• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada kolom Tekno Pangan majalah Sedap Sekejap, tawas digunakan untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada kolom Tekno Pangan majalah Sedap Sekejap, tawas digunakan untuk"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tawas sebagai bahan tambahan makanan

Pada kolom Tekno Pangan majalah Sedap Sekejap, tawas digunakan untuk memperbaiki mutu makanan diantaranya dalam pengolahan manisan lidah buaya, campuran pembuatan bihun agar tidak rapuh dan warnanya lebih putih, juga untuk menghitamkan isi dari bakpao (Haribi danYusrin, 2005)

Produsen ikan asap di Desa Bandarharjo Semarang Utara, menggunakan tawas sebagai bahan perendam ikan yang akan diasap. Mereka meyakini bahwa dengan merendam ikan sebelum melakukan pengasapan, dapat menghasilkan ikan asap yang memiliki konsistensi yang kompak dan kesat. Prinsip penggunaan tawas pada proses perendaman ikan sebelum diasap, adalah mirip dengan penggunaan garam dapur, yang fungsinya selain menghambat pertumbuhan mikrobia, juga untuk membuat ikan menjadi putih dan kenyal.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurrahman dan Isworo, 2002, membuktikan bahwa ikan tongkol yang direndam dalam larutan tawas sebelum diasap, teksturnya menjadi lebih kompak, kesat dan keras. Ikan yang direndam terlebih dahulu pada larutan tawas 10% selama satu jam sebelum diasap, warnanya lebih putih, konsentrasi senyawa nitrogen volatilnya menurun sehingga mengurangi bau amis, rasa pahit dan tidak berkurang kadar proteinnya. Adanya interaksi dengan tawas, maka nilai total volatile nitrogen yang berkaitan dengan bau amis ikan akan menurun.

(2)

Menurut Haribi dan Yusrin, 2005, daging ikan yang direndam terlebih dahulu dengan tawas dengan konsentrasi mulai 4% sampai dengan 12% dan waktu perendaman yang berfariasi mulai dari 30 menit sampai dengan 150 menit sebelum diasap, konsentrasi aluminium per 10 gram daging ikan pada yang sudah dan sebelum diasap tidak berbeda yaitu sekitar 0,266 sampai dengan 0,413 ppm. Proses pengasap yang memakan waktu hampir 4 jam, ternyata tidak mengurangi konsentrasi alumunium di dalam daging ikan . Konsentrasi alumunium dalam daging ikan tidak bertambah walaupun konsentrasi tawas dan waktu kontaknya dinaikkan. Dalam hal ini terjadi kejenuhan dalam pengikatan ion alumunium oleh daging ikan.

B. Tawas mengandung aluminium yang toksik

Tawas dikenal sebagai suatu bahan kimia yang sering digunakan orang untuk proses penjernihan air, yaitu sebagai bahan penggumpal padatan – padatan yang terlarut di dalam air. Tawas adalah ammonium sulfat (Al2(SO4)3), dan fungsi lartutan tawas pada proses perendaman makanan adalah sebagai barikut:

Al2(SO4)3 + 6(H2O) 2 Al (OH)3 + 3 H2SO4

Tawas (alumunium sulfat) berfungsi menggumpalkan koloid dan menjernihkan air, pada pH 5,0 sampai dengan 7,5 kelarutan Al (OH)3 sangat rendah dan membentuk gel sehingga dapat mengendapkan koloid – koloid (Haribi dan Yusrin, 2005)

Tawas mengandung aluminium yang merupakan logam ion toksik, dan masuk ke dalam tubuh manusia kebanyakan bersama makanan atau minuman atau lewat inhalasi. Aluminium yang terserap oleh darah di dalam gastrointestinal, akan didistribusikan ke seluruh tubuh pada eryrosit dan plasma yang akhirnya di ekskresi lewat system penyaringan glomerulus pada ginjal (Cheung, et al, 2001)

(3)

Selain itu, logam – logam berat dapat menyebabkan hipersensitivitas kontak pada manusia. Adanya kontak langsung antara jaringan hewan percobaan dengan logam – logam berat menunjukkan manifestasi hipersensitivitas kontak yang dapat dilihat dari perubahan daun telinga dan kaki, yakni terjadi pembengkakan (Sumiwi, 1998)

Pada tahun 1993, Tandjung, menemukan bahwa selsensoris dan sel penyokong dari ikan Salmonida (Salvenilus fontinalis) di dalam air dengan 5 ppm alumuium mengalami nekrosis, pada konsentrasi 7,5 ppm alumunim kedua jenis sel tersebut mengkerut dan mati, sehingga terlepas dari jaringan pengikat.

