar,S., 2003, Relibilitas dan Validitas, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Fauziyah,P,N., 2012, Evaluasi Implementasi Standar Pelayanan Kefarmasian oleh Apoteker di Apotek Kabupaten Bantul, Tesis, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Hartini, YS dan Sulasmono, 2007, Apotek; Ulasan Beserta Naskah Peraturan Perundang-undangan terkait Apotek Termasuk Naskah dan Ulasan tentang Apotek Rakyat, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Istiqomah,F.N., 2012, Evaluasi Implementasi Standar Pelayanan Kefarmasian Oleh Apoteker Di Apotek Kabupaten Sleman, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Machfoed, et al, 2005, Metodologi Penelitian, Fitramaya, Yogyakarta Nazir, M.,1988, Metode Penelitian, PT Ghalia Indonesia, Jakarta

Notoatmodjo, S., 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, PT Rineka Cipta, Jakarta

Rachmandani ,O.A., 2010, Peran Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Dalam Upaya Pelaksanaan Kefarmasian Di Apotek Di Daerah Istimewa Yogyakarta,

Tesis, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Sevilla. C.G., dkk, 1993, Pengantar Metode Penelitian, diterjemahkan oleh Alimuddin Tuwu, Edisi Pertama, 160-163, UI-Pres, Jakarta

Sugiyono, 2009, Statistika Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung

Sumantri, Arif, 2001, Metodologi Penelitian Kesehatan, Kencana, Jakarta, 185.243

Yohana, Atin., 2009. Analisis Harapan Dan Kepuasan Pasien Rawat Inap Penyakit Dalam Terhadap Mutu Pelayanan Dokter Spesialis Di Rsi Sunan Kudus, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang: Semarang

(37)

Lampiran 1 Profil Apotek A. Profil Apotek a. Karakteristik Apotek 1) Nama apotek : 2) Alamat : 3) Jumlah apoteker :

4) Jumlah tenaga kefarmasian : 5) Jumlah tenaga non kefarmasian : b. Karakteristik Apoteker

1) Nama apoteker :

2) Usia apoteker :

3) Lama bekerja :

NB: Apabila apoteker tidak berkenan untuk mengisi nama apotek dan alamat apotek dapat ditulis dengan kode.

(38)

Lampiran 2 Daftar Kuesioner

EVALUASI PELAYANAN APOTEK BERDASARKAN INDIKATOR PELAYANAN KEFARMASIAN PRIMA DI KOTA MAGELANG 1. Pelayanan obat NO KEGIATAN YA (%) TIDAK (%) LAIN-2 ( %)

1 Pemeriksaan kelengkapan resep dilakukan oleh apoteker

2 Pemeriksaan keabsahan resep khususnya yang mengandung narkotika dan psikotropika

3 Pemeriksaan kerasionalan resep dilakukan oleh apoteker

4 Apoteker melakukan komunikasi dengan dokter 5 Pemberian nomor urut pada resep masuk

6 Pengambilan obat menggunakan sarung tangan/ alat / spatula

7 Pemeriksaan perhitungan untuk obat racikan

8 Pemeriksaan kesesuaian antara jumlah / jenis obat dengan resep

9 Pemeriksaan kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep

10 Penandatanganan salinan resep oleh apoteker

11 Penyerahan obat dan pemberian informasi obat dilakukan oleh apoteker

12 Pelaksanaan prosedur tetap pelayanan obat (HTKP)

13 Pencatatan alamat/nomor telepon pasien pada resep

14 Penandaan khusus pada resep narkotika

15 Penandaan khusus pada resep psikotropika tunggal

16 Menanggapi keluhan dan saran dari

konsumen terhadap pelayanan apotek 17 Mengantar obat ke rumah atas permintaan pasien 18 Mengunjungi rumah pasien penyakit kronik

sesuai dengan kebutuhan

19 Tidak menolak resep yang masuk ke apotek Jumlah rerata

(39)

2. Komunikasi, Informasi dan Edukasi pasien NO KEGIATAN YA (%) TIDAK (%) LAIN-2 (%) Pemberian informasi obat saat penyerahan obat kepada pasien meliputi:

1. Indikasi/ khasiat obat 2. Cara pemakaian obat

3. Kemungkinan adanya efek samping yang timbul

4. Kemungkinan interaksi obat dengan makanan 5. Cara penyimpanan obat

Pencatatan data pasien yang sering berkonsultasi, meliputi:

6. Nama

7. Jenis kelamin

8. Umur

9. Alamat dan nomor telepon 10 Pendidikan

11. Pekerjaan

12. Berat badan untuk pasien anak 13. Keluhan/ gejala penyakit pasien

14. Penyakit yang pernah diderita sebelumnya

15. Pemakaian obat sebelumnya untuk penyakit tersebut

16. Alergi dan efek samping terhadap obat yang pernah dialami

17. Nama dan jumlah obat yang diberikan

18. Melakukan komunikasi dengan mitra kesehatan lain

19.

