• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELITIAN APLIKASI BAKTERI PROBIOTIK PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI TAMBAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENELITIAN APLIKASI BAKTERI PROBIOTIK PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI TAMBAK"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Salah satu alternatif dalam upaya penanggulangan penyakit pada budidaya udang adalah penggunaan probiotik yang dapat memperbaiki kualitas lingkungan budidaya, kesehatan dan pertumbuhan udang serta aman bagi konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas probiotik BRPBAP dalam penanggulangan penyakit dan peningkatan produksi udang windu. Penelitian ini dilakukan di tambak rakyat di Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan menggunakan 4 petak tambak, yang terdiri atas 2 petak berukuran 1 ha dan 2 petak berukuran 0,4 ha. Perlakuan yang dicobakan adalah aplikasi probiotik BRPBAP, dan kontrol (tanpa aplikasi probiotik), masing-masing terdiri atas 2 ulangan. Persiapan tambak dilakukan sesuai dengan prosedur standar operasional pertambakan. Hewan uji yang digunakan berupa tokolan udang windu PL-30 dengan kepadatan 2 ekor/m2 yang dipelihara selama 79 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sintasan udang windu 36% dengan produksi 81,4% pada tambak yang diaplikasikan probiotik BRPBAP sedangkan kontrol hanya 13,5% dengan produksi 19,0%. Aplikasi probiotik ini juga dapat menekan pertumbuhan populasi bakteri Vibrio spp. baik pada air maupun pada dasar tanah tambak, namun belum mampu menurunkan kandungan amoniak dalam media budidaya. Probiotik BRPBAP layak untuk dikembangkan dan diaplikasikan di tambak udang windu pola ekstensif (trdisional plus).

KATA KUNCI: Probiotik, produksi, udang windu

PENDAHULUAN

Beberapa tahun terakhir ini, budidaya udang windu (Penaeus monodon) di Indonesia mengalami kegagalan yang disebabkan oleh adanya serangan penyakit baik di panti benih maupun di tambak pembesaran yang berakibat menurunnya produksi. Sejak tahun 1990-an produksi udang windu di Indonesia mengalami penurunan yaitu dari 98.356 MT menjadi 83.193 MT atau sebesar 15% (Anony-mous, 1999). Ekspor udang Indonesia ke Jepang mengalami penurunan selama periode 1994–1998 yaitu dari 63.666 MT menjadi 53.411 MT (Ferdeuse, 1999).

Serangan penyakit pada budidaya udang windu yang disebabkan oleh bakteri (Vibrio harveyi) maupun viral (MBV, YHV, HPV, dan WSSV) tidak hanya terjadi di Indonesia (Atmomarsono et al., 1993; Atmomarsono, 2004) maupun di beberapa negara lain seperti Thailand (Jiravanichpaisal et al., 1994); Australia (Spann et al., 1995), Jepang (Itami et al., 1998; Kono et al., 2004) dan Amerika (Dhar et al., 2001).

Beberapa peneliti terdahulu melakukan metode pencegahan dan penanggulangan penyakit pada udang windu dengan menggunakan obat-obatan dan antibiotik (Karunasagar et al., 1994). Tetapi hal ini tidak dianjurkan oleh pemerintah karena sangat berbahaya bagi konsumen dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, salah satu alternatif dalam upaya penanggulangan penyakit pada komoditas perikanan adalah pemanfaatan bakteri probiotik yang bersifat non patogen dan memiliki kemampuan mengurangi koloni dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen, menghambat komunikasi antara sel-sel bakteri agar tidak terjadi korum sengsing yang dapat menyebabkan timbulnya sifat patogen (Suwanto, 1993). Probiotik ini juga dapat berperan dalam memperbaiki kualitas lingkungan, membantu meningkatkan pemanfaatan nutrien pakan serta juga kemungkinan bisa menjadi makanan dalam perairan (Verschuere et al., 2000).

