• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. KONDISI UMUM LOKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. KONDISI UMUM LOKASI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

IV. KONDISI UMUM LOKASI

4.1. Letak dan Luas

Kawasan hutan BKPH Cikiong terletak di tiga wilayah administratif pemerintahan, yakni: Kecamatan Pakisjaya, Batujaya, dan Cibuaya, Kabupaten Karawang. Berdasarkan pembagian wilayah administratif pengelolaan hutan RPH Cibuaya termasuk ke dalam wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Cikiong, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.

Kawasan ini terbentang di pantai utara Jawa Barat antara Sungai Citarum di sebelah barat dan Sungai Cipanugara di sebelah timur, memanjang kurang lebih 31,80 km di dua Kecamatan yaitu Kecamatan Pedes dan Batujaya. Bagian barat kawasan BKPH Cikiong termasuk kedalam Kecamatan Pakisjaya, bagian tengah termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Batujaya, dan bagian timur termasuk dalam wilayah Cibuaya. Batas-batas kawasan BKPH Cikiong adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Laut Jawa

b. Sebelah Timur : Desa Sedari, Kedungjaya, dan Cibuaya Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang

c. Sebelah Selatan : Desa Segarjaya, Batujaya, Karyabakti, Tambaksari, dan Tambaksumur Kecamatan Batujaya Kabupaten Karawang d. Sebelah Barat : Wilayah Administratif Kabupaten Bekasi

Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 599/Kpts-II/1997 tanggal 17 September 1997, luas kawasan hutan BKPH Cikiong adalah 8.749,25 hektar. Kawasan ini terbagi atas Hutan Tetap seluas 7.823,25 hektar dan Hutan Cadangan seluas 912,65 hektar. Kawasan hutan di BKPH Cikiong termasuk kedalam Kelas Perusahaan Payau dengan jenis tanaman api-api (Avicennia sp.), pedada (Sonneratia alba), dan tancang ( Bruguirea gymnorhiza ).

Sedangkan secara teknis, pengelolaan hutan BKPH Cikiong berada di lima Resort Pemangkuan Hutan (RPH), yaitu:

1. RPH Pakis : 2.028,35 Ha 2. RPH Cikeruh : 1.401,30 Ha

(2)

3. RPH Pangakaran : 1.518,10 Ha 4. RPH Ciwaru : 2.080,80 Ha 5. RPH Cibuaya : 1.707,35 Ha

Luas lahan yang digarap oleh petani untuk dijadikan tambak adalah seluas ± 6.600 Ha, dengan petani penggarap sebanyak 1.508 orang pesanggem dengan sistem silvofishery.

4.2. Status dan Sejarah Pengelolaan

Status kawasan hutan BKPH Cikiong berdasarkan Berita Acara Tata Batas tertanggal 15 Maret 1934, yang disahkan oleh Direksi Perum Perhutani pada tanggal 15 Agustus 1934, luas hutan Cikiong adalah 9.373,80 hektar. Selanjutnya berdasarkan Berita Acara Tata Batas tanggal 14 Agustus 1959 yang disahkan tanggal 25 Agustus 1959 terdapat pembebasan lahan mangrove seluas 1.550,55 hektar untuk lahan pertanian, sehingga luas kawasan menjadi 7.823,25 hektar.

Berdasarkan usul Kepala KPH Purwakarta tanggal 4 Juli 1963, tanah yang ada di luar kawasan hutan yang terdapat di wilayah Pakis dimasukan kedalam areal hutan. Bupati Kepala Daerah tingkat II Karawang dengan suratnya Nomor : Pem-2095/12/63, tanggal 23 Agustus 1963 memutuskan bahwa tanah tersebut dimasukan ke dalam areal hutan Cikiong, sehingga luasnya yang semula 7.723,25 ha menjadi 8.735, 90 ha ( BKPH Cikiong, 1993)

Berdasarkan bagan kerja KPH Purwakarta, kawasan hutan BKPH Cikiong terbagi dalam lima Resort Pemangkuan Hutan (RPH) yaitu RPH Pakis ( 1.115,70 ha), RPH Cikeruh (1.401,30 ha), RPH Pengakaran (1.158,10 ha), RPH Ciwiru (2.080,50 ha), dan RPH Cibuaya (1.707,35 ha). Luas kawasan masing-masing RPH tersebut secara terinci disajikan pada Tabel 4.