Penyediaan informasi obat antara lain dalam bentuk spanduk, poster, brosur, leaflet dan majalah

Jumlah rerata

(40)

3. Pengelolaan obat NO KEGIATAN YA (%) TIDAK (%) LAIN-2 (%) 1

Perencanaan pengadaan sediaan farmasi dengan memperhatikan pola penyakit,

kemampuan masya-rakat, dan budaya

masyarakat di sekitar apotek

2 Pembelian obat dari sumber resmi (PBF)

3 Pemeriksaan fisik obat, kemasan dan tanggal kadaluwarsa

4 Pencatatan jumlah obat masuk dan keluar pada kartu stok/komputer

5 Pencatatan dan pemisahan obat rusak / kadaluwarsa

6 Penyimpanan obat berdasarkan abjad, jenis dan bentuk sediaan dalam wadah asli dari pabrik

7

Penyimpanan bahan obat dalam wadah lain harus dijaga dari kontaminasi dan terdapat informasi yang jelas dalam wadah termasuk nomor batch dan tanggal kadaluwarsa

8 Penyimpanan obat berdasarkan asas FIFO / FEFO

9 Penyimpanan narkotika sesuai ketentuan 10 Penyimpanan psikotropika sesuai ketentuan

11 Pencatatan, pengarsipan dan pelaporan narkotika

12 Pencatatan, pengarsipan dan pelaporan psikotropika

13

Pembendelan resep sesuai kelompoknya disertai tanggal, bulan dan tahun yang mudah ditelusuri dan disimpan pada tempat yang ditentukan secara teratur

14

Pemusnahan resep yang telah disimpan lebih dari tiga tahun menurut tata cara pemusnahan resep

Jumlah rerata

(41)

4. Ketenagaan NO KEGIATAN YA (%) TIDAK (%) LAIN-2 (%) 1 Selalu siap, ramah dan sopan melayani konsumen

2 Menjalin team work yang solid dengan tugas pokok dan fungsi yang jelas untuk setiap karyawan 3 Memakai pakaian rapi atau seragam dan name

tag selama di apotek 4 Ada asisten apoteker

5 Ada apoteker lain jika APA berhalangan

Jumlah rerata

(42)

5. Faktor pendukung NO KEGIATAN ADA (%) TIDAK (%) LAIN-2 (%) Bangunan

1 Ruang tunggu pasien

2 Ruang peracikan obat dan penyerahan resep 3 Ruang apoteker untuk konsultasi pasien Kelengkapan bangunan

4 Sumber air yang baik

5 Penerangan yang cukup

6 Sirkulasi udara baik

7 Kamar mandi dan WC

8 Alat pemadam kebakaran

9 Telepon

10 Tempat sampah

Peralatan dan fasilitas pendukung

11 Timbangan + anak timbangan milligram dan gram

12 Mortir + stamfer ukuran besar dan kecil 13 Gelas ukur ukuran besar dan kecil

14 Lemari terkunci untuk penyimpanan narkotika

15 Lemari khusus untuk penyimpanan

psikotropika

16 Lemari pendingin untuk penyimpanan obat khusus

17 Tempat penyimpanan arsip

18 Wadah pengemas dan pembungkus obat 19 Etiket putih dan etiket biru

20 Buku MIMS/ Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia

21 Buku Farmakope Indonesia edisi terakhir 22 Peraturan perundangan tentang apotek

23 Komputer

24 Kotak saran

25 Blanko pemesanan obat 26 Blanko kartu stok obat 27 Blanko salinan resep

28 Blanko faktur dan blanko nota penjualan 29 Blanko khusus untuk pemesanan narkotika 30 Blanko pelaporan bulanan narkotika

31 Blanko khusus untuk pemesanan psikotropika 32 Buku defecta/ daftar persediaan obat yang

hampir habis

Gambar

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian  No  Nama Peneliti
Gambar 2.1 Kerangka Teori Apotek
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang telah dilakukan oleh Carolus et al (2013) yang menyatakan tidak ada hubungan antara berat badan lahir dalam bentuk

Kami menggunakan asam sitrat sebagai sumber karbon karena asam sitrat memiliki distribusi berat molekul yang seragam dan bersifat reaktif terhadap sumber boron dan sumber

Telah ditegakan diagnosis pada Ny. S berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien yaitu neurodermatitis sirkumskripta dan hipertensi grade I terkontrol.

Menyadari bahwa koperasi sebagai badan usaha yang masih relatif lemah dibandingkan dengan usaha swasta dan negara, maka perlu dilakukan upaya-upaya meningkatkan kemampuannya

Dampak yang didapat dari efisiensi delay mengakibatkan semakin banyak paket RREQ yang dikirim, sehingga akan mengakibatkan peluang tabrakan antar paket semakin besar,

Merujuk kepada kes Perang Arab-Israel 1967, sebuah peperangan yang berlaku setelah tamat Perang Dunia Kedua dan semasa memuncaknya Perang Dingin, akan ditinjau

Besarnya Belis Atau Mahar Sebagai Penyebab Hamil Di Luar Nikah (Studi di Kota Ende Nusa Tenggara Timur), Skripsi, Fakultas Syariah, Jurusan Al-Ahwal