Sumber-sumber bakterisida dan bakteri probiotik yang telah diteliti di antaranya dari air laut, sedimen laut, karang, dan daun mangrove (Muliani et al., 2003; Muliani et al., 2004). Beberapa keuntungan dalam penggunaan bakteri probiotik untuk penanggulangan penyakit antara lain: (1) lebih aman daripada bahan kimia; (2) tidak terakumulasi dalam rantai makanan; (3) adanya proses

PENELITIAN APLIKASI BAKTERI PROBIOTIK PADA BUDIDAYA UDANG WINDU

(

Penaeus monodon

) DI TAMBAK

Nurbaya, Muliani, dan Arifuddin Tompo Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau

Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129 Maros, Sulawesi Selatan 90512 Email: litkanta@indosat.net.id

(2)

reproduksi yang dapat mengurangi pemakaian berulang; (4) organisme sasaran jarang yang terjadi resisten terhadap agen probiotik/biokontrol dibandingkan dengan resistensinya terhadap bahan kimia atau antibiotik; dan (5) dapat dipakai untuk pengendalian secara bersama dengan proteksi yang telah ada. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian probiotik dalam penanggulangan penyakit dan peningkatan produksi udang windu.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di tambak rakyat Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan dengan menggunakan 4 petak tambak. Dua (2) petak tambak masing-masing berukuran 0,4 ha digunakan untuk unit pecobaan A1 dan B1, dan 2 petak tambak berukuran masing-masing berukuran 1 ha digunakan untuk unit prcobaan A2 dan B2. Hewan uji yang digunakan adalah tokolan udang windu PL-30, ditebar dengan kepadatan 2 ekor/m2 yang sebelumnya telah diuji dengan PCR (negatif WSSV). Persiapan

tambak dilakukan dengan mengikuti prosedur standar operasional pertambakan.

Perlakuan yang dicobakan dalam penelitian ini adalah (A) aplikasi probiotik BRPBAP (jenis BL 542 pada bulan ke-1; MY 1112 bulan ke-2; BT 951 pada bulan ke-3, dan (B) kontrol (tanpa aplikasi probiotik), masing-masing terdiri atas 2 ulangan. Aplikasi probiotik dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

♦ 250 mL bakteri stok diinkubasi selama 3 hari dalam wadah plastik yang telah diisi dengan tepung

ikan 400 g, dedak halus 1.000 g, molase 500 g, yeast ekstrak 100 g, dan dilengkapi dengan aerasi selama masa inkubasi.

♦ Setelah diinkubasi selama 3 hari, probiotik BL 542 telah mencapai kepadatan 109 cfu/mL, probiotik

MY 1112 mencapai kepadatan 1011 cfu/mL, dan probiotik BT 951 mencapai kepadatan 109 cfu/mL. ♦ Aplikasi probiotik ke dalam tambak dilakukan setiap minggu sebanyak 14 L/ha dari hasil perbanyakan

dengan konsentrasi 104 sel/mL.

♦ Aplikasi probiotik dilakukan secara bergilir yaitu probiotik BL 542 diaplikasikan pada bulan ke-1;

probiotik MY 1112 pada bulan ke-2, dan probiotik BT 951 diaplikasikan pada bulan ke-3. Periode pemeliharaan dilakukan selama 79 hari. Pakan buatan mulai diberikan pada saat pemeliharaan memasuki hari ke-61 sebanyak 3% dari biomassa/hari karena dianggap pakan alami tidak mencukupi.

Peubah yang diamati meliputi laju pertumbuhan harian dan produksi udang windu pada akhir penelitian. Pengamatan populasi bakteri Vibrio spp. dan bakteri umum dilakukan dengan mengambil untuk sedimen dan air tambak setiap 2 minggu selama penelitian. Pada saat itu, juga dilakukan pengamatan beberapa peubah kualitas air seperti amonia, nitrit, nitrat, fosfat, dan bahan organik total. Hasil pengamatan tentang laju pertumbuhan harian, produksi udang windu, populasi bakteri Vibrio spp. dan bakteri umum, serta kualitas air dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN BAHASAN