C. Sistem Detoksifikasi terhadap logam berat Toksik

Logam berat dan metalloid dibutuhkan untuk aktifitas biologik, dalam konsentrasi yang sangat rendah oleh sel, dan merupakan unsur yang esensiil. Dengan demikian dapat diketahui ada ion logam dalam konsentrasi tertentu memang dibutuhkan oleh sel (misalnya Na dan K yang biasanya ditransport sebagai kation mobil dalam larutan air, Fe, Co, Cu dan sebagainya, sebagai unsur esensiil dalam poses transport electron), akan tetapi ada juga ion logam yang bersifat toksik dalam sel seperti Al, Hg Pb, Sn, Cd, As, Pt dan sebagainya (Wisjnuprapto, 1996)

Beberapa ion lagam berat adalah merupakan kelompok prostetik enzim oksigease yang berperan dalam proses oksidasi reduksi. Tetapi dalam konsentrasi yang tinggi bersifat toksik bagi sel, karena ion – ion logam berat tersebut bertindak sebagai oksidan dan bersifat sebagai molekul organic seperti DNA dan protein. Di dalam sel ion – ion logam tersebut berikatan dengan protein seluler dan merubah struktur protein menjadi inaktif (Darmono, 1996).

(4)

Menurut Gadd (1990), mekanisme detoksifikasi terhadap ion – ion logam berat dapat berupa sintesis protein khusus atau ekstrapolimer yang dapat mengikat ion logam tersebut. Kondisi yang toksik, dapat mendorong tubuh untuk menyesuaikan kecepatan dan arah rangkaian metaboliknya. Pada dasarnya metabolisme tersebut berlangsung pada pola dan kecepatan reaksi yang menjamin berlangsungnya proses – proses penting dalam kondisi yang toksis. Pengendalian metabolik tersebut dapat berupa peningkatan atau penurunan jumlah molekul enzim, perubahan macam enzim yang bekerja serta pengendalian fungsi enzim yang ada. Dalam hal ini tubuh akan merubah pola transkripsi seperangkat gen dengan menurunkan sintesis protein normal dan mensintesis seperangkat protein spesifik yang disebut protein stress (Heat shck protein). Sintesis protein ini merupakan mekanisme yang dilakukan untuk mempertahankan diri pada kondisi diluar persyaratan. Sintesis protein stress ini diinduksi oleh logam – logam berat, infeksi virus, alcohol, fenol dan senyawa toksik lain yang menyebabkan kerusakan sel. Nagao el al

(1990), mengatakan bahwa protein stress disintesis karena adanya sinyal stress oksidasi, yaitu ada oksidan berikatan dengan ion organic sepert tRNA dan asam amino asil tRNA sintesis.

Sistem detoksifikasi dilakukan dengan cara akumulasi ion – ion logam ke dalam sel yang diawali dengan pengikatan ion logam pada permukaan sel. Pengikatan ion ini terjadi karena ion positip terikat pada sisi reaktif muatan negative polimer ekstraseluler seperti R-Coo- dan PO4-. Kemudian dilanjutkan dengan transport ion logam ke dalam sitoplasma (Meyer,et al, 1995). Dalam sitoplasma terjadi akumulasi logam oleh protein pengikat ion yang disebut metallothionein. Protein pengikat logam tersebut merupakan polipeptida tunggal dari beberapa asam amino. Asam amino tersebut kaya akan sistein

(5)

yang merupakan pratein kelas B-tiol (-SH) yang terikat logam secara kovalen.

Metallothionein ini berperan sebagai sarana detoksifikasi karena menimbun logam (Mago and Srivastava, 1994)

D. Efek biologis logam berat pada organ detoksifikasi

Efek biologis merupakan resultante akhir dari sejumlah proses yang sangat kompleks, yakni interaksi antara fungsi homeostaksis dengan zat – zat asing bagi tubuh termasuk logam – logam berat. Logam berat yang masuk dalam tubuh akan terdistribusi sesuai dengan afinitasnya, Logam berat menyerang secara spesifik organ hati dan ginjal yang berperan sebagai organ detoksifikasi (Sumirat, 2003)

Suyono, (1993). Mengatakan bahwa ginjal merupakan organ ekskresi utama bagi cairan yang tidak digunakan lagi oleh tubuh, dan disalurkan lewat pembuluh darah, seperti urea, kreatinin, asam urat, total protein dan lain – lain. Ginjal sangat peka terhadap logam berat, karena pada ginjal tersebut membentuk kompleks dengan ligan organik. Sebagai organ ekskresi, ginjal mudah terpapar oleh zat – zat kimia asing seperti logam berat, yang mungkin saja merusak jaringan.