Pada tanggal 11-19 September 1992 telah dilakukan pengukuran oleh Seksi Pengukuran dan Perpetaan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, dan inventarisasi keadaan di dalamnya yang dilakukan oleh BPN Karawang dan Pemerintahan Desa dan Kecamatan Pakisjaya. Hasil dari pengukuran tersebut ternyata dari 871 ha, ± 41 ha terkena abrasi. Pada tanggal 16 Juni 1993 diadakan rapat yang dipimpin oleh Sekwilda Kabupaten Karawang yang intinya mohon pendirian Perhutani tentang penyelasaian/pengukuhan hutan blok Tanjungpakis,

(3)

yang keadaannya telah berupa kampung, sawah, tambak/empang, dan tegalan. Namun masalah tersebut masih dalam penyelesaian sehingga lahan tersebut belum dapat dikuasai dan dikelola, sehingga untuk mempermudah administrasi dipergunakan luasan angka luas kawasan 7. 823,25 ha.

Tabel 4. Luas Kawasan Hutan Berdasarkan Pembagian Resort Pemangkuan Hutan BKPH Cikiong.

Luas Kawasan Hutan(ha) No RPH Kecamatan

Hutan Tetap Hutan Cadangan

Jumlah (ha) 1 Pakis Pakisjaya Batujaya 1.115,70 912,65 2. 028,35 2 Cikeruh Batujaya 1. 401,30 0 1. 401,30 3 Pangakaran Batujaya 1. 518,10 0 1. 158,10 4 Ciwaru Batujaya Cibuaya 2. 080,80 0 2. 080,80 5 Cibuaya Cibuaya 1. 707,35 0 1. 707,35 Jumlah 7. 823,25 912,65 8. 735.90 Sumber BKPH Cikiong, 1993.

Areal hutan BKPH Cikiong KPH Purwakarta ditetapkan sebagai kawasan hutan mangrove pada tanggal 17 September 2001 yang didasarkan pada SK. Menteri Kehutanan No. 599/Kpts-II/1997 tanggal 17 September 1997. Luas kawasan hutan ini adalah 8.749,25 hektar. Kawasan ini terbagi atas Hutan Tetap seluas 7.823,25 hektar dan Hutan Cadangan seluas 912,65 hektar. Kawasan hutan di BKPH Cikiong termasuk kelas perusahaan payau (Arief, 2002)

Pengelolaan hutan payau Cikiong dimulai sejak dilaksakannya penataan pada tahun 1934. Beberapa kali terjadi kerusakan hutan yang berat akibat ulah manusia penyerobotan, perubahan fungsi hutan dan lainnya. Reboisasi besar-besaran dilaksanakan pada tahun 1967 menyusul kerusakan berat pada tahun 1963.

Perum Perhutani berupaya agar sedapat mungkin menjawab kebutuhan masyarakat sekitar hutan, menata dan membangun hubungan saling menguntungkan. Banyak program yang telah digulirkan dan yang paling menarik adalah program-program dimana masyarakat sekitar diberi peranan dalam pembangunan hutan yang sekaligus dapat menghidupi mereka secara finansial. Tahun 1989 Perum Perhutani menerapkan sistem Perhutanan Sosial dalam mengatasi gangguan para petani tambak dalam areal hutan mangrove di BKPH Cikiong.

(4)

4.3. Iklim, Tanah dan Topografi 4.3.1. Iklim

Berdasarkan pencatatan data iklim diketahui bahwa rata-rata harian di Kabupaten Karawang berkisar antara 25–27ºC, dengan suhu maksimum harian antara 28-32ºC, dan suhu minimum harian berkisar antara 18-20ºC. Kelembaban udara berkisar antara 70–80%. Jumlah hari hujan rata-rata 130 hari/tahun dan ketinggian curah hujan sekitar 2.223 mm/tahun. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951) dalam Arif (2003), lokasi penelitian tergolong dalam kelas C dengan jumlah bulan hujan rata rata 5-6 bulan.