Setelah pemeliharaan selama 79 hari, diperoleh performansi pertumbuhan udang windu seperti disajikan pada Tabel 1. Pada tabel tersebut terlihat bahwa tambak yang mendapat perlakuan aplikasi probiotik memiliki laju pertumbuhan harian, rata-rata bobot akhir, dan produksi udang windu yang lebih tinggi daripada tambak yang tidak mendapat aplikasi probiotik. Hal ini menunjukkan bahwa probiotik yang dipalikasikan tersebut memiliki pengaruh positif terhadap performansi pertumbuhan udang windu. Meskipun produksi udang windu yang diperoleh pada penelitian ini tergolong rendah, namun aplikasi probiotik ini memberikan pengaruh yang cukup berarti bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa aplikasi probiotik.

Menurut Verschuere et al. (2000), mekanisme kerja probiotik sebagai mikroba tambahan yang memberikan pengaruh menguntungkan bagi inang dapat melalui modifikasi komunitas mikroba atau asosiasi dengan inang, menjamin perbaikan penggunaan pakan atau perbaikan nilai nutrisinya, memperbaiki respons inang terhadap penyakit, atau memperbaiki kualitas lingkungan ambangnya. Probiotik yang digunakan dalam penelitian ini memiliki beberapa fungsi, yaitu bakteri MY 1112

(3)

dapat berperan dalam menurunkan bahan organik terlarut (Nurhidayah et al., 2007) dan menekan pertumbuhan bakteri Vibrio spp. (Muliani et al., 2008a), bakteri BL 542 juga dapat berperan menekan populasi bakteri Vibrio spp. (Muliani et al., 2006), bakteri BT 951 mampu menurunkan kandungan H2S (Muliani et al., 2008b; Muliani et al., 2008c).

Berdasarkan hasil pengamatan perkembangan populasi bakteri Vibrio spp. dalam air dan tanah dasar tambak (Tabel 2 dan 3), tampak bahwa jumlah populasi bakteri Vibrio spp. pada setiap periode sampling baik dalam air maupun pada tanah dasar tambak lebih rendah pada tambak yang mendapat perlakuan aplikasi probiotik daripada populasi Vibrio spp. pada tambak yang tidak mendapat aplikasi probiotik. Hal ini menunjukkan jenis probiotik yang diaplikasikan ini memiliki kemampuan menekan populasi bakteri Vibrio spp. khususnya oleh bakteri jenis BL 542 (diaplikasikan pada bulan ke-1). Populasi bakteri patogen yang rendah dalam media budidaya akan memberikan kondisi kesehatan udang yang lebih baik, sehingga pertumbuhannya dapat menjadi cepat.

Populasi bakteri umum dalam air dan tanah dasar tambak relatif berfluktuasi (Tabel 4 dan 5) untuk setiap periode sampling. Pada tabel tersebut terlihat bahwa populasi bakteri umum pada tambak yang diaplikasikan probiotik cenderung lebih tinggi daripada populasi bakteri umum pada tambak yang tidak diaplikasikan probiotik baik pada air maupun pada tanah dasar tambak. Tingginya populasi

Tabel 1. Performansi pertumbuhan udang windu dengan aplikasi probiotik setelah pemeliharaan selama 79 hari

A B

Padat tebar (ekor/m2) 2 2

Bobot awal (g/ekor) 0,056 0,056

Lama pemeliharaan (hari) 79 79

Bobot akhir (g/ekor) 11,05 6,22

Laju pertumbuhan harian (%/hari) 6,69 5,96

Produksi (kg/ha) 81,4 19,0

Peubah Perlakuan

Tabel 2. Rata-rata perkembangan populasi bakteri Vibrio spp (cfu/mL) dalam media air budidaya pada setiap waktu pengamatan selama penelitian

1 2 3 4 5 6

A 5,79x102 2,54x102 7,82x102 1,58x103 1,53x103 8,00x102

B 9,17x102 4,98x103 1,58x103 1,57x103 1,72x103 1,12x103

Saluran air 1,160x102 1,040x103 2920x103 1,26x103 1,58x103 1,85x102

Perlakuan Rataan populasi bakteri Vibrio sp. (cfu/mL) pada pengamatan

ke-Tabel 3. Rata-rata perkembangan populasi bakteri Vibrio spp (cfu/ml) dalam tanah dasar tambak pada setiap waktu pengamatan selama penelitian