Logam berat mempunyai efek kerja toksik yang spesifik pada sel tubulus ginjal dan menyebabkan nekrosis sel – sel epitel. Sel – sel epitel tubulus ginjal yang mengalami nekrosis akan hancur dan terlepas dari membrana basalnya, dan menempel serta menutupi tubulus. Pada beberapa keadaan, membran basal tersebut juga hancur (Lehninger, 1994). Kerusakan membran basal akan meningkatkan permebilitas membran glomerulus, sehingga memungkinkan protein (albumin) dan zat – zat yang terlarut dalam plasma yang terikat pada protein dengan mudah melewatinya. Nekrosis tubuler ini ditandai dengan hilangnya sejumlah besar protein plasma, dan sebaliknya protein urin

(6)

justru meningkat. Ureum dan kreatinin yang seharusnya diekskresi lewat urin, menjadi meningkat konsentrasinya di dalam darah (Guyton and Hall, 1997)

E. Protein total 1. Protein

Protein yang juga disebut juga polipeptida, tersusun atas asam – asam amino yang bergandengan dengan hubungan peptide. Tiga perempat zat padat dari tubuh bersifat protein dengan banyak fungsi yang berbeda – beda. Golongan besar – besar adalah protein jaringan atau struktural , protein kontraktil, nukleo protein yang berwujud gen, dan banyak lain lagi. Secara relatif hanya sedikit protein yang ada dalam peredaran darah, kecuali hemoglobin. Perbandingan banyak protein jaringan dengan protein- protein plasma adalah sekitar 33: 1. Darah mengandung sejumlah kecil protein jaringan, tetapi senyawa – senyawa seperti kalogen, nukleoproein dan protein kontraktil ada di dalam darah (Frances K. Widmann, 1989).

2. Serum dan plasma

Protein – protein ekstraseluler yang paling banyak terdapat dalam darah ialah albumin, globulin – globulin dan fibrinogen. Selain itu, darah juga mengandung dalam jumlah – jumlah kecil enzim –enzim yang berasal dari jaringan, protein – protein structural atau metaboliknya, hormon – hormon dan protein – protein transport; zat – zat itu dapat diukur dengan spesifik untuk menilai keadaan jaringan tertentu atau proses tertentu. Plasma, yakni cairan ekstrasel dari darah beredar, mengandung fibrinogen yang sangat besar molekulnya (berat molekul 340 000 dalton) dan berubah menjadi fibrin bila

(7)

darah membeku. Setelah darah membeku tetap ada cairan yang bernama serum. Serum dan plasma sama susunannya kecuali fibrinogen dan beberapa faktor koagulasi yang tidak ada dalam serum.terbesar dari protein – protein dalam plasma berasal dari hati. Hepatosit – hepatosit mensintesis fibrinogen, albumin dan 60-80% dari bermacam – macamprotein yang mengandung ciri – ciri globulin. Globulin – globulintersisa adalah immunoglobulin (Frances K Widmann, 1989).

F. Kerangka teori

Dari landasan teori yang ada maka penelitian ini dapat disusun kerangka tori sebagai berikut.

Hewan percobaan mencit

Waktu paparan Pemberian suplementasi tawas Konsentrasi tawas Serum / plasma

Pemeriksaan kadar protein total G. Kerangka konsep

Berdasarkan kerangka teori yang ada, maka penelitian ini dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut.

Variabel Independent Variabel Dependent

Pemberian

suplementasi tawas

pada pakan mencit

Kadar total

protein

(8)

H. Hipotesa

Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Hipotesa kerja (Ha) : Ada pengaruh pemberian tawas pada pakan hewan percobaan mencit ( Mus muscullus L) terhadap kadar total protein.

2) Hipotesis Nol (Ho) : Tidak ada pengaruh pemberian tawas pada pakan hewan percobaan mencit (Mus muscullus L) terhadap kadar total protein

Referensi

Dokumen terkait

Ketujuh komponen bauran pemasaran tersebut merupakan kelompok variabel yang dapat dikontrol oleh perusahaan untuk menentukan strategi pemasarannya sebelum mencapai pasar

Maksud peribahasa itu yaitu berbicara tentang apa yang disampaikan memang baik, tetapi diam akan lebih baik karena dengan diam kita dapat terhindar dari kemalangan.. Dari kata

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan jenis penelitian kualitatif. Data di peroleh dengan menggunakan teknik observasi, wawancara

Hasil pengujian memperlihatkan fitur konseling online ini dapat berjalan dengan baik, setiap konselor mampu menerima materi konseling sesuai dengan topik

Dengan adanya objek wisata Candi Cetho banyak berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat. Selain itu Candi Cetho juga masih digunakan sebagai tempat sembayang

Data primer berupa kadar glukosa darah yang diperoleh pada waktu sebelum penundaan dan sesudah penundaan pemeriksaan akan diolah menggunakan uji normalitas data

Seorang penderita yang tergolong dalam golongan resiko tinggi (GRT) dengan diagnosis penyakit paru, harus disertai rujukan yang seterusnya yang te liti. Pemberian

Sufiks {-s} infleksi ini ditambahkan pada bentuk dasar kata benda tunggal untuk membentuk kata benda jamak yang menyatakan makna lebih dari satu (plural)... Afiks