4.3.2. Tanah

Tanah di lokasi hutan mangrove RPH Cibuaya sebagian besar terbentuk dari endapan lumpur yang terbawa oleh aliran sungai, sehingga tampak tanahnya merupakan campuran dari bahan-bahan yang sudah hancur. Teksturnya tergolong liat, tanah berwarna abu-abu dan kedalaman tanah tergolong dalam. Diperkirakan jenis tanahnya termasuk jenis aluvial dengan ciri-ciri tekstur liat berpasir, lempung, warna coklat abu-abu, kedalaman tanah tergolong dalam. Tingkat kesuburan tanah di lokasi penelitian tergolong rendah – sedang. Daerah ini pada umumnya terdiri atas tanah hitam berpasir yang dipengaruhi pasang surut air laut dan banjir ( Arief, 2002).

4.3.3. Topografi

Keadaan topografi di dalam kawasan hutan mangrove BKPH Cikiong secara keseluruhan tergolong datar sampai landai. Adapun ketinggian tempat lokasi tersebut diperkirakan 0 – 2 meter diatas permukaan laut.

4.4. Vegetasi dan Satwaliar

Berdasarkan data yang didapat dari BKPH Cikiong (1993), kondisi hutan di BKPH Cikiong adalah sebagai berikut : (1) Kelas perusahaan hutan payau dengan tanaman yang terdiri dari api api (Avicennia alba), bakau (Rhizophora mucronata), kayu putih (Melaleuca leucadendron) dan waru (Hibiscus sp.). (2) lahan lain yang terdiri dari pemukiman, lahan sengketa, lahan pinjam pakai, sawah, areal saluran, badan sungai, tanggul, serta tanah timbul.

(5)

Kawasan hutan mangrove BKPH Cikiong termasuk dalam muara sungai Cibuntu. Kawasan ini mempunyai potensi keanekaragaman flora dan fauna yang besar. Jenis tumbuhan yang ada di lokasi penelitian diantaranya bakau-bakau (Rhizophora spp.), api-api (Avicennia spp.), pedada (Sonneratia alba) dan tancang (Bruguiera gymnorrhiza). Dari jenis-jenis tersebut, jenis yang paling dominan adalah bakau-bakau (Rhizophora spp.).

Satwaliar yang terdapat di kawasan hutan mangrove BKPH Cikiong didominasi oleh jenis burung, yang sebagian besar termasuk jenis burung air. Kawasan hutan ini terdapat lebih kurang 30 jenis burung dan 13 jenis burung yang dilindungi. Jenis satwa yang berada di hutan mangrove adalah biawak (Varanus salvator), ular lampe, ular blibug dan beregul (pemakan ikan). Sedangkan jenis ikan yang ada diantaranya adalah sidat (Arguilla sp), lundo (Arilus maculatus), belosa (Elertis fuscus), sembilang (Cordosioma sp), kipper (Scatophagus argus), udang putih (Palemonetes sp), kepiting (Cardiosoma sp), glodok (Pheropthalmus cantonesis), kakap (Lates calcarifer), bandeng (Chanos chanos), betotot, mujair dan belanak.

Terdapat juga jenis lain seperti ikan dan udang yang dibudidayakan oleh masyarakat dengan sistem sylvofishery di empang-empang yang terdapat di dalam kawasan ini.

4.5. Sejarah dan Letak Lokasi Penelitian 4.5.1. Sejarah Lokasi

Wilayah BKPH Cikiong secara historis pada awalnya merupakan kawasan hutan mangrove yang didominasi tegakan jenis bakau-bakau (Rhizophora spp.) dan api-api (Avicennia spp.) dengan berbagai manfaat yang dihasilkannya, baik langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung yang dapat dinikmati oleh masyarakat sekitar antara lain berupa berbagai jenis ikan tangkapan yang selanjutnya menjadi masalah karena dilakukan dengan mengabaikan ekosistem hutan payau.

Secara umum wilayah BKPH Cikiong adalah salah satu wilayah yang mengalami kerusakan akibat tekanan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Dimulai pada tahun 1960-an dengan latar belakang ekonomi nasional yang cukup

(6)

parah, menyebabkan masyarakat sekitar hutan payau masuk dan menggarap kawasan hutan tanpa terkendali untuk dijadikan empang parit untuk budidaya ikan bandeng dan udang. Puncak kerusakan terjadi akibat euphoria reformasi. Akibat penggarapan yang dilakukan masyarakat tersebut, sebagian besar luasan (± 6.600 Ha) telah berubah menjadi empang budidaya ikan dengan sistem silvofishery. Rehabilitasi lahan kawasan hutan yang terus dilakukan sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang diharapkan karena adanya perbedaan kepentingan antara sosial ekonomi dan kepentingan kelestarian hutan payau.