1 2 3 4 5 6

A 8,32x103 4,47x102 4,27x102 3,23x104 6,46x103 1,06x103

B 1,07x104 4,27x103 1,07x104 3,31x104 2,95x104 1,10x104

Saluran air 1,10x104 1,99x102 2,29x103 1,38x104 7,59x102 1,51x104

(4)

ke-bakteri umum pada tambak A tersebut disebabkan karena adanya aplikasi probiotik. Bakteri umum yang mayoritas tidak bersifat patogen dan memiliki beberapa fungsi positif terhadap kesehatan ikan dan perbaikan mutu air sangat diharapkan.

Kondisi rata-rata kisaran beberapa peubah kualitas air selama kegiatan penelitian berlangsung disajikan pada Tabel 6. Pada tabel tersebut tampak konsentrasi fosfat, nitrat, dan nitrit masih relatif normal untuk semua perlakuan termasuk pada saluran air. Hal ini menunjukkan bahwa peranan probiotik yang diaplikasikan terhadap peubah kualitas air tersebut relatif belum banyak dibutuhkan. Pada penelitian ini, padat penebaran udang sebanyak 2 ekor/m2 merupakan pola pemeliharaan secara

tradisional, sehingga perubahan kualitas air tersebut belum banyak dipengaruhi oleh limbah dari aktivitas biomassa udang. Namun demikian, bila melihat konsentrasi amonia yang mencapai sekitar 0,7 mg/L pada tambak perlakuan A dan lebih tinggi daripada tambak perlakuan B, merupakan suatu indikasi bahwa probiotik yang diaplikasikan ini belum dapat bekerja secara optimum menurunkan konsentrasi amonia media budidaya. Amonia yang dihasilkan dari sisa metabolisme udang dan hasil degradasi protein pakan dan biota yang mati dalam tambak tersebut juga dapat mengganggu pertumbuhan udang. Secara umum konsentrasi amonia yang aman dan tidak beracun bagi hewan budidaya adalah kurang dari 0,1 mg/L (Boyd, 1990). Meningkatnya konsentrasi amonia pada perlakuan A ini kemungkinan disebabkan karena jumlah produksinya yang relatif lebih tinggi daripada perlakuan B, sehingga jumlah eskresi amoniak dari biota tersebut juga relatif lebih tinggi daripada perlakuan

Tabel 4. Rata-rata perkembangan populasi bakteri umum (cfu/mL) dalam media air tambak pada setiap waktu pengamatan selama penelitian

1 2 3 4 5 6

A 2,1x106 2,2x106 5,6x105 1,3x107 3,3x106 2,0x106

B 5,2x105 8,7x104 2,1x105 1,1x107 8,7x105 3,9x105

Saluran air 6,8x105 2,6x108 2,0x107 6,0x104 1,0x105 5,0x105

Perlakuan Ratarata populasi bakteri umum (cfu/mL) pada pengamatan ke

-Tabel 5. Rata-rata perkembangan populasi bakteri umum (cfu/ml) dalam tanah dasar tambak pada setiap periode sampling selama penelitian

1 2 3 4 5 6

A 3,39x108 6,30x107 7,41x106 3,55x106 6,31x101 5,27x108

B 3,31x108 1,62x106 5,01x106 2,63x106 2,29x101 5,75x106

Saluran air 2,63x108 1,00x106 3,98x107 2,00x107 8,32x107 7,00x106

Perlakuan Rataan populasi bakteri umum (cfu/mL) pada pengamatan ke

-Tabel 6. Kisaran peubah kualitas air pada penelitian aplikasi probiotik pada tambak udang windu (Penaeus monodon)

A B Saluran air

Bahan oranik total (mg/L) 33,29–42,62 32,24–39,14 20,29–44,58

Fosfat (mg/L) 0,0240–0,9359 0,0025–0,6548 0,0150–0,7963

Nitrat (mg/L) 0,0015–0,4740 0,0313–0,0761 0,0104–0,3242

Nitrit (mg/L) 0,0056–0,0649 0,0160–0,0755 0,0044–0,0194

Amonia (mg/L) 0,0070–0,7521 0,0027–0,5635 0,0024–0,0504

(5)

B. Upaya untuk menurunkan konsentrasi amonia dengan aplikasi probiotik pada perlakuan tersebut belum berjalan secara optimum, karena kemungkinan laju asimilasi amonia oleh populasi bakteri probiotik belum mampu mengimbangi laju ekskresi amonia dari biota dan dari proses dekomposisi bahan nitrogen organik yang ada dalam tambak.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan probiotik BRPBAP tersebut dapat meningkatkan laju pertumbuhan dan produksi udang windu. Probiotik tersebut umumnya dapat menekan populasi bakteri Vibrio spp., sehingga kesehatan dan pertumbuhan udang menjadi lebih baik. Namum aplikasi probiotik ini belum mampu secara optimum menekan kandungan amonia dalam media budidaya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 1999. Aquaculture production statistics. Food and Agriculture Organisation of The United Nation. Roma, 4 pp.

Atmomarsono, M., Madeali, M.I., Muliani, & Tompo, A. 1993. Kasus penyakit udang windu di Kabupaten Pinrang. Dalam Hanafi, A., Amomarsono, M., & Ismawati, S. (Eds.). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Budidaya Pantai, Maros, hlm. 35–40.

Atmomarsono, M. 2004. Pengelolaan kesehatan udang windu, Penaeus monodon di tambak. J. Ris. Akuakultur.

Boyd, C.F. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Auburn University,Alabama USA, 482 pp. Dhar, A.K., Roux, M.M., Klimpel K. R. 2001. Detection and quatification of infectious hypodermal and

hematopoietic necrosis virus and white spot Syndrome virus in shrimp using real-time quantita-tive PCR and SYBR green chemistry. J. of Clinical Mikrobiology, 39: 2835–2845.

Ferdouse, F. 1999. Japanese and other Asian markets for shrimp – an overview. News from around the world. Infofish International, 6: 23–28.

Itami, T., Maeda, M., Suzuki, N., Tokushige, Nakagawa, A., Henning, O., Kondo, M., Kasorchandra, J., Hirono, I., Aoki, T., Kusuda, & Takahashi, K. 1998. Possible prevention of white spot syndrome virus (WSSV) in kuruma shrimp, Penaeus japonicus, in Japan. In Flegerl TW (Ed.). Advances in shrimp biotechnology. National Center for Genetic Engineering and Biotechnology, Bangkok, p. 291– 295.

Jiravanichpaisal, P, Miyazaki, T., & Limsuan, C. 1994. Histopathology, biochemistry, and pathogenecity of Vibrio harveyi infection black tiger prawn, Penaeus monodon. J. Aqua. Anim. Health, 6: 27–35. Karunasagar, I., Pai, R., Malathi, G.R., & Karunasagar, I. 1994. Mass mortality of Peneus monodon larvae

due to antibiotic-resistant Vibrio harveyi invection. Aquaculture, 128: 203–209.

Kono, T., Savan, R., & Itami, T. 2004. Detection of white spot syndrome virus in shrimp by loop-mediated isothermal amplification. J. Virol Methods, 115: 59–65.

Muliani, A. Suwanto, & Hala, Y. 2003. Isolasi dan karakterisasi bakteri asal laut Sulawesi untuk biokontrol penyakit vibriosis pada larva udang windu (Penaeus monodon Fab.). Hayati. 10: 6–11. Muliani, Nurbaya, Tompo, A., & Atmomarsono, M. 2004. Eksplorasi bakteri filosfer dari tanaman mangrove sebagai bakteri probiotik pada budidaya udang windu Penaeus monodon. J. Pen. Perik. Ind., 2: 47–57.