4.5.2. Aksesibilitas

Lokasi penelitian berjarak ±41 km dari kota Karawang yang dilanjutkan ke Rengasdengklok menggunakan mobil, motor atau angkutan umum selama 30 menit. Kemudian perjalanan dilanjutkan menuju Desa Sedari yang dapat ditempuh dengan menggunakan mobil atau motor karena tersedia jalan aspal. Dari Desa Sedari menuju ke lokasi penelitian (RPH Cibuaya dan PPS) dapat ditempuh dengan menggunakan motor selama 15 menit atau jika jalan terendam banjir dapat dilalui dengan menggunakan perahu motor yang disewakan penduduk sekitar selama 20 menit.

4.6. Kondisi Sosial Kemasyarakat

Masyarakat yang berada di sekitar RPH Cibuaya memiliki pekerjaan yang beragam. Salah satu desa yang masuk dalam RPH Cibuaya adalah Desa Sedari. Jumlah kepala keluarga Desa Sedari sebanyak 1.147 dan jumlah penduduk sebanyak 4.452 orang dengan jumlah laki-laki 2.257 orang dan perempuan 2.195 orang. Dari total penduduk itu, terdiri dari pemeluk agama Islam sebanyak 4.436 orang dan agama lainnya 16 orang.

Mata pencaharian pokok masyarakat desa Sedari beraneka ragam, yaitu terdiri dari pemilik sawah (16 orang), buruh tani sawah padi (307 orang), penggarap empang (298 orang), bujang empang (307 orang), pemilik ternak (3 orang), PNS (guru, dll) sebanyak 3 orang, bidan (1 orang), pemilik warung/toko (20 orang), dan tukang (2 orang). Dari beberapa sumber mata pencaharian masyarakat tersebut, paling banyak yang bekerja sebagai penggarap dan bujang empang/tambak. Empang tersebut diisi dengan komoditas ikan dan udang. Jenis

(7)

interaksi masyarakat terhadap kawasan hutan yaitu berupa garapan resmi, garapan tidak resmi dan perencekan/pencurian.

4.7. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di kawasan hutan mangrove BKPH Cikiong dapat dikategorikan kedalam dua kelompok yaitu : (1) lahan tanaman dan (2) bukan tanaman. Luas lahan yang dikategorikan sebagai lahan tanaman adalah seluas 7.220,87 ha. Lahan ini ditanami dengan berbagai jenis pohon, baik yang termasuk kelas perusahaan payau maupun tidak. Lahan yang dikhususkan bukan untuk tanaman mempunyai luas 601,385 ha. Lahan bukan untuk tanaman ini merupakan lahan pinjam pakai yang digunakan Pertamina (21,74 ha), untuk sawah (110,05 ha), pemukiman (39,895 ha), saluran /kali serta tanggul (362,20 ha), dan disengketakan dengan masyarakat setempat (18 ha) (Arief, 2002). Kawasan RPH Cibuaya yang dimanfaatkan sebagai tambak memiliki luasan 1286,86 Ha dengan jumlah pengelola (pesanggem) 194 orang.

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah kualitas pelayanan dan harga berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan Rental Mobil Fany di Kota Palu?; 3). Apakah nilai pelanggan berpengaruh positif dan signifikan

“kelompok mahasiswa yang mengikuti UKM olahraga memiliki kemampuan motorik lebih tinggi dari pada kemampuan motorik yang hanya menerima mata kuliah praktek.” Dimana menurut

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa 47,3% pustakawan memilih kategori “kadang-kadang” dalam bidang pengkajian tugas pokok.. Untuk itu diupayakan agar

Dalam kaitannya dengan tindak tutur, Searle, (1969) mengemukakan bahwa setidaknya terdapat lima tipe dasar tindakan yang dapat terjadi dalam sebuah tuturan ilokusi

Setelah menjalankan tahap demi tahap proses konseling dengan self control terhadap konseli yang mengalami kecanduan K-pop , mulai tampak beberapa perubahan yang

Dari uji coba yang telah dibahas dalam bab sebelumnnya, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sesuai dengan perancangan aplikasi buku cerita anak interaktif

keberhasilan persilangannya berkisar antara 35-61%; (2) sifat panjang polong dan tinggi tanaman menunjukkan nilai duga heritabilitas arti luas yang tinggi; (3) terdapat vigor hibrida