Muliani, Nurbaya, & Atmomarsono, M. 2006. Penapisan bakteri yang diisolasi dari tambak udang sebagai kandidat probiotik pada budidaya udang windu, Penaeus monodon. J. Ris. Akuakultur, 1: 73-85.

Muliani, Nurbaya, & Atmomarsono, M. 2008a. Uji in vivo performansi bakteri probiotik pada pemeliharaan pascalarva udang windu (Penaeus monodon) dalam wadah terkontrol. Dalam Hambali, S., A. Hanafi, Kristanto, A.H., Chumaidi, Mustafa, A., Imron, & Insan, I. Teknologi Perikanan Budidaya 2008. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta, hlm. 163–170.

Muliani, Nurbaya, & Tampongallo, B.R. 2008b. Pengaruh rasio bakteri probiotik terhadap perubahan kualitas air dan sintasan udang windu, Penaeus monodon, dalam akuarium. J. Ris. Akuakultur, 3(1): 33–41.

(6)

Muliani, Nurbaya, & Madeali, M.I. 2008c. Total bakteri Vibrio sp., sulfat reduction bacteria (SRB), dan sulfur oxidazing bacteria (SOB) dalam wadah pemeliharaan udang windu dengan pemberian bakteri probiotik sistem bergilir. Dalam Litaay, Fachruddin, M., Soekendarsi, E., & Zulkifli, A. Prosiding Seminar Nasional Biologi ke XIX. Makassar 9–10 Juli 2008. Perhimpunan Biologi Indonesia Cabang Sulawesi Selatan dan Universitas Hasanuddin, hlm. 134–139.

Nurhidayah, Tampangallo, B.R. Kadriah, I.A.K., & Muliani. 2007. Pengaruh bakteri probiotik terhadap perubahan kualitas air dan sintasan pascalarva udang windu yang dipapar dengan White Spot Syndrome Virus (WSSV). Dalam Taufiqurrahman, M., Prayogi, U., Giman, & A. Winarno A. Prosiding Seminar Nasional Kelautan III. Surabaya 24 April 2007, hlm. 16–20.

Suwanto, A. 1993. Teknik percobaan dalam Genetika Molekuler. Kursus singkat biologi molekuler Institut Pertanian Bogor, Bogor, 19–31 Juli 1993. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Spann, K.M., Vickers, J.E., & Lester, R.J.G. 1995. Lymphoid organ virus of Penaeus monodon from Australia. Diseases of Aquatic Organism, 23: 127–134.

Verschuere. L., Rombaut, G., Sorgeloos, P., & Verstraete, W. 2000. Probiotic bacteria as biological control agents in Aquaculture. Microbiolgical and Molecular Biology Review, 64: 655–671.

Gambar

Tabel 1. Performansi pertumbuhan udang windu dengan aplikasi probiotik setelah pemeliharaan selama 79 hari
Tabel 6. Kisaran peubah kualitas air pada penelitian aplikasi probiotik pada tambak udang windu (Penaeus monodon)

Referensi

Dokumen terkait

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Walaupun dalam Pasal 4 ayat 2 Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali Nomor 217 Tahun 1986 Tentang Wajib Pemakaian Topi Pengaman (Helm) Bagi Pengemudi Sepeda Motor Dan

Data spasial oseanografi khususnya data suhu, salinitas, oksigen terlarut, derajat keasaman, turbiditas, dan kecerahan diperoleh dari pengukuran di beberapa titik observasi

Usaha tersebut diantaranya dengan melakukan branding dan pemasaran offline dan online guna meningkatkan produktivitas pada industri kecil dan menengah ini agar

Sosok Pattimura yang memiliki jiwa kepemimpinan menyebabkan dirinya berhasil merangkul Raja-Rajadi negeri Maluku untuk melawan Kolonial Belanda.. Pattimura mendapat

(2) Dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP

Sehingga akan didapatkan gambaran umum mengenai hubungan durasi bermain game online dengan tingkat stres pada siswa SMPN yang berada di kecamatan Sungai Raya

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh faktor-faktor secara parsial maupun simultan dari sisi permintaan terhadap layanan keuangan yang berasal dari